1 PENDAHULUAN PERTUMBUHAN EKONOMI MERUPAKAN SALAH SATU

Download tingkat pertumbuhan produk nasional, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) u...

0 downloads 478 Views 183KB Size
1 PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada dasarnya aktifitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Proses ini akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat. Indikator yang digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan produk nasional, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota (Susanti, 2000: 23). Selama periode tahun 1993 – 1997 pertumbuhan ekonomi regional Sumatera Selatan telah meningkat rata-rata sebesar 3,77 persen per tahun. Pada tahun 1998, ekonomi regional Sumatera Selatan secara riil mengalami kemunduran sebesar 6,81 persen akibat adanya krisis ekonomi nasional. Keadaan ini masih lebih baik dibandingkan dengan perkembangan ekonomi nasional dengan perkembangan ekonomi nasional yang mengalami penurunan sebesar 13,13 persen. Pada tahun 1999 ekonomi regional Sumatera Selatan meningkat kembali sebesar 3,18 persen dan pada tahun 2003 mengalami kenaikan sekitar 4,52 persen (BPS, 2003: 444).

2 Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Selatan Tahun 1993 – 2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Dan Harga Berlaku (dalam juta rupiah)

Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

PDRB Atas Dasar Atas Dasar Harga Konstan Harga Berlaku 10.736.165 10.736.165 11.515.288 12.062.000 12.515.761 14.513.000 13.521.163 16.967.000 14.207.488 20.156.022 13.239.321 33.071.513 13.659.787 36.036.445 12.046.769 39.233.229 12.312.419 44.054.539 12.775.365 49.104.506 13.352.812 54.748.216

Pertumbuhan (%) Atas Dasar Atas Dasar Harga Konstan Harga Berlaku 7,26 12,35 8,69 20,32 8,03 16,91 5,08 18,80 - 6,81 64,08 3,18 8,97 - 11,81 8,87 2,21 12,29 3,76 11,46 4,52 11,49

Sumber : Sumatera Selatan Dalam Angka, berbagai edisi, (diolah) Salah satu unsur yang penting dan menjadi faktor positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar akan meningkatkan luasnya pasar domestik. Namun kenyataan yang terjadi pertumbuhan penduduk yang sangat cepat juga akan memberikan efek negatif terhadap perkembangan ekonomi, sehingga diperlukan sistem perekonomian yang mampu untuk menyerap dan secara produktif mempekerjakan tambahan tenaga tersebut. (Todaro, 2004: 322). Mengenai ketenagakerjaan dan lapangan usaha penduduk Sumatera Selatan tahun 2003 dapat dijelaskan dalam Tabel 2. Berdasarkan persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha maka penduduk Sumatera Selatan terbanyak bekerja pada sektor Pertanian, yaitu 66,02 persen yang menikmati lebih kurang 20,70 persen dari total PDRB. Kemudian 0,78 persen yang

3 bekerja di sektor Pertambangan dan penggalian, menikmati hampir 15,66 persen dari total PDRB. Jasa-jasa sebanyak 7,33 persen dapat menikmati 6,77 persen dari total PDRB. Tabel 2 Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Lapangan Usaha dan Kontribusi Lapangan Usaha Penduduk terhadap PDRB tahun 2003 di Provinsi Sumatera Selatan Lapangan Usaha/Sektor Penduduk yang Bekerja 1. Pertanian 66,02 2. Pertambangan & Penggalian 0,78 3. Industri Manufaktur 4,60 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,09 5. Bangunan 4,07 6. Perdagangan, Restoran & Hotel 12,60 7. Pengangkutan dan Komunikasi 4,06 8. Keuangan dan Persewaan 0,43 9. Jasa-jasa 7,33 Jumlah 100,00 Sumber : BPS (Susenas, PDRB 2003) dan hasil olahan

PDRB 20,70 15,66 21,19 0,78 6,02 19,53 5,53 3,82 6,77 100,00

Dengan demikian sebenarnya ketidakmerataan sektoral (ketimpangan) tercermin dari proporsi tenaga kerja dan PDRB yang tidak merata, sehingga Sumatera Selatan masih harus mengembangkan semua potensinya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diikuti dengan pembagian pendapatan yang merata, tidak hanya untuk individu, tetapi juga antar sektor ekonomi dan antar wilayah. Proses inilah yang disebut dengan proses ke arah konvergensi (pemerataan pembangunan) yang masih harus dilaksanakan. Konvergensi ekonomi antar daerah merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam pembangunan daerah. Dengan analisis konvergensi maka penyebaran pendapatan per kapita seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera dapat diketahui semakin merata atau tidak. Parameter yang digunakan dalam konvergensi ekonomi antara lain adalah

4 pendapatan per kapita kabupaten/kota terhadap pendapatan per kapita provinsi. Ekonom Neo-Klasik mengatakan adanya keseimbangan jangka panjang (steady state), dimana kondisi ini akan tercapai apabila tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita, kapital per kapita dan tenaga kerja per kapita mempunyai pertumbuhan yang konstan. Seperti yang dinyatakan Boediono (1992: 1) bahwa laju pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, penekanan pada proses karena mengandung unsur dinamis, perubahan atau pengembangan. Oleh karena itu pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama satu tahun. Konvergensi ekonomi di Sumatera Selatan ini akan tercapai apabila terjadi proses konvergensi ekonomi pada daerah-daerah di Sumatera Selatan melalui pertumbuhan pendapatan per kapita yang meningkat. Untuk mendorong terciptanya konvergensi tersebut, maka diperlukan investasi pada sektor-sektor yang tepat dan kemungkinan adanya faktor lain yang perlu diidentifikasi untuk mempercepat proses tersebut. Dengan demikian, pemikiran ini dapat dikembangkan lebih luas ke skala mikro ekonomi dalam program pengembangan wilayah di daerah-daerah melalui mobilitas sumber daya, hasil produksi barang dan atau jasa serta perdagangan daerah secara dinamis. Dari uraian-uraian terdahulu maka permasalahan yang akan diteliti adalah : (1). Bagaimanakah kecenderungan terjadinya konvergensi ekonomi antar daerah di Sumatera Selatan. (2). Berapa besar pengaruh faktor-faktor terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan ?

1.3. Tujuan Penelitian

5 Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis kecenderungan terjadinya konvergensi ekonomi antar daerah di Sumatera Selatan. 2. Menganalisis pengaruh faktor-faktor terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatatan ?

TINJAUAN PUSTAKA Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Konvergensi Menurut pandangan para ekonom Klasik antara lain Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Stuart Mill, maupun ekonom Neo-Klasik antara lain Robert Solow dan Trevor Swan, pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu (a) jumlah penduduk, (b) jumlah stok barang modal, (c) luas tanah dan kekayaan alam, dan (d) tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno, 1985: 273). Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output per kapita harus dilihat dan dianalisis dari output total disatu pihak dan jumlah penduduk dilain pihak (Boediono, 1992: 2). Teori pertumbuhan Neo-Klasik memusatkan perhatian pada pertumbuhan output bersumber dari kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal (melalui tabungan dan investasi) serta penyempurnaan teknologi (Todaro, 2004: 151).

6 Salah satu asumsi yang melandasi model Neo-Klasik adalah bahwa semua tabungan masyarakat diinvestasikan sehingga S = I. Dalam jangka panjang investasi akan menambah stok kapital (misalnya, pabrik-pabrik, jalan-jalan, dan sebagainya). Jadi I = ∆K, dimana K adalah stok kapital dalam masyarakat. Proses pertumbuhan dalam model Neo-Klasik selalu memenuhi syarat warranted rate of growth (gw), yaitu laju pertumbuhan yang menjamin keseimbangan

output antara output potensial dan

permintaan agregat (atau secara umum yang menjamin keseimbangan di pasar barang) dalam jangka panjang. Menurut Harrod-Domar, persamaan yang menunjukkan warranted rate of growth (gw) adalah : Z = Qp ...............................................................................................

(1)

diketahui: ∆Qp= hK ............................................................................................. (2) dimana: Z Qp h I

= = = =

permintaan agregat output potensial yang bisa dihasilkan dengan stok kapital yang ada unit output yang dapat dihasilkan dari setiap unit kapital Investasi

Selanjutnya penambahan kapasitas ini akan meningkatkan output potensial sebesar: ∆Qp= h ∆ K = h I ..............................................................................

(3)

Semakin besar I, semakin besar tambahan output potensial. Dari teori multiplier bahwa tingkat Investasi menyebabkan tingkat permintaan agregat sebesar: Z =

1 I = 1 I ............................................................................ (4) 1- c s Kalau persamaan ∆Z= hI dibagi dengan persamaan (3) akan diperoleh:

7 ∆Z = sh = ∆Qp = gw ............................................................................ (5) Z Qp

Dalam jangka panjang, keadaan yang paling ideal adalah perekonomian tumbuh pada jalur warranted rate of growth dan sekaligus juga pada jalur natural rate of growth (gn). Natural rate of growth bisa diartikan sebagai laju pertumbuhan ekonomi yang diisyaratkan oleh pasar tenaga kerja, agar tidak ada tenaga kerja yang menganggur (full employment). Dengan persamaan sebagai berikut: gn = ∆N = ∆Qn = p + t .................................................................. N Qn dimana : Qn N p t

(6)

= tingkat output potensial yang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang tersedia = jumlah tenaga kerja yang tersedia = laju pertumbuhan penduduk = laju kemajuan teknologi

Dalam teori pertumbuhan, posisi keseimbangan jangka panjang semacam ini disebut steady state growth. Ciri dari steady state growth adalah semua variabel (I, Qp, Z, K, N, Qn) tumbuh dengan laju yang sama yaitu dengan laju gn=gw (Boediono,

1992:

57-59). Sementara model pertumbuhan Neo-Klasik dari Solow mengembangkan formulasi Harrod-Domar dengan memasukkan unsur kemajuan teknologi yang merupakan variabel eksogen. Jika diasumsikan bahwa tingkat kemajuan teknik adalah fungsi waktu, maka fungsi produksi model pertumbuhan mantap menurut Richardson (1978 : 139) adalah: Yi = f (Ka, Lb, t) ............................................................................ dimana:

(7)

8 Yi K L t a b

= = = = = =

output regional ke-i modal tenaga kerja teknologi produk marjinal modal produk marjinal tenaga kerja

dari fungsi produksi dapat diturunkan menjadi persamaan pertumbuhan regional yaitu: dimana: yi ki Ii ti a (1-a)

= = = = = =

tingkat pertumbuhan output region i tingkat pertumbuhan modal di region i tingkat pertumbuhan tenaga kerja di region i tingkat pertumbuhan teknik di region i bagian yang dihasilkan oleh faktor modal bagian pendapatan yang dihasilkan oleh tenaga kerja

jika perubahan modal berasal dari saving dibagi capital output ratio kemudian ditambah atau dikurangi dari migrasi modal maka persamaannya: ki = si ± ∑K ji .............................................................................. . vi j dimana: ki si vi Kij

= = = =

(8)

perubahan modal di region i tabungan, income ratio capital output ratio migrasi modal antar region

Jika perubahan tenaga kerja berasal dari jumlah tenaga kerja di suatu region kemudian ditambah atau dikurangi migrasi tenaga kerja dari/ke region lain, maka persamaannya: li = ni ± ∑mij ................................................................................

(9)

j

dimana: li = perubahan tenaga kerja di region i ni = jumlah tenaga kerja di region i mij = migrasi tenaga kerja dari region j ke i Apabila migrasi modal merupakan fungsi dari bagian yang dihasilkan oleh rate of return to capital, ditunjukkan oleh adanya migrasi modal dari region j kepada region i, dengan persamaan:

9 kji = f i (rj - ri) .................................................................................

(10)

dimana: kji = pergeseran modal dari region j ke region i ri = rate of return to capital di region i rj = rate of return to capital di region j Untuk tenaga kerja terjadi pula pergeseran regional tenaga kerja yang merupakan fungsi dari besarnya tingkat upah riil suatu region. mij = f i (wi - wj) ...............................................................................

(11)

dimana: mij = pergeseran tenaga kerja antar region wi = tingkat upah di region i wj = tingkat upah di region j Apabila s adalah saving/income ratio, v adalah capital output ratio, a adalah bagian yang dihasilkan oleh faktor modal atau produk marjinal modal dan dengan asumsi constan return to scale, maka bagian (1-a) adalah bagian pendapatan yang dihasilkan oleh tenaga kerja atau produk marjinal tenaga kerja akan diperoleh persamaan: ∆Y x K = MPK = r ........................................................................ ∆K Y

(12)

∆Y x L = MPL = w ........................................................................ ∆L Y

(13)

Model

Neo-Klasik

menghendaki

pertumbuhan

kapasitas

penuh

dengan

mekanisme yang dapat menyamakan investasi dengan tabungan full employment. Syarat pertumbuhan yang mantap dapat diperoleh bila yi sama dengan ki, ditentukan oleh m yang sudah given (tertentu) dan a yang konstan, sehingga Y dan K tumbuh dengan tingkat yang sama, maka :

10 mi = r i = a i Y i ............................................................................... Ki

(14)

Apabila disubsitusikan yi kedalam persamaan (7) maka diperoleh persamaan:

yi = k i =

1 + li 1 - ai

..................................................................

(15)

Untuk mencapai pertumbuhan yang mantap maka yi harus sama juga dengan yj. Perbedaan-perbedaan inter-regional dalam tingkat kemajuan teknik dan pertumbuhan penduduk mungkin diimbangi dengan perbedaan dalam ratio modal output yang mengakibatkan berubahnya a. Dapat disesuaikannya K/Y ini merupakan ciri model NeoKlasik (Panorama, 2002:18). Sementara itu, model Neo-Klasik mengemukakan pula tentang mobilitas faktor produksi, baik modal maupun tenaga kerja, pada permulaan proses pembangunan adalah kurang lancar. Akibatnya pada saat itu modal dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga ketimpangan pembangunan cenderung melebar (Divergence). Akan tetapi bila proses pembangunan terus berlanjut, dengan semakin baiknya prasarana dan fasilitas komunikasi, maka mobilitas modal dan tenaga kerja tersebut akan semakin lancar. Dengan demikian, nantinya setelah negara yang bersangkutan

telah

maju,

maka

ketimpangan

pembangunan

akan

berkurang

(Convergence). Perkiraan ini kemudian dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik. Berkaitan

dengan

pertumbuhan

dan

konvergensi,

Abramovitz

(1985)

mengemukakan bahwa negara-negara dengan tingkat produktivitas rendah memiliki potensi besar untuk mencapai laju pertumbuhan tinggi. Meskipun begitu, potensi pertumbuhan akan melemah bila tingkat produktivitas tersebut mendekati tingkat

11 produktivitas negara yang menjadi patokannya. Hal ini menunjukkan terjadinya proses mengejar ketinggalan. Apabila ketimpangan pembangunan regional terus meningkat seiring dengan peningkatan proses pembangunan. Ini berarti proses konvergensi tidak terjadi, seperti yang dikemukakan model Neo Klasik tetapi lebih sesuai dengan model yang dikemukakan oleh Kaldor yaitu Model Penyebab Kumulatif (Cumulatif Causation Model) . Model Penyebab Berkumulatif tidak percaya pemerataan pembangunan antar daerah akan dicapai dengan sendirinya berdasarkan mekanisme pasar. Menurut model ini, ketimpangan pembangunan regional hanya akan dapat dikurangi melalui program pemerintah. Apabila hanya diserahkan pada mekanisme pasar, maka ketimpangan regional akan terus meningkat seiring dengan peningkatan proses pembangunan. Analisis ini dapat dipresentasikan melalui Gambar 1 Pada Gambar 1 ditunjukkan mengenai kurva G yang mewakili pertumbuhan ekonomi daerah. Titik keseimbangan tercapai pada titik E dimana kurva G berpotongan dengan garis bantu 450. Sebelum titik keseimbangan kurva G berada dibawah garis bantu 450

yang berarti sudutnya, g<1 dan h<1 pertumbuhan ekonomi daerah tidak

berkumulatif sehingga ketimpangan ekonomi daerah cenderung mengecil (Convergence). Akan tetapi di atas titik E, g>1 dan h>1, maka pertumbuhan ekonomi daerah berkumulatif sehingga cenderung melebar (Divergence) (Richardson, 1973: 149).

12 Yt+1

G’

450

g

ye

y0 y1 y2

y3

yt

h G Gambar 2.2. Pertumbuhan Penyebab Berkumulatif

Penelitian Sebelumnya Penelitian di bidang konvergensi ekonomi mulai banyak dilakukan sejak pertengahan 1980-an, diawali dengan penelitian dua kontributor utama, Boumol (1986) dan Abramovitz (1986). Saldanha (1997: 8-12) meneliti tentang pertumbuhan regional dan konvergensi di Indonesia antara 1971 hingga 1994. Penelitian dilakukan pada 26 propinsi di Indonesia, tidak termasuk Timor-Timur. Penelitian ini menggunakan tiga ukuran konvergensi, yaitu konvergensi-σ, diindikasikan oleh penurunan deviasi standar PDB perkapita. Hasil penelitian yang diperoleh adalah deviasi standar PDB per kapita antar propinsi di Indonesia telah menurun dari 0,2082 di tahun 1971 menjadi 0,1604 pada tahun 1994. Kedua

konvergensi- untuk periode sampel bernilai negatif dan signifikan secara

statistik yang mengindikasikan adanya bukti terjadi konvergensi- di Indonesia. Ketiga

13 konvergensi-β dengan memadukan variabel kontrol yakni kondisi awal anggaran belanja negara, angka harapan hidup, dan tingkat partisipasi sekolah menengah pertama. Dari hasil penelitian ini ditemukan bukti terjadinya konvergensi sementara periode 1980an menunjukkan divergensi meskipun tidak signifikan, setelah dikontrol dengan variabel lainnya, kecenderungan menuju divergensi. Penelitian Wibisono (2003: 64-78) juga menggunakan dua ukuran konvergensi di Indonesia : β- convergence dan σ- convergence serta menggunakan Indeks Theil. Studi empiris mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan dilakukan oleh Tarwiyanto (1998: 76-77) kurun waktu tahun 1979-1996. Hasil studi Ardi (2003: 38-48) mengenai prospek konvergensi ekonomi antar daerah dalam era otonomi khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 1983 – 2000 menunjukkan adanya tren konvergensi ekonomi dari PDRB per kapita dari kabupaten-kabupaten terhadap PDRB per kapita provinsi di Nanggroe Aceh Darussalam, dengan angka banding PDRB per kapita dari kabupaten terkaya dengan kabupaten termiskin sebesar 12,39 pada tahun 1983 menjadi sekitar 7,28 pada tahun 2000

14 Kerangka Pikir Faktor-faktor : - Angkatan Kerja - Tabungan Masyarakat - Tabungan Pemerintah - Investasi Swasta - Tingkat Bunga Pinjaman - Tingkat Bunga Simpanan

Pertumbuhan Ekonomi

KONVERGENSI

Gambar 2 Model Kerangka Pikir Analisis Konvergensi Antar Daerah di Sumatera Selatan

2.4. Hipotesis Hipotesis penelitian adalah (1). Konvergensi ekonomi cenderung telah terjadi pada daerah-daerah di Sumatera Selatan sesuai dengan hipotesis Neo-Klasik. (2). Faktorfaktor angkatan kerja, tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, investasi swasta, tingkat bunga pinjaman, dan tingkat bunga simpanan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan.

METODE PENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada masalah yang berhubungan dengan konvergensi dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan, faktor-faktor yang mempengaruhinya. Variabel yang digunakan dalam model konvergensi adalah

15 pendapatan per kapita menurut kabupaten/kota di Sumatera Selatan, investasi swasta, belanja rutin daerah, dan inflasi regional. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan antara lain, angkatan kerja, tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, investasi swasta, dan tingkat bunga pinjaman, dan tingkat bunga simpanan di Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten/Kota yang akan diteliti adalah : (1). Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), (2). Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), (3). Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA), (4). Kabupaten Musi Rawas (MURA), (5). Kabupaten Muara Enim, (6). Kabupaten Lahat, dan (7). Kota Palembang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi/lembaga yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti antara lain: Badan Pusat Statistik Kabupaten dan Provinsi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), BKPMD, Bank Indonesia dan lain-lain. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka dan metode dokumentasi. Metode studi pustaka adalah yang bersumber dari kepustakaan yang berupa literatur, tulisan ilmiah, maupun artikel. Metode dokumentasi merupakan data yang dikumpulkan dari instansi atau lembaga yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti, studi pustaka dan penelitian sebelumnya secara deskriptif. Selain itu dalam penelitian ini akan dipisahkan pula analisis konvergensi sebelum terjadinya krisis ekonomi dan pada waktu terjadinya krisis ekonomi yang dianggap juga berpengaruh terhadap analisis konvergensi ekonomi antar daerah di Sumatera Selatan

16 adalah krisis ekonomi. Untuk memformulasikannya masih tetap menggunakan model konvergensi ekonomi antar daerah tersebut. Teknik analisis yang digunakan adalah : (1). Analisis Kecenderungan Terjadinya Konvergensi Ekonomi digunakan dua ukuran konvergensi yang dipergunakan oleh Saldanha didalam penelitiannya tahun 1997. Pertama konvergensi- atau konvergensi absolut atau konvergensi tidak bersyarat (unconditional convergence) diukur oleh koefisien tingkat awal PDRB jika laju pertumbuhan PDRB per kapita diregresi terhadap tingkat awal PDRB per kapita. Persamaan konvergensi- dapat ditulis secara lebih sederhana sebagai berikut (Wibisono, 2003: 59). log

Y / Y / T  a  b logY  ................................................... i ,0

i ,T

i ,0

(17)

dimana : (Yi0 -Yi,T )/T Yi0 Yi,T T a b

= = = = =

= PDRB per kapita daerah i pada tahun awal sampel sampai dengan tahun T dibagi jangka waktu (PDRB per kapita ratarata). PDRB per kapita daerah i pada tahun awal sampel PDRB per kapita daerah i pada tahun T jangka waktu Intercept Slope Coeficient

Kedua konvergensi-β adalah koefisien tingkat awal PDRB per kapita jika laju pertumbuhan per tahun PDRB per kapita diregresi terhadap tingkat awal PDRB per kapita dengan memadukan variabel kontrol yakni kondisi awal anggaran belanja rutin daerah, investasi swasta daerah dan inflasi regional. Persamaan konvergensi-β dapat ditulis sebagai berikut. log

Y  Y / T  a  b logY   c logh  .................................. i ,0

i ,T

i ,0

i ,0

(18)

17 dimana hi,0 menunjukkan kondisi awal dari kondisi awal investasi di daerah i pada tahun T. Tanda titik-titik menunjukkan variabel lain atau variabel yang dianggap turut mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, seperti anggaran belanja rutin daerah, inflasi regional. Persamaan (17) dan (18) diregresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) diuji pada tingkat keyakinan sebesar 99 persen.

Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Selatan Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan ini dilakukan untuk menjawab permasalahan dan sekaligus menguji hipotesis kedua mengenai pengaruh faktor-faktor yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan. Pertumbuhan ekonomi dalam hal ini dilihat dari pertumbuhan pendapatan per kapita Provinsi Sumatera Selatan. Dalam penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan adalah sebagai berikut: (Tarwiyanto, 1998: 33-37). Yi = F (Li, Smi, Sgi, Isi) ......................................................................

(19)

dimana: Yi Li Smi Sgi Isi

= = = = =

Output riil Jumlah angkatan kerja di daerah i Tabungan masyarakat di daerah i Tabungan pemerintah daerah i Investasi swasta di daerah i

Dengan membagi kedua sisi persamaan (19) dengan jumlah penduduk total (P), akan diperoleh output per kapita per daerah (yi) dalam bentuk fungsi sebagai berikut: yi = f (li, smi, sgi, isi) ...........................................................................

(20)

18 dimana: yi li smi sgi isi

= = = = =

output riil Rasio angkatan kerja terhadap jumlah penduduk daerah i Tabungan masyarakat daerah i per kapita Tabungan pemerintah daerah i per kapita Investasi swasta daerah i per kapita

Diferensiasi total persamaan (20) akan menghasilkan: dy =f1 dl + f2 dsm + f3 dsg + f4 dis 

f

1

L d   P

f

2

 Sm  d   P 

f

3

 Sg  d    P 

f

4

 Is  d   ...................................... P

(21)

Bila :

 A  dA.B  A.dB dA dB A d     2 B B B B B

maka persamaan (21) dapat diubah menjadi:

dy 

f

f

1

 dL  L  dP   P   P  P      

 dSg  Sg  dP       3 P  P  P  

f

2

f

 dSm  Sm  dP   P   P  P        dIs  Is  dP      ........................................ 4 P  P  P  

(22)

dimana : f1 = df/dl, f2 = df/dsm, f3 = df/dsg, f4 = df/dis Diasumsikan bahwa fungsi produksi bersifat homogen linier (linearly homogeneous), sehingga semua koefisien sekaligus mencerminkan nilai produktivitas marjinal masing-masing faktor produksi yang digunakan. Jika masing-masing sisi persamaan (22) dibagi y, diperoleh persamaan yang menghubungkan tingkat pertumbuhan output dengan tingkat pertumbuhan angkatan kerja, proporsi tabungan masyarakat terhadap output, proporsi tabungan pemerintah daerah terhadap output, dan proporsi investasi swasta terhadap output.

19 dy  y

f f

dy  y

1

 dL / P  L / P dP / P     Y /P  

f

2

 dSm / P  Sm / P dP / P     Y /P  

 dSg / P  Sg / P dP / P     3 Y /P  

f

 dL    L      f 1    Y   Y 

f

f

1



f

 dSm  Sm     2  Sm  Y 

Dalam

f

penelitian

f

2

 Sm     Y 

 dIs / P  Is / P dP / P     ............... 4 Y /P  

3

 Sg    Y 

 dSg  Sg      3  Sg  Y    ini

f

diasumsikan

f

4

(23)

 Is  dP    Y  P

 dIs  Is      U ................ 4  Is  Y  bahwa

tabungan

(24)

masyarakat

(Sm)

mencerminkan arus investasi dan bahwa rasio tabungan masyarakat terhadap output riil (Sm/Y) bersifat “liniearly homogeneous” terhadap output riil. Sm/Y = Sm (Y,IS) ..............................................................................

(25)

D/Y = D (Yp,IP) ................................................................................ (26) Dimana: Y = PDRB Yp = PDBR per kapita IS = Tingkat bunga simpanan IP = Tingkat bunga pinjaman (investasi) Implikasi dari asumsi bahwa S/Y bersifat homogenitas linear (linearly homogeneous) adalah: Sm/Y = a1 Y – a2 S ............................................................................

(27)

D/Y = b1 Yp – b2 IP ......................................................................... (28) dimana:

a

1



Sm / Y  d Sm / Y  , a2 dY dIS

b

1



D / Y  d D / Y  , b2  dYp dIP

20 Dengan mensubstitusi persamaan (27) dan (28) kedalam persamaan (24) maka diperoleh:

dy  y

f

1

 dL  L    L       f 1     L  Y    Y 

 dSm   a1 Y  a 2 IS   2  Sm 

f

dy  y

2

2

 dSg  Sg      3  Sg  Y   

f

 dIs  Is    c1 Yp  b2 IP   U i ....(29) 4  Is  Y 

f

 Sg    3 Y  

 dL  L    L       f 1    1  L  Y    Y 

f

f a 



f

f

dSm   IS  Sm 

f

3

f

2

 Sm    2  Y 

 dSg  Sg       Sg  Y 

f c  4

1

3

 Sg    Y 

 Is  dP      Y  P 

 Sm     Y 

f

f

f

4

 Is  dP      4 Y  P   

f a  2

2

dSm  Y Sm 

dSm   IS  U i ......................... (30) Sm 

dy  dL   dP   dSm   1   + 2   + 3   - 4 IS + 5 y  L   P   Sm 

 dSg    - 6 IP +  Sg 

U

i

........ (31)

Untuk simplikasi persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut: PESSt = 1 PAKt + 2 PTMt + 3 IPt + 4 ISt + 5 PTPt + 6 Ismt + Ut ............... (32) dimana: PESSCt

= Pertumbuhan pendapatan perkapita Sumatera Selatan pada tahun t

PAKt

= Pertumbuhan angkatan kerja Sumatera Selatan pada tahun t

PTMt

= Pertumbuhan tabungan masyarakat Sumatera Selatan pada tahun t

IPt

= Tingkat bunga pinjaman (investasi) pada tahun t

ISt

= Tingkat bunga simpanan pada tahun t

PTPt

= Pertumbuhan tabungan pemerintah Sumatera Selatan pada tahun t

PTPt

= Pertumbuhan investasi swasta nasional Sumatera Selatan pada tahun t

Ut

= Kesalahan pengganggu (error term) Selanjutnya dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least

Squares/OLS) akan diperoleh koefisien regresi dari masing-masing variabel.

21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kecenderungan Konvergensi Ekonomi di Sumatera Selatan Kecenderungan Konvergensi- atau konvergensi absolut Kecenderungan konvergensi ekonomi di Sumatera Selatan yang ditelaah melalui perhitungan model konvergensi- atau konvergensi absolut atau konvergensi tidak bersyarat (unconditional convergence) yang digunakan untuk melihat koefisien tingkat Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) riil per kapita awal untuk setiap kabupaten/kota dengan cara laju pertumbuhan per tahun PDRB per kapita diregresikan terhadap log PDRB riil per kapita awal setiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan. Jika koefisien yang diperoleh dari hasil perhitungan regresi adalah negatif dan signifikan secara statistik

maka konvergensi- telah terjadi. Ini berarti proses

konvergensi telah terjadi di Sumatera Selatan. Namun apabila koefisien  yang diperoleh adalah positif dan signifikan secara statistik maka konvergensi- belum terjadi. Sesuai pula dengan model Neo Klasik yang mengemukakan bahwa pada permulaan proses pembangunan ditandai dengan mobilitas faktor produksi, baik modal maupun tenaga kerja adalah kurang lancar. Akibatnya pada saat itu modal dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga ketimpangan pembangunan cenderung melebar (divergence). Akan tetapi bila proses pembangunan terus berlanjut, dengan semakin baiknya prasarana dan fasilitas komunikasi, maka mobilitas modal dan tenaga kerja tersebut akan semakin lancar. Dengan demikian ketimpangan pembangunan akan berkurang (convergence).

22 Hasil perhitungan dengan model Konvergensi- untuk memberikan gambaran proses konvergensi di Sumatera Selatan dilakukan penelitian dengan jangka waktu 11 tahun (tahun 1993-2003) menggunakan satu variabel bebas yaitu PDRB per kapita awal diperoleh nilai koefisien  yang positif dan terbukti signifikan secara statistik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung =11,33 lebih besar dari nilai t-tabel = 4,032 dengan tingkat signifikansi 99 % ( = 1%) seperti yang ditunjukkan pada tabel 3. Dengan demikian berarti berlawanan dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Tabel 3 Hasil Estimasi Konvergensi  Dengan OLS (Tahun 1993- 2003) Variabel

Koefisien

t-hitung

Konstanta 1,9004 Log PDRB per kapita 0,87296 17,12 2 R = 0,9625 R2 adjusted = 0,9950 SE of Regression = 0,07703 DW-Statistik = 1, 7172 Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 1) Keterangan : S = Signifikan pada  = 1%.

t-tabel

Signifikan

4,032

S

Dari hasil regresi di atas, diperoleh persamaan sebagai berikut. Konvergensi- = 1,9004 + 0,87296 Yio (1,092)

(0,07703)

Keterangan : - Yio adalah PDRB riil per kapita awal. - Angka dalam kurung adalah nilai standard error. Dari hasil estimasi Tabel 5.1. menunjukkan model tidak terjadi gejala autokorelasi, dimana nilai koefisien D-W (Durbin Watson) statistik (d) dari model yaitu sebesar 1,7172 pada selang kepercayaan  = 5%. Ternyata hasil estimasi model N=7 dan

23 k=1 memiliki nilai yaitu 1,336. Jika nilai d >du berarti tidak ada serial korelasi positif, karena D-W hitung lebih besar dari du (d > du) maka model tidak terdapat korelasi serial. Untuk mengatasi terjadinya heteroskedastisitas dan autokorelasi (dimana asumsi homoscedastisity dan korelasi serial di antara disturbance terms tidak berlaku, maka digunakan cara penaksiran yang tepat untuk model regresi linear. Dalam situasi seperti ini digunakan metode Generalized Least Square (GLS) yang diformulasikan Aitken (1935). Hasil estimasi dengan GLS dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil Estimasi Dengan GLS Variabel

Koefisien

t-hitung

Konstanta 0.84131 Log PDRB per kapita 2.3644 11.52 R2 = 0,9637 R2 adjusted = 0,9564 SE of Regression = 0,07304 DW-Statistik = 1, 3079 Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 1) Keterangan : S = Signifikan pada  = 1%.

t-tabel

Signifikan

4.032

S

Dari hasil regresi di atas diperoleh persamaan sebagai berikut: Konvergensi- = 2, 3644 + 0,84131 Yio (1,036)

(0,07304)

Keterangan : - Yio adalah PDRB riil per kapita awal. - Angka dalam kurung adalah nilai standard error.

Dari hasil estimasi dapat dijelaskan pula bahwa dengan estimasi koefisien dari log PDRB riil per kapita awal menunjukkan arah positif dan signifikan. Ini berarti proses konvergensi pada periode tahun 1993 sampai tahun 2003 belum terjadi atau dengan kata lain masih terjadi proses divergensi. Hal ini sebenarnya mengikuti teori dan model dari

24 Neo Klasik, pada permulaan proses pembangunan adalah kurang lancar. Akibatnya pada saat itu modal dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga ketimpangan pembangunan cenderung melebar (divergence). Daerah-daerah di Propinsi Sumatera Selatan masih berada pada proses pembangunan sehingga kecenderungan mobilitas faktor-faktor produksi masih belum lancar dan masih terkonsentrasi di daerah yang lebih maju seperti di Kota Palembang dan Kabupaten Musi Banyuasin sehingga ketimpangan pembangunan di daerah-daerah lain seperti Kabupaten Musi Rawas, Lahat, OKI dan Kabupaten OKU masih cenderung melebar (divergence). Kemudian regresi dihitung dengan cara memisahkan periode sebelum terjadi krisis ekonomi (tahun 1993-1996) dan periode setelah terjadi krisis ekonomi (tahun 19972003). Tujuannya untuk menganalisis proses konvergensi dapat terjadi pada periode sebelum krisis atau bahkan sesudah krisis ekonomi tersebut. Hasil perhitungan regresi dengan menggunakan OLS terhadap model penelitian adalah sebagai berikut. Sebelum krisis ekonomi : Konvergensi- = 0,31492 + 0,9832 Yio (0,8134) (0,0574) Keterangan : - Yio adalah PDRB riil per kapita awal. - Angka dalam kurung adalah nilai standard error.

Setelah krisis ekonomi : Konvergensi- = -0,40830 + 1,0278 Yio (0,5774) (0,0404) Keterangan : - Yio adalah PDRB riil per kapita awal. - Angka dalam kurung adalah nilai standard error. Untuk lebih jelasnya hasil estimasi model tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

25 Tabel 5 Hasil Regresi Konvergensi- Dengan Menggunakan OLS Variabel Bebas

Variabel Terikat Growth Rate ‘93-‘96 Growth Rate‘97-‘03 Konstanta Parameter 0,31492 - 0,40830 (0,3872) (-0,7072) Log (PDRB riil per kapita thn 1993) 0,9832 (17,12) Log (PDRB riil per kapita thn 1997) 1,0278 (25,46) R2 = 0,9832 0,9923 R2 adjusted = 0,9799 0,9908 S.E. of Regression = 0,05739 0,04037 D.W. Statistic = 1,4163 1,3514 Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 2 dan 3) Catatan : Angka dalam kurung adalah t-statistic dari masing-masing estimasi koefisien. Dari Tabel 5 memperlihatkan hasil estimasi koefisien dari log PDRB riil per kapita menunjukkan arah positif dan signifikan secara statistik. Bahkan pada periode setelah terjadinya krisis ekonomi (tahun 1997-2003) nilai koefisien menjadi bertambah besar yaitu 1,027 bila dibandingkan dengan nilai koefisien sebelum terjadi krisis ekonomi yang hanya sebesar 0,98236. Dengan demikian berarti berlawanan dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Menurut hipotesis awal, seharusnya koefisien log PDRB riil per kapita awal memiliki arah negatif yang menunjukkan bahwa pemerataan pembangunan telah tercapai atau dengan kata lain proses konvergensi telah terjadi. Namun dalam penelitian ini, ternyata hasil yang diperoleh pada koefisien log PDRB riil per kapita awal adalah positif. Ini menunjukkan bahwa yang terjadi adalah pemerataan pembangunan belum dapat dicapai atau ketimpangan pembangunan masih cenderung melebar, sehingga masih berada pada proses divergensi.

26 Di dalam penelitian ini, pengujian terhadap gejala autokorelasi dilakukan dengan Uji Durbin-Watson (D-W test). Setelah dilakukan estimasi terhadap model penelitian, ternyata hasil estimasi model memiliki nilai D-W statistik (d) sebesar 1,4893 dan 1,5497. Karena nilai D – W statistik (d) 1,4893 dan 1,5497 pada kedua periode sebelum dan setelah terjadi krisis, ternyata model tidak mengalami gejala korelasiseri, yaitu adanya korelasi antar anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series). Hal ini terlihat dari D-W (Durbin Watson) statistik (d) sebesar 1,4893 dan 1,5497 atau kedua nilai lebih besar dari nilai du=1,356. Ini artinya tidak terdapat korelasiseri karena D-W hitung lebih besar dari du (d>du). Analisis untuk periode sebelum maupun setelah krisis ekonomi dengan menggunakan satu variabel bebas yaitu PDRB per kapita awal yang telah diperoleh nilai koefisien- yang positif dan dan dapat dibuktikan signifikan secara statistik. Hal ini ditunjukkan oleh masing-masing nilai t-hitung =17,12 dan 25,46 lebih besar dari nilai ttabel = 4,032 dengan tingkat signifikansi 99 % ( = 1%). Dengan demikian tidak terdapat gejala heteroskedastisitas didalam model sehingga model menjadi signifikan.

Kecenderungan Konvergensi-β atau Conditional Convergence Model konvergensi-β dihitung dengan cara mencari nilai koefisien tingkat awal PDRB per kapita jika laju pertumbuhan per tahun PDRB per kapita diregresi terhadap tingkat awal PDRB per kapita dengan memadukan variabel eksogen yakni kondisi awal anggaran belanja daerah dalam hal ini adalah belanja rutin, Investasi swasta masyarakat awal, dan inflasi regional setiap kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan.

27 Hasil perhitungan dengan model Konvergensi-β untuk memberikan gambaran proses konvergensi di Sumatera Selatan dilakukan penelitian dengan jangka waktu 11 tahun (tahun 1993-2003) menggunakan variabel bebas yaitu PDRB per kapita awal dan variabel lain seperti belanja rutin pemerintah daerah, investasi swasta daerah, dan inflasi regional. Masing-masing diregresi secara terpisah atau satu persatu, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.4, Tabel 5.5, dan Tabel 6 Tabel 6 Hasil Estimasi Dengan OLS Dengan Model Konvergensi-β (Tahun 1993-2003) Variabel

Koefisien

t-hitung

t-tabel

Signifikan

3,747 3,747

S* S*

Konstanta -3,6688 Log PDRB per kapita 0,87807 23,23 Log Belanja Rutin 0,22685 4,098 2 R = 0,9928 R2 adjusted = 0,9892 DW-Statistik = 1, 4204 Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 4) Keterangan : S = Signifikan

Dari hasil regresi di atas, diperoleh persamaan sebagai berikut. Konvergensi-β = -3,6688 + 0,87807 Yio + 0,22685 hio (1,461) (0,03780)

(0,05536)

Keterangan : - Yio adalah PDRB riil per kapita awal. - hio adalah Belanja Rutin. - Angka dalam kurung adalah nilai standard error.

Menurut hipotesis awal, seharusnya koefisien log PDRB riil per kapita awal memiliki arah negatif dengan adanya kontribusi dari variabel belanja rutin pemerintah daerah awal periode sampel (tahun 1993). Dari hasil estimasi dapat ternyata dapat dijelaskan pula bahwa dengan estimasi koefisien dari log PDRB riil per kapita awal dan

28 log belanja rutin awal menunjukkan arah positif dan signifikan. Ini berarti dengan memasukkan variabel belanja rutin pada model ternyata proses konvergensi pada periode tahun 1993 sampai tahun 2003 belum terjadi atau dengan kata lain masih terjadi proses divergensi. Selanjutnya dengan menggunakan variabel investasi swasta pada model Konvergensi-β menghasilkan persamaan sebagai berikut. Konvergensi-β = 1,7055 + 0,79662 Yio + 0,04939 hio (1,092) (0,07703) Keterangan : - Yio adalah PDRB riil per kapita awal. - hio adalah Investasi swasta. - Angka dalam kurung adalah nilai standard error. Untuk lebih jelasnya hasil estimasi model tersebut dapat dilihat pada tabel 7 Tabel 7 Hasil Estimasi Dengan OLS Dengan Model Konvergensi-β (Tahun 1993-Tahun 2003) Variabel

Koefisien

t-hitung

t-tabel

p-Value

Signifikan

Konstanta 1,7055 Log PDRB per kapita 0,79662 12,56 2,776 0,000 S* Log Investasi swasta 0,04939 2,413 2,015 0,073 S**** R2 = 0,9847 R2 adjusted = 0,9771 DW-Statistik = 2,1031 Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 5) Keterangan : S = Signifikan TS = Tidak Signifikan Catatan : * Menunjukkan signifikansi statistik pada derajat kepercayaan 99 % ** Menunjukkan signifikansi statistik pada derajat kepercayaan 98 % *** Menunjukkan signifikansi statistik pada derajat kepercayaan 95 % **** Menunjukkan signifikansi statistik pada derajat kepercayaan 90 % Pada Tabel 7 setelah diteliti dengan variabel lainnya seperti investasi swasta sebagai variabel eksogen pada estimasi dengan metode OLS menunjukkan arah positif dan signifikan secara secara statistik dilihat dari nilai t-hitung yang lebih besar dari t-tabel

29 pada tingkat signifikansi 99 % ( = 1%). Dengan pula dapat dibuktikan dengan menggunakan p-value yang dilakukan untuk menguji adanya gejala heteroskedastisitas dalam model yang akan mengakibatkan model menjadi tidak signifikan. Selanjutnya pada Tabel 8 setelah diteliti dengan variabel lainnya yaitu inflasi regional sebagai variabel eksogen pada estimasi dengan metode OLS menunjukkan arah positif dan tidak signifikan secara secara statistik dilihat dari nilai t-hitung yang lebih besar dari t-tabel pada tingkat signifikansi 99 % ( = 1%). Dengan pula setelah dibuktikan dengan menggunakan p-value yang dilakukan ternyata terdapat adanya gejala heteroskedastisitas dalam model sehingga mengakibatkan model

menjadi

tidak

signifikan. Oleh karena itu dilakukan pengujian dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) untuk mengatasi adanya gejala heteroskedastisitas maupun autokorelasi pada model dengan kedua variabel penjelas yang berbeda tersebut. Nilai R2 adjusted adalah 0,9892 ; 0,9771; dan 0,9542. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi variasi variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variabel-variabel terikat sebesar 98,92 persen ; 97,71 persen dan 95,42 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel diluar model. Nilai R 2 yang tinggi ini memperlihatkan

estimasi

model

yang

dihasilkan

dari

penelitian

ini

cukup

memperlihatkan keadaan yang sebenarnya (goodness of fit) atau cukup kuat untuk dipercaya. Pada Tabel 8 diuraikan mengenai hasil perhitungan regresi dengan memasukkan variabel inflasi regional ke dalam model konvergensi- β yaitu sebagai berikut.

30 Tabel 8 Hasil Estimasi Dengan OLS Dengan Model Konvergensi-β (Tahun 1993-Tahun 2003) Variabel

Koefisien

t-hitung

p-Value

Signifikan

Konstanta 1,9629 Log PDRB per kapita 0,86617 11,07 0,000 S* Log Inflasi Regional 0,07402 0,0939 0,930 TS 2 R = 0,9694 R2 adjusted = 0,9542 DW-Statistik = 1, 4503 Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 6) Keterangan : S = Signifikan TS = Tidak Signifikan Selanjutnya regresi dengan model Konvergensi-β dihitung dengan cara memisahkan periode sebelum terjadi krisis ekonomi (tahun 1993-1996) dan periode setelah terjadi krisis ekonomi (tahun 1997-2003). Tujuannya untuk menganalisis proses konvergensi-β dapat terjadi pada periode sebelum krisis atau bahkan sesudah krisis ekonomi tersebut. Hasil perhitungan regresinya dapat dilihat pada Tabel 9. Dari tabel 5.7. memperlihatkan hasil estimasi koefisien dari log PDRB riil per kapita menunjukkan arah positif dan signifikan secara statistik. Bahkan pada periode setelah terjadinya krisis ekonomi (tahun 1997-tahun 2003) nilai koefisien juga menjadi bertambah besar yaitu 1,0290 bila dibandingkan dengan nilai koefisien sebelum terjadi krisis ekonomi yang hanya sebesar 0,98530. Dengan demikian berarti masih berlawanan dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Kemudian apabila dianalisa mengenai koefisien log belanja rutin sebelum krisis ekonomi sebesar 0,13038 menjadi minus 0,00672 setelah krisis ekonomi terjadi dan secara statistik tidak signifikan. Ini menandakan bahwa krisis ekonomi sangat berpengaruh terhadap variabel belanja rutin

31 daerah sehingga mengakibatkan juga nilai koefisien log belanja rutin yang seharusnya bernilai positif menjadi negatif. Tabel 9 Hasil Regresi Konvergensi-β Dengan Menggunakan OLS Variabel Bebas Dengan Belanja Rutin (X2) Konstanta Parameter Log PDRB riil/kapita th’93 (X1) Log PDRB riil/kapita th’97 (X1) Log Belanja Rutin th’93 (X2) Log Belanja Rutin th’97 (X2) R2 = R2 adjusted = S.E. of Regression X1 = S.E. of Regression X2 = D.W. Statistic = Dengan Investasi Swasta (X2) Konstanta Parameter Log PDRB riil/kapita th’93 (X1) Log PDRB riil/kapita th’97 (X1) Log Investasi Swasta th’93 (X2) Log Investasi Swasta th’97 (X2) R2 = R adjusted = S.E. of Regression X1 = S.E. of Regression X2 = D.W. Statistic = 2

Variabel Terikat Growth Rate ‘93-‘96 Growth Rate‘97-‘03 -2,8860 (-1,614) 0,98530 (21,29) 0,13038 (1,924) 0,9913 0,9869 0,04627 0,06777 0,9550

- 0,26152 (-0,1923) 1,0290 (22,37) -0,67234E-02 (-0,1226) 0,9924 0,9886 0,04599 0,05486 1,3126

7,6423 (2,861) 0,05968 (4,063) 0,21864 (4,063) 0,8167 0,7250 0,1295 0,05381 1,9392

-0,42899 (-0,7806) 1,0049 (23,55) 0,013647 (1,234) 0,9945 0,9917 0,04267 0,01106 1,5652

Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 7, 8, 9 dan 10) Catatan : Angka dalam kurung adalah t-statistic dari masing-masing estimasi koefisien.

32 Selain variabel belanja rutin, maka variabel investasi swasta juga dapat dianalisis dengan melihat nilai koefisien log investasi swasta untuk melihat konvergensi- β. Dari hasil estimasi koefisien dari log PDRB riil per kapita menunjukkan arah positif tetapi secara statistik tidak signifikan. Bahkan periode setelah terjadinya krisis ekonomi (tahun 1997-tahun 2003) nilai koefisien menjadi bertambah besar yaitu 1,0049 dan signifikan secara statistik bila dibandingkan dengan nilai koefisien sebelum terjadi krisis ekonomi yang hanya sebesar 0,05968. Ini berarti juga berarti berlawanan dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, proses konvergensi belum terjadi di Provinsi Sumatera Selatan. Sementara itu nilai R2 adjusted adalah 0,7250 dan 0,9945. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi variasi variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variabel variasi terikat sebesar 72,50 persen dan 99,45 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Nilai R2 tertinggi ini memperlihatkan estimasi model yang dihasilkan dari penelitian ini cukup memperlihatkan keadaan yang sebenarnya (goodness of fit) atau cukup kuat untuk dipercaya. Analisis konvergensi-β pada periode sebelum krisis dan sesudah krisis ekonomi juga dilakukan dengan memasukkan variabel inflasi regional. Untuk lebih jelasnya hasil estimasi model tersebut dapat dilihat pada Tabel 10

33 Tabel 10 Hasil Regresi Konvergensi-β Dengan Menggunakan OLS Variabel Bebas Konstanta Parameter Log (PDRB riil per kapita thn 1994) Log (PDRB riil per kapita thn 1997) Log Inflasi Regional th’94 (X2) Log Inflasi Regional th’97 (X2)

Variabel Terikat Growth Rate ‘94-‘96 Growth Rate‘97-‘03 0,25930 1,4177 (0,6109) (-0,9824) 0,98558 (34,17) 0,90390 (9,062) -0,99948E-03 -

-0,18569E-01

R2 = 0,9967 0,9547 R2 adjusted = 0,9951 0,9321 S.E. of Regression (X1) 0,02885 0,09975 S.E. of Regression (X2) 0,02906 0,04272 D.W. Statistic = 1,8254 1,8940 Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 11 dan 12) Catatan : Angka dalam kurung adalah t-statistic dari masing-masing estimasi koefisien.

Dari hasil estimasi koefisien Yio menunjukkan arah positif dan signifikan. Nilai koefisien setelah krisis ekonomi menjadi lebih kecil daripada sebelum krisis ekonomi dari 0,98558 menjadi 0,90390 dan signifikan secara statistik bila dilihat dari t-hitung yang lebih besar dari t-tabel= 4,604, df=4, ( = 1%). Sementara itu nilai koefisien log inflasi regional bernilai negatif dan secara statistik tidak signifikan. Ini berarti berlawanan dengan hipotesis dan variabel inflasi regional tidak mempunyai peranan yang berarti terhadap konvergensi-β.

34 Indeks Pendapatan Per Kapita Kabupaten/Kota dan Provinsi Pada analisis sebelumnya telah diperoleh gambaran mengenai konvergensi ekonomi Provinsi Sumatera Selatan. Selanjutnya untuk melengkapi analisis terjadinya konvergensi pada setiap kabupaten/kota di Sumatera Selatan dapat digunakan indeks pendapatan per kapita Provinsi Sumatera Selatan dan PDRB per kapita dengan migas kabupaten/kota. Dengan menggunakan variabel bebas (Independent) adalah tahun (T), dan variabel terikat (Dependent) adalah indeks pendapatan per kapita (I), yang dirumuskan sebagai berikut (Sulistijo, 2001 : 35). Iit

=

Yit x 100 ∑ Yit

dimana : Iit

= Indeks Pendapatan Per Kapita

Yit

= PDRB Per Kapita Kabupaten i pada tahun ke t

∑Yit = PDRB Per Kapita Provinsi pada tahun ke t t

= Tahun

i

= Kabupatern Untuk menunjukkan kapan tercapainya konvergensi PDRB di Provinsi Sumatera

Selatan digunakan persamaan garis trend linier yang dinyatakan dengan (Supranto, 2000: 224) : I = a + b T Tahun kode T mempunyai nilai-nilai yang berbeda untuk jumlah tahun ganjil dan tahun genap yaitu : Untuk tahun ganjil (n ganjil), nilai T-nya: ........-3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, .......... Untuk tahun ganjil (n ganjil), nilai T-nya: ........-3, -2, -1, 1, 2, 3, ..........

35 Dari data Gambar 5.1 dan Tabel 5.9 mengenai indeks pendapatan per kapita Sumatera Selatan dan PDRB per kapita dengan migas kabupaten/kota dapat diketahui bahwa : 1. Kabupaten yang telah melampaui pendapatan per kapita provinsi “surplus” (3 kabupaten/kota) : -

Pada tahun 1993 angka banding indeks PDRB per kapita tertinggi terhadap indeks PDRB per kapita dengan angka yang terendah adalah sebesar 2,60, sedangkan pada tahun 1997 angka tersebut mengecil menjadi 2,11 kemudian pada tahuntahun berikutnya mengalami peningkatan yang secara terus menerus hingga mencapai 2,53 pada tahun 2003. Indeks PDRB per kapita tersebut turun sebesar lebih kurang 2,11 pada tahun 1997, sebenarnya merupakan tren adanya konvergensi dari PDRB per kapita namun kemudian akhirnya dengan terjadi krisis ekonomi juga berpengaruh pada pendapatan per kapita sehingga menyebabkan angka banding indeks PDRB per kapita meningkat lagi. Hal ini menunjukkan adanya tren divergensi dari PDRB per kapita.

-

Sejak tahun 1993 kabupaten/kota yang telah mempunyai PDRB per kapita di atas PDRB per kapita provinsi adalah tiga kabupaten/kota yaitu Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Musi Banyuasin dan Kota Palembang.

2. Kabupaten “minus”(PDRB per kapita di bawah PDRB per kapita provinsi) terdapat 4 kabupaten: -

Pada kurun waktu 1993-1998 terdapat 4 kabupaten yang sangat lambat peningkatan PDRB per kapitanya dan masih jauh di bawah PDRB per kapita provinsi yaitu k R2 adjusted Kabupaten OKU, OKI, dan Lahat. Untuk kabupaten

36 Musi Rawas tahun 1993-1996 justru mengalami penurunan pendapatan per kapita, kemudian berupaya untuk meningkat lagi namun belum stabil, bahkan pada tahun 2003 indeks PDRB per kapita kabupaten Musi Rawas menjadi 78,17 lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2002, dapat dilihat pada Tabel 5.9. Apabila dilihat PDRB per kapita dengan migas, disamping kabupaten/kota “surplus” yang telah melampaui PDRB per kapita provinsi, memasuki kurun waktu 10 tahun mendatang, berdasarkan model regresi ekonometrik (Lihat tabel 5.9) diperoleh data bahwa konvergensi PDRB per kapita Kabupaten Musi Rawas akan terjadi pada tahun 2010, Kabupaten Ogan Komering Ulu terjadi pada tahun 2030, sedangkan Kabupaten Lahat belum dapat diproyeksikan konvergensi PDRB per kapita akan terjadi karena hasil persamaan regresinya tidak dapat dihitung. Untuk Kabupaten Ogan Komering Ilir diproyeksikan bahwa konvergensi PDRB per kapita akan terjadi pada tahun 2129 yang akan datang, ditunjukkan pada Tabel 11 Tabel 11 Indeks PDRB Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Di Sumatera Selatan di Sumatera Selatan Dengan Migas Tahun 1993-2003 (Persen) Tahun

Kabupaten /Kota OKU OKI ME LAHAT MURA MUBA PLG SUMSEL 1993 62,24 61,07 159,36 65,81 87,91 128,53 128,53 100 1994 63,47 61,74 168,44 66,84 82,91 131,56 131,56 100 1995 64,34 62,95 168,05 68,60 77,72 133,02 133,02 100 1996 63,99 64,17 169,77 68,83 77,44 132,73 132,73 100 1997 66,05 67,63 136,01 74,95 81,37 139,47 139,47 100 1998 66,48 68,81 141,11 75,78 84,46 130,77 130,77 100 1999 65,66 68,29 139,88 75,53 83,78 131,99 131,99 100 2000 64,38 64,98 131,39 72,39 79,32 144,63 144,63 100 2001 65,74 67,18 128,54 78,37 79,07 146,30 146,30 100 2002 67,62 69,33 130,06 58,92 80,33 149,91 149,91 100 2003 67,26 63,93 120,16 57,34 78,17 161,94 161,94 100 Sumber : Diolah dariPDRB Per Kapita ADHK Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan

37 Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model ekonometrika dengan pendekatan kuadrat terkecil (Ordinary Least Squares/OLS) dengan model adalah sebagai berikut: PESSt = 1 PAKt + 2 PTMt + 3 IPt + 4 ISt + 5 PTPt + 6 ISMt + Ut Setelah dilakukan analisis data dengan bantuan program komputer Shazam ternyata dengan menggunakan variabel-variabel tersebut tidak menghasilkan nilai yang signifikan secara statistik bila dilihat dari nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel, sehingga kemudian digunakan variabel angkatan kerja, tingkat bunga pinjaman, investasi swasta dengan hasil estimasi yang terdapat pada Tabel 12

Tabel 12 Hasil Estimasi Faktor-faktor Yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan (Tahun 1994-2003)

Variabel

Koefisien

t-hitung

Konstanta 5,9286 3,398 PAK 0,87673E-05 0,3525 IP -0,51076 -1,429 ISMY -0,7852E-06 1,216 2 R = 0,2732 R2 adjusted = -0,0903 DW-Statistik = 2,8325 Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 1) Keterangan : S = Signifikan TS = Tidak Signifikan

p-Value

Signifikan

0,015 0,737 0,203 0,270

TS TS TS

Uji Gejala Autokorelasi Gejala autokorelasi dalam model akan menyebabkan taksiran tidak efisien dan meningkatkan variasi dari taksiran dalam model dan kesalahan baku akan bias ke bawah (underestimated) (Ramanathan, 1995: 450).

38 Di dalam penelitian ini, pengujian terhadap gejala autokorelasi dilakukan dengan Uji Durbin Watson (D-W test). Setelah dilakukan estimasi terhadap model penelitian, ternyata hasil estimasi model memiliki nilai D-W statistik (d) sebesar 2,8325 pada selang kepercayaan  = 5 persen. Ternyata hasil estimasi model n=10 dan k=3 memiliki nilai yaitu 2,016. Jika nilai d >du berarti tidak ada serial korelasi positif, karena D-W hitung lebih besar dari du (d > du) maka model tidak terdapat korelasi serial.

Uji Gejala Heteroskedastisitas Adanya gejala heteroskedastisitas dalam model akan mengakibatkan model menjadi tidak signifikan. Untuk memperbaiki masalah perbaikan

estimasi

model

dengan

menggunakan

ini, maka dapat dilakukan metode

“Cochrane-Orcutt”

(Ramanathan, 1995 : 462 – 464). Dengan menggunakan model tersebut diperoleh hasil akhir seperti pada Tabel 13 Tabel 13 Hasil Estimasi Faktor-faktor Yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan (Tahun 1994-2003) Variabel

Koefisien

t-hitung

p-Value

Signifikan

Konstanta 6,6314 5,385 0,002 PAK 0,10532E-04 0,4572 0,646 TS IP -0,79520 -3,112 0,021*** S ISMY 0,14121E-05 2,877 0,028*** S 2 R = 0,5323 R2 adjusted = 0,2985 DW-Statistik = 2,2888 Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 14) Keterangan : TS = Tidak Signifikan S = Signifikan Catatan: *** = Menunjukkan signifikansi statistik pada derajat kepercayaan 95%.

39 Tabel 13 memperlihatkan bahwa berdasarkan Uji F dan R2 model yang digunakan adalah cukup baik. Uji Fisher (F-Test) atau pengujian koefisien regresi secara serentak bertujuan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas yang digunakan dalam estimasi model secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Berdasarkan uji F dengan menggunakan tingkat signifikansi pada  = 5 persen, variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model, yaitu variabel rasio investasi swasta masyarakat dinyatakan positif dan signifikan secara statistik berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, sedangkan tingkat bunga pinjaman dinyatakan negatif dan signifikan secara statistik berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan. Dari hasil perhitungan coeficient of determination (R2) sebesar 0,5323 artinya bahwa 53,23 persen variasi nilai variabel dependent (tingkat pertumbuhan) dijelaskan oleh semua variabel independent (investasi swasta dan tingkat bunga), sedangkan 46,77 persen dijelaskan oleh variabel lain.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan beberapa kesimpulan antara lain: a. Kecenderungan konvergensi- belum terjadi di Sumatera Selatan. Nilai koefisien log PDRB riil per kapita awal menunjukkan tanda positif dan signifikan secara statistik. b. Pada periode sebelum krisis ekonomi dan setelah krisis ekonomi pada model konvergensi- bahwa hasil koefisien log PDRB riil per kapita menunjukkan arah positif dan signifikan secara statistik. Bahkan pada periode setelah terjadinya

40 krisis ekonomi (tahun 1997-tahun 2003) nilai koefisien menjadi bertambah besar. Dengan demikian berlawanan dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, seharusnya koefisien log PDRB riil per kapita awal memiliki arah negatif. Namun dalam penelitian ini, ternyata hasil yang diperoleh pada koefisien log PDRB riil per kapita awal adalah positif. Ini menunjukkan bahwa yang terjadi adalah pemerataan pembangunan belum dapat dicapai atau ketimpangan pembangunan masih cenderung melebar, sehingga masih berada pada proses divergensi. c. Hasil analisis model konvergensi-β dengan menggunakan variabel kontrol yaitu belanja rutin, investasi swasta, dan inflasi regional yang diregresi satu persatu, ternyata bahwa proses konvergensi pada periode tahun 1993 - 2003 belum terjadi atau dengan kata lain masih terjadi proses divergensi. d. Pada periode sebelum krisis tahun 1993-1996 Dari Tabel 5.7. memperlihatkan hasil estimasi koefisien dari log PDRB riil per kapita menunjukkan arah positif dan signifikan secara statistik. Bahkan pada periode setelah terjadinya krisis ekonomi (tahun 1997-2003) nilai koefisien juga menjadi bertambah besar bila dibandingkan dengan nilai koefisien sebelum terjadi krisis ekonomi. Dengan demikian berarti masih berlawanan dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Saran Konvergensi ekonomi antar daerah di Sumatera Selatan cenderung belum dapat tercapai baik dianalisis dengan menggunakan model konvergensi- maupun

model

konvergensi-β, apalagi bila dilihat dari periode setelah terjadi krisis ekonomi.

41 Berdasarkan temuan tersebut, maka disarankan yaitu adanya upaya untuk meningkatkan pembangunan di segala bidang termasuk sumber daya manusia supaya dapat menciptakan proses konvergensi ekonomi yang ditandai dengan pemerataan pembangunan dan pemerataan pendapatan. Dalam kaitan dengan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan seperti investasi swasta yang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan apalagi dalam upaya memulihkan perekonomian dari dampak krisis ekonomi disarankan kebijakan pemerintah daerah agar dapat memberikan perhatian dalam hal dorongan bagi swasta melakukan dan meningkatkan investasinya ke daerah-daerah yang meliputi penyediaan iklim usaha yang sehat dan aman, membantu usaha ekonomi kecil dan menengah dalam permodalan dan mempermudah prosedur perizinan. Untuk kabupaten-kabupaten “minus” yaitu kabupaten OKI, OKU, Lahat dan Musi Rawas, konvergensi ekonominya masih memerlukan waktu yang sangat panjang. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui investasi pada sektor-sektor unggulan berdasarkan potensi daerah masing-masing sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah. hasil ilmiah ini masih terbuka untuk kajian berikutnya bagi penelitian lain dengan menambah periode penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Ardi, 2003, Prospek Konvergensi Ekonomi Antar Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Tesis (Tidak Dipublikasikan), PPS Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.

42 Andres, J, Domenech R, Molinas Cesar, 1996, Growth and Convergence in OEDC Countries, Cambridge University Press, Cambridge. Arsyad, Lincolin, 1992, Ekonomi Pembangunan, STIE YKPN, Yogyakarta ______________, 1993, Pengantar Perencanaan Ekonomi, Media Wedya, Mandala, Yogyakarta ______________, 1999, Pengantar Perencanaan Dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE UGM, Yogyakarta. Bank Indonesia, 2005, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah, Vol.III No.2 Maret 2005, Palembang. Barro, Robert J, dan Xavier Sala-I-Martin, 1992, ”Convergence, Journal of Political Economy (April 1992): 223-251. Basri, Faisal, 2002, Perekonomian Indonesia, Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta. Boediono, 1992, Teori Pertumbuhan Ekonomi, BPFE- UGM, Yogyakarta. ______________, 1996, Ekonomi Moneter, BP FE UGM, Yogyakarta. BPS, 1985, 1990, 1995, 2000, PDRB Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Selatan Menurut Lapangan Usaha 1989 – 200, Palembang. ______________, 2004, Sumatera Selatan Dalam Angka 2003, Palembang. Gujarati, Damodar, 2003, Basic Econometrics, Bernard Baruch College City University of New York. ______________, 2003, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta. Ismail, Munawar, 1995, Pertumbuhan dan Pemerataan : Analisa dan Bukti Empirik, Prisma No.1 Tahun XXIV, Januari, Jakarta. Jhingan, M.L, 1988, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Rajawali Pers, Jakarta Kuncoro, 2003, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, FE-UGM Yogyakarta, Penerbit Erlangga, Jakarta. Kuncoro, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, FE-UGM Yogyakarta, Penerbit Erlangga, Jakarta. Mankiw, G, 2003, Teori Makroekonomi, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta. Panorama, Maya, 2002, Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Sumatera Selatan, Tesis (tidak dipublikasikan), PPS Universitas Sriwijaya.

43 Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan, 2000, Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Propinsi Sumatera Selatan 2000-2004, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan, Palembang Quah, T.D, 1995,

Regional convergence cluster across Europe, The Scandinavian

Journal of Economics 95, No.4, Scandinavia. Ramanathan, Ramu, 1995, Introductory Econometries, The Dryden Press, Orlando, Florida. Richardson, W, 1973, Regional Growth Theory, Micmillan Press Ltd. London. Rosario G. M, Ruben G. M, 1999, Regional Economic Growth and Convergence in the Philippines, Philippine Institute for Development Studies, Philippina. Sjafrizal, 2002, Teori Pertumbuhan Ekonomi regional dan Metode Analisis, (Bahan Kuliah), Palembang. ______________, 2002, Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah Dalam Era Otonomi, (Bahan Kuliah), Medan 2002. Saldanha, J M, 1997, Growth and Convergence in Indonesia, Manuscript. Department of Economics, Havard University, Cambridge, MA 021138. ______________, 2003, Pertumbuhan Regional dan Konvergensi di Indonesia, dalam Pangestu, Mari, Sjahrir, Perdana. Ari.A, 2003, 75 Tahun Suhadi Mangkusuwondo: Indonesia dan Tantangan Ekonomi Global, Centre for Strategic and International Studies, Jakarta. Sukirno, Sadono, 1985, Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan, LPFE, UI, Jakarta. ______________, 1994, Pengantar Teori Makroekonomi, Edisi Kedua, Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Sulistijo, Ukar w, 2001, Konvergensi Ekonomi Antar Daerah Dalam Era Otonomi di Indonesia, Makalah disampaikan pada acara Konsultasi PDRB, Jakarta. Supranto, J, 2000, Statistik, Teori dan Aplikasi, Jilid I, Edisi Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta. Susanti, H., Moh.Iksan dan Widyanti, 2000, Indikator-indikator Makro Ekonomi, Edisi Kedua, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

44 Tambunan, Tulus, 2003, Perekonomian Indonesia, Beberapa Masalah Penting, Edisi Pertama, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Tarwiyanto, Junaidi, 1998, Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan, Tesis (Tidak Dipublikasikan), PPS, Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. ------------------------, 2004, Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Di Sumatera Selatan Tahun 1993-2003, Disertasi (Tidak Dipublikasikan), PPS, Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. Todaro, Michael, 2000, Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Ghalia Indonesia, Jakarta. --------------------, 2004, Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Ghalia Indonesia, Jakarta. Wibisono, Yusuf, 2003, Konvergensi di Indonesia, Beberapa Temuan Awal dan Implikasinya, Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol.51 (1), LPEM, Jakarta.