ANALISIS KUALITATIF DIAZINON DAN TURUNANNYA DALAM JAMUR TIRAM PUTIH YANG DITANAM PADA JERAMI PADI Dwi Ima Hikmawati1, Irma Kartika Kusumaningrum1, dan Neena Zakia1 1 Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected] ABSTRAK: Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur yang dapat dikonsumsi. Media tanam jamur tiram putih sering menggunakan jerami padi. Jerami padi dapat mengandung diazinon yang merupakan bahan aktif pestisida. Dikhawatirkan diazinon dapat terbawa ke dalam badan buah jamur tiram putih yang ditanam pada jerami padi tersebut. Keterdapatan diazinon dan turunannya pada jamur tiram putih yang ditanam pada jerami padi perlu dilakukan analisis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterdapatan diazinon dan turunannya pada jamur tiram putih yang ditumbuhkan pada jerami padi. Pada penelitian ini terdapat 5 tahapan langkah kerja, yaitu: (1) preparasi jerami, (2) budidaya dan pembuatan media tanam jamur tiram putih, (3) proses ekstraksi dan penyiapan sampel, (4) analisis dengan kromatografi lapis tipis, dan (5) identifikasi diazinon dan turunannya dengan menggunakan GC-MS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jamur tiram yang ditanam pada sampel jamur tiram positif diazinon dosis normal (D1) tidak ditemukan diazinon dan turunannya. Dalam Jamur tiram putih yang ditanam pada jerami padi yang diberi diazinon dosis berlebih (D2) ditemukan diazinon, tetapi tidak ditemukan turunannya. Kata kunci: analisis kualitatif, jamur tiram putih, diazinon dan turunannya, jerami ..padi ABSTRACT: White oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) is one of edible mushroom. Cultivated of white oyster mushroom often use rice straw. Rice straw can contain diazinon as active compound of pesticide for rice plant. Diazinon feared can be absorbed by white oyster mushrooms fruit body which growth on rice straw. Presence diazinon and its derivate in white oyster mushroom of growth on rice straw still needs tobe analized. The purpose of this research to study about presence diazinon and its derivate in white oyster mushroom of growth on rice straw. There are five stages in the research, that are (1) rice straw preparation, (2) cultivated and making white oyster mushroom growth media, (3) extraction and preparing sample, (4) thin layer chromatography analysis, (5) identification presence diazinon and its derivate of GC-MS analysis.The results showed that the white oyster mushroom cultivated on rice straw given appropriate doses of diazinon (D 1) wasn’t found the diazinon and its derivates. The white oyster mushroom cultivated on rice straw given excessive doses of diazinon (D2) was found the diazinon, but wasn’t found its derivates. Keywords: qualitative analysis, white oyster mushroom, diazinon and its derivates, rice straw
PENDAHULUAN Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur yang dapat dikonsumsi (Sumarmi, 2006:124‒130). Jamur tiram putih merupakan jamur yang tumbuh pada kayu, namun media untuk budidaya jamur tiram putih tidak sebatas kayu saja. Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk media tanam jamur tiram putih. Jerami padi merupakan
bagian tanaman padi terdiri dari batang, daun, dan tangkai malai yang tersisa
1
setelah bulir buahnya diambil (Makarim et al, 2007:6). Dalam penanaman padi lazim digunakan pestisida untuk mengendalikan hama. Penggunaan pestisida sering dilakukan secara berlebihan, sehingga dapat meninggalkan residu pada produk dan limbah pertanian. Residu pestisida dapat ditemukan pada tanaman (daun, buah, cabang, akar), tanah, dan air (Laba, 2010:120‒137). Menurut Sutrisno et al (1987) pestisida yang diaplikasikan untuk tanaman padi akan meninggalkan residu pada bagian jeraminya. Pestisida yang sering digunakan untuk tanaman padi antara lain karbofuran, sidatan, sidametrin, buprosida, dan diazinon. Diazinon merupakan salah satu insektisida golongan organofosfat yang umum digunakan dalam pertanian (Public Health Service Agency for Toxic Subtances and Disease Registry, 2008:9). Diazinon pada lingkungan dan makhluk hidup dapat dijumpai sebagai senyawa metabolitnya. Metabolisme pada tanaman dan hewan menyebabkan diazinon terdegradasi menjadi oksi-pirimidinil, diazoxon, dialkilfosfat, dan dialkiltiofosfat. Senyawa metabolit diazinon, ada yang memiliki sifat toksisitas yang lebih tinggi, lebih rendah, dan sama dengan diazinon (National Registration Authority For Agricultural and Veterinary Chemicals, 2002:11). Keterdapatan residu pestisida pada jerami padi dikhawatirkan dapat menyebabkan terdapat residu pestisida dan metabolitnya pada badan buah jamur yang ditanam pada media jerami yang mengandung pestisida. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui keterdapatan residu pestisida dan metabolitnya dalam badan buah jamur yang ditanam pada jerami. METODOLOGI Alat Peralatan yang digunakan adalah alat sterilisasi (drum beserta kompor), sekop, ember, alat inokulasi, plastik media, gunting, aluminium foil, peralatan gelas, erlenmeyer 250 mL, labu takar 100 mL, gelas ukur 10 mL, gelas ukur 100 mL, pengaduk, bejana KLT (chamber), pelat KLT (TLC Silica Gel 60 F254), pipa kapiler, lampu UV, kertas saring, botol vial, corong kaca, kolom kromatografi, neraca digital merk Sartorius (ketelitian 0,001 gram), seperangkat peralatan destilasi merek Iwaki Pyrex, neraca digital merek Sartonius (ketelitian 0,01 gram), instrumen analisis GC-MS QP2010S merek Shimadzu dengan kolom AGILENTJ%W DB-1. Bahan Bahan yang digunakan, antara lain pestisida merk Diazinon 10%, jerami padi, bibit jamur tiram putih, campuran media tanam (serbuk kayu, tepung bekatul, tepung jagung, TSP, dan kapur), asetonitril (p.a.), destilat aseton, destilat n-heksana, Na2SO4 anhidrat (p.a.), dan silika gel (E.Merck). Eksperimen Preparasi Jerami Jerami padi kering sebanyak 3,9 kg dipotong dengan ukuran ± 1 cm. Jerami padi tersebut dibagi 3 bagian, masing-masing sebanyak 1,3 kg dan direndam dalam air. Potongan jerami yang telah direndam tersebut kemudian ditiriskan. Satu bagian jerami padi tirisan digunakan untuk media D0. Dua bagian jerami padi tirisan yang lain, salah satu direndam dalam larutan diazinon sebanyak 8 gram (yang dilarutkan dalam 10 Liter air)/1,3 kg jerami padi selama 7x24 jam.
2
Jerami padi rendaman ditiriskan dan direndam kembali dengan larutan diazinon yang sama. Jerami padi ini digunakan sebagai media D1. Bagian jerami padi tirisan yang lain direndam dalam larutan diazinon sebanyak 16 gram (yang dilarutkan dalam 10 Liter air)/1,3 kg jerami padi dengan perlakuan yang sama seperti D1. Jerami padi ini digunakan untuk media D2. Pembuatan Media Tanam dan Budidaya Sampel D0, D1, dan D2 Jerami padi tirisan, baik yang digunakan sebagai media D0, media D1, maupun media D2, masing-masing sebanyak 4 kg dicampur dengan 4 kg serbuk kayu gergajian, tepung jagung 0,7 kg, serbuk bekatul 1,4 kg, kapur 0,08 kg, dan TSP 0,08 kg, kemudian diaduk hingga homogen. Campuran bahan kemudian dikomposkan selama dua hari. Setelah itu, hasil pengomposan tersebut dimasukkan ke dalam plastik media tanam. Media tanam kemudian disterilisasi pada suhu 70°C, kemudian didinginkan pada suhu 30-35°C. Tahap berikutnya adalah inokulasi bibit jamur tiram putih ke dalam media. Media yang telah berisi bibit tersebut diinkubasi pada suhu 25-33°C kembali hingga tumbuh miselium. Setelah miselium tumbuh, media tanam dipindahkan ke kumbung. Jamur tiram putih yang tumbuh pada media D0 disebut sebagai sampel D0. Jamur tiram putih yang tumbuh pada media D1 disebut sebagai sampel D1. Jamur tiram putih yang tumbuh pada media D2 disebut sebagai sampel D2. Persiapan Sampel dan Ekstraksi Setelah jamur tiram putih tumbuh, dipanen badan buahnya. Sampel D0, sampel D1, dan sampel D2 masing-masing dicuci, dipotong-potong, dan dikeringkan dengan cara diangin-angin. Setelah kering, masing-masing sampel D0, sampel D1, dan sampel D2 ditimbang sebanyak 25 gram. Metode ekstraksi dilakukan menurut prosedur Khay et al (2006) dengan modifikasi. Sampel D0, sampel D1, dan sampel D2 kering masing-masing dimaserasi selama 72 jam menggunakan pelarut asetonitril dengan volume total 225 mL. Campuran kemudian disaring dan filtrat hasil penyaringan dipekatkan hingga volume kurang lebih 25 mL. Filtrat hasil penyaringan yang dipekatkan ini selanjutnya disebut sebagai maserat pekat. Analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis Untuk analisis dengan KLT digunakan pestisida diazinon sebagai pembanding (selanjutnya disebut Dz). Dz diberi perlakuan yang sama dengan sampel D0, sampel D1, dan sampel D2, yaitu melalui tahap maserasi dan pemekatan. Masing-masing maserat pekat sampel D0, sampel D1, sampel D2, dan Dz ditotolkan pada pelat KLT yang sama, kemudian dielusi dengan menggunakan variasi pelarut, yaitu n-heksana:aseton (13:0), n-heksana:aseton (12:1), nheksana:aseton (10:3), campuran n-heksana:aseton (9:4), dan n-heksana:aseton (8:5). Proses Pemurnian (Clean-up) Masing-masing maserat pekat sampel D0, sampel D1, dan sampel D2 dimasukkan ke dalam kolom kromatografi terpisah yang berisi silika dan Na2SO4 anhidrat pada ujungnya, dengan panjang 13 cm, diameter 0,5 cm, yang mana kolom telah dicuci dengan 5 mL n-heksana:aseton (12:1). Selanjutnya sampel
3
dielusi dengan n-heksana:aseton (12:1). Eluat yang diperoleh ditampung dan dianalisis dengan KLT sebagai dasar pemilihan fraksi yang akan dianalisis lebih lanjut. Fraksi yang menampakkan noda dikumpulkan menjadi satu dan dipekatkan. Identifikasi Keterdapatan Diazinon dan Turunannya dengan Analisis GCMS Eluat hasil pemurnian dianalisis dengan GC-MS. Identifikasi dengan GCMS, sebanyak 1µL sampel diinjeksikan ke dalam GC. Gas pembawa pada instrumen adalah helium. Kondisi pengukuran pada GC diatur pada temperatur oven kolom 200°C selama 4 menit kemudian dinaikkan hingga 300°C dengan laju rata-rata kenaikan 10°C/menit. Temperatur injeksi adalah 310°C, sedangkan temperatur detektor adalah 250°C. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis Analisis dengan Kromatografi lapis tipis ini merupakan langkah awal untuk identifikasi secara kasar keterdapatan diazinon atau turunannya pada sampel D1 dan sampel D2. Hasil analisis dengan kromatografi lapis tipis ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil Analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis
Eluen n-heksana: aseton 13:0 12:1
Dz Jumlah Rf Noda 2 0,20; 0,66
Sampel D0 Jumlah Rf Noda 4 0,06; 0,36; 0,46; 0,62:
Sampel D1 Jumlah Rf Noda 4 0,28; 0,36; 0,48; 0,54;
10:3
2
0,08; 0,52
3
0,16; 0,22; 0,46:
3
0,18; 0,28; 0,58;
9:4
2
0,08; 0,56.
3
0,24; 0,36; 0,58:
3
0,34; 0,42; 0,58:
8:5
1
0,34
3
0,32; 0,46; 0,52;
3
0,12; 0,22; 0,50;
Sampel D2 Jumlah Rf Noda 6 0,08; 0,20; 0,36; 0,48; 0,60; 0,66; 5 0,16; 0,22; 0,36; 0,48; 0,52: 4 0,24, 0,34; 0,56; 0,60: 4 0,14; 0,34; 0,50; 0,54;
Pemilihan eluen untuk analisis selanjutnya, dilakukan berdasarkan kemampuan eluen dalam membawa komponen-komponen yang terdapat di dalam maserat sampel, yaitu dari jumlah noda, dan keterpisahan noda yang muncul dari
4
hasil elusi, khususnya pada sampel D1, sampel D2, dan Dz, yaitu dari nilai faktor retardasi (Rf) noda yang muncul. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa eluen yang paling baik adalah campuran n-heksana:aseton (12:1). Identifikasi Keterdapatan Diazinon dan Turunannya dengan GC-MS Eluat hasil pemurnian dengan metode kolom dianalisis kandungannya secara kromatografi gas dalam rangkaian instrumen GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometer). Hasil pemisahan komponen maserat sampel ditunjukkan oleh puncak-puncak yang diperoleh pada kromatogram. Kromatogram hasil GC-MS sampel D0 menghasilkan 40 puncak pada kromatogram dengan waktu retensi yang berbeda-beda. Setiap puncak pada kromatogram sampel D0 menunjukkan sebuah senyawa, dengan komposisi sebanding luas area di bawah puncak masing-masing komponen. Kromatogram sampel D0 disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Kromatogram Sampel Jamur Tiram Putih Negatif Diazinon
Berdasarkan kromatogram sampel D0, dapat diketahui bahwa pada maserat sampel D0 terdapat lima puncak yang dominan. Puncak yang dominan, waktu retensi, dan luas area relatif (%) pada kromatogram sampel D0 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Data Puncak Dominan, Waktu Retensi, dan Luas Area Relatif (%) pada Sampel D0
Puncak pada Kromatogram puncak nomor 1
Waktu Retensi (menit) 3,439
Luas Area Relatif (%) 9,30
puncaknomor 2
4,919
7,69
puncaknomor 4
6,846
11,41
puncaknomor 6
8,743
11,42
puncak nomor 21
19,960
8,39
Kromatogram hasil GC-MS sampel D1 menghasilkan 18 puncak pada kromatogram dengan waktu retensi yang berbeda-beda. Setiap puncak pada kromatogram sampel D1 menunjukkan sebuah senyawa, dengan komposisi sebanding luas area di bawah puncak masing-masing komponen. Kromatogram sampel D1 disajikan pada Gambar 2.
5
Gambar 2 Kromatogram Sampel D1
Berdasarkan kromatogram tersebut, dapat diketahui bahwa pada maserat sampel D1 terdapat lima puncak yang dominan. Puncak dominan, waktu retensi, dan luas area relatif (%) pada ekstrak sampel D1 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Data Puncak Dominan, Waktu Retensi, dan Luas Area Relatif (%) pada Sampel D1
Puncak pada Kromatogram puncak nomor 1
Waktu Retensi (menit) 3,383
Luas Area Relatif (%) 12,59
puncak nomor 2
5,077
49,36
puncaknomor 3
6,841
6,43
puncak nomor 5
8,623
8,76
puncak nomor 16
24,023
4,31
Kromatogram hasil GC-MS sampel D2 menghasilkan 19 puncak pada kromatogram dengan waktu retensi yang berbeda-beda. Setiap puncak pada kromatogram sampel D2 menunjukkan sebuah senyawa, dengan komposisi sebanding luas area di bawah puncak masing-masing komponen. Kromatogram sampel D2 disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Kromatogram Sampel D2
6
Berdasarkan kromatogram pada Gambar 3, dapat diketahui bahwa pada ekstrak sampel D2 terdapat lima puncak yang dominan. Puncak dominan, waktu retensi, dan luas area relatif (%) pada ekstrak sampel D2 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Data Puncak Dominan, Waktu Retensi, dan Luas Area Relatif (%) Sampel D2
Puncak pada Kromatogram puncak nomor 7
Waktu Retensi (menit) 19,566
Luas Area Relatif (%) 20,85
puncak nomor 8
19,802
11,73
puncak nomor 11
21,118
10,07
puncak nomor 15
25,553
10,55
puncak nomor 17
26,742
9,60
Berdasarkan analisis spektrum massa puncak-puncak dominan pada kromatogram sampel D0, sampel D1, dan sampel D2 diketahui keterdapatan diazinon dan turunannya. Hasil analisis spektrum massa puncak-puncak dominan pada kromatogram sampel D0, sampel D1, dan sampel D2 adalah sebagai berikut. Tabel 5. Hasil Analisis Spektrum Massa Puncak-Puncak Dominan pada Kromatogram Sampel D0
Puncak pada Kromatogram puncak nomor 1
% Kemiripan 72
Senyawa unknown
puncak nomor 2
91
metil-13-siklopentanil tridekanoat
puncak nomor 4
94
metil stearat
puncak nomor 6
95
metil oleat
puncak nomor 21
87
unknown
Tabel 6 Hasil Analisis Spektrum Massa Puncak-Puncak Dominan pada Kromatogram Sampel D1
Puncak pada Kromatogram puncak nomor 1
% Kemiripan 90
Senyawa heksatriakontana
puncak nomor 2
83
unknown
puncak nomor 3
94
metil eikosanoat
puncak nomor 5
93
metil oleat
puncak nomor 16
87
unknown
7
Tabel 7 Hasil Analisis Spektrum Massa Puncak-Puncak Dominan pada Kromatogram Sampel D2
Puncak pada Kromatogram puncak nomor 7
% Kemiripan 95
Senyawa diazinon
puncak nomor 8
95
1-tetradekena
puncak nomor 11
96
1-heksadekena
puncak nomor 15
93
dioktil heksandioat
puncak nomor 17
94
dioktil 1,2-benzendikarboksilat
Keterdapatan diazinon pada sampel, ditunjukkan oleh puncak nomor 7 pada kromatogram sampel D2. Spektrum massa puncak nomor 7 dengan waktu retensi (tR)19,566 menit pada kromatogram sampel D2 ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Spektrum Massa Puncak Nomor 7 dengan Waktu Retensi (tR) 19,566 Menit
Spektrum massa puncak nomor 7 dengan waktu retensi (tR)19,566 menit pada kromatogram sampel D2 dibandingkan dengan spektrum massa dari Library Wiley 229.LIB. dengan nomor entry 14770. Spektrum massa puncak nomor 7 dan spektrum massa dari Library memiliki persen kemiripan sebesar 95%. Spektrum massa dari Library Wiley 229.LIB. dengan nomor entry 14770 ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Spektrum Massa Library Wiley 229.LIB. Diazinon dengan Nomor Entry 14770
8
Berdasarkan spektrum massa Library Wiley 229.LIB. dengan nomor entry 14770 diperoleh puncak-puncak yang mirip dengan spektrum massa target. Puncak yang muncul dengan m/z 304 diduga menunjukkan ion molekul radikal positif diazinon. Puncak dengan m/z 289, 276, 248, 152, 137, 124, 109, dan 93 diduga menunjukkan pola pemecahan dari ion molekul diazinon. PENUTUP Pada badan buah dan tangkai jamur tiram putih yang ditanam pada jerami padi yang diberi diazinon dosis normal (sampel D1) tidak ditemukan diazinon dan turunannya. Pada badan buah dan tangkai jamur tiram putih yang ditanam pada jerami padi yang diberi diazinon berlebihan (sampel D2) ditemukan diazinon, tetapi tidak ditemukan turunannya. DAFTAR RUJUKAN Khay, S., El-Aty, A.M.Abd., Lim, K.T. & Shim, J.H. 2006. Residues of Diazinon in Growing Chinese Cabbage: a Study under Greenhouse Conditions. Korean Journal of Environmental Agriculture, 25 (2): 174‒179. Laba, I.W. 2010. Analisis Empiris Penggunaan Insektisida Menuju Pertanian Berkelanjutan. Pengembangan Inovasi Pertanian, 3 (2):120‒137. Makarim, A.K., Sumarno & Suyamto. 2007. Jerami Padi: Pengelolaan dan Pemanfaatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, (Online), (https://www.litbang.deptan.go.id/download/one/2/), diakses pada tanggal 1 November 2012). National Registration Authority for Agricultural and Veterinary Chemicals. 2002. Diazinon. Australia: National Registration Authority. Public Health Service Agency for Toxic Subtances and Disease Registry. 2008. Toxicological Profile for Diazinon. Georgia: Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Srikandi. 2010. Hubungan antara Tingkat Residu Pestisida dan Komunitas Biota Tanah pada Lahan Padi Sawah,(Online), (http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/41269/Bab%204%202010sri.pdf), diakses pada tanggal 3 Juli 2013. Sumarmi. 2006. Botani dan Tinjauan Gizi Jamur Tiram Putih. Innofarm: Jurnal Inovasi Pertanian, 4 (2): 124‒130. Sutrisno, Kilin, D., Kanazawa, J. & Orita, S. 1987. Pengaruh Frekuensi dan Waktu Aplikasi Diazinon dan MIPC terhadap Residunya dalam Beras, Jerami dan Tanah di Pusakanegara. Penelitian Pertanian(Indonesia), 7(1):16−21.
9