INTENSITAS SERANGAN HAMA ULAT API (Setora nitens) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) PADA TANAMAN MENGHASILKAN (TM) DI DESA SIMPANG RAYA. KABUPATEN KUANTAN SINGINGI 1
Ardi1, Chairil Ezward1, dan Angga Pramana1 Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Islam Kuantan Singingi. Teluk Kuantan E-mail :
[email protected]
Abstract
This study aims to determine the intensity of the fire caterpillar pests (Setora n itens) in oil palm plantations in crop yield (TM) in the District Singingi Hilir. The method used dal am this research is survey and interviews in the oil palm plantation land Farmers Group Overlay Rizki on crop yield with total area of 20 ha. Plant sampling at each location were divided into four plots. Each plot was taken 100 samples of plants to be observed with a five point pattern with 20 points of each sample. The parameters observed were the condition of the area of oil palm cultivation, description of pests and damage, intensity of attack and the level of pest caterpillar attack. Based on research dil akukan can be concluded that the average - average intensity of the fire caterpillar pests was 51% (Weight). The highest rate of pest caterpillar attack was in May at 9.40 and the lowest was in June at 1.70. P erbedaan intensity of pest attack affected by bididaya techniques, and high intensity fire caterpillar pests is influenced by several factors ranging from biological factors as well as the loss of natural enemies of climatic conditions. Keyword: The intensity of the attack, attack rate, caterpillar pests of Fire. 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi untuk penanaman investasi perkebunan kelapa sawit, karena memiliki berbagai keunggulan. Indonesia memiliki kesesuaian lahan yang dikehendaki oleh tanaman kelapa sawit terbentang mulai wilayah Timur hingga Barat Indonesia. Indonesia memiliki lahan potensial untuk kelapa sawit mencapai 26,5 juta hektar yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2013). Perkembangan besar ini diikuti juga dengan perubahan hama penyakit seiring dengan pertambahan generasi tanam. Masalah hama, penyakit dan gulma yang dihadapi 25 tahun yang lalu berbeda dengan masalah hama, penyakit dan gulma saat ini. Hama yang dahulu dianggap minor, saat ini telah menimbulkan masalah yang serius di perkebunan kelapa sawit (Prasetyo et al., 2009). Adapun kerugian yang ditimbulkan oleh hama ulat api adalah mengganggu fotosintesis tanaman karena daun menjadi kering, pelepah menggantung dan akhirnya berdampak
pada tidak terbentuknya tandan selama 2 – 3 tahun (Susanto et al., 2012). Larva hama ini merusak tanaman dengan cara memakan daun kelapa sawit umumnya di mulai dari daun bawah menuju daun muda. Serangan hama ini dapat mengakibatkan terjadinya defoliasi yang mengakibatkan turunnya produksi TBS (tandan buah segar) sebesar 40 – 60% (Pahan, 2008). Menurut (Purba et all, 2015) Syarat kondisi suhu yang dibutuhkan dalam siklus hidup serangga ulat api yaitu pada suhu optimum berkisar antara 25 – 35 ºC kemampuan serangga untuk menghasilkan keturunan besar dan kematian sebelum batas umur sedikit. Suhu berpengaruh terhadap kesuburan dan produksi telur, pertumbuhan dan penyebaran serangga. Whiting et al. (2010) menyatakan apabila tanaman berada dalam kondisi lingkungan yang berkelembaban rendah maka akan mudah terserang oleh hama dan penyakit. Hal ini diduga kerena senyawa saponin yang terdapat pada tumbuhan yang berperan sebagai pertahanan diri 30
Ardi, Chairil Ezward, dan Angga Praman Intensitas Serangan Hama Ulat Api (Setora nitens)..... 31
dari serangan serangga akan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas sehingga tumbuhan akan mudah teraserang hama. Kelembaban optimum serangga pada umumnya antara 73 – 100% ( Sunjaya, 1970). Curah hujan juga berpengaruh besar terhadap ekologi serangga , terutama pada pertumbuhan dan aktivitas serangga. Sunjaya (1970) menyatakan bahwa timbulnya suatu hama erat hubungannya dengan curah hujan, tetesan air hujan secara fisik dapat mrnghanyutkan serangga yang berukuran kecil, sedangkan secara tidak langsung curah hujan dapat mempengaruhi kelembaban udara. Salah satu hama yang terdapat pada lahan kelapa sawit adalah ulat api (Setora nitens) yang sering menimbulkan kerusakan berat pada tanaman kelapa sawit. Keadaan ini terjadi karena dalam siklus hidup produksi telur sangat tinggi, sex ratio tinggi, kemampuan untuk hidup tanpa kompetisi, daya adaptasi tinggi, umur pendek, populasi lebih tinggi dan belum ditemukan varietas unggul tahan ulat api. Ulat api merupakan hama pemakan daun kelapa sawit yang sering merugikan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian insektisida dan dampak negatif yang ditimbulkan akibat insektisida telah menimbulkan pemikiran ke arah penggunaan musuh alami (Simanjuntak et al., 2011). Serangan hama ulat api (ulat pemakan daun kelapa sawit) telah banyak menimbulkan masalah yang berkepanjangan dengan terjadinya eksplosi dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan kehilangan daun (defoliasi) tanaman yang berdampak langsung terhadap penurunan produksi. Kehilangan daun yang mencapai 100% pada TM berdampak langsung terhadap penurunan produksi hingga 70% (1 kali serangan) dan 93% (terjadi serangan ulangan dalam tahun yang sama). Hal ini menerangkan betapa seriusnya serangan ulat api yang sulit untuk dikendalikan (Pahan, 2008). Pengetahuan mengenai serangan hama ulat api merupakan suatu faktor penting dalam manajemen perkebunan kelapa sawit. Serangan hama ini
menunjukkan gejala kronis dan selalu menimbulkan peledakan populasi. Berdasarkan hal diatas maka penulis tertarik untuk melakukan kajian terhadap tingkat kerusakan oleh hama ulat api yang menyerang tanaman kelapa sawit. Hal ini diperlukan sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dalam usaha pengendalian serangan hama terpadu. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Simpang Raya Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten kuantan singingi. Penelitian dilaksanakan pada Tanaman Menghasilkan (TM) dengan luas lahan 20 ha yang di tanam pada tahun 2004. Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret - Juni 2017. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kelapa sawit, Alat yang digunakan adalah alat tulis, cat, kamera untuk dokumentasi, dan perlengkapan lain yang mendukung penelitian. Metode Penelitian Plot pengamatan untuk masing - masing lokasi ditentukan dengan metode survai pada satu blok di Perkebunan Kelompok Tani Hamparan Rizki, yaitu blok A dengan luas kebun keseluruhan 20 ha tanaman menghasilkan (TM). Untuk lokasi pengamatan di ambil secara acak sebanyak 5 ha. Sehingga terdapat 4 lokasi plot, pada setiap ha terdapat 136 tanaman kelapa sawit dengan pola tanam mata lima (8 m x 9m). Penentuan titik pengambilan sampel (sampel tanaman) dilakukan dengan metode bujur sangkar ( Pribadi, 2010). Pada setiap tanaman sampel dilakukan identifikasi terhadap jenis hama ulat api yang menyerang, jumlah/populasi hama, bagian tanaman yang terserang dan tingkat kerusakan akibat serangan. Sedangkan untuk parameter persentase serangan ulat api hanya dilihat apakah terjadi serangan atau secara visual pada setiap tanaman kelapa sawit disetiap lokasi.
32 PRIMORDIA VOLUME 14, NOMOR 1, APRIL 2018
Pengambilan pelepah daun dilakukan pada tanaman contoh dengan kriteria pepepah daun yang telah mengalami serangan dan tingkat gejala serangan ulat api. Pengambilan daun dilakukan dengan alat dodos, pelepah daun diturunkan, lalu dihitung jumlah ulat yang diamati. Pelaksanaan Penelitian Pra Survai Survai pendahuluan dilaksanakan berupa peninjauan lokasi penelitian sekaligus wawancara dengan petani, wawancara bertujuan untuk mengetahui informasi tentang kondisi pertanaman kelapa sawit. Data ini dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner pada setiap lokasi sampel, kemudian ditentukan lahan pertanaman kelapa sawit yang memenuhui kriteria sebagai lokasi pengamatan dan tanaman sampel yang akan di amati. Survai Utama Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap survei utama adalah : 1. Memotret hal-hal yang berhubungan dengan hama ulat api, seperti kotoran ulat api, kokon ulat api, larva ulat api, dan gejala pada daun yang disebabkan oleh ulat api. 2. Menentukan lokasi titik sampel yang akan diamati berdasarkan lahan yang telah disepakati oleh petani.
Gambar 7. Penentuan Titik Tanaman Sampel Pada Setiap Lokasi Pengamatan Pengamatan Kondisi umum lokasi penelitian Pengamatan dilakukan terhadap semua aspek yang berkaitan dengan pengelolaan pertanaman kelapa sawit, kontur lahan dan lainlain.
Deskripsi Hama Ulat Api Dan Kerusakannya Deskripsi hama dan kerusakannya yang di amati adalah berdasarkan hama yang menyerang pertanaman kelapa sawit, gejala serangan mulai awal serangan sampai dengan gejala serangan lanjut yang disebabkan oleh ulat api. Intesitas Serangan Hama ( % ) Pengamatan intensitas serangan dilakukan secara visual berdasarkan gejala serangan hama ulat api. Setiap plot di ambil 100 pokok untuk diamati. 1 plot 5 titik sampel dan 1 titik sampel 20 pokok. pokok tanaman yang sudah terlihat gejala serangannya di hitung satu persatu, kemudian hitung berapa jumlah pokok tanaman yang terserang dari 100 tanaman. Adapun rumus yang digunaakan untuk menghitung intensitas serangan hama ulat api dilakukan dengan menggunakan rumus oleh Tulung (2000):
Keterangan: I = Intensitas Serangan oleh hama ulat api (%) n = Jumlah tanaman yang terserang oleh hama ulat api N = Jumlah pokok keseluruhan yang diamati Tabel 1. Kriteria Kategori Intensitas Serangan Skala Persentase Kriteria 0 0 Normal 1 0 – 25 Ringan 2 25-50 Sedang 3 50-90 Berat 4 ≥90 Sangat Berat Sumber : Untung, (2010) Tingkat Serangan Tingkat serangan yang dimaksud disini merupakan tingkat serangan berdasarkan jumlah hama yang terdapat pada pelepah tanaman sawit yang diamati. Ambang kritis untuk hama ulat api ini adalah 5 ekor per tanaman. Adapun tingkat serangan hama ulat api ini adalah sebagai berikut: 1. < 2 ekor/pelepah : Ringan 2. 2-4 ekor/pelepah : Sedang 3. >5 ekor/pelepah : Berat (butuh penanganan), Pribadi (2010). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Areal Pertanaman
Ardi, Chairil Ezward, dan Angga Praman Intensitas Serangan Hama Ulat Api (Setora nitens)..... 33
Dari hasil pengamatan dan wawancara perkebunan kelapa sawit langsung dengan para petani Koperasi Unit Desa (KUD), didapat bahwa teknik budidaya yang dilakukan tidak melalui seleksi tanaman yang tepat, sehingga dapat mempengaruhi tingkat ketahanan tanamannya. Jarak tanam, sanitasi dan pemupukan semua yang dilakukan belum sesuai. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, diketahui bahwa jarak tanam yang digunakan pada perkebunan Kelompok Tani Hamparan Rizki adalah 8x9 meter. kemudian sebagian besar pada piringan masih belum bersih dan ditumbuhi gulma, Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan lahannya kurang efektif. Jarak tanam yang baik adalah segi tiga dalam pemanfaatan lahan serta pengambilan sinar matahari akan menjadi maksimal dengan jarak tanam 9x9x9 meter. Dengan pola tanam demikian maka tanaman kelapa sawit tidak saling menaungi satu dengan yang lain. Hal ini menurut Bakoh (2010) bahwa jarak tanam yang terlalu dekat akan mengakibatkan hama dapat dengan cepat berpindah dan berkembang sehingga mengakibatkan kerusakan pada tanaman. Jarak tanam yang maksimal untuk tanaman kelapa sawit adalah 9 × 9 × 9 meter (Bakoh, 2010). Pemupukan merupakan salah satu tahap yang penting dalam memenuhi unsur hara pada tanah, pemupukan dilakukan apabila lahan tidak dapat memenuhi unsur hara yang dibutuhkan. Ketahanan tanaman secara langsung berhubungan dengan serangan hama dan penyakit, tanaman yang kekurangan unsur hara akan mudah terserang hama dan penyakit, Pemberian pupuk yang berlebihan memberi daya tarik hama dan mendorong populasi hama berkembang lebih besar, pertumbuhan tanaman berlebihan tetapi rapuh terhadap serangan hama. Pemupukan yang dilakukan oleh petani yaitu dengan menaburkan pupuk tanpa membersihkan piringan dari sampah, hal ini mengakibatkan penyerapan unsur hara menjadi kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan populasi gulma pada areal tanaman kelapa sawit, karena gulma juga ikut
berkompetensi dengan tanaman kelapa sawit dalam memperoleh unsur hara di dalam tanah, selain itu gulma juga dapat berperan sebagai tempat bersarang bagi hama. Sukman dan Yakup (1995) gulma merupakan tumbuhan yang keberadaannya tidak dikehendaki petani karena: 1) Menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara air, sinar matahari dan ruang hidup; 2) Mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman; dan 3) Menjadi inang bagi hama dan patogen yang menyerang tanaman. Sanitasi yang dilakukan petani kurang sesuai, hal ini menunjukkan bahwa masih ada pelepah kering yang menggantung, areal piringan yang kurang bersih, Sanitasi sangat penting untuk membebaskan areal pertanaman kelapa sawit dari tempat yang dapat dijadikan sarang oleh hama, terutama untuk bertelur. Tanaman kelapa sawit membutuhkan tindakan kultur teknis dan budidaya agronomis yang baik, agar dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Kultur teknis yang diterapkan dapat menghambat terjadinya serangan hama ulat api, tindakan demikian sebaliknya dapat pula meningkatkan peranan agensia hayati dalam keberhasilan pengendalian secara hayati. Kegiatan pengendalian hama ulat api di Desa Simpang Raya Kecamatan Singingi Hilir dilaksanakan pada minggu pertama bulan Juni dengan cara pengasapan ulat api oleh pengurus KUD Kelompok Tani Hamparan Rizki Desa Simpang Raya. Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan pengasapan adalah sebagai berikut. Tabel 2. Alat dan Bahan yang digunakan dalam pengasapan di Kelompok Tani Hamparan Rizki Desa Simpang Raya Kecamatan Singingi Hilir No.
Alat
Bahan
1.
Alat foging
Oli
2.
Ember
Insektisida Decis
3.
Jerigen
Solar
Sumber : Kelompok Tani Hamparan Rizki Desa Simpang Raya, 2017 Kegiatan pengendalian hama ulat api
yang dilaksanakan oleh Kelompok Tani Hamparan Rizki belum cukup baik. Hal ini
34 PRIMORDIA VOLUME 14, NOMOR 1, APRIL 2018
berdasarkan dengan kegiatan pengasapan yang mengunakan asap yang secara ilmiah merusak lingkungan dan membunuh musuh alami hama. Sampai waktu ini pengendalian hama masih terus dengan penyemprotan insektisida walaupun banyak menimbulkan akibat sampingan yang tidak baik, telah banyak ditemukan cara lain dalam pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit, tetapi cara ini masih sangat sadikit diterapkan dilapangan. Oleh karena itu konsep Pengendalian Hama Terpadu masih belum selalu konsekuen dilaksanakan diperkebunan kelapa sawit ( Djamin, 1994 ). Perlu dilakukan pengendalian hama secara hayati yaitu pemanfaatan musuh alami untuk pengendalian populasi hama yang merugikan, Musuh alami yang terdiri atas parasitoid, predator dan patogen merupakan pengendali alami utama hama yang bekerja secara "terkait kepadatan populasi" sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama. Adanya populasi hama yang meningkat sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani disebabkan karena keadaan lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi musuh alami untuk menjalankan fungsi alaminya. Salah satu musuh alami hama Ulat Api adalah predator Eocanthecona furcellata, seperti
hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Corry (2008) yang menunjukkan bahwa E. Furcellata efektif untuk pengendalian hama Ulat Api. 4.2.
Deskripsi Hama Ulat Api Dan Kerusakannya Hasil pengamatan dilapangan, didapati gejala serangan yang terlihat, pada bagian daun kelapa sawit yang diamati seperti terbakar, helaian daun berlubang memanjang, helaian daun terkikis mulai dari bagian bawah daun hingga menyisakan tulang daun atau lidinya saja dan pada umumnya adalah daun kelapa sawit yang sudah tua. Populasi serangan yang tinggi dari ulat api dapat menyebabkan helaian daun kelapa sawit habis sehingga hanya tersisa daun (lidi), bahkan ulat api dapat memakan epidermis pelepah daun. Gejala serangan seperti ini disebabkan oleh larva Setora nitens mulai instar 3 (Buana dan Siahaan, 2003). Akibatnya tanaman terganggu proses fotosintesisnya kerena daun menjadi kering, pelepahnya menggantung dan akhirnya berdampak pada tidak terbentuknya tandan selama 2-3 tahun. Tanda – tanda keberadaan ulat api juga ditandai dengan adanya kerusakan fisik pada tanaman kelapa sawit. Adapun ciri – ciri tersebut disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. ciri – ciri fisik tanaman kelapa sawit yang terserang hama ulat api di plot pengamatan. Plot
Ciri – Ciri Serangan 1) Helaian daun terkikis mulai dari tepi daun
1
Kondisi Fisik
Ardi, Chairil Ezward, dan Angga Praman Intensitas Serangan Hama Ulat Api (Setora nitens)..... 35
1) Helaian daun habis hanya lidinya saja.
menyisakan
2
1) Daun terlihat seperti terbakar 2) Helaian daun berlubang memanjang
3
1) Helaian daun terkikis mulai dari bagian bawah daun hingga meninggalkan epidermis bagian atas daun 4
Hasil pengamatan dilapangan juga ditemukan larva berwarna hijau kekuningan adanya satu garis membujur di bagian tengah punggung yang berwarna biru keunguan, mempunyai dua rumpun bulu kasar di kepala dan dua rumpun di bagian ekor. kokon, pupa di sekitar piringan tanaman kelapa sawit dan imago ulat api. Pupa berbentuk bulat telur berwarna coklat dan saat pengamatan sudah menetas. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Pengamatan Ulat Api di Beberapa Plot. Plot
1
Larva
Kokon
36 PRIMORDIA VOLUME 14, NOMOR 1, APRIL 2018
2
3
4
Ciri ciri tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh (Prawirosukarto et al, 2013). Intensitas Serangan Ulat Api (%) Berdasarkan hasil pengamatan serangan hama ulat api pada tiap plot pengamatan, maka diperoleh data intensitas serangan hama ulat api yang dapat di lihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rata – rata Intensitas Serangan Sampel
Hama Setora nitens (%) 45 36 66 57 204 51
Kategori serangan
Plot 1 Sedang (25 – 50 % ) Plot 2 Sedang (25 – 50 % ) Plot 3 Berat (50 – 90 % ) Plot 4 Berat (50 – 90 % ) Jumlah Rata– rata Berat Keterangan: Kategori serangan : 25 – 50 % (Sedang), 50 – 90% (Berat), Untung (2010).
Berdasarkan tabel 5. menunjukkan bahwa intensitas serangan pada tanaman kelapa sawit pada plot 1 dengan intensitas serangan sebesar 45 %, yang termasuk dalam kategori sedang, kemudian pada plot 2 dengan intensitas serangan sebesar 36 %, termasuk dalam kategori sedang, pada plot 3 dengan intensitas serangan sebesar 66% dan plot 4 dengan intensitas serangan sebesar 57% yang termasuk dalam kategori berat. Rata – rata intensitas serangan akibat hama ulat api sebesar 51%, yang termasuk dalam kategori berat. Besaran intensitas serangan diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab ledakan ulat api mulai dari faktor biologis, hilangnya predator alami serta kondisi iklim. Fokus dari penelitian ini adalah dari aspek kondisi iklim pada saat terjadi serangan, serangan terjadi pada bulan Maret – Mei dan masih berada pada kondisi bulan basah. Dengan suhu, kelembaban, serta curah hujan yang
Ardi, Chairil Ezward, dan Angga Praman Intensitas Serangan Hama Ulat Api (Setora nitens)..... 31
mendukung perkembangbiakan ulat api maka hal tersebut dapat menjadi pemicu ledakan populasi. Iklim merupakan penyebab penting perubahan populasi hama dalam ekosistem. Serangga sebagai hewan berdarah dingin (poikilotermal) secara fisiologi tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sehingga kehidupannya akan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan iklim tempat hidup atau habitatnya. Besarnya pengaruh ini berbeda untuk tiap spesies dan pengaruhnya dapat secara langsung terhadap fisiologi dan tingkah laku (antara lain lokomodasi, orientasi, dan penyebaran) dari serangga atau secara tidak langsung terhadap populasi serangga melalui pengaruhnya terhadap tanaman inang dan musuh alaminya (Price, 1997). Adapun iklim dipengaruhi oleh curah hujan, berikut ini adalah diagram hubungan curah hujan dengan tingkat serangan hama ulat api
Gambar 8. Rata – rata curah hujan daerah Kabupaten Kuantan Singingi Bulan Maret - Juni 2017 Sumber:Badan Pusat Statistik Kuansing, (2017).
Berdasarkan gambar 8 dapat dijelaskan sebagai berikut : Curah hujan rata – rata bulanan di daerah Kabupaten Kuantan Singingi tertinggi terjadi pada bulan Maret, hal ini dapat meningkatkan kelembaban udara. Berdasarkan siklus hidup ulat api, kelembaban yang tinggi akan mempengaruhi laju pertumbuhan pada fase telur. Kelembaban udara itu sendiri memiliki pengaruh terhadap proses biologi serangga. dengan keadaan perubahan kelembaban udara yang agak kering menjadi lebih basah di daerah Kuantan Singingi maka hal ini berpotensi memicu perkembangbiakan telur ulat api dalam jumlah besar. Telur ulat api berkembang menjadi larva membutuhkan waktu sekitar 58 hari ( ± 2
bulan). dari data serangan larva ulat api tertinggi terjadi pada bulan Mei, kelembaban rendah serta suhu yang sesuai untuk perkembangan larva ulat api. Dari data serangan yaitu sebesar 51% diperkebunan kelapa sawit Kelompok Tani Hamparan Rizki yang termasuk dalam kategori berat. perlu segera dilakukan upaya pengendalian hama ulat api yang memperhatikan dampak lingkungan. Pengendalian ulat api dapat dilakukan dengan berbagai macam cara tetapi saat ini yang paling ditekankan adalah bagaimana untuk pengendalian secara alami. Adapun cara pengendalian ulat api secara alami salah satunya dengan menggunakan jamur Cordyceps militaris. Wibowo et al, (1994) melaporkan bahwa jamur Cordyceps militaris dapat mengendalikan kepompong menyebabkan kepompong menjadi keras karena proses mumifikasi, infeksi mulai terjadi pada saat larva ulat api turun ke tanah untuk berkepompong. Sampai saat ini pengendalian hama didaerah penelitian masih menggunakan bahan kimia. Telah ditemukan bahan alami yang bisa dijadikan sebagai insektisida nabati untuk pengendalian hama, yaitu dengan menggunakan ekstrak daun paitan (Tithonia diversifolia Grey). Hasil penelitian Harto (1998) menunjukkan bahwa daun paitan memiliki kandungan sesquiterpen yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya. Oleh sebab itu, ekstrak daun paitan lebih berpotensi digunakan sebagai insektisida nabati untuk mengendalikan hama. Tingkat Serangan Berdasarkan penghitungan kelimpahan populasi ulat api dari minggu ke - 1 hingga ke 16, diperoleh rataan kelimpahan populasi ulat api yang terdapat di lahan sawit. Rataan kelimpahan populasi ulat api yang ditemukan di lahan diamati dan diteliti berdasarkan pengamatan sendiri dan dibantu oleh petani dan kelompok Tani Hamparan Rizki. Pengamatan terhadap populasi ulat api di perkebunan sawit Hamparan Rizki dilakukan selama 4 bulan dengan pengamatan secara sistematis di beberapa titik. Pengamatan ini
32 PRIMORDIA VOLUME 14, NOMOR 1, APRIL 2018
dilakukan selama proses panen yang dilakukan oleh petani hamparan Rizki. Terdapat beberapa titik pengambilan data Ulat Api dalam penelitian ini. Berdasarkan tingkat serangan ulat api pada pelepah daun kelapa sawit , maka rataan kelimpahan populasi ulat api yang terdapat di lahan dapat dikelompokkan menjadi Tiga kelompok, yaitu. Berat, sedang dan ringan. Tabel 6. Tingkat Serangan Ulat Api Pada Tanaman Sawit dari Bulan Maret – Juni No Bulan Rata – Rata 1 Maret 2,25 2 April 4,90 3 Mei 9,40 4 Juni 1,70
Berdasarkan Tabel 6, rata - rata ulat api pada tanaman kelapa sawit di Perkebunan Kelompok Tani Hamparan Rizki tertinggi pada bulat Mei dengan tergolong berat ≥ 5 ekor per pelepah, pada bulan Juni rata – rata ulat api tergolong ringan, karena akhir bulan Juni petani mulai melakukan pengasapan ulat api. Tingginya populasi pada bulan Mei diduga karena persyaratan iklim untuk perkembangan ulat api terpenuhi. Cuaca dan iklim berpengaruh langsung laju pertumbuhan dan kematian jenis serangga, pada kondisi yang menguntungkan laju perkembangan tinggi dan kematian rendah. pengaruh secara tidak langsung pertumbuhan tanaman karena kondisi cuaca yang baik tanaman tumbuh subur, sehingga menjadi tempat yang nyaman untuk berkembangnya hama (Pahan, 2008). Kisaran toleransi terhadap kelembaban udara berbeda untuk setiap spesies maupun stadia perkembangannya, bagi serangga pada umumnya kisaran toleransi terhadap kelembaban udara yang optimum berada didekat titik maksimum antara 73–100% (Andrewartha dan Birch, 1974). Saat berlangsungnya penelitian di Kecamatan Singingi Hilir suhu berkisar antara 32°C dengan kelembaban rata-rata 79%.
4. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ini : (1)Terjadi serangan ulat api (Setora nitens) di perkebunan Kelompok Tani Hamparan Rizki sejak awal bulan Maret sampai bulan Mei, (2) Rata – rata intensitas serangan tanaman kelapa sawit diperkebunan Kelompok Tani Hamparan Rizki akibat serangan ulat api 51%, yang tergolong dalam kategori berat, (3) Tingginya suhu pada saat pengamatan diduga sebagai penyebab banyaknya populasi hama yang di temukan yang akhirnya berimplikasi terhadap intensitas serangan, dan (4) Rata – rata populasi ulat api yang paling tinggi tedapat pada bulan Mei sebesar 9,40 dan paling rendah pada Juni sebesar 1,70 dengan kriteria berdasarkan ketetapan sebesar >5 ekor / pelepah termasuk dalam kategori berat.
5. REFERENSI Agustira, MA. Akurniawan, Djafar, D siahaan, L Buana, dan T Wahyono.2008.Tinjauan Ekonomi Industri Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit : Medan. Andrewartha, H.G. & L.C. Birch. 1974. The Distribution and Abundance of Animal. Sixth Impression. The Univ. of Chicago Press. Chicago, USA. 782 p. Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Distribusi Lahan Potensial Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Provinsi (ha). Bakoh. B. 2010. Budidaya Tanaman Kelapa www.disbunjabarprov-go-id/ussets/ data/arsip/budidaya tanaman kelapa.doc di akses 14 April 2017 Buana, Siahaan. 2003. Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 21: 56-77. Chapman, R.F. 1970. The Insects: Structure and Function. American Elsevier Publ Company, Inc, New York. Djamin, Arifin. 1994. Pembiakan massal Eocanthecona Furcellata Worlff. (Hemiptera : Pentatomidae ) Predator Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit.
Ardi, Chairil Ezward, dan Angga Praman Intensitas Serangan Hama Ulat Api (Setora nitens)..... 33
Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional. PPKS. Medan Fauzi Y, 2008. Kelapa sawit: Budidaya, Pemenfaatan Hasil Dan Limbah, Analisis Dan Pemasaran. Penebar swadaya. Jakarta. Ginting CU, Pardede DJ, Djamin A. 1995. Formulasi Baru Bacillus thuringiensis dan Pengaruhnya Terhadap Ulat Api Setothosea asigna van Eecke pada Perkebunan Kelapa Sawit. Warta PPKS 3(1): 35-38. Hadi MM. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Karya Nusa : Yogyakarta. Hartley CWS. 1979. The Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). Second edition. Tropical Agriculture Series. Longman Group Limited: London. 355 pp. Harto, S. 1998. Toksisitas Ekstrak Akar dan Daun Paitan (Tithonia diversifolia Grey) dan Pengaruhnya Terhadap Mortalitas Serta Aktivitas Hama Rayap Tanah (Coptotermes sp.) di Laboratotium. Skripsi (Unpublished). Biologi, Universitas Diponegoro. Hartono, 2002.Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisa Usaha dan Pemasaran. Http: // ditjenbpbun. Deptan.Go.id, Di Akseskan Tanggal 20 Desember 2016. Krebs, C.J. 1978. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. 2nd ed. Harper and Row Publ. New York. 678 p. Kusumbogo Untung, 2010. Diktat Dasar-Dasar Ilmu Hama Tanaman. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas pertanian, UGM. Yogyakarta. Kusno dan Martoyo 1992. Kajian Sifat Fisik Tanah Podsolik Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jack) Di Sumatra Utara. Tesis. Program Studi Ilmu Tanah, Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian. Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Lubis, A. U. 2006. Historis dan Penjelasan Tentang Bahan Tanaman Kelapa Sawit
Penelitian Mariahat. Pematang Siantar: Pusat Penelitian Marihat. Mangoensoekarjo S dan H. Semangun. 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit, Gajah Mada UniversitI Press, Yogyakarta. Morallo-Rejesus B. & R.S. Rejesus. 2001. Biology and Management of Stored Product and Posharvest Insect Pests. Dept of Entomology, College of Agriculture, UPLB. Philippines. 248 hal. Nation, J.L. 2002. Insect Physiology Biochemistry.CRC Press. New York. 485 pp. Norman K, Basri MW. 1992. A Survey of Current Status and Control of Nettle Caterpillars (Lepidoptera: Limacodidae) in Malaysia (1981–1990). Palm Oil Research Institute Malaysia Occasional Paper (27): 1–23. Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Budidaya Kelapa Sawit, Managemen Agribisnis dari Hulu Hngga Hilir. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Prasetyo, A. E., Susanto, A., Utomo, C., Herawan, T. 2009. Sinergisme Dua Feromon Agregat Dalam Pengendalian Oryctes Rhinoceros dan Rhynchophorus spp. Di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal PenelitianKelapa Sawit. 17 (1) ; 23-29 Prawirosukarto, S. 2002. Pengenalan & Pengendalian Hama Ulat Pada Tanaman Kelapa Sawit. Medan: Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 5 hal Pribadi, A. 2010. Serangan Hama Dan Tingkat Kerusakan Daun Akibat Hama Defoliator Pada Tegakan Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 7( 4) : 451-458 Price, P.W. 1997. Insect Ecology. 3rd Ed. Jhon Wiley & Sons, Inc. New York, USA. Purba, R.Y. 2002. Pengenalan dan Pengendalian Penyakit Utama Pada Tanaman Kelapa Sawit (PPKS). Medan, Sumatera Utara. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2011. Informasi Organisme Pengganggu Tanaman. Vol H1-0001. Oktober 2011.
34 PRIMORDIA VOLUME 14, NOMOR 1, APRIL 2018
Satyawibawa. 2008. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. Setyatmidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya Panen dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. 127 hal. Sianturi, H.S.D. 1990. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jack). Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan Sinaga,C.F.A, 2008. Kemampuan Predator Eocanthecona Furcellata ( Worlff ) (Hemiptera : Pentatomidae ) Pengendalian Ulat Sethotosea Asigna v Eecke Di Perkebunan Kelapa Sawit. Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan. Simanjuntak, D., T. A. Perdana Rozziansha., Sudharto., A. Sipayung, R. Desmier de Chenon., A. E. Prasetyo, Agus Susanto. 2011. Informasi Pengganggu Tanaman. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. H 1 (0001): 1- 4 Sudharto, Hutauruk P, Buana. 2005. Kajian Pengendalian Hama Terpadu S. asigna van Ecke (Lepidoptera: Limacodidae) pada Tanaman Kelapa Sawit. Bul. Perk. 56 (4): 103-114. Sukman, Y. & Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendalian. Ed. 1. Cetakan ke2. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sunjaya P I . 1970. Dasar-dasar Ekologi Serangga. Diktat tidak dipublikasikan. Bagian Hama dan Penyakit Tumbuhan.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Susanto, A., AE. Prasetyo, D. Simanjuntak, TA Perdana R., H. Priwitama, Sudharto, RD. De Chenon, A. Sipayung, A. Tri Widi P., RY. Purba. 2012. EWS: UlatApi, Ulat Kantung, Ulat Bulu. Seri Kelapa Sawit Populer 09. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan Tulung, M. 2004. Sistem Peramalan Hama. Fakultas Pertanian UNSRAT Manado Whiting, D., M. Roll. And L. Vidcerman. 2010. Plant Growth Factor: Water. Colorado State University. http:// cmg colostate.edu.diakses 1Juni 2017. Wibowo, H., A. Sipayung, dan R. Desmier de Chenon, 1994. Teknik Perbanyakan Cendawan Cordyceps sp. untuk Pengendalian Setothosea asigna Moore (Lepidoptera : Limacodidae). Buletin PPKS 1994, Vol. 2, Juli – September 1994, pp.147-154. Wood BJ. 1968. Pests of Oil Palms in Malaysia and their Control. Incorporated Society of Planters: Kuala Lumpur. 204 pp.