ANALISA KONSEP TRANS - MALUKU SEBAGAI POLA JARINGAN TRANSPORTASI LAUT DI PROPINSI MALUKU Saut Gurning Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan ITS Surabaya e-mail :
[email protected]
ABSTRACT Molluca as an archipelagic province is facing problems of inter-connection of islands dispersed efficiently and effectively for people mobility and economical activities. This paper discusses the networking study of sea transport services around the area of Molluca. The study analyses the implementation of Trans-Maluku concept for various routes and nodes in Molluca. A typical cargo and passenger flows are concerned including the planning of calculating and evaluating number ships operated in Molluca by employing gravity model. The operational and technical networking data – that is used in this study – have been collected from field survey in 2004-2005. The result showed that the typical availability new system in the perspective of Trans-Maluku may decrease the total round (voyage) time from 145 days to 117 days which connects the north and south nodes of Molluca Keywords: sea-transport networking, trans-maluku, molluca islands, gravity-model, inter-island transport
1. PENDAHULUAN Propinsi Maluku merupakan daerah Kepulauan dengan jumlah pulau yang diperkirakan sekitar ± 559 buah. Letak Propinsi Maluku diantara 2°30' - 9° lintang selatan, 124° - 136° bujur timur. Disebelah Utara berbatasan dengan lautan seram, sebelah selatan dengan lautan Indonesia/Laut Arafura, sebelah barat dengan pulau sulawesi dan sebelah timur dengan pulau Irian/Propinsi Irian Jaya. Luas provinsi 2 2 Maluku adalah sekitar 581.376 km dan luas daratan sekitar 54.185 km (BPS Maluku 2004). Dengan rasio perairan wilayah yang dominan dibandingkan luasan daratannya (inland) menjadikan propinsi Maluku merupakan wilayah dengan sebaran kepulauan yang dominan. Sehingga pantas jikalau Maluku dapat dinyatakan sebagai propinsi kepulauan terbesar di Indonesia dengan kekuatan maritim dan kelautan yang khas dan dominan bagi Indonesia secara umum dan di wilayah timur Indonesia secara khusus. Pertumbuhan Kawasan Tumbuh Pesat yang juga merupakan kawasan sentra produksi yang berbasiskan komoditas alamiah pesisir dan lautnya merupakan unggulan komparatif propinsi Maluku dibanding dengan propinsi lainnya. Pertumbuhan wilayah perkotaan dan sistem kota (Orde I-IV) yang mulai menunjukkan geliat perkembangan yang semakin stabil, ada pertumbuhan ekonomi, serta mobilitas penduduk pasca kerusuhan sosial Pertumbuhan dan penyebaran aktivitas ekonomi di Propinsi Maluku saat ini terpusat di kota Ambon sebagai wilayah transit dan wilayah jasa potensial. Namun situasi ini memberikan konsekuensi jarak yang dalam perkembangannya menjadi item kelemahan bagi wilayah lain di Maluku khususnya dengan keberadaan wilayah-wilayah terbelakang dan terisolasi di wilayah tengah (Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur), wilayah selatan dan tenggara Maluku seperti Kabupaten Maluku Tenggara Barat, dan Maluku Tenggara (Bappeda Maluku, 2005) Karenanya dengan kondisi wilayah yang relatif berjauhan ini membutuhkan sistem transportasi laut yang efektif dalam arti tingkat ketersediaan yang tinggi dan waktu tempuh yang relatif cepat menjadi kebutuhan bagi wilayah Maluku.
1
2. PENDEKATAN DAN METODE A. Pendekatan Konsep Trans-Maluku Jaringan transportasi di wilayah propinsi Maluku di masa 10-15 tahun ke depan diharapkan akan membentuk suatu sistem jaringan transportasi laut dan penyeberangan secara terpadu yang memungkin terhubungnya antar gugus pulau melalui pusat kota dari gugus pulau tersebut yang diusulkan dengan istilah Trans-Maluku. Dengan konsep ini maka diperkirakan bahwa kombinasi moda penyeberangan, laut dan didukung oleh moda darat akan menjadi tulang punggung pelayanan transportasi di wilayah kepulauan terbesar di Indonesia ini, baik untuk hubungan antar pulau maupun antar pusat permukiman di dalam pulau yang sama. Sementara untuk inter koneksi di dalam pulau, moda transportasi laut ini akan memainkan fungsi yang signifikan dibandingkan dengan jaringan penyeberangan. Sehingga strategi pengembangan transportasi di Maluku dalam masa ke depan diharapkan dapat memperkuat penerapan Trans-Maluku ini. Sebagai wilayah kepulauan yang terdiri atas lebih dari seribu pulau besar dan kecil, maka transportasi laut memegang peranan yang sangat penting bagi pengembangan wilayah Maluku. Peranan tersebut sangat baik bagi pengembangan intra wilayah maupun antar wilayah. Pengembangan antar wilayah ditujukan untuk mengembangkan interaksi antar wilayah Maluku dengan wilayah sekitarnya maupun dengan wilayah Indonesia Bagian Barat (IBB), serta lambat laun dapat mengejar ketertinggalannya dari wilayah IBB. Dan jaringan transportasi laut harus dapat mempromosikan pengembangan intra wilayah yang lebih ditujukan untuk meningkatkan kemudahan hubungan antar pulau dan sebagai upaya pemerataan pembangunan antara wilayah maju dengan yang masih terbelakang. Sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang ada, pengembangan sistem jaringan laut Maluku di tahap awal sebaiknya diarahkan pada pola “trade follow ship” artinya pembangunan wilayah Maluku dipacu dengan terlebih dulu menyediakan sarana dan prasarana pendukung transportasi laut. Kemudian secara perlahan akan berubah orientasi secara bertahap mengarah ke pola “Ship follow trade” yang lebih sesuai dengan hakekat fungsinya, yaitu sebgai faktor pendukung bagi pengembangan sosial-ekonomi wilayah. Prioritas pengembangan jaringan transportasi laut ditujukan baik di pusat-pusat baru yang akan dikembangkan maupun di wilayah-wilayah terbelakang yang dari segi potensi sumber dayanya relatif tidak terlalu besar (Litbang Dephub, 2005). Struktur Jaringan transportasi laut di wilayah Maluku akan diklasifikasn dalam : Jaringan pelayaran Nusantara oleh kapal-kapal penumpang PELNI dan operator pelayaran nasional. Jaringan pelayaran ini umumnya hanya menyinggahi pelabuhan-pelabuhan penting di Maluku (Ambon dan Tual) serta beberapa pelabuhan lokal (Saumlaki, Wonreli, dan Banda) Jaringan pelayanan perintis, yang melayani sebagian besar pelabuhan-pelabuhan lokal. Jaringan pelayaran rakyat / lokal dengan rute pelayaran yang relatif lebih bebas, melayani hampir semua pelabuhan lokal di Maluku.
B. Metode Analisa Dan Model Beberapa Teknik analisa kualitatif seperti SWOT analysis, Statistic Analyses, Matematical modelling dan Gravity Transport routes analysis (Rodrigue, 2003) dipakai untuk merancang distribusi dan penciptaan jaringan transportasi baru berdasarkan fokus dari para stake-holder jasa transportasi di wilayah propinsi Maluku. Secara fisis model ini memberikan relasi implementasi yang sama dengan teori Newton tentang gravitasi. Kalau di ekspresikan kedalam suatu fungsi matematika adalah ; Iij = K x Pi x Pj n D
(1)
Dimana Iij adalah interaksi antara i dan j; Pi adalah populasi pada i; Pj = populasi pada j; D = jarak antara i dan j; K = konstanta; n adalah eksponen waktu Hubungan dari keseluruhan faktor diatas dapat di tuliskan : Tij = C . Pi Aj . Fij . Kij (2)
2
Dimana Tij adalah trip yang dihasilkan pada i dan wilayah tarikan (attracted) pada j; C merupakan konstanta; Pi merupakan total trip yang dihasilkan pada i; Aj adalah total trip tarikan pada j; Fij merupakan tahapan kalibrasi pada interchange ij (friction factor); Sementara Kij merupakan pengaturan faktor sosial ekonomi pada interchange ij; i simbol jumlah zone asal; j berarti jumlah zone Sementara nilai dari C untuk suatu original zone i (Ci) ditentukan ketika secara spesifik sesuai dengan jumlah seluruh Tij yaitu 7 (tujuh kabupaten) dan 1 (satu) kota untuk origin i harus sama dengan Pi maka persamaan model menjadi:
Pi j 1Tij j 1 (Ci. Pi Aj Fij Kij ) Ci Pi j 1 ( Aj Fij Kij ) n
Sehingga :
n
Ci
n
1
n
( Aj Fij Kij ) j 1
(3) (4)
Dan bila interaksi ekonomi dan partisipasi masyarakat menjadi pertimbangan dalam penilaian model maka persamaannya kemudian menjadi : Tij = Cx Pix Ajx Fijx Kij =
T ji
Pi Aj Fij Kij
j 1 ( Aj Fij Kij ) n
(5)
Persamaan ini merupakan persamaan standard dari gravity model. Ketentuan F ij merupakan kalibrasi dari ketentuan yang ada dan pada umumnya ditemukan atau diasumsikan berdasarkan nilai invers exponential dari fungsi impedansi. Dalam membangun output model transportasi di Maluku dari persamaan di atas maka besaran volume (produksi, total tonase) total secara akumulatif menjadi inputan penting. Sedangkan besaran tarikan (attraction) secara total tidaklah harus sama dengan nilai yang diinginkan. Model Fratar (Rodrigue, 2005) dipakai untuk mengevaluasi kebutuhan intermoda yang dibutuhkan oleh pergerakan barang dan penumpang. Proyeksi dengan pendekatan regresi linier dipakai di dalam melakukan estimasi kuantitas parameter 5-6 tahun ke depan guna menggambarkan target besaran trafik dan volume jasa sarana dan prasarana pelabuhan, bandara udara, dan terminal darat yang akan dikembangkan. Model untuk distribusi perjalanan menggunkan growth factors menggunakan tipe model Fratar yang sangat mempertimbangkan pola interaksi external to external dari total trip yang dihasilkan antara external station pada area Propinsi Maluku. Metode ini diterapkan melalui proses interasi berbagai variasi dan pola trip yang saling berkaitan (inter-change) telah diperhitungkan selaras dengan relative attractiveness pada tiap pergerakan inter-zonal di Maluku dengan mengambil pertimbangan pada nilai terendahnya. Pertumbuhan lalu lintas pada masa depan di estimasikan pada tiap traffic zone dan dinyatakan sebagai sebuah growth factor (merupakan rasio traffic yang diharapkan pada masa yang akan datang dengan traffic saat ini). Trafik pada masa yang akan datang mulanya di (atau diarahkan pada) suatu zona diestimasikan oleh growth factor dan traffic saat ini. Trafik ini kemudian didistribusikan ke zona yang lain dan diproporsikan dengan keadaan trafic inter-zonal travel yang ada sekarang dengan growth factor masing-masing wilayah. Pendekatan matematikanya adalah : (Trips) AB ( Est. futureTota l ) A
( percentTravel) AB (GrowthFactor ) B (GrowthFactor )(Pr esentTravel )
(6)
Kemudian dilanjutkan dengan membuat perkiraan/taksiran kedua menggunakan growth factor tersebut serta mengulangi proses tersebut hingga didapatkan hasil yang logis dan harmonis antara jumlah inter-zonal traffic dan Volume yang diinginkan (Shuo Ma, 2000)
3
3. PERENCANAAN JARINGAN Secara praktis konsep Trans-Maluku diorientasikan kepada beberapa hal target berikut yang dipakai sebagai pola rancangan yang akan dilakukan. Yaitu menjadi dasar yang menghubungkan wilayah asaltujuan atas pusat-pusat kota di masing-masing gugus pulau. Secara dasar juga menerapkan aplikasi land-bridge dan mobile-bridge melalui perancangan kombinasi darat dan penyeberangan serta memperpendek jangkauan jarak dan waktu tempuh dan peningkatan kapasitas angkut menjadi lebih besar. Sebagai konektor, jaringan baru Trans-Maluku dapat memberikan armada penghubung “jembatan” antar gugus pulau yang kemudian dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, selanjutnya membuka akses angkutan yang semakin terbuka dan tersedia yang pada akhirnya dapat menaikkan tingkat ketersediaan kapal menjadi lebih baik (per hari). Untuk itu inisial rancangan yang dilakukan adalah melakukan reformasi jaringan system gerbang Maluku lebih lebih pendek dan efisien melalui penciptaan dua pusat kawasan internal yaitu kluster utara dan selatan seperti yang terlihat pada gambar 1 di bawah. Direncanakan untuk pada wilayah (gate) utara pusat bangkitan dan tarikan ada di daerah Wahai, sedangkan di wilayah Selatan ada di wilayah Saumlaki. Namun untuk orientasi eksternal kota Ambon tetap dijadikan pusat bangkitan dan tarikan propinsi Maluku
SEGMEN LINTASAN
GATE UTARA , SKENARIO : MAIN GATE WAHAI REGIONAL VOYAGE
DOMESTIK VOYAGE
WAHAI PIRU NAMLEA
KAIRATU
X1 = LEKSULA – WAHAI X2 = NAMLEA – WAHAI X3 = AMBON – WAHAI X4 = TULEHU – AMAHAI X5 = HARUKU – AMAHAI X6 = SAPARUA – AMAHAI X7 = NUSALAUT – AMAHAI X8 = PIRU – WAHAI X9 = KAIRATU – WAHAI X10 = AMAHAI – WAHAI X11 = BULA – WAHAI X12 = KOBI/PASAHARI – WAHAI PASAHARI X13 = TEHORU – AMAHAI BULA X14 = BANDA – WAHAI X15 = GESER – WAHAI
SEGMEN LINTASAN X1 = LARAT – SMLK X2 = TEPA – SMLK X3 = DAMER – SMLK X4 = LUAN – SMLK X5 = ILWAKI– SMLK X6 = WONRELI – SMLK X7 = DOBO – SMLK X8 = MOA – SMLK X9 = HIL – SMLK X10 = MARSEL –SMLK X11 = ADAU – SMLK
AMAHAI
TULEHU LEKSULA
AMBON
GESER
BANDA
TUAL
REGIONAL VOYAGE
DOBO
GATE SELATAN : DAMER HILA ILWAKI WONRELI
LARAT DAI TEPA
MOA
LUANG
DAWERA SAUMLAKI MARSELA
ADAUT
Gambar 1. Penetapan Gate Internal Maluku
Dari hasil wawancara kepada sejumlah pemilik barang, pemilik kapal, penumpang, pedagang (pemilik toko grosir di daerah), dan pengambil kebijakan daerah tadi dikembangkan dengan metode SWOT guna mendapatkan alasan-alasan dan inputan baik dari seluruh stoke-holder yang ada untuk menilai wilayah atau kota-kota mana saja yang layak secara teknis untuk dijadikan sebagai pintu gerbang. Kota-kota yang dianalisa adalah; Amahai, Tual, Saumlaki, Ambon, Wahai. Indikator yang dirujuk diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar yaitu indikator faktor internal dan eksternal. Indikator internal meninjau faktor-faktor kebijakan pemerintah, letak geograis, lingkungan perairan, sosial budaya, daya dukung logistik, dukungan swasta, dan aksesibilitas. Sementara untuk faktor eksternal, hal-hal yang diperhatikan adalah; pandangan pasar, pemilik kapal, bidang usaha, peluang lapangan kerja, peluang pengembangan, dan moda transportasi. Faktor-faktor secara internal dan eksternal tersebut memiliki bobot dan nilai sendiri-sendiri yang kemudian diakumulasi dalam besaran
4
nilai tertimbang. Dua angka hasil kedua tipe indikator kemudian menjadi gambaran tingkat kelayakan suatu daerah yang ditinjau. Dari analisa SWOT yang ada dapat dinayatakan bahwa Kota Ambon merupakan kawasan yang memiliki keunggulan komparatif terbesar dibanding dengan yang lain kemudian disusul kota Saumlaki kota Amahai, kota Tual dan kota Wahai. Keberadaan kota Ambon sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya memberikan konsekuensi dan dasar mengapa aspek angkutan tetap menjadi area asal dan tujuan relatif kuat di Maluku. Jadi kota Ambon dapat dinyatakan sebagai kota bangkitan utama di kawasan ini baik secara internal dan eksternal daerah. Yang menarik adalah memperhatikan dan membandingkan dua kekuatan kota di wilayah utara Maluku yaitu Wahai dan Amahai. Dari sisi regulasi sejak awal kota Wahai ditetapkan sebagai pusat (gerbang), namun secara riil kota Amahai terutilisasi lebih baik oleh pengguna jasanya baik langsung dan tidak langsung dibandingkan kota Wahai. Hal ini disebabkan faktor moda angkutan dan faktor aksesibilitas yang kota Amahai lebih baik dibandingkan kota Wahai.
WAHAI
KETERANGAN
Multigate
= Multigate = Jalur Udara = Jalur Laut
AMBON AMBON Multigate
= Logistik POLA PENGEMBANGAN
ILWAKI
1.
LOGISTIK
Pembukaan Pintu-pintu keluar yang banyak Peningkatan Pertumbuhan pada Pusat-Pusat Pertumbuhan 3. Pengembangan Sikstim Interaksi dari pintu-pintu keluar. 4. Pemanfaatan SDA bernilai tinggi dengan orientasi ekspor. 5. Pengembangan Wilayah Perbatasan, Tertinggal dan Kawasan Sentra Produksi (KSP) 2.
SAUMLAKI Multigate
Gambar 2. Penetapan Gate Internal/Eksternal
Perencanaan rute berorientasi pada penciptaan suatu mekanisme angkutan baru di wilayah kluster utara dan selatan Maluku. Di kawasan utara dengan usulan kota Wahai maka rute diarahkan untuk interaksi eksternal dengan area tujuan adalah kota Sorong, Fakfak, dan Kaimanan di Papua, selain itu juga kota-kota di Maluku Utara dan Bitung, Sulawesi Utara. Sementara jalur selatan dengan kota Saumlaki sebagai pembangkitnya didukung oleh kota-kota ibukota Kabupaten dan kecamatan lain seperti Tual, Dobo sebagai wilayah tujuan utamanya. Juga dengan mempertimbangkan aspek perbatasan khususnya untuk pulau-pulau yang berada di wilayah terselatan. Pembentukan rute baru didasarkan pada marginal output dan kondisi geografis pulau-pulau dalam satu gugus pulau. Pembuatan model rute kapal perintis lebih difokuskan pada kapal perintis cepat untuk melihat kemungkinan pengembangan kapal ini menjadi non-perintis. Pembentukan model menggunakan metode shortest-route yang memperhitungkan jarak terdekat antara titik asal dan titik tujuan. Dari rute yang terbentuk dapat diketahui pendapatan dari berbagai alternatif rute yang ada. Dalam penulisan ini perhitungan pendapatan dan profit dilakukan hanya pada kapal perintis cepat untuk mengetahui rute yang potensial secara ekonomis mampu mengubah tipe pelayaran kapal ini menjadi nonperintis.
5
Dalam perhitungan digunakan beberapa asumsi berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
Biaya kapal diambil berdasarkan laporan keuangan kapal Terun Narnitu tahun 2003. Asumsi Commision Days (CD) 350 hari. Perhitungan pendapatan kapal mengacu pada tarif kelas ekonomi dewasa. Kecepatan dinas dihitung variatif (12-16 knot) untuk mengetahui besarnya biaya bahan bakar. Jumlah penumpang yang digunakan adalah jumlah penumpang kapal perintis hasil peramalan untuk tahun 2004.
Kriteria pemilihan alternatif penugasan kapal adalah aspek kinerja operasional dan aspek keuangan kapal. Dari aspek operasional kapal, rute pelayaran dipilih dengan mempertimbangkan konekvitas masing-masing pelabuhan yang dilewati kapal dan beban masing-masing ruas rute. Aspek keuangan kapal mempertimbangkan keuntungan maksimum kepada perusahaan. Faktor lain yang menjadi pertimbangan penentuan rute adalah kondisi pelabuhan dan dermaga. Diketahui bahwa dari 28 pelabuhan yang ada, hanya terdapat 8 pelabuhan yang memiliki dermaga. Rata-rata kedalaman kolam labuh diatas 7 meter (BPS,2003-2005). Berdasarkan alternatif rute yang ada, dapat diketahui kinerja operasional kapal sesuai disain rute tersebut.
Waipirit Hunimua Poka
Wailey Saparua Amahai
Haruku
Galala
Nusalaut
USULAN LINTASAN BARU a.
Lintasan Antar Provinsi / Negara;
b.
Namlea – Pantai Barat SBB
c.
Wahai – Bula - Ujung Timur Seram – Geser – Tual
d.
Ambon-Banda-Amahai
e.
Benjina – Tranggan Larat.
f.
Saumlaki – Adaut;
g.
Tepa – Lakor – Moa – Leti – Kisar – Ilwaki.
h.
Banda-Serua-NilaTeon-Damer-Bebar Lintasan Real Lintasan Usulan
Ke Sorong / Fak Fak
a
Ke Sanana
Bula
Wahai
a
b Teluk Bara Namlea
Ujung Timur Seram
c Wamsisi
Geser
d
Ambalau Pantai Barat SBB
Banda
Wailey
h
Amahai Ke Kupang / Dili Ilwaki Kisar
a
f g
e Adaut
Sudah Ada Dermaga 8 Tahap Pembangunan 4 Tahap Usulan 25 dermaga
Gambar 3. Penataan Ulang Sistem Baru Pengembangan pelabuhan dan dermaga di Propinsi Maluku berdasarkan skenario optimum. Pada tahun ini Propinsi Maluku hanya memiliki 1 pelabuhan kelas regional yaitu pelabuhan Ambon. Sesuai dengan proyeksi pengembangan seluruh kawasan, maka pada tahun 2016, jumlah pelabuhan kelas regional perlu ditingkatkan menjadi 4 buah. Peningkatan kelas pelabuhan dari kelas lokal ke kelas regional dilakukan pada Pelabuhan Banda ditingkatkan dalam rangka promosi pariwisata Pulau Banda (PELINDO IV, 2005). Sedangkan Pelabuhan Amahai dan Tual ditingkatkan sebagai upaya mendesentralisasikan pusat-pusat pelayanan, yaitu Amahai sebagai pusat pelayanan kawasan Maluku Tengah dan Tual sebagai pusat pelayanan kawasan Maluku Tenggara. Pada tahun 2019 sesuai dengan proyeksi pengembangan transportasi laut, sejumlah pelabuhan akan naik kelas. Pelabuhan lokal Ambon direkomendasikan untuk ditingkatkan kelasnya menjadi pelabuhan kelas I, selain Pelabuhan Wahai, Namlea, Leksula, Dobo, Larat dan Saumlaki. Dengan demikian pada tahun 2020 Propinsi Maluku akam memiliki 9 pelabuhan kelas regional dimana 7 diantaranya sekaligus merupakan pelabuhan ekspor. Sejumlah pintu keluar kawasan yang hingga tahun 2014 belum memiliki pelabuhan, antara lain Nusa
6
Laut, Air Buaya, Leti, perlu dipertimbangkan untuk pembangunan pelabuhan kelas III pada tahun 2010. pelabuhan ini akan menjadi sangat strategis karena secara geografis posisinya berada pada batas Propinsi Maluku dengan kawasan Pasifik Selatan.
REKOMENDASI JARINGAN ANGKUTAN LAUT NO.
NAMA RUTE
T R A YE K
1
A lte rn a tif 1 P e rin tis S e la ta n
A m o n -S e ru a -N ila -T e u n -D a m e r-R o m a n g A rw a la -L e ro k is -L e ra y -K a la b a h i-Ilw a k i-K is a rL e ti-M o a -L a k o r-L u a n g -E la n g -T e p a -D a i-D a w e ra A d a u t-L a ra t-T u a l
ALTERNATIF3
ALTERNATIF 2
PERINTISSELATAN
PERINTI SSELATAN
AMBON
AMBON
BANDA
B A NDA
P RO P I N S I M A L U K U
PROPINSI MALUKU
TUAL
TUAL
SERUA
S ERUA
NILA NILA
2
A lte rn a tif 2 P e rin tis S e la ta n
TEUN
A m b o n -D a m e r-R o m a n g -A rw a la -L e ro k is -L e ra yU p s e ra -Ilw a k i-K is a r-L e ti-M o a -L a k o r-L u a n g E la n g -T e p a -D a i-D a w e ra -A d a u t
3
A lte rn a tif 3 P e rin tis S e la ta n
A m b o n -D a m e r-R o m a n g -A rw a la -L e ro k is -L e ra yU p s e ra -Ilw a k i-K is a r-L e ti-M o a -L a k o r-L u a n g E la n g -T e p a -D a i-D a m e r-A m b o n
4
A lte rn a tif 4 P e rin tis S e la ta n
A m b o n -D a m e r-R o m a n g -A rw a la -L e ro k is -L e ra yU p s e ra -Ilw a k i-K is a r-L e ti-M o a -L a k o r-D a m e r Am bon
TE UN
ROMANG
LE ROKIS
ERAY
DAI
ARWAL A MOA LE TI
LAKOR
DAWERA TEPA
ILWAKI KROING MARS ELA
LE LANG
KIS AR
DAI
ARWALA
DAWE RA TE P A
ILWAKI UP ISE RA
ROMANG
LEROKIS
E RAY
KALABAHI
LARAT
DAMER
LARAT
DAME R
MOA
UPISERA
SAUMLAKI
LETI
KROING
SAUMLAKI
MARSELA
LELANG
KIS AR
KALABAHI
ADAUT
LUANG
LAKOR
ADAUT
LUANG
KUPANG KUPANG
ALTERNATIF4
ALTERNATIF 4
PERINTIS SELATAN
PERINTIS SELATAN
AMBON
AMBON
B ANDA B A NDA
A lte rn a tif 1 P e rin tis T im u r
A m b o n -T u a l-L a ra t-A d a u t-D a w e ra -M a rs e la -T e p a L e la n g -L a k o r-M o a -L e ti-K is a r-Ilw a k i-U p s e ra -K u p a n g
PROPINSI MALUKU
TUAL
PROPINSI MALUKU
5
NILA TEUN
ERAY
DAI DAWERA
ARWALA DAWE RA
TE P A
ILWAKI
A m b o n -T u a l-L a ra t-A d a u t-D a w e ra -K ro in g -M a rs e la -T e p a L e la n g -L a k o r-M o a -L e ti-K is a r-Ilw a k i-U p s e ra -K u p a n g
ROMANG
LEROKIS
DAI
TEPA
ILWAKI
UP ISE RA
A lte rn a tif 2 P e rin tis T im u r
LARAT
DAMER
LARAT
ROMANG
ARWALA
6
TUAL
SE RUA S ERUA
NILA TE UN DAME R
LE ROKIS E RAY
MOA
KIS AR LE TI
KALABAHI
LAKOR
LE LANG
KROING MARS ELA
UPISERA
MOA LETI
KALABAHI
SAUMLAKI
LELANG
KIS AR LAKOR
KROING MA RSELA
SAUMLAKI ADAUT
LUANG
ADAUT
LUANG
KUPANG
KUPANG
7
A lte rn a tif 3 P e rin tis T im u r
A m b o n -T u a l-L a ra t-A d a u t-D a w e ra -K ro in g -M a rs e la -T e p a M a rs e la -K ro in g -D a w e ra -A d a u t-L a ra t-T u a l-A m b o n
8
A lte rn a tif 4 P e rin tis T im u r
A m b o n -T u a l-L a ra t-A d a u t-D a w e ra -K ro in g -M a rs e la -T e p a L e la n g -L u a n g -L a k o r-M o a -L e ti-K is a r-Ilw a k i-U p s e ra -K u p a n g
ALTERNATIF 1
ALTERNATIF 3
PERINTISTIMUR
PERINTISTIMUR
AMBON AMBON
9
A lte rn a tif 1 P e rin tis C e p a t
A m b o n -T u a l-L a ra t-A d a u t-T e p a -D a m e r-R o m a n g -L e ti-K is a rIlw a k i-K u p a n g
10
A lte rn a tif 2 P e rin tis C e p a t
A m b o n -T u a l-L a ra t-A d a u t-T e p a -M o a -K is a r-K u p a n g
BANDA BANDA
DAMER DAMER
LARAT
ROMANG
A m b o n -T u a l-L a ra t-A d a u t-T e p a -L e la n g -M o a -L e ti-K is a rIlw a k i-K u p a n g
DAI DAWERA
DAWERA
A lte rn a tif 3 P e rin tis C e p a t
LARAT
ROMANG
DAI
TEPA
ILWAKI UPISERA
11
TUAL
PROPINSI MALUKU
TUAL
PROPI NSI MALUK U
MOA
LELANG
KISAR LETY
LAKOR
LUANG
KROING MARSELA
TEPA KROING
ILWAKI UPISERA
SAUMLAKI
MOA LELANG
KISAR LETY
LAKOR
LUANG
MARSELA
SAUMLAKI ADAUT
ADAUT
KUPANG KUPANG
12
A lte rn a tif 4 P e rin tis C e p a t
A m b o n -T u a l-L a ra t-A d a u t-T e p a -L e la n g -M o a -K is a rIlw a k i-K u p a n g
Ekspose Trans
Gambar 5. Rancangan Jaringan Trans-Maluku
4. HASIL DAN KESIMPULAN Dari perhitungan waktu dan daya tempuh dengan menerapkan konsep jaringan Trans-Maluku secara real menghasilkan penurunan waktu tempuh sekitar 35% atau sekitar 38 hari dari 145 hari menjadi 117 hari atau Peningkatan ini diakibatkan oleh pengaturan kapal yang dikhususkan untuk kluster utara dan selatan dan peningkatan kecepatan kapal dari 8-9 knot menjadi 11-12 knot. Dengan pengkutuban wilayah jasa dalam utara-selatan untuk kebutuhan internal dan eksternal dengan Kota Ambon, maka luasan layanan (location-coefficiet) akan semakin mengecil yang akan mengakibatkan beban angkutan menjadi lebih mengecil dan berefek akan semakin menaiknya tingkat ketersediaan angkutan. Namun dengan catatan, adanya penambahan armada angkutan yang didedikasikan untuk pembagian wilayah tersebut. Secara orde pengembangan wilayah, Kabupaten Maluku Tengah (termasuk di dalamnya Seram bagian barat, SBB dan Seram bagian timur, SBT), Maluku Tenggara Barat (Saumlaki) dan Maluku Tenggara (Tual) serta wilayah Ambon merupakan spot-spot-area yang dominan baik jaringan angkutan dan potensi kargo dan penumpangnya. Sementara wilayah sekitar pulau Buru dan Maluku Tenggara Barat menujukkan utilitas yang relatif rendah dibandingkan dengan wilayah-wilayah tersebut di atas.
7
Waipirit Hunimua Poka
Wailey Saparua Amahai
Haruku
Galala
Nusalaut
USULAN LINTASAN BARU a.
Lintasan Antar Provinsi / Negara;
b.
Namlea – Pantai Barat SBB
c.
Wahai – Bula - Ujung Timur Seram – Geser – Tual
d.
Ambon-Banda-Amahai
Ke Sorong / Fak Fak
a
Ke Sanana
Bula
Wahai
a
b Teluk Bara Namlea
Ujung Timur Seram
c Wamsisi Ambalau Pantai Barat SBB Wailey Amahai Ke Kupang / Dili Ilwaki Kisar
a
Geser
d
Tabel 1. Perubahan Efisiensi Waktu Trans-Maluku e. Benjina – Tranggan Larat.
Banda
Air Buaya (Buru) – Ilwaki (Lewat Kalar)
Air Buaya (Buru) – Ilwaki (Lewat Tual) h
f.
Saumlaki – Adaut;
g.
Tepa – Lakor – Moa –
Leti – Kisar – Ilwaki. ASAL TUJUAN JARAK MODA e h. Banda-Serua-Nilaf Gugus Node Node Teon-Damer-Bebar Gugus mile g Adaut 1 Sudah Air-Buaya Namlea I Lintasan 112.94 Darat Ada Dermaga I8 Real PembangunanI4 2 Tahap Namlea Ambon VIILintasan 80 Laut Usulan Tahap Usulan 25 dermaga 3 Ambon VII Liang VII 21.18 Darat 4 Liang VII Kairatu V 8 Darat/Ferry 5 Kairatu V Bula IV 494.1 Darat 6 Bula IV Werinama IV 24 Ferry 7 Werinama IV Geser IV 10 Ferry 8 Geser IV Tual VIII 40 Ferry 9 Tual VIII Larat X 137 Ferry 10 Larat X Saumlaki X 100 Darat 11 Saumlaki X Tepa XI 110 Ferry 12 Tepa XI Lakor XI 65 Ferry 13 Lakor XI Moa XI 16 Ferry 14 Moa XI Leti XI 16 Ferry 15 Leti XI Kisar XII 18 Ferry 16 Kisar XII Ilwaki XII 34 Ferry TOTAL TEM WAKTU PELABUHAN TOTAL WAKTU (JAM) HARI OPERASI
No
WAKTU jam 2 4 0.85 1 12 3 1 5 18 6 14 8 2 2 2.25 4.25 85.35 32 117.35 5
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
ASAL Node Gugus Air-Buaya I Namlea I Ambon VII Liang VII Kairatu V Bula IV Werinama IV Geser IV Tual VIII Dobo IX Benjina IX Kalar IX Larat X Saumlaki X Tepa XI Lakor XI Moa XI Leti XI Kisar XII TOTAL TEMPUH WAKTU PELABUHAN TOTAL WAKTU (JAM) HARI OPERASI
TUJUAN Node Gugus Namlea I Ambon VII Liang VII Kairatu V Bula IV Werinama IV Geser IV Tual VIII Dobo IX Benjina IX Kalar IX Larat X Saumlaki X Tepa XI Lakor XI Moa XI Leti XI Kisar XII Ilwaki XII
JARAK MODA mile 112.94 Darat 80 Laut 21.18 Darat 8 Darat/Ferry 494.1 Darat 24 Ferry 10 Ferry 40 Ferry 80 Ferry 50 Ferry 40 Ferry 150 Ferry 100 Darat 110 Ferry 65 Ferry 16 Ferry 16 Ferry 18 Ferry 34 Ferry
WAKTU jam 2 4 0.85 1 12 3 1 5 10 6 5 19 6 14 8 2 2 2.25 4.25 107.35 38 145.35 6
Waktu Eksis 10-14 hari
REFERENSI Bappeda Maluku (2005). Konsep Gugus Pulau Propinsi Maluku. Laporan Tata Ruang Wilayah Propinsi Maluku, Ambon. BPS Maluku (2002). Maluku Dalam Angka. Laporan Tahunan BPS Maluku, Ambon BPS Maluku (2003). Maluku Dalam Angka. Laporan Tahunan BPS Maluku, Ambon BPS Maluku (2004). Maluku Dalam Angka. Laporan Tahunan BPS Maluku, Ambon BPS Maluku (2005). Maluku Dalam Angka. Laporan Tahunan BPS Maluku, Ambon FTK ITS. (2004). Tataran Transportasi Wilayah I Propinsi Maluku. Surabaya, Jawa Timur FTK ITS. (2004). Tataran Transportasi Wilayah II Propinsi Maluku. Surabaya, Jawa Timur
Litbang-Dephub (2006). Tata Cara Perencanaan Tataran Transportasi Wilayah. Dephub, Jakarta Ma,Shuo.(2000). Maritime Economics World Maritime University, Malmo, Sweden PELINDO IV. (2006). Realisasi trafik pelabuhan Yos Sudarso 2005. Laporan Tahunan PT. PELINDO IV, Makasaar, Sulsel Rodrigue, J.P.(2005).Transportation Mode Concepts. Department of Economics and Geography, Hofstra University, Hempstead, New York, USA Rodrigue, J.P. 2003., International and Regional Transportation, Department of Economics and Geography, Hopstra University, Hempstead, New York, USA
8