STRUKTUR DAN KOMPOSISI KOMUNITAS GASTROPODA DAN BIVALVIA DI TAMBAK POLIKULTUR DESA KUPANG, KECAMATAN JABON, KABUPATEN SIDOARJO - JAWA TIMUR 1
Atika Diah Amalina1, Istamar Syamsuri2, Hawa Tuarita2 Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang 2 Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang e-mail:
[email protected] ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Struktur dan Komposisi Komunitas Gastropoda dan Bivalvia di Tambak Polikultur. Penelitian dilakukan di Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Jenis penelitian adalah deskriptif eksploratif. Pengambilan sampel dilakukan secara sistematis dengan Purposive Area Sampling yang pada masing-masing area sampling diambil dalam satuan luas menggunakan teknik kuadran (berukuran 1 meter x 1 meter). Hasil penelitian ditemukan 9 spesies dari kelas gastropoda dan 1 spesies dari kelas bivalvia. Indeks Nilai Penting (INP), Tambak 1 INP (229,7%) tertinggi spesies Melanoides riqueti. Tambak 2 INP (182,39%) tertinggi spesies Cerithidea obtusa. Tambak 3 INP (191,38%) spesies Cerithidea obtusa. Faktor abiotik yang secara signifikan memiliki sumbangan efektif terbesar terhadap INP yaitu Tambak 2 dan Tambak 3 salinitas. Pada Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3 nilai H’ (keanekaragaman) memiliki nilai H’<3,32 hasil tersebut masuk dalam kriteria rendah. Nilai E (kemerataan) 0,116 – 0,526 hasil tersebut masuk dalam kriteria kemerataan rendah sampai sedang. Nilai R (kekayaan) R<2,5. Hasil uji beda nyata biomassa rumput laut didapatkan bahwa Tambak 1 berbeda nyata dengan Tambak 2 dan Tambak 3. Pada Tambak 1 biomassa rumput laut sebesar 54,83 kg, Tambak 2 sebesar 66,09 kg dan Tambak 3 70,05 kg. Kata Kunci: Struktur Komunitas, Komposisi Komunitas, Biomassa rumput laut, Gastropoda, Bivalvia, Tambak Polikultur Desa Kupang, Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu desa pesisir yang berada di Jawa Timur yang memiliki potensi sumberdaya yang cukup besar, terutama dalam mendukung kegiatan pengembangan budidaya rumput laut di wilayah Jawa Timur. Sebagian besar masyarakat di Desa Kupang, Kecamatan Jabon hidup dengan mata pencaharian sebagai petani tambak dengan alternatif perikanan tangkap dengan cara memancing dan pekerjaan sebagai buruh serabutan. Budidaya yang diusahakan petani tambak berupa rumput laut, udang dan ikan bandeng. Dari keseluruhan hasil budidaya tambak tersebut, petani menjadikan rumput laut sebagai produksi utama karena dirasa dalam pertambakan rumput laut memberikan keuntungan ekonomi, meskipun kenyataannya saat ini masih terbatas (Dharmawan, 2012). Berdasarkan hasil pendataan dengan teknik sampling pada areal pertambakan rumput laut yang dilakukan oleh Universitas Negeri Malang kerjasama dengan Balitbang Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 didapatkan data bahwa Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo ini menghasilkan 1
rumput laut yaitu sekitar 7.185, 38 ton rumput laut basah per tahun. Dari hasil produksi tersebut didapatkan rumput laut kualitas rendah mencapai 4.536 ton basah per tahun (Dharmawan, 2013). Kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan budidaya rumput laut oleh petani sangat kompleks, diantaranya yaitu dipengaruhi fluktuasi musim, tipe pantai, keterbatasan tingkat pengetahuan, penguasaan teknologi, dan adanya biota perairan tambak. Biota perairan yang keberadaannya secara tidak langsung dapat merugikan dan dapat berpotensi sebagai hama bagi rumput laut yaitu siput (Gastropoda) dan kerang (Bivalvia). Gastropoda dan Bivalvia ini dalam hidupnya mencari makan dengan cara menempel kemudian menyerang dan memakan bagian ujung thallus muda rumput laut dari jenis Gracilaria sp. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan serta petumbuhan dari rumput laut itu sendiri. Peranan biota ini oleh petani tambak kurang diketahui, sehingga tidak ada tindakan lebih lanjut pada masa tanam rumput laut. Padahal keberadaannya di rumput laut cukup banyak. Selain itu dengan adanya biota dalam jumlah yang banyak, akan mempengaruhi kualitas dari rumput laut dan menyebabkan kerugian bagi petani tambak. Dari beberapa permasalahan diatas, maka dilakukan penelitian yang berjudul “Struktur dan Komposisi Komunitas Gastropoda dan Bivalvia di Tambak Polikultur Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo – Jawa Timur”. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi eksploratif untuk mengetahui struktur dan komposisi komunitas Gastropoda dan Bivalvia di tambak polikultur Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Pengambilan data atau sampel dilakukan secara sistematis dengan Purposive Area Sampling yang pada masing-masing area sampling diambil dalam satuan luas menggunakan teknik kuadran. Penelitian dilakukan di Tambak Polikultur Dusun Tanjung Sari, Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo – Jawa Timur pada bulan Februari-Maret 2014. Objek penelitian adalah Gastropoda dan Bivalvia yang tercuplik di tambak polikultur Dusun Tanjung Sari Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo – Jawa Timur. Analisis struktur Gastropoda dan Bivalvia menggunakan Indeks Nilai Penting dengan cara menjumlahkan nilai Kepadatan relatif (KR), nilai Frekuensi relatif dan nilai Dominansi relatif (CR) atau dapat juga dirumuskan INP = KR+FR+CR. Untuk menghitung nilai kepadatan relatif menggunakan rumus (ni/m2)/N x 100%), untuk nilai Frekuensi relatif dihitung menggunakan rumus ((Pi/∑ P)/ ∑ F x 100%) dan nilai dominansi relatif menggunakan rumus (Ʃ(ni/N)²/Dominansi total spesies x 100%). Analisis menganalisis komposisi Gastropoda dan Bivalvia dengan menghitung nilai indeks H’(keanekaragaman), E (Kemerataan) dan R (Kekayaan). Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks keanekaragaman Shanon-wienner (H’ = - ∑ (Pi ln Pi)), indeks kemerataan ′ ′ menggunakan rumus E = ′ = dan untuk menghitung indeks kekayaan ( )
digunakan rumus R = S-1/lnN. Untuk melihat hubungan antara faktor abiotik dengan struktur dan komposisi komunitas Gastropoda dan Bivalvia menggunakan analisis regresi dengan program SPSS 16. 2
HASIL PENELITIAN Hasil penelitian di ketiga Tambak polikultur yaitu Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3 berdasarkan Abbott & Dance (1982), Wye (2000), Matsuura (2000) dan Heryanto (2011) ditemukan 10 spesies, 9 spesies dari kelas Gastropoda dan 1 spesies dari kelas Bivalvia. Spesies-spesies tersebut diantaranya Melanoides riqueti, Cerithidea obtusa, Sulcospira testudinaria, Mytilus edulis, Cerithidea cingulata, Cerithium tenellum, Neritina Sp, Neritina violacea, Clithon oualaniensis, dan Telescopium telescopium. Hasil perhitungan menggunakan indeks nilai penting (INP) diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 1. Ringkasan Hasil Penghitungan Indeks Nilai Penting (INP) Gastropoda dan Bivalvia Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Taksa Melanoides riqueti Cerithidea obtusa Sulcospira testudinaria Mytilus edulis Cerithidea cingulata Cerithium tenellum Neritina Sp. Clithon oualaniensis
Indek Nilai Penting (INP) (%) Tambak 1 Tambak 2 Tambak 3 229,679 47,865 32,37 21,151 182,385 191,38 5,917 15,581 3,93 13,235 40,397 37,21 19,503 11,453 25,58 3,513 1,120 7,18 3,487 1,198 1,59 3,513 0,79
Pada Tabel 1. Diketahui bahwa pada Tambak 1 INP tertinggi yaitu spesies Melanoides riqueti dengan nilai 229,679%, Tambak 2 spesies Cerithidea obtusa dengan nilai 182,385% dan Tambak 3 yaitu spesies Cerithidea obtusa dengan nilai 191,38%. Berdasarkan hasil analisis komposisi Gastropoda dan Bivalvia dengan menghitung indeks keanekaragaman, indeks kemerataan dan indeks kekayaan didapatkan hasil sebagai berikut. 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
Tambak 1
Tambak 2
Tambak 3
H' (Indeks Keanekaragaman)
0,2413
1,0235
0,8519
E (Indeks Kemerataan)
0,1161
0,526
0,4097
R (Indeks Kekayaan)
0,8482
0,8386
0,8008
Gambar 1. Grafik Nilai H’, E, R Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3
Berdasarkan Gambar grafik 1 diketahui bahwa nilai Indeks keanekaragaman (H’) tertinggi yaitu pada Tambak 2 dengan nilai 1,0235. Tertinggi kedua yaitu Tambak 3 dengan nilai 0,8519, dan tertinggi ketiga yaitu pada Tambak 1 dengan nilai 0,2413. Dari nilai indeks keanekaragaman (H’) diketahui bahwa Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3, memiliki nilai H’<3,32 hasil tersebut masuk dalam kriteria rendah (Krebs, 1989). Nilai kemerataan (E) tertinggi yaitu terdapat pada tambak 2 dengan nilai 0,5260, untuk tertinggi kedua 3
yaitu ditemukan pada tambak 3 dengan nilai 0,4097 dan nilai kemerataan (E) terendah yaitu pada Tambak 1 dengan nilai 0,1161. Dari nilai indeks kemerataan (E) diketahui bahwa Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3 memiliki nilai E (kemerataan) 0,116 – 0,526 hasil tersebut masuk dalam kriteria kemerataan rendah sampai sedang (Magurran, 1988). Nilai kekayaan (R) tertinggi yaitu pada Tambak 1 dengan nilai 0,8482, untuk nilai tertinggi kedua yaitu pada Tambak 2 dengan nilai 0,8386 dan untuk nilai kekayaan (R) terendah yaitu pada Tambak 3 dengan nilai 0,8008. Nilai R (kekayaan) R<2,5 tersebut masuk dalam kriteria buruk (Jorgensen et al., 2005). Dari penghitungan biomassa rumput laut jenis Gracilaria Sp. yang di ambil pada masing-masing area pengambilan sampel dengan ukuran plot 1 meter x 1 meter sebanyak 30 plot pada masing-masing area pertambakan di dapatkan biomassa yang bervariasi. Hasil penghitungan dari masing-masing tambak, yaitu tambak 1, tambak 2 dan tambak 3 dapat dipaparkan pada Gambar Grafik 2. 80 70 60 50 40 30 20 10 0
54,83 kg
70,05 kg
66,09 kg
Tambak 1
Tambak 2
Tambak 3
Gambar 2. Grafik Perbandingan Nilai Biomassa Rumput laut Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3
Dari paparan Gambar 2. diketahui bahwa jumlah biomassa masing-masing pada area pengambilan sampel tertinggi di tambak 3 dengan nilai 70,05 Kg, tertinggi ke dua didapatkan pada tambak 2 dengan nilai 66,09 Kg, dan untuk nilai biomassa tertinggi ketiga terdapat pada tambak 1 dengan nilai 54,83 Kg. Tabel 2. Ringkasan Uji Beda Biomassa Rumput Laut Tambak Duncana
Tambak 1 Tambak 2 Tambak 3 Sig.
N 30 30 30
Subset for alpha = 0.10 1 2 1.8277 2.2023 2.3347 1.000 .447
Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa bahwa signifikansi biomassa lebih kecil dari α 0,10, artinya biomassa pada masing-masing tambak, yaitu Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3 berbeda nyata, dan dari tabel Homogenitas atau uji T (Duncan) bahwa diketahui Tambak 1 berbeda nyata dengan Tambak 2 dan Tambak 3. Faktor abiotik memiliki hubungan terhadap struktur dan komposisi Gastropoda dan Bivalvia serta biomassa rumput di tambak polikultur. Pada masing-masing area pengambilan yaitu Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3 memiliki nilai sumbangan yang berbeda. Nilai sumbangan efektif faktor abiotik terhadap struktur komunitas Gastropoda dan Bivalvia pada masing-masing
4
Tambak dapat dilihat pada Tabel 3, Nilai sumbangan efektif faktor abiotik terhadap komposisi Gastropoda dan Bivalvia pada masing-masing Tambak dapat dilihat pada Tabel 4 dan Nilai sumbangan efektif faktor abiotik terhadap biomassa rumput laut pada masing-masing Tambak dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 3. Sumbangan efektif Faktor Abiotik terhadap Struktur Komunitas Gastropoda dan Bivalvia pada masing-masing Tambak Faktor Abiotik Kecerahan Suhu pH DO Konduktifitas Salinitas Jumlah
Tambak 1 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
Nilai Sumbangan Efektif Tambak 2 1,949 % 0% 5,426 % 0% 5,402 % 84,228 % 97,006 %
Tambak 3 1,873 % 0% 1,346 % 0,018 % 2,452 % 92,514 % 98,167 %
Dari Tabel 3. Diketahui bahwa pada Tambak 1 tidak ada faktor abiotik yang mempengaruhi secara signifikan, untuk Tambak 2 dan Tambak 3 salinitas memiliki pengaruh terbesar pada struktur komunitas Gastropoda dan Bivalvia. Tabel 4. Sumbangan efektif Faktor Abiotik terhadap Komposisi Komunitas Gastropoda dan Bivalvia pada masing-masing Tambak Faktor Abiotik Kecerahan Suhu pH DO Konduktifitas Salinitas Jumlah
Tambak 1 H’ E 1,561 3,064 23,531 13,605 12,390 7,301 6,835 5,769 6,845 3,748 2,879 0 54,041 33,487
R 0 0 0 0 0 0 0
Nilai Sumbangan Efektif (%) Tambak 2 H’ E R 6,197 0 6,683 1,151 0 0 14,687 0 12,308 0 0 0 0 0 2,093 0 0 0 22,035 0 21,084
H’ 0 0 0 0 0 0 0
Tambak 3 E 0 0 0 0 0 0 0
Dari Tabel 4. diketahui bahwa pada Tambak 1 sumbangan efektif terbesar yaitu pada nilai indeks keanekaragaman (H’) dengan suhu sebagai faktor abiotik yang memiliki nilai pengaruh terbesar. Tambak 2 sumbangan efektif terbesar yaitu pada nilai indeks keanekaragaman (H’) dengan pH sebagai faktor abiotik yang memiliki nilai pengaruh terbesar dan pada Tambak 3 faktor abiotik mempengaruhi komposisi Gastropoda dan Bivalvia secara tidak signifikan. Tabel 5. Sumbangan efektif Faktor Abiotik terhadap Biomassa Rumput Laut pada masingmasing Tambak Faktor Abiotik Kecerahan Suhu pH DO Konduktifitas Salinitas Jumlah
Tambak 1 0 0 0 0 0 0 0
Nilai Sumbangan Efektif (%) Tambak 2 Tambak 3 1,623 0 0 1,077 4,508 10,547 0 0,539 15,734 0 0 18,536 21,865 29,621
5
R 0 0 0 0 0 0 0
Dari Tabel 5. Diketahui bahwa pada Tambak 1 faktor abiotik tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap biomassa rumput laut, pada Tambak 2 faktor abiotik konduktifitas memiliki sumbangan efektif terbesar dan pada Tambak 3 salinitas memiliki sumbangan efektif terbesar. Pada uji statistik struktur dan komposisi Gastropoda dan Bivalvia tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap biomassa rumput laut, bahwa artinya ada faktor lain yang mempengaruhi secara signifikan terhadap biomassa rumput laut pada Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3 seperti faktor abiotik terukur. PEMBAHASAN Jenis-jenis Gastropoda dan Bivalvia yang ditemukan di tambak polikultur tersebut melekat pada talus rumput laut Gracilaria Sp, maupun di substrat pasir berlumpur yang terambil bersamaan dengan rumput laut. Berdasarkan Dharmawan (2013), secara umum rumput laut dijumpai tumbuh di daerah perairan yang dangkal dengan kondisi dasar perairan berpasir, sedikit lumpur, atau campuran. Selain itu jenis – jenis Gastropoda dan Bivalvia yang ditemukan merupakan penghuni perairan tawar seperti Famili Thiaridae dan famili Pachychilidae, perairan payau dan perairan asin. Hal ini dimungkinkan ditemukannya gastropoda jenis perairan tawar, karena pada lokasi pengambilan pasokan air tambak berasal dari air sungai dan air laut. Hal ini disebabkan karena larva gastropoda perairan tawar terbawa dari aliran air (inlet) yang berasal dari air sungai. Selain itu dari pengukuran salinitas air tambak yang mencapai rata-rata 10-15 ‰, kondisi ini memungkinkan untuk gastropoda jenis perairan tawar tersebut dapat hidup dan tumbuh pada area tersebut. Berdasarkan Nybakken (1992), kisaran salinitas air laut adalah 30-35‰, estuary 5-35‰ dan air tawar 0,55‰. Pada area pertambakan juga dtemukan famili Potamididae, Neritidae, Cerithiidae, dan bivalvia famili Mytilidae. Famili Neritidae merupakan famili dari moluska yang dapat dijumpai pada habitat air laut, payau dan air tawar. Kebanyakan marga dari famili ini hidup di atas dasar keras. Anggota dari famili ini seperti Neritina sp. dan Clithon sp. memanfaatkan alga, serasah dan zat-zat organik yang terlarut dalam air sebagai sumber makanannya (Rusnaningsih, 2012). Pada pengukuran faktor abiotik suhu, pada Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3 menunjukkan rata-rata suhu 29°C - 31°C. suhu ini mendukung atau sesuai dengan habitat gastropoda dan bivalvia. Menurut Gusrina (2008) biota aquatik menyukai suhu hangat kira-kira 28°C - 31°C. Suhu ini juga akan dipengaruhi oleh kecerahan, semakin cerah suatu perairan penyerapan sinar matahari semakin banyak dan hal tersebut akan mempengaruhi suhu perairan tersebut. Pada Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3 kecerahannya berkisar 20 – 35 cm. Selain itu untuk pengukuran pH, pada Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3 menunjukkan nilai 6 – 8,5. Keadaan tersebut akan mendukung kehidupan bagi Gastropoda dan Bivalvia yang berada pada Tambak tersebut. Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Pada Tambak 1 INP tertinggi yaitu spesies Melanoides riqueti dan pada Tambak 2 dan Tambak 3 spesies Cerithidea obtusa. Artinya spesies tersebut memberikan peranan yang besar terhadap struktur komunitas Gastropoda dan 6
Bivalvia pada tambak polikultur. INP menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis didalam komunitas. Semakin tinggi INP suatu spesies maka semakin besar peran spesies tersebut dalam komunitasnya (Taqwa, 2010). Faktor abiotik yang mempengaruhi secara signifikan dan memiliki sumbangan efektif terbesar yaitu salinitas. Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme air baik secara horizintal, maupun vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem. Gastropoda yang bersifat mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna menghindari salinitas yang terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar berlangsung lama (Effendi, 2000). Pada pengukuran faktor abiotik nilai salinitas pada Tambak sekitar 10 – 12‰. Hal ini memungkinkan bagi gastropoda dan bivalvia yang merupakan penghuni perairan tawar dan payau dapat menyesuaikan kondisi. Seperti spesies Cerithidea obtusa yang memiliki nilai INP tertinggi pada Tambak 2 dan Tambak 3. Hasil yang didapatkan dari analisisis data pada Gambar grafik 1. bahwa pada tambak polikultur ini (Tambak 1, Tambak 2 dan Tambak 3) Nilai H’ (keanekaragaman) memiliki nilai H’<3,32 hasil tersebut masuk dalam kriteria rendah (Krebs, 1989). Nilai E (kemerataan) 0,116 – 0,526 hasil tersebut masuk dalam kriteria kemerataan rendah sampai sedang (Magurran, 1988). Nilai R (kekayaan) R<2,5. Nilai H’yang rendah menandakan ekosistem mengalami tekanan atau kondisi menurun (Heddy, 1996). Nilai H’ tergantung dari variasi jumlah spesies dan jumlah individu spesies yang didapatkan. Nilai E yang rendah mengindikasikan adanya kondisi habitat yang homogen karena jumlah individu pada masing-masing spesies cenderung kurang seimbang (Dharmawan, 2005). Keseimbangan jenis disebabkan oleh beberapa spesies hidup bersama-sama dalam suatu habitat. Kekayaan R (Richness) merupakan jumlah jenis yang sesungguhnya dalam komunitas. Kekayaan jenis dapat dihitung dengan indeks jenis yakni jumlah jenis per satuan area. Faktor abiotik yang mempengaruhi secara signifikan dan memiliki sumbangan efektif terbesar yaitu suhu dan pH. Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi distribusi suatu organisme. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari suatu organisme. Secara ekologis, perubahan suhu menyebabkan perbedaan komposisi dan kelimpahan Gastropoda dan Bivalvia. Suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada yang di lepas pantai (Hutabarat & Evans 1995). Menurut Huet (1972) menyatakan organisme akuatik memiliki suhu optimum berkisar 20°C - 30°C, sedangkan suhu optimum untuk jenis moluska adalah 30°C. Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi distribusi suatu organisme. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari suatu organisme. Secara ekologis, perubahan suhu menyebabkan perbedaan komposisi dan kelimpahan Gastropoda dan Bivalvia. Suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada yang di lepas pantai (Hutabarat & Evans 1995). Dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 2 diketahui Biomassa rumput laut Tambak 1 berbeda nyata dengan Tambak 2 dan Tambak 3, dengan nilai biomassa tertinggi pada Tambak 3. Faktor abiotik yang memiliki sumbangan efektif terbesar pada rumputlaut yang dapat dilihat pada Tabel 5. yaitu salinitas dan konduktifitas. Kadar konduktivitas akan mempengaruhi kadar garam atau salinitas suatu 7
perairan. Semakin tinggi konduktivitas air maka salinitas air akan semakin tinggi, sehingga air akan terasa payau sampai asin (Effendi, 2000). Pada pengukuran faktor abiotik, kadar salinitas pada masing-masing tambak memiliki kisaran 10 – 15‰. Hal ini mendukung kondisi dari budidaya rumput laut jenis Gracilaria Sp. Syahid et al (2006) menyatakan bahwa rumput laut jenis Gracilaria sp. bersifat euryhalin, sifat tersebut dapat terlihat dari kemampuan hidupnya pada perairan bersalinitas 15 – 30 ‰. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pada Tambak Polikultur Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo ditemukan 10 spesies, 9 spesies dari Kelas Gastropoda dan 1 spesies dari kelas Bivalvia. Dengan indeks nilai penting tertinggi yaitu spesies Melanoides riqueti dan Cerithidea obtusa. Nilai H’ (keanekaragaman) memiliki nilai H’<3,32 hasil tersebut masuk dalam kriteria rendah. Nilai E (kemerataan) 0,116 – 0,526 hasil tersebut masuk dalam kriteria kemerataan rendah sampai sedang. Nilai R (kekayaan) R<2,5. Biomassa rumput laut tertinggi didapatkan pada Tambak 3 dengan uji beda nyata bahwa Tambak 1 berbeda nyata dengan Tambak 2 dan Tambak 3. Faktor abiotik yang secara signifikan memiliki sumbangan efektif terbesar terhadap struktur dan komposisi gastropoda dan bivalvia pada Tambak 1 yaitu suhu, Tambak 2 dipengaruhi oleh faktor abiotik salinitas dan Tambak 3 dipengaruhi oleh faktor abiotik secara signifikan oleh salinitas. SARAN Perlu dilakukan penelitian atau uji laboratorium terhadap pencernaan gastropoda dan bivalvia (uji lambung) untuk mengetahui makanan utama gastropoda dan bivalvia, sehingga bisa dikaitkan dengan peranannya sebagai hama rumput laut. DAFTAR RUJUKAN Abbott.R.Tucker and Dance.S.Peter. 1982. Compendium Of Seashells: A Color Guide to More than 4,200 of the World’s Marine Shells. E.P.DUTTON, INC / New York. Dharmawan, A. 2005. Ekologi Hewan. Universitas Negeri Malang : UM Press. Dharmawan, A. 2012. Kajian Potensi Rumput Laut di Jawa Timur. FMIPA Universitas Negeri Malang kerjasama dengan Balitbang Provinsi Jawa Timur: Tidak diterbitkan. Dharmawan, A. 2013. Pengelolaan Rumput Laut Kualitas Rendah Sebagai Bahan Baku Pembuatan Alkohol dan Bahan Alternatif Indust ri Lainnya. FMIPA Universitas Negeri Malang kerjasama dengan Balitbang Provinsi Jawa Timur: Tidak diterbitkan. Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Bogor: IPB Fakultas perikanan dan Kelautan. Heryanto. 2011. Land Snails of Java A Field Guide. Bogor: research Center for Biology-LIPI. 8
Krebs CJ. 1989. Ecologycal Methodology. London: Harper and Row Publishers. Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. USA: Princeton University Press. Matsuura,K.,O.K.,Sumadhiharga and K. Tsukamoto. 2000. Field Guide to Lombok Island. Identification Guide Marine Organism in Seagrass Beds of Lombok Island, Indonesia. University of Tokyo. Odum, E. P. 1993. Fundamental Of Ecology 3rd Edition. Dalam Srigandono (Ed.), Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Rusnaningsih. 2012. Struktur Komunitas Gastropoda dan Studi Populasi Cerithidea obtusa (Lamarck 1822) di HUtan Mangrove Pangkal Babu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. (TESIS). Universitas Indonesia. Taqwa, A. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton dan Struktur Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan Timur. TESIS. Universitas Diponegoro Semarang. Wye, K.R. 2000. The Encyclopedia of SHELLS: With 1,200 Examples. Quantum Books Ltd 6 Blundell Street London N7 9BH.
9