2008

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR KI-1211 SEMESTER II 2007/2008 ... Kaitan teori asam-basa dengan kesetimbangan yang terjadi dalam suatu larutan sangat er...

8 downloads 893 Views 175KB Size
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR KI-1211 SEMESTER II 2007/2008 REAKSI ASAM DAN BASA I

Nama

: Raden Aditya Wibawa Sakti

NIM

: 16007153

Kelompok

: P-1.2/A

Tanggal praktikum

: 25 Februari 2008

Tanggal laporan

: 10 Maret 2008

Asisten

: Arman

LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2008

A. TUJUAN •

Membuat indikator alami dari bahan-bahan ekstrak tumbuh-tumbuhan



Menentukan trayek perubahan warna dari indikator alami



Menentukan trayek pH dari indikator alami



Menentukan nilai Kin dari indikator fenolftalein, metil merah,dan metil jingga



Menentukan pH suatu larutan dengan indikator universal

B. ALAT •

Tabung Reaksi



Gelas Ukur, ukuran 50 mL



Gelas kimia ukuran 100 mL



Kotak

dan 50 mL •

Pelat tetes standar



Pelat

tetes

Bjerrum

dan

sel

percobaan

mikro

dari



Pipet tetes



Pensil warna/ kamera digital

microscale chemistry set

C. BAHAN •

5 macam bunga, masing-masing 5 kuntum, kol ungu, dan buah strawberry



Jus lemon, shampo, pasta gigi, sabun cair, deterjen, cuka, air soda, dan susu



Aquades



Indikator Universal, Fenolftalein, Bromkresol hijau, Metil merah, dan Metil jingga



Sampel tanah dan air ledeng



0,1 M HCl atau 0,05 M H2SO4; pH = 1



0,1 M CH3COOH; pH = 3



2% H3BO3; pH = 5



5% NaCl; pH = 7



5% NaHCO3; pH = 8,3



5% Na2CO3; pH = 10,6



0,01 M NaOH; pH = 12



HCl dan NaOH masing-masing 0,1 M



NH4OH 0,1 M



Alkohol

C. TEORI DASAR Ilmu kimia dari waktu ke waktu terus berkembang, termasuk pengetahuan manusia tentang aspek-aspek asam-basa yang kini sedemikian fundamental untuk dikuasai oleh manusia. Asam basa merupakan konsep yang kini berkembang di seluruh ilmu kimia dan bidang lain seperti Biologi, pertanian, dan kedokteran. Sedemikiannya ilmu ini, maka menjadi salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh praktikan kimia dasar. Dalam perkembangannya, teori asam-basa yang populer awalnya dikemukakan oleh seorang Kimiawan bernama Svante Arrhenius(1887), yang mengemukakan teori disosiasi elektrolitnya. Awalnya, menurut Arrhenius, asam ialah suatu spesi yang apabila dilarutkan ke dalam air akan menghasilkan ion Hidrogen(H+). Sedangkan basa ialah spesi yang akan melepaskan ion Hidroksida(OH-), apabila dilarutkan ke dalam air. Namun bagaimanakah dengan spesi-spesi tertentu yang tidak mengandung ion Hidrogen pada senyawaannya ? Apakah tetap dinamakan asam ? Selang 36 tahun kemudian, teori Arrhenius disempurnakan oleh dua orang Kimiawan asal Denmark dan Inggris, yakni Bronsted dan Lowry(1923). Keduanya mengajukan teori mengenai pasangan asam-basa konjugasi yang sampai sekarang sudah dikenal oleh para pembaca buku pegangan Kimia. Menurut mereka, Asam merupakan suatu pendonor proton, sedangkan basa merupakan akseptor proton. Sebagai ilustrasi, diberikan reaksi berikut : H3O+(aq) + Cl-(aq)

HCl(aq) + H2O(l)

Dalam kasus di atas, menurut Bronsted-Lowry, HCl bertindak sebagai asam dan Clmerupakan basa konjugasi dari HCl. Sebaliknya, berlaku pula H2O berperan sebagai basa, H3O+ sebagai asam konjugasi dari H2O. Pada tahun yang sama, Gilbert Newton Lewis, mengemukakan bahwa basa merupakan suatu pendonor pasangan elektron bebas, sedangkan asam merupakan akseptor pasangan elektron bebas yang diberikan oleh suatu basa. Di dunia sains Kimia Modern ini, terutama di bidang Kimia Organik dan Anorganik, konsep asam-basa Lewis lebih banyak dipakai secara meluas, misalnya dipakai sebagai suatu katalis reaksi-reaksi organik. Setelah dunia kimia modern berkembang dengan baik, diketahui bahwa sebenarnya ion H+ tidak berada bebas dalam larutan, melainkan tersolvasi oleh molekul-molekul pelarutnya, misalnya seperti dalam air, H+ dapat ditulis sebagai H3O+ . Kaitan teori asam-basa dengan kesetimbangan yang terjadi dalam suatu larutan sangat erat, misalnya reaksi autoprotolisis air sebagai berikut: 2H2O(l)

H3O+(aq) + OH-(aq)

Kw = 10-14 pada suhu 250C

Kw = [OH-][H3O+] , konsentrasi air selalu konstan sebesar 55,5556 M, oleh sebab itu tidak dicantumkan pada pernyataan Kw. Kemudian, sekitar tahun 1909, Sorensen menyatakan derajat keasaman suatu asam dengan sangat fenomenal melalui persamaan pH = -log [H3O+], di mana dalam suhu 250C, berlaku hubungan pH + pOH = 14. Untuk mengetahui keberadaan asam atau basa dalam larutan, dapat dipakai suatu senyawa Organik yang disebut suatu indikator asam basa. Indikator asam basa sendiri memiliki berbagai jangkauan(trayek) pH tersendiri yang sangat khas bagi setiap indikator. Tetapan Kesetimbangan Indikator(Kin), dapat ditentukan secara eksperimental dengan memperhatikan perubahan warna pada larutan baku yang dipakai. Indikator sendiri dapat mengalami disosiasi sebagai berikut : H3O+(aq) + In-(aq) , jika indikator tersebut merupakan suatu

Hin(aq) + H2O(l)

asam monoprotik lemah, dan terurai sebagai berikut : InOH(aq)

In+(aq) + OH-(aq) , jika indikator tersebut merupakan basa bervalensi

satu. Untuk Indikator yang merupakan asam atau basa bervalensi lebih dari satu, nilai Kin dapat bervariasi sesuai jenis indikator tersebut dan spesi dominan yang ada dalam larutan. Warna yang tampak oleh mata praktikan, merupakan warna yang dihasilkan oleh spesi dominan dari indikator yang memancarkan warna komplemennya pada daerah tertentu yang ada pada daerah tampak(visible). Kin = [H3O+][In-]/[Hin] untuk indikator-indikator yang bersifat asam monoprotik.

N

N N

NaO3 S

Gambar 1. Merepresentasikan Indikator Jingga Metil yang bersifat basa lemah, dengan nilai Kin yang telah ditentukan dalam praktikum 2 minggu yang lalu.

D. PROSEDUR DAN DATA PENGAMATAN D.1. PROSEDUR PEMBUATAN INDIKATOR ALAMI

Kelopak bunga dicabuti dan dipotong-potong hingga dapat dilarutkan secukupnya, kurang lebih 2 gram

Bagian yang telah dipotong-potong, dimasukkan ke dalam gelas kimia

Ke dalam gelas kimia ditambahkan pelarut Alkohol

Diaduk Hingga warna terekstrak

D.2. PENENTUAN TRAYEK PERUBAHAN WARNA INDIKATOR ALAMI

Larutan baku diteteskan ke dalam plat tetes(sebanyak 2-3 tetes)

Nilai pH yang menyebabkan perubahan warna dicatat

Warna yang didapat dianalisis

Warna direkam dengan menggunakan Kamera

D.2.1. DATA PENGAMATAN

pH

1

3

5

7

8,3

10,6

12

Warna

D.3. PEMAKAIAN EKSTRAK TUMBUHAN SEBAGAI INDIKATOR ALAMI

Disiapkan dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,1 M

0,1 M

HCl

NaOH

Jumlah tetesan yang dapat mengubah warna larutan dicatat

25 tetes HCl dimasukkan ke tabung reaksi dan diteteskan 3 tetes indikator alami

0,1 M NaOH diteteskan ke dalam tabung yang berisi HCl 0,1 M

D.3.1 HASIL EKSPERIMEN Diperlukan NaOH sebanyak 30 tetes untuk mengubah warna larutan dari warna merah muda hingga berwarna hijau pucat.

D.4. PERCOBAAN MENGGUNAKAN MICROSCALE CHEMISTRY SET 9 tetes air dimasukkan ke A-3 s/d A-10; B-3 s/d B10; C-3 s/d C-10

10 tetes CH3COOH dimasukkan ke A2, B-2, dan C-2

1 tetes CH3COOH diambil dari A-2, B2, C-2, ke A-3, B-3, dan C-3. DIADUK

1 tetes CH3COOH dari A-5, B-5, C-5 ke A-6, B-6, C-6. DIADUK

1 tetes CH3COOH dari A-4, B-4, C-4 ke A-5, B-5, dan C5. DIADUK

1 tetes CH3COOH dari A-3, B-3, dan C-3 ke A-4, B-4, dan C-4. DIADUK

10 tetes NH4OH dimasukkan ke dalam A-11, B-11, dan C-11

1 tetes NH4OH dari A-11, B-11, C-11 ke A-10, B-10, dan C10. DIADUK

1 tetes NH4OH dari A-10, B-10, C-10 ke A-9, B-9, dan C-9. DIADUK

1 tetes indikator PP ke B-2 s/d B11; 1 tetes Indikator Universal ke A-2 s/d A-11; 1 tetes Indikator alami ke C-2 s/d C-11

Warna larutan dibandingkan

1 tetes NH4OH dari A-9, B-9, C-9 ke A-8, B-8, dan C-8

D.4.1. HASIL PERCOBAAN Ba

Larutan baku + Indikator Universal

Larutan baku + Indikator Fenolftalein Larutan baku + Indikator alami

D.5. PENGUJIAN KEASAMAN PRODUK Sejumlah kecil cairan uji dimasukkan ke dalam lubang besar yang ada pada pelat mikro. Setiap lubang diberi sedikit air

2 tetes indikator Universal dimasukkan ke lubang setiap sampel

Warna larutan yang didapatkan dibandingkan dengan warna larutan baku yang telah ditetesi indikator Universal.

Warna direkam menggunakan kamera dan pH sampel ditentukan D.5.1 HASIL PERCOBAAN Larutan

Warna

Warna

Uji

awal

setelah

Larutan Prediksi pH ditambah

Indikator Shampo Detergen

5,5 PUTIH

Sabun Cair

10,0 6,5

Cuka

BENING

4,0

Air Soda

BENING

8,0

Pasta gigi

PUTIH

8,0

Susu

6,5

Jus Lemon

5,0

D.6. PENENTUAN pH SAMPEL TANAH Sampel tanah dimasukkan ke dalam 15 mL air, DIADUK

Materi-materi yang tak larut dibiarkan mengendap

Cairan diambil sebanyak 8 tetes dan ditambahkan 3 tetes indikator universal di dalam pelat mikro

D.6.1. HASIL PERCOBAAN Warna larutan yang diperoleh : Prediksi nilai pH

: 11,00

D.7. PENENTUAN pH SAMPEL AIR TANAH 8 tetes sampel air diteteskan ke dalam lubang besar pada pelat mikro

3 tetes Indikator Universal ditambahkan ke dalam larutan

Derajat keasaman(pH) ditentukan dari warna yang dihasilkan

D.7.1. HASIL PERCOBAAN Warna yang teramati :

Setelah pembandingan warna yang diperoleh terhadap warna larutan standar, didapatkan nilai pH sebesar pH ≈ 8,00.

D.8. PENENTUAN pKin DARI INDIKATOR ASAM-BASA Larutan-larutan uji diteteskan pada pelat tetes porselen. Masing-masing dibuat 3 porsi

Masing-masing porsi diteteskan indikator metil merah, metil jingga, dan fenolftalein

Warna larutan direkam menggunakan kamera

pKin ditentukan dengan membandingkan deret warna yang terjadi

D.8.1. HASIL PERCOBAAN •

DERET WARNA YANG TERBENTUK SETELAH DITETESKAN METIL MERAH 3

4

5

6 Warna peralihan antara kuning Dan merah.

7

8

9

10

pKin metil merah = -log Kin = (5+6)/2 = 5,5 Menurut Buku Teks Vogel, pKin = 5,0



DERET WARNA YANG TERBENTUK SETELAH DITETESKAN METIL JINGGA Warna tepat akan berubah

pKin metil jingga = -log Kin = (3+4)/2 = 3,5 Menurut buku teks vogel, Kimia Analisis



3

4

5

6

Anorganik kuantitatif, nilai pKin= 3,7

7

8

9

10

DERET WARNA YANG TERBENTUK SETELAH DITETESKAN FENOLFTALEIN

3

4

5

6

7

8

9

10

Warna tepat saat akan berubah dari merah muda ke merah

pKin fenolftalein = -log Kin = (9+10)/2 = 9,5 Menurut Buku Teks vogel, pKin = 9,6

D.9. PENENTUAN pH DENGAN MENGGUNAKAN INDIKATOR Masing-masing bagian kotak Bjerrum dimasukkan 150mL NaOH(aq) dan 150mL HCl(aq)

Saat warna larutan pada sel percobaan=warna larutan pada kotak Bjerrum, skala pada kotak Bjerrum dicatat

Bromkresol hijau ditambahkan ke dalam masing-masing larutan, masing-masing 15 tetes

Sel percobaan digeser-geser di atas kotak Bjerrum

30 mL CH3COONa dan 20 mL CH3COOH dimasukkan ke dalam sel percobaan

5 tetes Bromkresol hijau ditambahkan ke dalam sel percobaan

D.9.1. HASIL PERCOBAAN Warna larutan pada sel percobaan berwarna Hijau tua, seperti ditunjukkan berikut ini :

Posisi sel percobaan pada kotak Bjerrum menunjukkan koordinat a = 19 dan b = 1 Di mana jika kotak Bjerrum digambar seperti pada halaman di samping, maka a merupakan posisi di mana warna teramati pada kotak yang berisi basa CH3COO-, sedangkan b merupakan posisi di mana warna teramati pada kotak yang berisi asam CH3COOH.

20

a

0 Kin= [H3O+][In-]

CH3COO-

[Hin] Sehingga, pH = pKin + log (a/b)...................(2)

CH3COOH 0

(1)

b

20

D.9.2. PERHITUNGAN Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dari persamaan HendersonHaesselbach mengenai perhitungan pH suatu buffer, diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut Dengan a = 19

b = 1, maka dari persamaan (2) didapatkan bahwa

pH = pKin + log(a/b) = 4,70 + log(11,5/8,5), sehingga didapatkan nilai pH = 4,83 Sebelumnya telah diketahui bahwa pKin Bromkresol hijau = 4,70 Nilai pH sebenarnya pada tabel di modul Praktikum, pH = 4,82

Galat relatif = 4,83-4,82 x 100% = 0,207 % 4,82 Adanya galat ini akan dibahas pada sesi pembahasan.

E. PEMBAHASAN Pada sesi ini, akan dibahas semua hasil praktikum yang telah dilakukan pada tanggal 25 Februari 2008, yang terdiri atas dua shift. Praktikum ini dilaksanakan pada shift kedua. Praktikum yang baru pertama kali dilakukan pada semester II ini, berjudul “REAKSI ASAM BASA I”. Tentu saja hal-hal yang dilakukan pada praktikum tersebut tidaklah lain merupakan reaksi-reaksi sederhan yang terjadi pada asam dan basa. Dalam pembahasan ini, juga akan dibahas mengenai Indikator alami yang dibuat dari ekstrak bunga, bagaimana cara menentukan perubahan warna yang terjadi pada Indikator alami tersebut? Layak tidakkah indikator alami tersebut dijadikan sebagai Indikator asam-basa? Berapakah nilai Kin dari Indikator alami tersebut? Pembandingan indikator alami dengan indikator universal dan fenolftalein, penjelasan mengenai pH sampel yang diuji(seperti shampo, detergen, sabun cair, cuka, air soda bening, pasta gigi, susu, jus lemon, tanah, dan air ledeng), dan percobaan penentuan pH suatu buffer(Dalam hal ini buffer yang digunakan adalah buffer yang terdiri atas pasangan CH3COOH/CH3COO-), serta kelayakan penentuan pH dengan metode ini. Marilah kita bahas satu per satu permasalahan tersebut dalam subbab E.1.

E.1. INDIKATOR ALAMI Indikator alami yang praktikan pakai pada percobaan dua minggu yang lalu, diekstrak dari salah satu bagian tanaman yang penting, yaitu bunga. Secara Fisik, warna bunga yang dipakai adalah merah muda dan mudah sekali luntur. Pada saat ekstraksi dilakukan, digunakan pelarut yang setidaknya dapat mengekstrak senyawa organik pada kelopak bunga. Berdasarkan prinsip interaksi antarmolekul alkohol(Dalam hal ini dipakai Etanol) dengan senyawa organik yang terdapat pada kelopak bunga, seharusnya senyawa organik ini lebih larut dalam alkohol dibandingkan dengan di dalam air. Hal ini disebabkan senyawa organik yang akan diekstrak itu diprediksikan sebagai molekul yang nonpolar, sehingga dapatlah dipilih pelarut yang kurang polar dibandingkan dengan air, (seperti alkohol atau campuran alkohol dengan aseton), agar senyawa-senyawa organik tersebut larut dalam alkohol(like dissolve like).

Setelah selesai dilakukan ekstraksi, warna larutan yang dihasilkan adalah merah muda(warna merahnya sangat tipis sehingga hampir terlihat bening). Seperti terlihat pada data pengamatan di subbab D.2.1, warna larutan baku yang ditetesi oleh indikator alami berubah dari merah muda pucat(pH = 1,0) hingga hijau cerah(pH = 12,0). Warna larutan baku berubah mendadak dari warna merah muda(pH = 7,0) menjadi hijau muda(pH = 8,3). Maka daptlah dikatakan bahwa terdapat keadaan transisi perubahan warna pada selang pH tersebut. Perubahan warna transisi tentu terjadi saat [Hin] = [In-], yakni saat konsentrasi spesi asam dan basa konjugasi pada larutan sama. Pada saat itu, dikatakan bahwa nilai pH=pKin. Maka dari itu pada selang (7;8,3), terdapat sebuah nilai pKin. Walaupun cukup beresiko, kita anggap bahwa nilai pKin dideskripsikan oleh pernyataan berikut

pKin= pHn + pHn+1

(2)

2

Dengan pHn = pH larutan baku saat warna larutan tersebut n pHn+1 = pH larutan baku saat warna larutan sekarang adalah n+1 Pendekatan kasar ini setidaknya cukup layak pada keadaan-keadaan tertentu, saat temperatur ruang kerja cukup optimum. Oleh karena itu, didapatkan pKin = 7,65. Hal ini cukup mengejutkan mengingat pKin merah fenol cukup dekat dengan nilai pKin indikator alami ini, yakni sebesar pKin

= 7,8. Namun perubahan warna merah fenol terjadi pada warna kuning-merah, bukan dari warna merah ke hijau kebiruan. Justru indikator yang lebih analog dengan indikator alami ini adalah Azolitmin(litmus). Hanya saja, hipotesa ini merupakan suatu pendekatan kasar atas kasus ini. Berdasarkan percobaan mengenai titrasi asam kuat HCl dengan suatu basa kuat NaOH, 25 tetes larutan HCl 0,1M membutuhkan 30 tetes larutan NaOH 0,1M. Secara implisit percobaan ini menyatakan bahwa nilai pKin dari indikator alami ini lebih besar dari pKin = 7,0. Deduksi ini membenarkan deduksi awal kita, bahwa pKin indikator alami ini lebih besar daripada keadaan netral(pH = 7) pada suhu 250C. Hal berikutnya yang diselidiki adalah perbandingan warna larutan yang ditetesi indikator universal, fenolftalein, dan indikator alami. Ternyata perubahan warna yang tampak sangat berbeda. Perubahan warna pada indikator universal bisa diakui sangat beragam, sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai indikator asam-basa. Fenomena perubahan warna pada berbagai indikator membawa suatu deduksi mengenai indikator alami ini, yakni indikator universal lebih cocok untuk dijadikan indikator asam-basa dibandingkan indikator alami yang telah dibuat.

E.2. KEASAMAN SAMPEL Kali ini, akan dibahas keasaman berbagai sampel yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sampel-sampel ini diuji dengan indikator universal, sehingga dihasilkan warna-warna yang khas bagi setiap larutan/suspensi setiap sampel. Mari kita bahas satu per satu sampel-sampel tersebut.

E.2.1. KEASAMAN SHAMPO Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan bahwa sampel shampo yang ditetesi indikator universal, menghasilkan warna kuning cerah. Fakta ini menunjukkan bahwa pH shampo ada pada selang pH asam, yakni diprediksikan berada pada kisaran pH≈5,5. Oleh sebab itu, dapatlah kita sebut shampo bersifat asam. Keasaman shampo disebabkan oleh kandungan zat aktifnya yang berupa asam-asam organik. Beberapa senyawa yang khas dalam suatu shampo dipaparkan di halaman berikutnya.

H O

H N

H O

O

O H

D - p a n th e n o l C a u t io n : S t e r e o c h e m ic a l t e r m s d is c a r d e d : d OO

O HO

S

OH N+

O

sulf uric acid

propyl betaine

Ketiga senyawa pada gambar di atas setidaknya dapat berperan sebagai asam yang baik. Terutama bagi asam sulfat, yang merupakan asam kuat. Demikian pula dengan propil betain yang merupakan suatu garam aminium kuarterner yang bersifat asam pada gugus aminium kationiknya. D-pantenol merupakan suatu provitamin B5 yang bersifat asam, meskipun sangat lemah jika dibandingkan dengan air. Sekalipun banyak asam-asam yang terkandung pada shampo, namun pH shampo sendiri tergolong sangat lemah. Sebab, kadar asam sulfat, betain, dan pantenol(Memiliki karbon asimetrik pada karbon α-nya) sangat rendah dalam suatu sampel shampo yang diuji.

E.2.2. KEASAMAN DETERGEN

Pada sampel detergen yang diteliti, ternyata memiliki nilai pH yang tergolong basa. Hal ini dibuktikan dengan penetesan indikator universal pada sampel. Warna larutan yang semula putih, menjadi ungu. Perubahan warna ungu pada indikator universal terjadi pada selang pH basa, sekitar pH≈10,0. Hasil ini tidaklah mengejutkan, sebab kandungan aktif pada detergen adalah sabun yang memiliki dua bagian polar yang berbeda. Untuk memusnahkan noda-noda yang melekat pada kain, diperlukan ekor nonpolar yang terdapat pada sabun. Pada prinsipnya ion dodesil benzenasulfonat misalnya, merupakan suatu basa yang banyak dipakai pada pembuatan detergen sintetis. Ion-ion ini akan membentuk misel pada noda yang ditimbulkan oleh lemak. Kisaran pH dari ion inipun tidak diragukan lagi kebasaannya. Struktur

Natrium dodesil benzenasulfonat dapat dilihat di halaman berikutnya. Kebasaan detergen juga dapat dijelaskan dengan data senyawa-senyawa aditif lainnya yang sifatnya hanya sebagai penjaga kondisi keasaman dalam sistem misel.

O-

Na+

O S O

sodium dodecylbenzenesulfonate sodium 2-dodecylbenzenesulfonate Chemical Formula: C18H29NaO3S Exact Mass: 348,17351 Molecular Weight: 348,47583 m/z: 348,17 (100,0%), 349,18 (19,9%), 350,17 (4,5%), 350,18 (2,7%) Elemental Analysis: C, 62.04; H, 8.39; Na, 6.60; O, 13.77; S, 9.20

ion sulfonat merupakan basa yang relatif lemah, namun setidaknya apabila dalam suatu detergen terdapat ion ini dalam jumlah yang banyak(dalam konsentrasi yang relatif tinggi), maka pH detergen menjadi basa. Gugus fenil sendiri merupakan suatu penarik elektron yang cukup baik, sehingga senyawaan asam-asam benzenasulfonat lebih bersifat asam dibandingkan asam metil sulfonat dan asam-asam alkil sulfonat lainnya. Efek keasaman terhadap aktivitas penyingkiran noda pada kain, sangat berperan penting. Sebab, pada kondisi basa, noda berupa lemak dan flek mudah sekali “hilang” pada suasana basa.

E.2.3. KEASAMAN SABUN CAIR

Mirip dengan detergen, sabun cair juga bekerja untuk menghilangkan noda pada peralatan dapur. Hanya saja, pada penetesan indikator universal, didapatkan warna larutan coklat. Esensi yang dapat diambil dari uji ini ialah bahwa pH sabun cair ada pada selang pH asam. Diprediksikan dari deret perubahan warna indikator universal, bahwa sabun cair memiliki pH≈6,5. Mengapa demikian? Bukankah seharusnya sabun memiliki pH basa(karena mengandung basa-basa konjugasi dari asam lemah)? Tentu saja kandungan senyawa aktif pada sabun cair berbeda dengan senyawa-senyawa yang terkandung pada detergen. Terutama disebabkan oleh kandungan lemon yang ada pada sabun cair ini. Lemon secara alamiah mengandung asam sitrat yang merupakan suatu spesi asam trikarboksilat yang biasa terdapat pada tubuh makhluk hidup juga. Struktur dan properti asam sitrat sendiri disajikan sebagai berikut

O

OH

HO OH

HO O O

citric acid 2-hydroxypropane-1,2,3-tricarboxylic acid Chemical Formula: C6H8O7 Exact Mass: 192,02700 Molecular Weight: 192,12352 m/z: 192,03 (100,0%), 193,03 (6,8%), 194,03 (1,6%) Elemental Analysis: C, 37.51; H, 4.20; O, 58.29 Gugus trikarboksilat yang terdapat pada asam sitrat menunjukkan bahwa keasaman dari senyawa ini cukup tinggi. Hanya saja, seperti yang terjadi pada asam triprotik lainnya seperti H3PO4, asam ini tidak cukup kuat dibandingkan dengan asam-asam monoprotik dan diprotik. Sebab, untuk mendisosiasi sisa-sisa proton lainnya yang terikat pada spesi-spesi anion dikarboksilat dan trikarboksilatnya cenderung sukar.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, keberadaan basa konjugasi dari asam lemak juga merupakan penyebab mengapa sabun bersifat sedikit basa. Namun untuk sabun cair yang diteliti ini, ternyata keberadaan asam sitrat ini lebih banyak dibandingkan keberadaan basa konjugasi itu sendiri.

E.2.4 KEASAMAN CUKA

Pada pengujian keasaman cuka, hal pertama yang diperoleh adalah hipotesa bahwa cuka merupakan suatu asam. Sebelum pengujian menggunakan indikator hal ini sudah sangat jelas bagi penciuman manusia. Tentu saja cuka tercium sangat asam oleh indera penciuman. Namun, secara eksperimen, keasaman cuka dibuktikan salah satunya dengan penetesan indikator universal. Diperoleh hasil sesuai yang diharapkan, yakni warna larutan cuka setelah ditambahkan indikator universal ialah merah. Hal ini menunjukkan bahwa cuka bersifat asam. Diperkirakan pH cuka berkisar sekitar pH≈3,0. Keasaman cuka tidak lain disebabkan keberadaan ion Hidronium dalam larutan tersebut. Dari mana datangnya ion H3O+ ? Ternyata H3O+ berasal dari kandungan senyawa CH3COOH dalam larutan cuka. CH3COOH(Asam Etanoat/asam asetat) merupakan suatu asam karboksilat yang memiliki nilai Ka yang relatif kecil, yakni Ka ≈ 1,8 x 10-5 (pKa = 4,74).

E.2.5. KEASAMAN AIR SODA BENING

Air Soda yang diuji keasamannya pada percobaan dua minggu yang lalu berwarna bening dan memiliki kebasaan yang relatif lemah. Hal ini ditunjukkan oleh warna larutan yang berwarna hijau dengan penambahan indikator universal. Jadi, larutan soda bening memiliki pH ≈ 8,0. Nilai pH yang basa ini (pada suhu 25oC) menunjukkan bahwa dalam larutan terdapat spesi yang dapat melepaskan ion OH- di dalam larutan berair. Spesi yang dimaksud tidak lain merupakan derivat-derivat asam karbonat, misalnya NaHCO3 dalam konsentrasi yang cukup rendah dan ion-ion OH- dari molekul-molekul air dalam larutan, bahkan CO32- juga dapat ditemukan dari soda. Spesi-spesi HCO3- apabila terkena udara bebas yang mengandung partikulat-partikulat asam, akan membentuk gas CO2 yang dikenal sebagai buih pada soda.

E.2.6. KEASAMAN PASTA GIGI

Berdasarkan uji sampel pasta gigi(yang terlebih dahulu dicampur sedikit air) dengan indikator universal, didapatkan warna larutan hijau. Fenomena ini menunjukkan bahwa pH pasta gigi yang diuji bersifat basa. Aproksimasi nilai keasaman pasta gigi, yakni sekitar pH ≈ 8,0. Hal ini tidak mencenggangkan dengan adanya kandungan-kandungan senyawa yang ada di dalam pasta gigi adalah bersifat basa. Mengapa basa ? Kebasaan pasta gigi terutama disebabkan oleh kandungan zat aktif Fluoride yang ada pada pasta gigi tesebut. Biasanya ion F- yang ada pada pasta gigi “ditemani” oleh ion-ion lainnya, termasuk ion Ca2+. Menurut Bronsted-Lowry, anion F- merupakan suatu basa konjugasi yang kuat yang dapat terbentuk dari asam lemah HF yang ada di dalam air. Tentu saja sebenarnya bukan hanya di dalam air ion F- bersifat basa, namun dalam pelarut-pelarut yang lebih basa daripada air, ion F- ada dalam jumlah yang banyak. Di dalam pasta gigi sendiri Fluoride mampu menukar ion OH- pada senyawaan Ca10(PO4)6(OH)2 dengan ion F-, sehingga email gigi tahan terhadap serangan asam.

E.2.7. KEASAMAN SUSU

Berdasarkan uji menggunakan indikator universal, diperoleh warna kuning pucat pada sampel susu yang diberi sedikit air. Hal ini menunjukkan bahwa susu bersifat asam. Sebuah deduksi kecil dinyatakan, bahwa susu yang diuji memiliki pH ≈ 6,5. Nilai pH yang mendekati 7 memiliki pengertian bahwa susu mengandung suatu senyawa yang memiliki sifat asam yang lemah. Tentu saja tidak mengejutkan bahwa susu mengandung asam, yakni asam laktat. Struktur asam laktat digambarkan seperti di bawah ini :

2-hydroxypropanoic acid O

Chemical Formula: C3H6O3 OH

Exact Mass: 90,03169 Molecular Weight: 90,07794 m/z: 90,03 (100,0%), 91,04 (3,4%)

OH

lactic acid

Asam laktat merupakan suatu asam α-hidroksi yang relatif lemah. Salain keberadaannya ditemukan pada susu, yang sebagian besar mengandung lipid dan protein, juga terdapat pada tubuh makhluk hidup. Sebab, asam laktat inilah yang merupakan hasil akhir dalam reaksi glikolisis anaerob. Keberadaan asam-asam amino yang bersifat basa (seperti lisin dan arginin) yang

ditambahkan ke dalam susu menyebabkan pH susu menjadi lebih tinggi dibandingkan pH asam laktat sendiri.

E.2.8. KEASAMAN JUS LEMON

Jus lemon yang sering menjadi minuman favorit banyak orang, berdasarkan uji keasaman menggunakan inikator universal ternyata bersifat asam. Tidak heran bila dirasa oleh indera pengecap, rasa jus lemon asam. Keasaman jus lemon sekitar pH ≈ 5,0(sebab pada pH= 5,0, warna jus lemon yang telah ditambahkan indikator universal ini adalah jingga). Jelas bahwa jus lemon memiliki keasaman yang lebih tinggi dibandingkan susu dan shampo, namun lebih basa jika dibandingkan dengan cuka. Mirip dengan sabun cair, di dalam jus lemon terdapat senyawa asam berupa asam sitrat, seperti yang digambarkan pada subbab E.2.3. Namun, perbedaan yang sangat mencolok terlihat pada nilai pH antara jus lemon dengan sabun cair itu sendiri. Perbedaan yang timbul tentu saja disebabkan oleh adanya kandungan senyawa-senyawa lain yang menyebabkan pH larutan menjadi sedikit lebih basa, misalnya dalam sabun cair terkandung sabun(RCOO-).

E.2.9. KEASAMAN SAMPEL TANAH

Sampel tanah yang diujikan merupakan cuplikan tanah yang diambil dari daerah Bandung Utara, tepatnya di Jl.Dago Elos. Kondisi tanah di tempat pengambilan sampel tergolong subur, sehingga banyak tanaman dapat tumbuh dengan baik di tanah yang demikian. Namun bagaimana hasil eksperimen menunjukkan hal ini ? Tentu salah satunya adalah pada pengujian keasaman tanah tersebut. Hanya tanah yang memiliki keasaman yang sesuai dengan jenis tanaman tertentu dapat membuat tanaman tumbuh dengan subur. Eksperimen yang dilakukan 2 minggu yang lalu, yakni uji menggunakan indikator universal menunjukkan bahwa warna larutan yang telah diteteskan indikator universal berwarna biru sangat tua. Bahkan warna biru tua dari sampel ini menjurus ke radius kehitaman. Setelah dicocokkan dengan warna larutan baku yang ada di plat tetes, ternyata warna pH tanah sekitar pH ≈ 11,00. Kandungan ion OH- dalam tanah yang terlarut dalam air cukup melimpah(berada pada

konsentrasi yang tinggi). Dengan demikian, banyak beberapa spesies tumbuhan yang tumbuh pada rentang pH basa.

E.2.10. KEASAMAN AIR LEDENG

Air Ledeng yang diambil dari daerah Bandung Utara ini juga diujikan keasamannya pada praktikum 2 minggu yang lalu. Sebanyak 8 tetes sampel ini dimasukkan ke dalam pelat mikro dan diteteskan ke dalam indikator universal. Ternyata diperoleh warna larutan hijau tua. Warna hijau tua ini dicocokkan dengan warna sampel larutan baku yang telah diteteskan dengan indikator universal juga. Hasil pencocokan sangat mengejutkan, yakni pH larutan yang sesuai adalah pH ≈ 8,0. Dari berbagai buku teks Kimia, banyak disebutkan bahwa pH air murni adalah sebesar pH = 7,0 pada suhu 25oC. Praktikum 2 minggu yang lalu, dilakukan pada siang hari, temperatur ruang pada waktu itu mencapai 28oC, sehingga harga Kw H2O tidak lagi Kw = 10-14, melainkan lebih tinggi dari 10-14. Hal ini wajar, sebab dalam autoprotolisis air, harga ∆Hr > 0(Reaksi Endoterm dan diperlukan energi), sehingga tetapan kesetimbangan autoprotolisis air(Kw) nilainya akan meningkat seiring meningkatnya temperatur. 2H2O(l)

H3O+(aq) + OH-(aq)

Kw = 10-14( pada 25oC) Kw’ > Kw (pada 28oC)

Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa pada temperatur kamar saat itu, nilai pKw< 14, akibatnya nilai baku pH netral pada temperatur tersebut menjadi pH< 7. Yakni pH pada saat itu seharusnya dikatakan netral jika nilainya kurang dari tujuh. Namun, meskipun standar pH netral turun, tetap saja nilai pH air yang diukur masih dalam keadaan basa. Nilai pH air yang basa dapat terjadi karena berbagai hal, antara lain adanya pengotor pada sampel air yang tadinya diprediksikan murni. Pengotor-prngotor tersebut dapat berupa anionanion, kation-kation, ataupun spesi-spesi lainnya yang dapat menyebabkan munculnya karakter basa, antara lain amoniak(NH3), F-,dan S2-. Masih banyak lagi zat-zat terlarut yang masih mungkin terdapat dalam air, sehingga menyebabkan pH air tidak netral. Nilai keasaman air seringkali dijadikan sebagai patokan untuk mengukur seberapa baikkah kualitas air tersebut ? Layak minumkah air tersebut ? Nilai pH yang basa bagi suatu sampel air memang baik untuk beberapa spesies ikan tertentu, namun setidaknya air tersebut tidak layak minum bagi manusia. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam air tersebut terkandung spesi-spesi yang berbahaya bagi tubuh manusia.

E.3. PENENTUAN pKin SUATU INDIKATOR

Indikator asam-basa yang dipakai di laboratorium, pada hakikatnya merupakan suatu senyawa organik yang dapat menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu dan meneruskan sebagian intensitasnya ke dalam retina mata pengamat. Perubahan warna yang tampak pada suatu indikator akan berbeda dengan jenis indikator lainnya. Hal ini disebabkan oleh berbedanya jenis senyawa organik yang terkandung di dalamnya. Pada suatu indikator dikenal adanya istilah Kin dan pKin. Kin merupakan suatu tetapan kesetimbangan suatu indikator saat terdisosiasi di dalam suatu pelarut(dalam hal ini air), sedangkan pKin adalah suatu faktor eksponensial Kin yang dinyatakan sebagai pKin= -log Kin Dalam percobaan ini, indikator asam-basa yang akan ditentukan nilai pKin-nya adalah indikator metil merah, metil jingga, dan fenolftalein. Marilah kita bahas satu per satu penentuan pKin masing-masing indikator tersebut.

E.3.1. PENENTUAN pKin INDIKATOR METIL MERAH

Seperti yang disaksikan pada gambar di bawah ini, metil merah mengalami perubahan warna dari pH larutan baku pH =5 ke pH=6. Hal ini menunjukkan bahwa pKin indikator ini ada pada derah rentang pH 5-6.

Warna larutan mulai berubah 3

4

5

6

7

8

9

10

Berdasarkan hasil perhitungan pada subbab hasil percobaan, diperoleh nilai pKin = 5,5(Kin = 3,16x10-6). Sedangkan menurut data pada buku teks vogel, Kimia Analisis Anorganik Kuantitatif, pKin indikator ini adalah 5,0. Adanya perbedaan yang cukup besar ini dapat disebabkan oleh galat tentu dan galat tak tentu. Galat tentu yang telah diketahui ialah bahwa kondisi ruang kerja yang berbeda antara praktikan dengan kondisi yang tercantum pada buku teks. Kedua, galat ini dapat timbul dari kesalahan dalam mengamati warna.

Nilai pKin yang teramati menunjukkan bahwa metil merah merupakan suatu basa lemah yang dapat terdisosiasi secara tidak sempurna. Saat nilai pKin = pH, maka terjadi transisi perubahan warna. Kita dapat menentukan apakah suatu Indikator adalah suatu asam lemah atau basa lemah ialah dengan melihat rentang perubahan warna yang terjadi pada indikator tersebut jika diteteskan ke dalam larutan baku. Seperti yang teramati, karena metil merah berubah warna pada rentang warna merah(Panjang gelombang tinggi) ke warna kuning(panjang gelombang lebih rendah), maka indikator metil merah bersifat basa lemah. Di mana nilai pKin dalam kasus ini identik dengan nilai pKb.

E.3.2. PENENTUAN pKin INDIKATOR METIL JINGGA

Pada penentuan pKin metil jingga, dilakukan hal yang sama seperti pada penentuan indikator metil merah. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini, nilai pKin ada pada rentang pH=3 dan pH=4. 3

4

5

6 Nilai pKin ada pada rentang pH ini

7

8

9

10

Seperti halnya metil merah, metil jingga juga merupakan suatu basa yang relatif lemah, sebab rentang perubahan warna terjadi dari panjang gelombang tinggi(merah) ke panjang gelombang yang rendah(jingga). Nilai pKin yang diperoleh sebesar pKin= 3,5(Kin = 3,16x10-4). Bahkan nilai pKin ini memperlihatkan kepada kita bahwa metil jingga lebih bersifat basa dibandingkan dengan metil merah. Pada buku teks Vogel, nilai pKin indikator metil jingga adalah 3,7. Artinya, terdapat galat yang cukup kecil dalam penentuan pKin ini, yakni hanya sebesar 5,4 %. Walaupun sebenarnya galat ini sangat besar bagi uji-uji analitis. Adanya galat ini menunjukkan kurang layaknya metode pengukuran/penentuan pKin ini, mengingat cukup banyak metode penentuan pKin lainnya yang lebih layak, seperti melalui pengukuran transmitans atau absorbans larutan yang telah ditambahkan indikator.

E.3.3. PENENTUAN pKin INDIKATOR FENOLFTALEIN

Sama saja seperti penentuan pKin untuk indikator metil merah dan metil jingga, larutan baku dipakai untuk membandingkan perubahan warna yang terjadi pada penambahan indikator ini. Hanya saja perubahan warna yang terjadi untuk indikator Fenolftalein adalah sebagai gambar berikut

3

4

5

6

7

8

9

10

Perubahan warna terjadi pada daerah ini

Maka, dari perubahan warna yang teramati di atas, fenolftalein berubah warna dari panjang gelombang rendah(tak berwarna) ke panjang gelombang tinggi(merah), sehingga dapat dikatakan bersifat sebagai suatu asam lemah. Dan keputusan ini benar, terlihat dalam referensi Analisis Kimia Kuantitatif karya Underwood dkk, bahwa Fenolftalein merupakan suatu asam diprotik lemah dan tak berwarna( hal.151). Warna larutan berubah pada saat pH=9 hingga pH= 10, sehingga didapatkan nilai pKin ≈ 9,5(Kin = 3,16 x 10-10). Pada buku teks Vogel(hal. 280-281), terlihat bahwa nilai pKin untuk indikator fenolftalein yakni pKin = 9,6. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa cukuplah layak metode penentuan ini terhadap indikator yang bersifat asam lemah seperti Fenolftalein. Galat yang didapatkan cukup kecil, sebesar 1,04%.

E.4. PENENTUAN pH SUATU BUFFER MENGGUNAKAN KOTAK BJERRUM

Metode kotak Bjerrum dalam penentuan pH suatu larutan pada prinsipnya bekerja menggunakan teknik kolorimetri, yakni menggunakan perbandingan intensitas warna yang dapat diteruskan oleh larutan. Jadi, dua kompartemen dalam kotak tersebut diisikan dua ekstrim yang berlawanan, yakni yang satu diisi asam(dalam hal ini HCl), sedangkan yang satu lagi diisi oleh larutan basa(dalam hal ini NaOH). Setelah itu, ke dalam kedua kompartemen ditambahkan larutan indikator bromkresol hijau sebanyak 1:10, perbandingan volume. Keterbatasan kotak Bjerrum dalam mendeteksi pH larutan buffer yang akan ditentukan yakni karena terbatasnya kepekaan mata kita dalam melihat warna yang terdapat pada kotak tersebut. Dalam praktikum ini, dipilih satu dari 7 macam perbandingan komposisi buffer berikut

Volume CH3COO- (mL)

Volume CH3COOH(mL)

pH

10

40

4,05

15

35

4,32

20

30

4,50

25

25

4,61

30

20

4,82

35

15

5,00

40

10

5,25

Larutan yang ditandai tinta biru merupakan larutan yang akan diujikan nilai pH-nya apakah sesuai dengan nilai yang ada pada tabel atau tidak. Ternyata untuk larutan dengan komposisi volume CH3COO- : CH3COOH = 30:20, maka diperoleh nilai a = 11,5 dan b = 8,5.Warna larutan yang teramati adalah hijau cerah yang beraneka. Dengan metode kotak Bjerrum ini, ternyata didapatkan untuk komposisi tersebut pH ≈ 4,83. Galat yang diperoleh dengan penggunaan metode ini adalah 0,207%, sehingga metode ini merupakan pendekatan yang cukup layak untuk menentukan pH larutan. Sesungguhnya memang secara teknis demikian, namun perolehan galat terkecil didapatkan harus dengan ketelitian yang luar biasa dan kepekaan terhadap warna yang diamati.

F. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan I semester II ini mengenai Reaksi Asam Basa I, diperoleh poinpoin penting sebagai berikut, di antaranya : •

Indikator asam-basa dapat dibuat secara alami, yakni dengan mengekstraknya dari bagian tumbuh-tumbuhan(dalam percobaan ini, dipakai mahkota bunga) dengan pelarut organik, seperti alkohol



Trayek perubahan warna dari indikator alami yang diperoleh yakni berkisar antara warna merah muda hingga hijau tua. pKin = 7,65



Trayek pH pada indikator alami yang telah dibuat berkisar antara 6,5-8,4



Nilai-nilai pKin dan Kin setiap indikator yang diperisa adalah sebagai berikut



No.

Nama Indikator

PKin

Kin

Metil Jingga

3,5

3,16 x 10-4

Metil Merah

5,5

3,16 x 10-6

Fenolftalein

9,5

3,16 x 10-10

Harga pH yang diperoleh dalam berbagai sampel yang diujikan adalah sebagai berikut

Sampel yang diuji Keasamannya

pH

1

Shampo

5,5

2

Detergen

10,0

3

Sabun cair

6,5

4

Cuka

4,0

5

Air soda bening

8,0

6

Pasta gigi

8,0

7

Susu

6,5

8

Jus lemon

5,0

9

Sampel tanah

11,0

10

Sampel air

8,0



Galat yang diperoleh dalam pengukuran dan penentuan pH dalam praktikum ini disebabkan oleh kesalahan paralaks, akurasi, dan kepekaan dalam mengamati perubahan warna yang terjadi pada larutan.

G. DAFTAR PUSTAKA

Day ,J.R, R.A.,Underwood,J.R., Quantitative Analysis,Fifth Edition. Prentice-Hall: 1986, hal.151-153 Basset.J, Denney R.C, et al. Kimia Analisis Kuantitatif. Penerbit Buku Kedokteran EGC : 1994, hal. 280-281 Graham Solomons, T.W. Organic Chemistry. John Wiley & Sons. Newyork: 1988, hal. 10461047