1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kota Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar atau kota pendidikan. Sebutan sebagai kota pelajar sampai saat ini masih melekat pada kota Yogyakarta karena wilayah ini masih menjadi tujuan dalam hal menuntut ilmu bagi kaum pelajar dan mahasiswa dari seluruh wilayah di lndonesia dan negara sekitar (Sudaryanto, 2005; 415). Beberapa hal yang menyebabkan
kaum
terpelajar
tertarik menuntut ilmu di Yogyakarta misalnya biaya hidup yang relatif lebih murah dibandingkan dengan kota besar lainnya, citra Yogyakarta sebagai kota yang aman dan nyaman, dan keadaan fasilitas sosial dan fisik yang menunjang untuk belajar. Selain itu dibandingkan dengan daerah lain, sekolah dan perguruan tinggi di Yogyakarta cenderung memiliki mutu yang lebih baik. Keadaan tersebut menjadi daya tarik mahasiswa untuk datang ke Yogyakarta. Meskipun ada berbagai isu negatif seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, tawuran dan premanisme, namun mahasiswa terus berdatangan untuk menuntut ilmu di Yogyakarta. Predikat kota Yogyakarta yang telah melekat sebagai kota pelajar dan kota pendidikan, menjadikan kota ini menjadi incaran utama bagi para calon mahasiswa dari berbagai wilayah di lndonesia untuk melanjutkan jenjang pendidikannya (Dianasari, 2010 : 15). Setiap tahun ajaran baru mahasiswa terus berdatangan di Yogyakarta. Bahkan ada calon mahasiswa yang telah berada di Yogyakarta untuk mengikuti bimbingan belajar
1
2
guna mengikuti tes masuk pada tahun berikutnya. Yogyakarta menjadi daerah tujuan belajar bagi para lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat, karena di kota ini banyak tersebar perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dengan berbagai macam program studi (Utomo, 2009 ; 2). Perguruan tinggi di Yogyakarta menawarkan berbagai jenis jurusan dan keahlian. Menurut Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta, sampai dengan tahun ajaran 2012/2013, di Yogyakarta tercatat 135 perguruan tinggi, baik perguruan tinggi negeri, perguruan tinggi kedinasan dan perguruan tinggi swasta, dengan 78 fakultas dan 465 program studi. Rinciannya adalah 5 perguruan tinggi negeri, 7 perguruan tinggi kedinasan, dan 123 perguruan tinggi swasta (www.pendidikan-diy.go.id, diakses 12 Februari 2013 pukul 17.23 WIB). Menurut data koordinator perguruan tinggi swasta (kopertis) wilayah lima, sampai saat ini di Yogyakarta tercatat 125 buah perguruan tinggi swasta, diantara itu yang aktif berjumlah 123 buah (www.kopertis5.org, diakses 12 Februari 2013, pukul 18.22 WIB). Perguruan tinggi swasta (PTS) di Yogyakarta tersebut hadir dengan berbagai jenis lembaga yaitu universitas, sekolah tinggi, politeknik, institut serta akademi.
Perguruan Tinggi Swasta menjadi alternatif
bagi mereka yang tidak diterima Perguruan Tinggi Negeri. Dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta, yang menjadi tujuan paling banyak adalah UGM. Sampai sekarang UGM masih memiliki nama besar dan dipercaya memiliki kualitas yang tinggi bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, hal tersebut menjadikan UGM sebagai pilihan utama kuliah di
3
Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Menurut pengumuman yang dirilis Webometrics, UGM berada di peringkat peringkat 440 dunia, peringkat 10 di Asia Tenggara, peringkat ini merupakan yang terbaik dibandingkan perguruan tinggi lain di lndonesia (www.webometrics.info, diakses 12 Februari 2013 pukul 19.33 WIB). Mahasiswa pendatang di Yogyakarta itu berinteraksi dengan masyarakat setempat sehingga menemukan situasi yang berbeda dengan kehidupan di tempat asalnya. Mahasiswa-mahasiswa tersebut tersebar di berbagai sudut kota dengan kecenderungan tinggal di sekitar kampus masing-masing. Dalam situasi yang berbeda dengan daerah asalnya, mereka perlu menyesuaikan diri untuk mengurangi gesekan nilai dan kebiasaan dengan masyarakat yang telah lama tinggal di daerah itu, dengan cara memahami dan menghargai nilai dan kebiasaan yang dianut masyarakat setempat. Hal ini dimaksud agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pergaulan diantara mereka. Apa yang dianggap baik belum tentu dapat diterima dan dianggap baik oleh masyarakat setempat. Misalnya dalam hal berbicara atau berperilaku. Pada dasarnya mereka masingmasing memiliki pandangan yang berbeda terhadap nilai-nilai budaya yang dianggap baik atau sopan. Perbedaan ini berpengaruh pula terhadap sikap, kebiasaan, tingkah laku, dan cara interaksi masing-masing individu dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan ini banyak ditentukan oleh lingkungan sosial di mana mereka berada. Keberadaan
mahasiswa
sebagai
pendatang
di
tengah-tengah
kehidupan
masyarakat akan membangun sebuah proses sosial. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
4
yang dinamis dan menyangkut hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Secara umum mahasiswa diartikan sebagai seseorang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Dari asal katanya, mahasiswa berasal dari kata maha dan siswa. Membahas tentang mahasiswa di Yogyakarta sangat menarik dari berbagai sisi. Mahasiswa pendatang membutuhkan tempat tinggal sementara selama menempuh kuliah di Yogyakarta. Kebutuhan tempat tinggal bagi manusia merupakan kebutuhan pokok bahkan merupakan kebutuhan yang tidak bisa digantikan. Besarnya jumlah para mahasiswa yang datang ke kota ini membawa akibat tuntutan kebutuhan tempat tinggal sementara (pondokan) tetap diperlukan selama mereka menuntut ilmu (Sudaryanto 2005 ; 417). Beberapa pilihan tempat tinggal bagi mahasiswa adalah asrama, kontrak rumah, pondok pesantren mahasiswa, jaga masjid, dan kos. Bagi yang mempunyai keluarga atau kerabat bisa menumpang tinggal pada kerabat, meskipun sekarang hal ini jarang dilakukan. Definisi asrama menurut KBBI ialah bangunan tempat tinggal yang bersifat homogeny (sejenis). Asrama mahasiswa di Yogyakarta dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu asrama mahasiswa daerah dan asrama kampus. Beberapa kampus memiliki asrama yang disediakan sebagai tempat tinggal mahasiswa, misalnya UGM yang memiliki asrama putra Cemara Lima, asrama putri Ratnaningsih, asrama putra Darmaputra, dan Rusunawa, UMY yang memiliki University Residence (Unires). Asrama mahasiswa daerah ialah asrama yang dibangun oleh pemerintah daerah untuk mahasiswa yang berasal dari daerah tersebut. Banyaknya asrama mahasiswa daerah di Yogyakarta merupakan fenomena dan keunikan tersendiri.
5
Asrama-asrama daerah menjadi semacam perwakilan daerah-daerah (propinsipropinsi) di Indonesia dan dengan demikian semakin menegaskan ciri khas Yogyakarta sebagai lndonesia mini (Zudianto, 2008 ; 81). Asrama mahasiswa daerah juga menampilkan kekhasan daerah dalam bentuk bangunan, simbolsimbol daerah, dan adanya organisasi mahasiswa daerah. Ada ide untuk menjadikan asrama mahasiswa daerah sebagai anjungan daerah. Menurut data Jogja Direktory (www.JogjaDirectory.com, diakses 12 Februari 2013, pukul 19.22 WIB), tercatat ada 54 asrama mahasiswa daerah di Yogyakarta, 11 terletak di wilayah kabupaten Sleman, 43 terletak di wilayah Kotamadya Yogyakarta. Sedangkan menurut data Diknas propinsi tercatat ada sekitar 30 asrama mahasiswa daerah (www.pendidikan-diy.go.id, diakses 12 Februari 2013 pukul 19.44 WIB). Ada pilihan bagi mahasiswa yaitu tinggal di rumah yang dikontrakkan. Yang dimaksud dengan kontrak rumah ialah menyewa rumah. Kontrak rumah merupakan bentuk satu rumah yang disewakan kepada masyarakat khususnya bagi para pelajar dan mahasiswa yang bertempat tinggal di sekitar kampus, selama kurun waktu tertentu sesuai dengan perjanjian sewa dan harga yang disepakati (Utomo, 200;11). Di Yogyakarta terdapat banyak rumah kosong yang disewakan di lokasi dekat kampus, biasanya para penyewa adalah para mahasiswa pendatang yang akan ditinggali bersama-sama dengan sekelompok teman agar lebih hemat. Terdapat pilihan lain berupa tempat tinggal untuk mahasiswa yang dinamakan pondok pesantren mahasiswa. Bentuknya seperti kos namun dikelola seperti pondok pesantren, sehingga disebut pondok pesantren mahasiswa. Ada juga mahasiswa yang memilih tinggal di masjid dengan tugas mengurusi masjid
6
atas seizin pengurus. Hal seperti ini sangat kecil jumlahnya, namun fenomena ini dapat ditemui pada berbagai masjid di sekitar kampus. Masjid menyediakan tempat tinggal bagi mahasiswa yang menjadi takmir. Mahasiswa yang tinggal di masjid tersebut mengurusi masjid dan menjaga kebersihan, sebagai imbalannya ia diberikan tempat tinggal untuk tidur di bagian masjid. Pilihan tempat tinggal yang banyak dipilih oleh mahasiswa pendatang ialah kos. Yang biasa disebut kos adalah menyewa kamar. Istilah kos banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, namun tidak ada istilah, definisi yang jelas dan paten dari kos. Dalam beberapa kamus bahasa lndonesia istilah kos merujuk pada kata indekos. Menurut Dianasari (2010 ; 24), banyaknya mahasiswa dari luar kota Yogyakarta yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di kota ini mengakibatkan menjamurnya kos-kosan, khususnya di wilayah sekitar kampus, karena pada umumnya sebagian besar mahasiswa tersebut lebih memilih bertempat tinggal di kos-kosan yang letaknya berdekatan dengan keberadaan kampus mereka. Menurut Soemantri (dalam Misbah 2007 ; 149) berbagai alasan yang menyebabkan mahasiswa memilih tinggal atau mondok di lokasi dekat kampus ialah dapat menghemat biaya transportasi, tersedia berbagai fasilitas yang dibutuhkan bagi mahasiswa, dan kemudahan memperoleh informasi karena dekat dengan sesama mahasiswa. Dahulu, kamar kos yang disewakan menjadi satu rumah dengan pemilik kos dan keluarganya. Dengan kondisi fisik rumah yang menyatu antara pemilik dengan anak kos, dan kamar yang disewakanpun tidak terlalu banyak maka hubungan sosial dapat terlihat adanya suasana dan peran seperti dalam keluarga. Ikatan batin dan sosial terjalin dan terlihat dimana adanya kegiatan bersama dalam
7
rumah seperti, makan, saling membantu, saling berbagai. Penghuni kos menganggap induk semang sebagai pengganti orangtua, dan keluarga yang ditinggali layaknya keluarga sendiri. Anak kos dan keluarga pemilik rumah cenderung menganggap sebagai hubungan keluarga. Antara para penghuni kos dengan keluarga pemilik rumah terjalin hubungan saling menyayangi. Bahkan jika ada anak yang lebih kecil di keluarga induk semang bisa dianggap seperti adik oleh anak kos, sehingga anak kos kadang berhubungan dekat dan berlaku layaknya seorang kakak misalnya mengajari mengaji, membimbing belajar,
dan bermain.
Induk semang memiliki beban moral untuk turut
bertanggungjawab dalam membimbing dan mendidik anak kos. Sebaliknya anak kos juga memandang induk semang sebagai pengganti orang tua sehingga merasa memiliki kewajiban untuk mentaati. Hubungan kekeluargaan kadang bukan hanya terjalin antara pemilik kos dengan anak kos tapi juga terjalin dengan orang tua anak kos. Sehingga kadang orang tua anak kos seperti menitipkan anak mereka pada pemilik kos. Akibat dari hal ini maka pemilik kos memiliki rasa tanggungjawab turut membimbing dan mendidik
anak kos. Pada waktu itu terkadang pemilik kos terkadang tidak
mematok harga sehingga penghuni kos membayar sesuai kemampuan. Anak kos juga membantu dan berpartisipasi bila pemilik kos atau keluarga pemilik kos memiliki pekerjaan atau kegiatan. Mantan anak kos yang telah lama meninggalkan kos dan menjadi orang sukses, masih berkomunikasi kepada mantan
induk
semangnya,
keluarganya turut berjasa.
dan merasakan bahwa
mantan ibu
kos
dan
8
Hubungan antara pemilik kos dengan anak kos pada masa lalu merupakan hubungan sosial dan ekonomi. Hubungan sosial yang berwujud hubungan kekeluargaan lebih menonjol meskipun tidak terlepas dari hubungan ekonomi. Seiring dengan berjalannya waktu, keadaan semakin berubah, hubungan antara anak kos dengan induk semang mengalami pergeseran dan perubahan sampai kini. Menurut lsnaini (2004 ; 29) kehidupan di kos-kosan dari waktu ke waktu mengalami perubahan, pada mulanya orang yang menyewa atau menempati ruang milik penduduk dan mengutamakan paseduluran, namun selanjutnya berkembang menjadi hubungan antara penyewa dan pemilik kamar yang disewakan. Kebanyakan kamar-kamar kos pada masa kini terpisah dengan keluarga pemilik kos, walaupun dalam satu rumah, bangunan kos kemudian lebih banyak terpisah dengan rumah utama. Bahkan banyak juga kos yang pemilik (induk semang) tidak berada di lingkungan kos. Hal inilah merupakan salah satu faktor yang membuat hubungan sosial yang berubah. Jika pemilik kos tinggal dalam satu rumah dengan penghuni kos, hubungan sosial kekeluargaan juga tidak terlalu dekat. Hubungan sosial telah berubah, antara anak kos dengan induk semang dan keluarganya tidak banyak berhubungan sosial apalagi menganggap sebagai keluarga. Pemilik kos cenderung tidak banyak berhubungan dengan anak kos, apalagi membimbing dan menggantikan peran sebagai orangtua. Anak kos juga tidak menganggap induk semang dan keluarganya seperti keluarga, apalagi menganggap induk semang layaknya pengganti orangtua yang wajib ditaati. Hubungan kekeluargaan antara pemilik kos (induk semang) dengan penghuni kos telah berubah tidak seperti pada masa lalu. Sekarang hubungan antara pemilik, pengelola dan penghuni kos ialah sedikit hubungan sosial namun
9
lebih banyak hubungan ekonomi. Jika sebelumnya hubungan antara pemondok dengan pemilik pondokan bersifat kekeluargaan, dimana pemilik pondokan sering dianggap sebagai orang tua kedua, maka pada saat ini hubungan tersebut cenderung bersifat ekonomis (Sanityastuti, 2002 ; 3). Dengan memandang bahwa tempat kos sebagai sumber investasi yang menghasilkan uang maka dalam jasa kos lebih banyak cenderung pada hubungan ekonomi, bahkan bisa yang penting bayar. Analogi yang digunakan ialah ketika orang berbelanja di pasar tradisional maka akan terjadi hubungan sosial karena terjadi tawar menawar namun ketika berbelanja di pasar modern maka hanya jual beli. Wilayah sekitar UGM dan UNY, daerah/kampung yang berkembang menjadi daerah kos-kosan dan banyak dihuni mahasiswa di sekitar kampus adalah kampung Terban, Sagan, Pogung, Deresan, Karangmalang, Blimbingsari, Sendowo, Condongcatur, Gejayan, dan sebagainya. Di daerah tersebut banyak tersedia jasa kos sehingga dalam satu lingkungan bisa saja jumlah mahasiswa kos lebih banyak dibandingkan dengan penduduk local, karena dalam satu tempat kos banyak dihuni mahasiswa. Hal tersebut menunjukkan fenomena tersendiri. Dengan adanya kawasan kos yang menjadi mahasiswa, juga berpengaruh terhadap kawasan itu, karena selain kebutuhan akan tempat tinggal, mahasiswa juga memiliki berbagai kebutuhan. Oleh karena itu daerah yang menjadi wilayah kos rata-rata berkembang pesat. Keberadaan mahasiswa baru di Yogyakarta memberikan banyak peluang usaha yang bisa dilakukan oleh masyarakat sekitar kampus. Peluang tersebut adalah penyediaan tempat usaha perumahan mahasiswa, membuka toko, warung makan, dan usaha jasa lainnya (Utomo 2009 ; 3). Menurut Sanityastuti, (2002 ; 6) berbagai fenomena sosial ekonomi lainnya juga telah
10
mengiringi maraknya bisnis tempat pondokan melalui usaha perdagangan yang menyediakan berbagai kebutuhan para mahasiswa seperti warung makan, toko sandang, toko alat tulis, fotokopi, penyewaan komputer, warung internet (warnet), play station dan lain-lain. Hal tersebut karena banyaknya mahasiswa di Yogyakarta sehingga memberikan peluang usaha yang mencukupi kebutuhan mahasiswa, sehingga sektor yang memenuhi kebutuhan mahasiswa berkembang. Semua usaha itu adalah untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa akan papan, pangan dan sandang serta hiburan, sehingga mahasiswa dapat memenuhi kebutuhannya dan memberikan peluang masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Banyak juga pelaku usaha yang menyasar mahasiswa sebagai target pemasaran seperti aneka macam tempat penjualan, hiburan malam, tempat makan, dan tempat olahraga. Menurut Husain Fahim (dalam Salim, 2010 ; 417) : Antropologi secara umum dapat dipahami sebagai suatu metode yang berusaha untuk menghimpun pengetahuan tentang manusia dari berbagai aspek, untuk memberikan pemahaman yang utuh tentang manusia, kehidupannya, serta kontribusi pada peradapan masa lalu dan masa kini, sehingga memiliki kemampuan untuk membaca tipologi kehidupan masa depan. Dengan sudut pandang tersebut maka Antropologi dapat digunakan untuk melihat dan memperkirakan tipologi masa depan. Ke depannya Yogyakarta akan tetap menjadi tujuan mahasiswa dari berbagai daerah di lndonesia untuk melanjutkan studi, meskipun beberapa kota lain di lndonesia berkembang pendidikannya. Hal tersebut dikarenakan Yogyakarta masih memiliki daya tarik termasuk magnet Universitas Gadjah Mada.
11
Berdasarkan latar belakang di atas menarik untuk dapat meneliti tentang “lnteraksi Sosial Mahasiswa Kos dengan Lingkungannya di Yogyakarta”. Sehingga akan diketahui tentang alasan mahasiswa pendatang di Yogyakarta dalam memilih suatu tempat kos, hubungan sosial antara anak kos dengan pemilik kos dan menggambarkan bagaimana anak kos berinteraksi dengan lingkungannya.
B. Rumusan Masalah Yogyakarta menjadi tujuan mahasiswa pendatang dari berbagai daerah. Mahasiswa pendatang tersebut memiliki kebutuhan pokok yaitu tempat tinggal. Kos menjadi pilihan utama tempat tinggal bagi mahasiswa pendatang, sehingga hal ini menarik untuk dilihat, diteliti dari berbagai sisi dan sudut pandang. Pembahasan mengenai mahasiswa kos di Yogyakarta memang sangat luas. Sekarang kos juga telah menjadi investasi atau industrialisasi yang menghasilkan keuntungan ekonomi. Banyak hal menarik dari mahasiswa kos di Yogyakarta, namun yang akan dilihat adalah alasan mahasiswa dalam memilih kos, hubungan sosial mahasiswa kos dengan pemilik kos dan interaksi sosial mahasiswa kos dengan lingkungan sosial tempat tinggalnya (kos). Berdasarkan hal tersebut, maka fokus penelitian ini menggunakan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa pertimbangan mahasiswa pendatang dalam memilih suatu tempat kos? 2. Bagaimana hubungan sosial antara mahasiswa penghuni kos dengan pemilik kos? 3. Bagaimana anak kos berinteraksi dengan lingkungannya?
12
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini
membahas interaksi sosial mahasiswa kos dengan
lingkungannya di Yogyakarta. Tujuan penelitian secara umum
adalah untuk
melihat dan menggambarkan perilaku kehidupan mahasiswa di Yogyakarta di tempat tinggalnya (kos). Seperti diketahui, kos-kosan di Yogyakarta telah sedang dan akan terus berkembang. Yang akan dilihat adalah hubungan sosial antara penghuni kos dengan pemilik kos. Hubungan sosial antara penghuni kos dengan berkembang. Tujuan secara khusus ialah menjelaskan apa alasan mahasiswa pendatang memilih tinggal di kos, menjelaskan hubungan sosial antara mahasiswa yang kos dengan pemilik kos, menjelaskan hubungan mahasiswa di tempat kos dengan masyarakat di sekitar tempat kos. Secara rinci penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan ; 1. Alasan mahasiswa pendatang di Yogyakarta dalam memilih suatu tempat kos. 2. Hubungan sosial antara anak kos dengan pemilik kos. 3. Interaksi sosial anak kos dengan lingkungannya.
D. Manfaat Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memenuhi manfaat antara lain : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara akademis keberadaan mahasiswa yang kos di wilayah sekitar kampus UGM, sekaligus mengetahui beberapa kemungkinan
interaksi
sosial antara pemilik kos
13
dengan penghuni kos di tengah-tengah masyarakat Yogyakarta. 2. Bagi mahasiswa. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan informasi mahasiswa
yang
kepada
merantau untuk menempuh pendidikan di Yogyakarta,
sehingga menjadi referensi dalam pengembagan komunikasi sosial yang positif dan konduktif. 3. Bagi ilmu pengetahuan. Menambah wawasan dan pengetahuan kepada pihak pemerhati sosial, mahasiswa program studi antropologi, mahasiswa lain, dan masyarakat pada umumnya, mengenai pola interaksi sosial. Memberikan kontribusi serta menambah wawasan dalam memahami masyarakat yang multi etnis untuk terhindar dalam ketegangan-ketegangan dalam masyarakat akibat sikap etnosentrisme.
E. Landasan Teori Interaksi antar individu ditandai dengan penggunaan simbol-simbol, interpretasi, atau dengan saling memahami maksud dari tindakan masing-masing. Dalam pandangan interaksionisme, proses kehidupan manusia secara sederhana dapat digambarkan sebagai individu-individu, kemudian unit-unit tindakan yang terdiri atas sekumpulan individu tertentu yang kemudian saling menyesuaikan tindakan satu sama lain melalui proses sosial. Sedangkan
pelaku tindakan
merupakan tindakan kolektif dari individu yang bergabung ke dalam kelompok itu.
14
Menurut Blumer dalam Poloma (1994;216),
interaksi bertumpu pada
premis bahwa manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. Makna berasal dari interaksi seseorang dengan orang lain. Makna-makna tersebut disempurnakan pada saat proses interaksi berlangsung. Makna-makna tersebut berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan “sesuatu”. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan akan melahirkan batasan bagi orang lain. Blumer dalam Poloma (1994 ; 217), mengemukakan bahwa pelaku memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan makna dalam hubungannya dengan situasi di mana dia ditempatkan dan diarahkan tindaknnya. Interpretasi tidak dianggap sebagai proses pembentukan makna yang dipakai dan disempurnakan sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentuk tindakan. Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa tindakan manusia adalah interpretasi yang dibuat oleh manusia sendiri yang terdiri dari pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu mencakup berbagai masalah seperti keinginan dan kemauan, tujuan, sarana yang tersedia untuk mencapainya, serta tindakan yang diharapkan dari orang lain, gambaran tentang diri sendiri dan mungkin hasil dari cara bertindak tertentu. Pandangan interaksionisme pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam melihat interaksi antara mahasiswa yang kos di wilayah Yogyakarta terutama di sekitar UGM dengan pemilik kos dan lingkungan masyarakat. Beranjak dari teori ini, maka tindakan mahasiswa kos di wilayah Yogyakarta terutama di sekitar UGM merupakan suatu proses interaksi yang di dalamnya
15
tercakup simbol-simbol yang masing-masing pihak saling menginterpretasikan makna yang ditangkapnya. Artinya tindakan mereka merupakan hasil pemaknaan masing-masing terhadap realitas sosial. Dengan demikian, proses interaksi antara keduanya merupakan proses yang saling menstimulus, merespon tindakan, serta sebagai hasil proses interpretasi yang dalam hal ini membawa pada perubahan sosial. Manusia adalah makhluk individu disamping sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk individu manusia mempunyai dorongan atau motif untuk memenuhi kepentingan pribadinya, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk berinteraksi.
Interaksi merupakan kontak atau hubungan antara dua
individu atau lebih yang dapat menimbulkan gejala atau masalah baru. Salah satu gejala baru yang terbentuk dari hasil interaksi ini adalah pembauran. Interaksi merupakan suatu proses yang sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dan pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung maupun tidak langsung ( Roucek dalam Soekanto, 1990 ; 60). Dalam hal ini mahasiswa kos dan masyarakat setempat melakukan proses komunikasi dan terlibat dalam berbagai kegiatan yang memungkinkan terjadinya interaksi diantara mereka. Gillin and Gillin dalam Soekanto (1990;61), menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-perorang, antar kelompok manusia dan antara orangperorang dengan kelompok manusia. Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial,
16
yaitu: 1. Adanya kontak sosial (social contact), 2. Adanya komunikasi. Masyarakat di wilayah kos-kosan Yogyakarta terutama di sekitar kampus UGM, dengan masyarakat pendukungnya yaitu mahasiswa dan masyarakat setempat, dalam kehidupan sehari-hari menunjukan adanya suatu proses komunikasi sosial. Arti terpenting dari komunikasi adalah seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), berdasarkan perasaan-perasaan apa yang ingin di sampaikan oleh orang tersebut. Dalam komunikasi ini sering terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Komunikasi tidak selalu menghasilkan kerjasama, malah bisa menimbulkan suatu pertikaian yang terjadi sebagai akibat dari salah paham atau karena masing-masing tidak mau mengalah. Adanya hubungan komunikasi antara mahasiswa kos dengan pemilik kos setempat membawa implikasi. Ketika mahasiswa berkomunikasi dengan pemilik kos dan masyarakat setempat, maka mereka saling bertukar pengalaman tentang diri mereka masing-masing sehingga semakin mengikis perbedaan yang melekat pada mereka. Sedangkan dampak negatifnya ketika masing-masing menggunakan bahasa yang tidak dimengerti sehingga membuat kesalahpahaman karena salah penafsiran yang akan menimbulkan masalah pada mereka. Bentuk interaksi yang dapat muncul dari interaksi mahasiswa kos dengan pemilik kos dan masyarakat, yaitu interaksi yang bersifat positif dan negatif. Interaksi yang bersifat positif adalah interaksi yang diwarnai oleh sikap kerjasama, sedangkan sikap negatif diwarnai oleh persaingan dan pertentangan
17
(konflik). Konflik merupakan salah satu bentuk dari proses interaksi sosial yang terjadi antara orang-perorangan atau kelompok manusia. Konflik merupakan hasil kompetisi antar individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan kelompok. Konflik bisa bersumber dari berbagai macam sebab, antara lain adanya kesalahpahaman atau karena belum adanya saling mengenal diantara mereka yang berinteraksi. Konflik juga bisa terjadi akibat adanya perbedaan kebudayaan dan pola-pola prilaku. Untuk menghindari konflik, maka mahasiswa kos dengan pemilik kos dan masyarakat setempat yang mempunyai latar belakang yang berbeda harus menyelesaikan pertentangan diantara mereka dan saling menyesuaikan diri diri. Proses sosial sebagaimana dalam penelitian ini, yang berupa interaksi sosial memerlukan konsep yang diwujudkan dalam tindakan yaitu asimilasi kebudayaan/perilaku (akulturasi), dalam pengertian lain adalah proses pertemuan unsur-unsur dari berbagai kebudayaan yang berbeda, yaitu kebudayaan mahasiswa kos dengan pemilik kos secara temurun, yang diikuti dengan percampuran unsurunsurnya. Perbedaan antar unsur-unsur luar daerah dengan yang asli masih tampak dalam proses, yang berupa hasil pertemuan kebudayaan atau bahasa diantara anggota-anggota misalnya ditandai oleh peminjaman bahasa atau bilingualism, yang bertalian dengan perubahan dalam pola-pola kebudayaan guna menyesuaikan diri dengan kelompok mayoritas. Tentang pembauran, Poerwadarmita (1996; 166) membedakan menjadi tiga macam yaitu: 1. Pembauran sebagai suatu percampuran dimana unsur-unsur yang asli melebur dan kehilangan identitasnya, misalnya: “ Sesendok teh gula dibaurkan dengan
18
air putih satu gelas.” 2. Pembauran dimana unsur-unsurnya nyaris kehilangan identitasnya tetapi masih mempunyai kaitannya secara samar-samar, misalnya, “Kebudayaan Madura dan kebudayaan Jawa yang telah berbaur.” 3. Pembauran dimana unsur-unsurnya tidak kehilangan identitasnya, melainkan mengalami suatu penggabungan yang erat, misalnya: “masyarakat pendatang dan masyarakat setempat yang dipersatukan supaya dapat saling kenalmengenal.” Kebudayaan memang suatu hal yang menarik untuk dikaji.
Budaya-
budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda. Dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda, bisa menimbulkan berbagai peristiwa antara lain konflik, integrasi sosial, budaya maupun adaptasi perilaku. Cara berinteraksi sangat bergantung pada budaya yaitu bahasa, aturan dan norma masing-masing. Adaptasi komunikasi perilaku sendiri merupakan penyesuaian diri terhadap lingkungan, pekerjaan atau pelajaran, yang ditunjukan untuk memuaskan motif tertentu dimana perilaku sendiri mengalami serangkaian kegiatan aktifitasaktifitas yang mengarah ketujuan. Pada dasarnya perilaku yang termotivasi mengarah pada pencapaian tujuan. Sebaliknya, aktivitas tujuan merupakan keterlibatan dalam tujuan itu sendiri. Ketika manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang-orang lain, ia dihadapkan dengan bahasa-bahasa, aturan-aturan, dan nilai-nilai yang berbeda. Adanya interaksi sosial yang antara mahasiswa kos dengan pemilik kos dan masyarakat setempat sebagai akibat adanya kepentingan dalam dinamika
19
kehidupan akan mempertemukan individu untuk bergaul dengan individu lain dalam kerjasama untuk mencapai tujuan. Pertemuan merupakan interaksi sosial yang wajar yang akhirnya akan melahirkan sesuatu yang baru, tetapi tidak luput dari hambatan-hambatan yang ada dalam proses interaksi tersebut. Hambatan-hambatan atau masalah-masalah dalam rangka proses interaksi sosial antara lain, etnosentrisme, stereotipe, prasangka, diskriminasi. Sulit bagi seseorang untuk memahami budaya lain jika sangat etnosentris. Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan individu yang menggunakan nilai dan norma kebudayaannya sendiri
sebagai tolak ukur untuk menilai dan memahami
kebudayaan-kebudayaan lain. Dalam fenomena kehidupan sosial antar pergaulan, etnosentrisme merupakan penghambat dalam komunikasi dan bisa menjadi penyebab utama kesalahpahaman. Dalam kehidupan sehari-hari, senantiasa ada interaksi sosial antar individu, antar kelompok, dan antar individu dengan kelompok. Hubungan ini merupakan suatu dinamika tersendiri dan diwarnai oleh bermacam-macam sikap, pandangan maupun tingkah laku. Adapun materi dalam interaksi ini tergantung kepada motivasi dan tujuan interaksi sosial tersebut. Sebelum mengalami interaksi, maka individu yang memasuki arena sosial yang baru memerlukan adaptasi dan kontak dengan lingkungan. Adaptasi perilaku mahasiswa kos merupakan aktivitas yang mengarah pada tujuan, yaitu proses sosialisasi untuk menuju terciptanya harmoni, sedangkan adaptasi merupakan tujuannya. Menurut Effendi (2001 ; 33), selain interaksi sosial, ada hubungan timbal balik dimana terlihat bentuk-bentuk dari komunikasi antar kedua obyek yang terjadi dengan sendirinya. Bentuk komunikasi ini dapat
20
bersifat penuh dengan kehangatan, kebencian, agresifitas yang semuanya ini merupakan dimensi dari interaksi sosial dan komunikasi sosial. Komunikasi (communication) berasal dari perkataan latin communis yang berarti saling (common). Jika kita melakukan komunikasi, kita sedang berusaha mengadakan kesamaan (communnes) dengan orang lain. Ini berarti kita sedang berusaha memberikan informasi, gagasan atau sikap. Tanpa komunikasi kehidupan manusia tidak akan berjalan. Komunikasi merupakan rantai penghubung antara pribadi-pribadi dalam kelompok yang biasa disebut sebagai masyarakat, organisasi sosial. Jaringan hubungan antar manusia yang kompleks dan rumit dihubungkan oleh jembatan bersama-sama yaitu komunikasi. Dengan mengetahui prinsip-prinsip komunikasi, khususnya yang menyangkut antar budaya dan kemudian mempraktekannya dengan baik, maka diharapkan kesalahpahaman tentang persepsi perbedaan antar budaya dapat dikurangi dengan memahami juga sedikitnya mengetahui bahasa (yang merupakan salah satu cara berekspresi) dari perilaku budaya orang lain. Interaksi antar dua kelompok individu dengan kebudayaan berbeda, memerlukan strategi komunikasi yang efektif. Hubungan
komunikasi penting dipahami dalam
berhubungan antar budaya. Perilaku seseorang dapat mengandung makna, karena perilaku tersebut dipelajari, diketahui, serta terikat oleh budaya. Orang-orang memandang dunia mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep, dan label-label yang dihasilkan budaya mereka. Dalam pergaulan antar budaya, kadang-kadang nilai yang dianggap positif dalam suatu budaya dipandang negatif atau netral dalam budaya lain. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan personal dalam berhubungan dan
21
berinteraksi antar individu. F. Metode Penelitian Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri dari 4 orang mahasiswa kos laki-laki, 4 orang mahasiswa kos perempuan, dan 2 pemilik kos. Kedelapan informan mahasiswa kos tersebut tinggal di daerah kos yang berbeda. Informan mahasiswa kos yang diteliti semuanya merupakan mahasiswa UGM, yang berasal dari jurusan yang berbeda. Mereka memiliki latar belakang suku bangsa, asal daerah, kepribadian dan status sosial ekonomi yang berbeda Kedelapan mahasiswa kos tersebut akan menunjukkan interaksi sosial mahasiswa kos dengan lingkungannya, terutama dengan pemilik kos dan masyarakat di sekitar kos mereka. Selain itu juga dilakukan wawancara terhadap dua informan pemilik kos. Kedua informan dalam penelitian ini
telah lama tinggal di
Yogyakarta dan membuka kos-kosan. Dalam kurun waktu tersebut
masing-
masing pemilik kos memiliki banyak pengalaman dan telah melakukan mengalami berbagai hubungan sosial dengan anak kos. Hal ini penting untuk menjelaskan bagaimana mahasiswa kos berinteraksi dengan lingkungannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memperoleh cara pendang pelaku kebudayaan dan bagaimana cara pandang tersebut mempengaruhi tindakan mereka dalam kehidupan sosial. Penelitian yang bersifat kualitatif memberikan peluang untuk melakukan pengkajian mendalam terhadap suatu fenomena sosial yang kompleks dalam arti melibatkan sekian banyak elemen sosial-budaya yang saling terkait. Penelitian dilakukan selama enam bulan bulan. Dalam melakukan penelitian, peneliti berinteraksi dengan informan sehingga informan menerima
22
kehadiran peneliti sebagai bagian dari informan.
Peneliti mengamati dan
mencatat berbagai hal yang berkaitan dengan masalah penelitian, baik berupa tindakan maupun ungkapan. Dalam mengobservasi ungkapan, peneliti melihat bagaimana mahasiswa kos dan pemilik kos
berinteraksi dengan lingkungan
berdasarkan pengalaman yang dialaminya. Observasi terhadap tindakan dengan cara melihat mahasiswa kos dan pemilik kos dengan memberikan perhatian khusus kepada hubungan relasi antara penghuni kos dan pemilik kos, karena keduanya saling memiliki tanggungjawab sosial dan moral. Untuk melihat bagaimana kehidupan kos sekarang juga dilakukan observasi partisipasi. Observasi partisipasi dapat dilakukan karena penulis dengan obyek penelitian berada pada lingkungan yang sama, juga menjalani pengalaman dan kehidupan yang sama,
sehingga bisa mendapatkan data dan informasi dari
informan tanpa disadari oleh pelaku. Sedangkan untuk mendapatkan gambaran kehidupan kos pada masa lalu, menggunakan metode wawancara ditambah dengan studi literatur. Metode wawancara atau metode interview, mencakup cara yang dipergunakan
seseorang untuk tujuan
tertentu,
mencoba mendapatkan
keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakapcakap berhadapan muka dengan orang itu (Koentjaraningrat, 1979 ; 129). Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan sumber data (informan) (Adi, 2010; 72). Wawancara dilakukan untuk melihat hubungan sosial antara pemilik kos dengan anak kos pada berbagai jenis kos, kehidupan mahasiswa di tempat kos, termasuk hubungan
23
sosial antara anak kos dengan pemilik kos, dan bagaimana mahasiswa di tempat kos berhubungan dengan lingkungannya. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini selain observasi partisipasi dan wawancara adalah studi literatur. Menurut Iskandar (2008 ; 37-38), literatur sebagai cara menemukan data terbagi dua yaitu literatur yang dipublikasikan dan literatur yang tidak dipublikasikan, literatur yang dipublikasikan misalnya buku, teks, jurnal, sedangkan literatur yang tidak dipublikasikan antara lain skripsi, tesis, disertasi, paper, makalah seminar, dan laporan. Wawancara dan observasi partisipasi untuk mendapatkan data primer. Studi literatur untuk mendapatkan data sekunder. Data sekunder berupa data statistik digunakan karena dapat memberikan kelengkapan data. Misalnya, data beberapa dusun dan kecamatan yang banyak ditingggali mahasiswa kos di sekitar UGM, untuk menunjukkan bahwa tempat kos dan anak kos di suatu kampung/wilayah
di
dekat
kampus
memiliki
prosentasi
yang
banyak,
dibandingkan dengan penduduk asli. Informasi dari koran dan internet didapat guna mendapatkan data perkembangan terkini, berkaitan dengan kos, mahasiswa dan Yogyakarta.
G. Sistematika Penulisan Tulisan ini terdiri dari lima bab. Pada bab I yang merupakan pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Pada bab II berjudul Yogyakarta dan mahasiswa terdiri dari dua sub bab. Sub bab pertama yaitu deskripsi wilayah Yogyakarta yang terdiri dari tiga bagian
24
yaitu kondisi geografis, sejarah dan keadaan sosial-budaya. Sub bab kedua yaitu Yogyakarta dan pendidikan terdiri dari tiga bagian yaitu Yogyakarta sebagai kota pelajar, Yogyakarta dan perguruan tinggi, dan mahasiswa di Yogyakarta. Pada bab III yang berjudul kehidupan mahasiswa di tempat kos, terdiri dari tiga sub bab yaitu kos sebagai tempat tinggal mahasiswa, perkembangan kos Yogyakarta, dan mahasiswa di kos. Pada sub bab mahasiswa di kos terbagi menjadi dua bagian yaitu mahasiswa kos perempuan dan mahasiswa kos lakilaki. Pada bab IV yang berjudul interaksi sosial mahasiswa di tempat kos terdiri dari lima sub bab yaitu interaksi sosial mahasiswa kos, alasan mahasiswa memilih kos, hubungan sosial mahasiswa kos dengan pemilik kos, interaksi sosial mahasiswa kos dengan masyarakat dan minimnya interaksi sosial. Bab V yaitu kesimpulan yang merupakan rangkuman dari hasil penelitian dan ringkasan pembahasan dari seluruh bab.