BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Potensi perikanan budidaya secara nasional diperkirakan sebesar
15,59 juta hektar yang terdiri atas potensi ikan air tawar sebesar 2,23 juta hektar, air payau 1,22 juta hektar, dan budidaya laut sebesar 12,14 juta hektar. Namun pada saat ini, masing-masing budidaya tersebut baru mencapai 10,1% untuk budidaya air tawar; 40% budidaya air payau; dan 0,01% untuk budidaya laut. Mengingat pemanfaatan potensi perikanan budidaya yang masih demikian rendah maka diperlukan langkah-langkah kongkrit guna untuk mendorong peningkatan produksi ikan yang permintaan pasarnya sangat besar baik untuk konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Sementara itu sekitar 30-40% dari total 1,2 juta hektar atau sekitar (500 ribu hektar) lahan pertambakan dalam kondisi terlantar (idle) merupakan lahan tidur yang perlu dioptimalkan (Fariduddin dan Gustiano 2010). Ikan air tawar jenis tilapia yang pesat perkembangannya di air payau (tambak) adalah ikan mujair (Oreochromis mossambicus) tetapi reproduksiya lebih awal siklus waktunya sehingga ukuran ikan saat dipanen masih kecil (benih), akibatnya ikan tersebut dianggap sebagai hama di tambak (Fariduddin dan Gustiano 2010). Salah satu jenis ikan yang dapat dibudidayakan pada areal tambak adalah ikan nila (Oreochromis niloticus). Ikan nila memiliki keunggulan untuk dikembangkan dibandingkan dengan ikan air tawar jenis lain karena sifat biologi yang menguntungkan seperti mudah berkembang biak, pertumbuhannya cepat, pemakan segala jenis makanan (ommivora), daya adaptasinya tinggi terhadap lingkungan, dan toleransi tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan (Fariduddin dan Gustiano 2010). Ikan nila adalah salah satu komoditas ikan yang penting dalam produksi perikanan budidaya indonesia. Ikan nila merupakan ikan kedua terbanyak dalam produksi budidaya air tawar (fresh water aquaculture) setelah ikan mas (Cyprinus carpio), dan nila juga merupakan ikan penting dalam akuakultur dunia. FAO (Food and Agriculture Organization) menempatkan ikan nila di urutan
1
2
ketiga setelah udang dan salmon sebagai contoh sukses perikanan akuakultur dunia (Ghufran 2011). Ikan nila dapat hidup pada kisaran salinitas luas atau bersifat euryhaline. Ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas seperti tambak air payau hingga KJA (karamba jaring apung) laut sampai dengan salinitas 30-35 ppt (Anggawati 1991; Tonnek 1991; Suryanti 1991; Ghufran 2011). Oleh karena itu, ikan nila menjadi salah satu komoditas alternatif guna untuk memanfaatkan lahan idle yang perlu dioptimalkan. Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi suatu organisme dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi (konversi makanan) dan daya kelangsungan hidup (Andrianto 2005). Salinitas sebagai salah satu kualitas air yang mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan, maka tekanan osmotik media akan menjadi beban bagi ikan sehingga dibutuhkan energi yang relatif besar untuk mempertahankan osmotik tubuhnya agar berada tetap pada keadaan yang ideal. Hal ini dapat menurunkan laju metabolisme dan pada akhirnya akan menurunkan tingkat konsumsi pakan, sehingga akan menurunkan laju pertumbuhan (Fujaya 2004). Salinitas sebagai salah satu parameter kualitas air selain suhu, oksigen terlarut, dan amonia yang diharapkan dapat meningkatkan kelayakan media budidaya ikan air tawar, karena berpengaruh secara langsung pada kelangsungan hidup, konsumsi pakan, pertumbuhan dan metabolisme tubuh terutama proses osmoregulasi (Wulandari 2008). Benih ikan nila akan lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan dengan Nila dewasa. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan nila disamping suhu dan pH adalah salinitas atau kadar garam suatu lingkungan perairan (Suyanto 1994). Ikan nila dapat tumbuh dan berkembang biak pada kisaran salinitas 0-29 ppt. Salinitas pada kisaran 29-35 ppt ikan nila masih dapat tumbuh, tetapi tidak dapat bereproduksi. Benih ikan nila lebih cepat menyesuaikan diri dengan kenaikan salinitas dibandingkan dengan ikan nila dewasa. Salinitas dan suhu adalah faktor abiotik yang penting yang
3
mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme akuatik (Kumlu 2000 dalam Wulandari 2008).
1.2
Identifikasi masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah, yaitu
sejauh manakah pengaruh perubahan salinitas dalam wadah pemeliharaan terhadap kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan benih ikan nila Nirwana (Oreochromis niloticus).
1.3
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai toleransi salinitas
yang dapat menghasilkan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang optimal pada benih ikan nila Nirwana.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi para
pembudidaya ikan air tawar mengenai berapa besar tingkat toleransi salinitas pada pemeliharaan benih ikan nila Nirwana, sehingga dapat menghasilkan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan terbaik.
1.5
Kerangka Pemikiran Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi
proses biologi organisme. Salinitas pun secara langsung akan mempengaruhi kehidupan, laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan dan daya kelangsungan hidup (Andrianto 2005). Salinitas sebagai salah satu parameter kualitas air diharapkan bisa meningkatkan kelayakan media budidaya bagi pendederan benih ikan nila merah (Bestian 1996). Ikan nila (O. niloticus) dapat hidup pada kisaran salinitas luas atau bersifat euryhaline. Ikan nila dapat tumbuh dengan baik pada salinitas 0-30 ppt. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa ikan nila dapat dipelihara dengan KJA di laut pada salinitas 30-35 ppt (Anggawati 1991 et al. dalam Ghufran 2011). Ikan nila
4
merah telah dicoba untuk dibudidayakan dalam perairan tambak dan memberikan hasil yang baik pada kisaran salinitas 10-32 ppt (Sudarto 1987 dalam Bestian 1996). Tingkat salinitas sampai pada 30 ppt memperlihatkan pengaruh tidak nyata terhadap kelangsungan hidup ikan nila, sedangkan terhadap pertumbuhan ikan nila memperlihatkan pengaruh nyata dengan pertumbuhan terbaik terjadi pada salinitas 20 ppt (Marsambuanna dan Tahe 1995). Kegiatan aplikasi di lapangan, ikan nila dapat dibudidayakan di tambak guna menunjang upaya diversifikasi komoditas dalam budidaya ikan di daerah pantai. Kinne (1964) dalam Bestian (1996),
dalam
penelitiannya
mengemukakan
perubahan
salinitas
dapat
menyebabkan perubahan laju metabolisme. Laju metabolisme akan menurun bila hewan
berada
di
luar
toleransi
salinitasnya.
Oleh
karena
itu
untuk
membudidayakan diperairan payau atau tambak diperlukan aklimatisasi terlebih dahulu secara bertahap. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan nila disamping suhu dan pH adalah salinitas suatu lingkungan perairan (Suyanto 1994). Beberapa penelitian tentang uji salinitas telah dilakukan di Indonesia antara lain pada Pangasius sutchi (Hardjamulia dkk. 1986) dan ikan Pangasius jambal (Subagja & Gustiano 2009). Beberapa jenis nila unggul dari hasil pemuliaan di Indonesia seperti Nirwana, Jati Umbulan, dan BEST (Bogor Enhanched Strain Tilapia) (Gustiano 2009), menyediakan varietas pilihan yang dapat digunakan. Namun demikian, belum tentu semua jenis varietas toleransi terhadap salinitas tinggi karena toleransi ikan nila juga dipengaruhi oleh strain. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa larva dan benih ikan nila BEST dengan ukuran 3-5 cm memperlihatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang optimal pada salinitas 15 ppt (Fariduddin 2010). Benih ikan nila merah dengan ukuran 2 cm yang dipelihara pada media salinitas 0-30 ppt memperlihatkan pertumbuhan rata-rata optimal berada pada perlakuan 20 ppt (Leunufna 2012). Benih ikan nila GIFT yang dipelihara dengan ukuran 5-8 cm pada media bersalinitas 0-20 ppt memperlihatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang optimal pada salinitas 15 ppt (Putri 2009).
5
Keunggulan suatu strain ikan nila di Indonesia berkaitan dengan lingkungan yang sesuai di mana strain tersebut dapat mengekspresikan keunggulan genetiknya secara optimal (Gustiano et al. 2009). Strain yang memiliki banyak keunggulan yaitu mempunyai toleransi lingkungan yang luas dan memiliki potensi sifat unggul yang akan tetap muncul di lingkungan berbeda meskipun tidak optimal (Matricia et al. 1989; Kusdiarti dkk. 2008) atau sistem pemeliharaan berbeda (Huwoyon dan Gustiano 2008; Arifin dkk. 2009). Hasil riset sejenis di luar Indonesia telah dilaporkan di Filipina oleh Romana & Doyle (1992), Kuwait oleh Ridha (2008) dan Afrika oleh Moluwa & Gjerde (2006).
1.6
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat diajukan hipotesis bahwa
perlakuan pada media dengan konsentrasi salinitas 15 ppt dapat menghasilkan kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan Nila Nirwana yang optimal.