TAHUKAH ANDA Aedes sp, si Nyamuk Kosmopolitan Milana Salim* Salah satu fakta yang ditemukan di alam adalah bahwa hewan dan tumbuhan yang berbeda akan hidup di daerah yang berbeda pula. Demikian pula dengan nyamuk, tadinya penyebarannya hanya terbatas pada daerah geografi tertentu (endemisme). Namun aktivitas manusia sangat berperan terhadap meluasnya penyebaran spesies-spesies tertentu. Hingga keberadaan spesies tersebut terdapat di berbagai belahan dunia atau sering diistilahkan sebagai kosmopolitan. Aedes adalah genus nyamuk yang awalnya ditemukan di daerah tropis, tapi telah menyebar hingga ke semua benua kecuali Antartika. Genus ini dinamai oleh Johann Wilhelm Meigen pada tahun 1818. Berasal dari bahasa Yunani, kata Aedes berarti "tidak menyenangkan" atau "najis". Disebut demikian dikarenakan banyaknya penyakit yang ditransmisikan lewat nyamuk ini, seperti demam berdarah dan demam kuning.1 Aedes aegypti berasal dari Afrika dan Aedes albopictus dari Asia Tenggara.2 Keduanya mendapat keuntungan dari perkembangan perdagangan yang tersebar di seluruh daerah tropis dari daerah asal mereka. Hingga kini vector Aedes aegypti dan Aedes albopictus tersebar luas di dunia, mencakup lebih dari dua pertiga luas dunia (Gubler, 1997; Pontes et al, 2000).3 Penyebaran nyamuk Aedes terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus di dunia terkait erat dengan penyebaran penyakit yang ditransmisikan oleh mereka. Aedes (Stegomyia) aegypti (L.) dan Aedes (Stegomyia) albopictus (Skuse) adalah vektor yang paling penting dari transmisi virus dengue dan virus demam kuning. Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue (DBD) sendiri mulai dikenal sejak tahun 1779 pada waktu David Bylon melaporkan terjadinya letusan penyakit DBD di Batavia. Kemudian dilaporkan terjadi wabah dengue di Zanzibar pada tahun 18711873, di Pantai Arab dan terus menyebar ke Samudera India.3 Pada akhir abad kedelapan belas terjadi epidemic awal dan sepanjang abad kedua puluh, terjadi sembilan belas epidemi utama dari penyakit demam berdarah di Amerika, Eropa selatan, utara Afrika, Mediterania Timur, Asia, dan Australia, serta di pulau-pulau di Samudera Hindia, selatan dan tengah Pasifik dan Karibia (WHO 2007).3
Areas infested with Aedes aegypti Areas with Aedes aegypti and dengue epidemic activity
Gambar 1. World distribution map of Dengue and Aedes aegypti in 2000 *Loka Litbang P2B2 Baturaja Jl. A. Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan
35
Perang juga menjadi salah satu faktor penting menyebarnya Aedes ke seluruh dunia. Wabah demam berdarah mulai di Asia Tenggara setelah Perang Dunia II dan telah menyebar di seluruh dunia sejak saat itu.5 Di Amerika Serikat nyamuk Aedes aegypti (Linnaeus) sebagai vector demam kuning, kemungkinan besar dibawa ke dunia baru dari wilayah asalnya Afrika dengan kapal yang digunakan untuk eksplorasi Eropa dan kolonisasi (Nelson 1986). Dengan cara inilah ledakan-ledakan penyakit demam kuning terjadi di kota-kota pelabuhan di Amerika Utara dan Selatan serta Eropa. Menurut Arbeveck, dari 1793 sampai 1822, demam kuning merupakan penyakit yang paling berbahaya di kota-kota pelabuhan di Amerika Serikat. Selama Perang SpanyolAmerika, pasukan AS menderita korban lebih banyak akibat demam kuning yang ditularkan oleh Aedes aegypti dari pada tembakan musuh (Tabachnick 1991).6 Meski sampai saat ini blum pernah dilaporkan terjadi di Asia namun kemungkinan itu tetap ada pada wilayah yang memiliki persebaran Aedes aegypti. Adanya transportasi darat, laut, dan udara memungkinkan perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dan membuka peluang terjadinya penyebaran penyakit ini.7 Spesies Aedes albopictus didistribusikan secara luas di negara-negara Asia mulai dari tropis sampai sedang. Selama dua dekade terakhir, spesies ini telah memperluas jangkauannya ke Amerika Utara dan Selatan, Karibia, Afrika, Eropa Selatan dan beberapa pulau Pasifik.4 Batas wilayah spesies Aedes albopictus ini adalah seluruh wilayah oriental mulai dari daerah tropis Asia Tenggara, Pasifik dan pulau di Samudra Hindia, utara melalui Cina dan Jepang dan barat ke Madagaskar. Selama abad ke-19, jangkauan meluas mencakup Kepulauan Hawai. Spesies ini masuk ke Texas tahun 1985, dan sejak itu telah menyebar ke hampir 30 negara di Amerika Serikat dan 866 negara di seluruh dunia (CDC 2007).8 Sampai saat ini penyebaran dengue yang terkait dengan vektornya masih terpusat di wilayah tropis, namun dengan adanya pemanasan global, penyebarannya diduga akan lebih meluas ke daerah-daerah dingin.7 Di India, Aedes aegypti dilaporkan terdapat pada ketinggian berkisar sampai 1000 meter di atas permukaan laut. Ketinggian rendah (kurang dari 500 meter) memiliki populasi nyamuk sedang sampai berat sedangkan wilayah pegunungan (lebih besar dari 500 meter) memiliki jumlah kepadatan rendah.4 Di negara-negara dari Asia Tenggara, ketinggian 1000-1500 meter menjadi batas untuk distribusi Aedes aegypti. Namun pemanasan global menyebabkan terjadinya peningkatan suhu pada daerah pegunungan sampai hampir 1°C lebih tinggi. Sehingga Aedes aegypti yang hidupnya dibatasi temperatur pada ketinggian 1000 m, ternyata juga dapat ditemukan pada ketinggian 1100 m di Mexico, dan 2200 m di Pegunungan Andes Colombia.9 Kisaran penyakit Demam Kuning dan Demam Dengue (keduanya dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti) dibatasi oleh 10 °C isoterm musim dingin. Sebenarnya, kebekuan pada musim dingin dapat membunuh telur, larva dan Aedes dewasa. Namun peningkatan suhu memberikan kondisi untuk terbentuknya breeding places seperti wadah air kecil, menyamai kondisi tropis sehingga dapat memperbesar dan memperpanjang rentang musim, dan kondisi yang memungkinkan penularan.9 Peningkatan suhu global semakin memperluas wilayah distribusi nyamuk Aedes sehingga menjadi cosmopolitan di dunia.
36
Seperti ciri khas umum serangga, nyamuk Aedes telah berhasil mengembangkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya sampai tahap tertentu sehingga mereka menjadi bersifat kosmopolitan di dunia. Perubahan lingkungan juga menyebabkan perubahan sifat, misalnya menjadi diurnal dan suka menggigit manusia atau bertelur pada TPA buatan manusia (Rodhain dan Rosen 1997, Harington et al 2000). Sampai sekarang, di tempat asalnya di Afrika, yaitu Sub-sahara, terdapat Aedes aegypti yang sangat alamiah. Sifatnya nocturnal dan tidak suka menggigit manusia, dan silvatik (hidup di hutan, pohon, kebun). Telur juga diletakkan di sembarang tempat.10 Saat ini Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di Asia Tenggara, dan umum di daerah perkotaan. Penyebaran Aedes aegypti di pedesaan merupakan kejadian yang relatif baru terkait dengan pembangunan air di pedesaan penyediaan dan peningkatan sistem transportasi. Di daerah semi-kering, misalnya India, Aedes aegypti adalah vektor perkotaan dan populasi biasanya berfluktuasi tergantung pada curah hujan dan kebiasaan penyimpanan air. Di negara-negara lain di Asia Tenggara, dimana curah hujan tahunan lebih besar dari 200cm, populasi Aedes aegypti lebih stabil dan terdapat di perkotaan, semi-perkotaan dan pedesaan.4 Sedangkan Aedes albopictus merupakan jenis nyamuk hutan yang telah menyesuaikan diri dengan kondisi pedesaan, pinggiran kota dan lingkungan perkotaan. Mereka melakukan oviposits dan berkembang di lubang pohon, tunggul bambu dan daun axils di habitat hutan, dan juga di dalam kontainer buatan di perkotaan.4 Nyamuk Aedes, baik Aedes aegypti maupun Aedes albopictus sekarang bersifat human loving, antropofilik10 meski Aedes albopictus juga suka menghisap darah hewan, sifatnya tetap zoo-antropofilik. Berada di sekitar manusia dan cenderung mencari tempat perindukan yang dekat pemukiman menjadi ciri khas mereka, sehingga menemani manusia hampir dimana-mana. Salah satu bentuk adaptasi human loving mereka adalah dengan cara mengurangi suara “bersenandung" dengan sayap mereka ketika terbang di sekitar manusia. Manusia hampir tidak mendengar Aedes aegypti, tidak seperti spesies lain yang bersenandung sangat menjengkelkan dan membangunkan tidur. Serangga ini juga sangat cepat ketika terbang sehingga sulit ditangkap kecuali saat kenyang dengan darah.11 Manusia dalam aktivitas kesehariannya juga tanpa sengaja menyebabkan intoduksi spesies Aedes ke suatu wilayah, seperti kasus-kasus epidemic awal penyakit demam berdarah atau demam kuning yang muncul di dunia, sangat erat terkait dengan aktivitas eksplorasi manusia ke berbagai belahan dunia baru.10 Aedes masuk wilayah geografis baru melalui transportasi yang tanpa sengaja mengangkut telur-telur dorman pada ban-ban kendaraan atau tempat penampungan air di kendaraan tersebut lalu dewasa dalam kendaraan transportasi yang berbeda (Reiter, 1993).12 Sekali perkembangan embrio pada telur selesai, telur dapat bertahan lama pada kondisi kering bahkan Lebih dari satu tahun. Telur mudah menetas setelah kontainer terendam air, namun tidak semua telur menetas pada saat yang sama. Kapasitas telur bertahan pada kekeringan memfasilitasi kelangsungan hidup spesies pada kondisi iklim yang merugikan. Beberapa strain Aedes albopictus bahkan mampu beradaptasi di suhu dingin di Asia Utara dan Amerika, dengan kemampuan telur yang diapause selama musim dingin.4 Kemampuan telur untuk bertahan pada kondisi ekstrim juga merupakan salah satu bentuk adaptasi Aedes hingga mampu menjadi kosmopolitan di dunia. Penyebaran Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi juga oleh ketersediaan tempat oviposisi dan pakan darah, tetapi tampaknya sering terbatas pada jarak 100 meter dari tempat perkembangbiakkannya. Namun, Studi baru-baru ini di Puerto Rico menunjukkan bahwa mereka mungkin mengembangkan kemampuan terbangnya lebih dari 400 meter terutama dalam mencari tempat oviposisi. Aedes albopictus bahkan diketahi mampu terbang sampai 500 meter.4
37
Adaptasi nyamuk Aedes juga dapat dihubungkan dengan kemampuan mengembangkan resistensi terhadap insektisida. Resistensi terhadap insektisida menyebabkan program pemberantasan melalui mekanisme ini menjadi kurang berhasil sehingga memperbesar potensi Aedes untuk tetap bertahan di suatu tempat dan menyebar ke tempat-tempat lain. Sumber : 1. Anonymus. Aedes. Last modified on http://en.wikipedia.org/wiki/Aedes. Diakses 10 Mei 2010.
4
March
2010.
2. Dauga, C; Mousson, L; Garrigues, T; et al. Phylogeography of Aedes (Stegomyia) aegypti (L.) and Aedes (Stegomyia) albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae) based on mitochondrial DNA variations. Ditelusuri dari http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract. Diakses tanggal 21 Mei 2010. 3. Sutaryo. 2004. Dengue. Penerbit Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakata. 4. Nand L. Kalra; Rafei, M. (Regional Director). Regional guidelines on dengue/DHF prevention and control : Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue/DHF. 1999. Ditelusuri dari http://www.cepis.opsoms.org/bvsair/e/repindex/repi78/pagina/text/fulltext/book.pdf. Diakses tanggal 28 Mei 2010. 5. Jorge R. Rey. What is Dengue? U.S. Department of Agriculture, Cooperative Extension Service, University of Florida, IFAS, Florida A. & M. University Cooperative Extension Program, and Boards of County Commissioners Cooperating. Millie Ferrer-Chancy, Interim Dean. Copyright 2009. Ditelusuri dari http://edis.ifas.ufl.edu/in699. Diakses tanggal 18 Mei 2010. 6. Catherine Zettel and Phillip Kaufman, Common name: yellow fever mosquito Scientific name: Aedes aegypti (Linnaeus) (Insecta: Diptera: Culicidae). University of Florida. Publication Date: May 2008. Ditelusuri dari www.entnemdept.ufl.edu.htm. Diakses tanggal 21 Mei 2010. 7. Sembel, T.D. Entomologi Kedokteran. 2009. Penerbit Andi Yogyakarta 8. Anonymus. Aedes albopictus. Last modified on 21 May 2010. http://en.wikipedia.org/wiki/Aedes_albopictus. Diakses Mei 2010. 9. Paul R. Epstein. Climate Change And Emerging Infectious Diseases. Microbes and Infection, 3, 2001, 747−754 © 2001. Ditelusuri dari http://birdfluexposed.com/resources/epstein747.pdf. Diakses tanggal 20 Maret 2010. 10. Busnia, Munzir. Entomologi. Andalas University Press. 2006. 11. Anonymus. Dengue. Copyright © 2005 National Environment Agency Ditelusuri dari http://www.dengue.gov.sg/subject.asp?id=12. Diakses tanggal 21 Mei 2010. 12. El-Badry and Al-Ali. Prevalence and Seasonal Distribution of Dengue Mosquito, Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) in Al-Madinah Al-Munawwarah, Saudi Arabia Ditelusuri dari http://scialert.net/fulltext/?doi=je.2010.80.88&org=10. Diakses tanggal 18 Mei 2010.
38