2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lobster Air Tawar (Cherax

lunak dan rasanya hampir sama dengan lobster air laut (Suryaningrum et al. 2007). Budidaya lobster air tawar juga cenderung lebih mudah bila dibanding...

16 downloads 616 Views 484KB Size
2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan hewan avertebrata air yang memiliki pelindung tubuh berupa rangka eksoskeleton yang keras. Lobster air tawar tergolong sebagai hewan krustasea dari Famili Parastacidae. Hewan ini umumnya dikenal dengan sebutan red claw, karena memiliki sepasang capit yang berwarna merah. Lobster air tawar selain dimanfaatkan untuk keperluan konsumsi juga dimanfaatkan sebagai lobster hias karena memiliki keunggulan pada bentuk dan warna tubuhnya (Hartono dan Wiyanto 2006). Cherax quadricarinatus adalah salah satu jenis lobster air tawar yang berasal dari Australia. Lobster jenis ini banyak ditemukan di sungai air deras serta danau di pantai utara dan daerah timur laut Queensland (Lukito dan Prayugo 2007). Klasifikasi lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) menurut Holthuis (1950) adalah sebagai berikut: Filum

: Arthropoda

Subfilum

: Crustacea

Kelas

: Malacostraca

Ordo

: Decapoda

Famili

: Parastacidae

Genus

: Cherax

Spesies

: Cherax quadricarinatus (von Martens)

Gambar 1. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)

Tubuh lobster air tawar terbungkus oleh cangkang yang berfungsi menjaga organ-organ yang ada didalamnya dari hewan pemangsa atau kelompoknya sendiri. Cangkang lobster juga mempermudah pergerakan lobster air tawar. Hampir seluruh tubuh lobster air tawar mempunyai ruas tubuh yang tampak jelas. Tubuh red claw berwarna biru kehijauan. Jantan yang sudah dewasa memiliki capit berwarna merah dibagian luarnya (Lukito dan Prayugo 2007). Tubuh lobster air tawar terbagi menjadi dua, yaitu cephalothorax dan abdomen. Cephalothorax secara keseluruhan dilingkupi oleh cangkang yang disebut karapas. Cephalothorax terdiri dari mata, dua pasang antena, mulut, serta lima pasang kaki jalan. Abdomen pada lobster air tawar terdiri dari lima pasang kaki renang dan lima lembar ekor (Lukito dan Prayugo 2007). Lobster air tawar bernapas menggunakan insang. Walaupun lobster air tawar bernapas menggunakan insang, namun pada beberapa jenis lobster air tawar dapat berada lama di daratan asalkan insangnya tetap dalam keadaan lembab. Insang pada lobster air tawar dilengkapi dengan serangkaian „kipas‟ yang akan mensirkulasikan air kaya oksigen melalui insangnya untuk bernapas dan mengeluarkannya dalam bentuk karbondioksida (CO2) (Lukito dan Prayugo 2007). 2.2

Budidaya Lobster Air Tawar Awalnya lobster air tawar dibudidayakan untuk tujuan sebagai ikan hias

karena bentuknya yang unik dan warnanya yang menarik. Saat ini lobster air tawar sudah dibudidayakan untuk tujuan konsumsi karena tekstur dagingnya yang lunak dan rasanya hampir sama dengan lobster air laut (Suryaningrum et al. 2007). Budidaya lobster air tawar juga cenderung lebih mudah bila dibandingkan dengan budidaya udang galah atau jenis udang lainnya karena lobster air tawar memiliki ketahanan hidup yang lebih kuat. Budidaya lobster air tawar dapat dilakukan dengan menggunakan kolam, bak semen atau bak fibre glass yang dilengkapi dengan aerasi karena lobster air tawar akan tumbuh dengan cepat di kolam yang sirkulasi air dan oksigennya terjadi secara terus menerus. Pada dasarnya lobster lebih menyukai kolam yang yang berdasar lumpur, akan tetapi jika lobster dibudidayakan dalam bak semen

sebaiknya ditambahkan potongan pipa plastik yang akan digunakan sebagi shelter (tempat berlindung) (Suryaningrum et al. 2007). Keberhasilan budidaya lobster air tawar harus didukung dengan kualitas air yang sesuai untuk pemeliharaannya. Beberapa faktor fisika dan kimia air yang dapat mempengaruhi hidup lobster air tawar adalah suhu, oksigen terlarut (dissolved oxygen), karbondioksida (CO2) bebas, pH, alkalinitas, amoniak, nitrat dan nitrit. Air yang digunakan untuk pemeliharaan lobster air tawar secara umum memiliki beberapa persyaratan seperti suhu, pH, degree of hardness (dH), alkalinitas, oksigen terlarut, CO2, amoniak dan H2S. Pemberian pakan juga mempengaruhi tingkat pertumbuhan lobster saat proses pembesaran karena pakan merupakan sumber energi bagi lobster. Pakan yang dapat diberikan untuk lobster diantaranya adalah pelet komersial, ubi-ubian, dan cacahan daging yang bisa berasal dari udang segar. Kedalaman air untuk pemeliharaan lobster disesuaikan dengan ukuran lobster. Semakin besar ukuran lobster yang dipelihara dalam suatu wadah, akan semakin rendah kepadatan penebaran dan semakin tinggi kedalaman air dalam bak pemeliharaan akan semakin tinggi pula. Oleh karena itu, untuk menghindari kompetisi ruang dan dan tingginya tekanan air jenis wadah pemeliharaan yang dianjurkan akuarium, fibre glass, atau bak permanen dengan padat penebaran juvenil yang ideal 20 - 30 ekor/m2 dan kedalaman air 25 cm (Lukito dan Prayugo 2007). Lobster air tawar sudah banyak dibudidayakan di beberapa daerah seperti Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jakarta. Beberapa jenis lobster yang telah dibudidayakan diantaranya adalah Cherax quadricarinatus, Cherax albertisi, Cherax lorentzi, Cherax monticola, Cherax tenuimatus, dan jenis Pocambarus clarkii. Dari semua lobster tersebut Cherax quadricarinatus merupakan lobster air tawar yang paling banyak dibudidayakan (Suryaningrum et al. 2007). 2.3

Penanganan dan Transportasi Lobster Air Tawar Lobster air tawar yang akan ditransportasikan umumnya merupakan lobster

ukuran konsumsi dengan berat tubuh lebih besar atau sama dengan 60 gram/ekor sesuai dengan SNI 4488.2:2011. Lobster yang telah dipanen melalui tahap

penanganan untuk ditransportasikan sebagaimana yang ditetapkan oleh SNI 4488.3:2011 yaitu penanganan awal, pengangkutan, sortasi, penampungan dan pengkondisian, penenangan dan pengemasan (BSN 2011). Penanganan awal lobster air tawar setelah dipanen adalah dengan mencuci lobster dengan air mengalir dalam bak penampungan selama 24 jam. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang masuk dalam karapas. Setelah itu, lobster disortasi sesuai dengan ukurannya. Dalam perdagangan terdapat enam kategori ukuran lobster, yaitu ukuran kecil (35 - 50 g), ukuran medium (50 - 70 g), ukuran besar (70 - 90 g), ukuran ekstra besar (90 - 120 g), ukuran XX (120 - 150 g), dan ukuran jumbo (lebih dari 150 g). Lobster yang akan ditransportasikan harus dalam kondisi yang sehat, bugar, antena dan kaki lengkap, tidak sedang ganti kulit (moulting) dan sebaiknya tidak sedang bertelur (Suryaningrum et al. 2005). Sistem penampungan lobster diperlukan apabila lobster yang dipasarkan tidak langsung dikirim ke konsumen atau jumlah loster yang akan dijual dikumpulkan terlebih dahulu dalam bak penampungan. Hal penting yang perlu diperhatikan selama penampungan berlangsung adalah kualitas air dalam bak penampungan. Untuk menjaga kualitas air dapat dilakukan dengan menerapkan sistem filtrasi sehingga mutu air terjaga dengan baik tanpa harus mengganti air (Suryaningrum et al. 2007). Selama penampungan, lobster juga diberok selama 1 - 2 hari. Pemberokan ini bertujuan untuk mengurangi kotoran yang ada pada organ pencernaan lobster sebanyak mungkin serta mengurangi aktivitas metabolisme lobster selama transportasi (Suryaningrum et al. 2005). Penenangan lobster sebelum ditransportasikan perlu dilakukan untuk mengkondisikan lobster pada tingkat aktivitas dan metabolisme yang rendah. Penenangan lobster dapat dilakukan dengan cara penurunan suhu atau menggunakan bahan antimetabolit. Penurunan suhu merupakan cara yang paling efektif, ekonomis, dan aman digunakan pada persiapan transportasi lobster hidup sistem kering (Suryaningrum et al. 2005). Penurunan suhu ini terdiri dari dua metode yaitu penurunan suhu secara langsung dan penurunan suhu secara bertahap (Nitibaskara et al. 2006).

Pengemasan lobster untuk transportasi dilakukan segera setelah proses penenangan, dengan cara membungkus lobster menggunakan kertas koran di bagian badan dan ekor dengan bagian kepala terbuka dan/atau disusun berlapis dalam media kemasan kemudian dimasukkan ke dalam kotak stirofoam dan ditutup rapat (BSN 2011). Setelah proses pengemasan selesai lobster siap untuk ditransportasikan.

2.4

Transportasi Lobster Air Tawar Hidup Sistem Kering Salah satu keunggulan lobster air tawar dibandingkan dengan lobster air laut

adalah kemampuan hidup diluar media air dalam lingkungan yang lembab dengan waktu yang lebih lama (Suryaningrum et al. 2007). Hal ini mendukung untuk pengaplikasian transportasi sistem kering pada lobster air tawar. Transportasi sistem kering merupakan sistem pengangkutan biota tanpa air. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam transportasi sistem kering adalah suhu dalam kemasan. Suhu kemasan perlu diperhatikan tetap dalam keadaan dingin untuk menekan tingkat metabolisme lobster selama transportasi (Andasuryani 2003 diacu dalam Ahdiyah 2011). Keuntungan yang diperoleh pada transportasi lobster air tawar dengan sistem kering adalah mengurangi stress, menurunkan kecepatan metabolisme, dan tidak perlu media air sehingga daya angkut akan lebih besar. 2.5

Imotilisasi Imotilisasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menurunkan

aktivitas dan metabolisme biota perairan selama transportasi berlangsung. Imotilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan bahan antimetabolit (alami maupun buatan) atau menggunakan suhu rendah (Suryaningrum et al. 2005). Bahan antimetabolit alami yang biasa digunakan adalah ekstrak biji karet dan minyak cengkeh, sedangkan metabolit sintetis yang biasa digunakan adalah MS-222 (tricaine methanesulphate) dan CO2. Pemakaian CO2 yang disarankan adalah dengan mencelupkan campuran gelembung CO2 dan O2 (1:1) dalam air untuk transportasi ikan hidup (Itazawa 1990 diacu dalam Nitibaskara et al. 2006). Imotilisasi dengan menggunakan suhu rendah terdiri dari dua metode, yaitu imotilisasi dengan menggunakan penurunan suhu secara langsung dan bertahap

(Nitibaskara et al. 2006). Penurunan suhu secara bertahap dapat mengurangi stress (panik) pada lobster karena aktivitas, respirasi dan metabolismenya direduksi secara perlahan tetapi memerlukan waktu yang cukup panjang hingga lobster pingsan, sedangkan imotilisasi dengan penurunan suhu secara langsung lobster akan berada pada tingkat respirasi dan metabolisme rendah setelah melewati masa panik pada tiga menit pertama (Nitibaskara et al. 2006; Suryaningrum et al. 2007). Imotilisasi dengan suhu rendah, baik secara bertahap maupun langsung akan menyebabkan berkurangnya aktivitas fisiologi dan lobster menjadi tenang. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan konsumsi oksigen dalam darah sehingga suplai oksigen ke jaringan syaraf juga berkurang, akibatnya gangguan keseimbangan terjadi pada lobster. Kekurangan oksigen yang lebih lanjut akan menyebabkan lobster menjadi limbung dan roboh (Suryaningrum et al. 1997 diacu dalam Ahdiyah 2011). 2.6

Pengemasan Pengemasan memiliki peran yang penting dalam transportasi komoditas

perikanan. Pengemasan berfungsi untuk menjaga komoditas dalam kondisi baik saat pengangkutan berlangsung. Pengemasan yang biasa dilakukan untuk transportasi lobster sistem kering menggunakan kotak styrofoam sebagai kemasan primer. Kotak styrofoam berfungsi sebagai isolator panas untuk mencegah panas masuk dalam kemasan (Junianto 2003). Pengemasan lobster yang biasa dilakukan oleh eksportir adalah dengan menyusun lobster dalam kotak pengemas sebanyak 4-5 lapis dengan dilapisi serbuk gergaji di setiap lapisannya. Setelah kotak ditutup lalu disegel dengan menggunakan lakban. Di bagian dasar kemasan biasanya ditambahkan es untuk mempertahankan suhu media. Banyaknya es dalam kemasan perlu diperhitungkan terlebih dahulu karena jika jumlah es yang ditambahkan terlalu banyak akan menurunkan suhu media dan beresiko meningkatkan mortalitas lobster karena suhu yang terlalu rendah (Suryaningrum et al. 2007). Pengemasan dngan menggunakan kotak styrofoam yang ditambahkan es dibagian dasarnya akan terus meningkat selama penyimpanan pada suhu kamar.

Hal ini dapat terjadi karena adanya penetrasi panas dari lingkungan di luar kemasan yang lebih tinggi sehingga meningkatkan suhu dalam kotak styrofoam (Kumum 2006). Jika suhu dalam kemasan terus meningkat maka komoditas yang berada didalam kemasan akan terancam tingkat kelangsungan hidupnya (Herodian et al. 2004). Suhu awal pengemasan juga akan mempengaruhi pola perubahan suhu. Suhu awal yang terlalu tinggi akan mempercepat laju peningkatan suhu dalam kemasan (Nitibaskara et al. 2006). 2.7

Media Pengisi Kemasan Media pengisi kemasan adalah bahan yang ditempatkan di antara biota hidup

dalam kemasan untuk menahan atau mencekal biota tersebut dalam posisinya (Herodian et al. 2004). Media pengisi yang digunakan dalam transportasi hidup sistem kering berfungsi untuk mencegah lobster mengalami pergeseran dalam kemasan, menjaga suhu lingkungan di dalam kemasan tetap rendah sehingga lobster tetap dalam keadaan pingsan serta memberikan kelembaban dan lingkungan udara yang memadai untuk kelangsungan hidup biota tersebut (Prasetyo 1993; Wibowo dan Soekarto 1993; Junianto 2003). Syarat media pengisi kemasan yang baik adalah memiliki sifat berongga, dapat mempertahankan posisi biota dalam kemasan, tidak mudah rusak atau menimbulkan bau serta memiliki nilai ekonomis yang rendah ditinjau dari harga bahan baku (Prasetyo 1993). Media pengisi yang baik juga harus memiliki daya serap air yang tinggi, mampu mempertahankan suhu rendah dalam waktu relatif lama dan kondisi media harus stabil (Suryaningrum et al. 2007). Jenis media pengisi yang dapat digunakan dalam transportasi lobster hidup sistem kering antara lain yaitu serbuk gergaji, sekam padi, serutan kayu, kertas koran, karung goni, rumput laut terutama jenis Gracilaria sp. dan spons busa. Serbuk gergaji merupakan jenis media pengisi yang paling sering digunakan pada transportasi biota perairan hidup sistem kering. Serbuk gergaji dapat digunakan sebagai media pengisi karena mempunyai panas jenis yang lebih besar daripada sekam padi atau serutan kayu. Serbuk gergaji juga memiliki tekstur yang baik dan seragam serta nilai ekonomisnya relatif rendah. Serbuk gergaji yang digunakan sebaiknya berasal dari jenis kayu yang sedikit mengandung getah atau

resin, kurang beraroma terpenten, tidak beracun, tidak berbau tajam dan bersih (Junianto 2003). Jenis kayu yang umum digunakan antara lain kayu mindi (Melia azedarach), jeungjing (Albizia falcata) dan jati (Tectona grandis) (Karnila dan Edison 2001). Spons busa dapat digunakan sebagai media pengisi untuk transportasi lobster air tawar (Suryaningrum et al. 2007). Spons memiliki banyak rongga udara sehingga dapat mempertahankan kelembaban dalam kemasan. Banyaknya rongga pada spons menyebabkan spons dapat menyerap air hingga empat belas kali berat spons itu sendiri (Hastarini et al. 2006 diacu dalam Suryaningrum et al. 2008). Kestabilan suhu media kemasan dalam transportasi biota hidup sistem kering merupakan faktor yang harus diperhatikan apapun jenis media pengisi yang digunakan. Suhu media kemasan harus dapat dipertahankan serendah mungkin mendekati titik imotil, yaitu pada kisaran 12 - 21 oC. Pada suhu di bawah 12 oC, udang akan pingsan dan menyebabkan kematian. Pada suhu di atas 21 oC, aktivitas lobster atau udang akan kembali normal sehingga memerlukan banyak oksigen untuk respirasi dan metabolismenya (Wibowo et al. 1994 diacu dalam Suryaningrum et al. 1999). Suhu media kemasan yang rendah berperan dalam mempertahankan tingkat terbiusnya lobster selama pengangkutan sehingga ikut mempertahankan kelangsungan hidup hingga di temp at tujuan (Junianto 2003).