Agroinovasi 20 Maret 2013.indd - Litbang Pertanian

sekaligus disortasi agar diperoleh ukuran biji yang seragam. Penundaan proses pengolahan dapat berpengaruh negatif pada mutu karena terjadi pra fermen...

87 downloads 517 Views 230KB Size
2

AgroinovasI

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO Biji kakao merupakan biji dari buah tanaman kakao (Theobroma cacao LINN) yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Lebih dari 76% kakao yang diproduksi di Indonesia diekspor dalam bentuk biji kakao, terutama ke negara pengolah biji kakao seperti Malaysia, Singapura dan Belanda. Dan hanya sebagian kecil industri di Indonesia yang mengolah biji kakao kering menjadi produk jadi untuk pasar dalam negeri. Untuk memaksimalkan produksi biji kakao dalam negeri maka perlu adanya teknologi pengolahan biji kakao yang baik dan tepat. Sama halnya dengan produk pertanian lainnya, biji kakao juga perlu segera mendapatkan penanganan setelah dipanen agar tidak rusak. Pengolahan yang tertunda akan menyebabkan kehilangan produksi sekitar 30% atau menurunkan mutu. Oleh karena itu pengolahan biji kakao harus dilakukan secara tepat baik waktu maupun prosesnya. Faktor-faktor pendukung produk olahan kakao yang mempengaruhi kualitas antara lain adalah cita rasa, sifat fisik dan sifat kimiawinya. Komponen penyusun cita rasa coklat dibentuk melalui perubahan kimiawi yang terjadi selama pengolahan kakao. Pengolahan pasca panen biji kakao terdiri dari pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Pengolahan primer dimulai dari sortasi buah sampai menjadi biji kakao kering siap olah. Sedangkan pengolahan sekunder mencakup pengolahan biji kakao kering menjadi produk olahan kakao setengah jadi berupa pasta kakao, bubuk kakao (cocoa powder) dan lemak kakao (cocoa butter). Produk setengah jadi kakao selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi produk jadi yang lebih bermutu, berkualitas dan bernilai jual tinggi. Pasta dan bubuk kakao dapat digunakan sebagai bahan pembuatan berbagai makanan dan minuman coklat, sebagai bahan pencampur susu bubuk dan juga bahan pembuatan kue. Sedangkan dari lemak kakao digunakan untuk bahan pembuatan permen coklat dan perlengkapan kecantikan seperti sabun, masker serta berbagai jenis kosmetik lainnya. Pengolahan Primer Kakao Buah kakao bisa dipanen apabila perubahan warna kulit dan setelah fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang usia 5 bulan. Ciri-ciri buah yang akan dipanen adalah warna kuning pada alur buah, warna kuning pada punggung alur buah, warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah. Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Panen buah yang terlalu tua akan menurunkan rendemen lemak, menambah persentase biji cacat dan aroma berkurang karena biji sudah mulai berkecambah. Panen muda juga akan menimbulkan hal yang sama, rendemen lemak rendah, Edisi 20-26 Maret 2013 No.3499 Tahun XLIII

Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

3

persentase biji pipih tinggi dan kadar kulit biji cenderung tinggi. Selain itu buah yang terlalu muda akan menghasilkan biji kakao dengan cita rasa khas coklat tidak maksimal. 1. Sortasi Proses sortasi sangat berperan penting dalam menghasilkan biji kakao dengan kualitas yang baik. Digunakan untuk memisahkan buah kakao yang sehat dari buah kakao yang rusak karena penyakit, busuk maupun cacat. Hal ini perlu dilakukan agar buah yang sehat tidak ikut tercemar karena ditimbun di satu tempat. 2. Pemeraman Pemeraman buah bertujuan untuk membantu pembentukan cita rasa dan aroma kakao. Di samping itu juga mempermudah proses fermentasi karena pemeraman akan menyebabkan pulp lebih mudah terlepas dari biji kakao. Waktu pemeraman berkisar antara 6-9 hari sebelum buah tersebut dipecah. 3. Pengupasan Setelah pemeraman, buah segera dikupas atau dipecahkan baik dengan pisau, arit maupun pemukul kayu. Pemecah biji harus dilakukan secara hati-hati supaya tidak melukai biji yang kemudian diikuti dengan pemisahan biji dari buah dan sekaligus disortasi agar diperoleh ukuran biji yang seragam. Penundaan proses pengolahan dapat berpengaruh negatif pada mutu karena terjadi pra fermentasi biji kakao secara tidak terkontrol (Chatt, 1953 dan Jones, 1987). 4. Fermentasi Fermentasi bertujuan untuk membentuk cita rasa coklat serta mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada dalam biji kakao (Clapperton, 1994). Selain itu untuk melepaskan pulp dari keping biji, dan mempermudah lepasnya kulit biji dari keping biji pada proses pengeringan/penyangraian biji kakao (Siregar et al., 2005). Beberapa hal penting untuk kesempurnaan proses fermentasi adalah berat biji yang akan difermentasi, pengadukan (pembalikan), lama fermentasi dan rancangan kotak fermentasi. Proses fermentasi biasanya berlangsung 4-6 hari, namun waktu fermentasi yang sempurna dianjurkan adalah selama 5 hari. Biji-biji yang difermentasi secara penuh (fully fermented) ditandai dengan adanya warna coklat gelap pada 80% kulit luar biji dan terbentuknya pori-pori kecil di dalam biji. Apabila fermentasi gagal warna biji sebagian besar ungu dan tidak ada pori-pori di dalam biji. 5. Pengeringan Kadar air yang tinggi pada akhir proses fermentasi (± k.a 60%), harus diturunkan menjadi sekitar 6-7% sebelum biji kakao tersebut diolah lebih lanjut. Hal ini dilakukan agar pada biji kakao tidak mudah tumbuh kapang maupun jamur yang dapat Badan Litbang Pertanian

Edisi 20-26 Maret 2013 No.3499 Tahun XLIII

4

AgroinovasI

mengurangi kualitas dari biji kakao. Ada berbagai cara pengeringan yang dapat dilakukan yaitu pengeringan secara alami (penjemuran/sun drying) dan pengeringan secara buatan (menggunakan alat/artificial drying) (Mulato dan Widyotomo, 2003). 6. Penentuan Mutu Biji Kakao Standar mutu diperlukan sebagai sarana untuk pengawasan mutu. Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao. Standar ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan (labelling), cara pengemasan dan rekomendasi. Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap partai biji kakao yang akan diekspor dan syarat khusus merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk setiap klasifikasi jenis mutu. Tabel 1. Mutu biji kakao atas dasar ukuran biji Ukuran AA A B C S

Jumlah biji/100 gram Maks. 85 Maks. 100 Maks. 110 Maks. 120 >120

Sumber: SNI 01 – 2323 – 1991

Syarat umum biji kakao yang akan diekspor ditentukan atas dasar ukuran biji, tingkat kekeringan dan tingkat kontaminasi benda asing. Ukuran biji dinyatakan dalam jumlah biji per 100 g biji kakao kering (kadar air 6–7%). Tabel 2. Syarat umum biji kakao Karakteristik Kadar air (b/b)* Biji berbau asap dan atau abnormal dan atau berbau asing Serangga hidup Kadar biji pecah dan atau pecahan biji dan atau pecahan kulit (b/b) Kadar benda-benda asing (b/b)

Persyaratan Maks. 7,5% Tidak ada Tidak ada Maks. 3% Maks. 0%

Sumber : SNI 01 – 2323 – 1991

Syarat khusus lebih terkait dengan cita-rasa dan aroma serta masalah kebersihan. Setelah dilakukan klasifikasi mutu umum, setiap partai biji kakao perlu digolongkan lagi menjadi dua tingkat mutu, yaitu Mutu I dan Mutu II. Edisi 20-26 Maret 2013 No.3499 Tahun XLIII

Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

5

Tabel 3. Syarat khusus biji kakao Karakteristik Kadar biji berkapang (b/b) Kadar biji tidak terfermentasi (biji/biji) Kadar biji berserangga, pipih dan berkecambah

Persyaratan (maks.) Mutu I Mutu II 3% 4% 3% 8% 3% 6%

Sumber : SNI 01 – 2323 – 1991

Pengolahan Sekunder Kakao Pengolahan sekunder kakao merupakan pengolahan biji kakao menjadi bahan setengah jadi berupa pasta, lemak dan bubuk kakao, yang dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk jadi baik itu makanan coklat, minuman coklat instan, permen, kosmetik dan produk-produk lainnya. 1. Penyangraian Penyangraian merupakan salahsatu proses penentu kualitas dari kakao yang dihasilkan. Penyangraian bertujuan untuk mengembangkan rasa, aroma, warna, memudahkan pelepasan kulit dari biji, mengurangi kadar air dan mengendorkan kulit sehingga dengan mudah dapat dipisahkan kulitnya dari proses pemisahan kulit biji. Rasa dan aroma yang didapat dari proses penyangraian ditentukan oleh beberapa faktor yaitu suhu dan lama penyangraian, panas spesifik biji, bentuk biji, jenis varietas biji, cara pengolahan serta cara dan lama proses penyimpanan biji coklat. Menurut Mulato, et al., (2004) waktu sangrai berkisar 15-50 menit tergantung pada jumlah biji kakao yang disangrai dan kadar airnya. Waktu pendingin optimum berkisar antara 8-10 menit dan sudah cukup untuk mencegah biji kakao menjadi gosong (over roasted). 2. Pemisahan Kulit Biji Proses pemisahan kulit dilakukan karena hanya biji kakao nib saja yang digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya. Kulit biji kakao tidak cocok untuk dikonsumsi oleh manusia karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yang dapat mengakibatkan rasa pedih. Kulit biji Badan Litbang Pertanian

Edisi 20-26 Maret 2013 No.3499 Tahun XLIII

6

AgroinovasI

juga dapat menyebabkan kapasitas penghancuran biji secara mekanis sangat rendah (Beckett, 2000). Proses pemisahan nib dari biji dilakukan setelah biji disangrai dan mengalami proses tempering. Biji kakao ini dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit. Mesin ini digunakan untuk proses pemisahan kulit biji kakao menjadi nib sekaligus memperkecil ukuran dari kakao tersebut. 3. Pemastaan Proses pemastaan merupakan proses penghancuran nib menjadi ukuran tertentu (<20 m) sehingga dapat dihancurkan menjadi pasta cair kental. Penghancuran tersebut bertujuan juga memperbesar luas permukaan kakao, sehingga pada saat perlakuan pengempaan dengan bantuan pemanasan massa kakao akan memberikan pengaruh semakin banyaknya kakao yang akan diekstrak. Kadar kulit dan kadar air biji kakao akan mempengaruhi tingkat kesulitan dalam penghancuran nib menjadi pasta kakao (Beckett, 2000). 4. Pengempaan Pengempaan bertujuan untuk memisahkan lemak kakao dari pasta kasar yang telah dihasilkan. Inputnya adalah pasta kakao yang dikemas dalam kantong kain sedangkan outputnya berupa lemak dan bungkil kakao. Rendemen pengempaan

Edisi 20-26 Maret 2013 No.3499 Tahun XLIII

Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

7

Biji kakao kering Penyortiran Penyangraian Pemisahan kulit biji

kulit biji

Daging biji (nib) Pemastaan Pasta coklat Pengempaan Lemak kakao

Bungkil coklat Bubuk coklat

Gambar 1. Tahapan pengolahan biji kakao menjadi produk setengah jadi (lemak, pasta, bubuk coklat)

sangat dipengaruhi oleh kondisi pasta seperti kadar air pasta, suhu, ukuran partikel pasta, dan tekanan kempa dan waktu pengepresan. Menurut Mulato, et al, (2004) lemak kakao akan relatif mudah dikempa pada suhu antara 40-45 0 C, kadar air <4% dan ukuran partikel <75 m. Sisa hasil kempaan adalah bungkil padat dengan kandungan lemak berkisar antara 10-22%. Pengolahan Produk Setengah Jadi Kakao Bubuk coklat merupakan salah satu produk yang memiliki potensi pasar yang cukup besar, karena merupakan bahan baku yang penting untuk industri makanan dan minuman coklat. Bubuk kakao diperoleh melalui proses penghalusan bungkil hasil pengempaan. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, setelah penghalusan Badan Litbang Pertanian

Gambar: Mesin koncing untuk menghaluskan bubuk dan pasta coklat Edisi 20-26 Maret 2013 No.3499 Tahun XLIII

8

AgroinovasI

Pasta coklat Gula Susu

Lemak coklat Pencampuran

Bahan lain

Penghalusan

Tempering

Pencetakan

Pengemasan Gambar 2. Tahapan pengolahan lemak dan pasta coklat menjadi makanan coklat perlu dilakukan pengayakan. Menurut Mulato, et al., (2004) bubuk kakao relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk dari bi-bian lain karena adanya kandungan lemak. Pada suhu yang lebih rendah dari 34ºC, lemak menjadi tidak stabil sehingga bubuk menggumpal dan membentuk bongkahan (lump). Mutu bubuk kakao dapat dipertimbangkan berdasarkan beberapa hal yaitu pH, kandungan lemak, kadar air, ukuran partikel, warna dan avor (Les and Jackson, 1983; Minie, 1999). Bubuk kakao halus yang lolos ayakan merupakan produk yang siap jual. Produk bubuk kakao tersebut juga dapat divariasikan menjadi coklat bubuk manis dengan mencampur bubuk kakao, susu, gula dan bahan lain sebagai penyedap dengan proporsi tertentu sesuai selera konsumen. Edisi 20-26 Maret 2013 No.3499 Tahun XLIII

Gambar: Mesin refiner Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

9

Gambar: Proses pencetakan

Selain bubuk coklat, pasta dan lemak coklat juga merupakan bahan baku penting untuk industri berbagai macam makanan coklat. Proses pengolahan lemak dan pasta coklat menjadi makanan coklat dibagi menjadi 4 tahapan yaitu pencampuran, penghalusan, tempering dan pencetakan. Pencampuran dilakukan dengan mengaduk campuran pasta dan lemak coklat, susu, dan bahan lain sebagai penambah rasa dengan perbandingan tertentu serta mentega dan lesitin untuk mendapatkan penampilan coklat yang baik (mengkilap). Adonan yang sudah homogen kemudian dihaluskan/dikoncing secara berulang dengan menggunakan alat rener (mesin penghalus adonan coklat tipe roll bertingkat) untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel < 20 m. Proses koncing diatur suhunya antara 60-70oC selama 18-24 jam. Selama proses koncing partikel coklat, gula dan susu akan terikat dan terselimuti dengan baik oleh lapisan lemak sehingga memberikan sensasi halus dalam mulut. Adonan coklat yang telah jadi sebelum dicetak harus melewati proses tempering Badan Litbang Pertanian

Edisi 20-26 Maret 2013 No.3499 Tahun XLIII

10 AgroinovasI terlebih dahulu, yaitu penyimpanan adonan dalam ruangan dengan kondisi suhu dan waktu tertentu. Pada tahap awal ruang tempering dipanaskan secara perlahan sehingga suhu adonan coklat meningkat dari suhu 33oC menjadi 48oC selama 1012 menit. Kemudian diikuti proses pendinginan awal, suhu adonan diturunkan menjadi 33oC. Pada tahap ini kristal lemak belum terbentuk sehingga perlu diturunkan lanjut pada 26oC. Adonan kemudian dipanaskan ulang sampai suhu 33oC saat adonan akan dituang ke cetakan. Tahap terakhir adalah pengemasan yang bertujuan untuk mempertahankan aroma, cita rasa dan penampilan produk makanan coklat. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keawetan makanan coklat adalah suhu lingkungan, kelembaban dan kandungan oksigen di dalam. Kemasan harus ditutup rapat dengan perlakuan panas dan tekanan. Beberapa jenis kemasan menggunakan sistem vakum untuk memperpanjang masa simpan bahan dan makanan coklat. Erina Septianti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Makassar

Edisi 20-26 Maret 2013 No.3499 Tahun XLIII

Badan Litbang Pertanian