SERANGAN HAMA DAN TINGKAT KERUSAKAN DAUN AKIBAT HAMA DEFOLIATOR PADA TEGAKAN JABON (Anthocephalus cadamba Miq.) (Pest Attack and Defoliation Level on Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)* Oleh/By: Avry Pribadi Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Kuok Jl. Raya Bangkinang – Kuok Km. 9 Bangkinang 28401, Kotak Pos 4/BKN – Riau Telp : (0762) 71000121, Fax : (0762) 71000122, 21370 *Diterima : 29 Maret 2010; Disetujui : 20 Oktober 2010
s
ABSTRACT Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), as one of the alternative tree species for pulp and paper industry, may have a problem in the plantation. One of the problem is pest attack that can reduce the quality of stand. The aim of this research was to obtain information on the incidence of pest attacks and the damage level caused by defoliators on A. cadamba Miq.. The study was carried out at three locations, i.e. industrial plantation (HTI) Baserah sector, HTI Pelalawan sector, and smallholder plantation (HR). Five observation plots were established in each site (except for HTI Pelalawan sector with only two plots). Up to 100 trees were observed in each plot.. The results showed that on average the highest level of incidence of pest attacks occurred in HTI Baserah sector with the pests attacked were Arthochista hilaralis, Cosmoleptrus sumatranus, and bagworm (Pychidae). In HTI Pelalawan sector, the pests attacked were A. hilaralis, Coptotermes sp., and bagworm (Psychidae), whereas in HR the pests attacked were A. hilaralis, Cosmoleptrus sumatranus, and Dysdercus cingulatus. The highest level of damage caused by defoliators occurred in the Baserah sector (92.88%) and the lowest level was found in Pelalawan sector (40.5%). In HR the level of damage was 55.67%. Keywords: Anthocephalus cadamba Miq., incidence level, severity level
ABSTRAK Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) sebagai salah satu jenis tanaman alternatif untuk hutan tanaman industri pulp dan kertas memiliki beberapa kelemahan antara lain serangan hama yang dapat mengurangi kualitas tegakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang besarnya tingkat kejadian serangan oleh berbagai hama dan tingkat kerusakan oleh serangan defoliator pada tiga lokasi penelitian yaitu HTI sektor Baserah, HTI sektor Pelalawan, dan Hutan Rakyat (HR). Penentuan plot tiap lokasi dilakukan secara systematic sampling dengan jumlah sampel maksimal 100 pohon tiap plot dan ada lima plot tiap lokasinya (kecuali HTI sektor Pelalawan hanya dua plot). Hasil menunjukkan bahwa rata-rata kejadian serangan tertinggi terjadi pada HTI sektor Baserah dengan tingkat serangan hama yang menyerang berturut-turut adalah Arthochista hilaralis, Cosmoleptrus sumatranus, dan ulat kantong (Pychidae). Pada sektor Pelalawan, tingkat serangan hama berturut-turut adalah A. hilaralis, Coptotermes sp., dan ulat kantong (Psychidae), sedangkan hama pada HR berturut-turut adalah A. hilaralis, Cosmoleptrus sumatranus, dan Dysdercus cingulatus. Tingkat kerusakan akibat serangan hama defoliator tertinggi terjadi pada kawasan HTI sektor Baserah (92,88%) dan terendah terdapat pada HTI sektor Pelalawan (40,5%), sedangkan pada HR sebesar 55,67%. Kata kunci: Anthocephalus cadamba Miq., kejadian serangan, intensitas kerusakan daun
I.
PENDAHULUAN
Jenis Acacia dan Eucalyptus yang selama ini dikembangkan oleh banyak perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) pulp dan kertas dalam pengelolaannya yang monokultur dimungkinkan akan mengalami banyak permasalahan. Salah satunya adalah serangan hama yang dapat
menurunkan kualitas tegakan. Serangan hama ini bahkan menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap rotasinya. Nair (2001) melaporkan bahwa serangan hama Coptotermes curvighatus dapat menurunkan tegakan sebesar 10-50%. Permasalahan yang dialami Acacia dan Eucalyptus tersebut salah satu solusi451
Vol. VII No. 4 : 451-458, 2010
nya adalah mengganti dengan tanaman alternatif. Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) sebagai salah satu jenis tanaman alternatif telah memenuhi persyaratan untuk dijadikan sebagai bahan pulp dan kertas, antara lain adalah cepat tumbuh (fast growing), panjang serat 1,561 µm, diameter serat 23,95 µm, dan tebal dinding serat 2,78 µm (Aprianis, 2007). Namun demikian, sebagai suatu ekosistem yang monokultur, jabon rentan terhadap serangan hama terutama jika serangan hama tersebut mengalami blooming sebagai akibat sedikitnya jumlah organisme predator dan melimpahnya makanan (karena populasi tanaman yang sejenis). Hama yang menyerang suatu populasi hutan tanaman akan dapat bersifat sangat merusak terutama hama-hama dari kelompok defoliator. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh hama ini cukup bervariasi bergantung dari jenis spesies maupun faktor abiotiknya. Salah satu contoh adalah serangan hama Spodoptera sp. pada lokasi persemaian Acacia crassicarpa yang dapat mengalami fluktuasi populasi sebagai akibat dari beberapa perubahan faktor abiotik (Tjahjono, komunilasi pribadi, 2009). Kajian terhadap kejadian dan tingkat serangan oleh berbagai hama yang menyerang tanaman jabon dapat digunakan untuk mengetahui jenis hama apa yang berpotensi tinggi merusak tegakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang besarnya tingkat kejadian serangan dan tingkat kerusakan oleh hama defoliator yang menyerang jabon (A. cadamba). Hal ini diperlukan sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dalam usaha pengendalian serangan hama terpadu.
HR (Hutan Rakyat) di Kabupaten Kampar, Riau. Penelitian ini berlangsung selama delapan bulan mulai bulan Januari 2009 sampai bulan Agustus 2009.
II. BAHAN DAN METODE
Pengamatan dilakukan atas kejadian serangan oleh berbagai jenis hama dan tingkat serangan hama defoliator. Berdasarkan pengamatan di lapangan, hama dari kelompok defoliator ada dua jenis, yaitu Arthochista hilaralis (Gambar 2) dan Daphnis hyphotous (Gambar 3).
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat, yaitu kawasan HTI milik PT RAPP (sektor Pelalawan dan Baserah) dan areal 452
B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alkohol 70%, formalin 4%, tally sheet, pita penanda pohon, spidol, kertas label, dan pensil. Peralatan yang digunakan adalah botol sampel, kotak penampung serangga, jaring penangkap serangga, dan teropong. C. Rancangan Penelitian Plot pengamatan untuk masing-masing lokasi ditentukan dengan metode systematic sampling. Setiap lokasi terdapat lima plot pengamatan dan tiap plot terdiri atas 100 pohon (kecuali HTI sektor Pelalawan terdiri atas dua plot dengan jumlah 72 pohon). Sebaran plot pengamatan tiap lokasi ditempatkan pada pojok lokasi dan tengah lokasi (metode bujur sangkar) seperti tertera pada Gambar 1.
Gambar (Figure) 1. Penentuan plot pengamatan untuk tiap lokasi (Observation plots for each location)
Serangan Hama dan Tingkat Kerusakan Daun…(A. Pribadi)
Gambar (Figure) 2. A. hilaralis (sebelah kiri fase dewasa dan kanan fase larva) (Imago of A. hilaralis on the left and larvae on the right)
Gambar (Figure) 3. D. hypothous (sebelah kiri fase dewasa dan kanan fase larva) (Imago of D. hypothous on the left and larvae on the right)
D. Penentuan Kejadian Serangan Hama
N : Jumlah tanaman yang diamati V : Skor tertinggi
Penghitungan kejadian serangan hama dilakukan dengan menggunakan rumus oleh Tulung (2000):
Tingkat skor yang digunakan adalah: 0 : sehat 1 : Sangat ringan (1-20%) 2 : Ringan (21-40) 3 : Sedang (41-60%) 4 : Berat (61-80%) 5 : Sangat berat (81-100%).
K
n x100% N
Keterangan: K = Kejadian serangan oleh hama tertentu n = Jumlah tanaman yang terserang oleh hama tertentu N = Jumlah tanaman dalam satu plot
E. Penentuan Tingkat Kerusakan Hama Tingkat kerusakan akibat serangan hama defoliator ditentukan dengan rumus Kilmaskossu dan Nerokouw (1993):
I
ni.Vi x100% N.V
Keterangan: I : Tingkat kerusakan per tanaman ni : Jumlah tanaman dengan skor ke-i Vi : Nilai skor serangan
F. Analisis Data Analisa data dilakukan secara deskriptif kuantitatif terhadap kejadian serangan dan tingkat kerusakan akibat serangan defoliator serta dilakukan komparasi antara lokasi penelitian (HTI PT RAPP dan HR).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kejadian Serangan Tiap Lokasi Persentase kejadian serangan hama pada tanaman jabon (A. cadamba) pada lokasi HTI PT RAPP sektor Baserah dapat dilihat pada Tabel 1. 453
Vol. VII No. 4 : 451-458, 2010
Tabel (Table) 1. Persentase tingkat kejadian serangan hama yang menyerang jabon pada lokasi HTI sektor Baserah (Percentage of pest incidence level that attack jabon on industrial plantation in Baserah sector) Persentase tingkat kejadian serangan hama (Pest incidence level) (%) Jumlah pohon A. hila- C. suma- Bag worm Zeuzera D. Coptotemes D. (Number of tree) ralis tranus (Psychidae) sp. cingulatus sp. hypothous 1. 100 88 5 3 2. 100 64 8 2 3. 100 81 16 4 2 4. 100 73 19 9 1 1 5. 100 59 18 7 3 Keterangan (Remark): tanggal pengamatan 23 Juli 2009 (observation date on July 23, 2009) Plot (Plot)
Pada Tabel 1 terlihat bahwa persentase kejadian serangan tertinggi dilakukan oleh A. hilaralis. Nair (2000) melaporkan bahwa A. hilaralis pernah menyerang jabon di Kalimantan Timur dan menyebabkan kerusakan yang serius. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kejadian serangan hama ini bervariasi antara 59% hingga 88%. Hama C. sumatranus merupakan jenis hama kedua tertinggi yang menyerang pada waktu pengamatan. Hama ini bertipe penghisap cairan tumbuhan, terutama pada jaringan muda tanaman (pucuk dan daun muda). Hama terbanyak ketiga yang menyerang jabon adalah ulat kantong (Psychidae) (2-9%). Persentase kejadian serangan hama pada tanaman jabon (A. cadamba) di lokasi HTI PT RAPP sektor Pelalawan dapat dilihat pada Tabel 2. Berbeda dengan sektor Baserah yang memiliki tipe tanah mineral (podsolik merah kuning), jenis tanah pada sektor Pelalawan ini memiliki tipe tanah organik. Persentase kejadian serangan tertinggi dilakukan oleh A. hilaralis. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tingkat kejadian serangannya bervariasi antara 15% sampai 21,4%. Hama Coptotermes sp. merupakan hama kedua tertinggi yang menyerang jabon dengan tingkat kejadian serangan bervariasi antara 3,5% sampai 9,1%. Hama ini merupakan hama yang umum ada pada lahan gambut. Menurut Anonim (2008), pada ekosistem hutan Coptotermes memiliki preferensi yang tinggi terhadap tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi. Pertumbuhan populasi tertinggi 454
berturut turut terdapat pada tanah gambut, serasah daun, serbuk gergaji, sedangkan pada tanah mineral dan pasir pertumbuhan populasinya lebih rendah. Pengamatan di lapangan, Coptotermes memulai aktivitas serangannya pada bagian akar kemudian mulai membentuk terowongan pasir di sepanjang batang. Hama terbanyak ketiga yang menyerang jabon adalah ulat kantong (2,2%). Keberadaan ulat kantong pada dua lokasi (sektor Pelalawan dan Baserah) diduga karena cekaman yang dialami oleh tanaman. Hal ini diduga karena lokasi yang digunakan untuk penanaman jabon ini termasuk pada jenis tanah kurang subur (jenis tanah gambut di sektor Pelalawan dan tanah podsolik merah kuning di sektor Baserah). Hasil analisis tanah penelitian terdahulu oleh Aprianis (2009) menyatakan bahwa kandungan C organik di tanah gambut termasuk tinggi (45,17%). Tingginya kandungan bahan organik dan rendahnya nutrisi tanah dapat menjadi cekaman bagi tanaman. Dugaan cekaman lain adalah pengaruh musim kemarau yang menjadikan jabon kehilangan turgorsitas sehingga mudah terserang oleh hama dan penyakit. Kedua pengaruh tersebut akan dapat menurunkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama. Menurut Kalshoven (1981), serangan ulat kantong terjadi apabila tanaman sedang mengalami stres atau sedang mengalami cekaman sebagai akibat dari rendahnya nutrisi. Persentase tingkat kejadian serangan hama pada tanaman jabon (A. cadamba)
Serangan Hama dan Tingkat Kerusakan Daun…(A. Pribadi)
pada lokasi HTR/HR di Pantai Cermin, Kabupaten Kampar dapat dilihat pada Tabel 3. Persentase tingkat kejadian serangan tertinggi dilakukan oleh A. hilaralis. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kejadian serangan hama berkisar antara 25% sampai 33%. Cosmoleptrus sumatranus merupakan hama tertinggi kedua yang menyerang jabon pada waktu pengamatan dengan tingkat kejadian serangan antara 6% sampai 21%. Hama terbanyak ketiga yang menyerang jabon adalah D. cingulatus dengan tingkat kejadian serangan berkisar antara 2% sampai 16%. Hama ini merupakan hama yang bertipe penghisap dan umumnya menyerang tanaman dari suku Malvaceae (kapuk randu) (Kalshoven, 1981).
Beberapa serangga hama yang berhasil ditemukan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. B. Tingkat Kerusakan Daun oleh Hama Defoliator Pada Tabel 4, tingkat kerusakan akibat serangan defoliator tertinggi terdapat pada HTI sektor Baserah (92,88%) dan termasuk dalam kategori kerusakan sangat berat (Gambar 7). Di antara dua hama defoliator yang menyebabkan kerusakan pada daun, jenis A. hilaralis merupakan hama yang menimbulkan tingkat kerusakan tertinggi. Fase yang merusak adalah ketika hama ini mencapai tingkat
Tabel (Table) 2. Persentase tingkat kejadian serangan hama yang menyerang jabon pada lokasi HTI sektor Pelalawan (Percentage of pest incidence level that attack jabon on industrial plantation in Pelalawan sector) Persentase tingkat kejadian serangan hama (Pest incidence level) (%) A. hila- C. suma- Bag worm Zeuzera D. Coptotemes D. ralis tranus (Psychidae) sp. cingulatus sp. hypothous 1. 28 21,4 3,5 2. 44 15,9 2,2 9,1 Keterangan (Remark): tanggal pengamatan 20 Juli 2009 (observation date on July 20, 2009) Plot (Plot)
Jumlah pohon (Number of tree)
Tabel (Table) 3. Persentase tingkat kejadian serangan hama yang menyerang jabon pada lokasi HR di Pantai cermin, Kabupaten Kampar (Percentage of pest incidence level that attack jabon on Community Forest in Pantai Cermin, Kampar) Persentase tingkat kejadian serangan hama (Pest incidence level) (%) Jumlah pohon A. hila- C. suma- Bag worm Zeuzera D. Coptotemes D. (Number of tree) ralis tranus (Psychidae) sp. cingulatus sp. hypothous 1. 100 33 25 16 2. 100 37 13 7 3. 100 31 17 4. 100 25 6 1 5. 100 29 21 2 Keterangan (Remark): tanggal pengamatan 25 Mei 2009 (observation date on May 25, 2009) Plot (Plot)
A
B
C
Gambar (Figure) 4. A. Cosmoleptrus sumatranus dewasa (Imago of C. sumatranus); B. Zeuzera sp. dewasa (Imago of Zeuzera sp.); C. Coptotermes sp.
455
Vol. VII No. 4 : 451-458, 2010
larva. Pada instar pertama dan kedua, ulat hanya memakan jaringan lunak (epidermis) daun dengan dilapisi oleh semacam silky web. Serangan hama ini dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan jika hama ini menyerang tanaman pada tingkat persemaian maka dapat mengakibatkan kematian karena tanaman tersebut kehilangan daun. Mereka memakan daun yang masih muda pada waktu pagi dan siang hari, sedangkan fase dewasanya aktif pada malam hari. Ngengat A. hilaralis pada fase dewasa memiliki warna hijau kebiruan dengan panjang tubuh mencapai 34 mm. Larva memiliki warna hijau bening dengan warna coklat hitam pada bagian kepala dan memiliki panjang mencapai 25 mm. Tingginya tingkat kerusakan pada jabon di lahan ini diduga ada hubungannya dengan kematian gulma (pada lahan ini baru dilakukan penyemprotan satu minggu sebelumnya). Kematian gulma diduga dapat menyebabkan beberapa serangga hama mengalihkan inangnya ke tanaman jabon. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tjahjono (komunikasi pribadi) bahwa ada pengaruh vegetasi tumbuhan di bawah tegakan terhadap keberadaan serangga hama. Dugaan lain adalah pengaruh dari faktor lingkungan. Temperatur di lokasi ini berkisar antara 32-36oC dengan kelembaban sekitar 70%. Temperatur tidak hanya berpengaruh terhadap tanaman tetapi juga berpengaruh terhadap metabolisme serangga hama. Hal ini dikarenakan serangga hama termasuk hewan poikiloterm membutuhkan panas dari lingkungan untuk memulai metabolismenya. Menurut Yunafsi (2007), kehidupan hama
atau serangga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biotik, maupun makanan. Di kawasan hutan, faktor-faktor iklim ini akan dimodifikasi dan membentuk iklim mikro yang akan mempengaruhi kehidupan serangga di dalam hutan. Tegakan jabon pada HTI sektor Pelalawan menunjukkan tingkat kerusakan yang terendah (40,50%) dan termasuk dalam kategori tingkat kerusakan ringan. Hal ini diduga karena temperatur di lahan gambut yang dapat mencapai 40oC dengan kelembaban rendah (kurang dari 60%). Akibatnya dapat menghambat perkembangan serangga hama karena berpengaruh negatif terhadap metabolisme serangga hama tersebut. Gogoi et al. (2000) menyatakan bahwa parameter meteorologi berpengaruh terhadap perkembangan serangga hama. Dugaan lain adalah pertumbuhan gulma (terutama Acacia crassicarapa) pada lahan HTI gambut yang melebihi pertumbuhan jabon itu sendiri. Kerapatan gulma yang tinggi dapat menjadi habitat yang sesuai bagi hama untuk tumbuh dan berkembang karena memiliki banyak pilihan inang untuk berkembangbiak. Keberadaan gulma ini diduga mengalihkan serangan serangga hama defoliator yang dapat menyerang tanaman jabon. Hutan Rakyat memiliki tingkat kerusakan 55,67% dan termasuk dalam kategori sedang. Hal ini diduga karena pada HR dilakukan pemeliharaan secara intensif berbeda dengan tehnik silvikultur yang umum dilakukan di HTI (HTI menggunakan jarak tanam 2 m x 2,5 m dan pemeliharaan hanya dilakukan pada
Tabel (Table) 4. Persentase tingkat kerusakan akibat serangan defoliator pada tanaman jabon di tiga lokasi (Percentage of damage level caused by defoliator attacks at three locations of jabon plantations) Plot (Plot) 1 2 3 4 5 Rataan (Average)
456
HTI sektor Baserah (Baserah sector) (%) 97 97,80 96,40 85,40 87,80 92,88
HTI sektor Pelalawan (Pelalawan sector) (%) 42 39 40,50
HR (Community forest) (%) 52 59 67,80 56 43,60 55,67
Serangan Hama dan Tingkat Kerusakan Daun…(A. Pribadi)
tahun pertama saja sedangkan HR menggunakan 4 m x 5 m). Menurut Arif et al. (2006), populasi hama menurun sebanding dengan penambahan jarak tanam.
Gambar (Figure) 7. Kerusakan jabon yang disebabkan oleh serangan A. hilaralis (Damage on jabon caused by A. Hilaralis attack)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Rata-rata kejadian serangan hama tertinggi terjadi pada HTI (sektor Baserah maupun Pelalawan) berturut-turut adalah Arthochista hilaralis, Cosmoleptrus sumatranus, Coptotermes, dan ulat kantong (Physidae). Hama yang banyak menyerang Hutan Rakyat berturut-turut adalah A. hilaralis, C. sumatranus, dan Dysdercus cingulatus. Tingkat kerusakan akibat serangan hama defoliator tertinggi terjadi pada areal HTI sektor Baserah (92,88%) dan terendah terdapat pada HTI sektor Pelalawan (40,5%), sedangkan pada Hutan Rakyat Pantai Cermin, tingkat kerusakannya mencapai 55,67%. B. Saran Tingkat kerusakan oleh serangan hama defoliator pada tegakan jabon yang dapat mencapai kategori sangat berat se-
baiknya dilakukan usaha pengendalian dengan menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida bertujuan untuk membasmi hama defoliator secara cepat dan massal. Untuk usaha pengendalian serangan hama defoliator yang berkelanjutan perlu diperhatikan fungsi dari vegetasi yang berada di bawah tegakan jabon. Vegetasi yang berada di bawah tegakan tersebut dapat berfungsi sebagai inang bagi serangga parasitoid yang akan memangsa kelompok hama defoliator dan sebagai inang alternatif bagi kelompok hama defoliator. Namun masih perlu dilakukan beberapa penelitian lanjutan mengenai pengaruh keberadaan vegetasi di bawah tegakan jabon tersebut sebagai inang alternative bagi kelompok hama defoliator tersebut. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Kajian Aspek Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren sebagai Dasar Pengendalian Rayap pada Pertanaman Kelapa Sawit. http://library.usu.ac.id. Diakses tanggal 13 Oktober 2009. Aprianis, Y. 2007. Eksplorasi Jenis-Jenis Kayu yang Berpotensi sebagai Tanaman Pulp Alternatif. Laporan Hasil Penelitian. Loka Litbang Kuok, Kuok. Aprianis. 2009. Evalusi Kandungan Biomassa dan Dekomposisi Serasah. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat, Kuok. Arif, J. M, D.M. Gogi, M. Mirza, K. Zia, and F. Hafeez. 2006. Impact of Plant Spacing and Abiotic Factors on Population Dynamics of Sucking Insect Pests of Cotton. Pakistan Journal Biological Sciences 9 (7): 1364-1369. Islamabad Gogoi, I., B.C. Dutta, and I. Gogoi. 2000. Seasonal Abudance of Cotton Jassad on Okara. Journal of Agricultural Science Social North East india 13:22-26. Assam. 457
Vol. VII No. 4 : 451-458, 2010
Kalshoven, I.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru, Jakarta. Kilmaskossu, S.T.E.M and J.P. Nerokouw. 1993. Inventory of Forest Damage at Faperta Uncen Experiment Gardens in Manokwari Irian Jaya Indonesia. Proceedings of the Symphosium on Biotechnological and environmental Approaches to Forest and Disease Management. SEAMEO, Bogor. Nair, K.S.S. 2000. Insect Pest and Diseases in Indonesian Forest: An Assesment of the Major Threats, Reserach Efforts and Literature. CIFOR, Bogor.
458
Nair, K.S.S. 2001. Pest Outbreaks in Tropical Forest Plantation: Is there a Greater Risk for Exotic Tree Species. CIFOR, Bogor. Tulung, M. 2000. Study of Cacoa Moth (Conopomorpha cramerella) Control in North Sulawesi. Eugenia 6 (4): 294-299 Yunafsi. 2007. Permasalahan Hama, Penyakit, dan Gulma dalam Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan Usaha Pembangunannya. http: //library.usu.ac.id. Diakses tanggal 13 Oktober 2009.