1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG FOTOGRAFI

Download cahaya sebagai tinta, dan kamera sebagai alat pembentuknya. Oleh sebab itu hasil citra yang diperoleh jauh lebih objektif, karena telah mel...

0 downloads 338 Views 34KB Size
1   

BAB I PENDAHULUAN   

1.1

Latar Belakang Fotografi adalah proses rekonstruksi bayangan objek ke dalam medium dua

dimensi. Pada dasarnya proses fotografi menyerupai seni lukis. Hanya saja dalam citra lukisan, warna, bentuk, dan persepktif yang dihasilkan, ditentukan oleh tangan dan intuisi subjektif sang pelukis. Sementara dalam fotografi digunakan cahaya sebagai tinta, dan kamera sebagai alat pembentuknya. Oleh sebab itu hasil citra yang diperoleh jauh lebih objektif, karena telah melalui mekanisme alamiah. Citra fotografi diperoleh dari sejumlah luminans yang dipancarkan oleh objek, kemudian merambat melalui sistem lensa dan jatuh pada bidang bayangan berupa film/sensor digital. Luminans cahaya tersebut membawa sejumlah energi yang berarti membawa sejumlah informasi visual dari objek. Setiap tingkatan energinya menghasilkan tingkat pendaran tertentu. Salah satu parameter yang menentukan kualitas citra ialah kecerahan. Kecerahan citra ditentukan oleh pajanan (exposure) cahaya yang terjadi pada film. Besarnya pajanan cahaya bergantung iluminans yang mengenai film dan lamanya waktu pajanan (exposure time). Selain itu juga kecerahan citra ditentukan oleh derajat kepekaan film terhadap cahaya. Di dalam kamera sendiri terdapat tiga besaran pengontrol yang menentukan kecerahan citra tersebut. Diantaranya ialah diafragma lensa (sebagai nomor tingkap relatif atau f-number), kecepatan rana (shutter speed), dan juga derajat sensitivitas film (sebagai nilai ASA/ISO). Ketiga besaran tersebut dikenal dengan istilah segitiga pajanan (exposure triangle), dan memiliki hubungan matematis dalam suatu persamaan dasar pajanan kamera. Setiap kamera umumnya telah dilengkapi alat pengukur kecerahan citra berupa exposure meter. Kuantitas yang terukur disajikan dalam suatu nilai penjumlahan skala pajanan (exposure value). Skala pajanan sendiri adalah nilai alternatif dari kombinasi besaran-besaran pengontrolnya, yakni nomor tingkap dan kecepatan rana. Di lain sisi, skala pajanan juga memiliki hubungan dengan derajat sensitivitas dan luminans objek.

2   

Sehingga kualitas citra yang ingin dihasilkan—apakah ideal, gelap (under exposure) atau terang (over exposure)—akan diasumsikan sebagai kalkulasi nilainilai pengontrol yang dipasang. Sistem penjumlahan pajanan fotografi ini memiliki rumusan dasar yang diturunkan dari persamaan dasar pajanan kamera. Persamaan pajanan kamera sendiri diperoleh dari analisis model perambatan cahaya dalam sistem lensa dan kamera. Sistem lensa kamera yang sesungguhnya, terdiri dari konfigurasi elemen optik yang sangat kompleks. Secara analitik sangatlah rumit untuk dijabarkan. Namun dalam penulisan ini akan digunakan model perambatan cahaya dalam lensa sederhana. Dan untuk menjabarkan sistem penjumlahan pajanan fotografi digunakan metode dan konstanta yang pernah diajukan atau telah dipatenkan oleh badan standarisasi internasional. 1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang perlu dikaji sebagai berikut a. Bagaimana penjabaran persamaan dasar pajanan kamera sesuai teori pembentukan bayangan? b. Bagaimana rumusan sistem penjumlahan pajanan fotografi dan model kalkulasinya? 1.3

Batasan Masalah

Dalam penulisan tugas akhir ini perlu dikemukakan batasan-batasan masalah agar pokok pembahasannya lebih terfokus. Batasan masalah tersebut menyangkut: a. Diasumsikan sistem lensa kamera menggunakan satu elemen optik sederhana (lensa positif). b. Diasumsikan pula objek memancarkan luminans yang seragam (rerata-rata) 1.4

Tujuan

Tugas akhir ini dimaksudkan untuk: a. Menjabarkan teori pembentukan bayangan dalam kamera untuk merumuskan persamaan dasar pajanan kamera

3   

b. Menurunkan persamaan sistem penjumlahan pajanan fotografi dan bentuk diagram alur kalkulasinya 1.5

Tinjauan Pustaka Konsep fotografi bermula dari ditemukannya kamar gelap (camera

obscura) pada awal abad pertengahan. Mulanya camera obscura digunakan sebagai alat untuk mengamati gerhana matahari (Levevre, 2007). Secara sederhana prinsip kerja kamera dapat dianalisis menggunakan model kamera lubang jarum (pinhole camera). Teori pembentukan bayangan oleh lubang jarum menjadi teori pokok dalam perkembangan optika fotografi (Harting, 1918). Dalam mekanisme pengambilan gambar, sekurangnya ada empat faktor utama yang menentukan pajanan citra, yakni tingkap lensa (f-number) kecepatan rana (exposure time), sensitivitas material (ISO rating) dan besaran cahaya. Keterkaitan antara empat besaran tersebut dapat dirumuskan dengan menganalisis model perambatan cahaya dan pembentukan bayangan oleh sistem lensa kamera. Perambatan cahaya dalam sistem lensa mengikuti hukum iluminasi kosinus pangkat empat (cosine fourth law of illumination) (Kerr, 2008). Rumusan tersebut kemudian dimodifikasi menjadi sistem skala pajanan, yakni berupa bilangan logaritma basis dua dari besarnya kombinasi nilai tingkap dan kecepatan rana. Skala pajanan pertama kali dirumuskan oleh salah satu perusahaan kamera Jerman pada tahun 1950-an. Dengan tujuan untuk memudahkan operasi kamera dalam praktek fotografi (Jacobson dkk, 2000). Ide tentang sistem penjumlahan pajanan fotografi (APEX System) kemudian dikenalkan secara resmi oleh badan standarisasi ASA (American Standarization Asosiciation) dalam dokumen ASA PH2. 12-1961, American Standard Generalpurposed Photographic Exposure (Photometric Type). Dalam dokumen tersebut terdapat dua jenis sistem penjumlahan skala pajanan, yang pertama berdasarkan pengukuran cahaya langsung yang jatuh pada objek (incident light metering) dan yang kedua adalah pengukuran cahaya yang dipantulkan objek (reflected light metering). Kemudian dalam perkembanganya digantikan oleh standar yang dibuat oleh ANSI (American National Standard) dalam dokumen PH3.49-1971,

4   

American National Standard for general-purpose photographic exposure meters (photoelectric type). Dan terakhir direvisi dalam standar ISO 2720-1974, Photography—General purpose photographic exposure meters (photoelectric type)—Guide to product specification (Kerr, 2007). 1.6

Metodelogi Penelitian Dalam penulisan tugas akhir ini digunakan metode kajian literatur dari

berbagai sumber terpercaya, diantaranya berupa buku, jurnal, dan artikel ilmiah maupun artikel populer dari laman internet. 1.7

Sistematika Penulisan

 

BAB I : Berisi uraian mengenai hal-hal yang melatar belakangi penulisan, rumusan masalah, batasan masalah, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan BAB II : Berisi uraian umum mengenai sejarah dan perkembangan fotografi, aspek-aspek dasar dalam kamera. Serta dasar teori yang menjelaskan hakikat alamiah dari cahaya BAB III: Pembahasan menganai teori pembentukan bayangan dalam sistem lensa sederhana BAB IV: Penjabaran mengenai rumusan sistem penjumlahan pajanan fotografi dan beberapa hipotesis penggunaannya untuk keperluan praktis BAB V: Berisi kesimpulan dan saran