ZEA MAYS CERATINA. L

Download Pengaruh Dosis Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Berbagai Asal Jagung. Pulut (Zea mays ceratina. L). Jurnal Agroforestri V...

1 downloads 449 Views 338KB Size
ISSN : 1907-7556 PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN KALIUM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BERBAGAI ASAL JAGUNG PULUT (Zea mays ceratina. L) Ajang Maruapey

Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah - Sorong

ABSTRACT The study was aims to determine the effect of various doses of potassium fertilization on the growth and prodction of various of origins pulut corn, was carried out in the garden of the Faculty of Agricultur, Hasanudin University in makassar for 4 months, using a split plots design, consists of two factor, namely, the first factor pulut corn as main plot, the second factor was factor dose as experimental plots. The result showed that pulut corn from Bulukumba has highest production about 4,35 ton/ha, whereas treatment of potassium dose of 75kg/ha give a good influence on plant height, but had no effect on the other components of the observation. Interaction between the origin of Maros pulut corn with potassium dose of 100 kg/ha give the hihets levels of amylopectin in maros pulut corn and fastest flowering about 29 days after planting. While pulut corn of Bulukumba give toughes average biomass about 11.083,33 kg/ha. Keywords : Pulut Corn, Dose, Pottasium fertilizer PENDAHULUAN Peningkatan kebutuhan jagung dalam beberapa tahun terakhir ini tidak sejalan dengan Latar Belakang peningkatan produksi dalam negeri. Keragaan laju Jagung di Indonesia merupakan salah satu peningkatan produksi jagung menunjukkan bahwa komoditi strategis dan bernilai ekonomis serta laju pertumbuhan produksi jagung nasional ratamempunyai peluang untuk dikembangkan karena rata negatif dan cenderung menurun, sedangkan kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang dan protein yang mensubstitusi beras. Nilai berarti kebutuhan terus meningkat. Keragaan kalori jagung hampir sama dengan beras bahkan total produksi dan kebutuhan nasional dari tahun jagung mempunyai keunggulan bila dibandingkan ke tahun menunjukkan kesenjangan yang terus dengan beras disebabkan jagung mengandung melebar, Kesenjangan yang terus meningkat asam lemak esensil yang sangat bermanfaat bagi ini jika terus di biarkan, konsekuensinya adalah pencegahan penyakit arteriosclerosis, yakni peningkatan jumlah impor bahan pangan yang semacam penyempitan pembuluh darah. Selain semakin besar, dan kita semakin tergantung itu kandungan minyak jagung yang non kolesterol pada negara asing (Askari dan Wahab, 2006). ini juga dapat mencegah penyakit Pellegra Kebutuhan jagung dalam negeri pada tahun (penyakit kulit kasar), (Warisno,1998). 2009 cukup besar yaitu 17,66 juta ton pipilan Sebagai sumber karbohidrat kedua setelah kering per tahun dan diprediksikan pada tahun beras, jagung memegang peranan penting 2010 meningkat menjadi 19,80 juta ton pipilan sebagai bahan pangan di Indonesia. Selain kering dapat memenuhi kebutuhan Nasional yang sebagai bahan pangan, jagungpun dimanfaatkan dipenuhi dari kebutuhan dalam negeri, sementara sebagai bahan makanan ternak dan bahan baku sekitar 600.000 ton diimpor dari negara lain industri dengan tingkat kebutuhan yang besar. (BPS, 2010). Maka upaya peningkatan produksi Bahkan penggunaan jagung sebagai pakan jagung dapat dilakukan dengan cara memperluas ternak menunjukan tendensi semakin meningkat areal panen, meningkatkan produktivitas, pada setiap tahun dan sebaliknya penggunaan mempertahankan stabilitas produksi, menekan sebagai bahan pangan mengalami penurunan senjang hasil, dan menurunkan kehilangan hasil (Adisarwanto dan Widyastuti, 2009). (Adisarwanto dan Widyastuti, 2009), selain itu

34 upaya peningkatan produktivitas usaha tani jagung sangat bergantung pada kemampuan penyediaan dan penerapan teknologi sistim budidaya yang benar-benar sesuai anjuran diantaranya, penggunaan benih bermutu, pengaturan jarak tanam, pengairan, pembrantasan hama dan penyakit, serta penggunaan pupuk (Sudadi dan Widada, 2001). Hal ini mutlak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hara, demi menopang pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Salah satu jenis jagung yang masih banyak dikembangkan di beberapa daerah di Sulawesi Selatan adalah jenis jagung pulut atau waxy corn. jagung pulut digunakan sebagai jagung rebus dan jagung bakar karena rasanya enak dan pulen. Jagung pulut juga digunakan untuk pembuatan kue, jagung marning dan bubur jagung (bassang). Peningkatan potensi hasil jagung pulut belum mendapat perhatian yang serius, yang ada di tingkat petani dan di pasaran sekarang ini merupakan jagung pulut lokal jenis bersari bebas, Ukuran tongkol kecil, agak panjang dengan diameter 10-12 cm (Iriany dkk, 2003). Oleh karena itu permintaan jagung pulut terutama untuk industri jagung marning tidak dapat dipenuhi. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi jagung ini yaitu dengan menciptakan varietas jagung pulut yang unggul melalui kegiatan pemuliaan. Balai Penelitian Tanaman Serealia Kabupaten Maros telah menemukan dua varietas jagung pulut unggul yaitu Srikandi Putih dan Maros Sintetik-2 (MS-2) dengan potensi hasil yaitu masing masing 5,89 ton/ha dan 4,8 ton ha-1 (Anonim, 2008). Hasil penelitian terdahulu oleh Suryono 2009, melaporkan bahwa jagung pulut asal Bulukumba pada dosis KCL 60 kg ha -1 menghasilkan berat tongkol tanpa klobot dan berat tongkol dengan klobot, dan bobot 1000 biji yang terbaik tetapi tidak berpengaruh pada komponen produksi justru perlakuan tanpa pupuk sangatlah berpengaruh pada produksi. Kalium dibutuhkan oleh tanaman jagung pulut dalam jumlah paling banyak dibanding N dan P. Pada fase pembungaan, akumulasi hara K telah mencapai 60-75% dari kebutuhannya. Jika K kurang, gejalanya sering terlihat sebelum pembungaan yaitu pinggiran dan ujung daun menguning sampai kering. Hal ini

Jurnal Agroforestri VII Nomor 1 Maret 2012 terlihat terutama pada daun bawah.Pembentukan tongkol terpengaruh ujung tongkol bagian atas tidak penuh berisi biji tidak melekat secara kuat pada tongkol (Nashrayanshar, 2010). Karena itu, untuk mendapatkan hasil jagung pulut yang lebih banyak pemberian pupuk dengan dosis yang tepat sangatlah diperlukan. Dari banyak penelitian yang dilakukan untuk tanaman jagung ternyata pemupukan dengan pupuk kalium saja belum banyak dilakukan, karena itu data mengenai pengaruh pupuk kalium terhadap pertumbuhan jagung dan produksinya sangat jarang ditemukan (Mastina Djalil, 2003). Sehubungan dengan hal tersebut, Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh berbagai dosis pupuk Kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung pulut sehingga diketahui gambaran yang meyakinkan mengenai pengaruh dari pada pupuk kalium tersebut Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk Kalium terhadap pertumbuhan dan produksi jagung pulut dari empat kabupaten (Gowa, Sidrap, Bulukumba dan Maros) di Sulawesi Selatan. METODOLOGI PENELITIAN Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar, yang berlangsung selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dalam bentuk rancangan petak terpisah (Split plot design), yang terdiri dari 2 faktor dimana faktor pertama sebagai petak utama adalah empat asal jagung pulut yaitu : (J1) jagung pulut asal Gowa, (J2) jagung pulut Asal Sidrap, (J3) jagung pulut asal Bulukumba dan (J4) jagung pulut asal Maros. Faktor kedua sebagai anak petak adalah dosis pupuk Kalium yaitu : (Ko) = Kontrol, (K1) 50 kg Kalium ha1 , (K2) 75 kg Kalium ha-1 dan (J3) 100 kg ha-1. Kedua faktor tersebut dikombinasikan menjadi 16 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 48 satuan petak percobaan. Setiap petak percobaan terdapat 32 tanaman dan jarak tanam 75 cm x 40 cm dengan ukuran tiap petak percobaan 2,75 meter x 3,5 meter. Bahan yang digunakan adalah benih jagung pulut yang berasal dari Gowa, Sidrap, Bulukumba, Maros

Pengaruh Dosis Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Berbagai Asal Jagung Pulut (Zea mays ceratina. L)

35

Jurnal Agroforestri VII Nomor 1 Maret 2012

dan pupuk yang terdiri dari : Urea 200 kg ha-1, 85 S, fungisida Dithane M-45. Alat-alat yang SP - 36 100 kg ha-1 sebagai pupuk dasar, dan digunakan adalah cangkul, rol meter, mistar, Kalium : 50, 75, dan 100 kg ha-1 digunakan sekop, timbangan, tugal, tali rafiah, patok, dan sebagai dosis perlakuan dan insektisida Sevin alat tulis menulis, dan lainnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Jagung Pulut Tabel 1. Rangkuman hasil analisis lanjutan pengaruh faktor tunggal asal jagung pulut dan dosis Kalium Jumlah Daun

Tinggi Tanaman

Perlakuan

Tinggi Ked. Tongkol

Jumlah Tongkol

Umur Panen

4 MST

6 MST

8 MST

(j1)

-

192,22a

211,93a

12,00ab

2,24a

107,10 a

1,1ab

79,0a

Sidrap (j2) Jagung Pulut (J) Bulukumba (j3)

-

162,80

175,34

10,81

1,81

77,77

1,0

bc

71,7b

-

199,02a

219,25a

12,07a

2,18ab

106,83 a

1,2a

85,0a

Maros

-

143,45b

156,55b

9,41c

1,71c

71,58b

1,0c

71,7b

85,50b

157,88b

177,19b

-

-

-

-

-

89,72ab

176,16a

196,64a

-

-

-

-

-

91,82

a

182,28

199,46

a

-

-

-

-

-

88,34

b

181,17

189,76

ab

-

-

-

-

-

Gowa

(j4)

0 (k0) Dosis 50 (k1) Kalium (kg ha-1) 75 (k2) 100 (k3)

Dosis Kalium (kg ha-1)

b

a a

b

bc

b

Berat Tongkol + klobot

Berat Tongkol - klobot

Jumlah Baris Biji

Jumlah Biji/ Tongkol

Bobot 1000 Biji

Kadar Air Biji

Produksi

Gowa (j1)

110,42a

99,58a

12,03a

239,28a

324,48a

24,31a

4,29a

Sidrap (j2)

99,75b

86,50b

10,00b

210,83b

262,87bc

21,21b

3,52b

a

Perlakuan

Jagung Pulut (J)

ab

8 MST

Diameter. Batang

Bulukumba (j3)

108,75a

101,08a

10,97

232,94

304,27

25,56

4,35a

Maros (j4)

99,17b

85,75b

10,00b

210,21b

247,83c

24,26a

3,47b

0 (k0)

-

-

-

-

-

-

3,74b

50 (k1)

-

-

-

-

-

-

3,82b

75 (k2)

-

-

-

-

-

-

3,92ab

100 (k3)

a

a

ab

4,15a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNTα=0,0 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jagung pulut yang berasal dari Bulukumba menghasilkan rata-rata terbaik pada tinggi tanaman 6 dan 8 MST, jumlah daun 8 MST, jumlah tongkol, umur panen, berat tongkol tanpa klobot, kadar air biji dan produksi. Sedangkan jagung pulut yang berasal dari Gowa menghasilkan ratarata terbaik pada diameter tongkol, berat tongkol dengan klobot, jumlah baris biji, jumlah biji per tongkol dan bobot 1000 biji. Hasil analisis lanjutan menunjukkan bahwa jagung pulut yang berasal dari Bulukumba menghasilkan tinggi tanaman tertinggi pada

umur 6 MST (199,02 cm), dan 8 MST (219,25 cm). Demikian pula pada pengamatan jumlah daun, yang ditunjukkan pada umur 6 MST jagung pulut yang berasal dari Bulukumba menghasilkan jumlah daun terbanyak (12,7 helai). Jagung pulut dari Bulukumba dan Gowa diduga memiliki kemiripan genetik sehingga ekspresi yang ditampilkan oleh fenotipe pertumbuhan keduanya tidak berbeda secara statistik dan memiliki perbedaan genetik dengan jagung pulut dari Sidrap dan Maros. Adanya keragaman pertumbuhan dan perbedaan genetik dimungkinkan oleh penggunaan sumber benih

Ajang Maruapey

36 di lapangan (benih lokal) yang digunakan petani juga beragam yang menyebabkan terjadinya perbedaan sifat-sifat tanaman di lapangan. Setiap tanaman memiliki susunan genetik yang berbeda-beda sehingga karakter yang dihasilkan oleh suatu tanaman berbeda pula dengan karakter yang dimiliki oleh tanaman lainnya. Hal ini dapat dilihat pada komponen pengamatan pertumbuhan seperti laju pemanjangan batang (tinggi tanaman) dan jumlah daun tanaman yang dikendalikan secara genetik. Menurut Gardner et al., (2008), laju pemanjangan batang dan jumlah daun tanaman dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan. Posisi daun dikendalikan oleh genotipe tanaman yang berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan daun sehingga jumlah daun berbeda dari masing-masing varietas jagung yang digunakan. Tinggi tanaman yang diperoleh sejalan dengan pertambahan jumlah daun. Dengan semakin bertambahnya panjang batang maka semakin banyak terdapat ruas-ruas batang yang merupakan tempat melekatnya daun (duduk daun). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Gardner et al., (2008), yang menyatakan bahwa batang tanaman jagung tersusun atas ruas yang merentang diantara buku-buku batang tempat melekatnya daun. Pengamatan diameter batang, menunjukkan bahwa jagung pulut yang berasal dari Gowa menghasilkan rata-rata diameter batang terlebar (2,24 cm) tetapi tidak berbeda nyata dengan jagung pulut dari Bulukumba dan sangat berbeda nyata dengan jagung pulut dari Sidrap dan Maros. Hasil ini lebih memperkuat alasan adanya kemiripan genetik antara jagung pulut dari Gowa dan Bulukumba sehingga ekspresi yang tervisualisasi khususnya diameter batang tidak berbeda secara signifikan, serta didukung oleh kondisi lingkungan yang relatif tidak berbeda yang diperkuat oleh perbedaan kelompok atau ulangan percobaan yang tidak signifikan Tinggi tanaman dan jumlah daun yang cukup tinggi pada kedua jenis jagung pulut (Gowa dan Bulukumba) menyebabkan penerimaan dan penyerapan cahaya matahari dapat maksimal. Menurut Tisdale and Nelson (1975) dalam Djalil (2003), serapan cahaya matahari yang maksimal

Jurnal Agroforestri VII Nomor 1 Maret 2012 akan diikuti oleh serapan nutrisi yang optimal pula, sehingga proses fotosintesispun dapat optimal pula. Selanjutnya Salisbury dan Ross (1995), menyatakan bahwa kapasitas fotosintesis meningkat dengan bertambahnya jumlah daun pada tanaman jagung. Pada komponen pengamatan tinggi kedudukan tongkol, jagung pulut yang berasal dari Gowa menghasilkan rata-rata kedudukan tongkol tertinggi (107,10 cm) dan berbeda tidak nyata dengan jagung pulut yang berasal dari Bulukumba. Meskipun tinggi kedudukan tongkol pada jenis jagung pulut dari Gowa dan Bulukumba memilki nilai rata-rata yang berbeda dengan Sidrap dan Maros tetapi secara umum letak tongkol pada batang relatif sama yakni sekitar setengah dari tinggi tanaman, hal ini menyebabkan tanaman lebih efektif dalam mengakumulasi hasil fotosintesis terutama dari daun yang letaknya di atas posisi tongkol. Yasin dan Zubachtirodin (2004) menyatakan bahwa sifat ideal bagi tanaman jagung, yakni tongkol berada pada posisi tengah yakni sekitar setengah dari tinggi tanaman. Umur panen tercepat (71, hari) dihasilkan dari jagung pulut yang berasal dari Maros dan Sidrap dan sangat berbeda nyata dengan Bulukumba dan Gowa. Kemampuan suatu varietas untuk menghasilkan waktu panen yang lebih cepat tidak sama. Hal ini tergantung sifat genetik dan lingkungan. Suatu tanaman yang ditanam pada suatu daerah mempunyai umur panen lebih cepat, belum tentu ditanam pada daerah lain mempunyai umur yang sama. Hal ini disebabkan lingkungan yang berbeda. Umur panen sangat dipengaruhi oleh faktor cahaya dan suhu. Perbedaan karakter fenotipe yang muncul yang dapat dilihat disebabkan oleh adanya perbedaan gen yang mengatur karakter-karakter tersebut. Gen-gen yang beragam dari masingmasing varietas tervisualisasikan dalam karakterkarakter yang beragam. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Yatim (2001), bahwa setiap gen itu memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan dan mengatur berbagai jenis karakter dalam tubuh. Jagung pulut yang berasal dari Bulukumba memperlihatkan jumlah tongkol terbanyak

Pengaruh Dosis Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Berbagai Asal Jagung Pulut (Zea mays ceratina. L)

Jurnal Agroforestri VII Nomor 1 Maret 2012 (1, 2 buah), tongkol tanpa klobot terberat (101,08 g), kadar air biji saat panen tertinggi (25,56%) dan produksi tertinggi (4,35 ton) dan berbeda tidak nyata dengan jagung pulut dari Gowa. Sedangkan jagung pulut yang berasal dari Gowa menunjukkan tongkol dengan klobot terberat (110,42 g), jumlah baris biji terbanyak (12,03 baris), jumlah biji terbanyak (239,28 biji), bobot biji terberat (324,48 g) tetapi tidak berbeda nyata dengan jagung pulut dari Bulukumba. Hasil pengamatan pada komponen hasil sejalan dengan komponen pertumbuhan, dimana jagung pulut yang berasal dari daerah Bulukumba dan Gowa tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan secara statistik tetapi memiliki perbedaan yang signifikan dengan yang berasal dari wilayah Sidrap dan Maros. Ekspresi fenotipe yang berbeda ini kemudian ditampilkan secara berbeda merupakan variasi genetik dari masingmasing asal jagung pulut. Genotip yang berbeda akan memberikan tanggapan yang berbeda bila ditanam pada lingkungan yang sama, demikian sebaliknya. Menurut Welsh (1991), dalam Haris dan Askari, (2008)., jika terdapat perbedaan antara dua individu pada lingkungan yang sama dan dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari variasi genotipe kedua tanaman tersebut. Kadar air biji saat panen tertinggi (25,56%) diperoleh pada jagung pulut dari Bulukumba, tetapi secara umum kadar air biji saat panen tidak berbeda secara signifikan dengan Maros dan Gowa, tetapi ketiganya berbeda dengan jagung pulut dari Sidrap. Kadar air biji yang tinggi panen memungkinkan terjadinya proses hidrolisis sehingga membentuk senyawa yang lebih sederhana misalnya glukosa, fruktosa, etanol dan sebagainya. Kadar air biji akan menurun sampai panen yang diakibatkan oleh proses fisiologis yang terjadi. Menurut Salunke dan Desai (1984), dalam Masdar (2003), pada saat tersebut terjadi polimerisasi dari senyawasenyawa sederhana membentuk senyawa yang lebih kompleks sampai terbentuk pati yang larut dalam air daan konsentrasi gula menurun. Banyaknya ruas yang terbentuk akibat pemanjangan batang dan pertambahan jumlah daun akan memungkinkan jumlah tongkol yang dibentuk juga lebih banyak. Hal ini didukung

37 oleh Muhadjir (1988) bahwa pembentukan tongkol pada batang sangat dipengaruhi oleh laju pemanjangan batang serta jumlah daun yang terbentuk, disebabkan bunga betina yang merupakan bakal tongkol jagung tumbuh pada ketiak daun sekitar pertengahan batang. Semakin bertambah jumlah daun semakin meningkatkan kapasitas fotosintesis. Fotosintesis yang berjalan efektif selanjutnya akan meningkatkan bahan kering tanaman. Bahan kering yang dihasilkan tanaman selanjutnya digunakan untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Jumin (2005) menyatakan bahwa bahan kering adalah penumpukan fotosintat pada sel dan jaringan. Fotosintat atau hasil bersih dari fotosintesa adalah hasil dari reduksi energi dengan penurunan energi akibat pernafasan. Dengan semakin banyaknya bahan kering yang terbentuk akibat besarnya penumpukan fotosintat akan menentukan pula besarnya distribusi fotosintat (pengalihan bahan kering) ke bagian ekonomis tanaman (tongkol), yang ditunjukkan oleh berat tongkol dengan klobot dan tanpa klobot yang tinggi. Efisiensi penggunaan cahaya matahari yang lebih tinggi melalui fotosintesis menyebabkan hasil tanaman yang diperoleh juga meningkat, dalam hal ini adalah biji jagung yang dihasilkan. Ukuran biji tergantung pada faktor-faktor yang mengendalikan penyediaan asimilat untuk pengisian biji. Lebih sedikit cahaya yang diterima oleh daun menyebabkan laju asimilat lebih lambat sehingga berpengaruh paling besar terhadap hasil biji (Goldswothy dan Fisher, 1992). Jumlah baris biji dan jumlah biji serta berat biji yang dihasilkan akan menentukan produksi biji pipilan yang dihasilkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Gardner et al., (2008) menambahkan bahwa semakin tinggi hasil fotosintesis, semakin besar pula penimbunan cadangan makanan yang ditranslokasikan ke biji dengan asumsi bahwa faktor lain seperti cahaya, air, suhu dan hara dalam keadaan optimal. Selain itu, hasil tanaman sangat dipengaruhi oleh sifat genetik dan kemampuan interaksinya terhadap lingkungan tumbuh yang berbeda-beda. Menurut Takdir et al., (1998), bahwa hasil biji jagung dipengaruhi oleh interaksi antara

Ajang Maruapey

38 genotipe dengan lingkungan, adanya interaksi genotipe dengan lingkungan disebabkan oleh kemampuan genotipe yang berbeda dalam memanfaatkan kondisi lingkungan. Kemampuan produksi tanaman jagung merupakan resultante dari beberapa faktor komponen produksi seperti jumlah baris biji dan berat biji yang dihasilkan yang digambarkan pada hasil akhir berupa produksi biji pipilan kering. Jumin (2005), menyatakan bahwa produksi suatu tanaman merupakan resultante dari proses fotosintesa, penurunan asimilat akibat respirasi dan translokasi bahan kering ke dalam hasil tanaman. Dosis Kalium Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa berbagai dosis Kalium hanya memperlihatkan pengaruhnya pada komponen pengamatan tinggi tanaman umur 4, 6 dan 8 MST dan produksi tanaman jagung. Secara umum, kalium sangat berperan dalam merangsang pertumbuhan akar tanaman. Perakaran yang optimal akan mendukung suplai unsur hara ke dalam jaringan tanaman sehingga akan mendukung pertumbuhan tanaman jagung, selain itu unsur K sangat mempengaruhi laju pemanjangan batang terutama pada jaringan yang aktif membelah pada bagian ujung tanaman (jaringan meristem). Baligar and Barber (1978) dalam Masdar (2003), menyatakan bahwa secara alamiah K, berdifusi lewat tanah ke akar tanaman yang tumbuh pada daerah perakaran dan K memberikan efek yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman. . Hasil analisis lanjutan menunjukkan bahwa dosis pupuk Kalium 75 kg ha-1 menghasilkan tanaman tertinggi pada umur 4 MST (91,82 cm) dan berbeda nyata dengan dosis 0 dan 100 kg/ha. Sedangkan pada umur 6 dan 8 MST, dosis pupuk Kalium 75 kg ha-1 juga menghasilkan tanaman tertinggi (182,28 cm dan 199,46 cm) dan berbeda sangat nyata hanya dengan dosis 0. Hal ini diduga bahwa pada awal pertumbuhan tanaman jagung, kalium sangat berperan terutama dalam jaringan yang aktif melakukan pembelahan (jaringan meristem) pada bagian ujung. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Tisdale dan Nelson (1975), dalam Djalil, (2003), bahwa unsur kalium lebih berperan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman terutama pada bagian yang sedang aktif

Jurnal Agroforestri VII Nomor 1 Maret 2012 bertumbuh yaitu pada bagian meristem ujung (pucuk) dan terdapatnya juga dalam jumlah yang lebih banyak pada jaringan tersebut dibandingkan dengan bagian yang lebih tua. Dosis pupuk Kalium 75 kg ha-1 merupakan dosis yang tepat untuk kebutuhan tanaman jagung pada awal pertumbuhannya sehingga tanaman jagung memberikan respon yang lebih baik walaupun tidak berbeda secara signifikan dengan dosis pupuk Kalium 50 kg ha-1 pada umur 4 MST dan dosis pupuk Kalium 50 dan 100 kg ha-1 pada umur 6 dan 8 MST. Namun demikian, dosis 50 kg ha-1 tidak berbeda secara signifikan dengan dosis 0 kg ha-1. Setyamidjaja (1986), menyatakan bahwa respon tanaman terhadap pemberian pupuk akan meningkat bila menggunakan dosis pupuk yang tepat. Setiap tanaman perlu mendapatkan pemupukan dengan dosis yang sesuai agar terjadi keseimbangan unsur hara di dalam tanah yang dapat menyebabkan tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta menghasilkan produksi yang optimal. Selanjutnya, hasil analisis lanjutan menunjukkan bahwa dosis 100 kg Kalium ha-1 menghasilkan rata-rata produksi tertinggi (4,35 ton) dan berbeda nyata dengan dosis 0 kg Kalium ha-1 dan 50 kg Kalium ha-1, tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis 75 kg Kalium ha1 . Hal tersebut disebabkan unsur kalium yang dikandung dalam pupuk Kalium memegang peran penting dalam meningkatkan ukuran dan berat biji. Unsur kalium berperanan penting dalam pembentukan dan translokasi karbohidrat. Dalam hal ini diduga dengan pemberian pupuk Kalium 100 kg ha-1 telah memberikan sokongan yang cukup untuk lancarnya translokasi dan pembentukan karbohidrat yang diperlukan untuk pertumbuhan organ generatif dalam hal ini pertumbuhan biji sehingga meningkatkan produksi yang dihasilkan. Hubungan antara produksi dengan dosis pupuk Kalium bersifat linier positif yang berarti dengan semakin meningkatnya dosis Kalium setiap hektar akan semakin meningkatkan produksi tanaman yang terbentuk dengan nilai kofisien korelasi (r= 0,9129 atau 91,29 % produksi yamng terbentuk dipengaruhi oleh dosis Kalium yang diberikan.

Pengaruh Dosis Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Berbagai Asal Jagung Pulut (Zea mays ceratina. L)

Jurnal Agroforestri VII Nomor 1 Maret 2012

39

enzim. Sementara Kasniari dan Supadma (2007), berpendapat bahwa unsur K berperan penting dalam meningkatkan ukuran dan berat biji. Hasil analisis menunjukkan bahwa dosis Kalium tidak berpengaruh pada hampir semua komponen pengamatan. Hal ini kemungkinan disebabkan selain karena kandungan unsur K yang rendah pada lokasi penelitian sesuai hasil analisis tanah, juga disebabkan KTK tanah yang tergolong rendah. Kapasitas Tukar Kation Gambar 1. Hubungan antara Dosis Kalium dengan (KTK) merupakan salah satu sifat kimia tanah rata-rata produksi tanaman jagung yang terkait erat dengan ketersediaan hara (ton ha-1) bagi tanaman dan menjadi indikator kesuburan Selanjutnya Lingga dan Marsono (2006) tanah, dengan indikasi KTK yang rendah menyatakan bahwa unsur K berperan penting menggambarkan ketersediaan unsur hara yang dalam pembentukan karbohidrat dan aktivitas rendah pula termasuk K. (Nugroho, 2007). Interaksi Jenis Jagung Pulut dan Dosis Pupuk Kalium Tabel 2. Hasil Analisis Lanjutan Pengaruh Faktor Interaksi Asal Jagung dengan Dosis Kalium Parameter

Dosis Kalium (kg ha-1)

Asal

0 (k0)

Gowa

Umur Berbunga

(j1)

Sidrap (j2) Bulukumba Maros

(j3)

(j4)

Gowa (j1)

Bulukumba

(j3)

(j1)

Sidrap (j2) Kadar Amilopektin

Bulukumba

ab

(j3)

Maros (j4)

100 (k3)

b

a

37 x

36 x

38 x

b

33 xy

a

33 xy

ab

33 xy

32 xy a

a

a

a

a

36 x

36 x

35 x

36 x

a

30 y

a

30 y

a

29 y

30 y c

Maros (j4) Gowa

b

75 (k2)

36 x

1716,67 x

Sidrap (j2) Biomassa

50 (k1)

a

1056,67 x b

1416,67 x a

983,33 x

bc

a

ab

1983,33 x

2166,67 x

a

1133,33 y

a

1266,67 y

1133,33 y a

a

2216,67 x

a

1160,00 y

a

1206,97 y

1108,33 y

bc

64,74 xy

b

62,48 x

a

64,89 xy

a

66,34 x

b

61,76 x

b

a

71,62 x

a

2150,00 x

c

54,73 y

a

2083,33 x

60,24 xy 64,50 xy

a

1897,33 x

55,60 y a

74,09 x

a a a

72,14 x

a

a

69,88 xy a

62,34 xy ab

57,92 y

a

74,21 x

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNTα=0,05/0 Ajang Maruapey

40 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara berbagai asal jagung pulut dengan dosis pupuk Kalium memberikan pengaruh nyata terhadap umur berbunga jantan dan biomassa. Hasil analisis lanjutan menunjukkan bahwa jagung pulut yang berasal dari Maros pada dosis pupuk Kalium 100 kg ha-1 menghasilkan umur berbunga jantan tercepat (29 hari) tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis Kalium lainnya pada penggunaan jenis jagung yang sama. Penggunaan dosis yang sama tidak berbeda dengan Sidrap dan berbeda nyata dengan jagung pulut dari Gowa dan Bulukumba. Perbedaan ini merupakan indikasi respon setiap jenis jagung pulut yang berbeda pada setiap pemberian perlakuan dosis pemupukan yang sama. Menurut Makmur (1988), dalam Haris dan Askari (2008) penampilan suatu tanaman mungkin akan berfluktuasi pada suatu perlakuan yang berbeda, sebaliknya dimungkinkan pula diperoleh penampilan tanaman dengan fluktuasi yang lebih kecil jika mendapatkan perlakuan yang sama. Jagung pulut yang berasal dari Gowa dan Bulukumba yang dipupuk dengan 100 kg Kalium ha-1 menghasilkan rata-rata biomassa terberat (11.083,33 kg) dan berbeda nyata dengan jagung pulut yang berasal dari Sidrap dan Maros pada dosis Kalium yang sama, tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis 75 kg Kalium ha-1 masing-masing pada varietas yang sama. Hal ini disebabkan pertumbuhan vegetatif pada jagung pulut dari Bulukumba dan Gowa yang lebih baik seperti jumlah organ fotosintesis yang lebih banyak mendukung berlangsungnya fotosintesis guna pembentukan cadangan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman termasuk dalam mendukung potensi-potensi pertumbuhan baik generatif maupun vegetatif. Demikian pula, dengan adanya penambahan pupuk Kalium dengan dosis yang sesuai pada tanaman menyebabkan proses fisiologis tanaman berjalan dengan lebih baik, hal ini disebabkan peran unsur K sebagai aktivator enzim yang sangat penting dalam reaksi-reaksi fisiologis menyebabkan laju penimbunan fotosintat yang berjalan optimal sehingga dihasilkan biomassa tanaman yang lebih berat. Dahlan dan Prayogi, (2008) menyatakan lebih banyak faktor-faktor pertumbuhan yang

Jurnal Agroforestri VII Nomor 1 Maret 2012 diterima oleh tanaman termasuk pemupukan menyebabkan laju fotosintesis meningkat. Meningkatnya laju fotosintesis, maka CO2 yang diikat dalam proses fotosintesis tersebut akan lebih banyak daripada CO2 yang dilepaskan dalam proses respirasi. Dengan demikian, asimilat yang dihasilkan lebih banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan serta hasil tanaman. Hasil analisis lanjutan menunjukkan bahwa jagung pulut yang berasal dari Maros memberikan respon tertinggi pada dosis 100 kg Kalium ha-1 dalam menghasilkan rata-rata kadar amilopektin (74,21%) tetapi tidak berbeda nyata dengan jagung pulut dari Gowa dan Sidrap dan berbeda nyata dengan jagung pulut dari Bulukumba. Berdasarkan hasil analisis lanjutan yang dilakukan, dimana jagung pulut Maros memperlihatkan kadar amilopektin tertinggi pada semua dosis Kalium dan tidak berbeda nyata. Komposisiamilosa dan amilopektin di dalam biji jagung terkendali secara genetik. Lingkungan memberikan peranan dalam rangka penampakan karakter yang sebenarnya terkandung dalam gen tersebut. Penampilan suatu gen masih labil, karena masih dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga sering didapatkan tanaman sejenis tapi dengan karakter yang berbeda. Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali mereka berada pada lingkungan yang sesuai. Selain itu faktor genetis tanaman merupakan salah satu penyebab perbedaan antara tanaman satu dengan lainnya, (Ruchjaningsih dkk, 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kadar amilopektin jagung pulut Maros dengan Bulukumba meskipun tidak berbeda dengan Gowa daan Sidrap pada dosis 100 kg Kalium ha-1. Hasil ini menegaskan adanya kontribusi unsur Kalium dalam meningkatkan kadar amilopektin di dalam biji sebagaimana perannya terutama dalam pembentukan karbohidrat. Menurut Rosmarkan dan Yuwono (2002), kalium secara fisiologis berfungsi dalam membentuk dan mengangkut karbohidrat, bilamana tanaman kekurangan K maka akan terjadi akumulasi karbohidrat yang berakibat menurunnya kadar pati dalam tanaman.

Pengaruh Dosis Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Berbagai Asal Jagung Pulut (Zea mays ceratina. L)

Jurnal Agroforestri VII Nomor 1 Maret 2012 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebaga berikut : 1. Jagung pulut dari empat asal yang diuji seluruhnya menunjukan bahwa jagung pulut asal Bulukumba mengahsilkan produksi tertinggi 4,35 ton ha-1. 2. Perlakuan dengan dosis pupuk Kalium 75 kg ha-1 berpengaruh baik pada tinggi tanaman tetapi tidak berpengaruh pada komponen pengamatan lainnya. 3. Interaksi antara jagung pulut asal maros dengan pupuk Kalium pada dosis 100 kg ha-1 menghasilkan rata-rata kadar amilopektin tertinggi pada jagung pulut asal Maros, dan umur berbunga tercepat 29 hari mst.

41 Sedangkan jagung pulut dari Bulukmba mengahsilkan rata-rata biomassa terberat 11.083,33 kg/ha. Saran 1. Pemberian dosis pupuk Kalium belum memberikan konstribusi yang signifikan terhadap semua komponen pengataman sehingga perlu dilakukan peningkatan dosis pemberian pupuk Kalium, disamping tetap mencari waktu pemupukan yang tepat. 2. Benih Jagung pulut dari hasil penelitian ini perlu dilakukan pengujian lanjutan dengan memperhatikan mutuh agar diperoleh galur yang lebih baik untuk dijadikan sebagai varietas unggul baru dengan tingkat produktivitas dan stabilitas hasil yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T., dan Y. E. Widyastuti, 2009. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. Penebar swadaya Jakarta. 86 hal Anonim, 2008. Potensi Jagung Pulut, QPM, dan Provit – A Untuk Pangan Fungsional. http:// balitsereal.litbang deptan.go.id/ind/bjagung/.pdf. akses tanggal 6 pebruari, 2010. BPS, 2010. Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, Makassar. Dahlan dan A.Z. Prayogi, 2008. Pengaruh Jarak Tanam Berganda Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung. Jurnal Agrisistem, Desember 2008, Vol 4. N0. 2. ISSN 1858 – 4330. 101-108 hal Djalil Mastina, 2003. Pengaruh pemberian Pupuk KCl Terhadap Pertumbuhan dan Pembentukan Komponen Tongkol Jagung Hibrida Andalas 4. Jurnal ISSN 0853-3776 Akreditasi no 53 dikti, kpm1999, tagl 11 maret 1999. Gardner, F.,T., Pearce R.B., Mitchell, R.L., 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjamah Herawati Susilo, pendamping Subiyanto Goldsworthy, P.R., dan N.M Fisher. 1992. The Physiology Of Tropical Field Crops (Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, Terjemahan Tohari). Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. 428 halHaris Kuruseng Dan M. Askari Kuruseng, 2008. Pertumbuhan dan Produksi Berbagai Varietas Tanaman Jagung Dua Dosis Pupuk Jumin, H., B. 2005. Dasar-dasar agronomi. Edisi Revisi. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. 250 hal Kasniari, D.N., dan A. Nyoman Supadma, 2007. Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Pupuk (N, P, K) dan Jenis Pupuk Alternatif Terhadap Hasil Tanaman Padi (Oriza sativa L,) dan Kadar N,P, K Inceptisol Selemadep, Tabanan. Agrisitop, 26 (4) : 168-176, 2007. ISSN, 0215-8620.

Ajang Maruapey