2540-9492 PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN SUSU SAPI PASTEURISASI

Download Kesimpulan dari penelitian adalah semakin lama waktu penyimpanan susu sapi pasteurisasi pada suhu kamar maka cemaran ... Terdapatnya mikrob...

0 downloads 414 Views 486KB Size
JIMVET. 01(3): 360-365 (2017)

ISSN : 2540-9492

PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN SUSU SAPI PASTEURISASI PADA SUHU KAMAR TERHADAP JUMLAH KOLONI Staphylococcus Aureus The Effect Of Pasteurized Cow’s Milk Storage Time In Room Temperature to the Number of Staphylococcus aureus Colonies Ario Ridho Gelagar1, Fakhrurrazi2, Ismail3, Darniati2, Rastina3, M. Isa4 1 2

Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 3Laboratorium 3 Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 4 Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu penyimpanan susu sapi pasteurisasi pada suhu kamar terhadap jumlah koloni Staphylococcus aureus. Sampel pada penelitian ini adalah susu segar yang diambil dari peternakan sapi perah lokal di wilayah Banda Aceh yang diambil waktu pemerahan pagi hari. Susu segar dipasteurisasi dengan metode Low Temperature Long Time (LTLT) dengan suhu 62ºC selama 30 menit dan dilakukan penyimpanan pada suhu kamar 26°C selama 4 jam, 8 jam dan 12 jam. Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah jumlah koloni Staphylococcus aureus yang ditanam pada media Manitol Salt Agar (MSA). Analisis data penelitian ini adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah bakteri Staphylococcus aureus paling banyak pada penyimpanan selama 12 jam sebanyak 1x103 CFU/ml. Selanjutnya penyimpanan selama 8 jam dan 4 jam berturut-turut sebanyak 1x101 CFU/ml dan <1x101 CFU/ml. Kesimpulan dari penelitian adalah semakin lama waktu penyimpanan susu sapi pasteurisasi pada suhu kamar maka cemaran bakteri Staphylococcus aureus pada susu akan semakin meningkat. Kata kunci: Pasteurisasi LTLT, Staphylococcus aureus, suhu kamar, susu sapi ABSTRACT The purpose of this study is to know the effect of storage time of pasteurized milk in room temperature to the number of Staphylococcus aureus bacteria. The samples for this study were fresh milk from local dairy farm in Banda Aceh, taken directly from the cow in morning milking hour. Fresh milk then pasteurized with LTLT method, 62°C for 30 minutes. Then, the samples were divided into groups which stored in 26°c for 4 hours, 8 hours and 12 hours. Parameters in this study is the number of Staphylococcus aureus cultured in MSA. The data obtained then analyzed descriptively. The result shows that 12 hours storage performed the most colonies of Staphylococcus aureus bacteria with the number 1x103 CFU/ml. Below it, was 8 hours and 4 hours storage with the number consecutively 1x101 cfu/ml and less than 1x101 cfu/ml. This, the author can conclude that, the longer storage time of pasteurized cow’s milk in the room temperature is, contamination of Staphylococcus aureus number in milk will be increased. Keywords: cow milk, LTLT pasteurization, room temperature, Staphylococcus aureus.

PENDAHULUAN Susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, dimana kandungan alaminya tidak dikurangi atau tidak ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan (BSN, 2008). Susu segar merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Nilai gizinya yang tinggi juga menyebabkan susu menjadi media yang sangat disukai oleh mikrooganisme untuk pertumbuhan dan 360

JIMVET. 01(3): 360-365 (2017)

ISSN : 2540-9492

perkembangannya sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar (Saleh, 2004). Menurut Abubakar dkk. (2000), zat gizi yang baik pada susu tersebut memberi peluang yang baik pula bagi pertumbuhan mikroba seperti bakteri, kapang, dan khamir, karena dalam pertumbuhannya mikroba juga membutuhkan bahan makanan. Terdapatnya mikroba dalam susu mengakibatkan kerusakan pada susu sehingga menjadikan susu tidak layak untuk dikonsumsi. Tindakan pencegahan terhadap bahaya konsumsi susu dapat ditangani dengan pemanasan. Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan susu. Pemrosesan dengan suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan susu dapat membunuh sebagian besar mikroba. Proses pemanasan membuat susu menjadi lebih aman. Salah satu metode pengawetan dengan menggunakan pemanasan adalah pasteurisasi (Syahriana, 2015). Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan yang menggunakan suhu rendah di bawah 100oC. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu Low Temperature Long Time (LTLT) dengan suhu 62oC selama 30 menit dan High Temperature Short Time (HTST) dengan suhu 71,775oC selama 15 detik (Wardana, 2012). Mikroorganisme yang berkembang di dalam susu selain menyebabkan susu menjadi rusak juga membahayakan kesehatan masyarakat sebagai konsumen. Selain itu, penanganan susu yang tidak benar juga dapat menyebabkan daya simpan susu menjadi singkat, harga jual murah dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi pendapatan peternak sebagai produsen susu (Saleh, 2004). Keberadaan mikroba di dalam susu sangat erat hubungannya dengan cara penanganan susu. Mikroorganisme bisa berasal dari badan sapi, kandang, alat-alat pemerahan, proses pemerahan dan debu (Gilmour dan Rowe, 1990). Pada susu pasteurisasi mikroorganisme yang masih bisa ditemukan antara lain bakteri termodurik seperti Bacillus, Micrococcus, Lactobacillus, Mycobacterium, Corynebacterium, Streptococcus, dan Arthrobacter. Jumlah dan jenis mikroba termodurik tersebut tergantung dari populasinya dalam susu segar atau sebelum di pasteurisasi (Soejono dkk., 2005). Berdasarkan SNI-3141.1.2011, batas cemaran mikroba dalam susu pasteurisasi adalah Jumlah total mikroba <1 x 106 cfu/ml, koliform <0,1 x 101 cfu/ml, Staphylococcus aureus 1 x 102 cfu/ml, Enterobacteriae 1 x 103 cfu/ml, Salmonella negatif, dan Streptococcus group B negatif (BSN, 2011). Cemaran mikroba pada susu pasteurisasi dengan berbagai indikator dan perlakuan sudah pernah diteliti dan dilaporkan dalam jurnal-jurnal diseluruh dunia. Akan tetapi, pengaruh waktu penyimpanan susu sapi pasteurisasi terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus pada suhu kamar belum pernah diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu penyimpanan terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus pada suhu kamar. MATERI DAN METODE Pengambilan sampel dilakukan di peternakan sapi perah UD. Atjeh Livestock Farm di Lamnyong, Kota Banda Aceh. Pengambilan sampel dilakukan pada saat

361

JIMVET. 01(3): 360-365 (2017)

ISSN : 2540-9492

pemerahan pertama dipagi hari dan dikoleksi 3 sampel susu sapi perah. Selanjutnya, sampel dikoleksi ke dalam tabung erlenmeyer steril dan dimasukkan ke dalam cool box berisi es batu untuk kemudian segera dilakukan pengujian di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Syiah Kuala. Penghitungan bakteri dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC) berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan cara membuat satu seri pengenceran desimal (10-1-10-3). HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Kandang, Sapi dan Pemerah Sampel susu diambil sebanyak satu sampel di peternakan sapi perah UD. Atjeh Livestock yang terletak di bantaran sungai Lamnyong, Darussalam, Kota Banda Aceh. Tipe kandang yang digunakan merupakan tipe kandang tunggal, yaitu tipe kandang yang ditempati oleh satu ternak dilengkapi oleh tempat pakan dan tempat minum. Penempatan ternak pada kandang tunggal dilakukan dengan metode satu baris atau sejajar, sedangkan pada bagian belakang adalah parit pembuangan kotoran. Sapi masa produktif pada peternakan ini sebanyak 1 ekor dan berusia 4 tahun. Sapi berada dalam kondisi yang sehat, namun pada saat pemerahan kandang tidak berada dalam keadaan yang bersih. Kandang tempat tinggal sapi merupakan kandang yang digunakan untuk tinggal dan sekaligus untuk pemerahan. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu faktor yang mengakibatkan kontaminasi bakteri dalam susu. Proses pemerahan dilakukan pagi hari sekitar jam 09.00 WIB menggunakan tangan. Proses pemerahan dilakukan oleh anak kandang. Pemerah menggunakan pakaian yang juga digunakan dalam kegiatan sehari-hari di kandang, seperti membersihkan kandang dan memberi pakan kepada ternak. Pemerah tidak menggunakan pakaian khusus untuk melakukan proses pemerahan, hal ini juga dapat menjadikan susu dapat terkontaminasi. Keadaan sapi pada saat pemerahan tidak berada dalam kondisi yang bersih. Feses yang masih belum dibersihkan pada permukaan tubuh sapi juga menjadi faktor kontaminasi. Pemerah mencuci tangan menggunakan sabun dan membersihkan ambing menggunakan air hangat. Proses penampungan menggunakan wadah ember plastik yang sudah dicuci dan selanjutnya susu disaring dan dimasukkan ke dalam wadah yang bersih. Susu yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer steril dan diletakkan ke dalam cool box. Ciri fisik menunjukkan warna susu yang putih kekuningan, bau yang khas serta tidak menyengat, tidak menggumpal, dan susu dalam keadaan bersih. Susu dibawa menuju Laboratorium Mikrobiologi Universitas Syiah Kuala untuk dilakukan pengujian. Jumlah Koloni Staphylococccus aureus Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen oportunistik yang secara normal dapat dijumpai di kulit dan ambing pada sapi, hal tersebut meyebabkan mikroorganisme ini dapat dijumpai dalam susu (Ruegg, 2014). Menurut Badan

362

JIMVET. 01(3): 360-365 (2017)

ISSN : 2540-9492

Standarisasi Nasional Indonesia (BSN) berdasarkan SNI-3141.1:2011 menyatakan bahwa batas maksimum cemaran mikroba pada susu pasteurisasi adalah 1 x 102 . Suhu pasteurisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 62°C selama 30 menit. Pasteurasi pada suhu ini sesuai dengan rekomendasi Soejono dkk. (2012), yaitu susu pasteurisasi adalah susu yang mengalami pemanasan di bawah titik didih 100,16°C. Menurut Abubakar dkk. (2008), semakin lama masa penyimpanan maka jumlah mikrorganisme juga akan bertambah. Pasteurisasi LTLT (Low Temperature Long Time) pada suhu 62°C selama 30 menit yang dilakukan pun tidak menjamin bakteri Staphylococcus aureus dapat dimatikan seperti hasil penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah koloni Staphylococcus aureus yang ditanam pada media MSA berdasarkan waktu yang berbeda. Waktu Penyimpanan (jam) Perlakuan 4 8 12 1 1 3 P1 <1 x 10 CFU/ml 1 x 10 CFU/ml 1 x 10 CFU/ml P2 <1 x 101 CFU/ml 1 x 101 CFU/ml 1 x 103 CFU/ml P3 <1 x 101 CFU/ml 1 x 101 CFU/ml 1 x 103 CFU/ml Ket : P. Perlakuan N. Negatif

K N N N

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah bakteri Staphylococcus aureus paling banyak terdapat pada penyimpanan selama 12 jam yaitu rata-rata jumlah koloni sebanyak 1 x 103 cfu/ml. Selanjutnya pada penyimpanan selama 8 jam didapat pertumbuhan bakteri rata-rata jumlah koloni sebanyak 1 x 101 cfu/ml dan pada penyimpanan selama 4 jam didapat rata-rata jumlah koloni sebanyak <1 x 101 cfu/ml. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka jumlah cemaran bakteri juga semakin meningkat. Pasteurisasi merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mematikan bakteri patogen. Pasteurisasi tidak mengubah komposisi susu sehingga komposisinya masih setara susu segar (Jay, 1996). Pasteurisasi adalah salah satu proses terpenting dalam penanganan susu. Proses pasteurisasi perlu dilakukan dengan benar sehingga membuat susu memiliki umur simpan yang lebih lama. Suhu dan waktu pasteurisasi adalah faktor penting yang harus diukur dalam menentukan kualitas dan kondisi umur simpan susu segar (Syahriana, 2015). Pasteurisasi dilakukan dengan metode LTLT (Low Temperature Long Time) yaitu pasteurisasi yang dilakukan pada suhu 61°C selama 30 menit (Wardana, 2012). Penentuan waktu dan suhu dimaksudkan untuk dapat membunuh bakteri patogen terutama penyebab tuberkolosis, yaitu Mycobacterium tubercolosis dan beberapa diantaranya seperti Staphylococcus aureus, Salmonella sp., E. coli, Yersinia enterolitica, dan Lysteria monocytogen (Gao dkk., 2002). Yuswari (2006) mengatakan bahwa S. aureus merupakan flora normal pada manusia dan hewan terutama ditemukan pada saluran pernafasan bagian atas, kulit, dan mukosa. Bakteri ini bersifat anaerob fakultatif, katalase positif, koagulase positif

363

JIMVET. 01(3): 360-365 (2017)

ISSN : 2540-9492

dan menghasilkan asam laktat. Staphylococcus aureus pada biakan Mannitol Salt Agar (MSA) membentuk koloni berwarna kuning keemasan (Gambar 2).

A

Gambar 2. Bentuk koloni Staphylococcus pada media MSA (Sumber : dokumentasi pribadi) Keterangan = A : Koloni Staphylococcus aureus Menurut SNI-3141.1:2011 jumlah Staphylococcus aureus yang terdapat dalam susu pasteurisasi tidak boleh melebihi 1 x 102 cfu/ml. Dalam penelitian ini, sampel susu pasteurisasi yang disimpan pada suhu kamar selama 12 jam menunjukkan hasil positif Staphylococcus aureus melebihi standar yang ditetapkan. Hal tersebut menjadikan susu tidak layak untuk dikonsumsi. Susu dan produk asal hewan dapat terkontaminasi, hal ini dapat dihindari dengan penerapan higiene yang baik. Perlakuan pasteurisasi dengan suhu yang tepat dan penyimpanan yang tidak lama dapat menghindari jumlah cemaran berlebih pada susu. Menurut Murdiati dkk. (2014) tujuan pasteurisasi adalah menghilangkan mikroba patogen yang membahayakan kesehatan manusia tanpa merubah rasa, konsistensi dan kandungan nutrisi susu. Kontaminasi oleh Staphylococcus aureus dapat diperoleh dari pemerah dan penggunaan alat yang tidak asepis. Hal ini sejalan dengan pernyataan Soedjono yang disitasi oleh Yuswari (2006), sumber kontaminasi oleh Staphylococcus aureus dapat diperoleh dari pernapasan dan tangan pemerah. Sedangkan menurut Asao dkk. (2003), penggunaan alat dan serta penanganan produk yang buruk menjadikan susu mudah terkontaminasi. Menurut Gao dkk. (2002), pasteurisasi dapat membunuh kuman patogen, namun masih dapat ditemui adanya golongan bakteri termodurik dan beberapa jenis bakteri koliform yang dapat mengakibatkan kerusakan pada susu pasca pasteurisasi. KESIMPULAN Semakin lama waktu penyimpanan susu sapi pasteurisasi pada suhu kamar maka cemaran bakteri Staphylococcus aureus pada susu akan semakin meningkat.

364

JIMVET. 01(3): 360-365 (2017)

ISSN : 2540-9492

DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Triyanti, R. Sunarlim, dan H. Setiyanto. 2000. Pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap mutu susu selama penyimpanan. Balai Penelitian Ternak. Institut Petanian Bogor. Bogor Asao, T., Y. Kumeda, I. Kawai, T. Shibata, H. Oda, K. Honiki, H. Nakazawa, and S. Kozaki. 2003. An extensive outbreak of staphylococcal food poisoning due to low-fat milk in Japan: estimation of enterotoxin A in incriminated milk and powdered skim milk. J. Epidemiol. Infect. 130:33-40 [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 2897:2008 Tentang Metode Pengujian Cemaran Mikroba Dalam Daging, Telur dan Susu Serta Hasil Olahannya. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta . [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 3141.1.2011 Tentang Susu Segar Bagian :1.Sapi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Gao, A., L. Mutharia, S. Chen, J. Odumeru. 2002. Effect of pasteurization : survival of Mycobacterium paratubercolosis in milk. J. Dairy Sci. 85:3198-3205. Gilmour, A. and M.T. Rowe. 1990. Microorganism associated with milk dairy microbiology. Vol. 1. 2nd ed. Department of Food Science and Technology. University of Reading. Reading. Jay, J.M. 1996. Modern Food Microbiology. Fifth Ed. International Thompson Publishing, Chapman and Hall Book, Dept. BC. p. 469−471. Murdiati, T.B., A. Priadi, S. Rachmawati dan Yuningsih. 2004. Susu pasteurisasi dan penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). JITV. 9(3): 172180. Ruegg, P. L. 2014. Risk, realities, and responsibilities associated with mastitis treatment. Journal American Veterinary Internal Medicine. 36(5) : 1015-1043. Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. USU Digital Library. Medan Soejono, RR., AW Sanjaya, M. Sudarwanto, T. Purnawarman, DW. Lukman dan H. Latif. 2005. Penuntun Praktikum Higiene Susu. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor Syahriana, S. 2015. Pasteurisasi High Temperature Short Time (HTST) Susu Terhadap Listeria monocytogenes Pada Penyimpanan Refrigerator. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanudin. Makassar. Wardana, A.S. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Slamet Riyadi. Surakarta Yuswari R. 2006. Kajian cemaran mikroba pada susu pasteurisasi asal pedagang keliling di wilayah Jakarta Selatan. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

365