AGRIPLUS, VOLUME 20 NOMOR : 02 MEI 2010, ISSN 0854-0128

Download 2 Mei 2010 ... dengan minyak hasil ekstraksi CO2 yang memiliki jumlah .... bahwa pala mengandung lemak (trimiristin) antara 28-37%, penyuli...

0 downloads 411 Views 48KB Size
146

KARAKTERISASI MUTU MINYAK PALA (Nutmeg Oil) INDONESIA SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI FLAVOR Oleh: Nur Asyik dan Ima Astuti 1) ABSTRACT The objectives of this research was to know the differences of the quality charactristics of nutmeg oil producer, exporter and the flavor industries based on the properties of the physicochemistry and to analyze factors that influencing. Nutmeg oil samples were used in this research consist of the seven nutmeg oil samples were grouped into the three nutmeg oil groups were nutmeg oil producer was obtained from CV. Diana Utama, nutmeg oil exporter were obtained from Djasula Wangi Inc., Scent Indonesia Inc., Sarana Bela Nusa Inc., and Bioekstrak Agro Industry Inc., and nutmeg oil in the flavor industries were obtained from Firmenich Indonesia Inc., and Essence Indonesia Inc. The results of quality characterization showed that all parameters of the quality standard of nutmeg oil producer and exporter has been appropriated of the quality standard of nutmeg oil is used commercially in the flavor industries. The specific gravity (d 20/20) of nutmeg oil range between 0.9024 to 0.9154; refractive index (nD/20) range between 1.4803 to 1.4846; optical rotation ( D20) range between 15.6 to 23.8; solubility in 90% ethanol (v/v) range between 1:2 to 1:1; non volatile residu (%) range between 1.54 to 2.04; acid value range between 2.7 to 4.1 and ester value range between 9.8 to 14.6. Key words: Quality characterization, nutmeg oil, the flavor industries

PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai potensi tanaman penghasil minyak atsiri terbesar di dunia. Salah satu minyak atsiri Indonesia yang sudah sangat dikenal di pasar ekspor adalah minyak pala. Minyak pala adalah minyak atsiri yang dihasilkan melalui proses penyulingan biji pala dan fuli yang telah masak dan kering. Sebagian besar produksi minyak pala Indonesia adalah untuk ekspor dan hanya sedikit yang dipergunakan untuk industri dalam negeri. Penggunaan minyak pala cukup luas, tidak hanya digunakan dalam industri makanan dan minuman tetapi juga bermanfaat dalam industri bukan makanan. Minyak pala digunakan secara komersial pada makanan kue, minuman tanpa alkohol (soft drink) seperti coca-cola, es krim, gula-gula, sirup, bumbu (rempah), parfum, dan bumbu untuk sup dan daging olahan (sosis) seperti frankfurter dan salami (Farrell, 1990). Pada industri rokok minyak pala digunakan sebagai bahan tambahan penyedap (Clark dan Bunch, 1997). Pada industri kosmetik dan parfum minyak pala digunakan sebagai pewangi pada produk sabun, pembersih (lotion), deterjen, kosmetik dan parfum (Tombe dan Wiratno, 1

1992; Budaveri, 1996; Windholz, 1996 dalam Chairul dan Sulianti, 2000). Arti penting minyak pala bagi industri tersebut di atas adalah kandungan komponen aromanya, karena aroma tersebut akan memberikan aroma khas dan kesan yang khusus. Faktor yang menntukan komposisi dan kandungan minyak pala antara lain : perbedaan jenis tanaman penghasil, faktor agronomis seperti lingkungan, iklim, kondisi tanah, waktu panen dan penanganan pasca panen (Reineccius, 1994). Perbedaan cara penanganan pasca panen yang dilakukan oleh masing-masing pelaku bisnis minyak pala seperti pengeringan, penyimpanan bahan olah, metode penyulingan, dan penyimpanan minyak akan berpengaruh terhadap komposisi dan kandungan minyak pala. Pelaku bisnis minyak pala di Indonesia terdiri dari produsen, eksportir dan industri pengguna khususnya industri flavor. Metode dan kondisi penyulingan minyak pala yang dilakukan oleh produsen sangat mempengaruhi mutu minyak pala yang dihasilkan, demikian pula penanganan minyak pala selama berada di eksportir seperti penjernihan, pencampuran, pengemasan dan penyimpanan minyak. Hal ini terlihat dari spesifikasi mutu minyak pala yang tercantum dalam Certificate of Analysis masing-

) Staf Pengajar Pada Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari.

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 02 Mei 2010, ISSN 0854-0128

146

147

masing eksportir berbeda. Begitu pula halnya industri flavor, terlihat adanya perbedaan spesifikasi mutu minyak pala yang ditetapkan oleh masing-masing industri untuk keperluan pengadaan bahan baku pembuatan produk flavor. Relatif rendahnya harga minyak pala Indonesia ini lebih disebabkan mutu minyak pala yang dihasilkan oleh produsen maupun eksportir kurang baik dibandingkan dengan mutu minyak pala negara lain yang memiliki teknologi (peralatan) penyulingan dan pemurnian minyak pala yang lebih maju. Untuk itu diperlukan penelitian mengenai karakterisasi mutu minyak pala Indonesia sebagai bahan baku industri flavor. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB. Penelitian ini berlangsung selama sepuluh bulan, mulai dari bulan Agustus 2004 sampai Mei 2005. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tujuh sampel minyak pala yang dikelompokkan ke dalam tiga kelompok minyak pala yaitu minyak pala produsen diperoleh dari CV. Diana Utama, minyak pala eksportir diperoleh dari PT. Djasula Wangi, Jakarta; PT. Scent Indonesia, Jakarta; PT. Sarana Bela Nusa, Jakarta dan PT. Bioekstrak Agro Industry, Sukabumi dan minyak pala yang digunakan secara komersial pada industri flavor diperoleh dari PT. Firmenich Indonesia, Cileungsi dan PT. Essence Indonesia, Jakarta. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis mutu minyak pala adalah etanol,

aquades, KOH, HCl, asam oksalat, batu didih dan larutan phenolphtalein (PP). Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik, piknometer, thermometer, pipet tetes, botol minyak, refraktometer, polarimeter, tabung reaksi, alat-alat gelas, cawan porselin, rotary drying oven OSK 8069 Ogawa Seiki Co., LTD, desikator, erlenmeyer, buret, pendingin tegak, khjedal dan kertas label. Dalam penelitian ini dilakukan karakterisasi mutu minyak pala berdasarkan analisa sifat fisikokimia meliputi bobot jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam etanol 90%, sisa penguapan, bilangan asam dan bilangan ester. Hasil analisa ini digunakan untuk menduga sejauh mana mutu minyak pala produsen dan eksportir telah sesuai dengan mutu minyak pala yang digunakan oleh industri flavor. Nilai pembanding dalam hipotesis ini sesuai dengan spesifikasi minyak pala yang ditetapkan oleh industri flavor. Syarat penerimaan Ho adalah bila t (hitung) lebih kecil dari t (tabel) pada taraf signifikan () 0.05 dan 0.01. HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Jenis, Indeks Bias dan Putaran Optik Bobot jenis, indeks bias dan putaran optik merupakan kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri (minyak pala). Hasil pengamatan memperlihatkan nilai bobot jenis, indeks bias dan putaran optik (dekstrorotatori) yang berbedabeda sebagaimana yang ditunjukkan Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisa bobot jenis, indeks bias dan putaran optik minyak pala dari berbagai perusahaana Asal minyak pala CV. Diana Utama, Jakarta PT. Djasula Wangi, Jakarta PT. Scent Indonesia, Jakarta PT. Sarana Bela Nusa, Jakarta PT. Bioekstrak Agro Industry, Sukabumi PT. Firmenich Indonesia, Cileungsi PT. Essence Indonesia, Jakarta a

Bobot jenis (20/20oC) 0.9124 0.9075 0.9113 0.9154 0.9116 0.9083 0.9024

Indeks bias (20oC) 1.4826 1.4822 1.4833 1.4844 1.4846 1.4813 1.4803

Rata-rata dari dua kali ulangan.

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 02 Mei 2010, ISSN 0854-0128

Putaran optik (20oC) (+23.2) (+23) (+17.1) (+23.8) (+15.6) (+19.5) (+19.5)

148

Berdasarkan hasil uji hipotesis, maka bobot jenis, indeks bias dan putaran optik seluruh minyak pala produsen dan eksportir yang dianalisa memenuhi standar yang ditetapkan oleh PT. Firmenich Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) sampai pada tingkat kepercayaan  0.01. Sedangkan hasil uji hipotesis terhadap standar bobot jenis minyak pala PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor), menyimpulkan bahwa bobot jenis seluruh minyak pala produsen dan eksportir yang dianalisa tidak memenuhi

standar yang ditetapkan oleh PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) sampai pada tingkat kepercayaan  0.01. Sebaliknya hasil uji hipotesis terhadap indeks bias dan putaran optik menunjukkan bahwa seluruh minyak pala produsen dan eksportir yang dianalisa memenuhi standar yang ditetapkan oleh PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) sampai pada tingkat kepercayaan  0.01. Hasil perhitungan uji hipotesis disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil perhitungan uji hipotesis terhadap standar mutu PT. Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia

Parameter Hitung Banyak contoh Rata-rata hitung contoh Simpangan baku contoh t (hitung) t 0.05a t 0.01a

PT. Fimenich Indonesia Indeks Putaran Bobot bias optik jenis (20oC) (20oC) (20/20oC) 5 5 5 0.9116 1.4834 20.54 0.0028 0.0011 3.87 -5.8557 -9.6676 -5.462 2.132* 2.132* 2.132* 3.747** 3.747** 3.747**

PT. Essence Indonesia Bobot Indeks Putaran jenis bias optik (20/20oC) (20oC) (20oC) 5 5 5 0.9116 1.4834 20.54 0.0028 0.0011 3.87 6.8053 -3.3626 0.312 2.132 ts 2.132* 2.132* 3.747sts 3.747 ** 3.747**

Keterangan: anilai t (tabel) pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01 dengan derajat bebas 4 (untuk kurva satu sisi). * = sesuai, ** = sangat sesuai, ts = tidak sesuai, sts = sangat tidak sesuai

Variasi nilai bobot jenis, indeks bias dan putaran optik minyak pala produsen, eksportir dan minyak pala yang digunakan secara komersial pada industri flavor diduga disebabkan karena perbedaan tempat tumbuh bahan baku dan perbandingan biji pala dan fuli sehingga menimbulkan perbedaan komposisi dan kandungan komponen aroma minyak pala. Hal ini akan berpengaruh terhadap nilai bobot jenis, indeks bias dan putaran optik minyak pala yang dihasilkan. Perbedaan komponen aroma karena pengaruh tempat tumbuh terlihat pada komposisi volatil antara biji pala yang berasal dari West Indian dan East Indian (Reineccius, 1994). Tingginya bobot jenis, indeks bias dan rendahnya putaran optik (desktrorotatori) minyak pala PT. Scent Indonesia (minyak pala dari

eksportir) dan PT. Bioekstrak Agro Industry (minyak pala dari eksportir) dibandingkan dengan bobot jenis, indeks bias dan putaran optik minyak pala PT. Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) diduga disebabkan karena kedua minyak pala eksportir tersebut lebih banyak mengandung senyawa monoterpene oxygenated (terpen-o) (C10H16O) atau fraksi berat. Abimanyu dkk. (2004) melaporkan bahwa hasil analisis komponen dengan metode GC-MS pada pemisahan komponen minyak pala, diperoleh komposisi masing-masing fraksi ringan terdiri dari senyawa monoterpene hydrocarbon dan fraksi berat terdiri dari monoterpene oxygenated dan senyawa sesquiterpene hydrocarbon. Senyawa

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 02 Mei 2010, ISSN 0854-0128

149

monoterpene oxygenated (fraksi berat) ini memiliki berat molekul dan titik didih lebih tinggi dari monoterpene hydrocarbon (fraksi ringan) (C10H16) sehingga total bobot molekul semakin tinggi. Akibatnya kerapatan minyak semakin tinggi, sehingga bobot jenis minyak akan semakin tinggi. Semakin besar kerapatan minyak, maka sinar yang menembus minyak akan dibiaskan semakin mendekati garis normal. Semakin sukar sinar dibiaskan dalam suatu medium (kerapatan tinggi) maka nilai indeks biasnya semakin tinggi. Abimanyu dkk. (2004) melaporkan bahwa dari hasil analisis sifat fisikokimia pada pemisahan komponen minyak pala ternyata fraksi berat mempunyai nilai viskositas, berat jenis dan indeks bias yang lebih besar dari fraksi ringan begitu pula terhadap bahan bakunya. Senyawa monoterpene oxygenated (terpen-o) ini mempunyai sifat optik aktif levorotatori akibatnya putaran optik dekstrorotatori lebih rendah pada kedua minyak pala eksportir tersebut. Tingginya bobot jenis, indeks bias dan putaran optik minyak pala CV. Diana Utama (minyak pala dari produsen) dan PT. Sarana Bela Nusa (minyak pala dari eksportir) dibandingkan dengan bobot jenis, indeks bias dan putaran optik minyak pala PT. Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) diduga disebabkan karena minyak pala produsen dan eksportir tersebut lebih banyak mengandung senyawa sesquiterpene hydrocarbon (terpen) (C15H24). Masada (1967) dalam Chairul dan Sulianti (2000) memperkirakan senyawa golongan sesquiterpene hydrocarbon berdasarkan pada ion molekul (M+) pada m/z 204 mengindikasikan bahwa komponen tersebut memiliki berat molekul (BM) 204 dan termasuk dalam fraksi berat. Senyawa sesquiterpene hydrocarbon (fraksi berat) ini memiliki berat molekul dan titik didih lebih tinggi dari senyawa monoterpene hydrocarbon dan monoterpene oxigenated sehingga total bobot molekul minyak semakin tinggi akibatnya kerapatan minyak semakin tinggi. Dengan demikian maka bobot jenis dan indeks bias minyak akan semakin tinggi. Senyawa terpen (sesquiterpene hydrocarbon) ini mempunyai sifat optik aktif dekstrorotatori,

akibatnya putaran optik dekstrorotatori lebih tinggi pada minyak pala produsen dan eksportir tersebut. Rendahnya bobot jenis minyak pala PT. Djasula Wangi (minyak pala dari eksportir) dibandingkan dengan bobot jenis minyak pala PT. Firmenich Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) kemungkinan disebabkan karena minyak pala eksportir tersebut lebih banyak mengandung senyawa monoterpene hydrocarbon ( terpen) (C10H16) atau fraksi ringan. Senyawa monoterpene hydrocarbon ini memiliki berat molekul dan titik didih lebih rendah dari senyawa monoterpene oxygenated dan sesquiterpene hydrocarbon sehingga total bobot molekul minyak semakin rendah, akibatnya kerapatan minyak semakin rendah. Maka bobot jenis minyak juga akan rendah. Tetapi jika dibandingkan dengan bobot jenis minyak pala PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) maka bobot jenis minyak pala PT. Djasula Wangi (minyak pala dari eksportir) lebih tinggi. Selain banyak monoterpene mengandung senyawa hydrocarbon, minyak pala PT. Djasula Wangi banyak mengandung senyawa sesquiterpene hydrocarbon yang memiliki berat molekul dan titik didih lebih tinggi serta memiliki sifat optik aktif dekstrorotatori sehingga kerapatan minyak pala semakin tinggi. Hal ini terlihat dengan lebih tingginya indeks bias dan putaran optik dekstrorotatori minyak pala PT. Djasula Wangi (minyak pala dari eksportir) dibandingkan dengan indeks bias dan putaran optik dekstrorotatori minyak pala PT. Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dugo et al.(1997) melaporkan bahwa minyak jeruk Key menunjukkan nilai putaran optik (dekstrorotatori) lebih rendah dari pada minyak jeruk Persian, ini sesuai dengan kadar limonene, -pinene dan sabinene. Pada minyak jeruk Key komponen monoterpene hydrocarbon berkisar dari 85%-88% dari fraksi volatil, sedangkan pada minyak jeruk Persian komponen monoterpene hydrocarbon berkisar dari 88%-90%.

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 02 Mei 2010, ISSN 0854-0128

150

Kelarutan dalam Etanol dan Sisa Penguapan Nilai kelarutan minyak pala dalam etanol merupakan indikasi dari kemampuan minyak pala melarut sempurna dalam alkohol. Semakin besar jumlah etanol berkonsentrasi tertentu yang dibutuhkan untuk melarutkan minyak pala, maka semakin sukar minyak pala larut dalam etanol. Umumnya minyak atsiri (minyak pala) yang mengandung persenyawaan oxygenated terpene

(terpen-o) lebih mudah larut daripada yang mengandung terpene. Dua senyawa akan saling melarut sempurna pada perbandingan dan konsentrasi tertentu jika polaritasnya sama. Berdasarkan persyaratan kelarutan minyak pala menurut standar, maka untuk uji kelarutan minyak pala digunakan etanol 90 persen. Nilai kelarutan dan sisa penguapan seluruh minyak pala yang dianalisa dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisa kelarutan dalam etanol 90 persen dan sisa penguapan minyak pala dari berbagai perusahaana Asal minyak pala CV. Diana Utama, Jakarta PT. Djasula Wangi, Jakarta PT. Scent Indonesia, Jakarta PT. Sarana Bela Nusa, Jakarta PT. Bioekstrak Agro Industry, Sukabumi PT. Firmenich Indonesia, Cileungsi PT. Essence Indonesia, Jakarta a

Kelarutan dalam etanol 90% 1:1 Jernih 1:2 Jernih 1:1 Jernih 1:2 Jernih 1:1 Jernih 1:1 Jernih 1:1 Jernih

Sisa penguapan (%) 1.78 1.54 1.86 1.81 2.04 1.77 1.75

Rata-rata dari dua kali ulangan.

Berdasarkan hasil uji hipotesis, maka kelarutan dalam etanol 90 persen dan sisa penguapan semua minyak pala produsen dan eksportir yang dianalisa memenuhi standar yang ditetapkan oleh PT. Firmenich Indonesia dan PT.

Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) sampai pada tingkat kepercayaan  0.01. Hasil perhitungan uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil perhitungan uji hipotesis terhadap standar mutu PT. Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia Parameter Hitung

Banyak contoh Rata-rata hitung contoh Simpangan baku contoh t (hitung) t 0.05a t 0.01a

PT. Fimenich Indonesia Kelarutan Sisa Dalam etanol penguapan (%) 90% 5 5 1.4 1.81 0.548 0.180 1.633 0.498 2.132* 2.132* 3.747** 3.747**

PT. Essence Indonesia Kelarutan Sisa Dalam etanol penguapan 90% (%) 5 5 1.4 1.81 0.548 0.180 1.633 0.746 2.132* 2.132* 3.747 ** 3.747 **

a

nilai t (tabel) pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01 dengan derajat bebas 4 (untuk kurva satu sisi) * =sesuai, ** = sangat sesuai.

Variasi nilai kelarutan dan sisa penguapan minyak pala produsen, eksportir dan minyak pala yang digunakan secara komersial

pada industri flavor diduga disebabkan karena perbedaan tempat tumbuh bahan baku sehingga menyebabkan perbedaan komposisi dan

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 02 Mei 2010, ISSN 0854-0128

151

kandungan komponen aroma minyak pala yang dihasilkan. Hal ini akan berpengaruh terhadap nilai kelarutan dan sisa penguapan minyak pala. Russo et al.(1998) melaporkan bahwa peningkatan komponen monoterpene oxygenated dan penurunan kadar komponen monoterpene hydrocarbon dapat disebabkan karena faktor lingkungan (ketinggian). Minyak pala PT. Scent Indonesia (minyak pala dari eksportir) dan minyak pala PT. Bioekstrak Agroindustri (minyak pala dari eksportir) mempunyai nilai kelarutan yang lebih tinggi atau sama dengan nilai kelarutan minyak pala PT. Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) serta sisa penguapan yang tinggi diduga disebabkan karena kedua minyak pala eksportir ini banyak mengandung senyawa monoterpene oxygenated (terpen-o) yang mudah larut dalam alkohol dibandingkan senyawa monoterpene dan sesquiterpene hydrocarbon. Guenther (1972) mengatakan bahwa semakin oxygenated banyak kandungan senyawa monoterpene (terpen-o) dalam minyak maka semakin tinggi kelarutan dalam alkohol dibandingkan senyawa terpen. Sedangkan tingginya sisa penguapan kedua minyak pala eksportir tersebut menunjukkan banyaknya bahan non volatil yang tertinggal selama proses penguapan. Perbedaan asal geografisnya juga berpengaruh terhadap komponen non volatil suatu minyak atsiri (minyak pala), hal ini sesuai dengan Dugo et al.(1997) melaporkan bahwa minyak jeruk Key memiliki nilai sisa penguapan lebih tinggi (nilai rata-rata 13%) dari pada minyak jeruk Persian (nilai rata-rata 9%) hal ini disebabkan oleh jumlah total komponen yang tidak menguap (non volatil) koumarin dan psoralen dalam kedua minyak itu berbeda. Minyak pala CV. Diana Utama (minyak pala dari produsen) mempunyai nilai kelarutan lebih tinggi atau sama dengan nilai kelarutan minyak pala PT. Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) serta sisa penguapan yang lebih tinggi diduga disebabkan karena komposisi dan kandungan komponen aroma minyak pala produsen ini lebih banyak mengandung

monoterpene oxygenated (terpen-o) yang mudah larut dalam alkohol. Lebih tingginya sisa penguapan pada minyak pala CV. Diana Utama menunjukkan banyaknya bahan non volatil yang tertinggal selama proses penguapan. et al. (1990) dalam Gopalakrishnan Gopalakrishnan et el. (1994) melaporkan bahwa minyak kardamon dan minyak cengkeh komersial hasil destilasi dengan uap berbeda dengan minyak hasil ekstraksi CO2 yang memiliki jumlah komponen non volatil yang tinggi dan bahan pewarna (coloring materials). Mayoritas komponen non volatil ini adalah lemak berupa asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang banyak. Minyak pala PT. Djasula Wangi (minyak pala dari eksportir) mempunyai nilai kelarutan dan sisa penguapan yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai kelarutan dan sisa penguapan minyak pala PT.Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor). Hal ini kemungkinan disebabkan karena komposisi dan kandungan minyak pala eksportir ini banyak monoterpene dan mengandung senyawa sesquiterpene hydrocarbon yang merupakan senyawa terpen yang sukar larut dalam alkohol. Yasni et al. (1995) melaporkan bahwa minyak adas sedikit larut dalam alkohol berkonsentrasi rendah, dan larut dalam 2.5 ml alkohol 85%. Hal tersebut disebabkan karena adanya senyawa golongan terpen yang memiliki daya larut yang kurang dalam etanol. Sedangkan lebih rendahnya sisa penguapan minyak pala PT. Djasula Wangi menunjukkan sedikit bahan non volatil yang tertinggal selama penguapan. Minyak pala PT. Sarana Bela Nusa (minyak pala dari eksportir) mempunyai nilai kelarutan yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai kelarutan minyak pala PT. Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) dan sisa penguapan yang lebih tinggi diduga disebabkan karena komposisi dan kandungan komponen aroma minyak pala eksportir ini banyak mengandung senyawa sesquiterpene hydrocarbon yang sukar larut dalam alkohol. Lebih tingginya sisa penguapan pada minyak pala PT. Sarana Bela Nusa (minyak

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 02 Mei 2010, ISSN 0854-0128

152

pala dari eksportir) menunjukkan banyaknya bahan non volatil yang tertinggal selama proses penguapan minyak pala. Njoroge et al. (2003) melaporkan bahwa minyak Citrus yang diekstraksi dengan cold-pressing menunjukkan besarnya sisa penguapan (2-15%). Hal ini disebabkan karena minyak Citrus tersebut berisi bahan-bahan non volatil dalam jumlah yang besar antara lain koumarin, psoralens, dan flavon polymethoxylat yang memiliki sifat antioksidatif.

Bilangan Asam dan Bilangan Ester Sebagian besar minyak atsiri (minyak pala) mengandung sejumlah kecil asam organik bebas yang terbentuk secara alamiah atau yang dihasilkan dari proses oksidasi dan hidrolisa ester. Penentuan jumlah ester sangat penting dalam menentukan nilai minyak atsiri (minyak pala) karena lebih banyak memberikan kontribusi terhadap masing-masing flavor minyak atsiri (minyak pala). Hasil pengamatan memperlihatkan nilai bilangan asam dan bilangan ester yang berbeda sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisa bilangan asam dan bilangan ester minyak pala dari berbagai perusahaana Asal minyak pala CV. Diana Utama, Jakarta PT. Djasula Wangi, Jakarta PT. Scent Indonesia, Jakarta PT. Sarana Bela Nusa, Jakarta PT. Bioekstrak Agro Industry, Sukabumi PT. Firmenich Indonesia, Cileungsi PT. Essence Indonesia, Jakarta a

Bilangan asam 3.0 2.7 3.1 3.3 4.1 2.8 2.8

Bilangan ester 14.6 12.6 11.9 11.2 9.8 13.3 10.5

Rata-rata dari dua kali ulangan.

Berdasarkan hasil uji hipotesis, maka bilangan asam dan bilangan ester semua minyak pala produsen dan eksportir yang dianalisa memenuhi standar yang ditetapkan oleh PT. Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia (minyak

pala yang digunakan pada industri flavor) sampai Hasil pada tingkat kepercayaan  0.01. perhitungan uji hipotesis tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil perhitungan uji hipotesis terhadap standar mutu PT. Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia Parameter Hitung Banyak contoh Rata-rata hitung contoh Simpangan baku contoh t (hitung) t 0.05a t 0.01a

PT. Fimenich Indonesia Bilangan asam Bilangan ester 5 5 3.2 12.04 0.529 1.812 1.690 -1.555 2.132* 2.132* 3.747** 3.747**

PT. Essence Indonesia Bilangan asam Bilangan ester 5 5 1.4 1.81 0.548 0.180 1.633 0.746 2.132* 2.132* 3.747 ** 3.747 **

a

nilai t (tabel) pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01 dengan derajat bebas 4 (untuk kurva satu sisi) * =sesuai, ** = sangat sesuai

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 02 Mei 2010, ISSN 0854-0128

153

Variasi nilai bilangan asam dan bilangan ester minyak pala produsen, eksportir dan minyak pala yang digunakan secara komersial pada industri flavor diduga disebabkan karena perbedaan tempat tumbuh bahan baku dan proses pencampuran minyak pala sehingga menyebabkan perbedaan komposisi dan kandungan komponen aroma minyak pala yang dihasilkan termasuk bilangan asam dan bilangan ester yang sangat mempengaruhi mutu minyak pala. Kadar ester sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang berbeda, hal ini sesuai dengan Gil et al. (2002) yang melaporkan bahwa kadar geranyl acetate (ester) sebagai komponen utama pada minyak atsiri buah ketumbar yang tumbuh di daratan Eropa lebih tinggi dibandingkan yang tumbuh di daratan Argentina disebabkan karena kondisi lingkungan yang berbeda. Tingginya bilangan asam dan rendahnya bilangan ester minyak pala PT. Bioekstrak Agro Industri (minyak pala dari eksportir) dibandingkan minyak pala PT. Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) diduga disebabkan karena kondisi penyimpanan minyak pala yaitu disimpan pada suhu ruang sehingga menyebabkan variasi komposisi dan kandungan komponen aroma minyak pala seperti bilangan asam dan bilangan ester yang sangat berpengaruh terhadap mutu minyak pala. Piggott dan Othman (1993) mengatakan bahwa minyak atsiri (minyak pala) yang dihasilkan dari penyulingan dengan uap dapat berbeda secara kualitatif dan kuantitatif karena jenis tanaman, tingkat kematangan pada saat panen, metode pengolahan, dan kondisi penyimpanan. Njoroge et al. (1996) juga melaporkan bahwa pengaruh kondisi penyimpanan dapat menyebabkan perubahan yang besar komposisi penting pada mutu minyak. Tingginya bilangan asam dan bilangan ester minyak pala CV. Diana Utama (minyak pala dari produsen) dibandingkan dengan minyak pala PT. Firmenich Indonesia dan PT. Essence Indonesia (minyak pala yang digunakan pada industri flavor) diduga disebabkan karena

kondisi suhu dan tekanan penyulingan yang tinggi (1-2 atmosfir) sehingga menyebabkan variasi komposisi dan kandungan komponen aroma minyak pala seperti bilangan asam dan bilangan ester. Somaatmadja (1984) dalam Risfaheri dan Mulyono (1992) menjelaskan bahwa pala mengandung lemak (trimiristin) antara 28-37%, penyulingan pala pada suhu dan tekanan tinggi menyebabkan lemak ini terurai ke dalam bagian-bagiannya, antara lain asam miristat yang tersuling dan mencemari minyak pala. Manzan et al. (2003) mengemukakan bahwa untuk memperoleh mutu minyak yang baik perlu menjamin bahwa selama penyulingan minyak atsiri (minyak pala) dipertahankan pada suhu rendah, dan juga dapat dilakukan pada suhu tinggi untuk waktu yang sesingkat mungkin. Abimanyu dkk., (2004) mengatakan bahwa kerusakan/dekomposisi bahan (minyak pala) dapat diakibatkan oleh panas yang terlalu tinggi dan lama distilasi (penyulingan). KESIMPULAN Hasil penelitian ini dapat disimpulan bahwa: (1) Sifat fisikokimia minyak pala produsen, eksportir dan minyak pala yang digunakan oleh industri flavor tidak berbeda secara signifikan. Oleh karena itu, berdasarkan kriteria sifat fisikokimia, mutu minyak pala produsen dan eksportir memenuhi standar minyak pala yang digunakan oleh industri flavor. (2) Perbedaan karakteristik mutu minyak pala produsen, eksportir dan minyak pala yang digunakan oleh industri flavor tidak disebabkan oleh perbedaan dalam proses pengolahannya melainkan karena perbedaan komposisi dan kondisi bahan bakunya. DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, H., A. Sulaswaty, Wuryaningsih dan E. Agustian. 2004. Penggunaan Distilasi Fraksionasi Vakum Untuk Pemisahan Komponen Minyak Pala. Pusat Penelitian Kimia-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 02 Mei 2010, ISSN 0854-0128

154

(LIPI) Kawasan Tangerang.

PUSPIPTEK

Serpong,

Chairul dan S.B. Sulianti. 2000. Perbandingan Komposisi Kimia Penyusun Minyak Atsiri Pala Wegio (Myristica fatua) dan pala (Myristica fragrans) dengan GC-MS. Laboratorium Fitokimia, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. Clark, T.J and J.E. Bunch. 1997. Qualitative and Quantitative Analysis of Flavor Additives on Tabacco Products Using SPME-GC-Mass Spectroscopy. J. Agric. Food Chem. 45, 844849. Dugo, P., L. Mondello, G. Lamonica dan G. Dugo. 1997. Characterization of Cold-pressed Key and Persian Lim Oils by Gas Chromatography, Gas Chromatography/Mass Spectroscopy, High-Performance Liquid Chromatography, and Physicochemical Indices. J. Agric. Food Chem, 45, 3608-3616. Farrell, K.T., 1990. Spice, Condiments, and Seasonings. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Gil, A., E.B. De La Fuente, A.E. Lenardis, M.L. Pereira, S.A. Suarez, A. Bandoni, C.V. Baren, P. Di Leo Lira dan C.M. Ghersa. 2002. Coriander Essential Oil Composition from Two Genotypes Grown in Different Environmental Conditions. J. Agric. Food Chem.50, 2870-2877. Gopalakkrishnan, N. 1994. Studies on the Storage Quality of CO2-Extracted Cardamom and Clove Bud Oils. J.Agric. Food Chem.42, 796798. Guenther, E. 1972. The Essential Oil Vol.II, III dan V. Van Nostrand Reinhold Company, New York.

Pigments from Curcuma longa (Linn) by Steam Distillation and Extraction with Volatile Solvents. J. Agric. Food Chem.51, 6802-6807. Njoroge, S.M., H. Ukeda dan M. Sawamura. 1996. Changes in te Volatile Composition of Yuzu (Citrus junos Tanaka) Cold-Pressed Oil During Storage. J.Agric. Food Chem. 44, 550556. Njoroge, S.M., H. Ukeda dan M. Sawamura. 2003. Changes of the Volatile Profile and Artifact Formation in Daidai (Citrus aurantium) ColdPressed Peel Oil on Storage.J. Agric. Food Chem. 51, 4029-4035. Piggott, J.R dan Othman, Z. 1993. Effect of Irradiation on Volatile Oils of Black Pepper. Food Chemistry. 46, 115-119. Reineccius, G.A., 1994. Source Book of Flavors. 2nd ed. Chapman dan Hill, New York. Risfaheri dan E. Mulyono. 1992. Pasca Panen Pala. Di dalam Perkembangan Penelitian Tanaman Pala dan Kayu Manis. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Vol. VIII No. 1, p. 31-42. Russo, M., G.C. Galletti, P. Bocchini dan A. Carnacini. 1998. Essential Oil Chemical Composition of Wild Populations of Italian Oregano Spice (Origanum vulgare sp. Hirtum (Link) Ietswaart) : A Preliminary Evaluation of Their Use In Chemotaxonomy by Cluster Analysis. 1. Inflorescences. J. Agric. Food Chem. 46, 3741-3746. Yasni,

S., Inneke dan F. Kusnandar. 1995. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Analisa Profil Deskriptif Flavor Minyak Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill). Buletin Teknologi dan Industri Pangan, 6(3) : 94-99.

Manzan, A.C.C.M., F.S. Toniolo, E. Bredow dan N.P. Povh. 2003. Extraction of Essential Oil and

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 02 Mei 2010, ISSN 0854-0128