1. PENGERTIAN METODE PEMBELAJARAN

Metode dapat pula dianggap sebagai cara atau prosedur yang ... masing tokoh dalam proses persidangan serta memahami alur proses persidangan. 5...

4 downloads 693 Views 86KB Size
TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN 1. PENGERTIAN METODE PEMBELAJARAN Dalam pendidikan kata metode digunakan untuk menunjukan serangkaian kegiatan guru yang terarah yang menyebabkan siswa belajar. Metode dapat pula dianggap sebagai cara atau prosedur yang keberhasilannya adalah di dalam belajar, atau sebagai alat yang menjadikan mengajar menjadi efektif. Jika dianggap bahwa metode sebagai suatu proses maka akan terdiri dari beberapa langkah. Berbagai langkah / bagian dari suatu metode juga digunakan dan terdapat dalam metode lainnya. Kombinasi antara bagian – bagian tersebut merupakan tanggung jawab guru. Ia dapat menggabungkan atau memisahkan bagian – bagian itu dalam memfungsikannya secara keseluruhan. Oleh sebab itu maka metode merupakan salah satu aspek pokok dalam pendidikan dan merupakan masalah sentral dalam mengajar. Prof. Dr. Winarto Surakhmad ( 1961 ) menegaskan bahwa metode pengajaran adalah cara – cara pelaksanaan daripada proses pengajaran, atau soal bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid – murid di sekolah. Kenyataan telah menunjukkan bahwa manusia dalam segala hal selalu berusahan mencari efisiensi – efisiensi kerja dengan jalan memilih dan menggunakan suatu metode yang dianggap terbaik untuk mencapai tujuannya. Demikian pula halnya dalam lapangan pengajaran di sekolah. Para pendidik ( guru ) selalu berusaha memilih metode pengajaran yang setepat – tepatnya, yang dipandang lebih efektif dari pada metode – metode lainnya sehingga kecakapan dan pengetahuan yang diberikan oleh guru itu benar – benar menjadi milik murid.

1

Jadi, jelaslah bahwa metode adalah cara, yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.

2. PERKEMBANGAN METODE PEMBELAJARAN Pemikiran pembelajaran di Indonesia saai ini masih belum bergerak dari dominasi metode ceramah dan metode tanya jawab atau metode konvensional dengan proses belajar mengajar yang cenderung monoton. Ada perasaan yang kuat bahwa guru belum merasa melakukan tugasnya mengajar dengan sempurna, jika pendidik tersebut belum berceramah di depan kelas. Metode semacam ini membuat siswa menjadi jenuh dan tidak antusias. Untuk mengubah kebiasaan tersebut, pendidik harus mau dan mampu mengubah pola fikirnya melalui proses pemberian pemahaman baru tentang suatu konsep yang dinilai lebih efektif dan bermanfaat bagi pelaksanaan tugasnya. Artinya pendidik harus mau dan mampu mengubah pandangan pembelajaran yang berpusat pada guru ( teacher centered ) menjadi pandangan pembelajaran yang berpusat pada siswa ( student centered ).

3. PETENTANGAN ANTARA EKSPOSITORI DAN INQUIRY Dalam proses belajar mengajar ekspositori berarti guru memberi penjelasan kepada siswa tentang fakta, data atau informasi yang penting. Guru menggunakan data atau informasi yang bersumber dari buku teks, perpustakaan, film, slide, gambar, sumber dari masyarakat, dan sebagainya. Kelemahan utama model pengajaran ekspositori adalah guru berbicara terlalu banyak sementara siswanya hanya memperhatikan saja atau pasif. Sementara inkuiri menurut Sunaryo (1989:95) berarti melibatkan diri dari dalam Tanya jawab, mencari informasi dan melakukan penyelidikan. Karena itu strategi inkuiri dalam proses belajar mengajar

2

adalah strategi yang melibatkan siswa dalam tanya jawab, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Dalam pelaksanaan siswa bertanggung jawab untuk memberi ide atau pemikiran dan pertanyaan untuk eksplorasi, mengajukan hipotesa untuk diuji, mengumpulkan dan mengorganisir data yang dipakai untuk menguji hipotesa, dan sampai pada pengambilan kesimpulan yang masih tentatif. Dari pernyataan diatas jelaslah bahwa ekspositori adalah model pembelajaran yang didominasi oleh guru (teacher centered), sebaliknya inkuri yaitu proses pembelajaran yang didominasi oleh siswa (student centered).

4. PENGERTIAN ROLE PLAYING Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan – bahan pelajaran melalui

pengembangan

imajinasi

dan

penghayatan

siswa

pengembangan imajinasi dan pengahayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai contoh hidup atau benda mati. permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Bermain peran atau role playing bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri ( jati diri ) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran – peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk : 1. Menggali perasaannya 2. Memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya.

3

3. Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah 4. Mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara. Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada saat terjun ke masyarakat kelak karena ia akan mendapatkan diri dalam situasi dimana begitu banyak peran terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga, bertetangga, lingkungan kerja dan lain – lain.

5. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN ROLE PLAYING melibatkan seluruh siswa dimana siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama. 1. Seluruh

siswa

mempunyai

kesempatan

untuk

memajukan

kemampuannya dalam bekerja sama. 2. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. 3. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu melakukan permainan. 4. Guru dapat

mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui

pengamatan pada waktu melakukan permainan. 5. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. Misalnya siswa memerankan tokoh – tokoh yang terlibat dalam proses pesidangan ( hakim, jaksa, terdakwa, saksi, pembela, panitera, dan sebagainya ) dan memahami fungsi peran masing – masing tokoh dalam proses persidangan serta memahami alur proses persidangan.

4

Kelemahan dari role playing ini terletak pada: 1. Role Playing memerlukan waktu yang relatif panjang atau lama. 2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid dan ini tidak semua guru memilikinya. 3. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu memerankan suatu adegan tertentu. 4. Apabila pelaksanaan Role Playing atau bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai. 5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini. Sehingga dapat dilihat dari kelebihan dan kelemahan dari Role Playing ini bahwa tidak semua metode Role Playing ini baik digunakan dalam proses belajar mengajar sehingga seorang guru tidak harus terpaku oleh metode Role Playing namun disisi lain metode ini pun baik untuk membantu siswa lebih cepat memahami materi pelajaran karena melalui metode ini siswa akan mengembangkan imajinasi mereka tentang materi yang diajarkan.

6. PENGERTIAN HASIL BELAJAR Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru

5

sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

B. TEORI BELAJAR 

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.



Teori belajar menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulusdan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal – hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/ tindakan.



Teori belajar menurut Watson adalah tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati ( observabel ) dan dapat diukur.



Teori belajar menurut Clark Hull yaitu, seperti halnya teori evaluasi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.



Teori belajar menurut Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull. 6



Teori

belajar

menurut

Skinner,

konsep



konsep

yang

dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep – konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku. 

Gagne (1977) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia

seperti sikap,

minat,

atau

nilai

dan

perubahan

kemampuannya yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance ( kinerja ). Menurut Sunaryo ( 1989: 1 ) belajar merupakan suatu kegiatan dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sudah barang tentu tingkah laku tersebut adalah tingkah laku yang positif, artinya untuk mencari kesempurnaan hidup.

1. GAYA BELAJAR Setiap manusia yang lahir ke dunia selalu berbeda satu sama lainnya, tidak ada satupun manusia yang memilki bentuk fisik, sifat dan tingkah laku yang sama walu kembar sekalipun. Suatu hal yang perlu kita diketahui bersama adalah bahwa setiap manusia memiliki cara menyerap dan mengolah informasi yang diterimanya dengan cara yang berbeda satu sama lainnya, ini sangat tergantung pada gaya belajarnya. Karena gaya belajar setiap orang tidaklah sama, hal ini sangat tergantung pada faktor yang mempengaruhi individu itu sendiri baik secara internal maupun eksternal.

7

Gaya belajar merupakan sesuatu yang sangat penting dan sangat menentukan bagi siapapun dalam melaksanakan tugas belajarnya baik di rumah, di masyarakat, terutama di sekolah. Siapapun dapat belajar dengan lebih mudah, ketika ia menemukan gaya belajar yang cocok dengan dirinya sendiri. Sebagai seorang guru, kita harus dapat memahami masing-masing gaya belajar siswa kita, agar gaya mengajar kita betul-betul serasi. Tidak jarang kegagalan siswa di sekolah bukan karena kebodohannya, bisa jadi karena ketidak serasian gaya belajar antara guru dan siswanya, Jika guru menyadari bahwa setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam menyerap dan mempelajari informasi. Tentu guru akan mengajar dengan berbagai cara yang berbeda atau mengajar dengan cara-cara yang lain dari metode mengajar yang standar. Dengan gaya mengajar yang berbeda-beda tentu sangat membantu bagi siswa dalam memahami informasi atau materi pelajaran yang disampaikan.

Macam – macam gaya belajar Michael Grinder, pengarang Righting Education Conveyor Belt, mencatat ada tiga modalitas belajar yaitu Visual, Auditorial dan Kinestik. Modalitas belajar visual yaitu belajar dengan cara melihat (menggunakan mata), modalitas belajar auditorial yaitu belajar dengan

cara

mendengar

(menggunkan

telinga),

sedangkan

modalitas kinestik yaitu belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh (menggunakan tangan). a. Orang visual 

Rapi dan teratur



Berbicara dengan cepat



Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik



Teliti terhadap hal-hal yang detail

8



Mementingkan penampilan baik dalam hal pakaian atau presentasi



Mengeja dengan baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka.



Mengingat apa yang dilihat dari pada yang didengar.



Mengingat dengan asosiasi visual



Biasanya tidak terganggu oleh keributan



Membaca cepat dan tekun.

b. Orang Auditorial 

Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja



Mudah terganggu dengan keributan



Menggerakan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca



Senang membaca dengan keras dan mendengarkan



Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada atau irama



Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita



Berbicara dalam irama yang terpola



Biasanya berbicara fasih



Lebih suka musik dari seni



Belajar dengan mendengarkan dan mengingat



Lebih suka gurauan lisan dari pada membaca komik

c. Orang Kinestik 

Berbicara dengan perlahan



Menanggapi perhatian fisik



Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka



Berdiri dekat, ketika berbicara dengan orang

9



Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak



Belajar melalui manipulasi dan praktik



Menghafal dengan berjalan



Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca



Banyak menggunakan isyarat tubuh



Tidak dapat duduk diam dalam waktu lama

2. PRINSIP – PRINSIP BELAJAR AKTIF Yang dimaksud dengan Prinsip – prinsip pendekatan belajar aktif (Active Learning Strategy ) adalah tingkah laku yang mendasar bagi

siswa

yang

selalu

nampak

dan

menggambarkan

keterlibatannya dalam proses belajar mengajar baik keterlibatan mental, intelektual maupun emosional yang dalam banyak hal ini dapat diisyaratkan sebagai keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk keaktifan fisik. Banyak teori dan prinsip – prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lainnya memiliki persamaan dan juga perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan uapaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan mengajarnya. Prinsip – prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan atau berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual. 1. Perhatian dan Motivasi Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengelolaan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Berliner, 1984: 335).

10

Disamping perhatian, motovasi mempunyai peranan penting dalam

kegiatan

belajar.

Motivasi

adalah tenaga

yang

menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan Berliner, 1984: 372). “Motivation is the concept we use when we describe the force action on or within an organism to initiate and direct behavior” demikian menurut H.L. Petri (Petri, Herbert L, 1986:3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam belajar. 2. Keaktifan Menurut teori Kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. (Gage and Berliner, 1984:267). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses

belajar-mengajar

merumuskan

masalah,

anak

mampu

mencari dan

mengidentifikasi,

menemukan

fakta,

menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan. Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. 3. Keterlibatan langsung atau berpengalaman Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman belajar. Dalam belajar melalui pengalaman

11

langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan betanggung jawab terhadap hasilnya. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan “Learning by doing”-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. 4. Pengulangan Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan barangkali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya – daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berfikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya – daya tersebut akan berkembang. Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori adalah teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokohnya yang terkenal Thorndike. Ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman – pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Dari teori – teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya – daya jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk membentuk respons yang benar dan membentuk kebiasaan – kebiasaan. 5. Tantangan Agar pada anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang

12

banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. 6. Balikan dan Penguatan Siswa belajar sungguh – sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar lebih giat. Di sini nilai buruk dan rasa takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif. Di sini siswa mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan, maka penguatan negatif juga disebut escape conditioning. Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar – mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang

segera

diperoleh

siswa

setelah

belajar

melalui

penggunaan metode – metode ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat. 7. Perbedaan Individual Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat – sifatnya. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar

siswa.

Karenanya,

perbedaan

individu

perlu

diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran.

13

3. PENDEKATAN CBSA (CARA BELAJAR SISWA AKTIF) Setiap proses pembelajaran pasti menampakkan keaktifan orang yang belajar atau siswa. Pernyataan ini tidak dapat kita bantah atau kita tolak kebenarannya. Adanya kenyataan ini, menyebabkan sulitnya mendefinisikan pengertian pendekatan CBSA secara tepat. Kepastian

adanya

pembelajaran,

keaktifan

memberikan

siswa

dalam

kepastian

kepada

setiap

proses

kita

bahwa

pendekatan CBSA bukanlah suatu hal yang dikotomis. Hal ini berarti, setiap peristiwa pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru dapat dipastikan adanya penerapan pendekatan CBSA dan tidak mungkin tidak terjadi penerapan pendekatan CBSA dalam peristiwa pembelajaran. Keaktifan siswa dalam peristiwa pembelajaran mengambil beraneka bentuk kegiatan, dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik yang dapat diamati di antaranya dalam bentuk kegiatan membaca, mendengarkan, menulis, meragakan, dan mengukur. Sedangkan contoh – contoh kegiatan psikis seperti mengingat kembali isi pelajarn

pertemuan

sebelumnya,

menggunakan

khasanah

pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan hasil eksperimen, membandingkan satu konsep dengan konsep yang lain, dan kegiatan psikis lainnya. Namun demikian, semua kegiatan tersebut harus dapat dipulangkan kepada suatu karakteristik, yaitu keterlibatan intelektual – emosional siswa dalam kegiatan pembelajaran. Keterlibatan tersebut terjadi pada waktu kegiatan kognitif dalam pencapaian atau perolehan pengetahuan, pada saat siswa mengadakan latihan – latihan dalam pembentukan keterampilan, dan sewaktu siswa menghayati dan menginternalisasi nilai – nilai dalam pembentukan sikap dan nilai. Dengan kata lain, keaktifan dalam pendekatan CBSA menunjukan kepada keaktifan mental, baik intelektual

14

maupun emosional, meskipun untuk merealisasikan dalam banyak hal dipersyaratkan atau dibutuhkan keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk keaktifan fisik. Berdasarkan uraian dalam dua alinea sebelumnya, dapatlah kiranya kita mengambil kesimpulan mengenai pengertian pendekatan CBSA. Di mana pendekatan CBSA dapat diartikan sebagai anutan pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalisasian pelibatan intelektual – emosional siswa dalam proses pembelajaran, dengan pelibatan fisik siswa apabila diperlukan. Pelibatan intektual – emosional/ fisik siswa serta optimalisasi dalam pembelajaran, diarahkan

untuk

memperoleh dan

membelajarkan

siswa

memproses perolehan

bagaimana

belajar

belajarnya tentang

pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai.

C. PEMBELAJARAN IPS 1. PENGERTIAN PEMBELAJARAN IPS Istilah “ Ilmu Pengetahuan Sosial”, disingkat IPS, merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah “Social Studies” dalam kurikulum persekolahan di negara lain, khususnya di negara – negara barat seperti Australia dan Amerika Serikat. Pengertian IPS di persekolahan tersebut ada yang berarti nama mata pelajaran yang berdiri sendiri, ada yang berarti gabungan ( integreted ) dari sejumlah mata pelajaran atau disiplin ilmu, dan ada yang berarti program pengajaran. Namun, pengertian IPS di tingkat persekolahan itu sendiri mempunyai perbedaan makna, disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik khususnya antara IPS untuk Sekolah Dasar (SD) dengan IPS dengan IPS untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan IPS untuk Sekolah Menengah Atas (SMA). Pengertian IPS dipersekolahan tersebut ada yang berarti nama mata pelajaran yang berdiri sendiri, ada 15

yang gabungan (Intregated) dari sejumlah mata pelajaran atau disiplin ilmu, dan ada yang berarti program pengajaran. Perbedaan ini dapat pula diidentifikasi dari perbedaan pendekatan yang diterapkan pada masing-masing jenjang persekolahan tersebut. Istilah yang digunakan untuk social studies yang berlaku di Australia di bagian Victoria berbeda dengan istilah IPS yang digunakan dinegara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat. Studi sosial di Australia secara eksplisit memasukan istilah ‘ Environment’. Istilah ini menunjukan pada sistem lingkungan baik alam maupun manusia dan bagaimana sistem itu berinteraksi dalam kehidupan masyarakat yang beragam. Disiplin ilmu yang dikembangkan secara umum memiliki persamaan dengan Social Studies pada umumnya yang berarti mengacu pada disiplin ilmu-ilmu sosial. Pada tahun 1993 NCSS merumuskan social studiesyang dikutip dari (Sapriya, 2008:8) sebagai berikut: Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world. Sementara pengertian PIPS menurut Somantri terdapat dua jenis, yakni Pendidikan IPS untuk persekolahan dan pendidikan IPS untuk perguruan tinggi, sebagai berikut : Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan

dan

disajikan

secara

ilmiah

dan

pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan. (Somantri, 2001:92)

16

Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan (Somantri, 2001:92).

2. PRINSIP – PRINSIP PEMBELAJARAN IPS Hakikat dan Tujuan IPS Ilmu Pengetahuan Sosial atau yang disingkat dengan kata IPS mulai dikenal sejak tahun 1970-an sebagai hasil kesepakatan komunitas akademik dan secara formal mulai digunakan dalam sistem pendidikan nasional dalam kurikulum 1975.Dalam kurikulum tersebut IPS merupakan salah satu nama mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pada hakikatnya IPS adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Dengan

berpusat

pada

pembahasan

tentang

manusia

IPS

memperkenalkan kepada siswa bahwa manusia dalam hidup bersama dituntut rasa tanggung jawab sosial. Mereka akan menyadari bahwa dalam hidup bersama ini ada kalanya mereka menghadapi berbagai masalah, salah satunya adalah masalah sosial. Tujuan pembelajaran IPS menurut Edwin Fenton menyebutkan tiga tujuan pendidikan IPS, yaitu : 1. Pemerolehan pengetahuan; 2. Pengembangan keterampilan inkuiri; 3. Pengembangan

sikap-sikap

dan

nilai-nilai

(

Suradisastra,

1992:91). Sementara itu, tujuan IPS adalah upaya menyiapkan para siswa supaya dapat menjadi warga negara yang baik. Namun penafsiran mengenai warga negara yang baik cukup banyak. Maka dari itu Barth dan Shermis (1980) menunjukan bahwa sebenarnya bukan hanya ada satu

17

telaah dalam IPS melainkan ada tiga. Dengan kata lain yang disebut dengan tradisi dalam IPS. Tradisi pertama yaitu pewarisan budaya (citizenship transmission) yang menuntut mereka bersifat indroktrinatif dalam menyajikan bahan belajar. Maksud dari tradisi ini berarti kemampuan bertindak sebagai warga negara yang sesuai dengan nilai-nilai dasar yang telah disepakati dan dianggap baik. Tradisi kedua yaitu tradisi ilmu sosial (social science tradition) yang merujuk kepada pengertian bahwa IPS sebenarnya dapat diturunkan dari salah satu ilmu sosial. Jadi, sifat IPS dalam tradisi ini yaitu reduktif. Sifat-sifat kewargaan dapat diperoleh melalui pemahaman tentang segi metodologis ilmu sosial. Tradisi ketiga yaitu Inkuiri reflektif (reflektif inquiri) yang didasarkan kepada pemikiran tercermin dari kemampuan memecahkan masalah dalam suasana lingkungan yang syarat nilai. Maka pada intinya tujuan IPS adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai yang memungkinkan mereka dapat menjadi warga negara yang berpartisipasi aktif dalam masyarakat yang demokratis. Disamping itu mata pelajaran IPS menurut Sapriya diharapkan mempunyai 5 karakter berikut agar mata pelajaran IPS Powerfull atau mempunyai kekuatan. 5 karakter tersebut adalah sebagai berikut : 1) Meaningfull ( bermakna) 2) Activating (aktif) 3) Challenging (menantang) 4) Integrated (terpadu) 5) Value-based (berbasis nilai)

18

3. METODE – METODE DALAM PEMBELAJARAN IPS Berdasarkan tujuan-tujuan pendidikan IPS diatas, maka guru memilih metode-metode apa yang dapat

digunakan agar

tujuan-tujuan

pendidikan itu tercapai. Metode-metode tersebut diantaranya adalah : 1. Metode ceramah adalah metode yang lazim dipakai oleh guru. Metode konvensional ini biasanya guru memberi ceramah (expository), sedangkan siswa-siswa duduk, mendengarkan, mencatat

setelah

itu

menghafal.

Bila

guru

dalam

menyampaikan pesan ( dalam hal ini materi pelajaran ) dilakukan secara lisan kepada siswa, maka guru tersebut dikatakan telah memeri ceramah. Namun saat ini biasanya metode ceramah divariasikan dengan media power point atau metode Tanya jawab atau yang lainnya, sehingga biasa disebut dengan metode ceramah bervariasi. 2. Metode diskusi adalah metode yang didalamnya melakukan kegiatan diskusi baik guru dengan siswa atau siswa dengan siswa. Biasanya dalam diskusi tersebut membahas materi pelajaran atau isu-isu sosial yang terjadi pada saat ini. Diskusi sebagai suatu metode adalah merupakan suatu proses interaksi antara dua atau lebih individu, saling tukar informasi, pengalaman, pendapat, atau pemecahan masalah secara formal/lisan dengan tujuan tertentu dan saling berhadapan muka ( Mudjiono, Dirto Hadisusanto: 1985). 3. Metode Tanya jawab adalah interaksi guru dan siswa setelah guru selesai berceramah. Siswa mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topic ceramah, kemudian guru langsung menjawab. Siswa lain juga bisa diberi kesempatan menjawab pertanyaan dari kawan-kawan mereka. 4. Metode proyek

maksudnya siswa

melakukan semacam

penelitian di luar kelas atau sekolah, dilaksanakan secara

19

individual atau kelompok siswa, kemudian hasil akhirnya dibawa dan di presentasikan bersama-sama di dalam kelas. Bern dan Erikson (2001:7) menegaskan bahwa pembelajaran berbasis proyek (project-learning) merupakan pendekatan yang memusat pada prinsip dan konsep utama suatu disiplin, melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dan tugas penuh makna lainnya, mendorong siswa untuk bekerja mandiri membangun pembelajaran, dan pada akhirnya menghasilkan karya nyata. 5. Metode karyawisata maksudnya siswa diajak mengunjungi objek-objek pemukiman transmigran, situs bersejarah, panti sosial, museum, dan lainnya. Sehingga siswa bisa belajar dari tempat yang dikunjunginya dalam rangka menambah dan memperluas wawasan terhadap objek yang dipelajarinya. 6. Metode bermain peran ( role-playing) adalah termasuk simulasi atau sosio-drama. Metode ini biasanya guru memperkenalkan suatu masalah kemudian siswa dibagi beberapa kelompok untuk memerankan peran tertentu yang ditentukan oleh guru sehubungan dengan pemecahan masalah tersebut, pemeranan dilakukan beberapa lama dan dilihat oleh kelompok lain. Kemudian diakhir pertunjukan guru dan siswa membahas kegiatan tersebut dan pemecahan masalahnya. 7. Metode Inkuiri ata`u metode discovery ( penemuan ) adalah metode yang menuntut siswa aktif dan kritis. Siswa sebisa mungkin menguasai fakta-fakta dan generalisasi-generalisasi. Akan tetapi guru yang kreatif dan penuh imajinasi dapat “menyederhanakan” metode ini sehingga siswa SD pun dapat melakukannya. Program IPS sebenarnya mengajarkan cara-cara (metode) bagaimana ahli ilmu sosial mengetes kebenaran kebenaran, merubah atau menolak hipotesis. Inilah yang dicoba metode inkuiri dalam Ilmu Pengetahuan Sosial.

20

4. ROLE PLAYING DALAM PEMBELAJARAN IPS Tujuan pendidikan di sekolah harus mampu mendukung kompetensi tamatan sekolah, yaitu pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan untuk mendekatkan dirinya dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan kebutuhan daerah. Sementara itu, kondisi pendidikan di negara kita dewasa ini, lebih diwarnai oleh pendekatan yang menitikberatkan pada model belajar konvensional seperti ceramah, sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar (Suwarma, 1991; Jarolimek, 1967). Suasana belajar seperti itu, menjauhkan peran pendidikan IPS dalam upaya mempersiapkan warga negara yang baik dan memasyarakat (Djahiri, 1993) Di sekolah saat ini, ada indikasi bahwa pola pembelajaran bersifat teacher

centered.

Kecenderungan

pembelajaran

demikian,

mengakibatkan lemahnya pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar yang dicapai tidak optimal. Kesan menonjolnya verbalisme dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas masih terlalu kuat. Salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah metode belajar role playing. Menurut Zuhaerini (1983), metode ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk: (a) menerangkan suatu peristiwa yang didalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik di dramatisasikan dari pada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak; (b) melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis; dan (c) melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan

bagi

pemahaman

terhadap

orang

lain

beserta

masalahnya. Sementara itu, Davies dalam artikel Role Playing Gogel (2010) mengemukakan bahwa penggunaan role playing dapat membantu siswa

dalam

mencapai

tujuan-tujuan

afektif.

Seperti

telah

21

dikemukakan di atas, bahwa penggunaan metode ini dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Ada empat asumsi yang mendasari metode ini memiliki kedudukan yang sejajar dengan metode - metode pengajaran lainnya. Keempat asumsi tersebut ialah: Pertama, secara implisit bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menekankan dimensi “di sini dan kini” (here and now) sebagai isi pengajaran. Kedua, bermain peran memberikan kemungkinan kepada para siswa untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya yang tidak dapat mereka kenali tanpa bercermin kepada orang lain. Ketiga, model ini mengasumsikan bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf kesadaran untuk kemudian ditingkatkan melalui

proses

kelompok.

Keempat,

model

mengajar

ini

mengasumsikan bahwa proses-proses psikologis yang tersembunyi (covert) berupa sikap-sikap nilai-nilai, perasaan-perasaan dan sistem keyakinan dapat diangkat ke taraf kesadaran melalui kombinasi pemeranan secara spontan dan analisisnya. Jika di lihat hakekat dasar pembejajaran yang sederhana cakupan pelaksanaan pengajaran antara lain aspek tujuan pengajaran yang dikehendaki, bahan pelajaran yang disajikan, siswa yang belajar, metode mengajar yang digunakan, guru yang mengajar, dan alokasi waktu dalam mengajar. Secara umum langkah langlah yang dilakukan dalam pembelajaran dengan metode role playing antara lain: 1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan. 2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar. 3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang atau lebih 4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai

22

5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan. 6. Masing-masing

siswa

berada

di

kelompoknya

sambil

mengamati skenario yang sedang diperagakan. 7. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar

kerja

untuk

membahas/memberi

penilaian

atas

penampilan masing-masing kelompok. 8. Masing-masing

kelompok

menyampaikan

hasil

kesimpulannya. 9. Guru memberikan kesimpulan secara umum. 10. Evaluasi. 11. Penutup.

5. PENGARUH ROLE PLAYING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA Secara tidak langsung metode pembelajaran yang digunakan oleh seorang pendidik dalam dalam hal ini guru dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Hasil belajar yang baik merupakan akibat dari proses pembelajaran yang baik pula, dimana dalam suatu proses pembelajaran terdapat komponen – komponen pembelajaran yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa. Salah satu dari komponen pembelajaran yang menentukan keberhasilan belajar siswa tersebut adalah metode pembelajaran. Metode mengajar adalah cara – cara yang dipergunakan guru dalam menyajikan bahan pengajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, salah satu keterampilan guru yang memegang peranan penting dalam pengajaran adalah keterampilan memilih metode. Pemilihan metode berkaitan langsung dengan usaha – usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal. ( Pupuh Faturrahman & Sobry Sutikno, 2007: 55 ).

23

Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Seperti yang dikemukakan diatas bahwa guru harus memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar, guru pun harus pintar memilih metode pembelajaran yang baik agar siswa dapat memahami materi yang di sampaikan oleh guru, namun kondisi pendidikan di negara kita dewasa ini, lebih diwarnai oleh pendekatan yang menitikberatkan pada model belajar konvensional seperti ceramah, sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar (Suwarma, 1991; Jarolimek, 1967). Untuk mengatasi problematika di atas maka diperlukan metode pembelajaran yang dipandang mampu mengatasi kesulitan guru dalam melaksanakan tugas mengajar dan juga dapat merangsang interaksi siswa dalam belajar. Maka metode yang dapat merangsang interaksi siswa dalam belajar yaitu metode role playing. Metode role playing adalah suatu cara penguasaan bahan – bahan pelajaran melalui pengembangan menggunakan

imajinasi metode

role

dan

penghayatan

playing

ini

siswa

siswa. akan

Dengan dituntut

menggunakan imajinasinya dalam proses belajar sehingga siswa akan lebih mengerti dengan materi yang diajarkan, yang pada akhirnya akan ada peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS .

24

DAFTAR PUSTAKA

Komalasari, kokom. Dr. M.pd. 2010. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Konsep dan Aplikasi. Bandung : PT. Refika Aditama. Sapriya, dkk. 2008. Konsep Dasar IPS. Bandung : CV Yasindo Multi Aspek. Wahab, abdul, azis. Prof, Dr, M.ed. 2008. Metode dan Model-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung : Alfabeta. George, boeree, C. Dr. 2008 . Metode Pembelajaran dan Pengajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz. Budiningsih, Asri, C. Dr. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta. Uno, B, Hamzah. Prof, Dr, M.Pd. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta. PT Bumi aksara. Suryosubroto, B. Drs. 2009. Proses Belajar dan Mengajar di Sekolah. Jakarta. Rineka cipta. Dimyati, Dr. & Mudjiono, Drs. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT Rineka cipta. http://www.squidoo.com/gaya-belajar-siswa

25