1 TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP PERILAKU BUDAYA ANAK PUNK DI

Download Budaya Anak Punk, Studi Deskriptif tentang Tanggapan Masyarakat ... tentang perilaku budaya anak punk di Kelurahan Sei Sikambing C II Medan...

0 downloads 493 Views 306KB Size
Tanggapan Masyarakat terhadap Perilaku Budaya Anak Punk di Kota Medan (Studi Deskriptif tentang Tanggapan Masyarakat Kelurahan Sei Sikambing C II – Medan Helvetia terhadap Perilaku Budaya Anak Punk di Kelurahan Sei Sikambing C II – Medan Helvetia)

Fransiskus Batista Marbun

Abstrak : Penelitian ini berjudul Tanggapan Masyarakat terhadap Perilaku Budaya Anak Punk, Studi Deskriptif tentang Tanggapan Masyarakat Kelurahan Sei Sikambing C II – Medan Helvetia terhadap Perilaku Budaya Anak Punk di Kelurahan Sei Sikambing C II – Medan Helvetia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik tabel tunggal. Penelitian deskriptif ini berisikan situasi atau peristiwa penelitian dan tidak mencari atau menjelaskan hubungan dan menguji. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggapan masyarakat Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Kecamatan Medan Helvetia tentang perilaku budaya anak punk di Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia. Keywords : Komunikasi Antarbudaya dan Perilaku Budaya

PENDAHULUAN Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses peralihan dan pertukaran informasi oleh manusia melalui adaptasi dari dan ke dalam sebuah sistem kehidupan manusia dan lingkungannya. Proses peralihan dan pertukaran informasi itu dilakukan melalui simbol-simbol bahasa verbal maupun nonverbal yang dipahami secara bersama (Liliweri, 2001: 5). Esensi komunikasi terletak pada proses, yaitu suatu aktivitas yang melayani hubungan antara pengirim dan penerima pesan melampaui ruang dan waktu. Itulah sebabnya mengapa semua orang

pertama-tama

tertarik

mempelajari

komunikasi

manusia

(human

communication), sebuah proses komunikasi yang melibatkan manusia pada kemarin, kini dan mungkin di masa yang akan datang (Liliweri, 2004: 5).

1

Kita harus paham sekarang bahwa komunikasi manusia itu terjadi dalam “ruang hampa” sosial. Alih-alih, komunikasi merupakan suatu matriks tindakan-tindakan sosial yang rumit dan saling berinteraksi, serta terjadi dalam suatu lingkungan sosial yang kompleks. Lingkungan sosial ini merefleksikan bagaimana orang hidup, bagaimana ia berinteraksi dengan orang lainnya. Lingkungan sosial ini adalah budaya, dan bila kita ingin benar-benar memahami komunikasi, kita pun harus memahami budaya (Mulyana dan Rakmat, 2002 : 18). Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok (Mulyana dan Rakmat, 2002 : 18). Budaya menampakkan diri dalam pola–pola bahasa dalam bentuk–bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model bagi tindakan–tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang tinggal dalam suatu masyarakat disuatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu. Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat dari objek-objek materi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari (Mulyana dan Rakmat, 2002 : 19). Hubungan komunikasi dan antarbudaya bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi. Apa yang kita perhatikan atau abaikan, apa yang kita pikirkan dan bagaimana kita memikirkannya dipengaruhi budaya. Pada gilirannya, apa yang kita bicarakan dan bagaimana kita membicarakannya, dan apa yang kita lihat turut membentuk, menentukan dan menghidupkan budaya kita. Budaya takkan hidup tanpa menyebabkan perubahan pada lainnya (Mulyana dan Rakmat, 2002 : 37). Perubahan pola hidup masyarakat dan perubahan budaya yang ada membuat manusia dihadapkan pada stimulasi yang kompleks dan memerlukan kejelian untuk menerima situasi tersebut. Budaya menampakkan diri dalam pola– pola bahasa dalam bentuk–bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang 2

memungkinkan orang tinggal dalam suatu masyarakat disuatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu. Salah satu budaya yang muncul di kalangan masyarakat pada saat ini adalah punk (Ronaldo, 2008). Kata punk berasal dari sebuah kepanjangan public united not kingdom. Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London-Inggris di pertengahan tahun 1970 yang dulunya adalah sebuah gerakan untuk menentang para elit politik yang berkuasa di Inggris pada saat itu. Namun, punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik (Ronaldo, 2008). Dalam perjalanannya, komunitas punk di kota Medan cukup memiliki catatan yang panjang. Budaya dan scenes (istilah kelompok dalam komunitas punk) punk muncul pertama kali berkisar pada akhir tahun 1980 dan di awal 1990. Budaya ini dibawa oleh anak anak kota Medan yang sekolah atau berkunjung dari pulau Jawa, dan akhirnya meluas sampai ke pinggiran kota Medan (Newkicks, 2010, : 15). Komunitas punk di Indonesia, termasuk di kota Medan, memang sangat diwarnai oleh budaya dari barat atau Amerika dan Eropa. Biasanya perilaku mereka terlihat dari gaya busana yang mereka kenakan seperti sepatu boots, potongan rambut mohawk ala suku Indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh (http://www.analisadaily.com). Pada awal tahun 1997 mulai muncul berbagai macam komunitas street punk di kota Medan. Komunitas ini cepat menyebar luas, dan komunitas punkers baru juga semakin banyak bermunculan. Komunitas street punk di kota tersebut bermunculan mulai dari Jalan Sutomo, meluas sampai ke daerah Guru Patimpus, Aksara, Juanda, Titi Kuning, Brayan, Bilal, Belawan, Ayahanda, Griya, Speksi dan akhirnya sampai ke daerah Kelurahan Sei Sikambing (Newkicks, 2010, : 15). Dari pengamatan dan observasi penulis, kelompok punk yang memiliki anggota cukup banyak dan sering ditemui di daerah Sei Sikambing C II Medan Helvetia adalah kelompok punk yang sering mangkal di perempatan jalan Gatot 3

Subroto (didepan kompleks Perumahan Tomang Elok) dan seputar daerah Pasar Sei Sikambing. Punkers yang berada di areal tersebut sering membaur dengan masyarakat yang ada di daerah tempat mereka beraktifitas, berkumpul dan mengamen walaupun pada umumnya banyak juga masyarakat yang merasa risih dengan keberadaan mereka. Dari semua penjabaran di atas, maka di dalam melaksanakan penelitian ini, penulis memilih objek penelitian adalah anak punk di daerah Medan Helvetia, khususnya Kelurahan Sei Sikambing C II, dan subjek penelitian ini ditekankan pada analisis nilai nilai budaya yang ada di kehidupan anak punk tersebut serta tanggapan masyarakat Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia terhadap perilaku budaya anak punk tersebut. Masyarakat Kelurahan Sei Sikambing C II Kecamatan Medan Helvetia merupakan masyarakat yang heterogen dan merupakan kawasan yang mobilitas penduduknya cukup tinggi. Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia juga telah menjadi rumah dan tempat tinggal bagi komunitas punkers yang ada di kawasan kelurahan Sei Sikambing C II Medan. Kawasan Kecamatan Medan Helvetia dapat dikatakan sebagai salah satu tempat yang cukup ramai dengan berbagai macam scenes punk. Oleh karena itulah, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini karena budaya punk yang ada pada mereka secara tidak langsung menarik perhatian dan menjadi buah bibir di tengah–tengah masyarakat Kelurahan Sei Sikambing C II, Medan Helvetia. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Tanggapan Masyarakat terhadap perilaku budaya anak punk di Kota Medan, Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia.

URAIAN TEORITIS Komunikasi Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar ataupun yang salah. Seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya

untuk

menjelaskan

fenomena

yang

didefinisikan

dan

mengevaluasinya. Secara etimologis (asal katanya), komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti sama, dalam hal ini berarti membuat 4

kebersamaan makna dalam suatu hal antara dua orang atau lebih (Effendy, 2006:10). Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti “sama”, communico, communication atau communicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan di anut secara sama. Akan tetapi definisi- definsi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagai hal-hal tersebut, seperti dalam kalimat “kita berbagi pikiran”, “kita mendiskusikan makna”,“dan kita mengirimkan pesan”(Mulyana dan Rakmat, 2002:4-42).

Bentuk Komunikasi Secara umum, bentuk-bentuk komunikasi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok. Dalam prakteknya, bentuk-bentuk komunikasi tersebut saling mengisi dan melengkapi. Pada dasarnya ada tiga bentuk komunikasi yang umum digunakan yaitu, komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal dan paralingusitik. Berikut adalah penjelasan dari ketiga bentuk komunikasi tersebut : Komunikasi verbal Komunikasi verbal dapat diartikan sebagai pesan yang disampaikan dalam bentuk kata-kata atau ucapan, berisi informasi melalui pembicaraan atau bahasa tulisan. Komunikasi verbal bergantung pada bahasa. Komunikasi nonverbal Komunikasi nonverbal dapat diartikan sebagai bentuk pesan yang berupa / disampaikan dengan gerakan tubuh (tidak diucapkan), antara lain dengan facial expression (ekspresi wajah), eye movement (gerakan mata), lips movement (gerakan bibir), body movement (gerakan badan), dan physical appearance (penampilan fisik).

5

Paralinguistik Paralinguistik dapat berupa bentuk pesan yang mungkin bersama dengan bentuk pesan verbal (tetapi tidak langsung), misalnya menggunakan saluran radio, televisi, kaset, telepon, alat cetak, dan lain-lain (Mulyana dan Rakmat, 2002: 60).

Komunikasi Antarbudaya Pembicaraan tentang komunikasi antarbudaya tak dapat dielakkan dari pengertian kebudayaan (budaya). Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, “harus dicatat bahwa studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi” (Hart II, 1996). Kita juga dapat memberikan definisi komunikasi antarbudaya yang paling sederhana yakni, komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan (Liliweri, 2001: 9-13). Kita dapat melihat bahwa proses perhatian komunikasi dan kebudayaan, terletak pada variasi langkah dan cara berkomunikasi yang melintasi komunitas atau kelompok manusia. Fokus perhatian studi komunikasi dan kebudayaan juga meliputi, bagaimana menjajagi makna dan pola-pola itu diartikulasikan ke dalam sebuah kelompok sosial, kelompok budaya, kelompok politik, proses pendidikan, bahkan lingkungan teknologi yang melibatkan interaksi manusia (Liliweri, 2001: 9-10). Dengan demikian manakala suatu masyarakat berada pada kondisi kebudayaan yang beragam maka komunikasi antarpribadi dapat menyentuh nuansa-nuansa komunikasi antarbudaya. Di sini, kebudayaan yang menjadi latar belakang kehidupan, akan mempengaruhi perilaku komunikasi manusia. Oleh karena itu di saat kita berkomunikasi antarpribadi dengan seseorang dalam masyarakat yang makin majemuk, maka dia merupakan orang yang pertama dipengaruhi oleh kebudayaan kita (Liliweri, 2001: 12).

6

Perilaku Budaya Pemahaman terhadap perilaku budaya dapat dikatakan sudah menjadi ranah yang penting dalam komunikasi. Perilaku budaya dari setiap individu yang ada di masyarakat tentu banyak yang berbeda-beda. Pada perilaku budaya, terdapat dua bagian penting yang harus diingat, yaitu perilaku verbal dan perilaku nonverbal. Kedua bagian ini saling berhubungan dan juga saling mempengaruhi (Mulyana dan Rakmat, 2005: 30).

Perilaku Verbal Berbicara tentang perilaku verbal tentu sudah sangat banyak pengertian tentang perilaku verbal yang telah dikemukakan oleh para ahli. Perilaku verbal adalah sebuah bentuk perilaku komunikasi dengan menggunakan simbol-simbol verbal. Secara garis besar bagian-bagian dari perilaku verbal dalam konteks komunikasi antarbudaya dapat dibagi lagi ke dalam: Topik Pembicaraan Topik pembicaraan sangatlah berpengaruh ketika akan melangsukan proses berkomunikasi. Topik pembicaraan yang tidak terarah bisa saja dapat membuat proses komunikasi yang sedang berlangsung antar komunikator dan komunikan tidak berjalan dengan baik dan pesan yang akan disampaikan tidak akan ditangkap dengan baik oleh komunikan. Frekuensi Berkomunikasi Dalam berkomunikasi, frekuensi berkomunikasi tentu akan berguna dan juga memegang peranan yang cukup penting. Sebagai contoh, ketika kita kurang sering melakukan proses komunikasi dengan orang yang ada di sekitar lingkungan rumah kita tentu hubungan antara kita dengan mereka tidak begitu erat dikarenakan frekuensi berkomunikasi yang begitu kecil diantar kedua belah pihak. Kejelasan Isi Pesan Hal yang tidak kalah penting dalam perilaku verbal adalah kejelasan isi pesan yang diperoleh. Dalam konteks komunikasi antarbudaya, ketika proses berkomunikasi berlangsung diantara dua budaya yang berbeda, kejelasan isi pesan

7

serta pemahaman terhadap isi pesan yang disampaikan sangatlah berpengaruh agar tidak terjadi miss communication. Waktu Penyampaian Pesan Dalam konteks komunikasi antarbudaya, waktu penyampaian pesan juga berpengaruh dan mengambil peranan cukup penting. Waktu juga dapat mempengaruhi pemahaman seseorang dalam memahami maskud pesan yang disampaikan oleh si pemberi pesan. Suasana Penyampaian Pesan Suasana penyampaian pesan juga harus diperhatikan di dalam perilaku verbal pada konteks komunikasi antarbudaya. Komunikan harus mampu melihat suasana dan situasi, apakah dalam suasana santai, terbuka, dll. Isi Pesan Dari keseluruhan penjelasan di atas, isi pesan adalah komponen yang paling utama dalam perilaku verbal pada konteks komunikasi antarbudaya. Sangatlah penting terlebih dahulu untuk memastikan isi pesan yang akan disampaikan ketika hendak melakukan proses komunikasi (Lusiana, 2002:19).

Perilaku Nonverbal Perilaku komunikasi nonverbal memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia, walaupun hal ini sering kali tidak kita disadari. Padahal kebanyakan ahli komunikasi akan sepakat apabila dikatakan bahwa dalam interaksi tutup muka umumnya, hanya 35 persen dari “social context” suatu pesan yang disampaikan dengan kata-kata. Maka ada yang mengatakan bahwa bahasa verbal penting tetapi bahasa nonverbal tidak kalah pentingnya, bahkan mungkin lebih penting, dalam peristiwa komunikasi (Lusiana, 2002: 21). Pesan atau perilaku nonverbal menyatakan kepada kita bagaimana menginterprestasikan pesan-pesan lain yang terkandung didalamnya, misalnya: apa orang yang menyatakan pesan itu serius, bercanda, mengancam dan lain-lain. Hal demikian disebut : “second-order message” atau “meto-communication” (Gregory Bateson), yakni merangka yang mengelilingi pesan sehingga merupakan pedoman untuk penafsiran (Lusiana, 2002: 21). 8

Untuk merumuskan pengertian “komunikasi nonverbal”, biasanya ada beberapa defenisi yang digunakan secara umum : 1. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi tanpa kata-kata. 2. Komunikasi nonverbal dapat terjadi apabila individu berkomunikasi tanpa menggunakan suara. 3. Komunikasi nonverbal adalah setiap hal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi makna oleh orang lain. 4. Komunikasi nonverbal adalah suatu mengenai ekspresi, wajah, sentuhan, waktu, gerak, syarat, bau, perilaku mata dan lain-lain (Lusiana, 2002: 21). Komunikasi nonverbal adalah proses yang dijalani oleh seorang individu atau lebih pada saat menyampaikan isyarat-isyarat nonverbal yang memiliki potensi untuk merangsang makna dalam pikiran individu atau individu-individu lain (Lusiana, 2002: 21). Macam – macam Perilaku Nonverbal Ada beberapa bagian penting yang terdapat dalam perilaku nonverbal. Bagian tersebut tidak dapat dipisahkan dari perilaku nonverbal. Penampilan (Objecties) Untuk memutuskan apakah akan memulai pembicaraan dengan orang lain, tidak jarang kita dipengaruhi oleh penampilan. Kadang-kadang kesimpulan tentang kecerdasan, status sosial, pekerjaan seseorang ditarik dari bagaimana ia menampilkan dirinya. Misalnya : cara berpakaian. Gerakan Badaniah (Kinesics) Dalam beberapa tahun terakhir, buku-buku dan artikel mengenai „bahasa badan‟ (body language) telah memusatkan perhatian pada cara-cara manusia menggunakan gerak isyarat badan sebagai suatu bentuk komunikasi. Studi sistematik yang berupaya untuk menformalisasikan dan mengkordifikasikan perilaku badaniah ini disebut “Kinesics”. Studi kinesics mempelajari bagaimana isyaratisyarat

nonverbal

ini,

baik

yang

sengaja

maupun

tidak,

dapat

mempengaruhi komunikasi. Salah satu contoh adalah : kita menyatakan sikap kepada orang-orang lain dengan beberapa cara, misalnya : kita menunjukkan 9

bahwa kita menyukai seseorang dengan menghadapkan badan kita padanya, bukan dengan mengelak. Juga mencondongkan badan kita kepada orang lain menandakan sikap positif kepadanya atau bisa juga sikap agresif. Persepsi Inderawi (Sensorics)  Rabaan atau Sentuhan Kebudayaan mengajarkan pada anggota-anggotanya sejak kecil tentang siapa yang dapat kita raba, bilamana dan dimana kita bisa raba atau sentuh. Dalam banyak hal juga, kebudayaan mengajarkan kita bagaimana nafsirkan tindakan perabaan atau sentuhan. Dalam hal berjabatan tangan juga ada variasi kebudayaannya. Di negara jerman orang berjabat tangan hampir pada setiap kali pertemuan, sehingga sedikit modifikasinya dari satu situasi ke situasi yang lain. Tetapi di AS, jabatan tangan lebih digunakan untuk menunjukkan perasaan, misalnya jabatan tangan yang kuat, lemah, atau sensual. (Lusiana, 2002:25) 

Penciuman (Olfaction)

Indera penciuman dapat berfungsi sebagai saluran untuk membangkitkan makna. Beberapa contoh yang ada dibawah ini melukiskan peranan penciuman dalam berbagai kebudayaan. Di negara-negara yang sebagian besar penduduknya tidak terlalu banyak mengkonsumsikan daging, ada anggapan bahwa orang-orang AS mengeluarkan bau yang tidak enak karena terlalu banyak makan daging. Persepsi mengenai bau memang berbeda antar satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. Jika orang AS merupakan pencerminan dari kebudayaan yang anti bau, maka di beberapa negara Arab, prianya mengingingkan kaum wanitanya untuk mempunyai bau alam, yang dianggap sebagai perluasan dari pribadi individu (Lusiana, 2002:25). 

Penggunaan Ruang Jarak (Proxemics)

Cara kita menggunakan ruang jarak sering kali menyatakan kepada orang lain sesuatu mengenai diri kita secara pribadi maupun kebudayaan. Aturan-aturan dan prosedur- prosedur yang menentukan ruang jarak dipelajari sebagai bagian dari masing-masing kebudayaan. Contoh penggunaan ruang jarak di kantorkantor. Orang AS lebih suka ada meja yang membatasi dirinya dengan orang lain. 10

Dalam kebudayaan lainnya seperti Amerika Latin atau Israel, meja dianggap membatasi komunikasi, sehingga orang berusaha untuk mendekati pihak yang diajak berbicara (Lusiana, 2002:25). 

Sikap terhadap Waktu (Chronemics)

Kebiasaan – kebiasaan bisa berbeda pada macam-mcam kebudayaan dalam hal : a.

Persiapan berkomunikasi

b.

Saat dimulainya komunikasi

c.

Saat proses komunikasi berlangsung

d.

Saat mengakhiri.

KERANGKA KONSEP Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena yang sama. Konsep dibangun dari teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti (Bungin, 2008: 57). Adapun konsep atau variabel yang terdapat di dalam penelitian ini adalah Tanggapan Masyarakat Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Kecamatan Medan Helvetia Tentang Perilaku Budaya Anak Punk di Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia.

METODE PENELITIAN Pengertian dari metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan pengertian dari metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode yang ada (Usman, 2009: 41). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yakni tidak mencari hubungan atau membuat prediksi. Penelitian ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian.

11

Ciri lain yang ada pada metode deskriptif adalah menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah. Peneliti bertindak hanya sebagai pengamat, dan membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatat dalam buku observasinya. (Usman, 2009: 46). Tujan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah proses atau hubungan, memberikan gambaran lengkap baik dalam bentuk verbal atau numerikal, menyajikan informasi dasar akan suatu hubungan, menciptakan seperangkat kategori dan mengklasifikasikan subjek penelitian, menjelaskan seperangkat tahapan atau proses, serta untuk menyimpan informasi bersifat kontradiktif mengenai subjek penelitian (Usman, 2009: 48).

Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari; objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, dan kemudian ditarik suatu kesimpulannya (Sugiyono, 2002: 55). Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi, 2003: 14). Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah masyarakat Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia yang terdiri dari 362 rumah tangga, dimana dalam setiap rumah tangga hanya diwakilkan oleh 1 orang sampel yang berusia 21-50 tahun.

Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti, dipandang sebagai suatu pendugaan terhadap populasi, namun bukan populasi itu sendiri. Sampel dianggap sebagai perwakilan dari populasi yang hasilnya mewakili seluruh gejala yang diamati.

12

Arikunto mengatakan jika jumlah populasinya hanya berkisar 100 orang kebawah maka sebaiknya jumlah sampel adalah jumlah keseluruhan populasi (total sampling), sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, namun jika subjeknya besar, maka diambil antara 10-15% atau dari 20-25% dari jumlah keseluruhan populasi (Arikunto, 2002: 120). Dari pendapat Arikunto tersebut, maka peneliti mengambil sampel sebanyak 20 % dari jumlah keseluruhan populasi : Sampel = 20% x 362 = 72,4 = 72 orang

Teknik Penarikan Sampel Teknik ini mencakup orang-orang yang telah diseleksi atas dasar kriteriakriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan riset. Sedangkan orangorang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tidak akan dijadikan sampel. Pada umumnya teknik purposif dipilih untuk riset yang lebih mengutamakan kedalaman data daripada untuk tujuan representatif yang dapat digeneralisasikan (Nawawi, 2003: 14). Karakteristik dari sampel penelitian ini adalah kepala keluarga yang berada di Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia yang mengetahui tentang keberadaan punk di kelurahan mereka dan pernah berkomunikasi secara langsung serta melihat perilaku budaya dari komunitas punk tersebut.

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Riset Kepustakaan (Library Research) Riset kepustakaan ini dilakukan dengan mencari data atau informasi melalui membaca jurnal ilmiah, buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang tersedia di perpustakaan (Ruslan, 2006: 31). Dalam penelitian ini penulis menggunakan buku dalam bidang komunikasi antarbudaya dan perilaku budaya, 13

khususnya buku yang berkaitan dan mendukung dengan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. 2. Riset Lapangan (Field Research) Riset lapangan adalah melakukan penelitian di lapangan untuk memperoleh data atau informasi secara langsung dengan mendatangi responden. Selain itu, penelitian lapangan dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang dituju. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang telah disusun secara sistematis berdasarkan variabel operasional dimana pertanyaanpertanyaan yang ada mengarah pada tujuan penelitian yakni ingin mengetahui tanggapan masyarakat terhadap perilaku budaya anak punk yang ada di Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia. Pertanyaan peneliti dan jawaban responden dapat dilakukan dengan bentuk kuesioner lembaran tertulis/tercetak, yakni bersifat kuesioner tertutup, dimana sejumlah pertanyaan telah ada jawabannya dan responden hanya perlu mencontreng atau memilih jawaban (Ruslan, 2006: 23). Kuesioner dilakukan secara personal oleh peneliti.

Teknik Analisis Data Sesuai dengan penelitian yang dilakukan, adapun teknik analisis data menggunakan program “SPSS 13 For Windows” karena dinilai sangat membantu untuk melakukan analisis dan interpretasi data.

Analisis Tabel Tunggal Merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi dan presentase. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri dari dua kolom, sejumlah frekuensi dan persentase untuk setiap kategori (Singarimbun, 1995: 226). Data-data yang terkumpul diproses sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah ditetapkan, kemudian ditabulasi dan dianalisis.

14

PEMBAHASAN Setelah dilakukan analisis data yang menggunakan tabel tunggal, maka selanjutnya akan dilakukan pembahasan yang berguna untuk melihat hasil penemuan penelitian yang dianggap menarik dan nantinya melalui pembahasan inilah dapat ditarik kesimpulan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana Tanggapan Masyarakat Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing II Medan Helvetia terhadap perilaku budaya anak punk yang ada di Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia. Berdasarkan jawaban dari responden yang telah penulis rangkum dalam tabel-tabel tunggal di atas maka didapat beberapa kesimpulan tentang tanggapan masyarakat yang berada Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia (kepala keluarga) dalam penggunaan jejaring sosial oleh remaja sebagai berikut: Sebagian besar responden (kepala keluarga) dalam penelitian ini mengetahui tentang keberadaan anak punk yang berada di kawasan Lingkungan II Sei Sikambing C II Medan Helvetia. Hal ini dibuktikan dengan jumlah persentase sebesar 48,6 % atau sebanyak 35 kepala keluarga yang mengetahui tentang keberadaan anak punk tersebut dari total 72 kepala keluarga yang terpilih menjadi responden dalam penelitian ini. Berdasarkan data yang ada di lapangan, hampir setengah dari total responden dalam penelitian ini sering bertemu dengan komunitas punk yang berada di kawasan Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia dengan persentase sebesar 54,2%. Hal ini dikarenakan bahwa sebagian besar responden berprofesi sebagai wiraswasta yang beaktifitas di Pasar Sei Sikambing yang jaraknya cukup dekat dengan tempat komunitas punk tersebut berkumpul dan beraktifitas. Tetapi pada kenyataannya, masyarakat Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia yang menjadi responden dalam penelitian ini mengaku bahwa hanya terkadang saja berkomunikasi secara langsung dengan komunitas anak punk tersebut. Dari data yang ada di lapangan, sebanyak 37 kepala keluarga Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia menyatakan bahwa mereka kurang tertarik dengan topik yang dibicarakan oleh anak punk sewaktu proses komunikasi sedang berlangsung. Pemahaman yang kurang terhadap topik 15

pembicaraan juga termasuk salah satu faktor yang menyebabkan responden (kepala keluarga) yang ada di Lingkungan II Sei Sikambing C II Medan Helvetia tidak tetarik dengan topik pembicaraan yang dilakukan oleh anak punk. Sebagian besar kepala keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini mengaku tidak tertarik dengan topik yang dibicarakan oleh anak punk, karena banyak dari responden yang menganggap hal tersebut hanya membuang waktu saja dan cenderung berpikiran negatif akan kehadiran anak punk yang ada di kawasan Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia. Masyarakat Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia yang menjadi responden dalam penelitian ini (kepala keluarga) sebagian besar berpendapat bahwa sulit untuk memahami dan berbaur dengan komunitas punk tersebut. Dalam hal berkomunikasi, anak punk dianggap kurang terbuka dalam setiap penyampaian pesan sewaktu proses komunikasi berlangsung dan terkesan tertutup kepada masyarakat. Sebanyak 35 (48,6%) kepala keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini mengakui bahwa anak punk memang hanya terbuka dalam berkomunikasi kepada sesama anggota komunitas mereka saja. Dalam perilaku budaya anak punk, dari total 72 kepala keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 29 (40,3%) kepala keluarga berpendapat bahwa gaya berpakaian dan penampilan anak punk dinilai kurang menarik. Dari data yang ada di lapangan, gaya penampilan dan berpakaian anak punk tersebut kerap kali menjadi sorotan utama masyarakat Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia. Banyak dari responden dalam penelitian ini yang beranggapan bahwa penampilan anak punk terkesan “urak-urakan”, lusuh, kumal dan tidak menarik untuk dipandang. Ketika 72 kepala keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini ditanya tentang pendapat mereka terhadap penampilan dan gaya berpakaian anak punk, sebanyak 40 kepala keluarga (55,6%) memberi tanggapan bahwa penampilan dan gaya berpakaian anak punk di Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia merupakan suatu perilaku budaya yang menyimpang. Jadi dapat disimpulkan bahwa, memang benar bahwa sebagian besar masyarakat Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia menggambarkan 16

perilaku budaya punk adalah perilaku budaya yang menyimpang dan terkesan negatif di mata masyarakat. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikemukakan bagian-bagian penting yang merupakan kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Masyarakat Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia yang mengetahui tentang keberadaan anak punk di kawasan Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia terbilang dengan persentase yang cukup tinggi. Hal ini juga berkaitan dengan intensitas responden dalam hal bertemu secara langsung dengan komunitas anak punk Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia. Jarak yang dekat antara pemukiman responden dan tempat berkumpulnya anak punk terbilang cukup dekat sehingga intensitas responden untuk bertemu komunitas punk yang ada di kawasan Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia sering terjadi. Sebagian besar masyarakat Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia memang berprofesi sebagai wirausaha yang menggantungkan hidup pada Pasar Sei Sikambing, yang lokasinya juga terbilang cukup dekat dengan tempat komunitas punk Kelurahan Sei Sikambing C II. Dalam hal berkomunikasi, frekuensi berkomunikasi tentu dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan penafsiran atau penilaian terhadap lawan bicaranya. Dalam hal ini, gambaran dari masyarakat yang menjadi responden pada penelitian ini hanya terkadang saja berkomunikasi dengan anak punk, walaupun kebanyakan dari responden mengaku bahwa informasi yang diterima sewaktu berkomunikasi langsung dengan anak punk terbilang cukup jelas. Para responden juga berpendapat bahwa suasana penyampaian pesan yang dilakukan oleh anak punk masih dalam konteks yang wajar. 2. Dalam hal perilaku budaya dapat diuraikan ke dalam dua bagian yaitu perilaku verbal dan non verbal. Topik pembicaraan, frekuensi berkomunikasi, kejelasan isi, waktu penyampaian pesan, suasana penyampaian pesan, serta isi pesan merupakan unsur unsur yang penting dalam bagian perilaku verbal. Sedangkan, 17

penampilan, gerakan badaniah, persepsi inderawi, penggunaan ruang jarak dan penggunaan waktu merupakan unsur-unsur penting dalam perilaku nonverbal. Sebagian besar masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini berpendapat bahwa penampilan dan gaya berpakaian anak punk dinilai kurang menarik. Dari segi kewajaran dan penamilan anak punk, responden juga menilai bahwa perilaku budaya mereka ada hal yang kurang wajar. Sebagai masyarakat awam pada umumnya berpendapat bahwa dalam hal penampilan, anak punk terkesan urak-urakan dan lusuh. Banyak masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini menanggapi bahwa penampilan dan gaya berpakaian anak punk merupakan perilaku budaya yang menyimpang dan masih menanggap bahwa budaya yang diadopsi oleh anak punk tersebut adalah hal yang sangat berbeda dengan budaya yang ada pada masyarakat Indonesia pada umumnya.

Saran Dalam penelitian ini peneliti memberikan beberapa saran bagi responden penelitian, saran dalam kaitan akademis dan saran dalam kaitan praktis. Saran Responden Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menemukan bahwa sebagian besar responden menanggapi perilaku budaya anak punk yang ada di Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia merupakan perilaku budaya yang aneh dan menimbulkan kesan yang negatif pada masyarakat. Responden kurang tertarik dengan perilaku budaya anak punk tersebut dan jarang berkomunikasi secara langsung dengan anan punk, sehingga hal ini dapat menimbulkan suatu kesan dan pemikiran yang negatif ketika melihat anak punk. Karena itu, peneliti menyarankan agar responden ataupun masyarakat Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia lebih berinteraksi dan mencoba merangkul anak punk yang ada di kawasan Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia agar terjalin komunikasi yang harmonis diantara masyarakat dan kelompok punk.

18

Saran Dalam Kaitan Akademis Penelitian

ini

bertujuan

untuk

melihat

bagaimanakah

tanggapan

masyarakat yang berada di Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia. Peneliti mengharapkan agar penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, terutama bagi mahasiswa Fakutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian mengenai Tanggapan Masyarakat terhadap Perilaku Budaya Anak Punk di Kota Medan atau penelitian yang sejenis, peneliti menyarankan agar peneliti yang bersangkutan kelak lebih memperbanyak referensi dari jurnal sehingga teori dan informasi yang diperoleh dapat lebih menyempurnakan hasil dari penelitian ini. Saran Dalam Kaitan Praktis Punk sebenarnya adalah atittude/sikap yang lahir dari sifat memberontak, tidak puas hati, marah dan benci, dari sifat-sifat inilah maka lahirnya Punk. Rasa tidak puas hati dan marah pada sesuatu terutama tindakan yang menindas ditunjukkan dan dimasukkan ke dalam musik dan pakaian mereka. Punk yang ada saat ini seharusnya dapat membuat tindakan yang lebih baik dan positif dalam menunjukkan eksistensi mereka. Dalam perilaku budaya punk yang sekarang harus lebih mengutamakan karya dan tujuan dari arti perilaku budaya punk yang sebenarnya, bukan hanya sekedar bergaya dan berpenampilan punk. DAFTAR PUSTAKA

Andriani Lubis, Lusiana. 2002. Komunikasi Antar Budaya. Medan:USU Repository. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta.

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

19

Effendy, Onong Uchajana. 2006. Ilmu Komunikasi dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Liliweri, Alo. 2001. Gatra Gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Remaja. __________. 2004. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Remaja.

Mulyana, Dedy & Rahmat, Jalaludin. 2002. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. ___________.2005. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nawawi, H & Martini, H. 1995. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press.

Newkicks Magazine. edisi November 2010. Medan: FNB Medan.

Ruslan, Rosady. 2006. Metode Penelitian Public Relaitons dan Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT. Pustaka LP3S Indonesia.

Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV Alfabeta. Usman, Husaini. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara.

20

Sumber lain :

Ronaldo. 2008. Proses Internalisasi Nilai pada Remaja Punk di Yoggyakarta. http://one.indoskripsi.com/judulskripsi/psikologi/prosesinternalisasinilaipa da-remaja-punk-diyogyakarta (Diakses pada 15 Maret 2010).

http://www.analisadaily.com/news/read/2012/02/16/35758/eksistensi_punk_dan_ moralitas_bangsa_indonesia/#.T2hCiXLlY2l (Diakses pada tanggal 15 Maret 2010).

21