Jurnal Perikanan dan Kelautan ISSN : 2088-3137
Vol. 3, No. 3, September 2012: 193-200
Struktur Komunitas Plankton Di Situ Patengan Kabupaten Bandung, Jawa Barat Rinaldy Amanta*, Zahidah Hasan** dan Rosidah** *) Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad **) Staf Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad ABSTRAK Penelitian mengenai struktur komunitas plankton di Situ Patengan Kabupaten Bandung Jawa Barat dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai Februari 2012. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei dengan menetapkan empat stasiun dan enam kali waktu sampling secara time series setiap 7 hari sekali. Data yang dihitung meliputi kelimpahan plankton, indeks keanekaragaman Simpson, biomassa fitoplankton dan analisis saluran pencernaan ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunitas plankton di Situ Patengan terdiri dari 32 genus fitoplankton dan 11 genus zooplankton. Kelimpahan rata-rata terbesar fitoplankton adalah kelas Chlorophyceae (97 ind/L) dengan genus paling banyak ditemukan adalah Spyrogira, sedangkan zooplankton kelimpahan rata-rata terbesar adalah kelas Crustaceae (32 ind/L) dengan genus paling banyak ditemukan adalah Cyclops. Indeks Keanekaragaman rata-rata fitoplankton adalah 0,872 dan zooplankton 0,649. Biomassa fitoplankton tertinggi berasal dari kelas Bacilariophyceae (7681,8 µg/L) sedangkan biomassa terkecil berasal dari kelas Pyrrophyceae (306,7 µg/L). Komunitas plankton dari kelas Chlorophyceae merupakan fitoplankton yang paling banyak terdapat dalam alat pencernaan ikan yang tertangkap di Situ Patengan sedangkan yang jumlahnya sedikit yaitu kelas Cyanophyceae. Kelimpahan pakan alami berdasarkan kelimpahan plankton yang ditemukan di air cukup tinggi sedangkan ikan yang memanfaatkannya rendah sehingga sumberdaya pakan yang tersedia belum dimanfaatkan dengan optimal dalam pengelolaan sumberdaya ikan secara ekstensif. Kata Kunci, Situ Patengan, Plankton, Struktur Komunitas
ABSTRACT The research on the structure of plankton community in Situ Patengan District of Bandung West Java was conducted from January 2012 to February 2012. The method used is survey method with a set of four stations and six times sampling time was once every 7 days. The data of plankton community were calculated using plankton abundance, Simpson’s diversity index, phytoplankton biomass and fish digestion analysis. The result showed that plankton community in Situ Patengan consists of 32 genus of phytoplankton and 11 genus of zooplankton. The highest average abundance of phytoplankton was from the Chlorophyceae class (97 ind/L) with Spyrogira as the most found genus, meanwhile the highest average abundance of zooplankton was from the Crustaceae class (32 ind/L) with Cyclops the most found genus. The average diversity index of phytoplankton were 0,872 and 0,649 for the zooplankton. The highest biomass of phytoplankton was from the Bacilariophyceae class (7681,8 µg/L) and the lowest was from the Pyrrophyceae class (306,7 µg/L). The phytoplankton community from Chlorophyceae class were major food for the fish meanwhile Cyanophyceae class was a minor one. Natural food abundance on the abundance of plankton found in the water is high and the fish that use low that the available food resources have not been optimally utilized in the management of fish resources extensively. Keyword: Situ Patengan, Plankton, Community Structure
PENDAHULUAN Pengelolaan perairan umum sebagai salah satu upaya kegiatan perikanan dalam memanfaatkan sumberdaya secara berkesinambungan perlu dilakukan secara bijaksana. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan umum melalui kegiatan penangkapan dan budidaya mempunyai kecenderungan semakin tidak terkendali. Agar terjadi keseimbangan maka diperlukan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati dan terjaminnya kelangsungan usaha pemanfaatan sumberdaya ikan dengan tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya ikan di perairan umum. Situ Patengan merupakan salah satu perairan umum yang memiliki areal seluas 150 Ha, terletak di kaki Gunung Patuha Desa Patengan, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, berjarak 47 kilometer arah selatan dari pusat Kota Bandung berada pada ketinggian 1600 m dari permukaan laut. Fakta secara geologi, Situ Patengan terbentuk karena bekas letusan Gunung Patuha beberapa ratus tahun yang lalu yang membentuk kawah dan hingga akhirnya terisi oleh air (Brahmantyo 2004). Situ Patengan merupakan taman wisata, pemanfaatannya hanya pada sektor pariwisata rekreasi alam. Pada tahun 2011 Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat melakukan restocking benih ikan di Situ Patengan (Anonim 2011). Situ Patengan juga dimanfaatkan masyarakat sekitar dalam aktivitas menangkap ikan dengan alat tangkap seperti pancing, dan jala lempar. Jenis ikan yang tertangkap masyarakat sekitar antara lain ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan grasscarp (Ctenopharyngodon idella), ikan nilem (Osteochilus hasselti), dan ikan tawes gonionotus). Berdasarkan (Barbodes wawancara dengan masyarakat sekitar, ikan nilem sebagai ikan asli Situ Patengan semakin sulit ditemukan. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Sulastri dkk (2007) menunjukkan bahwa perairan Situ Patengan didominasi oleh fitoplankton dari kelas Cyanophyceae, hal ini jelas merugikan bagi kehidupan ikan. Situ Patengan dikategorikan sebagai danau kecil, sama halnya dengan Situ Gede yang terletak di Tasikmalaya namun dalam pemanfaatannya berbeda, Situ
Gede selain dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi dan restocking ikan juga dimanfaatkan untuk budidaya ikan di Keramba Jaring Apung (KJA), hal ini memperlihatkan bahwa pemanfaatan Situ Patengan belum optimal. Upaya mengoptimalkan pemanfaatan Situ Patengan di sektor perikanan, khususnya sebagai areal produksi perikanan maka perlu diketahui terlebih dahulu kondisi perairan yang dapat menunjang kehidupan ikan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai struktur komunitas plankton yang dihubungkan dengan parameter kualitas air sehingga hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai rujukan dalam peningkatan pengelolaan sumberdaya perairan di di Situ Patengan Kabupaten Jawa Barat. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bahan Penelitian 1. Sampel plankton diambil dari 4 titik stasiun pengamatan sebanyak 6 kali setiap satu minggu sekali. 2. Lugol 0,5 % digunakan untuk mengawetkan sampel plankton. 3. Formalin 4% untuk mengawetkan lambung ikan. 4. Bahan pereaksi untuk nitrat yaitu larutan Phenol disulfonic acid, NH4OH 10 % dan larutan standar nitrat NO3-N 5 µg/ml. 5. Bahan pereaksi ortofosfat yaitu larutan reduktor SnCl2, larutan NH4 molidbat dan larutan standar fosfat PO4-P 5 µg/ml. 6. Bahan pereaksi oksigen terlarut yaitu O2 Reagen, MnSO4 50 %, H2SO4 pekat, Na-tiosulfat 0,01 N. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode survei pada empat stasiun dan diulang 6 kali. Pengambilan sampel dilakukan di empat stasiun pengamatan dengan mempertimbangkan karakter fisik perairan danau secara umum yaitu : 1) Stasiun I merupakan daerah pemasukan (inlet) perairan berada di daerah Renggamanis, daerah mata air. 2) Stasiun II merupakan lokasi tengah Situ Patengan.
3) Stasiun III merupakan daerah pelabuhan perahu. 4) Stasiun IV merupakan pengeluaran (outlet) bermuara di Cirengganis daerah Sepirata Desa Sukaresmi. Parameter Yang Diukur Parameter yang diamati dan dianalisis adalah sampel plankton sebagai
parameter utama yaitu kelimpahan, keanekaragaman, biomassa, parameter fisik yaitu suhu, kedalaman, tranparansi, sedangkan parameter kimiawi meliputi pengukuran DO, BOD5, pH, nitrat dan ortofosfat. Sebagai data untuk mendukung penelitian juga dilakukan analisis isi lambung ikan (Tabel 1).
Tabel 1. Parameter pengukuran Parameter
Satuan
Alat
Lokasi Pengamatan
Ind/L µg/L
Mikroskop Mikroskop
Laboratorium Laboratorium
cm ºC cm
Tali Berskala Termometer Secchi Disk
In situ In situ In situ
mg/L mg/L mg/L mg/L
pH Meter Alat Titrasi Alat Titrasi Spektrofotometer Spektrofotometer
In situ In situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium
Biologis Plankton Kelimpahan Keanekaragaman Biomassa Fisik Kedalaman Suhu Transparansi Kimiawi pH Oksigen terlarut (DO) BOD5 Nitrat Ortofosfat
Kelimpahan Plankton Kelimpahan plankton dihitung dengan rumus modifikasi Sachlan (1982):
N= nx
Vr 1 x Vo Vs
Keterangan: N = Kelimpahan Plankton (Ind/L) n = ∑ Plankton yang teridentifikasi Vr = Volume yang tersaring (ml) Vo = Volume air yang diamati (ml) Vs = Volume air yang disaring (L) Indeks Keanekaragaman Indeks keanekaragaman dihitung dengan menggunakan rumus simpson (Magurran, 1988) sebagai berikut :
D = 1 − ∑(Pi) Pi = ni/N
Keterangan : D = Indeks keanekaragaman Simpson Pi = Proporsi individu terhadap populasi total N = Jumlah total individu ni = Jumlah individu dalam genus ke-i Nilai indeks keanekaragaman berkisar 0 – 1, jika indeks mendekati 0 maka keanekaragamannya rendah dan jika indeks mendekati 1 maka nilai keanekaragamannya tinggi. Kestabilan ekosistem perairan dinyatakan baik jika mempunyai nilai indeks keanekaragaman Simpson antara 0,6 – 0,8 (Odum, 1971). Biomassa Fitoplankton Mengukur volume sel fitoplankton secara geometrik dan mengasumsikan bobot jenis fitoplankton sama dengan satu ( Wetzel 1983) maka biomassa fitoplankton dapat diperoleh melalui rumus:
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskripsi eksplanasi yaitu memaparkan dan menjelaskan kondisi dan situasi variabel yang diamati serta hubungan antara masing – masing variabel. Variabelnya adalah struktur komunitas plankton yaitu komposisi, kelimpahan, keanekaragaman jenis serta parameter fisik dan kimiawi perairan.
B = BJ . V Keterangan: B = Biomassa fitoplankton (µg/L) BJ = Bobot jenis fitoplankton (1 . 10 / µ ) V = Volume fitoplankton Volume fitoplankton yang dimaksud adalah hasil perhitungan volume dari jenis fitoplankton yang diamati dengan menggunakan pendekatan dari bentuk sel kedalam bangun geometrik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi dan Kelimpahan Komposisi plankton yang diperoleh selama penelitian terdiri dari 43 genus terbagi dalam 32 genus fitoplankton dan 11 genus zooplankton. Fitoplankton terdiri dari 5 kelas yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, Euglenophyceae, Pyrrhophyceae, sedangkan zooplankton terdiri dari 3 kelas yaitu Rhizopoda, Rotifera, dan Crustaceae (Tabel 2).
Analisis Isi Saluran Pencernaan Ikan Dengan menganalisis berapa banyak genus plankton yang terdapat dalam lambung ikan dapat diketahui genus plankton yang dimanfaatkan sebagai pakan alami ikan dan jenis ikan yang cocok untuk pengelolaan lebih lanjut.
Tabel 2. Komposisi Plankton Berdasarkan Kelas Dan Jumlah Genus Kelompok
Fitoplankton
Kelas Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Euglenophyceae Pyrrhophyceae
Jumlah Zooplankton
Jumlah Genus
5
Pada Tabel 2 terlihat pada kelompok fitoplankton, genus yang terbanyak berasal dari kelas Chlorophyceae dan Bacilariophyceae, genus paling sedikit berasal dari kelas Euglenophyceae dan Pyrrhophyceae, sedangkan dari kelompok zooplankton genus terbanyak berasal dari kelas Crustaceae dan genus paling sedikit berasal dari kelas Rhizopoda. Pada gambar 2 memperlihatkan bahwa persentase genus Chlorophyceae dan Bacilariophyceae mendominasi, yaitu 40
32 1 4 6
Rhizopoda Rotifera Crustacea
Jumlah
10 13 5 2 2
3
11 % dan 31 % dari seluruh genus fitoplankton yang ditemukan. Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan selama penelitian bervariasi. Kelimpahan rata-rata fitoplankton tertinggi yaitu 234 ind/L terdapat pada stasiun III. Kelimpahan terbesar fitoplankton adalah dari kelas Chlorophyceae dengan genus yang paling banyak ditemukan adalah Spyrogira dengan kelimpahan terbesar pada sampling ke-4. Kelimpahan tertinggi Chlorophyceae yaitu 118 ind/L pada stasiun III (Gambar 3).
140
Kelimpahan (ind/L)
120 100 Bacillariophyceae
80
Chlorophyceae
60
Cyanophyceae Euglenophyceae
40
Pyrrhophyceae
20 0 1
2
3
4
Stasiun
Gambar 3. Kelimpahan Fitoplankton
50 45
Kelimpahan (ind/L)
40 35 30 25
Rhizopoda
20
Rotifera
15
Crustaceae
10 5 0 1
2
3
4
Stasiun Gambar 5. Kelimpahan Zooplankton Kelimpahan terbesar dari zooplankton adalah kelas Crustaceae dengan kelimpahan rata-rata rata 44 ind/L terdapat pada stasiun I (Gambar 5) dengan genus yang paling banyak ditemukan adalah Cyclops (Lampiran 3). Besarnya kelimpahan Crustaceae Cr disebabkan oleh aktivitas pemangsaan, sesuai dengan pernyataan Odum (1971) Crustacea menggantungkan sumber nutrisinya pada materi organik berupa
fitoplankton maupun persaingan makanan.
detritus
dalam
Keanekaragaman Plankton Keanekaragaman jenis dapat diidefinisikan sebagai suatu ukuran dari suatu komposisi spesies dalam suatu ekosistem, yang dinyatakan dalam jumlah dan kelimpahan relatif dari jenis tersebut (Odum 1971). Untuk mengetahui keanekaragaman jenis tersebut maka digunakan nakan indeks keanekaragaman
Simpson. Tabel 3 menunjukan bahwa rata-rata nilai indeks keanekaragaman Simpson untuk fitoplankton di perairan Situ Patengan adalah 0,842-0,893 dengan kisaran 0,752-0,915. Berdasarkan perhitungan didapatkan rata-rata indeks keanekaragaman fitoplankton berada pada kisaran tinggi untuk semua stasiun hal ini mengindikasikan bahwa dengan indeks keanekaragaman yang tinggi, menandakan bahwa ekosistem fitoplankton di perairan berada pada kondisi yang stabil dan tidak tercemar. Nilai indeks keanekaragaman simpson untuk zooplankton rata-rata sebesar 0,522-0,753 dengan kisaran 0,388-0,875. Ekosistem dikatakan baik jika indeks keanekaragaman simpson bernilai antara 0,6-0,8 (Magguran 1991). Berdasarkan indeks keanekaragaman
yang diperoleh selama penelitian menunjukan sebaran fitoplankton berada pada kondisi yang stabil sedangkan zooplankton berada pada kondisi yang tidak stabil. Hal ini terjadi karena adanya dominasi dari genus Cyclops. Biomassa Fitoplankton Tingginya nilai biomassa dari kelas Bacilariophyceae dikarenakan ukuran sel Bacilariophyceae lebih besar bila dibandingkan dengan Chlorophyceae, Wetzel (1983) menyebutkan bahwa biomassa diikuti dengan besarnya nutrien namun tidak diikuti dengan tingginya kelimpahan fitoplankton, sehingga kandungan biomassa tertinggi tidak selalu akan memiliki kelimpahan fitoplankton yang tertinggi pula (Tabel 3).
Tabel 3. Biomassa Fitoplankton di Perairan Situ Patengan Kelas
Biomassa total (µg/L)
Bacillariophyceae
7681,8
Chlorophyceae
2387,9
Cyanophyceae
1298,9
Euglenophyceae
1509,3
Pyrrhophyceae
306,7
Jumlah Analisis Isi Saluran Pencernaan Ikan Dari 43 genus plankton hanya 11 genus yang ditemukan pada ikan nila (Oreochromis niloticus) dan 7 genus pada ikan grasscarp (Ctenopharyngodon idella). Berdasarkan hasil penelitian terhadap parameter fisik, kimiawi dan biologi perairan Situ Patengan maka kegiatan perikanan dikembangkan di Perairan Situ Patengan adalah restocking. Pemanfaatan pakan alami oleh ikan masih rendah, hal
13184,6 ini terbukti dari hasil pengamatan pada alat pencernaan ikan yang menunjukkan bahwa pada ikan nila memiliki jumlah total plankton pada pencernaan terbesar 11 jenis. Parameter Fisik Kimiawi Air Parameter fisik kimiawi yang diamati selama penelitian meliputi suhu, pH, DO, nitrat dan ortofosfat (Tabel 4).
Tabel 4. Kisaran Rata-rata Parameter Fisik dan Kimiawi Air Selama Penelitian. Stasiun
Parameter
Baku Mutu*
I
II
III
IV
K
19,1 21,8
19,7 – 23,5
21,8 – 23,3
19,4 – 23,3
R
20,15
21,3
22,5
20,8
K R
80 - 90 87,5
102 – 140 122,3
24 - 40 29,3
56 – 70 60,3
90
900
40
76
1,73 5,03 – 6,7 5,81
4,7 – 5,5 5,06
5,03 – 5,7 5,19
4,0 – 6 5,05
3
0,01 001 3,2 – 4,77 3,9
0,01 0,01 0,36 – 0,38 0,37
<0,01 0,01 0,38 – 0,45 0,41
0,01-0,02 0,01
1
0,86 – 0,94 0,9
20
Fisik Suhu (ºC)
Transparensi Cahaya (cm) Kedalaman (cm)
-
-
Kimiawi BOD5 (mg/L)
K
DO (mg/L)
K R
Ortofosfat (mg/L)
K R
Nitrat (mg/L)
K R
K 7,4 – 7,8 7,2 – 8,4 7,2 – 8 7,4 – 8,4 6-9 R 7,55 7,73 7,66 7,83 Keterangan: R = Rata-rata K = Kisaran *) = Lampiran PP No.82 Tahun 2001, Kelas 3 pH
Rata-rata kadar nitrat selama penelitian berada pada kisaran 0,36-4,77 mg/L. Effendi (2003) menyatakan bahwa kandungan nitrat >0,2 mg/L telah cukup untuk memacu dan menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat. Kadar nitrat tertinggi ditemukan di stasiun I yaitu 4,77 mg/L, hal ini diduga karena sumber aliran inlet Situ Patengan sebagian besar berasal dari tanah lahan kebun teh. Menurut Goldman dan Horne (1983) nitrat merupakan unsur utama di perairan yang merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan alga lainnya. Ortofosfat yang diperoleh selama penelitian berada pada kisaran <0,01-0,02 mg/L. Menurut Seller dan Markland (1987) kandungan fosfat di perairan sering menjadi faktor pendorong terjadinya dominansi fitoplankton. Mackentum (1969)
dalam Basmi (1988) menyatakan bahwa senyawa ortofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0,004 mg/l, sementara pada kadar lebih dari 1 mg/l dapat menimbulkan blooming. Menurut Effendi (2003), kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya jarang melebihi 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu. KESIMPULAN 1. Komposisi plankton yang diperoleh selama penelitian yaitu sebanyak 43 genus terbagi dalam 32 genus fitoplankton dan 11 genus zooplankton. Kelimpahan terbesar fitoplankton berasal dari kelas Chlorophyceae (96.9 ind/L) dengan genus utamanya adalah Spyrogira, sedangkan zooplankton adalah kelas
Crustaceae (32.5 Ind/L) dengan genus utamanya adalah Cyclops. 2. Nilai rata-rata indeks keanekaragaman simpson untuk fitoplankton adalah 0,842-0,893 sedangkan untuk zooplankton 0,522-0,753. Biomassa terbesar dari kelas Bacillariophyceae yaitu 7681,8 µg/L, sedangkan biomassa terkecil berasal dari kelas Pyrrophyceae yaitu 306,7 µg/L. 3. Pada alat pencernaan ikan, plankton yang paling banyak ditemukan berasal dari kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan Crustaceae, dari 43 genus plankton hanya 11 genus yang dimanfaatkan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan 7 genus pada ikan grasscarp (Ctenopharyngodon idella) 4. Berdasarkan Struktur Komunitas Plankton, parameter fisik dan kimiawi, Situ Patengan masih layak untuk mendukung kegiatan perikanan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Waduk Di Jabar Ditebar Benih Ikan.http://www.bisnis.com. Diakses September, 2011.
Balai Lingkungan Keairan Indonesia 2010, Pengelolaan Danau dan Waduk. Balai Lingkungan Keairan Indonesia. Puslitbang Keairan. 6 hal. Brahmantyo, B. (2004), Geologi Cekungan Catatan Kuliah Bandung, GL4121,Penerbit ITB, Bandung, 176 hlm. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal. Odum,
E.P. 1971. Fundamentals Of Ecology. 3rd edition. W. B. Sounders Co. Philadephia. 574 p.
Sulastri, Suryono, T., Harsono, Y. 2007. Hubungan Tata Guna Lahan, Kualitas Air dan Komunitas Fitoplankton Di Beberapa Danau Kecil Di Jawa Barat. Limnotek LIPI (XVI) 1:10 -21.