1
MANAJEMEN MEDIA TELEVISI FAJAR TV : ANTARA BISNIS DAN IDEALISME Broadcasting Media Management of FAJAR TV : Both Idealism and Business
Hartinah Sanusi, Djabir Hamzah dan Andi Alimuddin Unde ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menganalisis aktivitas manajemen dan performa organisasi media televisi Fajar TV beroperasi di antara kepentingan bisnis dan idealisme kepentingan publik dalam ranah penyiaran di Sulawesi Selatan. Penelitian ini bersifat deskriptif. Informan penelitian ini adalah direktur utama, direktur pemberitaan /pemimpin redaksi, kepala program, produser eksekutif dan produser berita, serta reporter/kamerawan Fajar TV di Makassar, Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Data dianalisis dengan analisis model interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas manajemen media Fajar TV terkait isu-isu dorongan pasar, isu-isu kepentingan publik, dan isu-isu jurnalisme penyiaran televisi cenderung berorientasi pada kepentingan bisnis. Organisasi media penyiaran Fajar TV belum menunjukkan performa organisasi yang diharapkan. Hasil penelitian tidak cukup membuktikan bahwa kecenderungan yang kuat pada kepentingan bisnis berarti mengabaikan aspek kepentingan publik di dalamnya ataupun sebaliknya memberikan efek yang simultan pada terpenuhinya kepentingan publik dan berpengaruh pada efisiensi dan efektifitas performa organisasi media penyiaran Fajar TV. Aktivitas-aktivitas yang cenderung mengarah pada kepentingan bisnis lebih merupakan sebuah pilihan kebijakan strategis manajemen Fajar TV untuk tetap eksis di industri penyiaran televisi di daerah Sulawesi Selatan. Kata Kunci :
Manajemen media penyiaran tv, ekonomi media penyiaran tvi, dorongan pasar, kepentingan publik, jurnalisme penyiaran tv, performa organisasi media.
ABSTRACT The aims of the research are to analyze the management activities and the organization’s performance of broadcasting media of Fajar TV related to both business interest and idealism of public interest in South Sulawesi. This research was focused on the chief director, news director, program manager, executive producer, news producer, reporter and cameramen of Fajar TV. The research was a descriptive qualitative study. The data were collected through observation,
2
in-depth interview and casual interview, library research and documentation. They were analyzed by using Miles and Huberman Interactive Model. The results reveal that the management activities of broadcasting media of Fajar TV related to market driven issues, public interest (diversity of content) issues, and tv journalism issues tend to be focused on business orientation. The organization broadcasting media of Fajar TV, has not yet achieved its ideal perfomance. Nevertheles, the results of this study is not sufficient to prove that a strong tendency to the aspect of business interest ignores public interest, or conversely, it gives simultaneous effect to the fulfillment of public interest and influences the efficiency and effectiveness of performance of broadcasting media. Meanwhile, the activity that tends to lead to business interest is Fajar TV management strategic policy choice to continue to exist in television broadcasting industry in South Sulawesi. Key Words : TV Broadcasting media management, economic media of TV Broadcasting, market driven, public interest, TV journalism, Organization media performance.
PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi informasi dan globalisasi, industri media massa juga mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan tersebut terlihat jelas pada aspek struktur, mekanisme kerja dan operasional maupun content media massa. Hal ini, pada akhirnya mendesak berbagai institusi media untuk mengikuti pola-pola persaingan bisnis industri media agar tetap bertahan. Ketatnya iklim persaingan dalam industri media massa pada akhirnya berpengaruh pada makin kuatnya nilai-nilai kepentingan ekonomi (profit) terhadap nilai-nilai idealisme media. Kritik yang muncul banyak menyoroti soal penekanan pada aspek bisnis (market oriented) cenderung mengaburkan (overshadowing) fungsi dan tanggung jawab sosial jurnalisme media massa. Kritikus media, Ben Bagdikian seperti dikutip McManus (1994:2) mengatakan : ”market journalism gathers an audience not to inform it, but to sell it to advertisers. A few large, powerful corporations win and the public loses”. Penekanan pada profit perusahaan media telah banyak mengubah landasan utama media, yaitu jurnalisme. Banyak bukti yang menunjukkan bagaimana, Rupert Murdoch (konglomerat media) yang sangat menekankan profit dan pertumbuhan finansial, menolak isi berita atau mendukung isi berita hanya berdasarkan kepentingan ekonominya saja (Vivian, 2008). Studi yang dilakukan McManus (1994) pun lebih sering menempatkan ke dua kepentingan ini dalam hubungan yang kompetitif. Penekanan pada satu sisi kepentingan, akan mengabaikan kepentingan lainnya. Namun, tidak demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan Gross, Curtin, dan Cameron (2001) menunjukkan adanya inherent tension di antara kepentingan bisnis dan jurnalisme sebagai suatu hubungan yang sehat. Bahwa, penekanan yang kuat pada aspek bisnis (market principles), mampu menciptakan lingkungan organisasi media
3
yang sehat untuk fokus menghasilkan konten media yang berkualitas tanpa mengesampingkan aspek jurnalisme media. Terkait hal ini, McManus (1994) melihat bahwa lingkungan media yang semakin kompetitif tidak memungkinkan lagi didukung oleh traditional journalism yang membangun pagar api antara divisi pemberitaan dengan pemasaran. Dalam beberapa hal, bisnis media massa dipandang sebagai sebuah bisnis yang unik. Berbeda dengan industri lainnya, industri media massa terkait dengan penyebaran ide-ide, informasi dan budaya. Croteau dan Hoynes (2006:1) menyebutnya sebagai bisnis yang menempati posisi yang unik dalam masyarakat demokratis karena peran-perannya yang signifikan dalam bidang politik dan budaya melalui nilai-nilai ekspresi kebebasan dan kreatifitas, independensi, dan keragaman perspektif yang dimiliki. Penelitian ini mencoba melihat lebih jauh performa sebuah media penyiaran televisi di daerah di tengah ketatnya persaingan industri penyiaran televisi swasta di tanah air. Fenomena pesatnya perkembangan industri televisi di daerah hingga berujung pada terjadinya perebutan kanal di sejumlah daerah, menjadi sebuah catatan tersendiri. Bagaimana kemudian manajemen stasiun televisi di daerah menghadapi dilema kepentingan bisnis dan idealisme, terutama terkait peran dan fungsi media penyiaran lokal di daerah. Kemudian, bagaimana kinerja media dipengaruhi oleh sumber-sumber finansial dan sebagainya, merupakan hal menarik yang patut dikaji dalam penelitian ini. Sebagai institusi bisnis, media penyiaran televisi mau tidak mau harus bisa mengatasi persoalan menyangkut biaya produksi dan operasional lainnya. Sebagai institusi sosial, media penyiaran televisi seyogyanya berorientasi pada kepentingan khalayak, terutama dalam memenuhi hak publik untuk memeroleh keragaman informasi (right to know) dan hak untuk menyatakan pendapat (right to expression). Mengacu pada keunikan industri media massa (televisi) dan melihat kondisi dilematis wajah industri penyiaran televisi inilah kemudian menjadi dasar pemikiran mengapa persoalan bisnis dan idealisme media televisi menarik dan penting untuk dikaji. Untuk itu penulis telah melakukan penelitian dan menyusun sebuah tesis dengan judul: “MANAJEMEN MEDIA TELEVISI FAJAR TV : ANTARA BISNIS DAN IDEALISME”. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimana manajemen media televisi FAJAR TV beroperasi di antara kepentingan bisnis dan kepentingan publik atau public interest dalam ranah penyiaran di Sulawesi Selatan? 2. Bagaimana performa media televisi FAJAR TV dengan kondisi pergulatan antara bisnis dan idealisme media penyiaran di Sulawesi Selatan?
4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terutama untuk menganalisis aktivitas manajemen dan performa organisasi media televisi FAJAR TV di antara kepentingan bisnis dan idealisme media penyiaran di Sulawesi Selatan. Manfaat Penelitian Selain bermanfaat menambah ragam khasanah ilmu pengetahuan bidang komunikasi terutama dalam kajian manajemen media massa khususnya televisi, juga menjadi referensi bagi praktisi media massa televisi dan masyarakat secara umum untuk memperoleh gambaran yang jelas dan obyektif atas kerja-kerja media penyiaran televisi di daerah serta memahami bagaimana seharusnya media penyiaran televisi beroperasi di antara kepentingan bisnis dan idealisme media. TINJAUAN PUSTAKA Dalam konteks ekonomi, media merupakan institusi bisnis atau institusi ekonomi yang memproduksi dan menyebarkan informasi, pengetahuan, pendidikan, dan hiburan kepada konsumen yang menjadi target. Secara konseptual, Albarran (1996:6) memandang ekonomi media sebagai studi tentang bagaimana industri media menggunakan sumber-sumber yang terbatas untuk menghasilkan jasa yang didistribusikan kepada konsumen dalam masyarakat untuk memenuhi berbagai keinginan dan kebutuhan. McQuail (2005:99) melihat teori media ekonomi-politik sebagai sebuah pendekatan yang berfokus pada hubungan antara struktur ekonomi dan dinamika industri media dengan muatan (content) ideologi media. Menurutnya, teori ini menjelaskan ketergantungan ideologi pada kekuatan ekonomi dan mengarahkan perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur pemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media. Berdasarkan tinjauan ini, institusi media harus dipandang sebagai bagian dari dari sistem ekonomi, yang juga berkaitan erat dengan sistem politik. Salah satu karakter industri media, bahwa bisnis ini sulit untuk dimasuki pendatang baru (McQuail (2005:203-204). Karena itu, keberadaan dan karakteristik media massa tidak pernah lepas dari persoalan modal, persaingan dan profit oriented. Meski demikan, media massa tetaplah bukan sekedar bisnis semata (Albarran:2006, Croteau dan Hoynes:2006), melainkan ada aspek kepentingan publik di dalamnya. Pada celah inilah, sering terjadi benturan antara kepentingan bisnis dan kepentingan publik. Istilah kepentingan publik atau public interest dalam konteks komunikasi mengacu pada asumsi bahwa terdapat kepentingan publik yang sangat mendasar atau fundamental dalam media komunikasi. Penyiaran televisi, sebagai salah satu media komunikasi jelas masuk pada ranah publik atau public sphere terkait penggunaan frekuensi. Konsep public sphere ini diperkenalkan oleh Jurgen Habermas (1989), sosiologis Jerman, yang banyak mengurai konstelasi kepentingan-kepentingan dalam masyarakat dan menawarkan suatu bentuk ideal dalam kritik-kritiknya. Public sphere adalah ruang dimana setiap kepentingan terungkap secara gamblang, setiap warga masyarakat memiliki akses yang sama untuk
5
berpartisipasi, dan media massa sangat bisa berkontribusi dalam proses-proses demokrasi di masyarakat melalui ruang yang terbuka luas untuk berlangsungnya dialog-dialog publik. Dengan demikian, menjadi suatu keharusan menempatkan kepentingan publik dalam setiap aspek penyiaran televisi. Croteau dan Hoynes (2006:22) mengemukakan bahwa konsep public sphere pada dasarnya lebih melihat dan memperlakukan khalayak sebagai warga negara, bukan sekedar konsumen. Dengan demikian, media massa seharusnya ‘serve’ atau melayani warga negara tersebut dan bukannya menjadikan target potensial konsumen dengan dalih mengikuti mekanisme pasar. Habermas dalam Croteau dan Hoynes (2006:22), juga menyoroti kemampuan media massa untuk menjadi sebuah ruang publik yang dapat menjalankan fungsinya. Media massa dengan jangkauannya yang luas dan content informatif yang dimilikinya, bersentuhan langsung dengan wilayah publik. Namun demikian, ia juga mewaspadai satu hal bahwa keberadaan media massa juga tidak terlepas dari kepentingan private yang menyelenggarakannya. Kepentingan private ini haruslah ditampilkan secara terbuka dan dikesampingkan di bawah kepentingan publik. Sementara itu, terkait lingkup kerja organisasi media, McQuail (1992:81) menyebutkan terdapat banyak bukti bahwa media bekerja di bawah kondisi berbagai tekanan dan hambatan (kendala). Pengaruh kekuatan sosial atau field of social forces lingkungan organisasi media secara tipikal membentuk bagaimana media beroperasi. McQuail (2005:282) mengidentifikasi 5 (lima) bentuk hubungan yang perlu diperhatikan untuk memahami lebih jauh kondisi yang memengaruhi kerja organisasi media. Bentuk hubungan tersebut, yakni hubungan dengan masyarakat (society), hubungan dengan kelompok penekan (pressure groups), hubungan dengan pemilik, klien dan pemasok (owners, clients, and suppliers), hubungan dengan audiens (audience), dan hubungan di internal organisasi (internal to the organization). Lebih jauh, McManus (1994:23) dengan lugas menggambarkan sebuah model commercial news production yang lebih menggunakan alasan-alasan ekonomi (economic reasoning) sebagai sebuah konsep yang terintegrasi. Menurutnya, relationship yang terjadi antara investors dan parent corporation, antara parent corporation dan media firm, media firm dan news department, news sources dan news department, advertisers dan media firm, antara news consumers dan news department, serta antara news consumers dan general public lebih kuat didasari oleh adanya nilai-nilai ekonomi dalam hubungan-hubungan tersebut. Performa organisasi media, McQuail (1992) dan Albarran (1996:29-40) mengemukakan 3 (tiga) kerangka analisis yang dapat menjelaskan berbagai sisi kerja bisnis media. Salah satu kerangka analisis yang dimaksud adalah kinerja organisasi media (performance) yang menjelaskan faktor-faktor utama terkait output perusahaan media, seperti efisiensi, kualitas produk media, dan
6
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan stasiun televisi swasta lokal, Fajar TV di Makassar, Sulawesi Selatan selama enam bulan, yaitu mulai bulan April sampai Oktober 2010.
Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian deskriptif kualitatif, yakni peneliti berusaha mendeskripsikan atau mengkonstruksi hasil wawancara mendalam terhadap objek penelitian. Informan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada informan pokok (internal) yang terdiri dari direktur utama, direktur pemberitaan/pemimpin redaksi, produser eksekutif, produser berita, dan reporter serta kamerawan Fajar TV. Sedangkan informan pelengkap (eksternal) dari pengamat media penyiaran lokal dan KPID Sulsel. Informan ditentukan dengan teknik “purposive sampling” Jenis dan Sumber Data Data primer dalam penelitian bersumber dari informasi yang diberikan oleh para informan melalui wawancara mendalam /wawancara sambil lalu dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen perusahaan, rundown program, serta literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian. Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada aktivitas-aktivitas dan performa organisasi media penyiaran Fajar TV di antara kepentingan bisnis dan idealisme media penyiaran. Instrumen Penelitian Peneliti menjadi instrumen utama dalam memperoleh data di lapangan dengan menggunakan dua macam teknik, yakni : (1) Observasi dan (2) wawancara mendalam terhadap informan dengan bantuan alat perekam, alat tulis, dan alat dokumentasi.
Teknik Pengumpulan Data Observasi dan wawancara mendalam dilakukan terutama untuk menjaring data, fakta, dan informasi aktivitas manajemen Fajar TV terkait isu dorongan pasar, kepentingan publik dan jurnalisme penyiaran televisi. Wawancara sambil lalu juga dilakukan terhadap sejumlah narasumber di luar informan pokok, seperti reporter/kamerawan Fajar TV untuk menjaring data terkait isu jurnalisme
7
penyiaran televisi. Sementara studi pustaka dan dokumentasi dilakukan untuk melengkapi data penelitian yang memperkuat analisis pembahasan. Teknik Analisis Data Data dalam penelitian ini menggunakan analisis data model interaktif Miles dan Huberman (1992:20) yaitu terdapat tiga proses yang berlangsung secara interaktif yaitu reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan / verifikasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagai salah satu media penyiaran televisi di Sulsel, Fajar TV tampaknya masih berupaya menerjemahkan peran-peran dan fungsinya sebagai institusi sosial sekaligus institusi bisnis. Sebagai institusi bisnis yang padat modal, kebutuhan kompetensi manajemen yang profesional dan pilihan teknologi yang tepat sangatlah tinggi dalam industri media penyiaran televisi. Manajemen Fajar TV harus mengalkulasi dengan cermat pengembalian modal (ROI) setiap rupiah yang diinvestasikan. Namun sebagai institusi sosial, manajemen Fajar TV juga tentu harus pula memahami hakikat peran dan fungsinya di masyarakat. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam terhadap informan pokok maupun casual interview pada sejumlah narasumber di luar informan pokok, mengenai isu-isu dorongan pasar, kepentingan publik dan jurnalisme penyiaran televisi, menunjukkan adanya kecenderungan yang cukup kuat pada aktivitas-aktivitas manajemen Fajar TV yang lebih dilandasi oleh kepentingan bisnis (orientasi pasar). Sebagian besar informan pokok mengakui kondisi ini lebih disebabkan oleh kondisi internal Fajar TV. Seperti dikemukakan informan#01 : “…sebagai institusi bisnis kita juga perlu iklan untuk hidup…. coba digali terus kenapa omzet Fajar TV tidak meningkat. Salah satu penyebabnya adalah karena kita terlalu menutup diri untuk membuka peluang bekerjasama dengan berbagai pihak. Jadi memang kita harus sedikit menurunkan idealisme kita supaya bisa tetap hidup.”
Konflik yang mungkin timbul akibat benturan-benturan yang terjadi di seputar ke dua kepentingan tersebut, lebih sering dihadapi dengan kebijakan yang sifatnya kompromis. Misalnya dijelaskan informan#5 berikut : “…maka jalan satu-satunya adalah dengan kompromi. Akhirnya, memang kita harus memangkas sebagian program-program yang ada ini atau kita siasati bagaimana supaya program-program berita kita tidak hilang.”
Meski cukup memahami hubungan media dan pengiklan, namun beberapa informan (produser berita) tampak kurang setuju dengan kebijakan manajemen Fajar TV terkait konflik program sponsor (Home Shopping) dengan program berita. Berikut penuturan informan#2:
8
“Terus terang, memang kita tidak akan bisa jalan tanpa iklan. Tapi yang harus digarisbawahi, kita punya tagline yang seharusnya lebih banyak mengangkat program berita, bukannya malah dipangkas.”
Kebijakan tidak tertulis manajemen Fajar TV untuk melibatkan divisi pemberitaan dalam aktivitas pemasaran terutama untuk berita-berita advertorial, dianggap sebagai salah satu solusi terhadap masalah-masalah internal yang dihadapi perusahaan media Fajar TV, terutama persoalan kondisi pasar media yang cukup sulit di daerah. Seperti diungkap informan#5 : “….yang spesifik di sini bahwa redaksi Fajar TV juga disarankan untuk ikut juga mencari berita-berita order. Mungkin apalah.., persoalan-persoalan internal media sehingga ada kebijakan redaksi pemberitaan juga ikut membantu perihal ini.”
Terkait isu kepentingan publik dan jurnalisme penyiaran televisi, mulai dari aktivitas penemuan berita, seleksi, dan penyajian berita, pada dasarnya manajemen Fajar TV memiliki komitmen dan standar yang cukup baik, namun masih sangat lemah menghadapi tekanan terkait hubungan-hubungan internal dan eksternal lingkungan media Fajar TV. Informan#1 menuturkan: “….sering ada berita yang tidak tayang atau durasinya berkurang karena harus berbagi dengan berita order. Di program lain juga begitu, lebih diutamakan program yang ada sponsornya. Namun, kami menyadari bahwa Fajar TV tidak akan bisa hidup tanpa iklan sponsor kan. Program bisa jalan karena ada iklan sponsor. Kami mulai menyadari pentingnya aspek bisnis dalam menjalankan sebuah media televisi. Namun belakangan ini, kami juga berusaha tetap menjaga independensi di redaksi berita kami dan berkomitmen untuk memberikan informasi yang layak bagi publik di daerah ini….”
Aktivitas Manajemen FAJAR TV di antara Kepentingan Bisnis dan Idealisme. Secara keseluruhan, hasil observasi dan wawancara (in-depth dan casual interview) penelitian, menunjukkan adanya kecenderungan yang kuat bahwa aktivitas-aktivitas media yang dilakukan manajemen Fajar TV lebih condong pada aktivitas yang berorientasi pada kepentingan bisnis (market oriented). Terkait program bersponsor Home Shopping, manajemen Fajar TV tampaknya tidak memiliki bargaining yang cukup kuat, terutama dalam negosiasi biaya, waktu dan durasi penayangan program. Analisis ini didasarkan oleh perubahan penambahan durasi program ini, dari 2 jam hingga 11 jam per hari. Hal ini, selanjutnya berpengaruh terhadap keseluruhan performa program siaran Fajar TV, yakni pada pilihan memangkas sebagian besar program berita dan beberapa program yang tidak memiliki sponsor. Pada sisi ini, dapat dikatakan manajemen Fajar TV memiliki pertimbangan ekonomi yang cukup kuat. Aktivitas manajemen Fajar TV yang begitu kuat untuk meraih pendapatan iklan besar, memang cukup beralasan. Sekitar 70% hingga 90% gross revenue stasiun tv berasal dari pendapatan iklan, bahkan ada yang mendekati 100%. Dengan pendapatan iklan rata-rata yang masih sangat berfluktuatif sekitar Rp 200 juta hingga Rp400 juta per bulan, manajemen Fajar TV masih harus berupaya
9
keras untuk bisa menutupi operasional cost yang mencapai sekitar Rp500 juta per bulan (casual interview bagian keuangan Fajar TV) dengan fixed cost tertinggi untuk gaji karyawan Rp 94 juta per bulan. McManus (1994:61) berpendapat bahwa ada pengaruh besarnya kontribusi pengiklan terhadap gross revenue sebuah stasiun tv terhadap hubungan-hubungan media, seperti hubungan media dengan audiens dan pengiklan terkait produk liputan berita sebagai public good. Dalam konteks ini, hubungan manajemen Fajar TV yang cukup kuat dengan pihak sponsor atau pengiklan lebih cenderung menonjolkan sisinya sebagai institusi ekonomi. Teori normatif dan berbagai pengalaman yang menghubungkan organisasi media dengan para penunjang dananya, banyak mengurai soal hubunganhubungan media, terutama hubungan media dengan pemilik, klien, dan sponsor. Seperti disebutkan McQuail (1992:84) bahwa sumber utama persoalan-persoalan normatif terkait keuangan media adalah terutama berasal dari owners, advertisers dan sponsors. Kebanyakan media yang berorientasi pasar, memiliki berbagai sumber dana, dari penanam modal, pemasang iklan, konsumen dan kadang kala subsidi dari masyarakat. Hal ini, dalam situasi tertentu menimbulkan isu sentral perihal independensi dalam penentuan program tayangan televisi dan konten program tanpa pengaruh kepentingan komersial atau iklan sponsor. Demikian halnya, di manajemen Fajar TV. Dengan total modal investor yang mencapai sekitar Rp 11,5 miliar rupiah, manajemen Fajar TV tentu harus memikirkan dan mengupayakan bagaimana pengembalian modal investor. Disamping juga harus cermat dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya. Minimnya sumber daya manusia dan peralatan yang dimiliki, menyebabkan aspek biaya produksi menjadi salah satu pertimbangan utama dalam menggarap program-program siaran di Fajar TV. Kepala program Fajar TV juga mengungkap bagaimana sulitnya mempertahankan program-program tayangan yang tidak ada sponsornya. Selanjutnya, bisa dimaklumi ketika manajemen Fajar TV lebih memberi ruang (airtime) begitu besar untuk program Home Shopping karena nilai kontraknya dinilai cukup besar (Rp 3 miliar rupiah per tahun). Mengenai aspek kepentingan publik, manajemen Fajar TV cukup memiliki komitmen yang besar untuk menyajikan program-program informasi dan hiburan yang beragam dan layak (berkualitas). Namun, komitmen yang besar tentu saja tidak cukup hanya dengan menyajikan konten berita yang berkaitan langsung dengan isu-isu berbagai persoalan di masyarakat. Idealnya, program-program tayangan televisi harus merepresentasikan kepentingan publik terkait unsur-unsur diversity atau keragaman, baik itu keragaman isi maupun perspektif dan narasumber. Seperti dikemukakan Croteau dan Hoynes (2006;33-34) bahwa public interest lebih merujuk pada parameter-parameter yang menunjukkan apa yang harus dilakukan media massa untuk melayani kepentingan publik. Parameterparameter tersebut yakni dengan memperbanyak keragaman dan menghindari homogenitas (promoting diversity, avoiding homogeneity) dan memberikan informasi yang substantif dan hiburan yang inovatif (substantive information and innovative entertainment).
10
Curran (1991:103) juga menekankan bahwa kepentingan publik yang dibangun oleh sistem media haruslah dilandasi atas nilai-nilai keberagaman dan perspektif-perspektif yang seimbang. Media seyogyanya memungkinkan setiap individu ‘menerjemahkan’ pengalaman-pengalaman sosial mereka dan kritis terhadap gagasan-gagasan budaya dominan. Dalam konteks masyarakat demokrasi, juga menghendaki media bertindak sebagai agen representasi yang menyajikan pandangan-pandangan alternatif kelompok atau organisasi di masyarakat. Komitmen yang tinggi terhadap kepentingan publik, tidak hanya ditunjukkan oleh seberapa jauh media Fajar TV menyorot isu-isu kepentingan publik. Tetapi, lebih penting lagi yakni dengan menyajikan durasi dan frekuensi tayangan yang proporsional yang bisa diterima oleh publik dengan baik. Dengan total 18 jam siaran per hari, manajemen Fajar TV mengalokasikan 11 jam untuk program Home Shopping, dan sisa durasi yang 6 jam harus dibagi dengan program informasi dan hiburan lainnya. Dengan kondisi tersebut di atas, jelas akan sulit bagi Fajar TV untuk mengembangkan potensi, visi dan misi sebagai institusi sosial. Dengan jangkauan siaran yang cukup luas (pada 2011 sudah mencapai 20KW) dan content informatif yang dimiliki, maka Fajar TV mumpuni menjadi sebuah ruang publik yang dapat menjalankan fungsinya dan bersentuhan langsung dengan wilayah publik, seperti yang dikemukakan Habermas (Croteau dan Hoynes, 2006:22), bahwa media massa sangat bisa berkontribusi proses-proses demokrasi di masyarakat melalui ruang yang terbuka luas untuk berlangsungnya dialog-dialog publik. Meski kepentingan private penyelenggara media tampaknya juga sulit untuk diabaikan. Bagaimanapun, Fajar TV tentu saja tidak bisa menghindar dari karakternya sebagai institusi ekonomi yang berorientasi profit. Untuk itu, kepentingan inilah yang harus ditampilkan secara terbuka namun tetap dikesampingkan di bawah kepentingan publik. Seperti dikemukakan McQuail dalam Curran dan Gurrevitch (1991:70) bahwa hal pokok dari kerangka normatif mengenai konsep public interest adalah asumsi dasar bahwa media melayani kepentingan publik atau kesejahteraan sosial baik direncanakan atau karena adanya peluang. Artinya bahwa media massa tidak sama dengan industri yang lain, khususnya dalam kehidupan politik dan budaya. Media memiliki pertanggungjawaban secara legitimasi apa yang mereka bisa lakukan atau yang tidak bisa dilakukan. Selanjutnya, terkait jurnalisme penyiaran TV Fajar TV, menunjukkan bahwa proses news discovery (aktivitas menemukan berita), news selection (aktivitas menyeleksi berita), dan news reporting (aktivitas menyajikan atau melaporkan berita) dalam ruang redaksi jelas sangat dipengaruhi oleh lingkungan organisasi media Fajar TV dan bagaimana pengorganisasian redaksi berita Fajar TV berjalan. Seperti yang dikatakan Achmad (1990:61), bahwa sebelum disiarkan oleh media (time of newsbreak), banyak ’kekuatan’ yang bekerja dalam proses menuju kepada penyajian berita. Lazim dalam redaksi berita media manapun, seorang pemimpin redaksi secara khusus menempatkan satu atau dua perencanaan liputan berita tertentu
11
yang dianggap penting. Namun, hal ini juga sangat tergantung pada kekuatan redaksi media bersangkutan. Lemahnya manajemen redaksi Fajar TV dalam pengorganisasian berita ditunjukkan oleh minimnya aktivitas penemuan berita yang sifatnya highly active discovery. Dalam hal ini, redaksi Fajar TV belum memaksimalkan upaya-upaya untuk mendorong aktivitas penemuan berita yang lebih terorganisir dan lebih profesional. Meski, pemred Fajar TV tampaknya memberikan kebebasan bagi reporter/kamerawan untuk meng-explored ketajaman dalam mengendus informasi dan peristiwa yang bisa menjadi isu liputan berita. Namun, hasil analisis data casual interview penelitian menunjukkan sulitnya menemukan isu liputan berita yang benar-benar orisinal, yang dilakukan dengan mengandalkan daya ketajaman dan kepekaan jurnalistik reporter/kamerawan Fajar TV sendiri. Tidak maksimalnya upaya-upaya manajemen Fajar TV terutama di redaksi pemberitaan sendiri adalah murni terkait persoalan-persoalan bisnis. Artinya apa, bahwa manajemen Fajar TV bukan tidak memberikan perhatian dan dukungan khusus di redaksi pemberitaan Fajar TV. Melainkan, memang ada pertimbangan ekonomi di dalamnya. Aktivitas manajemen Fajar TV terkait isu jurnalistik yang cukup aktif namun cenderung pasif, pada dasarnya menunjukkan adanya penekanan efisiensi/ekonomi yang mungkin timbul karena kebutuhan untuk menghemat biaya, menghindari konflik, dan menjamin keberlangsungan serta pemasokan berita. Puluhan peristiwa terjadi di Makassar dan di kota-kota sekitarnya seperti Sungguminasa dan Maros. Memang tidak semua peristiwa tersebut layak menjadi sebuah berita, terkait prinsip-prinsip jurnalistik dan nilai berita (news value) itu sendiri. Seberapa banyak peristiwa tersebut di-cover, sepenuhnya adalah soal bagaimana kebijakan manajemen redaksi Fajar TV mengatur hal ini. Makin banyak peristiwa yang ingin di-cover, makin besar sumber daya yang harus dikerahkan oleh redaksi Fajar TV. Dari sisi ekonomi, penambahan sumber daya sama halnya dengan penambahan cost. Hal ini, tentu menjadi sebuah pertimbangan khusus oleh manajemen Fajar TV. Performa Organisasi Media Penyiaran Televisi FAJAR TV di antara Kepentingan Bisnis dan Idealisme. Secara konsep, visi dan misi Fajar TV cukup jelas dan menunjukkan bagaimana Fajar TV sebagai perusahaan media penyiaran televisi komersial tetap memiliki tanggung jawab sosial kepada masyarakat khususnya di Sulsel. Kendati demikian, manajemen Fajar TV tampak belum bisa merumuskan dengan baik tujuan-tujuan khusus dan umum yang ingin mereka capai untuk selanjutnya dikembangkan menjadi sebuah rencana strategis. Tujuan-tujuan inilah yang harus diketahui dan dipahami untuk diimplementasikan bersama-sama seluruh tim kerja Fajar TV. Hal ini sangat penting dilakukan, untuk menghindari organisasi menggunakan sumber daya secara tidak efektif dan tidak efisien. Dengan demikian, terdapat koordinasi yang baik dari berbagai aktivitas yang dilakukan
12
oleh setiap divisi dalam organisasi Fajar TV dan individu karyawan dengan tujuan utama Fajar TV sendiri. Sulitnya menjaga kontinuitas program-program acara di Fajar TV, juga terkait langsung dengan persoalan sponsorship atau pengiklan. Meskipun, ada program acara Fajar TV yang dianggap berkualitas, jika tidak ada sponsor atau iklan yang masuk maka sulit untuk dipertahankan. Walhasil, setiap program acara yang akan diproduksi sedapat mungkin diminati oleh pengiklan, sekaligus menarik perhatian audiens. Hubungan ini digambarkan oleh ekonom media, Robert G. Picard (1989:18) sebagai ‘an explicit exchange’, dimana advertisers membayar perhatian audiens publik yang ‘dijual’ oleh media melalui rating program televisi. Demikian halnya secara ekonomi, meski pendapatan iklan rata-rata mencapai 50% sampai 70% target pendapatan iklan (target pendapatan iklan pada 2010 yakni Rp 4 miliar rupiah per bulan), kemudian dengan operasional cost sekitar Rp 400 juta hingga Rp 500 juta rupiah, namun manajemen Fajar TV tampaknya belum mampu memaksimalkan upaya untuk mengatasi keterbatasan atau kendala terkait minimnya kuantitas dan kualitas SDM, serta teknologi peralatan penyiaran televisi yang masih sederhana. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil analisis pada aspek dorongan pasar, kepentingan publik dan jurnalistik penyiaran televisi, aktivitas manajemen Fajar TV saat ini cenderung tampaknya lebih besar dimotivasi oleh kepentingan bisnis. Meski, kebijakan yang diambil terkait konflik bisnis dan idealisme misalnya soal masuknya program home shooping dan dipangkasnya program berita Fajar Pagi dan Fajar Malam, tidak lepas dari pertimbangan kepentingan idealisme yakni untuk lebih memfokuskan sumber daya dalam meningkatkan kualitas program berita Fajar Malam, namun hingga masa penelitian berakhir peneliti belum menemukan fakta atau bukti yang kuat adanya peningkatan kualitas lebih baik dari program berita Fajar Malam sebelumnya. Walaupun, di satu sisi manajemen Fajar TV berkomitmen kuat menyajikan informasi dan hiburan yang berkualitas daerah Sulsel. Namun, di sisi lain manajemen Fajar TV tampaknya masih sulit membatasi aktivitas-aktivitas terkait kepentingan bisnis. Kondisi-kondisi nyata yang dihadapi manajemen Fajar TV dalam operasionalisasinya, sangat mempengaruhi kuatnya kepentingan pihakpihak tertentu, secara internal dan eksternal. Untuk itu, peneliti menganggap manajemen Fajar TV, perlu betul-betul memahami kembali visi dan misinya, untuk selanjutnya mengimplementasikan dengan baik hakikat keberadaan Fajar TV sebagai sebuah institusi sosial sekaligus institusi bisnis. Sebagai media yang ‘lahir’ di wilayah publik, semua kategori penyelenggaraan siaran TV sesungguhnya mengemban tanggung jawab untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas stakeholders-nya. Walaupun Fajar TV bersifat komersial, namun etika jurnalistik tetap berlaku sebagai bagian dari akuntablitas Fajar TV terhadap publik Sulsel, khususnya warga kota Makassar.
13
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Aktivitas-aktivitas manajemen media terkait isu-isu dorongan pasar, isu-isu kepentingan publik, dan isu-isu jurnalisme penyiaran televisi menunjukkan kecenderungan kuat pada aktivitas media yang berorientasi bisnis (market oriented). Hal ini, tidak lepas dari pengaruh-pengaruh hubungan eksternal dan internal lingkungan organisasi media Fajar TV, terutama hubungan dengan pemilik (owner), pengiklan (advertiser), dan sponsor. Manajemen Fajar TV cenderung lebih banyak menggunakan rasionalitas ekonomi dalam setiap kebijakannya. Manajemen redaksi tidak hanya melihat soal isu liputan atau peristiwa yang menarik perhatian audiens dan pengiklan saja, tapi juga pada soal pembatasan biaya atau cost liputan. 2. Organisasi media Fajar TV belum mampu menunjukkan performa organisasi media yang diharapkan. Ketidakmampuan merumuskan secara jelas visi misi organisasi media Fajar TV ke dalam tujuan-tujuan ekonomi, pelayanan publik, dan tujuan personal, berdampak pada tidak efisien dan efektifnya kinerja organisasi media Fajar TV, sehingga sulit mengembangkan profesionalisme media baik sebagai institusi sosial maupun institusi ekonomi. Meski demikian, hasil penelitian ini tidak cukup membuktikan bahwa kecenderungan yang kuat pada kepentingan bisnis berarti mengabaikan sama sekali aspek kepentingan publik di dalamnya ataupun sebaliknya memberikan efek yang simultan pada terpenuhinya kepentingan publik dan berpengaruh pada efisiensi dan efektifitas performa organisasi media penyiaran Fajar TV. Aktivitas-aktivitas yang cenderung mengarah pada kepentingan bisnis lebih merupakan sebuah pilihan kebijakan strategis manajemen Fajar TV dalam upayanya untuk bisa tetap survive di industri penyiaran televisi di daerah Sulsel. Saran 1. Hendaknya organisasi media penyiaran televisi ‘lokal’ di daerah seperti Fajar TV, perlu menegaskan visi misinya untuk menjadi televisi berita atau televisi hiburan. Kalaupun, memposisikan sebagai televisi berita dan hiburan, sangat penting mengedepankan profesionalisme di masing-masing bagian dengan tetap menempatkan kepentingan publik di atas segalanya. 2. Manajemen Fajar TV harus mampu menerjemahkan visi misinya ke seluruh karyawan di divisi organisasi Fajar TV, ke dalam rumusan tujuan-tujuan ekonomi, kepentingan publik dan kepentingan pribadi yang jelas, tegas dan bersinergi. Sehingga, manajemen Fajar TV mampu mengalokasikan seluruh sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. 3. Manajemen Fajar TV perlu menyadari filosofi dasar penyiaran adalah untuk kepentingan publik, karena ‘lahir’ di wilayah publik, maka semua kategori penyelenggaraan siaran TV sesungguhnya mengemban tanggung jawab untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas stakeholders-nya. Sehingga, setiap kebijaksanaan yang ditetapkan senantiasa mempertimbangkan kepentingan
14
publik di dalamnya. Walaupun Fajar TV bersifat komersial, namun etika jurnalistik tetap berlaku sebagai bagian dari akuntablitas Fajar TV terhadap publik Sulsel, khususnya warga kota Makassar. 4. Hendaknya manajemen Fajar TV tidak terjebak oleh kondisi struktur pasar industri televisi tanah air yang cenderung terkonsentrasi dan homogen. Keunggulan sebagai media penyiaran lokal sebaiknya menjadi strategi khusus menghadapi struktur pasar industri televisi yang oligopoli. 5. Kiranya, tagline ’100 persen Sulsel’ jangan hanya sekedar menjadi jargon saja, melainkan dijadikan sebagai sebuah brand media Fajar TV yang betulbetul tertanam di persepsi khalayak penonton bahwa Fajar TV memang pantas menjadi ikon informasi dan hiburan yang memiliki karakter kuat dan berciri khas lokal daerah Sulsel. DAFTAR PUSTAKA Achmad. A.S. 1990. Manusia dan Informasi. Ujung Pandang:Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Albarran, A. B., Chan-Olmsted, S. M., and Michael O. Wirth. 2006. Handbook of Media Management and Economics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Albarran, Alan B. 1996. Media Economics; Understanding Markets, Industries and Concepts. Ames, Iowa: Iowa state University Press. Croteau, David., and William, Hoynes. 2006. The Business of Media: Corporate Media and The Public Interest. Edisi ke-2. California: Pine Forge Press. Dominick, Joseph R. 2005. The Dynamics Of Mass Communication: Media In The Digital Age. Edisi ke-8. McGraw-Hill, New York-USA. Littlejohn, Stephen W., and Karen A. Foss. 2005. Theories of Human Communication. Edisi ke-8. Canada: Thomson Wadsworth, Belmont-USA. McCavitt, William E., and Peter K. Pringle. 1991. Electronic Media Management. Boston-London: Focal Press. McManus, John H. 1994. Market-Driven Journalism: Let the Citizen Beware. London: SAGE Publication Ltd. McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Terjemahan. Edisi ke-2. Surabaya: Erlangga. ____________. 1992. Media Performance: Mass Communication and The Public Interest. London: SAGE Publication Ltd. ____________. 2005. Mass Communication Theory. Edisi ke-5. London: SAGE Publication Ltd. Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan. Jakarta: UI-Press. Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Schramm, Wilbur. 1963. Mass Communication. Urbana: University of Illinois Press.
15
Lain-lain Muis, A. 2001. Media Penyiaran dalam Perspektif Komunikasi dan Hukum. Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI). No. 6-November 2001. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Siregar, Ahmad E. 2009. Kajian dan Posisi Manajemen Media serta Peta Media di Indonesia. Makalah dalam Simposium Nasional Kajian Media 2009. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. SK, Ishadi. 2009. Kajian Empirik Manajemen Media Televisi. Makalah dalam Simposium Nasional Kajian Media 2009.Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. 2007. Bandung. PT. Citra Umbara.