45 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. KETEBALAN EDIBLE FILM HASIL

Download digunakan berhubungan erat dengan persentase kelarutan edible film dalam air. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa model regresi yang...

0 downloads 574 Views 164KB Size
V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.

Ketebalan Edible Film Hasil uji statistik (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penambahan sorbitol

berpengaruh terhadap ketebalan edible film. Berdasarkan hasil analisis statistik, model regresi yang digunakan adalah regresi linier pada kisaran penambahan sorbitol 5-9%. Kurva regresi hubungan penambahan sorbitol terhadap ketebalan edible film berbasis pati ganyong ditampilkan pada Gambar 8.

Ketebalan (mm)

0,25 0,2

0,1795

0,15

0,2050 0,2080 0,1905

0,1645

y = 0,011x + 0,110 R² = 0,935

0,1 0,05 0 0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Penambahan Sorbitol (%)

Gambar 8.

Kurva Regresi Penambahan Sorbitol terhadap Ketebalan Edible Film Berbasis Pati Ganyong

Hubungan penambahan sorbitol dan ketebalan edible film pati ganyong mempunyai sesuai dengan model regresi linier karena koefisien determinasi (R2) yang didapatkan lebih besar dari 0,80. Persamaan regresi, koefisen determinasi dan koefisien korelasi (r) yang didapatkan adalah sebagai berikut: y = 0,011x + 0,110 ; R2 = 0,935 ; r = 0,967

45

Berdasarkan persamaan regresi tersebut, setiap penambahan 1,00% (v/v) sorbitol maka ketebalan edible film akan meningkat sebesar 0,011 mm. Nilai R2 yang didapatkan sebesar 0,935 yang berarti pengaruh penambahan sorbitol terhadap kadar air adalah sebesar 93,5% dan sisanya sebesar 6,5% ditentukan oleh variabel lain seperti suhu pengeringan, suhu pemanasan larutan edible film dan lama pengeringan. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,967, berarti penambahan sorbitol terhadap ketebalan edible film memiliki keeratan hubungan yang sangat kuat. Hal ini ditunjukkan dengan korelasi yang positif, dimana semakian besar jumlah penambahan sorbitol maka akan diikuti dengan meningkatnya ketebalan edible film berbasis pati ganyong. Berdasarkan Gambar 8, ketebalan edible film yang dihasilkan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah sorbitol sebagai plasticizer. Peningkatan ketebalan tersebut dipengaruhi oleh banyaknya volume air yang terkandung di dalam edible film. Penggunaan sorbitol sebagai plasticizer akan menjaga kandungan air pada bahan (Bourtoom, 2007). Semakin besar volume air dalam bahan akan meningkatkan ketebalan edible film dengan luas permukaan yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa ketebalan edible film berkaitan erat dengan kadar air pada bahan. Semakin tinggi kadar air pada edible film, maka ketebalannya juga akan semakin tinggi. Selain dipengaruhi kadar air, ketebalan edible film juga merupakan sifat fisik yang dipengaruhi oleh konsentrasi padatan terlarut dalam larutan film. Ketebalan edible film tidak akan mempengaruhi laju transmisi uap air, gas dan senyawa volatil (Mc Hugh and Krochta,1994).

47

Jenis plastik yang banyak digunakan dalam bahan pangan biasanya memiliki ketebalan

antara

0,03-0,06

mm.

Ketebalan

plastik

berhubungan

dengan

kemudahannya untuk dibentuk. Semakin tebal suatu plastik maka plastik makin kaku dan sulit dibentuk namun akan memberikan perlindungan mekanis yang lebih baik terhadap bahan yang dikemasnya (Buckle et. al., 1987). Ketebalan edible film dapat disesuaikan dengan bahan pangan yang akan dikemas. Ketebalan edible film berbasis pati ganyong ini lebih tebal dibandingkan dengan edible film berbasis pati hanjeli. Berdasarkan penelitian Wahyu (2011), edible film berbasis pati hanjeli memiliki ketebalan berkisar antara 0,15-0,16 mm. Perbedaan ketebalan edible film ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain perbedaan volume edible film yang dituangkan dan suhu pengeringan. Menurut Bourtoom (2007), edible film dapat diatur ketebalannya dari jumlah larutan yang dituangkan pada cetakan dan luas area cetakan yang digunakan. Semakin banyak volume larutan edible film yang dituangkan maka edible film yang didapatkan akan semakin tebal. Hal ini dikarenakan total padatan pada larutan edible film akan semakin besar.

5.2. Kadar Air Edible Film Hasil uji statistik (Lampiran 4) menunjukkan bahwa kadar air edible film dipengaruhi oleh konsentrasi penambahan sorbitol. Hasil analisis menunjukkan model regresi yang sesuai adalah model regresi linier pada rentang penambahan konsentrasi sorbitol sebanyak 5-9%. Kurva regresi hubungan penambahan sorbitol terhadap kadar air edible film berbasis pati ganyong ditampilkan pada Gambar 9.

35 28,9808

Kadar Air (%)

30 24,0736

25

18,7954 21,5226

20

26,2332

y = 2,508x + 6,364 R² = 0,993

15 10 5 0 0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

% Penambahan Sorbitol

Gambar 9.

Kurva Regresi Penambahan Sorbitol terhadap Kadar Air Edible Film Berbasis Pati Ganyong

Hubungan penambahan sorbitol dengan kadar air edible film pati ganyong sesuai dengan model regresi linier karena koefisien determinasi (R2) yang didapatkan lebih besar dari 0,80. Persamaan regresi, koefisen determinasi dan koefisien korelasi (r) yang didapatkan adalah sebagai berikut: y = 2,508x + 6,364 ; R2 = 0,993 ; r = 0,996 Berdasarkan persamaan regresi, setiap penambahan 1,00% (v/v) sorbitol maka kadar air edible film akan meningkat sebesar 2,508%. Nilai R2 yang didapatkan sebesar 0,993 yang berarti pengaruh penambahan sorbitol terhadap kadar air adalah sebesar 99,3% dan sisanya sebesar 0,7% ditentukan oleh variabel lain seperti RH dan suhu pengeringan, suhu pemanasan larutan edible film dan waktu degassing. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,996 berarti penambahan sorbitol terhadap kadar air edible film memiliki keeratan hubungan yang sangat kuat. Hal ini ditunjukkan dengan korelasi yang positif, dimana semakian besar jumlah penambahan sorbitol maka akan diikuti dengan meningkatnya kadar air edible film pati ganyong.

49

Berdasarkan Gambar 9, kadar air edible film yang dihasilkan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah sorbitol sebagai plasticizer. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wahyu (2011) yang mengungkapkan bahwa kadar air edible film berbasis pati hanjeli akan mengalami peningkatan seiring dengan penambahan jumlah plasticizer. Peningkatan kadar air tersebut dikarenakan sorbitol selain berfungsi sebagai plasticizer juga berfungsi sebagai pemanis dan humektan, yaitu zat aditif yang bersifat higroskopis dan berfungsi untuk menjaga kandungan air pada suatu bahan (Bourtoom, 2007). Selanjutnya juga diungkapkan bahwa air sebenarnya merupakan plasticizer yang baik, namun akan mudah mengalami penguapan ketika pengeringan dan pada kelembaban yang rendah. Sorbitol merupakan agen plasticizer yang mampu berinteraksi dengan sejumlah molekul air dan mempertahankan agar bahan tidak mudah terjadi kehilangan air, sehingga bahan tersebut memiliki kadar air yang tinggi. Penambahan plasticizer pada pembuatan edible film akan mengurangi kehilangan air ketika pengeringan. Aplikasi edible film dengan kadar air tinggi, seperti pada edible film berbasis pati ganyong ini banyak dipakai untuk mempertahankan kualitas penyimpanan buah dan sayur terolah minimal. Menurut Krochta, Elisabeth dan Myrna (1994), aplikasi edible film pada buah dan sayur terolah minimal akan memperpanjang umur simpan produk, mengontrol reaksi oksidasi dan respirasi, meningkatkan karakteristik tekstur dan sensori. Telah banyak jenis edible film yang sukses diaplikasikan untuk mempertahankan kesegaran produk sayur dan buah (Park, 1999).

5.3.

Persentase Kelarutan Edible Film dalam Air Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 5), konsentrasi sorbitol yang

digunakan berhubungan erat dengan persentase kelarutan edible film dalam air. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa model regresi yang sesuai adalah model regresi linier pada rentang penambahan sorbitol sebanyak 5-9%. Kurva regresi persentase

% Kelarutan

kelarutan edible film berbasis pati ganyong dalam air ditampilkan pada Gambar 10. 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0

15,6543

10,9254 7,6306

0

1

2

3

4

5

y = 2,015x - 2,832 R² = 0,986

13,1416

9,0322

6

7

8

9

10

% Penambahan Sorbitol

Gambar 10. Kurva Regresi Penambahan Sorbitol Terhadap Kelarutan Edible Film Berbasis Pati Ganyong dalam Air Hubungan penambahan sorbitol dengan persentase kelarutan edible film dalam air sesuai dengan model regresi linier karena koefisien determinasi (R2) yang didapatkan lebih besar dari 0,80. Persamaan regresi, koefisien determinasi (R2) dan koefisien korelasi (r) yang didapatkan adalah sebagai berikut: y = 2,015x - 2,832 ; R2 = 0,986 ; r = 0,993 Berdasarkan persamaan regresi tersebut, setiap penambahan 1,00% (v/v) sorbitol makan persentase kelarutan edible film dalam air akan meningkat sebesar 2,015%. Nilai R2 yang didapatkan sebesar 0,986 yang berarti pengaruh penambahan

51

sorbitol terhadap persentase kelarutan edible film dalam air adalah sebesar 98,6% dan sisanya sebesar 1,4% ditentukan oleh variabel lain seperti jenis larutan yang digunakan dalam pengujian. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,993 berarti penambahan sorbitol terhadap persentase kelartan edible film dalam air memiliki keeratan hubungan yang sangat kuat. Hal ini ditunjukkan dengan korelasi yang positif, dimana setiap kenaikan penambahan sorbitol maka akan diikuti dengan peningkatan persentase kelarutan edible film dalam air. Tingkat kelarutan merupakan faktor yang menentukan dalam kemungkinan suatu edible film dapat diaplikasikan (Garcia, Martino dan Zariyzky, 1998). Kelarutan edible film dalam air ditentukan oleh komposisi bahan dalam pembentukan edible film. Berdasarkan Gambar 10, dapat terlihat semakin besar penambahan sorbitol maka akan menghasilkan kelarutan edible film dalam air yang semakin besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bourtoom (2007) bahwa semakin tinggi penggunaan plasticizer yang bersifat hidrofilik seperti sorbitol maka akan meningkatkan kelarutan edible film dalam air. Hal ini dikarenakan sorbitol akan meningkatkan residu gugus polar dalam edible film berbahan hidrokoloid. Penggunaan material polimer yang bersifat hidrofilik seperti dari jenis hidrokoloid juga akan mempengaruhi kelarutan edible film dalam air. Menurut Bourtoom (2007), bahan-bahan pembentuk edible film yang bersifat hidrofilik ini akan lebih cepat larut dalam air dibandingkan dengan bahan yang bersifat hidrofobik seperti lilin lebah, wax dan paraffin.

5.4. Laju Transmisi Uap Air/Water Vapor Transmission Rate (WVTR)

Hasil analisis statistik (Lampiran 6) menunjukkan adanya hubungan erat antara konsentrasi sorbitol terhadap laju transmisi uap air edible film. Model regresi yang sesuai pada kisaran penambahan sorbitol 5-9% adalah model regresi linier. Kurva regresi laju transmisi uap air edible film berbasis pati ganyong ditampilkan pada Gambar 11.

WVTR (g/m2 per 24 jam)

390 382,3326

380

y = 13,28x + 258,0 R² = 0,974

370 360

361,8751 346,9704

350 340 327,0467

330

337,6508

320 0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

% Penambahan Sorbitol

Gambar 11. Kurva Regresi Penambahan Sorbitol terhadap Laju Transmisi Uap Air Edible Film Berbasis Pati Ganyong Hubungan penambahan sorbitol terhadap laju transmisi uap air edible film sesuai dengan model regresi linier karena koefisien determinasi (R2) yang didapatkan lebih besar dari 0,80. Persamaan regresi, koefisien determinasi (R2) dan koefisien korelasi (r) yang didapatkan adalah sebagai berikut: y = 13,28x + 258,0 ; R2 = 0,974 ; r = 0,987 Nilai R2 yang didapatkan sebesar 0,974 berarti pengaruh penambahan sorbitol terhadap laju transmisi uap air edible film adalah sebesar 97,4% dan sisanya sebesar 2,6% ditentukan oleh variabel lain seperti kondisi lingkungan saat pengujian. Nilai korefisien korelasi (r) sebesar 0,987 berarti penambahan sorbitol terhadap laju

53

transmisi uap air memiliki keeratan hubungan yang sangat kuat. Hal ini ditunjukkan dengan korelasi positif, dimana setiap kenaikan penambahan sorbitol maka akan diikuti dengan peningkatan nilai laju transmisi uap air edible film berbasis pati ganyong. Transmisi uap air merupakan suatu pengukuran kemudahan suatu bahan untuk dilalui uap air tanpa memperhitungkan ketebalan bahan dan perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar bahan. Secara umum peningkatan penambahan sorbitol akan meningkatkan nilai laju transmisi uap air edible film berbasis pati ganyong. Hal ini dikarenakan peningkatan penggunaan sorbitol akan menghasilkan edible film yang lebih bersifat hidrofilik, sehingga uap air akan mudah terserap ke dalam jaringan edible film (Gontard et. al., 1998). Selain itu, plasticizer yang ditambahkan dalam formulasi edible film akan menurunkan gaya antar molekul polimer yaitu ikatan hidrogen dan meningkatkan jumlah ruang kosong (free volume) antar molekul. Meningkatnya

jumlah

ruang

kosong

antar

molekul

polimer

inilah

yang

mengakibatkan menurunnya sifat ketahanan (barrier) termasuk salah satunya terhadap uap air dari edible film yang dihasilkan (Gontard et. al., 1998). Semakin meningkatnya ruang kosong antar polimer ini akan mempermudah uap air untuk berdifusi melewati edible film (Dabeufort, Quezada-Gallo dan Voilley, 1998). Menurut Bourtoom (2007), proses difusi pada edible film terjadi melalui tiga tahap yaitu; pertama terjadinya kontak massa molekul dengan permukaan membran (edible film) dan kemudian terjadi penyerapan (adsorpsi). Tahap ke dua, molekul berdifusi

melewati edible film dan tahap ke tiga, molekul tersebut keluar (desorpsi) dari edible film melewati sisi yang berlawanan. Salah satu fungsi utama edible film adalah untuk menahan migrasi uap air, maka permeabilitasnya terhadap uap air harus serendah mungkin (Gontard et. al., 1994). Pada aplikasinya terhadap produk hortikultura, perlu diperhatikan karena produk hortikulktura masih mengalami proses respirasi setelah pemanenan, sehingga migrasi uap air dari bahan pangan tetap diperlukan untuk mencegah kerusakan pada bahan pangan. Menurut Bourtoom (2007), edible film yang terbuat dari hidrokoloid baik dalam melindungi produk terhadap oksigen maupun CO2 dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan, namun kurang bagus dalam mengatur migrasi uap air. Edible film hidrokoloid umumnya memiliki nilai WVTR yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible film lipid dan komposit.

5.5. Karakteristik Mekanik Edible Film Hasil analisis statistik karakteristik mekanik edible film pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa ada hubungan penambahan sorbitol dengan kuat tarik, persentase pemanjangan dan modulus elastisitas. Kurva regresi kekuatan mekanik edible film berbasis pati ganyong disajikan pada Gambar 11. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa masing-masing karakteristik mekanik edible film sesuai dengan model regresi linier pada kisaran penambahan sorbitol 5-9% karena koefisien determinasi (R2) lebih besar dari 0,80. Persamaan regresi, koefisien determinasi (R2)

55

dan koefisien korelasi (r) yang didapatkan untuk karakteristik mekanik disajikan pada Tabel 5.

A

Kuat Tarik (MPa)

3

2,6246

2,5

y = -0,333x + 4,014 R² = 0,826 1,2338

2 1,4

1,8525

1,5 1

1,3024

0,5 0 0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Penambahan Sorbitol (%)

Persentase Pemanjangan (%)

B 25

21,875

20 15,6250 19,3542

15

12,8334

10

14,3125

5 0 0

1

2

3 4 5 6 7 8 Penambahan Sorbitol (%)

9

10

C

25 Modulus Elastisitas (MPa)

y = 2,312x + 0,612 R² = 0,960

20,4561 20 15 12,9466

10 5

y = -3,584x + 36,03 R² = 0,889

8,9596

5,64

6,7383

0

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Penambahan Sorbitol (%)

Gambar 11. Kurva Regresi Penambahan Sorbitol terhadap Kuat Tarik (A), Persentase Pemanjangan (B) dan Modulus Elastisitas (C) Edible Film Berbasis Pati Ganyong

Tabel 5. Persamaan Regresi, Koefisien Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Pengaruh Penambahan Sorbitol terhadap Karakteristik Mekanik Edible Film Berbasis Pati Ganyong Model Kriteria Pengamatan Persamaan R2 r Regresi Kuat Tarik Linier y = -0,333x + 4,014 0,826 -0,908 Persentase Pemanjangan Linier y = 2,312x + 0,612 0,960 0,980 Modulus Elastisitas Linier y = -3,584x + 36,03 0,889 -0,943 Nilai R2 untuk kuat tarPik sebesar 0,826 berarti pengaruh penambahan sorbitol terhadap kuat tarik edible film adalah sebesar 82,6% dan sisanya sebesar 17,4% diterntukan oleh variabel lain seperti kondisi lingkungan saat pengujian. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,908 yang berarti penambahan sorbitol terhadap kuat tarik edible film memiliki keeratan hubungan yang sangat kuat. Hal ini ditunjukkan dengan korelasi yang negatif, dimana setiap kenaikan penambahan sorbitol akan diikuti dengan penurunan nilai kuat tarik edible film berbasis pati ganyong. Nilai R2 untuk persentase pemanjangan sebesar 0,960, yang berarti pengaruh penambahan sorbitol terhadap persentase pemanjanan edible film adalah sebesar 96% dan sisanya sebesar 4% ditentukan oleh variabel lain seperti kondisi lingkungan saat pengujian. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,980 berarti penambahan sorbitol terhadap persentase pemanjangan edible film memiliki keeratan hubungan yang sangat kuat. Hal ini ditunjukkan dengan korelasi yang positif, dimana setiap kenaikan penambahan sorrbitol akan diikuti dengan peningkatan nilai persentase pemanjangan edible film berbasis pati ganyong. Nilai R2 untuk modulus elastisitas sebesar 0,889 berarti pengaruh penambahan sorbitol terhadap modulus elastisitas edible film adalah sebesar 88,9% dan sisanya

57

sebesar 11,1% ditentukan variabel lain seperti kondisi lingkungan saat pengujian. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,943 berarti penambahan sorbitol terhadap modulus elastisitas edible film memiliki keeratan hubungan yang sangat kuat. Hal ini ditunjukkan dengan korelasi yang negatif, dimana setiap kenaikan penambahan sorbitol akan diikuti dengen penurunan nilai modulus elastisitas edible film berbasis pati ganyong. Karakteristik mekanik dari edible film dapat dipelajari berdasarkan dari tiga parameter antara lain; kuat tarik (tensile strength), modulus elastisitas dan persentase pemanjangan (elongasi). Parameter-parameter tersebut dapat menjelaskan bagaimana karakteristik mekanik dari bahan edible film yang berkaitan dengan struktur kimianya. Karakteristik mekanik menunjukkan indikasi intergrasi edible film pada kondisi tekanan (stress) yang terjadi selama proses pembentukannya. Kuat tarik (tensile strength) didefinisikan sebagai kekuatan maksimum bahan yang diberikan gaya tarik/tegangan (stress) hingga bahan tersebut mengalami perubahan bentuk (deformasi). Pemanjangan didefinisikan sebagai rasio antara perubahan pemanjangan dengan panjang awal dari bahan yang mengalami perubahan bentuk. Modulus elastisitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kekakuan suatu bahan (Donhowe dan Fenemma, 1994). Pengukuran kuat regang putus berguna untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai untuk tarikan maksimum pada setiap satuan luas area film untuk merenggang. Hasil pengukuran kuat tarik berhubungan erat dengan jumlah plasticizer yang ditambahkan pada proses pembuatan edible film. Penambahan plasticizer akan menghasilkan edible film dengan kuat tarik yang lebih rendah (Layuk, Djagal dan

Haryadi, 2002). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi penambahan sorbitol maka nilai kuat tarik edible film akan semakin menurun. Secara umum nilai persentase pemanjangan akan semakin besar seiring dengan penambahan sorbitol sebagai plasticizer. Hal ini sejalan dengan NisperosCarriedo (1994) dan Bourtoom (2007) yang menyatakan bahwa peningkatan penggunaan plasticizer akan meningkatkan nilai persentase pemanjangan. Peran sorbitol sebagai plasticizer pada edible film akan menurunkan gaya antar molekul sehingga akan meningkatkan mobilitas antar polimer yang akibatnya edible film menjadi lebih elastis dan fleksibel. Semakin tinggi nilai persentase pemanjangan menunjukkan bahwa edible film tersebut semakin elastis. Modulus elastisitas merupakan kebalikan dari persentase pemanjangan karena akan semakin menurun seiring meningkatnya jumlah plasticizer

dalam edible film. Modulus elastisitas

menurun berarti fleksibilitas edible film meningkat (Kramer, 2009).