Muhamad | Penatalaksanaan Neglected Close Fracture 1/3 Proximal Tibia Dextra pada Seorang Wanita Berusia 47 Tahun
Penatalaksanaan Neglected Close Fracture 1/3 Proximal Tibia Dextra pada Seorang Wanita Berusia 47 Tahun
Muhamad Dwi Nugroho Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak Latar belakang. Fraktur atau patah tulang adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang. Trauma atau cedera adalah mekanisme utama penyebab fraktur Di Indonesia cedera karena kecelakaan sepeda motor menempati peringkat kedua tertinggi setelah cedera karena jatuh. Fraktur ekstremitas bawah yang paling umum terjadi pada diafisis tibia. Pasien wanita 47 tahun datang dengan keluhan tidak dapat berjalan akibat kecelakaan lalulintas yang dialaminya 5 bulan yang lalu. Kecelakaan tersebut merupakan kecelakan tunggal motor. Pasien kemudian melakukan pengobatan alternatif pijat tulang selama 5 bulan. Setelah pengobatan alternatif tungkai kanan dirasakan tidak nyeri, namun pasien masih tidak dapat berjalan karena kaki kiri tersebut tidak dapat menumpu menahan beban tubuh .Kemudian dilakukan perawatan di Rumas Sakit dengan penatalaksanaan fraktur meliputi recognition, reduction, retention, dan rehabilitation. Pada retention dilakukan refraktur, pemasangan ORIF (Open Reduction and Interna Fixation) pada 1/3 proksimal tibia dextra dengan menggunakan plate dan screw, dan dilakukan bonegraft. Setelah itu dilakukan upaya rehabititasi dan edukasi ke pasien dalam rangka memaksimalkan proses penyembuhan post operasi. Kata kunci: fraktur, wanita, tibia
Treatment of Neglected Close Fracture ½ Proximal Tibia Dextra in 47 Years Female
Abstract Background. Fracture is breaking or damage to a part, especially bones. Trauma or injury is the main cause of the fracture mechanism. In Indonesia injury due to motorcycle accidents ranked second highest after the injury because of falling. With lower limb fractures most commonly occur in the diaphysis of the tibia. 47 years old female patient came with complaints can not walk due to traffic accidents that happened five months ago. The accident is the sole motorcycle accidents. Patients then perform alternative medicine spine massage for 5 months. Right after alternative treatment left leg felt no pain, but the patient still can not run because the left leg can not support the weight of the body rested Then do care hospitalization with the management of fractures include recognition, reduction, retention, and rehabilitation. On the retention is do refracture, mounting ORIF (Open Reduction and Interna Fixation) in the proximal tibia 1/3 dextra using plate and screw, and bonegraft. After that effort rehabititasi and education to patients in order to maximize the postoperative healing process. Keywords: fracture, female, tibia Korespondensi: Muhamad Dwi Nugroho, S.Ked, alamat Jl Pangeran Antasari No 12 Bandar Lampung, HP 089685744825, email
[email protected]
Pendahuluan Fraktur atau patah tulang adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang. Adapun definisi lainya yaitu hilangnya kontinuitas tulang rawan sendi, tulang rawan epifisik, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Trauma atau cedera adalah mekanisme utama penyebab fraktur, yang dibagi menjadi trauma langsung, trauma tidak langsung, dan trauma ringan. Trauma langsung diakibatkan benturan langsung pada tulang. Trauma tak langsung terjadi bila titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset. Sedangkan trauma ringan adalah keadaan dimana tulang itu
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|114
sendiri sudah rapuh atau terdapat underlying diseases sehingga mudah terjadi fraktur.1,2 Di Indonesia prevalensi terjadinya cedera terus mengalami peningkatan. Dari 7,5 persen pada Rikesdas 2007 menjadi 8,2 persen pada Rikesda 2013. Bila ditinjau dari penyebab cederanya, cedera karena kecelakaan sepeda motor menempati peringkat kedua tertinggi setelah cedera karena jatuh yaitu sebesar 46 persen.3 Fraktur ekstremitas bawah yang paling umum terjadi adalah pada diafisis tibia. Fraktur membutuhkan waktu dalam penyembuhanya. Untuk itu harus segera ditatalaksana dengan tepat agar penyembuhan tulang yang terjadi dapat
Muhamad | Penatalaksanaan Neglected Close Fracture 1/3 Proximal Tibia Dextra pada Seorang Wanita Berusia 47 Tahun
maksimal dan menghindari cedera lebih lanjut. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur antara lain cedera neurovaskuler, malunion, ataupun kecacatan permanen yang dapat terjadi akibat penatalaksanan yang tidak tepat. Minimnya pengetahun dan budaya masyarakat sering menyebabkan kerterlambatan penanganan kasus fraktur dan menyebabkan proses penyembuhan yang tidak maksimal.2,3,4 Kasus Pasien Ny. K seorang ibu rumah tangga berusia 47 tahun datang ke Rumah Saki Ahmad Yani dengan keluhan tidak dapat berjalan akibat kecelakaan lalu lintas yang dialaminya 5 bulan yang lalu. Kecelakaan tersebut merupakan kecelakan tunggal motor. Saat itu pasien mengalami jatuh dari motor dengan kecepatan rendah dengan posisi jatuh tungkai kanan bawah tertimpah sepeda motor. Pasien sadar saat kecelakaan. Setelah kecelakaan pasien mengalami nyeri pada tungkai kanan yang disertai dengan bengkak dan bentuk tungkai kanan bawah menjadi tidak simetris dengan tungkai bawah kiri. Dan tungkai bawah kanan mengalami luka lecet. Setelah kecelakaan pasien tidak dapat berjalan. Pasien kemudian melakukan pengobatan alternatif pijat tulang selama 5 bulan. Setelah pengobatan alternatif tersebut tungkai kanan sudah dirasakan tidak nyeri, Namun pasien masih tidak dapat berjalan karena kaki kiri tersebut tidak dapat menumpu menahan beban tubuh . Pasien tidak pernah mengalami riwayat trauma sebelumnya. Pasien tidak pernah memiliki penyakit yang berhubungan dengan tulang. Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya. Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes. Riwayat keluarga pesien tidak ada yang memiliki penyakit bawaan yang berhubungan dengan tulang. Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum baik dengan kesadaran komposmentis. Keadaan gizi pasien baik. Pada kulit pasien tidak tampak jejas. Pada pemeriksaan didapatkan tanda vital normal. Pada pemeriksaan kepala dan wajah pasien tidak didapatkan kelainan ataupun tanda-tanda jejas dan trauma. Pada pemeriksaan dada, jantung dan paru tidak
didapatkan kelainan, begitu juga pada pemeriksaana abdomen. Pada pemeriksaan lokalis pada regio cruris dextra terlihat adanya eksorotasi, tanpa disertai dengan angulasi. Terdapat pemendekan ekstremitas (shortening). Edem dan jaringan parut tidak ditemukan. Pada regio cruris dextra tidak didapatkan nyeri tekan. Sensibilitas normal. Tidak ditemukan neurovascular disturbance. Capillary refill time didapatkan kurang dari 2 detik. Pada saat ekstremitas digerakan tidak didapatkan hambatan pada gerak aktif ataupun pasif dengan Range of Motion normal. Dari keempat ektremitas juga didapatkan kekuatan otot 5/5 yaitu dapat menahan tahanan kuat.
Gambar 1. Keadaan ekstremitas bawah pasien.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu berupa pemeriksaan laboraturium dan foto rontgen. Hasil laboraturium didapatakan kadar Hb 12,6 gr/dl, LED 50 mm/jam, lekuosit 8.400/mm3, trombosit 180.000/mm3, dan masa perdarahan 2 detik dan masa pembekuan 11 detik. Pada pemeriksaan rontgen region cruris dextra dengan posisi AP-Lateral didatkan gambaran Fracture obliq 1/3 proximal tibia dextra.
Gambar 2. Gambaran xray regio cruris dextra. J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|115
Muhamad | Penatalaksanaan Neglected Close Fracture 1/3 Proximal Tibia Dextra pada Seorang Wanita Berusia 47 Tahun
Pasien didiagnosis neglected close fracture 1/3 proximal tibia dextra. Pada pasien ini tatalaksana yang dilakukan berupa penatalaksanaan non-medikamentosa dan operatif dan medikamentosa. Penatalaksanaan non-medikamentosa antara lain tirah baring dan imobilisasi tungkai kanan. Penatalaksanaan operatif pada pasien ini dilakukan tindakan refraktur pada pada 1/3 proksimal tibia dextra yang mengalami malunion. Kemudian dilakukan ORIF (Open Reduction and Interna Fixation) menggunakan plate and screw dan dilakukan bone-autograft yang di dapat dari os illium dextra pasien. Penatalaksanaan medikamentosa diberikan setelah operasi berupa terapi antibiotik dan antianalgetik sistemik. Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Sedangkan, prognosis quo ad functionam dan sanationam adalah dubia. Pembahasan Terdapat 4 langkah yang di gunakan dalam penatalaksanaan kasus fraktur. Yang pertama adalah recognition, yaitu diagnosis dan penilaian keadaan fraktur dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pada pasien ini adalah neglected close fracture 1/3 proximal tibia dextra. Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan atau tanpa dislokasi yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan. Neglected Fracture adalah penanganan patah tulang pada extremitas (anggota gerak) yang salah oleh bone setter (dukun patah), yang masih sering dijumpai di masyarakat Indonesia. Pada umumnya neglected fractur terjadi pada orang yang berpendidikan dan berstatus sosio-ekonomi rendah.4-6 Yang kedua adalah reduction, atau reduksi fraktur. Mengembalikan posisi fraktur seanatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsinya menjadi normal. Pada pasien ini dilakukan immobilisasi dengan menggunakan bidai, dan edukasi ke pasien untuk mengistirahatkan gerakan pada kaki kanan sembari menunggu jadwal operasi.7-9 J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|116
Yang ketiga adalah Retention. Yaitu dilakukan imobilisasi atau fiksasi sampai fraktur menjadi tersambung kembali. Pada pasien ini dilakukan tindakan operatif berupa refraktur pada pada 1/3 proksimal tibia dextra yang mengalami malunion. Kemudian dilakukan ORIF menggunakan plate and screw dan dilakukan bone-autograft yang diambil dari os ileum dextra pasien.7,8 Dalam penanganan kasus ini, dapat digunakan beberapa opsi tindakan operatif antara lain dengan metode ORIF, Closed Reduction and Intramedullary Nailing, atau dengan menggunakan teknik Less Invasive Stabilization System (LISS).10,13 Pada pasien ini dilakukan tindakan operatif dengan metode open reduction dengan penggunan cortical bone screw and plate. Sebuah penelitian Prospective Randomized Trial menunjukan bahwa metode Closed Reduction and Intramedullary Nailing pada fraktur tibia memiliki keuntungan dalam hal durasi operasi, pemulihan gerakan, dan luka operasi yang lebih minimal dibandingkan dengan teknik ORIF. Namun metode ORIF memiliki keunggulan dalam hal mengembalikan keselarasan posisi tulang lebih baik dibandingkan dengan metode Intramedullary Nailing. Sehingga teknik Intramedullary Nailing lebih direkomendasikan terhadap fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas. Pada pasien ini tidak didapakan kerusakan jaringan lunak yang luas.10 Penelitian Jansenn et all juga menunjukan bahwa malaligment tibia, cendrung lebih banyak terjadi pada pasien pasca operasi Intramedullary Nailing dibandingkan dengan teknik ORIF.11 Selain ORIF dan Intramedullary Nailing. Juga terdapat metode operatif Less Invasive Stabilization System (LISS). Sebuah studi restrospective analysis terhadap 89 pasien fraktur tibia proksimal yang ditatalaksanan dengan metode LISS menunjukan fiksasi akhir yang stabil (97%), tingkat penyembuhan tulang tinggi (97%) , dan tingkat infeki yang rendah rendah (4%).12 Namun sebuah randomized prospektif study terhadap 121 pasien dengan fraktur tibia menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara ketiga metode tersebut dalam hal durasi perawatan dirumah sakit, dan angka kesembuhan.
Muhamad | Penatalaksanaan Neglected Close Fracture 1/3 Proximal Tibia Dextra pada Seorang Wanita Berusia 47 Tahun
Sehingga ketiga metode tersebut meninjukan efisiensi yang sama.13 Selain itu pada pasien ini juga dilakukan bone-autograft yang diambil dari os ileum dextra pasien. Penelitian Ong et all tahun 2012 terhadap 84 pasien fraktur tibia yang ditatalaksana dengan ORIF dan bonegraft, menunjukan penggunaan metode allograft/autograft memungkinkan pemulihan jangka panjang yang lebih baik, dibandingkan dengan penggunaan metode bonegraft sintetik. Hal ini dimungkinkan karena respon inflamasi yang lebih rendah dibandingkan penggunaan sintetik bonegraft. Namun penggunaan sintetik bonegraft (hydroxyapatite calcium carbonate) dapat menurunkan resiko penularan penyakit virus bila dibandingkan dengan allograft.14 Dan yang terakhir adalah rehabilitation. Tindakan untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin. Dilakukan segera bersamaan dengan pengobatan fraktur untuk menghindari atropi otot dan kontraktur sendi. Dilakukan bertahap pada pasien ini setelah penyembuhan post operasi dengan menggunakan fasilitas rehabilitasi medis agar fungsi dari tungkai kiri dapat kembali semakasimal mungkin. Selain itu pasien beserta keluarganya di berikan edukasi tentang tata cara perawatan dan rehabilitasi post operasi agar proses penyembuhan maksimal.5,7,8 Simpulan Terdapat empat pilar penatalaksanaan fraktur terdiri dari recognition, reduction, retention, dan rehabilitation. Recognition yaitu diagnosis dan penilaian keadaan fraktur berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang telah dilaksanakan dengan tepat sehingga didapatkan diagnosis neglected close fracture 1/3 proximal tibia dextra. Reduction, atau reduksi fraktur. Mengembalikan posisi fraktur seanatomis mungkin pada pasien ini dengan immobilisasi dan penggunaan bidai sudah sangat tepat. Retention. Yaitu fiksasi sampai fraktur tersambung kembali. Pada pasien ini dilakukan tindakan operatif berupa refraktur pada 1/3 proksimal tibia dextra yang mengalami malunion. Kemudian dilakukan ORIF menggunakan plate and screw dan dilakukan bone-autograft yang diambil dari os
ileum dextra pasien. Tindakan ini sudah sangat tepat dan sesuai dengan literatur. Metode ORIF memiliki keunggulan dalam hal mengembalikan keselarasan posisi tulang lebih baik dibandingkan dengan metode Intramedullary Nailing. Dan memiliki efisiensi penyembuhan yang sama dengan metode LISS. Penggunaan bone-autograft juga sangat tepat karena memiliki pemulihan jangka panjang lebih baik dibandingkan dengan bonegraft sintetik dan resiko penularan penyakit yang lebih rendah dibandingkan allograft. Rehabilitation. Sudah dilakukan dengan tepat dengan menggunakan fasilitas rehabilitasi medis dan edukasi tata cara perawatan pasca operasi agar fungsi dari tungkai kiri dapat kembali semaksimal mungkin. Penatalaksanaa fraktur perlu dilakukan secara menyeluruh dan komperhensif. Teknik operatif dan metode dalam penatalaksaan fraktur terus mengalami perkembangan sehingga studi literatur harus terus dilakukan. Edukasi pasien mengenai penyakit, perawatan dan rehabilitasi selama masa penyembuhan sangat penting agar penyembuhan terjadi secara maksimal. Daftar Pustaka 1. Dorland, WAN. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi ke-29. Jakarta: EGC; 2002. 2. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. 2013. hlm. 151. 3. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2004. hlm. 1138. 4. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue; 2003. 5. Ruedi PT. AO Principles of Fractures Management. New York: AO Publishing; 2000. 6. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius; 2000. 7. Doherty MG. Current Diagnosis and Treatment Surgery. Edisi ke-3. New York: Mc Grow Hill; 2009 8. Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Widya Medika; 1995. 9. Bergman R. Anatomy of First Aid: A J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|117
Muhamad | Penatalaksanaan Neglected Close Fracture 1/3 Proximal Tibia Dextra pada Seorang Wanita Berusia 47 Tahun
10.
11.
Case Study Approach [internet]. [disitasi pada 10 Mei 2015] Tersedia dari: http://www.anatomyatlases.org/firstaid /ThighInjury.shtml Im. Distal Metaphyseal Fractures of Tibia: A Prospective Randomized Trial of Closed Reduction and Intramedullary Nail Versus Open Reduction and Plate and Screws Fixation. Journal of TraumaInjury Infection & Critical Care. 2005: 59; 1219-23. Janssen K. W. Treatment of distal tibial fractures: plate versus nail. International Orthopaedics. 2007: 31(5); 709-14
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|118
12.
13.
14.
Peter C. Treatment of Proximal Tibia Fractures Using the Less Invasive Stabilization System: Surgical Experience and Early Clinical Results in 77 Fractures. Journal of Orthopaedic Trauma. 2004: 18;528-35. Li Y. Treatment of distal tibial shaft fractures by three differrent surgical methods: a randomized, prospective study. International Orthopaedics. 2014: 38(6);1261-7. Ong. Fixation Of Tibial Plateau Fractures With Synthetic Bone Graft Versus Natural Bone Graft-A Comparison Study. J Bone Joint Surg. 2012: 94.