10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 KOPI ARABIKA (COFFEA ARABICA

Download yakni kopi dari varietas kopi arabika (Coffea arabica) yang memiliki kontribusi pasokan kopi nasional yakni 2% (AEKI, 2013). Bagian dari li...

0 downloads 396 Views 213KB Size
10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1

Kopi Arabika (Coffea arabica) Klasifikasi Tanaman Kopi sebagai berikut :

Kingdom

: Plantea

Divisi

: Magnoliophyta

Class

: Magnoliopsida

Ordo

: Gentianacea

Familia

: Rubiaceae

Genus

: Coffea

Species

: Coffea arabica

(Sumber: http//: imagegoogle.com) Tanaman kopi yang tersebar di wilayah Indonesia khususnya pulau Jawa yakni kopi dari varietas kopi arabika (Coffea arabica) yang memiliki kontribusi pasokan kopi nasional yakni 2% (AEKI, 2013). Bagian dari limbah perkebunan kopi, antara lain kulit daging buah memiliki proporsi 48% dari berat buah kopi gelondongan basah. Buah kopi atau sering juga disebut sebagai kopi gelondong basah hasil panen memiliki kadar air antara 60-65%. Biji kopi masih terlindung

11 oleh kulit buah, daging buah, lapisan lendir, kulit tanduk dan kulit ari (Guntoro, 2006). Hasil analisis kesetimbangan massa buah kopi diperoleh bahwa dari 100 kg buah kopi yang diolah kering akan diperoleh 29 kg (29%) gelondong kering yang terdiri dari 15,95 kg biji kopi (55%) dan 13,05 kg kulit gelondong kering (45%) kulit gelondong kering terdiri kulit cangkang, lendir dan kulit buah dengan perbandingan bobot kering 11,9 : 4,9 : 28,7. Kulit gelondong kering mengandung gula reduksi, gula non pereduksi dan senyawa pektat masing-masing sebesar 12,4%; 2,02% dan 6,52% (Wilbaux, 1963) dan 10,7% protein kasar serta 20,8% serat kasar (Elias, 1979). Lendir (muchilage) kering mengandung pektin 35%, gula pereduksi 30%, gula non pereduksi 20% serta selulosa dan abu 17% (Bressani, 1979). Lebih lanjut Elias (1979) melaporkan bahwa buah kopi kering terdiri atas 55,4% biji kopi pasar, 28,7% kulit buah (pulpa) kering, 11,9% kulit cangkang, dan sisanya sebesar 4,9% berupa lendir kering. Pulpa kopi kering terdiri dari 12,6% air; 21% serat kasar; 8,3% abu; 12,4% gula pereduksi; 44,4% ekstrak nitrogen. Kandungan nutrien yang terkandung dalam kulit daging buah kopi yaitu protein kasar 5,81%, serat kasar 24,20%, lemak 1,07%, Ca 0,23%, P 0,02%, dan BETN 33,4% (Guntoro dkk, 2004). Kulit buah kopi mengandung substansi anti nutrisi seperti kafein, tannin, lignin dan senyawa polifenol (Orozco dkk, 2008). Keberadaan tannin dan kafein menurunkan kesukaan dan palatabilitas bagi ternak (Mazzafera, 2002).

12 2.2

Rhizopus oryzae Klasifikasi Rhizopus oryzae menurut (Germain, 2006) :

Kingdom

: Fungi

Phylum

: Zygomycota

Class

: Zygomycetes

Sub Class

: Incertae sedis

Ordo

: Mucorales

Familia

: Mucoraccae

Genus

: Rhizopus

Spesies

: Rhizopus oryzae

(Sumber: http//: imagegoogle.com) Rhizopus merupakan anggota Zygomycetes. Anggota Rhizopus yang sering dipakai dalam proses fermentasi adalah Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Hifa Rhizopus oryzae tidak bersepta dan tidak berwarna (jernih), terspesialisasi menjadi 3 bentuk yaitu rhizoid, sporangiofor, dan sporangium. Koloni

berwarna

keputihan

dan

menjadi

abu-abu

kecoklatan

dengan

bertambahnya usia biakkan, serta mencapai tinggi kurang lebih 10 mm. Spesies

13 ini memiliki suhu pertumbuhan optimum 35oC, minimum 5-7 oC dan maksimum 35-44 oC. Spesies ini dapat diisolasi dari tanah, biji-bijian, kacang tanah, air terpolusi, sayur-sayuran dan buah yang membusuk (Indrawati dkk, 2000). Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam pembuatan tempe. Jamur ini aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat. Selain itu jamur ini juga mampu menghasilkan protease. Rhizopus oryzae tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Hasil penelitian membuktikan bahwa semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4 sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air untuk jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air, jumlah nutrien dalam bahan juga dibutuhkan oleh jamur. Ciri-ciri Rhizopus oryzae secara umum, antara lain ialah hifa tidak bersekat (senositik), hidup sebagai saprotrof, yaitu dengan menguraikan senyawa organik. Reproduksi aseksual cendawan Rhizopus oryzae dilakukan dengan cara membentuk sporangium yang di dalamnya terdapat sporangiospora (Sorenson dan Hesseltine, 1986). Pertumbuhan kapang khususnya Rhizopus oryzae dapat menghasilkan enzim protease yang akan mengurai protein menjadi asam-asam amino sehingga nitrogen

terlarutnya

mengalami

peningkatan.

Selama

fermentasi

terjadi

peningkatan jumlah N larut air dan padatan larut air. Peningkatan N larut air ini disebabkan adanya aktifitas enzim protease yang menguraikan protein menjadi fragmen yang lebih mudah larut air (Steinkraus, 1983).

14 2.3

Saccharomyces cerevisiae Taksonomi Saccharomyces sp. menurut Sanger (2004), sebagai berikut:

Kingdom

: Eukaryota

Phylum

: Ascomycota

Class

: Ascomycetes

Sub Class

: Saccharomycetes

Ordo

: Saccharomycetales

Famili

: Saccharomycetaceae

Genus

: Saccharomyces

Spesies

: Saccharomyces cerevisiae

(Sumber: http//: imagegoogle.com) Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Dapat berkembang biak dengan membelah diri melalui “budding cell”. Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel. Penampilan makroskopik mempunyai koloni berbentuk bulat,

15 warna kuning muda, permukaan berkilau, licin, tekstur lunak dan memiliki sel bulat dengan askospora 1-8 buah (Nikon, 2004; Landecker, 1972; Lodder, 1970). Khamir dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa, maupun gula kompleks disakarida yaitu sukrosa. Selain itu untuk menunjang kebutuhan hidup diperlukan oksigen, karbohidrat, dan nitrogen (Marx, 1991). Hasil uji fermentasi gula-gula mempunyai reaksi positif pada gula dekstrosa, galaktosa, sukrosa, maltose, raffinosa, trehalosa dan negatif pada gula laktosa (Lodder, 1970). Saccharomyces cerevisiae termasuk dalam famili Saccharomycetaceae yang tumbuh pada substrat organik kaya akan pati dan gula (Dutta, 1974). Saccharomyces cerevisiae termasuk ke dalam jenis khamir yang mempunyai bentuk bulat, oval atau memanjang dan mungkin membentuk “pseudomisellium” (Fardiaz, 1989). Struktur tubuh khamir ini mempunyai ukuran mikroskopis, sel tunggal dan menghasilkan enzim zymase yang dapat mengubah gula kompleks menjadi gula sederhana juga menghasilkan enzim alkohol dehidrogenase yang digunakan

untuk

membentuk

ethanol

(Carlie

dan

Walkinson,

1994).

Perkembangbiakannya dilakukan secara pertunasan multipolar atau melalui pembentukan askospora (Fardiaz, 1989). Persyaratan pertumbuhan khamir umumnya melibatkan keersediaan oksigen, karbon organik, senyawa nitrogen, beberapa macam mineral, vitamin, suhu dan pH yang sesuai (Vastishta, 1978). Glukosa, fruktosa dan maltosa dapat digunakan sebagai sumber karbon organik, sedangkan sumber nitrogen yang biasa digunakan dalam asam amino atau urea. Penggunaan senyawa ini dipengaruhi oleh kehidupan khamir melakukan deaminasi asam-asam amino dan sintesis nitrogen ke dalam bagian-bagian sel (Sudarmaji, 1989). Suhu optimum untuk

16 pertumbuhan khamir berkisar 25-30oC dan pH yang sesuai adalah 4-4,5 (Fardiaz, 1989). Saccharomyces cerevisiae merupakan jenis khamir yang bersifat fermentatif dan oksidatif yang dapat mengubah gula menjadi alkohol dan CO2 dan selanjutnya alkohol tersebut diubah menjadi karbondioksida dan air (Suwaryono dan Ismeini, 1978). Jumlah alkohol yang dapat diproduksi mencapai 12-14% semakin tinggi konsentrasi alkohol maka fermentasi semakin lambat (Fardiaz, 1989).

2.4

Fermentasi Fermentasi adalah suatu proses biokimia yang diakibatkan oleh aktivitas

enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme dalam bahan. Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik. Fermentasi aerobik adalah fermentasi yang memerlukan oksigen, sedangkan fermentasi anaerobik tidak memerlukan oksigen (Fardiaz, 1992). Fermentasi ditinjau dari segi biokimia dapat didefinisikan sebagai proses biokimia yang menghasilkan energi, komponen organik bertindak sebagai penerima elektron (Suwaryono dan Ismeini, 1987). Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai (Fardiaz, 1979). Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat pemecahan komponen bahan tersebut (Suwaryono dan Ismeini, 1987).

17 Fermentasi dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi pada substrat (Banerjee, 1978). Kandungan asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral pada bahan atau substrat akan mengalami perubahan oleh aktifitas dan perkembangbiakan mikroba selama fermentasi (Pederson, 1971). Bahan pakan yang mengalami proses fermentasi akan mempunyai nilai gizi lebih baik dari bahan asalnya. Hal ini disebabkan adanya mikroorganisme yang mempunyai sifat katabolik terhadap komponen kompleks sehingga mengubahnya menjadi komponen yang sederhana. Proses katabolik tersebut terjadi karena adanya aktifitas beberapa enzim yang dihasilkan

oleh

mikroorganisme (Winarno da Fardiaz, 1973). Hasil fermentasi tergantung pada jenis substrat, macam mikroba dan kondisi

sekeliling

yang

mempengaruhi

pertumbuhan dan metabolisme mikroba, seperti suhu fermentasi, pH medium, kepekatan medium dan kecukupan makanan (Winarno dkk., 1980). Berdasarkan mikroorganisme yang berperan dan produk yang dihasilkan, fermentasi dibedakan menjadi fermentasi alkohol oleh khamir, fermentasi asam oleh bakteri dan fermentasi dengan menggunakan kapang. Fermentasi alkohol pada umumnya dilakukan terhadap bahan yang mengandung karbohidrat, menggunakan khamir yang memproduksi alkohol dalam jumlah tinggi (Suwaryono dan Ismeini, 1987). Selama fermentasi berlangsung akan dihasilkan gas CO2 dan terus bertambah sesuai dengan reaksi pembentukan alkohol dan gula (Judoamidjojo dkk, 1989). Selain itu selama proses fermentasi juga akan dihasilkan molekul air dan karbondioksida seiring dengan meningkatnya biomassa mikroba (Pederson, 1971). Sebagian air akan keluar dari produk sehingga bahan kering produk cenderung berkurang setelah fermentasi (Winarno dan Fardiaz, 1979).

18 Pra perlakuan fermentasi pada substrat padat penting dalam fermentasi sebagai langkah awal pemecahan ikatan kompleks seperti perendaman, penggilingan, pemanasan dan pemasakan (Fardiaz, 1989). Manfaat fermentasi adalah dapat menurunkan senyawa beracun, meningkatkan kecernaan. Fermentasi juga dapat meningkatkan nilai gizi karena dapat memecah senyawa kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk dicerna (Afrianti, 2008).

2.4.1 Jenis Fermentasi Proses fermentasi dibagi menjadi dua yaitu fermentasi media padat dan fermentasi media cair. Fermentasi media padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam substrat tidak terlarut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir bebas. Fermentasi media cair diartikan sebagai fermentasi yang melibatkan air sebagai fase kontinyu dan pertumbuhan sel bersangkutan. Fermentasi media padat mempunyai kandungan nutrien per volume jauh lebih pekat sehingga hasil per volume dapat lebih besar. Produksi protein mikroba untuk pakan ternak dari kesuluruhan hasil fermentasi dapat dilakukan dengan pengeringan sel-sel mikroba dan sisa substrat (Satiawihardja, 1992). Keuntungan menggunakan media padat antara lain : 1. Media yang digunakan relatif sederhana. 2. Ruangan yang diperlukan untuk peralatan fermentasi relatif kecil, karena air yang digunakan sedikit. 3. Persiapan inokulum lebih sederhana. 4. Dapat menghasilkan media dengan kepekatan tinggi. 5. Kontrol terhadap kontaminan lebih mudah.

19 6. Kondisi media mendekati keadaan tempat tumbuh alamiah. 7. Produktivitas tinggi. 8. Aerasi dihasilkan dengan mudah karena ada ruang diantara tiap partikel substrat. 9. Produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah.

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Keberhasilan fermentasi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Kandungan Air Air berperan sebagai pelarut dan sebagian besar aktifitas metabolik dalam sel dilakukan pada lingkungan berair. Selain itu berfungsi sebagai katalis yang terlibat langsung dalam beberapa reaksi enzimatis (Moat dan Foster, 1979; Sastramihardja, 1981). Fermentasi media padat dengan kandungan air 60-80% cukup untuk pertumbuhan mikroba (Abun, 2003). Proses fermentasi aerobik pada hasilnya akan berbentuk CO2 dan H2O, tetapi karena adanya penguapan maka kadar air menyusut juga karena air yang dipakai untuk keperluan metabolisme mikroba dalam hal ini adalah kapang (Moat dan Foster, 1979; Shurtleff dan Aoyagi, 1979; Sastramihardja, 1981). 2. Nutrien Substrat Semua

mikroorganisme

memerlukan

nutrien

sebagai

dasar

pertumbuhannya, diantaranya sumber karbon, nitrogen, energi dan mineral (Winarno dkk., 1992; Suhartono, 1989). Unsur-unsur nutrien tersebut disamping menyediakan energi juga digunakan untuk pembentukkan konstituen seluler. Oleh sebab itu, untuk mendapat hasil optimum, media pembiakan yang digunakan harus mengandung unsur dasar tersebut. Konstituen media harus mencakup semua

20 unsur yang diperlukan dan di suplai energi untuk sintesa serta pemeliharaan yang dilengkapi dengan vitamin dan mineral (Abun, 2003). 3. pH pH merupakan petunjuk aktifitas ion H dalam suatu larutan, pada proses fermentasi,

pH

media

sangat

berpengaruh

terhadap

laju

pertumbuhan

mikroorganisme dan kerja enzim. Setiap mikroorganisme mempunyai batas toleransi terhadap nilai pH yang mendukung pertumbuhan optimum. Khamir mempunyai pH optimum tetapi dapat hidup pada pH 4-4,5 (Fardiaz, 1989). 4. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor paling penting dalam mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Suhu berpengaruh pada ukuran sel, produk metabolik, kebutuhan zat gizi reaksi enzimatis dan komposisi kimia sel (Wang dkk, 1979). Laju pertumbuhan merupakan suatu fungsi dari serangkaian reaksi kimia yang sangat berpengaruh terhadap ukuran sel dan efisiensi konsentrasi substrat menjadi massa sel (Moat dan Foster, 1979). Suhu dipertahankan pada titik optimum sehingga aktifitas metabolik sel pertumbuhan normal dapat terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena pertumbuhan merupakan hasil dari serangkaian reaksi kimia yang sangat dipengaruhi oleh suhu. Khamir umumnya tumbuh baik pada suhu 25-30oC. 5. Konsentrasi Inokulum Konsentrasi inokulum merupakan faktor yang sangat penting. Lingkungan tertentu konsentrasi inokulum yang digunakan memerlukan panjang dan pendeknya waktu fermentasi untuk mendapatkan hasil fermentasi yang baik. Inokulum ini mengandung spora-spora yang pada pertumbuhannya menghasilkan enzim yang dapat menguraikan substrat menjadi komponen yang lebih sederhana

21 (Gandjar, 1977). Jumlah spora yang terlalu sedikit akan mengakibatkan lambatnya laju pertumbuhan. Hal ini akan mengakibatkan memberi kesempatan pada mikroba lain yang mampu bersaing dengan mikroorganisme yang ada. Jumlah mikroba yang terlalu banyak akan menyebabkan sporulasi yang terlalu cepat, sebagian energi tidak digunakam untuk memperbanyak sel (Tanuwidjaja, 1975). Jumlah koloni khamir yang optimal untuk fermentasi adalah 1x10-7. 6. Lama Inkubasi Lama inkubasi berkaitan erat dengan waktu yang dapat digunakan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak, semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak kandungan zat makanan substrat yang digunakan khamir untuk hidup sehingga kandungan zat makanan yang tersisa semakin sedikit (Setiyatwan, 2007). 7. Bentuk dan Ukuran Partikel Bentuk dan ukuran partikel serta jumlah substrat menentukan distribusi spora secara merata dalam substrat. Keseragaman partikel dengan ukuran partikel 2-3 mm akan mempermudah penyebaran spora yang diinokulasikan dalam substrat (Senez, 1979). 8. Aerasi Kebutuhan oksigen untuk pertumbuhan mikroorganisme ternyata secara kualitatif hampir sama dengan kebutuhan sumber energi (Pelczar, 1977). Oksigen diperlukan mikroorganisme untuk mendapatkan energi melalui oksidasi CO2 dan air (Fardiaz, 1987). Aerasi yang baik adalah mengalirnya udara ke seluruh bagian media.

22 2.5

Protein Kasar Protein merupakan makromolekul kompleks yang memiliki peranan

mendasar dalam struktur dan fungsi sel. Protein berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun, dan regenerasi sel tubuh makhluk hidup. Biopolimer ini tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen dan belerang. Selain itu mengandung ion besi, tembaga, fosfor atau seng. Protein sangat esensial bagi kehidupan karena zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup (Yasin, 1988). Protein terdiri dari asam-asam amino, sedangkan asam amino adalah zat pembentuk utama untuk otot-otot dan organorgan tubuh. Selama proses fermentasi berlangsung terjadi peningkatan protein karena adanya penambahan protein yang disumbangkan oleh protein sel tunggal (PST) dari sel mikroba yang mati. Kenaikan protein disebabkan oleh kenaikan massa sel mikroba. Sel mikroba mengandung protein murni yang cukup tinggi yaitu antara 60-80 persen (Halid, 1991). Dalam analisis bahan makanan ternak dipakai istilah protein kasar, protein murni dan non protein nitrogen (NPN). Protein kasar mengandung kedua senyawa protein murni dan NPN. Protein murni mewakili nitrogen yang ditemukan terikat dalam ikatan-ikatan peptida untuk membentuk protein, sedangkan NPN adalah N berasal dari senyawa bukan protein dan tanaman yang termasuk asam amino, nitrogen lipid, amin-amin, alkaloid-alkoloid dan vitamin-vitamin (Tillman dkk., 1991).

23 2.6

Serat Kasar Serat kasar merupakan sisa-sisa sel tumbuhan yang tahan terhadap reaksi

hidrolisis enzim-enzim saluran pencernaan. Komponen utama penyusun serat kasar adalah berupa karbohidrat seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin. Serat kasar merupakan komponen utama yang banyak mengandung energi bagi kapang sehingga sebagian fraksi serat kasar digunakan sebagai sumber energi pertumbuhan kapang, akibatnya terjadi penurunan kandungan serat kasar pada substrat. Kandungan serat kasar media fermentasi akan mengalami perubahan yang disebabkan oleh perubahan enzim tertentu terhadap bahan-bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana (Winarno dkk., 1980). Analisis proksimat membagi karbohidrat menjadi dua komponen yaitu serat kasar dan BETN. Serat kasar berisi selulose, hemiselulose dan lignin. Selulase dan hemiselulose adalah komponen dalam dinding sel tanaman dan tidak dapat dicerna oleh hewan-hewan monogastrik, sedangkan hewan-hewan ruminansia karena mempunyai zat-zat jasad renik maka ternak itu mempunyai kemampuan yang lebih untuk mencerna selulose dan hemiselulose yaitu secara enzimatik. Lignin bukan termasuk dalam hidrat, tetapi berada dalam tanaman dan merupakan bagian atau kesatuan dalam karbohidrat. Zat ini bersama-sama selulose membentuk komponen yang disebut lignoselulose yang mempunyai koefisien cerna sangat kecil. Tanaman-tanaman muda mempunyai kandungan lignin rendah, tetapi akan bertambah sejalan bertambahnya umur tanaman dan mencapai level tertinggi pada saat tanaman sudah dewasa (Tillman dkk., 1991).