(ACTIVITY DAILY LIVING) PADA LANSIA STROKE ABSTR

Download EFEKTIVITAS LATIHAN ROM (Range of Motion) TERHADAP PENINGKATAN. KEMANDIRIAN ADL (Activity Daily Living). PADA LANSIA STROKE. ABSTRAK. Cah...

1 downloads 636 Views 183KB Size
EFEKTIVITAS LATIHAN ROM (Range of Motion) TERHADAP PENINGKATAN KEMANDIRIAN ADL (Activity Daily Living) PADA LANSIA STROKE

ABSTRAK Cahyo Pramono* Stroke di Indonesia merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke merupakan penyakit yang lebih banyak diderita oleh lansia. Stroke dapat mengakibatkan penurunan kemandirian lansia. Banyaknya pasien lansia stroke di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah 184 pasien atau sebesar 28,6% mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas dasar sehari-hari. Stroke pada lansia disebabkan karena penurunan elastisitas pembuluh darah yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah sehingga aliran darah ke otak terganggu. Salah satu bentuk latihan dalam proses rehabilitasi untuk meningkatkan kemandirian pada lansia stroke yaitu menggunakan latihan rutin yang berupa ROM yang dapat meningkatkan tekanan pada otot dan memberikan stimulasi lebih ke serabut otot yang mengalami menurunan kekuatan otot. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas latihan ROM terhadap peningkatan kemandirian activity daily living pada lansia stroke. Metode penelitian Quasy experiment dengan rancangan one group pretest and postest design dan menggunakan uji t-paired. Jumlah populasi penelitian sebanyak 48 responden, teknik sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 18 responden. Penelitian dilaksanakan pada pada 6 Mei sampai 3 Juli 2012. Pengukuran tingkat kemandirian activity daily living menggunakan skala NRS (Numeric Rating Scale). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemandirian activity daily living pada lansia stroke rata-rata dari 5,89 menjadi 11,67 dengan St.Deviasi 1.132 dan hasil uji statistik dengan uji t-paired diperoleh hasil p = 0,000 (p<0,05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa latihan ROM efektif terhadap peningkatan kemandirian activity daily living pada lansia stroke.

Kata kunci : Stroke, Activity Daily Living dan Latihan ROM.

*Dosen Keperawatan STIKES Muhammadiyah Klaten

PENDAHULUAN Secara fisiologis lanjut usia (lansia) akan mengalami proses penuaan. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, yang ditandai dengan kegagalan tubuh dalam mempertahankan homeostasis tubuh terhadap tekanan fisiologis yang menyebabkan terjadi perubahan struktur tubuh dan perubahan fungsional. Perubahan tersebut menyebabkan adanya penurunan fungsi tubuh dan sering menjadi penyakit. Proses menua membawa konsekuensi terjadi perubahan kondisi fisik, mental, psikososial, kognitif dan spiritual pada lansia (Mubarak et al., 2009). Stroke sebagai penyebab kematian terbesar ketiga di Amerika Serikat dengan angka kematian mencapai 143,579 ribu orang tiap tahunnya. World Health Organization (2008), mencatat 15 juta orang di dunia menderita stroke tiap tahunnya, dimana 5 juta diantaranya meninggal dan 5 juta yang lain mengalami kecacatan akibat stroke. National Stroke Foundation mencatat pada tahun 2010 di Australia kurang lebih 60.000 kejadian stroke baru atau kekambuhan stroke terjadi setiap tahunnya. Yayasan Stroke Indonesia (2008), menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Stroke di Indonesia merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah penyakit jantung dan kanker. Sekitar 35,8% lanjut usia terkena serangan stroke dan 12,9% pada usia lebih muda. Sepertiga dari jumlah tersebut bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang, dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat sehingga pasien menjadi sangat bergantung pada keluarga atau orang-orang didekatnya. Stroke dapat berdampak pada berbagai fungsi tubuh. Stroke juga dapat menyebabkan kematian atau kecacatan yang bersifat sementara dan menetap. Stroke dapat mengakibatkan lima tipe ketidakmampuan yaitu : 1) paralisis atau masalah mengontrol gerakan, 2) gangguan sensori, termasuk nyeri, 3) masalah dalam menggunakan atau mengerti bahasa, 4) masalah berpikir dan memori, dan 5) gangguan emosional. Stroke dalam waktu lama dapat menyebabkan hemiparesis. Hemiparesis (kelemahan satu sisi tubuh) dan hemiplegia (paralisis satu sisi tubuh) dapat terjadi pada wajah, lengan, kaki, atau seluruh sisi tubuh sehingga mengakibatkan imobilisasi pada lansia. Kondisi imobilisasi akan mengakibatkan lansia mengalami komplikasi dan defisit kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meliputi: kebutuhan mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinensia, dan makan (Lewis, 2007). Range of Motion (ROM) merupakan bentuk latihan dalam proses rehabilitasi pada pasien dengan stroke yang meliputi sejumlah pergerakan yang mungkin dilakukan

oleh bagian-bagian tubuh: sagittal, frontal, dan transverce. Tujuan rehabilitasi antara lain: mencegah komplikasi penyakit, meningkatkan kemampuan ADL pasien, meningkatkan harga diri dan mekanisme koping pasien. Semakin dini proses rehabilitasi dimulai maka kemungkinan pasien mengalami defisit kemampuan akan semakin kecil (Soeparman, 2000). Berdasarkan hasil penelitian Yunianto (2011) menyimpulkan, bahwa terapi ROM efektif terhadap penurunan tingkat nyeri sendi pada lansia. Waginah, (2010) menyatakan bahwa subyek penelitian dengan ROM yang sangat aktif mempunyai peluang perbaikan activity daily living atau kemandirian lebih baik. Penelitian Sarah Uliya (2006) menyimpulkan, selama melakukan ROM selama 6 minggu dapat meningkatan fleksibilitas sendi pergelangan tangan sebesar 74,2%. Data pasien lansia di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sebanyak 437 pasien. Dari jumlah tersebut terdapat lansia dengan penyakit stroke sebanyak 101 pasien (23,1%). Pasien lansia meningkat pada tahun 2011 sebesar 644 pasien. Pasien lansia dengan penyakit stroke juga meningkat yaitu sebanyak 184 pasien atau sebesar 28,6% (Rekam Medik RSJD Dr. RM. Soedjarwadi, 2012 ). Hasil wawancara terhadap 10 pasien lansia yang menderita stroke di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa 7 lansia tersebut mengalami keterbatasan melakukan aktivitas dasar sehari-hari (activity daily living) meliputi: mandi, berpakaian, toiletting, dan berpindah. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Efektivitas Latihan Range of Motion terhadap Peningkatan Kemandirian Activity Daily Living Lansia Stroke’’.

METODE Penelitian

ini

merupakan

jenis

penelitian

quasi-eksperiment,

dengan

menggunakan pendekatan “one group pretes and posttest design”. Intervensi yang dilakukan adalah latihan ROM (Range of Motion). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia stroke yang mengalami penurunan tingkat kemandirian activity daily living tingkat sedang sampai berat sebanyak 48 pasien dari 3 bulan terakhir di Ruang Rawat Stroke RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Tekhnik sampling yang digunakan adalah dengan non probability sampling dengan metode purposive sampling untuk menentukan subyek penelitian. Kriteria Inklusi: (a) Lansia stroke yang berumur antara 60-74 tahun; (b) Lansia stroke dengan iskemia; (c) Lansia stroke iskemia yang mengalami penurunan tingkat kemandirian activity daily

living dengan tingkat ketergantungan sedang sampai berat. Kriteria Eksklusi: (a) Lansia stroke yang menggunakan terapi alternatif lain; (b) Lansia stroke dengan imobilitas (fraktur) dan gout terminal (bengkak). Besar sampel sebanyak 18 lansia. Penelitian ini dilakukan pada 6 Mei sampai 3 Juli 2012

di RSJD

Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Instrumen yang digunakan adalah instrumen activity daily living responden dengan NRS (Numeric Rating Scale) diadopsi dari Stanley (2006) dan latihan ROM ( Range of Motion). Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat menggunakan uji statistik paired t-test . Penelitian ini menggunakan nilai α sebesar 0,05 atau 5% dan tingkat kepercayaan penelitian ini 95% (Sugiyono, 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Karakteristik Lansia a. Umur Tabel 1. Rata-rata Umur Responden Minimum Maksimum Umur lansia 60 74 Tabel

1

menunjukkan

Mean 65.11 rata-rata

Mode 60 umur

St.Deviasi 5.040 responden

65,11 ± 5,040 tahun. b. Jenis Kelamin, pendidikan dan status pernikahan Tabel 2. Distribusi Frekuensi Lansia di Ruang Rawat Stroke RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Berdasarkan Jenis Kelamin , pendidikan dan status pernikahan No. Variabel f % 1. Jenis kelamin Laki-Laki 6 33.3 Perempuan 12 66.7 Total 18 100.0 2. Pendidikan Tidak Sekolah 8 44.4 Tamat SD 6 33.3 Tamat SLTP 3 16.7 Perguruan Tinggi 1 5.6 Total 18 100.0 3. Status pernikahan Menikah 14 77.8 Janda 4 22.2 Total 18 100.0

Tabel 2 menunjukkan jumlah responden mayoritas perempuan sebanyak 12 responden (66,7%), mayoritas responden sudah berpendidikan dengan tamat SD sebanyak 6 responden (33,3%) dan mayoritas responden dengan status perkawinan menikah sebanyak 14 responden (77,8%). 2. Lama Perawatan di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah, Lama Latihan ROM di Rumah (Post Rawat Inap) Tabel 3. Tabel Rerata Lama Perawatan di Ruang Rawat Stroke RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah dan Lama Latihan ROM di Rumah Variabel Lama Perawatan Lama Latihan

Minimum

Maksimum

Mean

St.Deviasi

5

15

8.28

3.121

6

16

12.72

3.121

Tabel 3 menunjukkan rata-rata lama perawatan responden di Ruang Rawat Stroke RSJD. Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah selama 8,28 ± 3,121

hari sedangkan rata-rata lama latihan ROM

responden di rumah (post rawat inap) 12,72 ± 3,121 hari. 3. Kekuatan Otot a. Ekstrimitas Kanan Atas Tabel 4. Rerata Nilai Kekuatan Otot Ekstrimitas Kanan Atas Ekstremitas Min. Eks.Kanan Atas Pretest 1 Postest 2 Eks. Kiri Atas Pretest 0 Postest 0 Eks. Kanan Bawah Pretest 1 Postest 1 Eks. Kiri Pretest 0 Postest 0

Maks.

Mean

Mode

St.Deviasi

5 5

3.94 4.22

5 5

1.474 1.166

5 5

3.33 3.89

5 5

1.609 1.367

5 5

3.94 4.33

5 5

1.434 1.085

5 5

3.44 4.00

5 5

1.543 1.283

Tabel 4 menunjukkan peningkatan rata-rata nilai kekuatan otot ekstrimitas

kanan

atas

dari

3,94

±

1,474

menjadi

4,22 ± 1,166. Kekuatan otot ekstrimitas kanan atas sebelum dan setelah dilatih ROM dapat dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 5.. Distribusi Frekuensi Tingkat Kekuatan Otot Ekstrimitas Kanan Atas Sebelum dan Setelah Latihan ROM Tingkat Kekuatan Otot Eks. Sebelum Setelah Kanan Atas f % f % Terdapat kontraksi 1 5.6 0 0.0 Sedikit dapat bergerak 4 22.2 2 11.1 Bergerak dengan tahanan 1 5.6 4 22.2 minimal Dapat melawan hambatan 1 5.6 1 5.6 ringan Bergerak bebas 11 61.1 11 61.1 Jumlah 18 100.0 18 100.0 Tabel 5 menunjukkan peningkatan tingkat kekuatan otot ekstrimitas kanan atas sebelum dilakukan latihan ROM dari sedikit dapat gerak 22,2% (4 responden) setelah dilakukan latihan ROM menjadi terdapat

bergerak

dengan

tahanan

minimal

22,2%

(4 responden). b. Ekstrimitas Kiri Atas Tabel 6 Distribusi Frekuensi Tingkat Kekuatan Otot Ekstrimitas Kiri Atas Sebelum dan Setelah Latihan ROM Tahun 2012 (n=18) Tingkat Kekuatan Otot Eks. Sebelum Setelah Kiri Atas f % f % Otot tidak bergerak 1 5.6 1 5.6 Terdapat kontraksi 1 5.6 0 0.0 Sedikit dapat bergerak 4 22.2 1 5.6 Bergerak dengan tahanan 4 22.2 4 22.2 minimal Dapat melawan hambatan 1 5.6 4 22.2 ringan Bergerak bebas 7 38.9 8 44.4 Jumlah 18 100.0 18 100.0 Tabel 6 menunjukkan peningkatan tingkat kekuatan otot ekstrimitas kiri atas sebelum dilakukan latihan ROM dari bergerak bebas 38,9% (7 responden) setelah dilakukan latihan ROM menjadi 44,4% (8 responden). c. Ekstrimitas Kanan Bawah Tabel 7. Distribusi Frekuensi Tingkat Kekuatan Otot Ekstrimitas Kanan Bawah Sebelum dan Setelah Latihan ROM Tahun 2012 (n=18) Tingkat Kekuatan Sebelum Setelah Otot Eks. Kanan Bawah f % f % Terdapat kontraksi 1 5.6 1 5.6

Sedikit dapat bergerak 3 16.7 Bergerak dengan tahanan 3 16.7 minimal Dapat melawan hambatan 0 0.0 ringan Bergerak bebas 11 61.1 Jumlah 18 100.0 Tabel 7 menunjukkan tingkat kekuatan otot

0 2

0.0 11.1

4

22.2

11 61.1 18 100.0 ekstrimitas kanan

bawah sebelum dilakukan latihan ROM dari bergerak dengan tahanan minimal 16,7% (3 responden) setelah dilakukan latihan ROM menjadi dapat

melawan

hambatan

ringan

22,2%

(4 responden). d. Ekstrimitas Kiri Bawah Tabel 8. Distribusi Frekuensi Tingkat Kekuatan Otot Ekstrimitas Kiri Bawah Sebelum dan Setelah Latihan ROM Tingkat Kekuatan Sebelum Setelah Otot Eks. Kiri Bawah f % f % Otot tidak bergerak 1 5.6 1 5.6 Terdapat kontraksi 1 5.6 0 0.0 Sedikit dapat bergerak 2 11.1 1 5.6 Bergerak dengan tahanan 6 3.3 1 5.6 minimal Dapat melawan hambatan 1 5.6 8 44.4 ringan Bergerak bebas 7 38.9 7 38.9 Jumlah 18 100.0 18 100.0 Tabel 8 menunjukkan peningkatan tingkat kekuatan otot ekstrimitas kiri bawah sebelum dilakukan latihan ROM dari bergerak dengan tahanan minimal 33,3% (6 responden) setelah dilakukan latihan ROM menjadi dapat melawan hambatan ringan 44,4% (8 responden). 4. Efektivitas Latihan ROM Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Tabel 9. Efektifitas Latihan ROM terhadap Peningkatan Kekuatan Otot pada Lansia Stroke di Ruang Rawat Stroke RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Jenis Perlakuan Mean SD P value Pretest Otot 1 3.94 1.474 0.020 Postest Otot 1 4.22 1.166 Pretest Otot 2 3.33 1.609 0.004 Postest Otot 2 3.89 1.367 Pretest Otot 3 3.94 1.434 0.015 Postest Otot 3 4.33 1.085 Pretest Otot 4 3.44 1.543 0.004 Postest Otot 4 4.00 1.283

Tabel 9 menunjukkan bahwa latihan ROM efektif terhadap peningkatan kekuatan otot dengan hasil statistik signifikan p < 0.05 5. Kemandirian Activity Daily Living Tabel 10. Rerata Skor Kemandirian Activity Daily Living Minimum Maksimum Mean Pretest 5 9 5.89 Postest 5 19 11.67

St.Deviasi 1.132 3.710

Tabel 10 menunjukkan peningkatan rata-rata nilai tingkat kemandirian Activity Daily Living dari 5,89 ± 1,132 menjadi 11,67 ± 3,710. Tingkat kemandirian Activity Daily Living sebelum dan setelah dilatih ROM dapat dikategorikan sebagai berikut: Tabel 11 Distribusi Frekuensi Tingkat Kemandirian Activity Daily Living Sebelum dan Setelah Latihan ROM Tingkat Kemandirian Activity Sebelum Setelah Daily Living f % f % Ketergantungan berat 17 94.4 4 22.2 Ketergantungan sedang 1 5.6 3 16.7 Ketergantungan ringan 0 0.0 11 61.1 Jumlah 18 100.0 18 100.0 Tabel 11 menunjukkan peningkatan tingkat kemandirian Activity Daily Living sebelum dilakukan latihan ROM dari ketergantungan berat sebanyak 17 responden (94,4%) setelah dilakukan latihan ROM menjadi ketergantungan ringan 11 responden (61,1%). 6. Efektifitas Latihan ROM terhadap Peningkatan Kemandirian Activity Daily Living pada Lansia Stroke Tabel 12. Efektifitas Latihan ROM terhadap Daily Living pada Lansia Stroke di Dr. RM. Soedjarwadi Jenis Perlakuan Mean Pretest 5.89 Postest 11.67

Peningkatan Kemandirian Activity Ruang Rawat Stroke RSJD SD 1.132 3.710

P value 0.000

Tabel 12 menunjukkan bahwa latihan ROM efektif terhadappeningkatan kemandirian Activity Daily Living dengan hasil statistik signifikan p = 0.000 (p < 0.05).

B. PEMBAHASAN 1. Karakteristik Lanjut Usia a. Umur Pada lanjut usia terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak (Depkes RI, 2004). Meiwanto (2003), menyatakan bahwa risiko terkena stroke seiring bertambahnya usia khususnya usia di atas 60 tahun. Feigin (2006), menambahkan bahwa risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah mencapai usia 45 tahun, setiap penambahan usia 3 tahun meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Peningkatan bertambah seiring usia dan akan mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari. Wangi (2003), menambahkan bahwa usia mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan rerata umur responden 65.11 ± 5.040 tahun. Responden memasuki masa elderly menyebabkan responden banyak mengalami perubahan fisiologis seperti penurunan elastisitas pembuluh darah yang menyebabkan arteriosclerosis/penyempitan pembuluh darah sehingga aliran darah ke otak terganggu mengakibatkan penyakit stroke yang pada akhirnya lansia mengalami penurunan kemandirian Activity Daily Living. b. Jenis kelamin Laki-laki muda lebih berisiko terkena stroke dibanding wanita, dengan perbandingan 13:10 kecuali pada lanjut usia, laki-laki dan wanita mempunyai risiko

terkena stroke

sama

(Hadinoto, 2002).

Meiwanto (2003),

menambahkan risiko terkena stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita sampai usia 50 tahun, ketika usia 50 tahun wanita mempunyai tingkat risiko yang sama dengan pria. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian sebanyak 66,7%

responden

berjenis

kelamin

perempuan.

Stanley

(2006),

mengemukakan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kemandirian Activity Daily Living. c. Pendidikan Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan. Maramis (1998), mengemukakan bahwa tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah dalam mengidentifikasi stresor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus. Perry & Potter (2005), menyatakan bahwa respon terhadap stress setiap orang

berbeda-beda karena mekanisme koping yang digunakan individu berbeda sesuai dengan kemampuan atau tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah dalam menghadapi stressor biasanya menggunakan mekanisme koping yang mal adaptif sedangkan tingkat pendidikan tinggi yang menggunakan mekanisme koping yang adaptif. Hasil penelitian ini mayoritas responden sudah berpendidikan dengan tamat SD sebanyak 33,3% sehingga peneliti lebih mudah dalam memberikan intervensi latihan ROM karena responden lebih cepat menerima penjelasan yang diberikan dibandingkan dengan responden yang tidak sekolah. d. Status Perkawinan Dukungan, bantuan dan perlindungan dari anggota keluarga atau pasangan berpengaruh besar terhadap kondisi psikologis lansia sehingga merasakan aman dan nyaman. Perry & Potter (2005), menyatakan bahwa psikologis tiap individu mempengaruhi kualitas hidup seseorang.Lansia yang mengalami gangguan fisiologis seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau pasangan untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan untuk mendapatkan atau merasakan keamanan dan kenyamanan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas status perkawinan responden adalah menikah sebanyak 77,8% sehingga keadaan psikologis lansia yang mendapatkan dukungan, bantuan dan perlindungan dapat memberikan semangat tersendiri bagi lansia dalam melakukan latihan ROM untuk mengatasi penurunan kemandirian Activity Daily Living yang dialami akibat stroke. 2. Lama Perawatan dan Lama Latihan ROM Lama perawatan mempengaruhi kesembuhan pasien, pelayanan yang cepat dan tanggap memberikan peluang cukup besar bagi keselamatan pasien (Tjiptono, 2007). Junaidi (2011), menambahkan periode menit-menit pertama sampai beberapa jam setelah stroke merupakan periode kritis, dinamis, dan potensial untuk pulih kembali. Penanganan yang diberikan segera, tepat, dan cermat maka kemungkinan penderita untuk pulih sempurna masih bisa dicapai. Tahapan proses pemulihan stroke akut diantaranya: fase akut dan fase pemulihan. Tahapan kritis berlangsung antara 4-7 hari disebut fase akut, pada fase ini pasien menjalani perawatan di rumah sakit. Setelah hari ke7 pasien

memasuki fase pemulihan yang berlangsung antara 2-4 minggu yang dapat dilalui pasien di rumah setelah diberikan discharge planning. Prediksi kesembuhan stroke tiap pasien berbeda-beda tergantung dari jenis, tanda dan gejala yang timbul. Gejala dan tanda stroke ringan yang berlangsung selama satu minggu kemudian menunjukkan kemajuan pesat dalam perbaikan maka kemungkinan besar akan pulih sama sekali. Stroke yang sudah berlangsung dua minggu dan pasien masih mengalami gejalagajala hebat maka pemulihan mungkin tidak sebaik pemulihan kurang dari dua minggu (Valery, 2006). Perawatan yang dilakukan pada pasien stroke adalah latihan gerak sendi atau Range Of Motion (ROM). Pelaksanaan ROM harus disesuaikan dengan kondisi pasien, untuk pasien stroke akibat trombosit dan emboli jika tidak ada komplikasi lain dapat dimulai setelah 2-3 hari setelah serangan dan bila terjadi perdarahan subarachnoid dimulai setelah 2 minggu (Darsana, 2012). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata lama perawatan responden di rumah sakit antara 8,28 ± 3,121 hari. Rata-rata lama latihan ROM di rumah yaitu antara 12,72 ± 3,121 hari. Hal ini sesuai dengan teori diatas bahwa responden melalui tahapan fase kritis di rumah sakit dan selanjutnya memasuki fase rehabilitasi di rumah. Latihan ROM dimulai pada hari ke 2-3 setelah responden masuk ke Ruang Rawat Stroke, latihan ROM dilakukan secara pasif oleh fisioterapi. Mayoritas responden mendapatkan latihan ROM pada hari ke 4-6 selama di rumah sakit dan latihan ROM kemudian dilanjutkan dirumah sampai hari ke 21 dengan didampingi assisten peneliti. Selama latihan ROM dirumah peneliti memberikan check-list yang berfungsi sebagai pengingat yang diisi oleh assisten peneliti setiap melatih ROM dan berisi catatan perkembangan responden. Seluruh responden berlatih ROM sampai hari ke 21 dengan didampingi assisten peneliti terbukti dari check-list yang diberikan. 3. Kekuatan Otot Range of motion (ROM) berpengaruh terhadap kekuatan otot ekstremitas pada penderita stroke non haemoragik. Rujito (2007), melaporkan bahwa latihan ROM dapat merangsang tonus otot ke arah normal. Jowir (2009), menambahkan bahwa memperkenalkan mobilisasi dini kepada pasien dengan cara pengoptimalan sisi yang sehat untuk mengkompensasi sisi yang

sakit, sehingga sirkulasi darah perifer menjadi lancar yang dapat menyebabkan kemampuan ekstrimitas dapat dioptimalkan kembali sehingga meningkatkan kemandirian pasien. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan nilai rata-rata kekuatan otot ekstremitas kanan atas sebelum latihan ROM antara 3,94 ±1,474 setelah diberikan latihan ROM menjadi 4,22 ±1,166. Nilai rata-rata kekuatan otot ekstremitas kiri atas sebelum latihan ROM dari 3,33 ±1,609

meningkat

menjadi 3,89 ±1,367 setelah diberikan latihan ROM. Nilai rata-rata kekuatan otot ekstremitas kanan bawah sebelum latihan ROM antara 3,94 ±1,434 meningkat menjadi 4,33 ±1,085 setelah diberikan latihan ROM. Nilai rata-rata kekuatan otot ekstremitas kiri bawah sebelum latihan ROM antara 3,44 ±1,543 meningkat menjadi 4,00 ±1,283 setelah diberikan latihan ROM. Latihan ROM efektif terhadap peningkatan kekuatan otot, hasil peneliatan menunjukkan p<0.005. Hal ini sejalan dengan teori yang ada bahwa latihan ROM dapat meningkatan kekuatan otot sehingga bepengaruh terhadap peningkatan kemandirian pasien stroke. 4. Efektivitas Latihan ROM terhadap Peningkatan Kemandirian Activity Daily Living pada Lansia Stroke Secara alamiah lansia cenderung rentan mengalami masalah kesehatan. Stroke merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita lansia. Stroke dapat

menyebabkan

kondisi

imobilisasi

yang

mengakibatkan

lansia

mengalami penurunan dalam kemandirian melakukan Activity Daily Living. Penurunan kemandirian tersebut disebabkan karena lansia stroke mengalami kelemahan bahkan kelumpuhan pada ekstremitas akibat kerusakan pada pembuluh darah (Brunner&Suddart, 2002). Suplai darah yang terganggu akan menyebabkan gangguan fungsi bahkan terjadi kerusakan dari otak sehingga timbul gejala stroke. Gejala stroke yang timbul tergantung dari seberapa banyak area otak yang rusak dan tergantung dari seberapa parah aliran darah ke otak yang terhenti. Gangguan yang terjadi pada pembuluh darah kecil, maka gejala yang timbul tergantung dari fungsi area otak yang mendapatkan suplai aliran darah dan biasanya tidak terlihat jelas. Gangguan yang terjadi pada pembuluh darah besar atau utama dari otak, maka gejala yang timbul sangat nyata dan luas, bahkan melibatkan seluruh fungsi pergerakan tubuh. Gejala yang paling sering muncul adalah

kelumpuhan pada anggota tubuh sampai setengah bagian tubuh sehingga menyebabkan penurunan kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan seharihari (Smaltzer & Bare, 2001). Langkah yang paling tepat dalam mengatasi stroke adalah penanganan secepatnya segera setelah gejala timbul untuk mendapatkan pertolongan pertama. Rehabilitasi juga penting agar penderita dapat melanjutkan hidupnya dengan lebih baik (Kumala, 2004). Latihan ROM (Range of Motion) merupakan bentuk latihan rutin dengan cara melatih sendi dengan melenturkan sendi sehingga tidak akan terjadi kekakuan pada persendian. ROM

adalah

latihan

yang

dilakukan

untuk

mempertahankan

atau

memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat pada setiap gerakan. Tujuan dari ROM adalah melatih pergerakan

agar

dapat

memfleksibilitaskan

mempertahankan

persendian

serta

fungsi

merangsang

otot/sendi sirkulasi

dan darah

(Soeparman, 2000). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot persendian. Sendi yang digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan pasien tidak dapat melaksanakannya secara mandiri (Koizer et al., 2004). Jenis latihan ROM pada penelitian ini menggunakan ROM pasif meliputi: leher, spina, servikal, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah yaitu: sendi bahu, sendi siku, sendi pergelangan tangan, sendi pangkal paha, sendi lutut dan sendi pergelangan kaki. Pada penelitian ini dilakukan latihan ROM pasif sebanyak sehari 2 kali pada waktu pagi hari dan sore hari selama 3 minggu. Selama di Ruang Rawat Stroke latihan ROM dilakukan oleh fisioterapi pada pagi hari dan sore hari oleh assisten peneliti. Latihan ROM sepenuhnya dilakukan oleh assisten peneliti selama responden di rumah. Latihan ROM yang dilakukan selama penelitian menghasilkan adanya peningkatan kemandirian Activity Daily Living pada lansia stroke dengan rata-rata nilai Indeks Barthel dari 5,89±1,132 menjadi 11,67±3,710, karena terjadi peningkatan tekanan pada otot dan latihan

ROM

memberikan

stimulasi

lebih

ke

serabut

otot

(Smaltzer & Bare, 2001). Apabila lansia stroke melakukan ROM secara teratur dan rutin maka fleksibilitas sendi dan kekuatan otot meningkat berefek kemandirian Activity Daily Living juga meningkat. Keberhasilan latihan ROM pada responden yang didampingi assisten peneliti juga dipantau melalui check-list yang diberikan, assisten peneliti terdiri dari keluarga responden dan tinggal serumah sehingga assisten dapat memantau responden setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan ROM efektif terhadap peningkatan kemandirian Activity Daily Living pada lansia stroke di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Waginah (2010) dengan hasil subyek penelitian dengan latihan lingkup gerak sendi kurang aktif sebanyak 42,2%, aktif

30,3%,

sangat

aktif

27,3%

sedangkan

untuk

kemandirian

ketidakmampuan menengah (skor 10-14) sebanyak 9,1%, kemandirian ketidakmampuan ringan (skor 15-19) 75,8%, kemandirian dalam ADL skor ≥ 20 sebanyak 15,2%. Pada penelitian ini terdapat satu responden yang tidak terjadi peningkatan kemandirian Activity Daily Living setelah dilatih ROM. Hal ini disebabkan responden memiliki nilai kekuatan otot 0, selain itu responden berusia 74 tahun yang memasuki masa lanjut usia tua/old sehingga berpengaruh terhadap fase rehabilitasi. Junaidi, (2011) menyebutkan bahwa nilai kekuatan otot 0 tergolong pada otot tidak bergerak sehingga mempunyai peluang kecil untuk meningkat setelah dilatih rentang gerak (ROM). Clark, (2006) menyatakan bahwa ROM pada usia tua lebih rendah daripada usia muda.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Latihan ROM efektif terhadap peningkatan kekuatan otot pada lansia stroke di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. 2. Latihan ROM efektif terhadap peningkatan kemandirian Activity Daily Living pada lansia stroke di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. 3. Tingkat kemandirian Activity Daily Living sebelum latihan ROM 94,4% tergolong ketergantungan berat.

4. Tingkat kemandirian Activity Daily Living sesudah latihan ROM 61,1% tergolong ketergantungan ringan. B. Saran 1. Bagi Peneliti Lain a. Penelitian selanjutnya diharapkan mempertimbangkan variabel pengganggu dengan menggunakan kelompok kontrol. b. Penelitian

selanjutnya

diharapkan

pemilihan

responden

dengan

mempertimbangkan nilai kekuatan otot. 2. Bagi Masyarakat Masyarakat khususnya lansia dengan stroke yang mengalami penurunan tingkat kemandirian ADL diharapkan mau berlatih ROM dengan bantuan perawat/keluarga maupun berlatih mandiri agar kekuatan otot meningkat. 3. Bagi Profesi Keperawatan a. Diharapkan kepada profesi keperawatan agar meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien lansia stroke khususnya intervensi latihan ROM. b. Diharapkan kepada profesi keperawatan agar melakukan penilaian kekuatan otot pada pasien lansia stroke yang mengalami penurunan tingkat kemandirian ADL. c. Diharapkan kepada profesi keperawatan agar melakukan penilaian tingkat kemandirian ADL pada pasien lansia stroke. 4. Bagi RSJD Dr. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah Membuat kebijakan berupa protap untuk Ruang Rawat Stroke bahwa setiap pasien stroke yang diperbolehkan pulang untuk dinilai tingkat kemandirian Activity Daily Living berdasarkan Indeks Barthel.

DAFTAR REFERENSI Brunner dan Suddart. 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC. Depkes. 2004. Sistim Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan R. I. Feigin, Valery. 2006. Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. Hadinoto, S. Setiawan. et al. 2002. Stroke Pengelolaan Mutahir. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Junaidi, Iskandar. 2011. Stroke: Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: Penerbit ANDI

Koizer, B., Erb, G, and Blais, K. 2004. Fundamental of Nurshing, Concepts, Process and Practice, Addison Wesley Publishing, California. Maramis, W. E. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press. Meiwanto, C. 2003. Stroke : Masalah URL:http//www.detikhealth.com.

dan

Pencegahannya.

Jakarta.

Mubarak, W.I., Cahyatin, N., Santosa, B.A. 2009. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Salemba Medika. Potter, P.A., Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: (Komalasari, R., Evriyani, D., Novieastari, E., Hany, A., Kurnianingsih, S.). Jakarta: EGC Sarah, Uliya. 2006. Pengaruh Latihan Berbentuk ROM terhadap Fleksibilitas Sendi dan Kekuatan Otot pada Lansia di Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran. Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. tidak dipublikasikan. Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 (edisi terjemahan oleh Waluyo, A., Karyasa, I.M., Julin,. Kuncara, Y., Asih, Y.). Jakarta: EGC Soeparman. 2004. Panduan Senam Stroke. Jakarta: Puspa Swara. Soeparman, S. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed.2. Jakarta:EGC. Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung:Alfabeta. Suryadi. 2005. Status Kesehatan dan Aktivitas Lansia. Bandung: Majalah Keperawatan Unpad Vol.6 No.11 Oktober 2004-Februari 2005. Wangi, H. 2003. Faktor Prediktor Kualitas Hidup Penderita Pasca Stroke. Tesis. UGM. Tidak dipublikasikan. World

Health Organization (WHO). 2008. WHOQOL-BREF: Introduction, administration, scoring and generic version of the assessment. Geneva: World Health Organization (WHO).

Yunianto. 2011. Efektivitas terapi ROM terhadap penurunan tingkat nyeri sendi pada usia lanjut di Desa Buntalan, Klaten Tengah, Klaten. Skripsi, STIKES Muhammadiyah Klaten. Tidak dipublikasikan.