3.3 Stratigrafi Daerah Penelitian - digilib.itb.ac.id

47 3.3 Stratigrafi Daerah Penelitian Umur Formasi Tebal (m) Satuan Batuan Simbol Litologi Lingkungan Deskripsi Litologi Pengendapan Kwarter Kuarter...

33 downloads 389 Views 2MB Size
bentuk fragmen menyudut tanggung–menyudut, pemilahan buruk. Fragmen terdiri atas andesit, batupasir,

abu-abu,

atau

hijau,

Pengendapan

keras dan kompak,

non

terkekarkan, terdapat

> 125 m

>225 m

karbonatan, tufaan. Napal, abu-

urat – urat kalsit

abu. Batupasir sebagai sisipan, coklat,

berbutir

halus,

pemilahan sangat baik, kemas tertutup,

mempunyai struktur vuggy porosity, stylolite

pasiran sebagai sisipan, putih, tebal 0,5 – 2 cm.

Oligosen

juga terlihat adanya

non karbonatan. Tuf

Laut dangkal

putih

Batu gamping, putihabu- abu, masif, sangat

Neritik luar

cm. Batulempung, abu-abu -

Batugamping

Batulanau - batulempung

Rajamandala

Batuasih

Awal Akhir

dan

batulempung.

getas, karbonatan, tebal 0,5- 2

Miosen

Darat

>25 m

pasir sedang–kasar, fragmen berukuran kerikil–kerakal,

Batulanau,

Neogen

Lingkungan

Simbol Litologi

Tebal (m)

Batuan

Deskripsi Litologi

Breksi Volkanik, coklat terang, matriks berukuran

Breksi Volkanik

Endapan Gunung Api

Kwarter

Kuarter

Umur

Satuan

Formasi

3.3 Stratigrafi Daerah Penelitian

branching coral dan fragmen foraminifera besar.

Batupasir konglomeratan coklat terang ,matriks kasar

Awal

hingga sangat kasar,

pemilahan buruk, bentuk butir

membundar tanggung – membundar, kemas tertutup setempat terbuka, porositas baik, kompak, fragmen berukuran kerikil – kerakal terdiri dari kuarsa, andesit, Batulempung putih- abu-abu, lunak, non karbonatan. Konglomerat putih kelabu, matriks kasar – sangat kemas

terbuka,

porositas

buruk,

kompak,

fragmen

berukuran kerikil - kerakal, terdiri dari kuarsa, andesit, batupasir, batulempung, non karbonatan. Batupasir bewarna putih kelabu sampai kemerahan dengan butiran halus - sedang, pemilahan baik, bentuk butir membundar tanggung – membundar, kemas tertutup, porositas baik, kompak, butiran didominasi mineral kuarsa, non karbonatan, setempat memperlihatkan oksidasi besi. Batulanau putih abu-abu, getas. Batulempung karbonan abu–abu kehitaman, getas. Batubara, hitam, kilap minyak, getas.

Gambar 3.9 Kolom Stratigrafi Umum Daerah Penelitian

47

Darat

kasar, bentuk butir membundar tanggung – membundar,

>560m

Batupasir Konglomeratan

Akhir

Eosen

Walat

Paleogen

batupasir dan batulempung, non karbonatan.

Kolom stratigrafi diatas berdasarkan hasil pengamatan langsung dari lintasan A hingga lintasan E. Stratigrafi daerah penelitian tersebut dapat dikelompokan menjadi satuan - satuan batuan yang disusun dari umur yang paling tua sampai muda secara berurutan dari bawah ke atas kolom stratigrafi (Gambar 3.9). 3.3.1 Satuan Batupasir Konglomeratan 3.3.1.1 Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini terdapat pada bagian utara, tengah dan tenggara daerah penelitian, menempati morfologi perbukitan yang mempunyai penyebaran relatif memanjang barat – timur. Satuan ini menempati sekitar ± 52 % daerah penelitian. Pada peta geologi satuan ini diberi warna kuning (Lampiran F ), memiliki kedudukan jurus lapisan berarah barat – timur, sebagian besar mempunyai arah kemiringan ke Selatan. Satuan ini tersingkap baik terutama pada daerah penambangan di daerah Cicantayan dan Pasirpogor yang terletak di tengah daerah penelitian. Berdasarkan pengukuran rekonstruksi penampang geologi, diperkiran ketebalan satuan ini adalah lebih besar dari 560 meter. 3.3.1.2 Litologi Litologi Satuan Batupasir ini terdiri dari batupasir konglomeratan, batulempung, konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung karbonan, batubara (Foto 3.30). Batupasir konglomeratan (Lampiran A) dengan kisaran tebal lebih besar dari1 m, bewarna putih – abu-abu setempat coklat kemerahan, matriks kasar – sangat kasar, membundar – membundar tanggung, pemilahan buruk, kemas tertutup setempat terbuka, kompak, porositas baik, non karbonatan, fragmen batuan berukuran kerikil – kerakal berupa kuarsa, batulempung dan batuan beku. . Batulempung dengan kisaran tebal 20 cm, bewarna putih – abu - abu, lunak, non karbonatan. Konglomerat (Foto 3.30 a) dengan kisaran tebal 15 cm – 60 cm, bewarna putih- abu-abu setempat coklat kemerahan, matriks pasir kasar - sangat kasar, membundar, pemilahan buruk,kemas terbuka, kompak, porositas baik, nonkarbonatan, fragmen berukuran kerikil - kerakal, berupa kuarsa, batulempung, batuan beku. Batupasir dengan ketebalan lebih besar dari 10 cm, bewarna putih –

48

coklat, setempat kemerahan dengan butiran halus - sedang, pemilahan baik, bentuk butir membundar tanggung – membundar, kemas tertutup, porositas baik, kompak, butiran didominasi mineral kuarsa, non karbonatan, setempat memperlihatkan oksidasi besi. Batulanau (Foto 3.30 b), dengan kisaran tebal 10 cm – 2,2 m, bewarna Putih- abu-abu sampai coklat, kompak, non karbonatan, setempat memperlihatkan oksidasi besi. Batulempung karbonan (Foto 3.30 c), dengan kisaran tebal 1,5 m – 7 m berwarna abu–abu - kehitaman, getas, bersifat non karbonatan, dan kadang terdapat struktur berupa jejak tumbuhan. Batubara (Foto 3.32 d) dengan kisaran tebal 5 hingga 20 cm, bewarna hitam, kilap minyak, getas.

Foto 3.30 Singkapan pada Satuan Batupasir Konglomeratan

Foto 3.30 a) Singkapan Konglomerat

Foto 3.30 b) Batulanau dengan Struktur Sedimen Berupa Jejak Tumbuhan

49

Foto 3.30 c) Singkapan Batubara Sebagai Sisipan dari Batulempung Karbonan

Struktur sedimen yang berkembang pada satuan ini berupa cross bedding, ripple, load cast, bioturbasi, paralel laminasi, laminasi bersilang, wavy, flaser, jejak kaki burung, rain mark dan jejak tumbuhan (Foto 3.30 d, e, f, g dan h)

Foto 3.30 d) Struktur Sedimen Ripple pada Batupasir Konglomeratan Foto 3.30 e) Struktur Sedimen Cross Bedding pada Batupasir Konglomeratan

Foto 3.32 f) Struktur Sedimen Burrow pada Batupasir

Foto 3.32 g) Struktur Sedimen Graded bedding pada Batupasir

50

Foto 3.30 h) Struktur Sedimen Ripple, Rain Mark dan Fosil Tumbuhan

3.3.1.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Pada satuan ini tidak ditemukan fosil foraminífera, oleh karena itu, penentuan umur satuan ini merujuk pada penelitian sebelumnya (Effendi dkk., 1998) yang menyimpulkan umur satuan ini adalah Eosen Akhir sampai Oligosen awal. Dari terdapatnya struktur sedimen berupa cross bedding, ripple, loadcast, burrow, jejak kaki burung, rain mark dan jejak tumbuhan serta dengan terdapatnya sisipan batubara, maka dapat disimpulkan bahwa satuan ini terendapkan pada lingkungan pengendapan darat (fluvial). Hal ini didukung dari hasil analisis granulometri ) (Lampiran B) dengan metoda Visher (1969) op. cit. Friedman dkk. (1992) pada sampel batupasir lokasi GS-6, yang menunjukkan distribusi penyebaran besar butir, dimana butiran dengan diameter lebih kecil 210 mikron sampai 53 mikron, diendapkan dengan mekanisme arus lemah. Sedangkan butiran dengan diameter 297 mikron sampai 840 mikron diendapkan dengan mekanisme arus sedang hingga kuat. Sehingga berdasarkan hasil penafsiran kurva sampel granulometri diperbandingankan dengan model lingkungan pengendapan 51

granulometri Visher (1969) op. cit. Friedman dkk. (1992) maka diperoleh lingkungan pengendapan satuan batupasir kuarsa berupa lingkungan darat (fluvial). Hasil Sayatan tipis pada batupasir konglomeratan (Lampiran A) memberikan nama batuan, berdasarkan klasifikasi Folk (1974), berupa Batupasir Arenit Kuarsa (Quartz Arenit Sandstone), komposisi mineral penyusunnya didominasi oleh kuarsa dan felspar sehingga diperkirakan batuan asalnya berkomposisi granitik yang diperkirakan berasal dari Paparan Sunda yang terletak di utara daerah penelitian. Mengenai proses sedimentasi pada Satuan Batupasir Konglomeratan ini akan dibahas lebih detail pada studi khusus di BAB IV. 3.3.1.4 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri diatas maka Satuan Batupasir Konglomeratan ini penulis memasukkannya kedalam Formasi Walat (Effendi dkk., 1998). Hubungan satuan ini dengan satuan yang lebih tua dibawahnya tidak dapat diketahui karena tidak tersingkap di daerah penelitian. Berdasarkan kesamaan ciri dan genetiknya maka Satuan Batupasir Konglomeratan ini dapat disetarakan dengan Formasi Walat. 3.3.2 Satuan Batugamping 3.3.2.1 Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini terdapat pada bagian tenggara dan barat - daya daerah penelitian dimana satuan ini menempati morfologi perbukitan terjal yang mempunyai penyebaran relatif memanjang barat – timur di bagian tenggara daerah penelitian dan penyebaran relatif memanjang utara – selatan di bagian barat - daya daerah penelitian, menempati sekitar ± 5 % daerah penelitian. Pada peta geologi satuan ini diberi warna biru muda (Lampiran F) Satuan ini tidak memiliki kedudukan jurus lapisan. Satuan ini tersingkap baik terutama pada sisi tebing yang tererosi di daerah Cibungur yang terletak di barat daya daerah penelitian. Berdasarkan pengukuran rekontruksi penampang geologi, diperkiran ketebalan satuan ini adalah lebih dari 125 meter.

52

3.3.2.2 Litologi Batu gamping, bewarna putih hingga abu-abu, masif, sangat keras dan kompak, terkekarkan, terdapat urat – urat kalsit mempunyai struktur vuggy porosity, stylolite juga terlihat adanya branching coral dan fragmen foraminifera besar (Foto 3.31 a dan b).

Foto 3.31 b) Branching Coral pada Batugamping

Foto 3.31 a) Singkapan Batugamping

Hasil Sayatan tipis pada sampel batugamping CB 1 (Lampiran F) memberikan nama batuan, berdasarkan klasifikasi Dunham (1962), berupa Foraminifera Wackestone, komposisi penyusunnya didominasi oleh fosil foraminífera, alga dan koral. 3.3.2.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan pada pengamatan petrografi (Lampiran A) di dapatkan foram besar yaitu fosil Lepidocyclina spp dan Miogypsinoides spp yang menunjukkan kisaran umur Td – Tf atau Oligosen Akhir – Miosen Awal berdasarkan klasifikasi Adams (1970) op. cit. Kapid (1994) Dilihat dari ciri litologi diatas dan ditemukannya fosil – fosil laut berupa foraminífera, alga, dan koral, menunjukkan satuan ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal.

53

Pengendapan satuan ini berada di laut dangkal yang memungkinkan terjadinya pembentukan mineral karbonat dan komponen terumbu dengan syarat lingkungan yaitu laut dangkal, jernih serta hangat. 3.3.2.4 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Hubungan Satuan Batugamping dengan Satuan Batulanau - Batulempung di atasnya adalah saling menjemari. Sedangkan, hubungan stratigrafi dengan Satuan Batupasir Konglomeratan yang berada di bawahnya adalah tidak selaras karena adanya rumpang waktu pengendapan antar kedua satuan batuan tersebut . Berdasarkan ciri litologi, umur, dan lingkungan pengendapan Satuan Batugamping ini, maka dapat disebandingkan dengan Formasi Rajamandala (Martodjojo, 1984). 3.3.3 Satuan Batulanau - Batulempung 3.3.3.1 Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini terdapat pada bagian barat daya daerah penelitian dimana satuan ini menempati morfologi perbukitan yang mempunyai penyebaran relatif memanjang utara - selatan. Satuan ini menempati sekitar ± 4 % daerah penelitian. Pada peta geologi satuan ini diberi warna hijau muda (Lampiran F). Satuan ini memiliki kedudukan jurus lapisan berarah timur laut – barat daya dan barat laut tenggara dimana arah kemiringan relatif ke selatan dan sebagian ke utara. Satuan ini tersingkap baik terutama pada sisi tebing yang tererosi di samping sisi sungai sungai di daerah Cibungur yang terletak di barat daya daerah penelitian. Berdasarkan pengukuran rekontruksi penampang geologi, diperkiran ketebalan satuan ini adalah lebih dari 225 meter. 3.3.3.2 Litologi Litologi Satuan Batulanau - Batulempung ini terdiri dari perselingan antara batulanau-batulempung, napal, batupasir dan tuf pasiran (Foto 3.32).

54

Foto 3.32 Struktur Sedimen Paralel Laminasi pada Satuan Batulanau - Batulempung

Pada satuan ini dilakukan analisis kalsimetri yang diambil pada sampel batuan sebagai sisipan yang mengandung karbonatan. Hasil analisis kalsimetri pada sampel batuan CB 6 dan SU 11 (Lampiran C.) menunjukkan kandungan persen karbonat yaitu 53.47% dan 44.49 %, sehingga dinamakan napal. Batulanau bewarna abu-abu, berukuran lanau, porositas sedang, getas, karbonatan. Batulempung, bewarna abu-abu - putih kelabu atau hijau, lunak, bersifat non karbonatan. Napal, sebagai sisipan bewarna abu-abu, kompak, karbonatan. Batupasir, bewarna coklat terang, berbutir halus, pemilahan sangat baik, sangat membundar, kemas tertutup, porositas baik, kompak, non karbonatan. Tuf pasiran, sebagai sisipan, bewarna putih, kompak. Struktur sedimen yang berkembang di satuan ini adalah paralel laminasi (Foto 3.32). 3.3.3.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Dari hasil analisis mikropaleontologi pada conto batuan pada lokasi CB 13 dan SU 12 menunjukkan kandungan fosil foraminifera plankton dengan kisaran umur N3 - N5 atau Oligosen Akhir – Miosen Awal (Lampiran D) berdasarkan biozonasi Blow (1969). Berdasarkan kandungan penyusun umum batuan yang bersifat karbonatan, disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan Satuan Batulanau - Batulempung

55

(Formasi Batuasih) adalah laut. Kehadiran foraminifera bentos dari analisis mikropaleontologi pada sampel CB 13 dan SU 12 yaitu Egerella sp. Dan Asterorotalia trispinosa. yang menunjukkan lingkungan pengendapan neritik luar (Robertson Research, 1983) dengan kedalaman 100 - 200 m. Dari hasil analisis granulometri (Lampiran B) dengan metoda Visher (1969) op. cit. Friedman dkk. (1992)

pada sampel batu lanau lokasi CK-6,

menunjukkan grafik kurva yang landai yang merupakan pengendapkan dengan mekanisme arus lemah, sehingga butirannya relatif seragam. Dari diagram distribusi ukuran butir yang dibandingkan secara empiris dengan model yang ada disimpulkan bahwa conto diendapkan pada lingkungan laut dengan mekanisme turbidit. Hasil Sayatan tipis pada salah satu batuan, yaitu batulempung pada satuan ini (Lampiran A) memberikan nama batuan berupa Batulempung yang komposisi mineral penyusunnya didominasi oleh matrik (85%) berupa gelas dan mineral mineral berukuran lempung dan butiran (12%) terdiri dari kuarsa, mineral mika, dan mineral opaq. Adanya litologi berupa tuf pasiran mengindikasikan pada satuan ini telah terjadi proses volkanik dimana produk volkanik tersebut juga terendapkan bersama di dalam satuan batulanau – batulempung (Formasi Batuasih). Hal ini diperkuat juga menurut Martodjojo (1984) yang menyatakan bahwa pada kala Oligosen – Miosen terbentuk gunungapi berupa gunungapi volkanik bawah laut yang telah muncul ke permukaan muka laut di selatan. Hal ini mengindikasikan bahwa sedimen yang terbentuk pada kala Miosen umumnya bersifat volkanik. Dengan diendapkanya sedimen yang bersifat volkanik tersebut (Formasi Batuasih dalam daerah penelitian). 3.3.3.4 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Hubungan stratigrafi dengan Satuan Batugamping adalah saling menjemari. Hal ini didasarkan dari waktu pengendapan yang sama dari kedua satuan tersebut. Sedangkan, hubungan stratigrafi dengan Satuan Batupasir Konglomeratan yang berada di bawahnya adalah tidak selaras karena adanya rumpang waktu pengendapan antar kedua satuan batuan. Berdasarkan kesamaan

56

litologi dengan Formasi Batuasih (Martodjojo, 1984) maka dapat disimpulkan satuan ini pada daerah penelitian termasuk dalam Formasi Batuasih.

3.3.4 Satuan Breksi Volkanik 3.3.4.1 Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini terdapat sepanjang sungai yang menempati satuan dataran daerah penelitian dimana satuan ini berada di morfologi yang relatif datar yang mempunyai penyebaran relatif memanjang barat - timur. Satuan ini menempati sekitar ± 40 % daerah penelitian. Pada peta geologi satuan ini diberi warna coklat muda (Lampiran F ) Satuan ini memiliki tidak memiliki kedudukan jurus lapisan Satuan ini tersingkap baik di badan maupun sisi sungai terutama pada sungai – sungai utama daerah penelitian, yaitu sungai Ci Kupa, Ci Balener dan Ci Saronga yang terletak di utara dan tengah daerah penelitian. Berdasarkan pengukuran rekontruksi penampang geologi, diperkiran ketebalan satuan ini lebih besar dari 25 meter. 3.3.4.2 Litologi Breksi Volkanik, bewarna coklat terang dengan fragmen batuan volkanik yang tertanam pada matriks berukuran pasir sedang–kasar, non karbonatan, fragmen berukuran kerikil–kerakal, terdiri dari material volkanik dengan bentuk fragmen menyudut tanggung–menyudut, pemilahan buruk, kemas terbuka, porositas baik dan kompak. Fragmen terdiri atas batuan beku yaitu andesit, batuan sedimen yaitu batupasir, batulempung (Foto 3.33).

57

Foto 3.33 Singkapan Breksi Volkanik dengan Fragmen Berukuran Kerikil - Kerakal

Hasil Sayatan tipis pada matriks batuan (Lampiran A) memberikan nama batuan, berdasarkan klasifikasi Schmid, 1981 op. cit. Fisher dan Schmincke, 1984 berupa Pasir Tufaan, komposisi mineral penyusunnya didominasi oleh kristal yang terdiri dari plagioklas (25%), piroksen (15%), horndblende (5%), kuarsa (5%), K-feldspar (3%), dan mineral opak (12%) dengan matrik berupa gelas (35%), sehingga diperkirakan satuan ini merupakan hasil dari produk volkanik yang berkomposisi intermedier, hal ini didukung juga dengan kehadiran fragmen andesit pada satuan ini. 3.3.4.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Satuan Breksi Volkanik ini menunjukkan bahwa breksi ini hasil aktifitas Gunung Api Gunung Gede Pangrango yang terbentuk pada zaman kuarter. Breksi ini merupakan endapan hasil aktifitas Gunungapi Gede Pangrango pada zaman kuarter, hal tersebut diperkuat oleh Van Bemmelen (1949) yang menyatakan bahwa: terjadi orogenesa Gunungapi Gede Pangrango pada zaman kuarter. Oleh karena itu penentuan umur satuan ini berdasarkan Peta Geologi Lembar Bogor (Effendi dkk., 1998) yang menyatakan bahwa umur satuan ini adalah Kuarter. Sifatnya yang non karbonatan juga dilihat dari hasil analisis petrografi pada satuan ini menunjukkan komposisi intermedier – asam yang berarti diendapkan pada lingkungan darat. Bentuk fragmen menyudut tanggung–menyudut serta pemilahan yang buruk menunjukkan diendapkan masih dekat dengan sumber fragmennya (Walker dan James, 1992). Satuan ini berada pada morfologi yang relatif datar dan mengisi sepanjang sungai – sungai besar daerah penelitian, dilihat dari arah aliran sungai tersebut menunjukkan bahwa endapan ini berasal dari timur laut daerah penelitian dan diendapkan dengan mekanisme aliran yang menunjukkan bahwa breksi

58

tersebut merupakan produk volkanik dari Gunungapi Gede Pangrango yang terbentuk pada zaman kuarter. 3.3.4.4 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Hubungan Satuan Breksi Volkanik dengan Satuan Batulanau Batulempung yang berada di bawahnya adalah tidak selaras. Adanya selang waktu pengendapan dengan satuan dibawahnya (Satuan Batugamping dan Satuan Batulanau – Batulempung) dan juga berdasarkan pada penyebaran Satuan Breksi Volkanik yang tidak hanya menutupi Satuan Batulanau - Batulempung saja tetapi menutupi satuan-satuan lain yang mempunyai arah kedudukan lapisan dengan umur yang lebih tua menyebabkan hubungan ketidakselarasan bersudut. Berdasarkan ciri litologi dan genesa pembentukannya, satuan ini dapat disetarakan dengan Endapan Volkanik Muda yang berumur Kuarter (Effendi dkk., 1998). 3.4 Struktur Geologi Daerah Penelitian 3.4.1 Interpretasi Struktur Geologi Interpretasi struktur geologi daerah penelitian antara lain didasarkan atas analisis kelurusan pada daerah penelitian, maka didapatkan pola kelurusan bukit dan pola kelurusan sungai dari peta topografi (Gambar 3.10) lalu dibuat dalam diagram bunga. Pola kelurusan bukit yang dominan yaitu pada arah barat - timur yang ditafsirkan berkaitan dengan arah jurus / kedudukan lapisan dan sumbu perlipatan. Sedangkan pola kelurusan sungai yang berkembang berarah dari timur laut –barat daya yang ditafsirkan kemungkinan sebagai arah dari rekahan dan sesar sebagai bidang-bidang lemah (Gambar 3.10).

59

Gambar 3.10 Kelurusan pada Peta Topografi

(b) Diagram Bunga Kelurusan Bukit

(a) Diagram Bunga Kelurusan Sungai

Gambar 3.11 Diagram Bunga Kelurusan Bukit dan Lembah

60

3.4.2 Analisis Struktur Geologi Berdasarkan data pengamatan di lapangan daerah penelitian berupa arah jurus dan kemiringan lapisan kekar dan data strutur lainnya, maka struktur geologi yang berkembang adalah berupa sinklin, antiklin, sesar naik dan sesar geser mengiri dan sesar geser menganan. 3.4.2.1 Struktur Lipatan a. Lipatan Walat Terdapat Sinklin Walat yang terletak di bagian utara daerah penelitian, sumbu lipatannya diperkirakan berada di sepanjang puncak perbukitan dengan sumbu sinklin berarah barat – timur . Berdasarkan arah jurus dan kemiringan lapisannya sinklin ini tidak menerus, diperkirakan menunjam sampai ke tengah daerah penelitian (Foto 3.34) yang terletak di daerah Pasirpogor. Gejala struktur sinklin ini dapat diamati dengan adanya perubahan kedudukan lapisan N290ºE/32ºN dan N120ºE/16ºS.

Foto 3.34 Singkapan yang Menunjukan Pembalikan Arah Kemiringan Lapisan di Daerah Pasirpogor

Antiklin Walat terletak di bagian selatan dari gunung Walat, sumbu lipatannya berarah barat – timur. Berdasarkan arah jurus dan kemiringan lapisannya, struktur antiklin ini tidak menerus, diperkirakan menunjam di daerah Cantayan. Bukti struktur ini dapat dilihat dari penampang geologi pada Lampiran F.1. b. Lipatan Cikareo

61

Lipatan di Cikareo berupa sinklin dan antiklin. Sinklin ini terletak di selatan daerah penelitian, terletak di daerah Cikareo dengan sumbu sinklin relatif berarah barat – timur. Gejala struktur sinklin ini dapat diamati dengan adanya perubahan kedudukan lapisan N260ºE/34ºN dan N145ºE/30ºS. Sedangkan Antiklin Cikareo yangjuga terletak di selatan daerah penelitian, terletak di daerah Cikareo dengan sumbu antiklin relatif berarah barat – timur. Gejala struktur antiklin ini dapat diamati dengan adanya perubahan kedudukan lapisan N145ºE/30ºS dan N60ºE/22ºN. 3.4.2.2 Struktur Sesar Terdapat beberapa struktur sesar yang berkembang di daerah penelitian yaitu berupa sesar berupa sesar naik dan sesar mendatar a. Sesar Naik Batununggal Berdasarkan

hasil

rekonstruksi

penampang

ditemukan

adanya

ketidakemenerusan lapisan dimana Satuan Batupasir Konglomeratan berhadapan langsung terhadap Satuan Batulanau – Batulempung, hal tersebut menunjukan adanya suatu deformasi yang menyebabkan Satuan Batulanau - Batulempung terangkat ke atas Satuan Batupasir Konglomeratan ditinjau dari gaya yang bersifat kompresif dengan adanya perlipatan yang terjadi, maka ditafsirkan adanya sesar naik antara Satuan Batupasir Konglomeratan dengan Satuan BatulanauBatulempung. Hal ini juga didukung dari penampakan punggungan terjal dan dataran landai disekitarnya yang keduanya mempunyai perbedaan morfologi secara signifikan. Namun dikarenakan sesar tersebut tertimbun saat pengendapan Satuan Breksi Volkanik sehingga tidak ditemukan adanya bukti sesar di lapangan oleh karena itu untuk arah kemiringan sesar mengacu kepada pola struktur regional (Martodjojo, 1984) yang menafsirkan untuk Cekungan Bogor dikontrol oleh sesar naik dengan pola kemiringan ke arah selatan. Sesar naik ini berarah barat – timur dengan kemiringan ke arah selatan. b. Sesar Geser Menganan Pasir Pogor Sesar ini berarah timurlaut – baratdaya yang dimulai dari daerah Cimenteng, Pasirpogor, Cantayan, dan Cikareo di baratdaya daerah penelitian. Sesar ini merupakan sesar geser menganan yang memotong struktur sinklin di

62

Cikareo. Sesar ini ditafsirkan melalu interpretasi citra satelit dan peta topografi dimana adanya perubahan tren kelurusan perbukitan di Gunung Walat di sebelah barat daerah penelitian yang berarah relatif barat- timur kemudian dibatasi oleh dataran yang relatif landai kemudian terjal kembali dengan tren kelurusan perbukitan di sebelah timur

berarah timurlaut



baratdaya,

sehingga

diinterpretasikan terdapat sesar geser yang merubah pola kelurusan tersebut.

Foto 3.35 Penampakan Shear Fractures di Daerah Pasipogor

c. Sesar Geser Mengiri Sungapan Sesar ini berarah baratlaut – tenggara yang dimulai dari daerah Sungapan sampai Cikareo di baratdaya daerah penelitian. Sesar ini merupakan sesar geser mengiri. Sesar ini ditafsirkan melalui pola penyebaran gamping yang bergeser secara signifikan ke selatan daerah penelitian. Kemudian juga ditandai dari satuan batulanau – batulempung berdampingan secara langsung dengan satuan batupasir konglomeratan yang hubungannya tidak selaras, sehingga mengindikasikan adanya suatu sesar geser yang memanifestasi pola yang terlihat sekarang. 3.4.3 Mekanisme Pembentukan Struktur Davis dan Reynolds (1996) menyatakan bahwa struktur utama yang berkembang pada daerah dengan rezim tektonik konvergen adalah sesar naik (thrust) yang dapat membentuk suatu jalur anjakan-lipatan (thrust-fold belt). seperti yang terdapat di daerah penelitian. Jalur anjakan-lipatan tersebut dapat dipotong oleh sesar sobekan (tear fault).

63

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa struktur geologi di daerah penelitian terbentuk relatif bersamaan dalam satu fase deformasi dan saling terkait dalam mengakomodasikan kompresi yang terjadi dalam menghasilkan suatu sistem anjakan lipatan dengan struktur penyerta berupa sesar sobekan mendatar. Secara umum arah sumbu perlipatan pada daerah penelitian yang relatif barat timur, begitu juga dengan arah sumbu sesar naik Batununggal, yang berarah barat-timur sehingga didapatkan arah tegasan utamanya relatif utara – selatan. Sedangkan untuk sesar mendatar dapat dijelaskan dengan pemodelan Moody dan Hill,1959 op. cit. Harsolumakso dan Sapiie, 2006 (Gambar 3.12) dimana pergerakan sesar geser mengiri di daerah penelitian berasal dari gaya kompresi utara – selatan. Struktur

sesar

dan

lipatan

terjadi

setelah

pengendapan

Satuan

Batugamping dan Satuan Batulempung pada Miosen Awal, sedangkan struktur tersebut tidak mempengaruhi Satuan Breksi Volkanik yang berumur Kuarter, sehingga dapat dipastikan rentang waktu struktur geologi di daerah penelitian terbentuk bersamaan dengan pangangkatan Cekungan Bogor yaitu Pliosen – Pleistosen (Soeria – Atmadja, 1994).

Gambar 3.12 Model Pola Struktur Sesar Mendatar (Moody dan Hill, 1956 op. cit Harsolumakso dan Sapiie, 2006)

64