ABSTRACT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP

Download to detect earnings management company before and after the IPO, and prove .... manajemen laba bagi para peneliti akuntansi, khususnya, dan ...

0 downloads 403 Views 183KB Size
ABSTRACT

Analisis Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Earnings Management Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia

Febty Gabriella -NPM: 0911031008 08999322777 / [email protected] Pembimbing I: Dr. Lindrianasari, S.E, M.Si, Akt Pembimbing II: Basuki Wibowo, S.E., Akt

Initial Public Offerings (IPO) is a mechanism that should be done when the company first offering of stock to the public in the primary market. In conducting the IPO, the company must publish a prospectus prior to listing on the Stock Exchange. Companies that do tend do IPO earnings management. This study aims to detect earnings management company before and after the IPO, and prove empirically the influence of the value of the current public offering IPO, firm size, firm age, and leverage the company's profit before IPO manajamen. This study used a sample of all companies doing an IPO in the year 2007-2012. Samples taken as many as 61 companies conducted by purposive sampling. Data collected through documentation. Data were analyzed using by analysis Independent Sample T Test and multiple regression with SPSS 17.0 software. The research proves that, most of the research sample firms perform earnings management before the IPO. As for the post-IPO average of the sample companies do not make profit management. Besides, the results of this study also showed the independent variables of the overall expected effect on earnings management, leverage variables only affect the earnings management, while offering value, firm size and firm age does not significantly affect earnings management. Keywords: Initial Public Offerings (IPO), Earnings Management, Stock Offer Value, Company Size, Company Age and Leverage.

PENDAHULUAN Manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder atau investor yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan, sedangkan menurut Schipper (2000) sebagaimana dikutip oleh Syahriana (2006), manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja memperoleh beberapa keuntungan pribadi, hal tersebut dilakukan karena perusahaan membutuhkan modal untuk kelangsungan berjalannya kegiatan. Perusahaan membutuhkan modal untuk keperluan operasionalnya yang dilakukan secara rutin. Hal ini dapat dipenuhi dengan menerbitkan saham dan menjualnya kepada publik melalui penjualan kepada masyarakat (public offerins) dengan Initial Public Offerings (IPO). IPO adalah mekanisme yang harus dilakukan perusahaan saat melakukan penawaran saham pertama kalinya kepada khalayak ramai di pasar perdana. Dalam melakukan IPO, perusahaan harus menerbitkan prospektus sebelum melakukan listing di BEI. Informasi yang terdapat dalam prospektus akan digunakan investor untuk pengambilan keputusan di bursa. Informasi dalam prospektus memberikan gambaran tentang kondisi, prospek ekonomi, rencana investasi, ramalan laba, dan deviden yang akan dijadikan dasar dalam pembuatan keputusan. Penilaian investor terhadap kondisi dan prospek perusahaan akan menentukan besarnya dana yang dapat diperoleh perusahaan dari pasar modal. Perusahaan yang melakukan IPO cenderung melakukan manajemen laba, hal ini disebabkan informasi mengenai perusahaan yang belum go public relatif sulit diperoleh oleh investor karena investor hanya mengandalkan informasi yang terdapat dalam prospektus. Prospektus adalah dokumen yang berisikan informasi tentang perusahaan penerbit sekuritas dan informasi lainnya yang berkaitan dengan sekuritas yang ditawarkan. Prospektus berisi informasi keuangan dan non keuangan. Informasi keuangan terdiri dari neraca (balance sheet), laporan laba rugi (income statement), laporan arus kas (cash flow statement), dan penjelasan atas laporan keuangan (notes of financial statement). Sedangkan informasi non

keuangan berisi informasi mengenai underwriter, auditor independen, konsultan hukum, nilai penawaran saham, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, dan informasi lain yang mendukung (DuCharme et al., 2000 dalam Sulistiawati, 2006). Informasi dalam prospektus tersebut dibutuhkan investor dalam proses pembuatan keputusan di pasar saham. Selain itu IPO juga memberi celah bagi manajemen perusahaan untuk dapat melakukan manajemen laba, terbukti dengan adanya penemuan atas penipuan di balik skenario harga penawaran perdana (IPO) saham PT. Krakatau Steel (KS), Pada hari Rabu 10 November 2010, PT KS (Persero) Tbk. resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kegiatan ini merupakan puncak dari serangkaian proses pengalihan kepemilikan saham yang telah direncanakan PT KS beberapa tahun terakhir. Harga saham PT KS telah ditetapkan sebesar Rp 850 persaham. Jumlah saham yang dilepas ke masyarakat sebanyak 3,155 miliar saham atau setara dengan 20% dari keseluruhan saham. Perkiraan dana (kotor) yang dapat diraih PT KS dari IPO atau penawaran umum perdana ini adalah sebesar Rp 2,68 Triliun (Krakatau.steel.com, 11/11/2010, diakses 14 November, 2013). Baru satu sesi saja investor yang membeli saham Krakatau melalui Credit Suisse sudah mengeruk untung besar. IPO (penawaran umum saham perdana) PT Krakatau Steel merupakan perampokan melalui pasar modal (Republika.co.id, 12/11, diakses 14 November, 2013 ). Dari penemuan ini IPO tidak hanya digunakan untuk mendapatkan dana untuk kelangsungan hidup perusahaan tetapi untuk mengeruk dana dari penjualan saham hanya untuk manajemen perusahaan yang melakukan IPO. Minat investor untuk membeli efek perusahaan yang baru saja melakukan IPO sering mengalami kesulitan. Kesulitan ini terjadi karena kurangnya pengetahuan informasi mengenai perusahaan tersebut, hal ini memberi celah perusahaan untuk melakukan manajemen laba yang cenderung menyesatkan investor. Informasi yang dibutuhkan investor dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tidak hanya informasi produk tetapi juga berbagai hal yang terkait dengan kinerja perusahaan. Informasi mengenai perusahaan dapat diketahui pada prospektus ketika perusahaan memutuskan untuk melakukan IPO. Informasi

mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat untuk berbagai pihak seperti investor, kreditur, pemerintah, pihak bank, pihak manajemen perusahaan, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Pihak manajemen perusahaan berkepentingan dengan seluruh keadaan keuangan perusahaan karena keadaan keuangan perusahaan yang akan dijadikan penilaian oleh pihak pemilik perusahaan maupun para kreditur (Wardani dan Fitriati, 2010:91). Adanya indikasi manajemen laba pada perusahaan publik di BEI juga dikemukakan oleh Kiswara (1999, dalam Roudotunnisa, 2009), walaupun tidak dapat menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, jenis industri, dan jenis penanam modal berhubungan dengan besarnya tingkat manajemen laba. Sedangkan Sulistiawati (2006) mengevaluasi perusahaan manufaktur yang go public. Hasil penelitian bahwa hanya leverage yang mempengaruhi manajemen laba. Menurut Nasirwan (2002) informasi tersebut yaitu informasi akuntansi dan non akuntansi yang berasal dari laporan keuangan, dan yang tidak terdapat dalam laporan keuangan perusahaan. Informasi akuntansi meliputi financial leverage, dan ukuran perusahaan (firm size), sedangkan informasi non akuntansi yaitu meliputi umur perusahaan. Melihat kenyataan semakin menariknya topik Initial Public Offerings (IPO) dan manajemen laba bagi para peneliti akuntansi, khususnya, dan para pemerhati manajemen, maka penulis mencoba mengungkapkan fenomena tersebut sehingga penulis terdorong untuk mengambil judul ―Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Earnings Management pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia‖. LANDASAN TEORI Agency Theory Hubungan antara prinsipal dan agen dapat dijelaskan dengan teori keagenan, Wolk at al. (2000) dalam Karsana dan Supriyadi (2004) menjelaskan bahwa teori keagenan menyusun perusahaan sebagai nexus hubungan agensi dan memahami perilaku organisasional melalui pengujian bagaimana pihak-pihak yang

berhubungan dengan agensi dalam perusahaan dapat memaksimalisasi utilitas yang dimiliki. Dalam perusahaan yang telah go public, agency relationship dicerminkan oleh hubungan antara investor dan manajemen perusahaan, baik board of directors maupun board of commisioners. Persoalannya adalah antara kedua belah pihak tesebut seringkali terjadi perbedaan kepentingan. Perbedaan tersebut mengakibatkan keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan kurang mengakomodisir kepentingan pihak pemegang saham. Hal inilah yang sering disebut agency problem (masalah keagenan) Lia Sari (2011). Dalam manajemen keuangan, tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Untuk itu maka manajer yang diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, tetapi ternyata sering ada konflik antara manajer dan pemegang saham. Konflik ini disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan manajer dan pemegang saham. Manajer perusahaan mempunyai kecendrungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Earnings Management (Manajemen Laba) Earnings management adalah suatu konsep yang dilakukan perusahaan dalam mengelola laporan keuangan supaya laporan keuangan tampak terlihat memiliki kualitas (quality of financial reporting) (Suhendah, 2005). Laporan keuangan yang paling sering dimanipulasi oleh perusahaan adalah laporan rugi laba. Menurut Jumingan (2003) seperti yang dikutip oleh Suhendah (2005), earnings management merupakan suatu proses yang disengaja, menurut standar akuntansi keuangan untuk mengarahkan pelaporan laba pada tingkat tertentu. Yang termasuk dalam kategori earnings management ialah: 1. Discretionary accrual 2. Income smoothing 3. Manipulasi alokasi pendapatan atau biaya. 4. Perubahan metode akuntansi dan struktur modal.

Earnings management (manajemen laba) memiliki cakupan yang lebih luas daripada income smoothing (perataan laba), karena manajemen percaya bahwa reaksi pasar didasarkan pada pengungkapan informasi akuntansi sehingga perilaku laba merupakan aspek penentuan risiko pasar entitas usaha.

Initial Public Offering (IPO)

Permasalahan penting yang dihadapi oleh hampir semua perusahaan adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan operasionalnya. Pada perusahaan perseorangan, biasanya para penyedia modal hanya terdiri dari beberapa investor. Penambahan dana misalnya dengan masuknya investor baru, tentu tidak secara langsung berarti peningkatan likuiditas kepemilikan, selama modal (saham) yang ada tidak bisa secara bebas diperjualbelikan. Dalam perkembangannya, bila perusahaan menjadi lebih besar dan semakin membutuhkan tambahan modal untuk memenuhi peningkatan aktivitas operasionalnya, menjual saham pada investor perorangan merupakan salah satu pilihan. Sekali saham perusahaan tersedia di pasar, likuiditas saham akan semakin meningkat yang memungkinkan perusahaan untuk mengeluarkan saham baru lagi dan mendapatkan tambahan modal dengan relatif lebih mudah dan berbiaya rendah. Kondisi ini tentu saja lebih baik dibandingkan dengan bila harus mengandalkan pemilik lama untuk menyuntikkan dana atau modal yang diperlukan sebagaimana dapat kita temukan pada perusahaan perorangan. Menjual saham ke pasar modal (go public) merupakan salah satu alternatif sumber pendanaan yang populer.

Initial Public Offering adalah mekanisme yang harus dilakukan perusahaan saat melakukan penawaran saham pertama kalinya kepada khalayak ramai di pasar perdana. Selain adanya biaya penawaran (floating fees) yang harus ditanggung, sebagian orang masih menganggap bahwa IPO masih merupakan salah satu cara termudah dan termurah bagi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dana sebagai konsekuensi dari semakin besarnya atau berkembangnya perusahaan serta meningkatkan kebutuhan dana untuk investasi. Dalam IPO ini emiten

menawarkan sahamnya kepada investor yang berminat membelinya. Penawaran di pasar perdana ini mempunyai tenggang waktu tertentu yang biasa disebut masa penawaran perdana saham. Pengembangan Hipotesis Penelitian Praktik manajemen laba di sekitar IPO Asimetri informasi antara pihak manajemen dan investor potensial sangat tinggi ketika perusahaan belum melakukan IPO. Hal ini disebabkan karena informasi perusahaan yang belum go public relatif sulit diperoleh investor. Ketika perusahaan melakukan IPO, investor potensial hanya mengandalkan informasi dari prospektus. Menurut Rao (1993) dalam Saiful (2002) tidak terdapat media lain yang menyediakan informasi perusahaan yang sedang melakukan IPO, kecuali prospektus yang disyaratkan Pengawas Pasar Modal. Kelangkaan informasi perusahaan sebelum IPO, memaksa investor potensial hanya mengandalkan prospektus sebagai sumber informasi mengenai perusahaan. Padahal prospektus hanya menyediakan laporan keuangan selama tiga tahun sebelum IPO dan informasi non keuangan (Teoh et al. 1998a). Kondisi ini memberikan kesempatan bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba supaya meningkatkan kemakmurannya, yaitu mengharapkan harga saham akan tinggi pada saat IPO. H1: Terdapat praktik manajemen laba pada Perusahaan sebelum dan sesudah IPO Nilai penawaran saham (proceeds) terhadap manajemen laba Pada saat perusahaan menawarkan saham baru, maka terdapat aliran kas masuk dari proceeds (penerimaan dari pengeluaran saham). Proceeds menunjukkan besarnya ukuran penawaran saham pada saat IPO. Melalui IPO diharapkan akan menyebabkan membaiknya prospek perusahaan yang terjadi karena ekspansi atau investasi yang akan dilakukan atas hasil IPO. Kim et al (1995, dalam Saiful, 2002) menyatakan bahwa proceeds merupakan proksi ketidakpastian yang dihubungkan dengan harga saham. Penetapan pada harga penawaran (offering price) berapa

saham suatu perusahaan yang untuk pertama kalinya menawarkan saham ke publik (go public) merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan. Ketepatan harga penawaran dalam pasar perdana akan memiliki konsekuensi langsung terhadap tingkat kesejahteraan pemilik lama (issuers). Pihak issuers tentu mengharapkan harga jual yang tinggi, karena dengan harga jual yang tinggi penerimaan dari hasil penawaran (proceeds) akan tinggi pula, yang berarti tingkat kesejahteraan (wealth) mereka akan semakin baik. Keterbatasan informasi tentang perusahaan yang akan go public menyebabkan tidak ada dasar yang relevan tentang bagaimana harga penawaran ditetapkan (Gumanti, 2001). Oleh karena itu, diduga bahwa proceeds berhubungan positif dengan harga pasar saham karena semakin tinggi proceeds, semakin rendah ketidakpastian yang berarti semakin tinggi harga saham. Dengan demikian, semakin tinggi proceeds semakin kecil manajer melakukan manajemen laba. Atas dasar pertimbangan tersebut, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Nilai penawaran saham (proceeds) berpengaruh negatif terhadap manajemen laba Ukuran perusahaan terhadap manajemen laba Ukuran perusahaan dijadikan proksi tingkat ketidakpastian, karena perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat daripada perusahaan yang berskala kecil (Lee et. al, 1996). Karena lebih dikenal maka informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak dibandingkan perusahaan berukuran kecil. Bila informasi yang berada di tangan investor banyak, maka tingkat ketidakpastian yang akan dihadapi oleh calon investor mengenai masa depan perusahaan emiten dapat diperkecil. Oleh karena itu investor bisa mengambil keputusan lebih tepat dibandingkan dengan pengambilan keputusan tanpa informasi. Dengan demikian perusahaan yang berskala besar mempunyai tingkat earnings management yang lebih rendah daripada perusahaan berskala kecil. Sedangkan perusahaan berskala kecil penyebaran informasi mengenai informasinya belum begitu banyak. Karena untuk mendapatkan informasi ini dengan biaya maka perusahaan berskala kecil mempunyai tingkat earnings

management yang lebih tinggi. Atas dasar pertimbangan tersebut, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba Umur perusahaan terhadap manajemen laba Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan menjalankan operasionalnya. Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Dengan demikian, calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk memperoleh informasi tentang perusahaan yang melakukan IPO tersebut. Jadi perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai tingkat manajemen laba yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Atas dasar pertimbangan tersebut, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba Leverage terhadap manajemen laba Besarnya tingkat hutang perusahaan (leverage) dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba. Husnan (2005) menyatakan bahwa leverage yang tinggi disebabkan kesalahan manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan atau penerapan strategi yang kurang tepat dari pihak manajemen. Oleh karena kurangnya pengawasan yang menyebabkan leverage yang tinggi, juga akan meningkatkan tindakan opportunistic seperti manajemen laba untuk mempertahankan kinerjanya di mata pemegang saham dan publik. Sweeney (dalam Yendrawati, 2004) manajemen perusahaan melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk meningkatkan laba bersih perusahaan sebelum ditemukan pelanggaran perjanjian hutang. Sehingga, berdasarkan penelitian ini leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Dengan demikian maka hipotesis yang dapat dikembangkan yaitu : H5: Leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba

Penelitian Terdahulu Hayati (2007) melakukan penelitian dengan judul ‖Pengaruh Informasi Akuntansi dan Non Akuntansi Terhadap Kecenderungan Underpricing: Studi Pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Jakarta‖. Adapun faktor-faktor yang digunakan adalah Return On Assets (ROA), Financial Leverage, Firm Size, Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan‖. Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling methode. Dari 57 perusahaan yang melakukan IPO selama 2001-2005 hanya 41 perusahaan yang dijadikan sampel karena memenuhi kriteria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu dari enam variabel tersebut yaitu ROA, financial leverage, firm size, reputasi underwriter, reputasi auditor, dan umur perusahaan yang berpengaruh terhadap underpricing yaitu variabel ukuran perusahaan (firm size) yang temasuk informasi akuntansi. Sedangkan informasi lain yang digunakan dalam penelitian ini tidak ada yang berpengaruh terhadap underpricing, selain ukuran perusahaan. Hal ini disebabkan karena investor yang hanya melihat dari besaran aset yang dimiliki oleh perusahaan. Novalinda (2007) dalam Umbara (2008) melakukan penelitian dengan judul Earnings Management dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya Pada Perusahaan Manufaktur yang Melakukan IPO Di Bursa Efek Jakarta Tahun 2001 – 2004, kesimpulan yang didapat adalah terjadi praktek earnings management pada perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Jakarta. Widyaningdyah (2004), mengevaluasi perusahaan pada industri manufaktur dan industri lain selain jasa dan perbankan yang melakukan IPO tahun 1994 sampai dengan 1997. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa hanya leverage yang berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan faktor-faktor lainnya, yaitu reputasi auditor, jumlah dewan direksi, dan persentanse saham yang ditawarkan kepada publik saat IPO tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang pada tahun 20072012 melakukan Initial Public Offering (IPO). Dalam penelitian ini perusahaan yang menjadi sampel dipilih berdasarkan Purposive Sampling (kriteria yang dikehendaki). Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan yang pada tahun 2007-2012 melakukan Initial Public Offering (IPO). 2. Perusahaan yang mempunyai informasi laporan keuangan lengkap sebelum melakukan Initial Public Offering (IPO). 3. Perusahaan yang mempunyai informasi laporan keuangan lengkap sesudah melakukan Initial Public Offering (IPO). Data penelitian yang digunakan data earnings management 1tahun sebelum dan 1 tahun setelah IPO. Jika IPO dilakukan pada tahun 2007 maka data earnings management akan ditelusuri pada tahun 2006 (sebelum IPO) dan tahun 2008 (sesudah IPO). Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder, karena data diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara. Data penelitian didapat dari website pasar modal (www.idx.co.id) dan situs perusahaan yang bersangkutan, kinerja atau ringkasan saham didapat melalui situs yahoo finance. Apabila dari website pasar modal tersebut tidak terdapat laporan keuangan yang dibutuhkan (sebelum go public), maka dilakukan pencarian melalui Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM), yang beralamat di Jalan Jendral Sudirman No. 5D, Bandar Lampung.

Operasional Variabel Penelitian Variabel earnings management Variabel dependen dalam penelitian ini adalah earnings management. Manajemen laba diukur dengan menggunakan Discretionary Accruals (DA), jika pada suatu

kondisi di mana pihak manajemen ternyata tidak berhasil mencapai target laba yang ditentukan, manajemen termotivasi untuk memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan nilai atau keuntungan maksimal bagi perusahaan, oleh sebab itu discretionary accrual digunakan untuk mengukur manajemen laba. dengan menggunakan Modified Jones Model karena berdasar Dechow et al. (1995, dalam Saiful, 2002) model ini lebih baik dibanding model Jones standar dalam mengukur kasus manipulasi pendapatan. Model ini mengurangkan nondiscretionary accruals terhadap total accruals sehingga diperoleh discretionary accruals. Discretionary accruals merupakan komponen akrual yang dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan (discretion) manajerial, misalnya pada akhir tahun buku perusahaaan mengetahui bahwa suatu piutang tertentu tidak dapat ditagih, perusahaan dapat melakukan pencatatan kapan piutang tersebut dihapuskan, pada periode buku sekarang atau pada tahun buku berikutnya; perubahan biaya kerugian piutang yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen dalam penentuan biaya kerugian piutang dapat dijadikan contoh discretionary accruals.

Variabel independen 1. Nilai penawaran saham (proceeds) Variabel ini diukur dengan nilai penawaran saham perusahaan pada saat melakukan IPO. Nilai penawaran saham ini dapat dihitung dengan harga penawaran (offering price) dikalikan dengan jumlah lembar saham yang diterbitkan (Christy et.al, 1996, dalam Fransiska, 2007). Nilai penawaran saham yang digunakan adalah nilai penawaran saham yang telah dibagi dengan nilai ekuitas perusahaan. Dikarenakan nilai penawaran saham (proceeds) terlalu besar dibandingkan dengan variabel lain, maka disederhanakan kedalam bentuk logaritma natural. 2. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori

yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size), dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total aset perusahaan (Machfoedz, 1994, dalam Fransiska, 2007). 3. Umur Perusahaan Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan menjalankan operasionalnya. Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan yang lebih banyak dibandingkan perusahaan yang masih baru. Umur perusahaan dihitung mulai perusahaan didirikan berdasarkan akte sampai dengan perusahaan melakukan IPO. Umur perusahaan diukur dalam skala bulanan. 4. Leverage Merupakan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai operasinya. Leverage merupakan rasio yang menggambarkan hutang. Leverage diukur dengan membandingkan total hutang dengan total aset (Fahmi, 2012). Metode Analisis Data Independent Sample T Test digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Jika ada perbedaan, rata-rata manakah yang lebih tinggi. Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio. Ini sama halnya dengan between-subjects tests yang membandingkan mean dari dua sampel untuk menentukan apakah mean berbeda secara signifikan. Yang mana masing-masing sampel diberikan kasus atau kondisi yang berbeda dan komposisi satu sampe; tidak dipengaruhi oleh komposisi sampel lainnya dalam penelitian ini yaitu manajemen laba sebelum dan sesudah IPO. Pengujian Normalitas Data Sampel Dalam penelitian ini, digunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan software statistik SPSS 17 dengan keputusan, apabila nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 5%, maka data berdistribusi normal. Apabila nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov lebih kecil dari 5%, maka data tidak berdistribusi normal.

Pengujian Hipotesis Uji Independen Sampel T-Test Independen sampel T test atau uji beda 2 rata-rata digunakan untuk menguji dua rata-rata pada dua kelompok data yang independen. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji independent sample t-test dengan tingkat signifikan 0,05 yang dibantu dengan program SPSS ver 17. Independent t-test sample digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan reaksi pasar antara perusahaan yang melakukan perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan perataan laba, serta untuk menguji apakah terdapat perbedaan risiko investasi antara perusahaan yang melakukan perata laba dengan perusahaan yang tidak melakukan perata laba.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1

Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel-variabel dalam penelitian, antara lain minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi. Hasil analisis deskriptif disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Descriptive Statistics N Sebelum_Ipo Sesudah_Ipo Proceeds Size Umur DER Valid N (listwise)

61 61 61 61 61 61 61

Minimum -.32 -2.66 5.07 13.30 10.46 .02

Maximum .45 .31 18.62 475.30 16.86 3.33

Mean .1382 -.0229 13.5644 177.4164 13.6971 .7397

St d. Dev iation .12933 .35802 1.78292 112.09793 1.46431 .63735

Nilai minimum (maksimum) untuk manajemen laba sebelum IPO adalah -0,32 (0,45), dan rata-rata (deviasi standar) manajemen laba sebelum IPO adalah 0,1381

(0,12933). Nilai minimum (maksimum) untuk manajemen laba sesudah IPO adalah -2,66 (0,31), dan rata-rata (deviasi standar) manajemen laba sesudah IPO adalah- 0,0229 (0,35802). Nilai minimum (maksimum) untuk proceeds adalah 5,07 (18,62), dan rata-rata (deviasi standar) proceeds adalah 13,5644 (2,49393). Nilai minimum (maksimum) untuk ukuran perusahaan adalah 13,30 (475,30), dan rata-rata (deviasi standar) ukuran adalah 177,4164 (112,09793). Nilai minimum (maksimum) untuk umur adalah 7,39 (19,17), dan rata-rata (deviasi standar) umur adalah 13,66960 (1,79611). Nilai minimum (maksimum) untuk DER adalah 0,02 (3,33), dan rata-rata (deviasi standar) DER adalah 0,7397 (0,63735).

Praktik Manajemen Laba Sebelum dan Sesudah IPO Manajemen laba diukur dengan menggunakan Discretionary Accruals (DA), Proksi tersebut digunakan untuk mengetahui besarnya akrual yang diskresioner (DA), karena manajemen laba terjadi apabila nilai DA > 0. Adapun pengujian nilai DA dilakukan dengan pendekatan nilai rata-rata manajemen laba dari keseluruhan perusahaan yang menjadi sampel penelitian. untuk pengujian hipotesis 1 dilakukan analisis independent sample T Test, berikut hasil pengujian dengan menggunakan independent sample T Test: Tabel 4.3. Hasil Perhitungan Rata-rata Discretionary Accruals (DA) EM (DA) Nilai Keterangan sebelum IPO 0.138329 Terjadi manajemen Laba setelah IPO -0.022926 Tidak terjadi manajemen Laba Sumber: Hasil Perhitungan, 2014 (Lampiran 7)

Hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai Discretionary Accruals (DA) sebelum IPO lebih besar dari 0 (DA > 0), sedangkan untuk sesudah IPO (DA < 0) yang berarti rata-rata perusahaan sampel penelitian tidak melakukan manajemen laba, selanjutnya untuk menjawab pertanyaan apakah terdapat perbedaan nilai rata-rata manajemen laba sebelum IPO dengan rata-rata nilai manajemen laba sesudah IPO, dengan melihat nilai signifikansi dari output perhitungan independent sample T Test yaitu sebesar 0,530 (lampiran 7) nilai tersebut lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata manajemen laba sebelum IPO dengan rata-rata nilai manajemen laba sesudah IPO. Selanjutnya untuk memudahkan perhitungan maka perusahaan yang mempunyai nilai DA< 0 diberi

kode 0 (tidak melakukan praktik manajemen laba), dan bila nilai DA> 1 diberi kode 1 (melakukan praktik manajemen laba). Berikut hasil perhitungan frekuensi peruahaan yang melakukan manajemen laba dan tidak melakukan manajemen laba baik sebelum IPO dan Sesudah IPO. Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Frekuensi Perusahaan Melakukan Manajemen Laba Melakukan Tidak Melakukan Keterangan Manajemen Laba Manajemen Laba sebelum IPO 56 5 sesudah IPO 31 30 Jumlah 87 35 Sumber: Hasil Perhitungan, 2014 (Lampiran 6)

Tabel 4.4. menyajikan statistik frekuensi perusahaan yang melakukan manajemen laba baik sebelum IPO dan sesudah IPO, dari 61 perusahaan yang menjadi sampel terlihat jumlah perusahaan yang melakukan praktik manajemen laba sebanyak 87, lebih banyak dari yang tidak melakukan praktik manajemen laba sebanyak 35, hasil ini menyimpulkan bahwa perusahaan sampel penelitian sebagian besar melakukan manajemen laba sebelum dan sesudah IPO. Hasil ini menyimpulkan bahwa perusahaan sampel penelitian baik sebelum IPO maupun sesudah IPO tidak selalu melakukan manajemen laba, dengan demikian hipotesis yang mengatakan bahwa ―Terjadi praktik manajemen laba sebelum dan sesudah IPO pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia” tidak sepenuhnya diterima. Hasil penelitian ini merupakan sikap dari para manajer yang berusaha mengantisipasi reaksi investor. Investor akan menyadari adanya manipulasi ini, sehingga praktek manajemen laba tidak bisa lagi dilakukan dan menyebabkan terjadinya penurunan kinerja saham perusahaan.

Uji Statistik t (uji t) Berdasarkan perhitungan dapat dibuat persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 0,036+0,011X1 -0.000 X2- 0,003X3 + 0,274X4 Hasil perhitungan regresi berganda pada lampiran 8 mempunyai makna sebagai berikut:

1. Nilai konstanta bertanda positif sebesar 0,036 menyatakan bahwa jika tidak ada kegiatan dari keempat variabel bebas tersebut yang mempengaruhi manajemen laba sebelum IPO, maka manajemen laba sebelum IPO adalah positif. 2. Koefisien regresi X1 bertanda positif sebesar 0,011 menyatakan bahwa variabel proceeds memiliki pengaruh yang positif terhadap manajemen laba sebelum IPO tetapi tidak signifikan karena mempunyai nilai signifikan >0,05. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi ―Nilai penawaran saham (proceeds) berpengaruh positif terhadap manajemen laba‖ ditolak. 3. Koefisien regresi X2 bertanda negatif sebesar -0,000 menyatakan bahwa variabel ukuran perusahaan (size), memiliki pengaruh yang negatif terhadap manajemen laba sebelum IPO tetapi tidak signifikan karena mempunyai nilai signifikan >0,05, dengan demikian hipotesis yang berbunyi ―Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba‖ ditolak. 4. Koefisien regresi X3 bertanda negatif sebesar - 0,003 menyatakan bahwa variabel umur perusahaan, memiliki pengaruh yang negatif terhadap manajemen laba sebelum IPO tetapi tidak signifikan karena mempunyai nilai signifikan >0,05, dengan demikian hipotesis yang berbunyi ―Umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba‖ ditolak. 5. Koefisien regresi X4 bertanda positif sebesar 0,274 menyatakan bahwa variabel leverage yang diproksikan dengan Debt Equity to Ratio, memiliki pengaruh yang negatif terhadap manajemen laba sebelum IPO dan signifikan karena mempunyai nilai signifikan <0,05, dengan demikian hipotesis yang berbunyi ―Leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba‖ diterima. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan manajemen laba perusahaan sebelum IPO dengan manajemen laba perusahaan setelah IPO serta membuktikan secara empiris pengaruh nilai penawaran saham saat IPO, ukuran perusahaan,

umur perusahaan, dan leverage terhadap manajamen laba perusahaan sebelum IPO pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2012. Berikut adalah penjelasan menyeluruh masing-masing uji hipotesis dalam penelitian ini;

Manajemen Laba perusahaan sebelum IPO dan setelah IPO

Berdasarkan hasil pengujian praktik manajemen laba sebelum dan sesudah IPO serta adanya perbedaan yang signifikan dari manajemen laba sebelum IPO dengan manajemen laba setelah IPO. Hasil penelitian ini berlawanan hasil dengan penelitian yang dilakukan Saiful (2002) yang menunjukkan bahwa dengan analisis crosssectional manajemen laba dilakukan pada periode 2 tahun sebelum IPO, saat IPO, dan 2 tahun setelah IPO. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sulistyanto dan Prawoto (2003) menyatakan bahwa jika manajer bersikap oportunis maka perusahaan issuer akan mengalami penurunan kinerja (underperformance) pasca penawaran sebagai akibat manajer melakukan rekayasa keuangan. Sikap oportunis ini bertujuan untuk menaikkan harapan investor terhadap kinerja perusahaan di masa depan dan menaikkan harga penawaran, karena setelah IPO, investor sudah mampu mengetahui bahwa terdapat praktek manajemen laba. Investor telah menyadari adanya manipulasi ini, sehingga praktek manajemen laba tidak bisa lagi dilakukan dan menyebabkan terjadinya penurunan kinerja saham perusahaan.

Nilai Penawaran Saham (Proceeds) Terhadap Manajemen Laba

Berdasarkan hasil pengujian nilai penawaran saham terhadap manajemen laba, dapat diketahui bahwa variabel nilai penawaran saham tidak berpengaruh terhadap manajemen laba oleh karena itu, hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ―Nilai penawaran saham berpengaruh negatif terhadap manajemen laba‖ ditolak. Proceeds menunjukkan besarnya ukuran penawaran saham pada saat IPO, melalui IPO diharapkan akan menyebabkan membaiknya prospek perusahaan yang terjadi karena ekspansi atau investasi yang akan dilakukan atas hasil IPO. Hasil yang tidak berpengaruh nilai penawaran saham terhadap manajemen laba dikarenakan

proceeds merupakan proksi ketidakpastian yang dihubungkan dengan harga saham yang disebabkan keterbatasan informasi tentang perusahaan yang akan go public sehingga menyebabkan tidak ada dasar yang relevan tentang bagaimana harga penawaran ditetapkan.

4.4.3 Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba

Berdasarkan hasil pengujian ukuran perusahaan terhadap manajemen laba, dapat diketahui bahwa variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Oleh karena itu hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa ―Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba‖ ditolak. Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan, karena lebih dikenal, maka informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak dibandingkan perusahaan berukuran kecil. Bila informasi yang berada di tangan investor banyak, maka tingkat ketidakpastian yang akan dihadapi oleh calon investor mengenai masa depan perusahaan emiten dapat diperkecil apabila informasi yang diperoleh banyak. Terdapat dua pandangan tentang bentuk hubungan ukuran perusahaan dan manajemen laba. Pandangan pertama menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan manajemen laba, karena perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks dibandingkan perusahaan kecil, sehingga lebih memungkinkan untuk melakukan manajemen laba. Pandangan kedua menyatakan ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Perusahaan yang berukuran besar memiliki kecenderungan melakukan tindakan manajemen laba yang lebih kecil dibanding perusahaan yang berukuran kecil, sedangkan perusahaan berukuran kecil memiliki kecenderungan melakukan tindakan manajemen laba yang lebih besar. Hal ini dikarenakan perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar sehingga perusahaan besar mendapatkan tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang credible.

Umur Perusahaan Terhadap Manajemen Laba

Berdasarkan hasil pengujian umur perusahaan yang diproksikan dengan mulai perusahaan didirikan berdasarkan akte sampai dengan perusahaan melakukan IPO dengan memakai skala bulanan terhadap manajemen laba yang diukur dengan dengan menggunakan Discretionary Accruals, dapat diketahui bahwa variabel umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Oleh karena itu hipotesis keempat yang menyatakan bahwa ―umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba‖ ditolak. Hasil penelitian ini mempunyai kesamaan hasil dengan penelitian Yendrawati (2004) yang membuktikan bahwa umur perusahaan saat IPO tidak mempengaruhi manajemen laba. Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan menjalankan operasionalnya. Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perusahaan yang usianya masih muda tidak selalu berusaha untuk mendapatkan lebih banyak perhatian dari investor sehingga lebih banyak melakukan tindakan manajemen laba dibandingkan dengan perusahaan yang usianya lebih lama, hasil penelitian membuktikan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, ini membuktikan bahwa tidak berarti dengan lamanya perusahaan berdiri perusahaan tersebut dikatakan baik untuk berinvestasi.

Leverage Terhadap Manajemen Laba Berdasarkan hasil pengujian leverage terhadap manajemen laba, dapat diketahui bahwa variabel leverage berpengaruh terhadap manajemen laba oleh karena itu, hipotesis kelima yang menyatakan bahwa ―leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba‖ diterima. Leverage ratio atau disebut juga dengan rasio solvabilitas, rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajibankewajibannya. Besarnya tingkat hutang perusahaan (leverage) dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba. Menurut Husnan (2005) menyatakan bahwa leverage yang tinggi yang disebabkan kesalahan manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan atau penerapan strategi yang kurang tepat dari

pihak manajemen. Karena kurangnya pengawasan yang menyebabkan leverage yang tinggi, juga akan meningkatkan tindakan opportunistic seperti manajemen laba untuk mempertahankan kinerjanya di mata pemegang saham dan publik. Hasil penelitian ini mempunyai kesamaan hasil dengan Yendrawati (2004) yang membuktikan bahwa hanya variabel leverage mempengaruhi manajemen laba. Hasil yang berpengaruh juga membuktikan pernyataan Sweeney (dalam Yendrawati, 2004) bahwa manajemen perusahaan melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk meningkatkan laba bersih perusahaan sebelum ditemukan pelanggaran perjanjian hutang.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian pada pembahasan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan bahwa, hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai Discretionary Accruals (DA) sebelum IPO lebih besar dari 0 (DA > 0), sedangkan untuk sesudah IPO (DA < 0) yang berarti rata-rata perusahaan sampel penelitian tidak melakukan manajemen laba, Hasil ini menyimpulkan bahwa perusahaan sampel penelitian baik sebelum IPO maupun sesudah IPO tidak selalu melakukan manajemen laba, dengan demikian hipotesis yang mengatakan bahwa ―Terjadi praktik manajemen laba sebelum dan sesudah IPO pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia” tidak sepenuhnya diterima. Selain itu hasil pengujian dengan regresi berganda membuktikan bahwa dari keseluruhan variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap manajemen laba, hanya variabel leverage yang berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan nilai penawaran saham, ukuran perusahaan dan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil yang tidak berpengaruh nilai penawaran saham terhadap manajemen laba dikarenakan proceeds merupakan proksi ketidakpastian yang dihubungkan dengan harga saham yang disebabkan keterbatasan informasi tentang perusahaan yang akan go public sehingga menyebabkan tidak ada dasar yang relevan tentang

bagaimana harga penawaran ditetapkan. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh variabel umur perusahaan bahwa perusahaan yang usianya masih muda tidak selalu berusaha untuk mendapatkan lebih banyak perhatian dari investor sehingga lebih banyak melakukan tindakan manajemen laba dibandingkan dengan perusahaan yang usianya lebih lama, meskipun umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya informasi yang dapat diserap publik, tidak berarti dengan lamanya perusahaan berdiri perusahaan tersebut dikatakan baik untuk berinvestasi. Keterbatasan dalam penelitian 1.

Keterbatasan Penelitian

a.

Populasi penelitian ini hanya terbatas pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2012.

b.

Penelitian ini hanya menguji dari sisi informasi akuntansi pada saat IPO terhadap manajemen laba bukan dari sisi faktor-faktor manajemen melakukan manajemen laba.

2.

Saran

a.

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan lebih banyak variabel lain, seperti variabel-variabel baru yang diidentifikasi sebagai variabel pendeteksi manajemen laba.

b.

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas periode penelitian sehingga bisa menambah perusahaan yang menjadi sampel penelitian.

DAFTAR PUSTAKA Agriani, Novia. 2011. Analisis Reaksi Pasar Sebelum dan Sesudah Adanya Pengumuman Dividen. Skripsi S-1. FE Universitas Lampung. Aurora, Sitepu Khairin. 2011. ‖ Pengaruh Nilai Tukar dan Suku Bunga Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia‖. Skripsi, Medan. Universitas Sumatera Utara. Baridwan, Zaki. 2007. Intermediate Accounting. Millenium Edition. BPFE Press. Yogyakarta.

Brigham dan Houston. 2009. Fundamentals of Financial Management (DasarDasar Manajemen Keuangan). Buku 1. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat. Ekawati, Erni. 2006. Manajemen Laba pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta: Analisis dengan Model Healy. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan, Vol. 2, No. 1, Februari 2006, Hal 12-26. Fajria, Riahi. 2010. Teori Akuntansi. Salemba Empat. Jakarta Fransiska, Yulia. 2007. ‖ Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesempatan investasi pada perusahaan yang melakukan IPO‖. Skripsi, Medan. Universitas Sumatera Utara. FCGI, 2001. Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan. Edisi Ketiga, Jakarta. Ghozali dan Chariri, 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Undip. Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Gumanti, Tatang Ari. 2009. Earnings Management dalam Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Indonesia, 4 (2), pp. 165-183. Harahap,S.S, 2009. Teori Akuntansi Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Haryudanto, Danang. 2011. ―Pengaruh Manajemen Laba terhadap Tingkat Pelaporan Keuangan Pada Perusahaan Publik di Indonesia‖. Skripsi tidak dipublikasikan. Program Sarjana Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang. Hayati, Aiza. 2007, Pengaruh Informasi Akuntansi dan Non Akuntansi terhadap Underpricing Pada Perusahaan yang Melakukan IPO di BEJ, SNA VI, IAI, Hal 20-44 Healy, P.M. dan Palepu, K.G. 2003. The Effect of Firm’ Financial Disclosure Strategies on Stock Prices. American Accounting Association, Accounting Horizons. Vol. 7 No. 1 (Maret): 1-11. Husnan, Suad, 2005. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi Ketiga, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. ED PSAK No. 01 (Revisi 2009). Salemba Empat. Jakarta. Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Kedua. BPFE. Yogyakarta

Joni dan Jogiyanto H. M. 2009. Hubungan Manajemen Laba Sebelum IPO dan Return Saham dengan Kecerdasan Investor sebagai Variabel Pemoderasi. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 12(1), pp. 51-67. Kiswara, Endang. 1999. Indikasi Keberadaan Unsur Manajemen Laba (Earnings Management) dalam Laporan Keuangan Perusahaan Publik. Thesis S2 Akuntansi UGM, Yogyakarta.

Munawir, S, 2008. Analisa Laporan Keuangan Lanjutan. Liberty Yogyakarta. Nasuition, Widiatmojo. 2010. Cara Sehat Investasi di Pasar Modal. Edisi 2. Yayasan MPU Ajar Artha. Jakarta. Ramadhan, Ardiansyah. 2011. Faktor- Faktor Penentu Kualitas Pelaporan Keuangan dan Pengaruhnya Terhadap Efisiensi Investasi. Skripsi Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional ―Veteran‖ Jakarta. Sabar Warsini. 2004. Draf Buku Teks Manajemen Keuangan. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi. Saiful, Ali. 2002. Hubungan Manajemen Laba (Earning Management) dengan Kinerja Operasi dan Return Saham disekitar IPO, Simposium Nasional Akuntansi 5, Semarang, 5-6 September 2002. Schipper, Catherine. 2000, Earnings management through real activities manipulation, Journal of Accounting and Economics 42, p.335–370. Scott, W., R. 2003. Financial Accounting Theory. Toronto Canada: Prentice-Hall. Setiawati, Lilis. 2002, Manajemen Laba dan IPO di Bursa Efek Jakarta, Simposium Nasional Akuntansi 5. Semarang 5-6 September 2002, Hal: 112125. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta. Sunariyah, 2006, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal,Edisi Kelima,Penerbit UPP STIM YKPN

Sutrisno. 2002. ―Studi Manajemen Laba (Earnings Management) Evaluasi Pandangan Profesi Akuntansi, Pembentukan dan Motivasinya‖. KOMPAK. No, 5 Mei, hal 158—179. Syahriana, Nani, 2006.Analisis Perataan Laba dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta (20002004)‖, Skripsi UII, tidak dipublikasikan.

Ujiyantho, Muh. Arif dan Pramuka, B. A. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba, dan Kinerja Keuangan. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi 10. Makassar. Umbara, Christian Aditya. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada Saat Initial Public Offerings (IPO). Skripsi Ekonomi Strata1. Universitas Diponegoro. Semarang. Widyaningdyah. 2004. Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Earnings Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 03. No. 02. November 2004. hal. 89-101 Yendrawati, Reni.2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba pada Perusahaan Going Publik di Indonesia, Jurnal Aplikasi Bisnis, Vol. 5, No. 7, November 2004, Hal 576-592.

Zahra, S.A., dan S. R. Das (2005), Innovation Strategy and Financial Performance in manufacturing companies: An empirical Study. Production and Operations Management 2 (I) (Winter) : 15-37 Zuhroh dan Sukmawati. 2003. Analisis Pengaruh Luas Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan Terhadap Reaksi Investor. Makalah Disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI. Surabaya, 16-17 Oktober 2003. ____www.google.co.id ___________,www.idx.co.id ____________.www.ksei.co.id ______________,www.yahoofinence.com