BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Mengenai Anak Tunagrahita
2.1.1. Pengertian Anak Tunagrahita Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengertian anak tunagrahita. Munzayanah (2000) mengatakan bahwa anak tunagrahita merupakan anak-anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan, daya pikir serta seluruh kepribadiannya, yang menyebabkan mereka menjadi tidak mampu hidup dengan kekuatan mereka sendiri di dalam masyarakat meskipun dengan cara hidup yang sederhana. Bandi Delphie (2009) memberikan pendapatnya mengenai tunagrahita dimana individu dianggap tunagrahita atau mental retardation jika memenuhi dua kriteria, yaitu kekurangan atau keterbelakangan dalam adaptasi tingkah laku dan keterbatasan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang diukur berdasarkan taraf usia menurut kalender yang telah dicapai seorang anak. Keterbelakangan atau keterbatasan tersebut meliputi menolong diri sendiri, komunikasi, menjaga kesehatan dan keamanan diri, keterampilan sosial, keterampilan kehidupan di keluarga, kebiasaan di masyarakat, pengarahan diri, akademik fungsional, waktu luang dan kerja. Anak tunagrahita atau anak dengan retardasi mental adalah anak-anak yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata, di samping itu mereka juga
10
11
mengalami keterbelakangan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya (Mohammad Amin, 1995) Retardasi mental merupakan kondisi yang terdiagnosis sebelum umur 18 tahun, biasanya pada masa anak-anak, yang meliputi fungsi intelektual di bawah rata-rata dan kurangnya keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan seharihari (Kaneshiro, 2011) Tunagrahita didefinisikan berdasarkan American Association on Mental Deficiency (AAMD) sebagai suatu kelainan pada seseorang yang ditandai dengan fungsi intelektual umum yang dimilikinya di bawah rata-rata, yaitu dengan IQ 84 ke bawah berdasarkan tes individual dan ketidakmampuan dalam melakukan perilaku adaptif, dimana gejala-gejala ini muncul sebelum umur 16 tahun. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita atau mental retardasi adalah anak dengan fungsi intelektual umum di bawah ratarata yaitu dengan IQ 84 ke bawah berdasarkan tes intelegensi baku dimana kelainan itu muncul sebelum anak berumur 16 tahun dan mereka mengalami keterbelakangan dalam adaptasi tingkah laku serta keterbatasan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.1.2. Faktor Penyebab Tunagrahita Faktor-faktor yang menyebabkan ketunagrahitaan menurut Mohammad Amin (1995) antara lain: 1. Faktor keturunan Terjadi karena adanya kelainan pada kromosom
12
2. Gangguan metabolisme dan gizi Gangguan metabolisme dan asam amino (phenylketonuria), gangguan metabolisme Sacharide (gargoylism), kelainan Hypohyroidis (oretinism). 3. Infeksi dan keracunan Disebabkan karena penyakit rubella, syphilis bawaan, sindrom gravidity beracun. 4. Trauma dan zat radioaktif. 5. Masalah dalam kelahiran. 6. Lingkungan Lingkungan
tidak
mampu
memberikan
rangsangan-rangsangan
yang
diperlukan anak pada masa perkembangan, kurangnya kontak pribadi. Mulyono dan Sudjadi (1994) dalam Suwarini (2009) juga mengatakan faktor-faktor penyebab tunagrahita yaitu : 1. Genetik Penemuan di bidang biokimia dan genetik telah memberikan penjelasan tentang penyebab tunagrahita, dikemukakan bahwa penyebab tunagrahita berupa kerusakan biokimiawi (biochemical disorders) dan abnormalitas kromosom (chromosomal abnormalities) a. Kerusakan Biokimiawi Terdapat lebih dari 90 penyakit yang dapat menyebabkan kelainan metabolisme sejak kelahiran dan hal-hal tersebut dapat diturunkan secara genetik dalam arti suatu penurunan sifat. Hal tersebut terjadi akibat dari
13
kerusakan dalam beberapa kromosom yang dikendalikan oleh sistem enzim tertentu yang diperlukan untuk melakukan fungsi normal tubuh. Para
ahli
biokimia
mengidentifikasi
bahwa
terdapatnya
Phenylketonuria (senyawa kimia bergugus keton) yang mana senyawa ini seharusnya tidak boleh ada di dalam sistem ekskresi tubuh manusia. Terdapatnya senyawa tersebutlah yang akan menyebabkan suatu penyakit yang diketahui sebagai penyakit yang diturunkan yang dapat menyebabkan retardasi mental. Hal ini disebabkan oleh metabolisme asam amino abnormal yang diturunkan, sehingga terjadi ketidakmampuan perombakan senyawa phenylalaline menjadi senyawa tryosin akibat dari defisiensi enzim hati khusus. Peluang terjadinya
Phenylketonuria
yaitu sebesar 4/100.000
kelahiran atau terdapat satu penderita dalam 25.000 kelahiran (Mulyono dan Sudjadi, 1994). b. Abnormalitas Kromosom Abnormalitas pada kromosom ini umumnya ditemukan pada anak yang mengalami Down Syndrome/Sindroma Mongol (Mongolism) dimana anak tersebut memiliki rentang IQ 20 sampai 60 dengan mayoritas rentangan 30 sampai 50. Karakteristik kelainan kromosom pada anak Down Syndrome antara lain : 1) Anak Down Syndrome memiliki 47 kromosom yang umumnya hanya terdapat 46 kromosom, tersusun dalam 23 pasang. Kelainan kromosom
14
tersebut terletak pada kromosom ke-21 yang terdiri dari 3 kromosom (trisomi) 2) Anak Down Syndrome memiliki 46 kromosom tetapi salah satu dari kromosom-kromosom tersebut mengalami kerusakan (mosaik) dengan angka kejadian 2/1000 kelahiran. 2. Penyebab Masa Prenatal Terdapat beberapa kondisi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan embrio yang menyebabkan kesalahan dalam perkembangan system saraf sehingga menyebabkan anak menjadi tunagrahita (retardasi mental) antara lain : a.
Infeksi Virus Rubella Ibu hamil pada trimester pertama yang terkena virus Rubella akan mengalami kerusakan kongenital pada janinnya dan kemungkinan terjadi retardasi mental. Kerusakan yang dapat diakibatkan oleh virus tersebut antara lain : gangguan pengelihatan, gangguan pendengaran, penyakit hati, mikrosefali dan retardasi mental.
b.
Faktor Rhesus (Rh) Terdapat dua jenis Rhesus dalam tubuh manusia yaitu Rh–positif dan Rh–negatif. Berdasarkan faktor Rhesusnya, sebanyak 86% populasi dunia memiliki Rh–positif dan Rh–negatif sebanyak 14%. Apabila dalam tubuh seseorang terdapat kedua jenis resus maka akan terjadi Rhesus inkompabilitas. Seperti pada seorang ibu ber-Rhesus negatif yang mengandung janin yang memiliki resus positif maka akan terjadi Rhesus
15
inkompabilitas yang dapat menyebabkan Eritroblastosis fetalis pada janin tersebut. Eritroblastosis Fetalis, umumnya juga dikenal sebagai penyakit hemolisis pada bayi baru lahir, adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan penyerangan pada sel darah merah (eritrosit) bayi akibat adanya antibodi di dalam darah ibu sewaktu terjadi inkompatibilitas golongan darah rhesus (Rh). Antibodi (Aglutinin) yang terdapat pada janin akan menyebabkan sel darah menggumpal dan menghasilkan sel-sel darah yang tidak dewasa (immature blood cells) sehingga gagal menjadi sel yang dewasa di dalam sumsum tulang. Dari hasil penelitian Yannet dan Liebermen bahwa ada hubungan
antara
keberadaan
Rh
darah
yang
tidak
kompatibel
(incompatible) antara anak retardasi mental dengan Rh darah ibunya (Mulyono dan Sudjadi, 1994). 3. Penyebab Perinatal Kejadian atau peristiwa pada saat kelahiran yang dapat menyebabkan retardasi mental pada anak diantaranya sesak nafas (asfiksia), prematuritas, luka pada saat persalinan baik karena disebabkan oleh persalinan yang lama, kesulitan kelahiran, penggunaan alat kedokteran sewaktu kelahiran dan lainlain. Frederich Schreiber dalam penelitiannya mengemukakan bahwa terjadinya cerebral anoxia (kekurangan suplai oksigen pada otak) pada bayi ketika dilahirkan dapat menyebabkan kerusakan mental sehingga dapat menyebabkan anak tersebut menjadi tunagrahita. Otak tidak dapat berfungsi
16
tanpa suplai oksigen yang cukup, jika suplai oksigen terhenti beberapa menit, maka sel-sel dalam otak akan mengalami kematian dan kerusakan sel-sel otak tidak dapat diperbaiki lagi. Seperti yang dijelaskan oleh Kirk dan Gallagher, bahwa perbandingan antara 999 anak laki-laki yang lahir premature dengan 1.002 anak laki-laki yang lahir normal menunjukkan bahwa dari anak yang lahir premature menjadi epilepsy, cerebral palcy dan retardasi mental, mengalami kesulitan dalam beberapa hal dan berat badan pada umur 20 tahun lebih rendah dibanding anak yang lahir normal. 4. Penyebab Postnatal Penyakit-penyakit yang mengakibatkan infeksi pada masa bayi, masa awal anak-anak dapat menyebabkan retardasi mental, seperti Encephalitis dan Meningitis. Encephalitis menyebabkan peradangan sistim saraf pusat, menimbulkan panas tinggi dan menyebabkan kerusakan sel-sel otak, sedangkan penyakit meningitis menyebabkan peradangan selaput otak dan menimbulkan kerusakan pada sistem saraf pusat. Selain encephalitis dan meningitis, malnutrisi kronik juga dapat menyebabkan retardasi mental. Kurangnya nutrisi berupa asupan protein pada 18 bulan pertama masa bayi, masa yang sangat penting bagi pertumbuhan otak bayi, dapat berpengaruh negatif pada perkembangan intelektual dan kecerdasan anak (Mulyono dan Sudjadi, 1994)
17
5. Penyebab Sosiokultural Sosiokultural berpengaruh terhadap perkembangan intelektual manusia, manusia dapat mengaktualisasikan sifat-sifat kemanusiaannya jika ia berada di lingkungan manusia. Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab
langsung
menimbulkan
gangguan
jiwa,
biasanya
terbatas
menentukan “warna” gejala-gejala, disamping mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut. Pengaruh cultural yang mungkin
memberikan
kontribusi
terhadap
gangguan
ini
termasuk
penganiayaan, penelantaran, dan deprivasi sosial.
2.1.3. Klasifikasi Tunagrahita Klasifikasi menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV (American Psychiatric Association, 2000) bahwa terdapat empat klasifikasi tunagrahita, yaitu : ringan, sedang, berat dan sangat berat. 1. Retardasi Mental Ringan Anak dengan retardasi mental ringan secara kasar dapat dikelompokkan dengan retardasi yang dapat dididik (educable). Sebesar 85% dari anak retardasi metal tergolong ke dalam kelompok ini. IQ yang dimiliki anak tunagrahita ringan berkisar antara 50 hingga 70. Pada usia prasekolah (umur 05 tahun) anak dengan retardasi mental ringan dapat mengembangkan kecakapan sosial dan komunikasi, mempunyai sedikit hendaya dalam bidang sensorimotor, dan sering tidak dapat dibedakan dengan anak tanpa retardasi
18
mental sampai pada usia yang lebih lanjut. Umunya anak-anak dengan retardasi mental ringan tidak dikenali sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua disekolah. Saat usia remaja, mereka mampu memperoleh kecakapan akademik hingga setara kelas VI SD. Di masa dewasa, anak tunagrahita ringan biasanya dapat menguasai kecakapan sosial dan vokasional cukup untuk sekedar berdikari namun tetap membutuhkan bimbingan dan supervisi. Penyandang retardasi mental ringan biasanya dapat hidup sukses di masyarakat hanya dengan pengawasan dan bantuan yang wajar. 2. Retardasi Mental Sedang Anak dengan retardasi mental sedang dapat dikelompokkan dengan kelompok yang biasa disebut dapat dilatih (trainable). Kelompok individu dengan tingkat retardasi ini memperoleh kecakapan komunikasi selama masa anak dini. Mereka juga dapat memperoleh manfaat dari latihan kecakapan sosial dan akupasional namun tidak dapat rnelampaui pendidikan akademik Iebih dari tingkat 2 (kelas II SD). Anak tunagrahita sedang dengan pengawasan yang sedang dapat mengurus atau merawat dirinya sendiri. Rentang IQ untuk anak tunagrahita sedang sekitar 40-50. Sebanyak 10 % dari anak dengan retardasi mental masuk kedalam kelompok ini 3. Retardasi Mental Berat Kelompok retardasi mental ini membentuk 3-4% dari seluruh kelompok retardasi mental. Selama masa anak-anak, anak dengan retardasi mental berat memiliki kemampuan yang sangat sedikit bahkan tidak mampu dalam berkomunikasi, namun ketika memasuki masa sekolah mereka dapat belajar
19
bicara dan dapat dilatih dalam kecakapan mengurus diri yang sederhana. Saat dewasa mereka dapat melakukan kerja yang sederhana bila diawasi secara ketat. IQ anak tunagrahita berat berkisar antara 25-40. 4. Retardasi Mental Sangat Berat Dari keseluruhan jumlah penyandang tunagrahita hanya sebesar 1-2% yang masuk ke dalam kelompok dengan retardasi mental sangat berat. Anak dengan retardasi mental sangat berat memiliki IQ dengan rentang 20-25. Pada masa anak-anak, penyandang retardasi mental sangat berat menunjukkan gangguan yang berat dalam bidang sensorimotorik dan ketidakmampuan dalam berkomunikasi. Perkembangan motorik dan kemampuan komunikasi dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan yang adekuat. Beberapa penyandang tunagrahita berat yang sudah mendapatkan pelatihan yang adekuat dapat melakukan tugas-tugas sederhana di tempat yang disupervisi dan dilindungi.
2.1.4. Karakteristik Tunagrahita Menurut
Sutjihati
Soemantri
(1996),
anak
tunagrahita
memiliki
keterbatasan dalam beberapa aspek yaitu keterbatasan intelegensi, sosial dan fungsi-fungsi
mental
lainnya,
dimana
keterbatasan
tersebut
merupakan
karakteristik umum dari anak dengan retardasi mental/tunagrahita. Keterbatasan tersebut antara lain : 1. Keterbatasan Intelegensi Intelegensi adalah fungsi yang kompleks yang terdiri dari kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan dalam menyesuiakan diri dengan masalah-masalah serta situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman
20
masa lalu, berfikir abstrak serta kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Semua kekurangan dalam hal tersebut dimiliki oleh anak tunagrahita. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama dalam hal yang bersifat abstrak seperti belajar berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. Anak dengan retardasi mental memiliki kemampuan belajar yang cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
2. Keterbatasan Sosial Keterbatasan sosial yang dimiliki oleh anak yang mengalami retardasi mental seperti kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, berteman dengan anak yang lebih muda dari usianya, hidup ketergantungan dengan orang tua, tidak dapat memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana sehingga harus selalu dibimbing dan diawasi. Selain itu anak tunagrahita juga mudah dipengaruhi dan melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibat dari tindakannya tersebut. 3. Keterbatasan Fungsi-fungsi Mental Lainnya Anak tunagrahita memiliki kertebatasan dalam bereaksi pada situasi yang baru dikenalnya, sehingga mereka memerlukan waktu yang lebih lama untuk berespon terhadap hal tersebut. Mereka dapat menunjukkan reaksi terbaiknya apabila mengikuti hal-hal yang rutin secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak yang mengalami retardasi mental juga tidak dapat menghadapi suatu kegiatan atau tugas yang dalam jangka waktu yang lama.
21
Selain itu anak tunagrahita kurang mampu dalam membedakan benarsalah, baik-buruk, kurang mampu dalam mempertimbangkan sesuatu dan membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan. Keterbatasan lain yang dimiliki anak tunagrahita yaitu keterbatasan dalam bahasa pada pusat pengolahan/pembendaharaan kata yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Kata-kata yang kongkrit yang sering didengarnya, perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan berulang-ulang. Menurut Munzayanah (2000), karakteristik anak tunagrahita antara laian : 1. Ketidakmampuan dalam bermasyarakat. 2. Kemampuan mentalnya di bawah normal. 3. Memiliki kecerdasan yang terbatas sejak lahir. 4. Terbelakang untuk menjadi masak. 5. Mental deficiency merupakan hasil keadaan yang asli, baik karena keturunan maupun penyakit. 6. Pada dasarnya tidak dapat diobati. Karakteristik anak tunagrahita menurut Brown, et al. (1991) dalam Heward (2012) yaitu : 1. Lamban dalam mempelajari hal hal baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari sesuatu terutama yang bersifat abstrak, dan cepat lupa akan apa yang dipelajari bila tidak dilakukan latihan secara terus-menerus. 2. Kesulitan dalam mengeneralisasi dan mempelajari hal-hal yag baru 3. Mempunyai kemampuan bicara yang sangat kurang terutama bagi anak tunagrahita berat
22
4. Mengalami permasalahan dalam perkembangan gerak. Anak tunagrahita berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana. 5. Kurang dalam kemampuan menolong dirinya sendiri (self help). Sebagian dari anak tunagrahita berat sangat sulit utuk mengurus diri sendiri seperti : berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri mereka sendiri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar. 6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak dengan tunagrahita berat tidak dapat melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan karena kesulitan bagi anak tunagrahita dalam memberikan perhatian terhadap lawan mainnya. Selain itu banyak anak tunagrahita berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya memutar-mutar jari didepan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri mereka sendiri, seperti menggigit diri sendiri bahkan membentur-benturkan kepalanya.
2.2.
Tinjauan Mengenai Kemampuan Membaca
2.2.1. Pengertian Kemampuan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2010), kemampuan diartikan sebagai suatu kecakapan, kesanggupan, kekuatan yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan tugas. Nurhasanah dan Tumianto (2007) juga mengemukakan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan. Kemampuan (ability) adalah kapasitas seorang individu dalam
23
melakukan berbagai macam tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins & Judge, 2009). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan kesanggupan atau kecakapan seorang individu menguasai suatu keahlian dalam melakukan berbagai macam tugas atau pekerjaan.
2.2.2. Pengertian Membaca Membaca merupakan suatu proses yang dilakukan dan digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis (Tarigan, 2008). Alwi (2010) juga berpendapat bahwa membaca mempunyai makna melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau dalam hati). Menurut Mulyono Abdurahman (2003), membaca merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terkait dengan membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan sedangkan aktivitas mental dalam membaca mencakup ingatan dan pemahaman. Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2007) mendefinisikan membaca sebagai suatu proses komunikasi yang berupa pemerolehan informasi dari penulis oleh pembaca. Selain itu Eric Doman (1996) berpendapat bahwa membaca adalah suatu proses proses pengenalan kata dan memahami kata-kata serta ide. Menurut Beliau membaca juga merupakan suatu keterampilan yang wajib dimiliki anak usia sekolah dasar. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan suatu aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental yang
24
digunakan oleh pembaca untuk mengenal dan memahami huruf, kata, dan kalimat dalam memperoleh informasi atau pesan yang disampaikan penulis melalui tulisan.
2.2.3. Pengertian Kemampuan Membaca Lerner berpendapat bahwa kemampuan membaca adalah dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Anak pada usia sekolah akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya jika anak tersebut tidak segera memiliki kemampuan dalam membaca. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar (Mulyono Abdurrahman, 2008) Menurut Mercer dalam Mulyono Abdurrahman (2008), kemampuan membaca tidak hanya memungkinkan seseorang meningkatkan kemampuan kerja dan penguasaan berbagai bidang akademik tetapi juga memungkinkan berpartisipasi dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan menemukan kebutuhan emosional. Kemampuan membaca adalah dasar dari kemampuan yang lainnya, seperti berhitung, menghafal, berbicara, menulis dan sangat berkaitan erat dengan prestasi belajar siswa. Penerimaan materi yang disampaikan oleh guru juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan membaca yang dimiliki oleh siswa. Siswa dengan kemampuan membaca yang rendah atau kurang baik dapat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.
25
2.2.4. Kemampuan Membaca Anak Tunagrahita Anak tunagrahita memiliki kemampuan membaca yang rendah. Setiap anak mengalami kesulitan dan kesalahan membaca yang berbeda-beda. Kesulitan dan kesalahan yang dialami oleh anak tunagrahita saat membaca dapat mengakibatkan salah arti maupun makna dari apa yang dibacanya. Alfani (2011) mengemukakan bahwa, kurangnya kemampuan dalam hal mengingat (memory) pada anak tunagrahita pada umumnya, merupakan suatu kesulitan yang diduga bersumber dari neurologis (saraf) dimana kemampuan tersebut juga merupakan suatu kemampuan yang dipengaruhi oleh aspek memori dan aspek persepsi yang merupakan proses mental yang terletak di otak. Persepsi diperlukan
dalam
belajar
utuk
menganalisis
informasi
yang
diterima.
Keterampilan seorang anak dalam mempersepsikan bunyi fonem, morfem, sematik dan sintaksis pada saat membaca merupakan suatu kemampuan yang biasa disebut dengan kemampuan berbahasa/linguistik. Faktor-faktor yang merupakan penghambat bagi anak tunagrahita dalam pelajaran membaca menurut Sutratinah Tirtonegoro (1996), antara lain : 1) Pendengaran yang kurang, sehingga anak tidak dapat membedakan huruf-huruf yang hampir sama bunyinya, terutama b, t, p dan m, n. 2) Kurang penglihatan, akan mengakibatkan anak sulit membaca karena ia tidak dapat melihat tiap-tiap huruf dengan jelas, sehingga sulit untuk mengingat bentuk-bentuk dari huruf itu.
26
3) Kerusakan pada otak, disebabkan karena pendarahan, luka-luka infeksi, akan menyebabkan anak sukar berorientasi sehingga menghambat pelajaran membaca dan menulis. 4) Sakit atau kesehatan yang kurang baik, menyebabkan anak cepat menjadi lelah dan akan mempengaruhi daya konsentrasi sehingga proses belajar terganggu 5) Penyesuaian diri dan sikap yang salah, anak harus dilatih berani berhubungan dengan lingkungan luas, harus percaya pada diri sendiri, karena pada anak yang takut/malu dan bersikap salah akan berakibat suatu rasa kurang percaya pada diri sendiri sehingga menimbulkan rasa takut anak terhadap hal-hal baru begitu pula pelajaran membaca dan sebagainya. 6) Kesalahan guru, terjadi jika pelajaran anak debil disamakan dengan anak normal hanya dengan verbal dan melambatkan waktunya Menurut Hargrove, anak tunagrahita yang mengalami kesulitan membaca melakukan beberapa kesalahan pada saat membaca seperti penghilangan kata, penyelipan kata, penggantian kata, pengucapan kata salah tetapi memiliki makna yang sama, pengucapan kata dengan bantuan guru, pengulangan, pembalikan kata, pembalikan huruf, kurang memperhatikan tanda baca, ragu-ragu, tersendat-sendat, pembetulan sendiri, serta pengucapan kata salah dan tidak bermakna (Mulyono Abdurrahman, 2008). Sukadi (2012) juga berpendapat bahwa kesalahan tersering yang dilakukan anak dengan retardasi mental atau tunagrahita selama membaca antara lain :
27
1) Anak tidak mengetahui kata-kata Dalam membaca anak mengalami kesulitan dalam mengetahui kata tertentu, misalnya : kata bank anak membaca dengan kata ban-K. 2) Menambahkan kata Anak sering menambahkan kata sehingga wacana jadi berubah, misalkan: kalimat ”Ayah sedang minum kopi”, anak membaca ”Ayah sedang meminum kopi”. 3) Menghilangkan imbuhan atau tidak mengenalnya Anak dalam membaca menghilangkan imbuhan kata yang dibacanya, misal : ”Kakak pergi ke sekolah” dibaca ”Kakak pergi sekolah”. 4) Anak tidak mengenal bunyi-bunyi Anak membuat kesalahan dalam mengucapkan kata, mungkin anak tidak tahu bunyi huruf yang digunakan dalam kata tertentu.
2.2.5 Penilaian Kemampuan Membaca dengan Menggunakan Metode EGRA (Early Grade Reading Assessment) EGRA merupakan salah satu tes uji kemampuan membaca seseorang yang biasa digunakan pada anak usia sekolah khususnya Sekolah Dasar (SD). Tes EGRA adalah tes yang didesain untuk mengukur kemampuan dasar seorang anak dalam membaca dan memahami suatu literatur dimana di dalam tes ini mengukur kemampuan anak dalam mengenali huruf dalam alfabet, membaca kata sederhana, memahami kalimat dan paragraph, dan mendengarkan dengan pemahaman. Di Indonesia EGRA telah dilaksanakan di 23 Kabupaten/Kota dari 7 provinsi, diantaranya Aceh, Sematra Utara, Sulawesi Selatan, Banten, Jawa Barat,
28
Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sub tes dari EGRA yang digunakan peneliti dalam mengukur kemampuan membaca anak tunagrahita adalah : tes Mengenal Huruf (Letter Name Knowledge), tes Membedakan Bunyi Awal (Phonemic Awareness), tes Membaca Kata yang Tidak Bermakna (Simple Unfamiliar Nonword Decoding), tes Membaca Kata yang Bermakna (Familiar Word Identification), dan tes Mendengarkan Pemahaman (Listening Comprehension). 1. Tes Mengenal Huruf Tes mengenal huruf terdiri dari sepuluh huruf dari A-Z baik huruf kapital maupun huruf kecil yang diacak kemudian subyek diminta membaca satu persatu huruf tersebut. Perintahkan subyek untuk membaca/menyebutkan nama huruf yang ditunjuk. Tunjuk huruf mulai dari baris teratas ke baris yang paling bawah, dari deret paling kiri ke deret yang paling kanan. Apabila subyek mengatakan tidak tahu, membaca salah, atau terdiam pada huruf yang ditunjuk selama 10 detik maka beritahukan nama huruf tersebut dan lingkari kemudian lanjut menunjuk huruf setelahnya. Nilai tertinggi pada tes ini adalah 10.
b E D n
m a
U
I P
t
Gambar 1. Tes Mengenal Huruf (Sumber : RTI International, 2013)
29
2. Tes Membedakan Bunyi Awal Test membedakan bunyi awal terdiri dari sepuluh soal. Setiap soal terdiri dari tiga kata, dua kata yang memiliki awalan bunyi yang sama dan satu kata yang memiliki
bunyi
awalan
yang
berbeda.
Perintahkan
subyek
untuk
menandai/melingkari kata yang menurutnya memiliki bunyi awal yang berbeda dari ketiga huruf tersebut. Nilai tertinggi dari tes ini adalah 10.
Tabel 1. Tes Membedakan Bunyi Awal
No
Soal
1
2
1
sangat
semua
dia
2
ketika
balon
kakak
3
buku
tanya
bisa
4
namun
riuh
ramai
5
kalah
malas
marah
6
guru
mangga
gigi
7
jawab
jumlah
cerdas
8
goreng
pesan
pulang
9
tidak
tabu
sakit
10
lapar
lemas
hari
3. Tes Membaca Kata yang Tidak Bermakna Tes membaca kata yang tidak bermakna terdiri dari sepuluh buah kata yang tidak memiliki makna atau arti, kata-kata tersebut juga merupakan kata yang tidak dikenal dalam percakapan sehari-hari. Perintahkan subyek membaca kata mulai dari kata yang terletak pada baris teratas ke baris yang paling bawah, dari deret paling kiri ke deret yang paling kanan. Apabila subyek membaca salah, kata
30
tidak dibaca atau dilewati berikan tanda pada kata tersebut, kemudian lanjutkan membaca kata setelahnya. Nilai tertinggi dari tes ini adalah 10.
Tabel 2. Tes Membaca Kata yang Tidak Bermakna
Soal 1
2
ulal
atak
lasekoh
wijab
tapad
irad
lauka
urgu
samue
nyimanye
4. Tes Membaca Kata yang Bermakna Tes membaca kata yang bermakna terdiri dari sepuluh buah kata yang memiliki arti, kata-kata tersebut juga merupakan kata yang simpel dan umun digunakan dalam perbincangan sehari-hari. Perintahkan subyek membaca kata mulai dari kata yang terletak pada baris teratas ke baris yang paling bawah, dari deret paling kiri ke deret yang paling kanan. Apabila subyek membaca salah, kata tidak dibaca atau dilewati berikan tanda pada kata tersebut, kemudian lanjutkan membaca kata setelahnya. Nilai tertinggi dari tes ini adalah 10.
31
Tabel 3. Tes Membaca Kata yang Bermakna
Soal 1
2
3
selalu
pulang
sekolah
menyanyi
dapat
kalau
balon
melihat
telah
tanya
5. Tes Mendengarkan Pemahaman Tes mendengarkan pemahaman terdiri dari tiga buah cerita dimana setiap cerita akan dibacakan oleh peneliti kepada subyek. Cerita hanya dibacakan satu kali. Setelah membacakan setiap cerita kepada subyek, pembaca akan menanyakan pertanyaan yang berhubungan dengan cerita tersebut. Setiap cerita terdiri dari tiga sampai empat pertanyaan yang memiliki jawaban singkat. Setiap pertanyaan yang dijawab salah oleh subyek, berikan tanda pada pertanyaan tersebut. Nilai tertinggi dari tes ini adalah 10.
Tabel 4. Tes Mendengarkan Pemahaman
No
Cerita
Pertanyaan
1
2
3
1
Ani mempunyai seekor kucing. Kucing itu 1. Apa yang dimiliki Ani? berwarna putih. Si kucing suka berguling- 2. Apa warna kucing Ani? guling ditanah. Kucing itu terlihat kotor dan 3. Apa yang suka dilakukan Ani ingin memandikan kucingnya tersebut
oleh kucing itu? 4. Apa yang dilakukan Ani ketika Si Kucing terlihat kotor?
32
Lanjutan Tabel 4. Tes Mendengarkan Pemahaman
No
Cerita
Pertanyaan
1
2
3
2
Setiap hari Sam berangkat ke sekolah dengan 1. Siapa
yang
diajak
Sam
sahabatnya Tom. Saat berangkat ke sekolah
berjalan ke seolah setiap
mereka suka berlomba lari untuk membuktikan
hari?
siapa yang bisa lari paling cepat untuk sampai 2. Apa ke sekolah. Yang lari tercepat adalah Tom
yang
suka
mereka
lakukan saat berangkat ke sekolah? 3. Siapakah yang dapat sampai
ke sekolah lebih cepat? 3
Hari ini hari pertama masuk sekolah. Kelas 1. Bagaimana keadaan kelas Tono tampak kotor dan berdebu. Bu guru
Tono ketika baru masuk?
mengajak anak-anak membersihkan kelas. 2. Apa yang dilakukan oleh ibu Semua bekerja bersama-sama. Sekarang kelas tampak bersih. Anak-anak siap belajar.
guru bersama anak-anak? 3. Bagaimana keadaan kelas ketika
anak-anak
siap
belajar?
Jumlah nilai untuk tes kemampuan membaca dengan metode EGRA ialah jumlah nilai/angka yang diperoleh subyek pada setiap tes. Jumlah total skor maksimum tes ini adalah 50. Untuk mengetahui tingkat kemampuan membaca menurut penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2013) dibagi menjadi lima kategori yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang, kurang sekali. Skor yang Diperoleh Presentase Nilai =
x 100% Skor Maksimal
33
Tabel 5. Penggolongan dan Batasan Nilai
No
Kategori
Interval
1
2
3
1
Sangat Baik
86-100%
2
Baik
71-85%
3
Cukup
56-70%
4
Kurang
40-55%
5
Kurang Sekali
0-39%
2.3.
Tinjauan Mengenai Brain Gym atau Senam Otak
2.3.1. Pengertian Brain Gym Brain Gym merupakan suatu program pelatihan yang dikembangkan oleh Paul E. Dennison bersama dengan Gail E. Dennison sejak tahun 1970. Program ini pada awalnya dirancang untuk mengatasi gangguan belajar pada anak yang mengalami gangguan kerusakan otak, sulit berkonsentrasi, hiperaktif, dan depresi, sekarang seiring dengan perkembangannya setiap orang bisa memanfaatkannya untuk beragam kegunaan. Brain Gym atau senam otak merupakan latihan yang berisikan gerakangerakan sederhana yang mampu memudahkan kegiatan belajar, membangun harga diri, dan rasa kebersamaan, gerakan-gerakan ini juga dapat memperbaiki konsentrasi belajar siswa, meningkatkan rasa percaya diri, menumbuhkan minat belajar, serta membuatnya lebih mampu mengendalikan stress dan kesulitankesulitan belajarnya (Dennison, 2008). Gunawan (2011) juga mengungkapkan bahwa Brain Gym adalah serangkaian gerakan tubuh yang sederhana untuk memadukan semua bagian otak
34
yang dapat meningkatkan kemampuan belajar, membangun harga diri, dan rasa kebersamaan. Tokoh lain juga menyebutkan bahwa Senam Otak (Brain Gym) adalah serangkaian latihan fisik yang dapat digunakan untuk memperbaiki konsentrasi belajar (Nirmala, 2001). Brain Gym merupakan salah satu program dari Educational Kinesiology (Edu-K) yang merupakan bagian dari Kinesiology yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang gerakan (kinesis) manusia. Gerakan-gerakan Brain Gym atau senam otak yang dilakukan dalam Edu-K ini membuat segala macam pelajaran menjadi lebih mudah dan menarik, dan sangat bermanfaat bagi kemampuan akademik (Dennison, 2008). Kata Education itu sendiri merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu educare, yang berarti “menarik keluar”, sedangkan kata Kinesiology berasal dari bahasa Yunani yaitu kinesis yang memiliki arti “gerakan” dan merupakan pelajaran gerakan tubuh manusia (Purwanto, 2009). Freeman (2010) berpendapat bahwa Senam Otak (Brain Gym) adalah suatu program aktivitas fisik yang memiliki beberapa gerakan tertentu yang mampu menstimulasi otak agar seseorang dapat memberikan fokus perhatian pada apa yang dikerjakannya. Gerakan-gerakan ini juga dapat meningkatkan kemampuan pembelajar baik pada anak normal maupun anak dengan kebutuhan khusus. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Senam Otak atau Brain Gym adalah suatu latihan aktivitas fisik yang berisikan serangkaian gerakan sederhana yang mampu merangsang semua bagian otak dimana gerakan
35
tersebut dapat meningkatkan kemampuan belajar, memperbaiki konsentrasi, mengendalikan stress dan mengatasi masalah dalam belajar baik pada anak normal maupun anak dengan kebutuhan khusus.
2.3.2. Tujuan Brain Gym Kegiatan Brain Gym atau senam otak menurut Dennison (2009), dibuat untuk menstimulasi dimensi lateralis (untuk belahan otak kiri dan belahan otak kanan), meringankan dimensi pemfokusan (untuk bagian belakang dan depan otak), serta merelaksasi dimensi pemusatan (untuk otak besar dan sistem limbis). Tujuan senam otak juga dikemukakan oleh tokoh lain yaitu Kusumoputro dan Sidiarto (2006), menurut mereka senam otak (Brain Gym) atau gerakan latihan otak dapat meningkatkan kemampuan kognitif seseorang (kewaspadaan, pemusatan perhatian, daya ingat, dan fungsi eksekusi).
2.3.3. Manfaat Brain Gym Brain Gym atau senam otak adalah usaha alternatif alami yang sehat dan bermanfaat dalam mengahadapi ketegangan pada diri (Dennison, 2009). Senam otak ini juga akan memfasilitasi agar beban menjadi sama dan seimbang baik pada otak kiri maupun pada otak kanan (Depkes, 2008). Paul E. Dennison (2006) juga mengemukakan bahwa Brain Gym itu sendiri memiliki berbagai macam manfaat, diantaranya : 1.
Membantu anak secara berkesinambungan secara aktif dan kreatif dalam mengikuti proses belajar mengajarnya
36
2.
Menjaga keseimbangan di semua area otak untuk membuat proses belajar menjadi lebih mudah
3.
Membuat kegiatan belajar anak menjadi optimal
4.
Menjadikan anak tidak mudah bosan dengan aktivitas belajarnya
5.
Menumbuhkan minat belajar anak
6.
Memungkinkan belajar dan bekerja tanpa stress
7.
Memerlukan waktu yang singkat untuk melakukannya, yaitu kurang dari 5 menit
8.
Tidak membutuhkan ruangan atau bahan yang khusus untuk melakukannya
9.
Dapat digunakan dalam berbagai situasi termasuk saat belajar/bekerja
10. Salah satu cara termudah dan tercepat dalam meningkatkan potensi kemampuan dan meningkatkan harga diri 11. Hasil dari latihan menggunakan Brain Gym dapat ditunjukan dengan segera 12. Sangat efekif dalam penanganan seseorang yang mengalami hambatan dan stress belajar 13. Mengaktifkan seluruh potensi dan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dan menjadikannya lebih mandiri dalam hal belajar Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sheila Potter (2003) mengenai Brain Gym yang dilakukan terhadap siswa-siswi anak kelas VII sampai kelas IX didapatkan bahwa senam otak atau Brain Gym ini mampu meningkatkan kemampuan membaca murid kelas VII sebanyak 14%, kelas VIII sebesar 11% dan kelas IX sebanyak 12%.
37
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Dorothea Beigel (2003), menurut penelitiannya Brain Gym ini juga mempunyai manfaat dalam meningkatkan kemampuan membaca anak. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa anak-anak yang melakukan Brain Gym dapat membaca lebih cepat, membuat kesalahan lebih sedikit, dan memiliki pemahaman lebih baik. Aniyosa (2009), berpendapat bahwa Brain Gym selain memiliki manfaat dalam kemampuan belajar, latihan fisik ini juga memiliki manfaat berupa : pikiran menjadi jernih dan stress emosional menjadi berkurang; hubungan antarmanusia dan suasana belajar/kerja lebih relaks dan senang; dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan daya ingat; membuat seseorang menjadi lebih kreatif, bersemangat, dan efisien; meningkatkan prestasi belajar dan bekerja.
2.3.4. Mekanisme Kerja Brain Gym Otak dibagi ke dalam 3 (tiga) fungsi yaitu, dimensi lateralis (otak kirikanan), dimensi pemfokusan (otak depan-belakang) serta dimensi pemusatan (otak atas-bawah) yang mana ketiga dimensi ini memiliki tugas tertentu sehingga gerakan senam harus dilakukan bervariasi (Dennison, 2008) diantaranya: 1. Dimensi Lateralis Berdasarkan dimensi ini tubuh dibagi dalam sisi kiri dan sisi kanan. Sifat ini memungkinkan dominasi salah satu sisi misalnya menulis dengan tangan kiri atau kanan, dan juga untuk integrasi kedua sisi tubuh (bilateral integration), yaitu untuk menyebrangi garis tengah tubuh untuk bekerja di bidang tengah. Bila keterampilan ini sudah dikuasai, orang akan mampu memproses kode linear, simbollis tertulis (misalkan tulisan), dengan dua belahan otak dari kedua jurusan:
38
kanan ke kiri atau kiri ke kanan, yang merupakan kemampuan dasar kesuksesan akademik. Hal yang diakibatkan karena ketidakmampuan dalam menyebrangi garis tengah tersebut yaitu ketidakmampuan belajar (learning disabled) seperti kesulitan dalam menulis dan cenderung menulis terbalik (disgrafia), dan sulit membaca (disleksia). Gerakan-gerakan dalam Brain Gym yang termasuk dalam dimensi ini adalah 8 tidur, gajah, dan sebagainya. 2. Dimensi Pemfokusan Pemfokusan merupakan kemampuan untuk menyebrangi “garis tengah partisipasi” yang memisahkan bagian bagian belakang (occipital) dan depan otak (frontal lobe), dan juga belakang dan depan tubuh. Garis tengah partisipasi merupakan garis bayangan vertikal di tengah tubuh (dilihat dari samping) tergantung partisipasi batin pada suatu kegiatan apakah seorang berada di belakang atau di depan garis tersebut. Informasi diterima oleh otak bagian belakang (batang otak atau brainstem) yang merekam semua pengalaman, kemudian informasi tersebut diproses dan diteruskan ke otak bagian depan untuk diekspresikan sesuai tuntutan dan keinginannya. Ketidakmampuan
untuk
ikut
aktif
dalam
proses
belajar
dan
ketidakmampuan secara mudah mengekspresikan diri sendiri dihasilkan dari ketidaklengakapan perkembangan refleks. Anak yang mengalami underfocused (fokus kurang) disebut “kurang perhatian”, “kurang pengertian”, “terlambat bicara”, atau “hiperaktif”. Sementara, sebagian lain adalah anak yang overfocused (fokus berlebih) dan berusaha terlalu keras. Contoh gerakan untuk dimensi ini adalah burung hantu.
39
3. Dimensi Pemusatan Kemampuan untuk menyebrangi garis pisah antara bagian atas dan bawah tubuh dan mengaitkan fungsi dari bagian atas dan bawah otak, bagian tengah sisten limbis (midbrain) yang berhubungan dengan informasi emosional, serta otak besar (cerebrum) untuk berpikir abstrak disebut pemusatan. Apa yang dipelajari benar-benar harus dapat dihubungkan dengan perasaan dan memberi arti. Ketidakmampuan untuk mempertahankan pemusatan ditandai oleh kekuatan tak beralasan,
cenderung
bereaksi
“berjuang
atau
melarikan
diri”,
atau
ketidakmampuan untuk merasakan atau menyatakan emosi. Pemusatan adalah gerakan yang membuat sistem badan menjadi relaks dan membantu anak untuk mengolah informasi tanpa pengaruh emosi negatif, atau disebut juga bertumpu pada dasar yang kokoh. Beberapa gerakan senam otak untuk dimensi ini adalah tombol bumi, tombol keseimbangan, tombol angkasa, pasang telinga, titik positif dan lain-lain.
2.3.5. Waktu yang Dibutuhkan dalam Brain Gym (Senam Otak) Hilda Nuria (2009) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa gerakan Brain Gym yang efektif dilakukan selama 10-15 menit sebanyak 4-5 kali seminggu. Selain itu Prihastuti (2009) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa Senam Otak atau Brain Gym dapat memperlihatkan efektifitasnya setelah dilakukan selama dua minggu. Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Tobing (2008), untuk mendapatkan hasil yang baik dan optimal maka gerakan-gerakan senam otak atau Brain Gym harus diulang sesering mungkin dalam waktu tertentu. Bila melakukan Brain Gym untuk kemampuan tertentu, sering dapat langsung
40
memperbaiki perilaku atau prestasi. Sebagian orang akan mengakui bahwa Brain Gym dalam waktu singkat sangat membantu untuk mencapai perilaku tertentu. Kebanyakan murid memilih untuk melaksanakan gerakan Brain Gym dan melakukannya secara teratur selama beberapa minggu bahkan bulan untuk membantu memperkuat mengingat sesuatu yang baru mereka pelajari. Mereka akan kembali menggunakan gerakan-gerakan Brain Gym yang mereka senangi secara rutin bila stres atau tantangan muncul di dalam hidup mereka (Dennison, 2008). Dalam penelitian ini waktu yang dibutuhkan dalam pemberian terapi Brain Gym terhadap anak tunagrahita yaitu selama 10-15 menit sebanyak 5 kali seminggu dalam 2 minggu.
2.3.6. Gerakan Brain Gym (Senam Otak) Dennison (2008) mengemukakan bahwa Brain Gym atau Senam Otak terdiri dari tiga gerakan utama yaitu gerakan menyeberangi garis tengah (the midline movements), gerakan meregangkan otot (lengthening activities), dan gerakan meningkatkan energi dan sikap penguatan (energy exercises and deepening attitudes). Gerakan-gerakan pada senam otak merupakan kumpulan gerakan sederhana dan menyenangkan yang dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, bisa dilakukan saat bekerja atau bermain. Pedoman gerakan senam otak menurut Dennison (2009) antara lain : 1. Gerakan Menyeberangi Garis Tengah (The Midline Movements) Gerakan menyeberangi garis tengah berpusat pada keterampilan yang diperlukan untuk gerakan bagian tubuh kanan dan kiri dengan melewati bagian
41
tengah tubuh. Gerakan ini membantu mengintegrasi pengelihatan, pendengaran, serta sisi kiri dan kanan dari otak serta badan. Jenis gerakan ini antara lain : a. Gerakan Silang (Cross Crawl) Menggerakan secara bergantian pasangan tangan dan kaki yang berlawanan, seperti pada gerak jalan di tempat. Gerak Silang mengaktifkan hubungan kedua sisi otak dan merupakan gerakan pemanasan untuk semua keterampilan yang memerlukan penyebrangan garis tengah bagian lateral tubuh. Lakukan gerakan ini dengan bergerak ke depan, ke samping, ke belakang, atau jalan di tempat, untuk menyeberang garis tengah sebaiknya tangan menyentuh lutut yang berlawanan. Gerakan ini bisa dilakukan sambil duduk. Gerakan ini mempunyai manfaat untuk meningkatkan koordinasi bagian tubuh kiri dan kanan, memperbaiki pernapasan dan stamina, koordinasi dan kesadaran tentang ruang gerak serta memperbaiki pendengaran dan penglihatan. Gerakan silang ini meningkatkan kemampuan akademik dalam hal mengeja, menulis, mendengarkan, membaca dan memahami / mengerti. b. Gerakan Delapan Tidur (Lazy Eight’s) Angka delapan digambar dalam posisi tidur dengan titik tengah yang jelas, memisahkan wilayah lingkaran kiri dan kanan, serta dihubungkan dengan garis yang tersambung. Gambar angka delapan tidur dapat dilakukan di udara atau di atas permukaan seperti pasir, kertas atau papan tulis. Gerakan ini dilakukan sebanyak sepuluh hingga 15 kali untuk setiap tangan. Manfaat gerakan ini dapat meningkatkan kesadaran perifer, koordinasi mata-tangan, mengenali dan membedakan simbol dan huruf, melepaskan
42
ketegangan mata, tengkuk dan bahu pada saat memusatkan perhatian, meningkatkan kedalaman persepsi, pemusatan, keseimbangan dan koordinasi. Dari segi akademik gerakan delapan tidur ini bermanfaat terhadap mekanisme membaca (gerakan mata dari kiri ke kanan), pengenalan simbol, serta meningkatkan pengertian sewaktu membaca (ingatan asosiatif jangka panjang). c. Gerakan Putaran Leher (Neck Rolls) Kepala diputar di posisi depan saja, setengah lingkaran dari kiri ke kanan sambil bernafas dalam dan sebaliknya. Sambil bernafas dalam-dalam, dan kedua bahu relaks, tundukkan kepala agar dagu bersentuhan dengan dada. Pejamkan mata sambil perlahan-lahan dan dengan lembut putar-putar kepala dari satu sisi ke sisi yang lain. Dalam gerakan ini tidak disarankan memutar kepala hingga belakang. Lakukan sepuluh kali gerakan lengkap dari satu sisi ke sisi lain atau lebih. Gerakan ini berfungsi mengaktifkan otak untuk pemusatan (centering), penglihatan dengan dua mata secara bersamaan (binokular), kemampuan membaca dan menulis, sistem saraf pusat lebih relaks. Gerakan Putaran Leher ini juga bermanfaat terhadap kemampuan akademik dalam hal membaca dengan suara, membaca dalam hati, kemampuan belajar sendiri, bicara dan berbahasa serta memperlancar pernafasan. d. Gerakan Gajah (The Elephant) Gerakan ini dilakukan dengan menekuk lutut sedikit, meletakan telinga pada bahu, merentangkan tangan lurus ke depan, membayangkan tangan menjadi belalai gajah yang menyatu pada kepala. Mengikuti gerakan delapan
43
tidur yang terletak agak jauh dimana mata diarahkan melewati jari tangan ke kejauhan sambil melakukan gerakan delapan tidur dari pinggul. Gerakan Gajah mengaktifkan bagian dalam terlinga untuk keseimbangan dan kesetimbangan yang lebih baik, juga mengintegrasikan otak untuk mendengar dengan kedua telinga, membuat rileks otot-otot tengkuk yang tegang, yang sering timbul sebagai reaksi terhadap bunyi atau gerakan bibir yang berlebihan sewaktu membaca dalam hati. Gerakan ini juga bermanfaat dalam memingkatkan pemahaman mendengar, berbicara, mengeja dan mengingat secara berurutan. 2. Gerakan Meregangkan Otot (Lengthening Activities) Gerakan ini dapat membantu mengembangkan dan menguatkan hubunganhubungan saraf pada otak bagian depan maupun belakang, selain itu gerakan meregangkan otot ini mampu mengendurkan otot dan tendon yang menegang dan memendek karena refleks batang otak. Yang termasuk ke dalam jenis gerakan ini antara lain : a. Gerakan Burung Hantu (The Owl) Gerakan ini dapat melepaskan ketegangan tengkuk dan bahu yang timbul karena stres, khususnya ketika mengangkat buku berat atau ketika mengkoordinasikan dengan mata untuk membaca atau kemampuan melihat dekat lainnya. Ketegangan otot akibat sub-vokalisasi selama membaca juga dapat direlakskan dengan melakukan gerakan burung hantu ini. Gerakan burung hantu mampu memperpanjang otot tengkuk dan bahu, dengan mengatur
44
kembali jangkauan gerakannya dan peredaran darah ke otak untuk meningkatkan kemampuan fokus, perhatian dan ingatan. Gerakan Burung Hantu ini dilakukan dengan memijat satu bahu untuk membuat otot menjadi tidak tegang sambil menggerakkan kepala perlahan ke kiri lalu ke kanan dengan tinggi posisi dagu tetap. Ulangi pada bahu yang lain. Manfaat yang dapat dirasakan selama melakukan gerakan ini yaitu terhadap kemampuan menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan, kekuatan dan keseimbangan otot leher dan tengkuk, mengurangi kebiasaan juling dan membelalak, melegakan otot-otot tengkuk. Selain itu gerakan ini juga memiliki manfaat terhadap kemampuan akademik dalam hal mendengar dengan pemahaman, pidato atau laporan lisan, perhitungan matematika, ingatan, komputer atau kerja lain yang memakai papan tombol. b. Gerakan Mengaktifkan Tangan (Arm Activation) Angakat tangan kanan lurus ke atas ke arah langit-langit kemudian tangan kiri memegang siku tangan kanan. Perlahan-lahan dan dengan lembut buang nafas lewat mulut sambil menggerakkan tangan ke arah depan selama sekitar delapan detik. Tarik nafas ketika mengendurkan tekanan, lanjutkan proses ini dengan membuang nafas saat menggerakkan tangan kiri untuk menekan ketiga arah yang lain yaitu ke arah belakang, ke arah telinga, dan menjauhi telinga. Ulangi gerakan yang sama untuk lengan yang lain. Gerakan ini bermanfaat untuk meningkatkan durasi perhatian dalam pekerjaan tulis-menulis, mengaktifkan otak untuk mampu berbicara ekspresif dan berbahasa, meningkatkan pemahaman sewaktu mendengarkan dan
45
membaca, membuat pernafasan lebih lancar dan sikap lebih santai, meningkatkan kemampuan keterampilan menulis indah dan menulis huruf miring, mengeja serta menulis kreatif. 3. Gerakan Meningkatkan Energi dan Sikap Penguatan (Energy Exercises and Deepening Attitudes) Gerakan ini mengaktifkan kembali hubungan-hubungan saraf antara tubuh dan otak sehingga memudahkan aliran energi ke seluruh tubuh. Jenis gerakan ini antara lain : a. Gerakan Sakelar Otak (Brain Buttons) Sakelar otak yang dimaksud adalah jaringan lunak yang terletak di bawah tulang selangka dan kira-kira 2-3 cm kiri-kanan dari tulang dada. Daerah tersebut dipijat dengan satu tangan, sementara tangan yang lainnya memijat daerah disekitar pusar. Pijat daerah ini selama 30 detik sampai 1 menit. Pijatan ini memiliki beberapa manfaat, yakni mengkoordinasi kedua belahan otak, mengaktikan untuk mengirim pesan dari bagian otak kanan ke sisi kiri tubuh dan sebaliknya, meningkatkan penerimaan oksigen, stimulasi arteri karotis untuk meningkatkan aliran darah ke otak dan meningkatkan aliran energi elektromagnetik. Gerakan sakelar otak ini juga bermanfaat terhadap keseimbangan tubuh kiri-kanan, tingkat energi dalam tubuh menjadi lebih baik, meningkatkan kerja sama kedua mata, merelakskan otot tengkuk dan bahu, meningkatkan kemampuan akademik dalam hal membaca, koreksi terbaliknya huruf dan angka, serta memadukan konsonan dan tetap di baris ketika membaca.
46
b. Gerakan Tombol Bumi (Earth Buttons) Letakkan jari salah satu tangan di bawah bibir atau dagu, jari-jari dari tangan yang lainnya di pinggir atas tulang kemaluan ( ± 15 cm di bawah pusar), jari-jari telapak tangan ini mengarah ke bawah. Gerakan mata dari bawah (lantai) ke atas (langit-langit), lalu sambil melakukan nafas dalamdalam secara pelan, dan membuangnya secara perlahan. Lakukan selama 1 menit atau sekitar 4-6 kali nafas dalam dan ulangi gerakan pada tangan lainnya untuk mengaktifkan kedua sisi otak. Manfaat yang diberikan dari gerakan tombol bumi ini dalam hal kepiawaian organisasi, keterampilan penglihatan dekat jauh, membaca tanpa disorientasi, kesiagaan mental, membuat pinggul menjadi lebih simetris, kepala tegak, mengurangi kebiasaan juling dan koordinasi seluruh tubuh yang lebih baik. c. Gerakan Tombol Imbang (Balance Buttons) Tombol imbang terdapat di belakang telinga, pada sebuah lekukan di atas rambut antara tengkorak dan tengkuk (4-5 cm ke kiri dan ke kanan dari garis tengah tulang belakang) dan persis di belakang daerah mastoid. Pijat daerah ini dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain memijat pusar selama 30 detik atau lebih. Ulangi gerakan untuk tangan yang satunya lagi, gerakan ini dapat dilakukan sambil berdiri, duduk atau berbaring. Manfaat dari gerakan ini dapat mengaktifkan otak untuk siap siaga, kecepatan dalam mengambil keputusan, berkonsentrasi dan pemikiran asosiatif, meningkatkan kemampuan akademik untuk pengertian tentang hal-hal yang
47
tersirat dalam bacaan, keterampilan pengenalan untuk mengeja dan matematika, membuat perasaan enak dan nyaman, dapat memperbaiki refleks tubuh. d. Gerakan Kait Relaks (Hook Ups) Gerakan ini terdiri dari dua tahap, antara lain: 1) tahap ini bisa dilakukan dalam posisi duduk, berbaring atau berdiri. Mata kaki kiri disilangkan di atas kaki kanan. Tangan dijulurkan ke depan dan disilangkan dengan posisi tangan kiri di atas tangan kanan dan jempol ke arah bawah. Lalu tangan diputar ke bawah dan ditarik sampai ke muka dada, sehingga jempol ke arah atas. Tutup mata dan tarik nafas dalam-dalam kemuadian buang nafas panjang melalui mulut; 2) tahap kedua yaitu dimana kedua kaki agak merenggan, ujung-ujung jari kedua tangan disambung dengan halus di depan dada, lalu lakukan nafas dalam-dalam selama 1 menit. Fungsi gerakan ini dapat menghubungkan semua lingkungan fungsi bio-listrik tubuh. Kekacauan aliran energi karena tubuh yang tegang dapat diatur kembali dengan melakukan gerakan ini sehingga energi yang berada dalam tubuh dapat beredar dengan lancar. Gerakan ini juga dapat menjadikan seseorang menjadi lebih percaya diri (self confidence), perhatiannya akan lebih seksama, meningkatkan kemampuan mendengar dan berbicara menjadi lebih jelas, meningkatkan koordinasi, membuat badan lebih relaks dan nyaman. Dalam penelitian ini gerakan-gerakan Brain Gym yang digunakan oleh peneliti yaitu gerakan : 1.
Gerakan Silang (Cross Crawl)
2.
Gerakan Delapan Tidur (Lazy Eight’s)
48
3.
Gerakan Putaran Leher (Neck Rolls)
4.
Gerakan Gajah (The Elephant)
5.
Gerakan Burung Hantu (The Owl)
6.
Gerakan Mengaktifkan Tangan (Arm Activation)
7.
Gerakan Sakelar Otak (Brain Buttons)
8.
Gerakan Tombol Bumi (Earth Buttons)
9.
Gerakan Tombol Imbang (Balance Buttons)
10. Gerakan Kait Relaks (Hook Ups) dimana gerakan-gerakan ini merupakan gerakan dalam Brain Gym yang memiliki fungsi dan dapat meningkatkan kemampuan membaca seseorang.
2.4.
Pengaruh Brain Gym pada Kemampuan Membaca Anak Tunagrahita Berbagai macam keterbatasan dimiliki oleh anak tunagrahita. Karakteristik
anak tunagrahita adalah defisit dalam fungsi kognitif dan kemampuan belajar khususnya dalam hal membaca, berhitung, dan menulis (Heward, 2012). Kemampuan membaca yang dimiliki oleh anak dengan retardasi mental atau tunagrahita rendah. Setiap anak mengalami kesulitan dan kesalahan membaca yang berbeda-beda. Kesulitan dan kesalahan yang dialami oleh anak tunagrahita saat membaca dapat mengakibatkan salah arti maupun makna dari apa yang dibacanya. Wren (2011) berpendapat bahwa membaca merupakan suatu aktivitas yang membutuhkan hubungan timbal balik antara kedua belah otak dan merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan fungsi otak lebih banyak dibandingkan aktivitas lainnya. Dibutuhkan konsentrasi yang tinggi pada saat
49
membaca agar informasi yang diperoleh dapat ditransmisikan, diolah, dan disimpan dalam otak dengan baik. Apabila kedua belah otak bekerja secara optimal maka proses belajar, khususnya membaca akan menjadi lebih baik. Senam Otak atau Brain Gym adalah suatu latihan aktivitas fisik yang berisikan serangkaian gerakan sederhana yang mampu merangsang semua bagian otak dimana gerakan tersebut dapat meningkatkan kemampuan belajar, memperbaiki konsentrasi, mengendalikan stress dan mengatasi masalah dalam belajar baik pada anak normal maupun anak dengan kebutuhan khusus. Manfaat dari Brain Gym telah dibuktikan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Achdiat Agoes, Rinik Eko Kapti, dan Uswatun Chasanah pada tahun 2011. Mereka melakukan penelitian mengenai Pengaruh Brain Gym Terhadap Tingkat Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun Di TK Al-Masithoh Tegalgondo Malang. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya pengaruh Brain Gym terhadap tingkat kognitif anak usia 5-6 tahun di TK Al-Masithoh Tegalgondo Malang yang dibuktikan dari hasil uji statistik didapatkan p < 5% (0.031 < 0.050). Penelitian lain mengenai Brain Gym juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Rendi Editya Darmawan mengenai Pengaruh Brain Gym Terhadap Kemampuan Bahasa Pada Anak Umur 2-3 Tahun di Pendidikan Anak Usia Dini Anyelir 12 Kelurahan Sukorambi, Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember pada tahun 2008.
Dalam penelitian tersebut berdasarkan hasil uji statistik
didapatkan p < 5% (0.00 < 0.05) yang artinya Brain Gym dapat meningkatkan
50
kemampuan membaca anak umur 2-3 tahun di Pendidikan Anak Usia Dini Anyelir 12 Kelurahan Sukorambi, Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember. Brain Gym merupakan suatu aktivitas fisik yang mana bila dilakukan secara teratur akan dapat memperlancar aliran darah dan oksigen serta meningkatkan penghantaran nutrisi ke otak. Dengan terpenuhinya nutrisi dan oksigen bagi otak akan membuat sel-sel otak berkembang dan berfungsi secara optimal. Menurut Vaan Praag (2009), gerakan-gerakan Brain Gym yang dilakukan secara teratur dapat memicu terjadinya neurogenesis atau proses terbentuknya selsel neuron baru. Kebanyakan dari proses neurogenesis ini terjadi pada daerah hippocampus pada otak yang mana merupakan daerah yang sangat penting dan berperan dalam proses belajar dan memori. Dryden (2008) berpendapat bahwa otak memiliki satu triliun sel otak yang terdiri dari seratus miliar sel saraf aktif (neuron) dan sembilan ratus miliar yang merekatkan, memelihara dan menyelubungi sel-sel aktif. Setiap satu dari seratus miliar neuron dapat tumbuh bercabang menjadi sebanyak dua puluh ribu. Neuron atau sel otak merupakan penyusun otak dimana neuron-neuron ini berhubungan satu sama lain melalui sinapsis. Latihan Brain Gym juga dapat meningkatkan jumlah percabangan antar neuron otak atau sinapsis dan juga dapat meningkatkan neurotransmitter pada otak. Peningkatan neurotransmitter ini juga merangsang peningkatan sekresi dopamin, serotonin, norefinefrin, dan glutamate yang dapat menyebabkan transfer dan proses pengolahan impuls di otak menjadi lebih cepat dan lebih baik sehingga informasi pun dapat dapat ditransmisikan, diolah, dan disimpan dalam otak dengan baik (Vaan Praag, 2009)
51
Selain itu, serangkaian gerakan Brain Gym juga dapat memicu semua bagian pada otak khususnya area yang berperan untuk berbahasa. Soetjingsih (2012) mengemukakan bahwa terdapat tiga area utama pada hemisfer kiri anak khusus untuk berbahasa yaitu bagian anterior (area Broca dan korteks motorik) dan di bagian posterior (area Wenicke). Rangkaian gerak pada keseluruhan senam otak dibuat untuk merangsang seluruh bagian otak, baik otak kanan, otak kiri, otak depan maupun otak belakang secara sinergis. Gerakan itu dibuat untuk menstimulasi dimensi lateralis, meningkatkan dimensi pemfokusan, serta merelaksasi dimensi pemusatan. (Moci, 2009). Seperti yang dipaparkan Mulyono Abdurahman (2003), membaca merupakan salah satu aktivitas yang komples yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terkait dengan membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan sedangkan aktivitas mental dalam membaca mencakup ingatan dan pemahaman. Gerakan-gerakan dalam Brain Gym memiliki fungsi yang dapat meningkatkan ketajaman pengelihatan, atensi/perhatian dan konsentrasi seseorang terhadap sesuatu. Seseorang dapat membaca dengan baik jika mampu melihat huruf-huruf dengan jelas, mampu menggerakkan mata secara lincah, dan mengingat simbol-simbol bahasa dengan tepat. Apabila perhatian dan konsentrasi anak meningkat selama proses belajar khususnya membaca maka semua pengetahuan dan informasi yang mereka peroleh akan lebih mudah untuk dimengerti dan diingat oleh anak tersebut.