FI1101 Fisika Dasar IA K-30 Sem. 1 2015-2016
1
Dosen: Agus Suroso Materi: Rotasi Benda Tegar
Benda tegar
Pada pembahasan mengenai kinematika, dinamika, usaha dan energi, hingga momentum linear, benda-benda yang bergerak selalu kita pandang sebagai benda titik. Benda yang berbentuk kotak misalnya, kita pandang hanya sebagai benda titik, dengan massa terpusat di titik pusat massanya. Pekan lalu, kita berurusan dengan suatu sistem yang terdiri dari lebih dari satu partikel. Partikel-partikel dalam sistem tersebut dapat bergerak sehingga jarak antar partikel-partikel tersebut bisa berubah satu sama lain, dan gerakan sistem kita pelajari dengan meninjau pusat massa benda. Benda tegar adalah suatu benda (atau sistem partikel) yang tediri dari banyak partikel penyusun, namun jarak antarpartikel penyusunnya selalu tetap. Saat benda tegar mengalami translasi, energi kinetik benda ditentukan oleh kecepatan pusat massa benda dan massa benda. Benda-benda dengan bentuk berbeda namun memiliki massa dan kecepatan pusat massa yang sama akan memiliki energi kinetik yang sama besar. Namun, energi benda akan berbeda ketika benda mengalami gerak rotasi. Dua benda dengan massa yang sama dan kecepatan sudut yang sama bisa jadi memiliki energi kinetik yang berbeda. Memutar sebuah bola kecil dengan massa tertentu hingga mencapai laju sudut tertentu tentu saja lebih mudah daripada memutar bola lain yang lebih besar dengan massa yang sama hingga mencapai laju yang sama.
2
Energi kinetik rotasi
Saat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda v = ωr, (1) dengan r jari-jari putaran benda, yaitu jarak antara benda dengan sumbu putar benda. Suatu benda bermassa m yang bergerak melingkar memiliki energi kinetik sebesar 1 1 1 K = mv 2 = mr2 ω 2 = Iω 2 , 2 2 2
(2)
dengan I = mr2 disebut sebagai momen inersia benda, yang menyatakan ukuran kelembaman benda pada gerak rotasi. Sebuah benda dapat memiliki momen inersia yang berbeda jika diputar terhadap titik pusat putaran yang berbeda. Untuk sistem yang terdiri dari banyak partikel, kita peroleh energi kinetik sistem K=
1X 1X 1 mi vi2 = mi ri2 ω 2 = Iω 2 , 2 2 2 i
(3)
i
dengan I=
X
mi ri2
(4)
i
adalah momen inersia sistem.
3
Momen inersia benda tegar
Benda tegar terdiri dari sangat banyak partikel yang tersusun secara kontinyu di seluruh bagian benda. Untuk menentukan momen inersia benda tegar, pertama sekali kita membagi benda dalam banyak potongan-potongan kecil bermassa ∆m. Jika jarak antara masing-masing potongan kecil tersebut dengan sumbu putar adalah ri , P maka momen inersia benda dapat dituliskan sebagai I = i ri2 ∆mi . Jika diambil limit ∆mi → 0, maka diperoleh Z I = r2 dm. (5) Untuk menyelesaikan integral di atas, diperlukan hubungan eksplisit antara variabel r dengan massa m. Hubungan tersebut diperoleh dari fungsi kerapatan massa (atau disebut juga massa jenis) benda.
update: 12 Oktober 2015
halaman 1
FI1101 Fisika Dasar IA K-30 Sem. 1 2015-2016
Dosen: Agus Suroso Materi: Rotasi Benda Tegar
Beberapa contoh Berikut beberapa contoh perhitungan momen inersia untuk benda-benda yang homogen. 1. Batang homogen satu dimensi, diputar terhadap sumbu yang melalui salah satu ujungnya dan tegaklurus terhadap batang. Anggap batang berada pada sumbu-x dari suatu sistem koordinat kartesius dan sumbu putar berada pada sumbu-y, massa batang M dan panjangnya L. Suatu potongan kecil sepanjang dx yang berada pada jarak x dari sumbu putar memiliki momen inersia sebesar dI = x2 dm. Karena batang homogen, dm maka dapat didefinisikan rapat massa per satuan panjang batang sebagai λ = M L = dx yang bernilai konstan. Dari hubungan tersebut diperoleh dm = λdx, sehingga momen inersia batang dapat diperoleh sebesar Z Z L 1 (6) I1 = dI = x2 λdx = M L2 . 3 0 Jika batang diputar terhadap pusat massanya (yang berada di tengah batang), maka batang tersebut dapat dipandang sebagai gabungan dari dua batang sepanjang L0 = L/2 dengan massa masing-masing M 0 = M/2, yang masing-masing diputar terhadap salah satu ujungnya. Momen inersia batang menjadi 1 1 I2 = 2 × M 0 L02 = M L2 . 3 12
(7)
2. Cincin tipis, diputar terhadap sumbu yang melalui pusat cincin dan tegaklurus bidang cincin. Anggap massa cincin M dan jari-jarinya R. Untuk setiap potongan kecil cincin sepanjang dl, jarak antara potongan kecil terhadap sumbu putar adalah R, sehingga Z I3 = R2 dm = M R2 . (8) Bagaimana jika cincin diputar terhadap sumbu yang berhimpit dengan diameter cincin? Mula-mula kita tempatkan cincin pada pusat suatu koordinat polar. Anggap sumbu putar berhimpit dengan vektor posisi ~r untuk θ = π/2. Suatu potongan kecil cincin yang terletak pada (R, θ) memiliki panjang dl = Rdθ dan M = dm massanya dm = λdl = λRdθ (dengan λ = 2πR dl adalah rapat massa cincin) . Jarak antara potongan tersebut terhadap sumbu putar adalah r = R cos θ. Maka momen inersia cincin adalah Z Z Z π/2 1 2 2 2 I4 = r dm = (R cos θ) λRdθ = λR cos2 θdθ = M R2 . (9) 2 −π/2 3. Cakram, diputar melalui sumbu yang melalui titik pusat massanya dan tegaklurus cakram. Cakram dapat dipandang sebagai kumpulan dari banyak cincin tipis yang sepusat dengan jari-jari yang berbeda-beda. Momen inersia tiap cincin adalah dI = r2 dm. Massa tiap cincin adalah dm = σdA dengan σ rapat massa (dalam hal ini massa per satuan luas) cakram. Luas cincin berjejari r dan tebal dr adalah dA = 2πrdr (tentu saja kita dapat memperolehnya dari persamaan untuk luas lingkaran, A = πr2 ⇒ dA dr = 2πr ⇒ dA = 2πrdr). Dengan demikian dm = 2πσrdr, dan momen inersia cakram Z R 1 I5 = r2 (2πσrdr) = M R2 . (10) 2 0 Dengan cara yang serupa, dapat diperoleh momen inersia cakram yang diputar terhadap sumbu yang berhimpit dengan diameternya sebesar 1 I6 = M R 2 . (11) 4 4. Bola pejal, diputar terhadap sumbu yang melalui pusat massanya. Bola dapat dipandang sebagai sekumpulan cakram yang sepusat dengan jari-jari yang berbeda-beda. Mula-mula kita tempatkan pusat massa bola pada titik asal koordinat kartesius tiga dimensi. Tinjau cakram yang berada pada koordinat y tertentu. Jari-jari cakram tersebut adalah r = R cos θ dengan sin θ = y/R dan tebal cakram adalah dy. Maka massa M cakram tersebut adalah dm = ρπr2 dy = ρπR2 cos2 θ R d sin θ, dengan ρ = 4/3πR 3 rapat massa bola. Momen inersia bola diperoleh dengan menjumlahkan (mengintegralkan) momen inersia cakram, Z Z π Z π 2 2 2 5 4 5 I7 = r dm = ρR cos θd sin θ = ρR 1 − sin2 θ d sin θ = M R2 . (12) 5 0 0
update: 12 Oktober 2015
halaman 2
FI1101 Fisika Dasar IA K-30 Sem. 1 2015-2016
Dosen: Agus Suroso Materi: Rotasi Benda Tegar
dx
x r=Rcos
(2)
(1)
dl = R d
dl
(3) (4)
dA = 2rdr r
dr (5) R cos dy
R
(6)
y
(7)
Gambar 1: Gambar pemilihan partisi untuk penentuan momen inersia benda berupa batang, cincin, cakram, dan bola pejal.
update: 12 Oktober 2015
halaman 3
FI1101 Fisika Dasar IA K-30 Sem. 1 2015-2016
4
Dosen: Agus Suroso Materi: Rotasi Benda Tegar
Torsi
Suatu benda dapat bergerak secara linear jika ada gaya yang menarik atau mendorongnya. Suatu benda akan mengalami rotasi jika terdapat torsi yang mengenainya. Torsi didefinisikan sebagai τ = ~r × F~ ,
(13)
dengan ~r adalah vektor posisi titik bekerjanya gaya terhadap titik pusat putaran. Suatu benda akan mengalami kesetimbangan (tidak bergerak maupun berputar) jika gaya dan torsi total yang bekerja padanya bernilai nol. X X F~ = 0 dan ~τ = 0. (14) benda setimbang jika Sebagai contoh marilah kita terapkan pada suatu batang bermassa m dan panjang L yang disandarkan pada dinding seperti pada gambar 2. Terlebih dahulu kita gambarkan diagram benda bebas untuk batang dan menuliskan semua gaya yang bekerja padanya seperti ditunjukkan oleh gambar tengah. Perhatikan bahwa pusat massa batang akan cenderung bergerak turun, sehingga ujung bawah batang bergerak ke kanan dan ujung atas bergerak turun. Dengan demikian, arah gaya gesek di ujung atas batang adalah ke atas dan gaya gesek di ujung bawah adalah ke kiri. Dengan memilih sumbu koordinat dengan sumbu horizontal sebagai x dan vertikal sebagai y, syarat kesetimbangan benda untuk gerak translasi dituliskan sebagai X Fx = N2 − µ1 N1 = 0, (15) X Fy = N1 + µ2 N2 − mg = 0. (16) Dari kedua persamaan tersebut diperoleh N1 =
mg , 1 + µ1 µ2
N2 =
µ1 mg . 1 + µ1 µ2
(17)
Selanjutnya, kita tinggal menuliskan syarat kesetimbangan pada gerak rotasi. Untuk keperluan ini, kita perlu memilih titik pusat putaran terlebih dahulu. Karena diam, maka batang tidak berputar terhadap titik manapun dalam ruang, sehingga kita bebas menentukan titik pusat putaran batang. Sebagai contoh, kita memilih ujung bawah batang sebagai pusat putaran benda. Gaya-gaya yang memberikan torsi terhadap ujung bawah batang digambarkan pada gambar kanan. Syarat kesetimbangan untuk gerak rotasi adalah X
τ = −mg
L cos θ + N2 L sin θ + µ2 N2 L cos θ = 0. 2
(18)
Dari persamaan tersebut diperoleh tan θ =
mg/2 − µ2 N2 1 − 2µ1 µ2 = . N2 2µ1
(19)
Persamaan terakhir memberikan kita hubungan antara sudut yang dibentuk oleh batang terhadap lantai dalam keadaan setimbang. Terlihat bahwa makin kasar permukaan lantai (digambarkan dengan µ1 yang semakin besar), maka semakin kecil sudut tersebut dan sebaliknya. Jika lantai semakin licin (µ1 mengecil), maka batang harus ditempatkan setegak mungkin (digambarkan oleh nilai θ yang besar, mendekati π/2). Jika lantai benar-benar licin (µ1 = 0) maka satu-satunya cara agar batang setimbang adalah ditempatkan dengan sudut θ = π/2, namun tentu kesetimbangan yang didapatkan bukanlah kesetimbangan yang stabil. Sedikit gangguan dapat membuat batang terjatuh. Kasus khusus lain yang dapat diamati dari hasil di atas adalah jika dinding licin (µ2 = 0) dan lantai tetap kasar, maka tan θ = 2µ1 1 . Dengan kata lain, jika dinding licin batang tetap akan stabil jika diletakkan dengan sudut θ asalkan µ1 = cot2 θ .
update: 12 Oktober 2015
halaman 4
FI1101 Fisika Dasar IA K-30 Sem. 1 2015-2016
Dosen: Agus Suroso Materi: Rotasi Benda Tegar
f2 =2N2
f2 =2N2
2
N2
N2
L/2
y L/2 x
N1 mg
1
f1 =1N1
mg
Gambar 2: Aplikasi kesetimbangan benda tegar pada batang yang bersandar pada dinding. Lantai dan dinding kasar dengan koefisien gesek masing-masing µ1 dan µ2 .
update: 12 Oktober 2015
halaman 5