ANALISA STRATEGI POLA PEMBIAYAAN KREDIT

Download ANALISA STRATEGI POLA PEMBIAYAAN KREDIT MIKRO PADA BANK BNI : ... Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) and Segmenting, ...

0 downloads 308 Views 80KB Size
ANALISA STRATEGI POLA PEMBIAYAAN KREDIT MIKRO PADA BANK BNI : SOLUSI PEMENUHAN PERMODALAN BAGI USAHA KECIL 1

2

Teguh Wiyono , Musa Hubeis dan Fransiska R. Zakaria

2

Abstract Quite big potentials of micro entrepreneur community have not been exploited by formal banking practices due to unbankable market and other accompanying weaknesses. In practice, the micro segments of non-standard banking can survive from the crisis better than the sectors falling under the standard banking. Before the crisis in 1997, most of the credit portfolios in BNI was allocated to finance middle scale and big scale entrepreneurs, while the bank seemed to barely assist the micro entrepreneurs through its credits. In fact, the micro entrepreneurs could survive in 1997. Based on the existing facts, and in line with the letter of establishment of the board of directors of PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. No. KP/041/DIR/R dated 27 February 2002, Micro Bank Unit was established to take care of the need of micro entrepreneurs both for fund and for banking services. The 2001 yearly report of BNI shows that medium and small scale businesses have relatively greater survival rates in facing crisis, which can be shown in the following credit composition : Year Segment Percentage (%) 2000 Corporate 68.75 Small and Medium Scale 31.25 2001 Corporate 63.10 Small and Medium Scale 36.90 In 2003 the credit composition above was expected to be equal with the percentage of 50 % each. As of 31 October, 2002 the outstanding micro credit of BNI was as much as IDR 113 billion or 78.65 % of the target and in December it was IDR 144 billion, with the collectibility rate of 99.37 %, with the number of customers reaching 12.308 and the number of ULM as many as 76 units. Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) and Segmenting, Targeting and Positioning (STP) were analyzed based on the results of 500 questionnaires distributed through the branch offices to determine the marketing strategies of micro credit. The tools and strategies are as follows : 1) The organization administering micro credit, 2) Micro credit profile, 3) The marketing areas of micro credit, 4) The analysis tools, using the concept of 2C (character and capacity), 5) The street banker model, which is a blend of money lenders, pawn shops and commercial banks, 6) The street banker work ethics that are appropriate with the culture and character of each region, 7) The marketing strategies of micro credit – both organic and inorganic. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang PT. Bank Negara Indonesia atau BNI (Persero) Tbk sebagai bank yang telah berusia lebih dari setengah abad dan telah memiliki jaringan hampir disetiap Daerah Kabupaten diseluruh Indonesia, lima kantor cabang di Luar Negeri dan dilihat dari aset Bank BNI berada pada urutan kedua setelah Bank Mandiri. Bank BNI didukung oleh 12 Kantor Wilayah dengan 223 Cabang, maka bagi Bank BNI bukan hal sulit untuk mengembangkan bisnis, khususnya mikro banking, mengingat sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki cukup berpengalaman. Komitmen mewujudkan paradigma baru Bank BNI dalam mengembangkan usaha segmen mikro (micro banking atau mikro banking) dibuktikan dengan membentuk Unit Bank Mikro yang dipimpin oleh seorang pejabat setara Wakil Divisi dan diberikan kewenangan penuh dalam operasionalnya. Dalam upaya perwujudannya, dibentuklah organisasi, yang diantaranya akan mempraktekkan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh rentenir, koperasi simpan pinjam, ataupun lembaga keuangan mikro lainya yang berbentuk informal menjadi formal. pada awal tahun 2001, Bank BNI mulai mengembangkan usaha mikro yang diberi nama Unit Bank Mikro (UBM), dengan harapan dapat melayani masyarakat, dalam hal ini pengusaha kecil dalam menjalankan usahanya dengan prinsip win-win solution (PT. BNI, 2001). 1 2

Alumni PS MPI, SPs IPB Staf Pengajar PS MPI, SPs IPB

2 2. Permasalahan Munculnya krisis moneter yang diikuti dengan krisis ekonomi pada tahun 1997, salah satunya adalah karena melupakan peran golongan masyarakat mikro. Padahal jumlahnya yang cukup dominan, dapat dijadikan sebagai sokoguru perekonomian nasional dari potensi yang dimilikinya (Kurniawan, 2000), yakni : a. Populasi usaha kecil dan mikro bersifat massal dan terdistribusi dimana-mana. b. Bergerak diberbagai sektor kegiatan ekonomi (pertanian, peternakan, perikanan, industri, kerajinan, perdagangan, jasa) baik di kota maupun di desa. c. Usaha mikro sebagai mata pencaharian pokok, sangat ditekuni dan ulet dalam menjalankan usahanya. d. Dapat dipercaya dan memiliki lalu lintas likuiditas usaha yang lancar. e. Pola pembiayaan usaha relatif sederhana telah menjadikan tingkat keuntungan yang diperoleh cukup tinggi. Di sisi lain, usaha kecil tersebut dikonotasikan lemah, skala kecil, penampilan sangat informal, administrasi acak-acakan dan atribut lainnya masih jauh di bawah atribut yang dimiliki oleh golongan yang lebih atas. Hal ini menyebabkan sulit disentuh oleh perbankan formal (unbankable market) dan malah lebih familiar dengan rentenir, pegadaian atau kelompok simpan pinjam dan sejenisnya (Tabel 1). Di dalam konteks perekonomian nasional, masyarakat unbankable memiliki volume pasar yang akan selalu bertambah, mengingat semua pelaku ekonomi akan masuk melalui tahap ini, atau dengan kata lain diibaratkan sebagai binatang kecil yang cepat untuk berkembang biak, tetapi juga mudah untuk punah. Tabel 1. Akses pengusaha kecil terhadap perbankan No 1. 2.

UraIan Menerima kredit Membutuhkan kredit dan telah mengajukan, tetapi belum menerima 3. Membutuhkan kredit, tetapi tidak mengajukan 4. Tidak memerlukan. kredit Jumlah Sumber : Kompas, 2001. a. b.

Komposisi (%) 21 14 33 32 100

Dari uraian tersebut, permasalahan pada kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana Bank BNI yang selama ini menjalankan sebagian besar bisnisnya di segmen middle dan wholesale, dapat melakukan bisnis di segmen mikro ? Bagaimana menciptakan suatu produk yang adaptif dengan segmen pasar mikro yang konvensional (unbankable market) ?

3. Tujuan a. Mengetahui bahwa potensi pasar pada segmen mikro perlu digarap dengan serius. b. Menjelaskan bahwa segmen usaha mikro mempunyai karakteristik dan perilaku tersendiri. c. Menjelaskan bahwa Bank BNI mempunyai kemampuan untuk bermain pada segmen pasar mikro. d. Mengembangkan model penyaluran kredit mikro pada Bank BNI kepada UKM yang berprospek dan layak kredit. METODOLOGI 1. Lokasi Kajian ini dilakukan di PT. BNI (Persero) Tbk Pusat, Unit Bank Mikro, Divisi Pembinaan Bisnis Ritel dan Menengah, Jakarta. 2. Metode kerja Data sekunder berupa data portepel kredit Bank BNI (ritel, middle dan wholesale), data protepel kredit mikro yang diperoleh dari Bank BNI. Data kualitatif dapat diperoleh dari ulasanulasan para pakar ekonomi yang dipublikasikan dalam buletin dan jurnal-jurnal ilmiah, baik dalam maupun luar negeri. Kedua data tersebut dianalisis secara deskriptif, serta didukung oleh analisis SWOT dan STP. Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006

3 Untuk mendukung hipotesa membangun konsep bisnis microbanking yang memiliki potensi sangat baik untuk dikembangkan menjadi suatu unit bisnis berorientasi profit, dilakukan penyebaran kuesioner di beberapa Unit Layanan Mikro (ULM) dan Cabang Bank BNI yang geografis dan budayanya berlainan secara purposif (Sumatera 6 ULM, Jawa 10 ULM, Bali 2 ULM dan Sulawesi 2 ULM). Setiap ULM dimintakan bantuannya untuk mengisi kuesioner tersebut oleh petugas ULM, Karyawan Cabang Induknya dan para debiturnya sebanyak 25 kuesioner, sehingga jumlah seluruhnya sebanyak 500 kuesioner, atau 500 responden

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan umum Sejarah Berdirinya Unit Bank Mikro (UBM) BNI sebagai salah satu sasaran pengelolaan dan pengembangan bisnis ritel dalam mencapai tujuan dan sasaran bisnis Bank BNI, telah ditetapkan dalam Revisi Corporate Plan III periode 1996 – 2000 dan Corporate Plan IV periode 2001 – 2005, antara lain menjadi salah satu bank ritel terkemuka di Indonesia dengan mempertajam fokus geografis dan segmen pasar bisnis ritel, serta pengembangan bisnis segmen mikro yang pasarnya potensial. Dalam rangka menunjang pencapaian sasaran dan tujuan pengembangan bisnis ritel, Bank BNI telah menetapkan Proyek Microbanking sebagai salah satu bagian dari Proyek Pengembangan dan Penyempurnaan Sistem Manajemen dan Bisnis Bank BNI dalam menghadapi tahun 2000 yang dikenal dengan nama Beyond 2000 Programs yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan implementasi Business Plan Bank BNI (PT. BNI, 2001). Melalui Surat Keputusan Direksi PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Nomor KP/041/DIR/R tanggal 27 Pebruari 2002 dibentuk UBM. Dengan demikian, operasional penyaluran kredit kepada usaha disegmen mikro telah dapat dilakukan dan untuk tahap awal sebagai pilot proyek telah dibuka sebanyak 10 ULM yang tersebar diseluruh Indonesia. Hasil evaluasi terhadap 10 ULM tersebut menunjukan hasil yang menggembirakan, dengan ekspansi kredit mencapai Rp. 5 Milyar pada tingkat kolektibilitas 99%. Selanjutnya, melalui Roll Out (R/O) I dan II serta sesuai target pembukaan outlet pada tahun 2002, dibuka outlet-outlet baru sebanyak 76 ULM dan jumlah tersebut pada tahun-tahun yang akan datang akan terus bertambah guna mengantisipasi membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, khususnya di sektor mikro. Bank BNI dalam membangun konsep bisnis kredit mikro melakukan secara integrasi dengan operasional perbankan konvensional umumnya yang telah dioperasikan oleh Cabangcabang Bank BNI yang tersebar diseluruh Indonesia. Dengan demikian, UBM yang merupakan bagian integral dari unit-unit yang ada untuk lebih memfokuskan pemberian kredit kepada para pengusaha kecil (s/d Rp. 50 juta,-) yang di Bank BNI disebut sebagai segmen mikro. Target segmen kredit Bank BNI adalah (a) Segmen Mikro, pemberian kredit maksimal s/d Rp. 50 juta, (b) Segmen Ritel, pemberian kredit maksimal s/d Rp. 5 milyar, (c) Segmen Middle, pemberian kredit maksimal s/d Rp. 50 milyar dan (d) Segmen Wholesale, pemberian kredit di atas Rp. 50 milyar. Mengenai kredit mikro, strategi yang dilakukan untuk memasarkan kredit tersebut adalah dengan cara organik (Bank BNI langsung menyalurkan dan mengelola kredit dimaksud) dan cara anorganik (melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan lainnya seperti BPR, lembaga keuangan mikro dan lembaga lainnya). Portepel kredit mikro Bank BNI periode 31 Oktober 2002 memiliki outstanding Rp. 113 milyar,- (target UBM per akhir Desember 2002 Rp. 144 milyar), sehingga ekspansi kredit mikro Bank BNI 78,65% dari target, Tingkat kolektibilitas kredit sebesar 99,37% merupakan suatu tingkat kolektibilitas yang cukup tinggi untuk menghasilkan suatu keuntungan besar bagi Bank BNI. Jumlah seluruh nasabah kredit mikro pada periode tersebut sebesar 12.308 debitur tersebar di 76 ULM Bank BNI di seluruh Indonesia.

2. Hasil kajian a. Lingkungan Faktor lingkungan sangat berperan dalam membangun konsep bisnis Mikro Banking, yaitu hasil kuesioner atas sistem tataniaga tradisional (45-87,2%), psikologi (60-90%) dan lembaga keuangan tradisional (50-68%).

Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006

4 b. Faktor Kunci Keberhasilan Faktor kunci keberhasilan layanan mikro banking ditentukan oleh pengelola pegawai lokal (60-75%), rayonisasi (66-68%), tailor made (74-84%), hubungan informal dan kemudahan akses (62-97%), sistem dan prosedur (sisdur) sederhana dan mudah dimengerti (65-72%), tampil dengan gaya informal dan ramah (65-91%, serta pemantauan rutin (17-80%). Bank BNI meski baru dalam menggeluti usaha mikrobanking, tetapi tidak tertutup kemungkinan akan mengalahkan pesaing yang telah terlebih dahulu bermain di sektor ini. Hal ini akan sangat tergantung kepada bagaimana konsep bisnis yang akan diaplikasikan. Bisnis mikro banking, bukan hanya sekedar menjual produk dan jasa perbankan. Lebih dari itu, secara terintegrasi akan menawarkan citra, mutu pelayanan, strategi harga, kenyamanan, hubungan emosional, kemudahan, positioning dan lain-lain. 1) Model Bisnis Mikro banking Bank BNI Mikro banking yang ideal seharusnya akan menyerupai para rentenir. Namun karena dibatasi oleh birokrasi, undang-undang atau hal-hal yang bersifat formal dari suatu lembaga keuangan, maka yang akan muncul merupakan gabungan dari usaha pegadaian, commercial banking dan rentenir. Karakter-karakter dari ketiga lembaga ini tentu akan dipadukan menjadi suatu perilaku baru yang cocok dengan tuntutan sektor informal (mikro). Dengan demikian, maka produk-produk mikrobanking seharusnya tidak jauh dari hal-hal : i. Prosedurnya mudah dipahami dan sederhana. ii. Akses untuk nasabah sangat mudah dan longgar. iii. Maksimum kredit relatif kecil. iv. Jangka waktu kredit pendek. v. Jaminan (anggunan) rendah. vi. Tingkat bunga relatif tinggi. vii. Angsurannya disesuaikan dengan kemampuan debitur (taylored). viii. Berpenampilan informal. Selain itu, untuk mempermudah dalam menangani debitur dan mengurangi tingkat risiko, perlu dilakukan usaha-usaha : i. Mengadakan rayonisasi ii. Ditangani oleh pegawai lokal. iii. Penagihan dan pemantauan dilakukan secara insentif iv. Semua jenis kredit v. Pemberian kredit dilakukan secara paket. Untuk menghadapi situasi yang ada, UBM Bank BNI tampil beda dengan keunikannya tersendiri. Untuk mendekati pasar, UBM Bank BNI akan mengandalkan apa yang disebut street bankers yang secara aktif akan mendekati dan membina para calon debitur, yaitu berperan dalam mengamati, merekrut, kunjungan ke lokasi, memantau dan melakukan penagihan. Tulang punggung operasional berada pada street bankers ini, sehingga dituntut mempunyai komitmen dan kemampuan prima, serta dituntut mempunyai daya intuisi tinggi, karena untuk merekrut debitur sektor informal berbeda dengan merekrut calon debitur commercial banking. Konstelasi budaya yang akan dihadapi para street bankers adalah budaya individu masing-masing, budaya organisasi, budaya lingkungan di luar organisasi, budaya nasabah dan budaya pesaing. Misal, perilaku orang Minang tentu akan berbeda dengan sikap-sikap orang Madura dalam mengambil suatu keputusan, yaitu persepsi terjadinya masalah dan cara-cara penyelesaiannya. Kondisi tersebut perlu dimengerti oleh para street bankers, sehingga pendekatan kepada nasabah tidak mungkin dilakukan secara seragam, maka dibutuhkan suatu seni, sehingga komponen-komponen budaya yang ada tidak meninggalkan konflik. Dengan bergesernya pasar perbankan ke buyer’s market, telah memaksa semua lembaga keuangan untuk merubah mentalitasnya dalam memandang nasabah. Maka dari itu, mikro banking memposisikan nasabahnya sebagai mitra dalam berusaha, yaitu tidak hanya dilihat dari satu dimensi sebagai pembeli, melainkan dari multidimensi. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : i. Nasabah adalah bagian dari usaha mikrobanking untuk mengembangkan jaringan bisnis.

Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006

5 Nasabah bukan hanya sekedar individu, tetapi bagian dari masyarakat dan budaya. iii. Bersama-sama berusaha untuk menciptakan nilai bisnis. iv. Bekerjasama, maju bersama-sama dan juga sebagai pesaing. v. Mempunyai harapan, mimpi-mimpi, kebutuhan dan kemauan yang harus dipenuhi. vi. Nasabah adalah pasar. ii.

Dengan demikian, berinteraksi dengan debitur mikro tidak hanya sekedar berbincangbincang tanpa suatu tujuan, maka street bankers harus segera menangkap early warning dari ekspresi wajah, body language dan perilaku-perilaku janggal lainnya, yang mendapat tanggapan, sehingga paradigma baru ini akan berjalan efektif Secara yuridis, fitur kredit pada commercial banking dan mikro banking sebenarnya tidak berbeda. Keduanya merupakan perjanjian pinjam meminjam uang. Pada mikro banking, karena harus mengandung unsur kesederhanaan, kemudahan dan kecepatan dalam pemrosesan, maka fiturnya akan mengadopsi hal-hal yang telah dilakukan oleh para rentenir, pegadaian dan pengijon atau koperasi-koperasi simpan pinjam. Fitur kredit mikro yang ideal adalah suatu hibrid antara apa yang ada di commercial banking dan apa yang selama ini telah dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan tradisional. Secara empiris, lembaga-lembaga keuangan tradisional terbukti dapat bertahan dan umurnya sudah sangat tua. Fitur-fitur kredit mikro didesain sedemikan rupa untuk mengakomodasi semua figur yang ada pada masyarakat mikro. Perihal jaminan kredit, pada fitur kredit mikro dikenal istilah jaminan alternatif, yakni suatu jaminan, meski bukan berwujud suatu tanah atau bangunan, tetapi mempunyai arti psikologi untuk mengikat para debitur. Jaminan ini bisa berupa surat nikah, izin menempati kios, ijazah dan surat-surat yang oleh debitur dianggap penting. Mungkin secara materi jaminan-jaminan bagi orang tidak ada artinya, tetapi bagi para pemiliknya akan mempunyai arti atau sangat bernilai. Fitur-fitur perkreditan mikrobanking Bank BNI terdiri dari 6 fitur yang diperuntukan untuk modal kerja, investasi dan konsumtif, yakni : i. Fitur 1 Skim kredit ini tidak memerlukan suatu jaminan fixed asset, tetapi diperlukan suatu bentuk jaminan alternatif yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh debitur, sehingga jaminan tersebut mempunyai arti atau nilai tersendiri bagi debitur. Maksimum pinjaman fitur ini Rp. 10 juta untuk jangka waktu maksimum 3 tahun. ii. Fitur 2 Skim kredit ini dijamin dengan suatu jaminan yang tidak dapat diikat dengan sempurna secara hukum, seperti hak sewa lapak/kios pasar, girik, pethuk dan lain sebagainya. Maksimum kredit fitur ini Rp. 25 juta untuk jangka waktu maksimum 3 tahun. iii. Fitur 3 Skim kredit ini dijamin dengan suatu jaminan yang dapat diikat sempurna secara hukum, seperti SHM/SHGM, BPKB Mobil/Motor, Gadai, Fiducia. Maksimum kredit fitur ini Rp. 50 juta untuk jangka waktu maksimum 3 tahun. iv. Fitur 4 Skim kredit ini dibuat untuk mengakomodir kebutuhan konsumtif bagi para pegawai dengan maksimum kredit Rp. 50 juta dan jangka waktu kredit maksimum 3 tahun. v. Fitur 5 Skim kredit ini dibuat untuk membiayai kebutuhan kredit secara berkelompok (setiap kelompok terdiri dari 5 – 10 orang dan salah seorang diantaranya ditunjuk sebagai Ketua Kelompok). Maksimum kredit untuk fitur ini Rp. 50 juta, dengan jangka waktu maksimal 3 tahun. vi. Fitur 6 Skim kredit ini diciptakan untuk menyalurkan kredit mikro melalui lembaga keuangan lainnya (BPR, Koperasi dan lain-lain). Fitur 1-5 dioperasionalkan secara organik Bank BNI, sedangkan fitur 6 dilaksanakan dengan cara anorganik (melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan guna mensinergikan potensi kedua lembaga tersebut untuk menyalurkan kredit mikro kepada masyarakat). Maksimum kredit untuk fitur ini Rp. 3 milyar untuk setiap lembaga berupa plafond

Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006

6 credit line yang penarikan kreditnya disesuaikan dengan kebutuhan penyaluran kredit tersebut kepada debitur. Sebagai landasan kerjasama, dibuat suatu Perjanjian Kerjasama antara Bank BNI dengan Lembaga Keuangan tersebut dengan jangka waktu 3 tahun dan dapat diperpanjang kembali. Memberikan kredit akan sama artinya dengan menyerahkan masa depan bank kepada debitur. Padahal, di dalam merekrut debitur mikro, pihak bank hanya mengandalkan pada character dan capacity (2C). Tidak ada materi apapun yang bisa diharapkan dari masyarakat mikro. Oleh sebab itu, aspek-aspek sosiologis, psikologis dan budaya akan sangat menonjol di dalam penanganannya. Adanya pemberian kredit dengan sistem kelompok, diharapkan akan membuatnya saling melakukan kontrol dan bahu membahu dalam membayar kewajiban kepada bank. Pendekatan melalui ketua asosiasi atau pemimpin informal sangat perlu untuk menumbuhkan kewajiban moral, sehingga niat-niat tidak baik dapat dihilangkan. Pendekatan kepada debitur mikro tidak hanya dilakukan dengan motif-motif ekonomi, tetapi memperhatikan aspek-aspek sosial dan budaya. Dalam menghadapi masyarakat informal, terms dan conditions kredit akan banyak dilanggar, karena belum paham mengenai syarat-syarat formal, dan mengetahui tentang kewajiban terhadap bank yang harus dilunaskan. Sebagai antisipasi penggunaan kreditnya dapat digunakan untuk suatu kebutuhan yang mendesak, yaitu kebutuhan biaya sekolah, membeli TV, membeli kendaraan dan lainlain yang tidak direncanakan semula. Maka dari itu, street bankers harus selalu siap untuk menghadapi kasus-kasus ini, disamping memperhatikan faktor karakter dan kemampuan berusaha. Untuk menyederhanakan dan mempercepat proses pemberian kredit mikro, tidak mungkin dilakukan dengan analisa atau studi kelayakan yang dipastikan akan memerlukan waktu lama. Pemberian kredit mikro harus dilakukan secara instan dengan tuntutan masyarakat mikro. Dalam hal ini, para street bankers dengan cepat dan tanggap harus dapat memutuskan, apakah calon debitur tersebut dapat direkrut menjadi debitur mikro yang potensial. Cara-tersebut mempunyai kemiripan yang telah dilakukan oleh para rentenir. Untuk merekrut para calon debitur, pada umumnya commercial banking menggunakan istilah 5C, yakni Character, Capacity, Capital, Condition of Economic dan Collateral. Sedangkan untuk mikrobanking, karena situasi dan kondisi yang ada, maka collateral, capital dan condition of economic dapat dihilangkan. Masyarakat sektor informal sudah jelas tidak akan memiliki jaminan tambahan yang bisa diandalkan, apalagi permodalannya, tetapi mampu bertahan pada krisis ekonomi. Oleh karena itu, faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada calon debitur mikro adalah character dan capacity (2C). Di dalam dunia mikro banking, pengertian character adalah kemampuan untuk membayar angsuran dan bunga, meski dalam keadaan sulit. Secara implisit terkandung maksud, bahwa debitur mikro harus mempunyai willingness to pay. Faktor capacity menyiratkan adanya potensi aliran kas masuk dari usaha debitur, sehingga membayar angsuran dan bunga tidak mengalami kesulitan (ability to pay). Kedua unsur willingness to pay dan ability to pay adalah kunci pokok dalam merekrut calon debitur. Masalah memelihara debitur dalam institusi perbankan menjadi sangat penting, karena akrabnya para street bankers dengan debitur, paling tidak akan mengetahui secara dini (early warning) permasalahan yang akan dihadapi oleh debitur. Dalam hal ini, saat tanda-tanda seperti debitur susah ditemui, ingkar janji, menunggak angsuran dan lain-lain, para street bankers harus mulai waspada, apa yang sebenarnya terjadi. Pada kondisi ini, street bankers mulai berfungsi sebagai problem solver, yaitu tidak hanya bertindak sebagai mediator untuk bertransaksi, tetapi mediator untuk masalah manajemen dan persoalan-persoalan lainnya. Semua risiko ada yang dapat dihadapi, dipindahkan, dikurangi dan dihindari. Untuk itu diperlukan suatu kemampuan untuk mengaturnya, sehingga tidak akan menimbulkan kerugian yang dapat membuat bisnis mikro banking menjadi berantakan. Untuk mengendalikan risiko tersebut perlu dibuat suatu Risk Modelling yang akan mendeteksi ditempat suatu risiko akan muncul dan bagaimana cara menanggulanginya. Tahapan risk modelling meliputi : i. Evaluasi terhadap riwayat calon debitur dilihat dari waktu (sejarah kehidupan) dan sektor usaha.

Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006

7 Evaluasi terhadap transaksi, artinya risiko dikendalikan dengan memberikan terms and conditions untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan bank. iii. Optimisasi, artinya setiap UBM harus mentargetkan kolektibilitas tertentu. ii.

Untuk pengendalian risiko sehari-hari, telah dirancang sistem pengendalian risiko usaha mikrobanking yang dapat mendeteksi perilaku bisnis melalui sistem peringatan dini, seksi pemantauan dan komite pengendalian risiko. 2) Analisa SWOT Analisis SWOT (Rangkuti, 2000) adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi UBM BNI agar mampu bersaing dengan para pesaing. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Rinciannya sebagai berikut : a. Strenghts 1) Corporate Image Bank BNI yang kuat dan pertumbuhan usahanya yang berkesinambungan. 2) Reputasi baik, terutama dari segi keamanan dana. 3) Sistem dan prosedur perbankan relatif lengkap. 4) Memiliki jaringan outlet (Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Kantor Kas dan Kas Mobil) dan costumer based yang luas. 5) Memiliki jajaran manajemen yang cukup mendukung terhadap operasional perbankan. 6) Akses transaksi ke setiap jaringan outlet menggunakan on line system. b. Weakness 1) Mutu pelayanan banyak dikeluhkan nasabah. 2) Promosi produk-produk Bank BNI sebagai salah satu unsur pemasaran kurang gencar dilakukan. 3) Belum optimalnya data based konsumen yang terpadu untuk kepentingan pemasaran. c. Opportunities 1) Penduduk Indonesia mayoritas berada dalam skala masyarakat mikro. 2) Perkembangan menuju kebijakan otonomi daerah yang akan memacu pertumbuhan dan pemerataan pengembangan sektor-sektor riil di daerah. 3) Implementasi visi Bank BNI sebagai universal banking yang dapat melayani seluruh nasabah dari berbagai segmen. 4) Diterbitkannya berbagai Kebijakan Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan Usaha Kecil Menengah (UKM) sebagai pondasi yang kokoh terhadap perekonomian Indonesia. 5) Pengusaha mikro relatif lebih tahan terhadap krisis dibandingkan pengusaha disegmen lainnya, sehingga dari segi bisnis dinilai lebih potensial. d. Threats 1) Bank-bank Perkreditan Rakyat yang banyak tersebar diseluruh pelosok Indonesia yang sifatnya sangat lokal. 2) Bank-bank Pembangunan Daerah yang membawa sentimen kedaerahan. 3) Unit Desa Bank Rakyat Indonesia yang menjadi perintis berusaha di sektor mikro. 4) Para pelepas uang informal yang telah lama menjadi mitra usaha dari kelompok masyarakat mikro. Dari diagnosa SWOT, disusun strategi pada Tabel 2. 3) Analisa Marketing Mix dan STP Produk-produk atau fitur-fitur perkreditan yang ditawarkan oleh UBM BNI adalah sebagaimana produk-produk perkreditan lainnya, yakni produk jasa. Konsep bauran pemasaran (marketing mix) merupakan konsep yang harus dipakai oleh perusahaan di dalam memasarkan produknya, agar diperoleh keuntungan maksimal (Kotler, 1997). Peubah yang menjadi unsur bauran pemasaran (produk, harga, promosi dan tempat) setiap saat akan selalu mengalami perubahan, serta setiap perubahan harus dipelajari dan dianalisis.

Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006

8 Tabel 2. Matrik SWOT Faktor Internal Strength (S) (butir 1-6)

Weakness (W) (butir 1-3)

Faktor Eksternal S - O Opportunities (O) (butir 1-5)

Memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk memperoleh peluang yang optimal, sehingga produk perkreditan mikro dapat diterima oleh pasar secara baik. S - T

Threats (T) (butir 1-4)

Kekuatan yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara tepat dan benar untuk dapat bersaing secara sehat dengan pesaing, agar kesinambungan produk kredit mikro dapat terus berlangsung.

W - O Kelemahan yang ada terus diupayakan seminimal mungkin melalui peningkatan pelayanan, promosi dan mutu SDM, serta teknologinya untuk memperoleh peluang lebih besar. W - T Secara terus menerus diupayakan untuk meningkatkan mutu pelayanan dan produk, agar mempunyai daya saing tinggi terhadap pesaingnya.

Unsur-unsur peubah bauran pemasaran (Gultinan, 1994) adalah sebagai berikut : a. Produk (Product). Diasumsikan bahwa calon konsumen di dalam menetapkan produk yang akan dibeli pada dasarnya menitikberatkan pada mutu, karakteristik, pelayanan, kemudahan, dan lain-lain. Untuk segmen pasar mikro, produk-produk perkreditan dari ULM harus mampu melayani kebutuhan kredit dari para pengusaha mikro yang mempunyai karakteristik tersendiri, seperti proses kredit sederhana, mudah, cepat dan tepat waktu pada saat dibutuhkan. Hal lainnya, produk kredit mikro harus mampu beradaptasi terhadap perilaku dari masyarakat mikro, serta secara demografi dan geografi bersifat lokal sesuai dengan karakteristik dan budaya masyarakat setempat. b. Harga (Price). Seringkali menjadi pertimbangan utama dari setiap calon konsumen. Tingkat suku bunga kredit mikro yang relatif lebih tinggi dari tingkat suku bunga pinjaman lainnya, bukanlah suatu hambatan berarti dalam pemasaran kredit mikro, karena jumlah nominal pinjaman tersebut relatif lebih kecil, sehingga perbedaan tingkat suku bunga tersebut dampaknya tidak terlalu besar bagi para debitur mikro. Faktor pelayanan yang baik dan waktu pencairan kredit tepat pada saatnya sangat dibutuhkan, karena merupakan faktor terpenting untuk memasarkan produk kredit mikro. c. Tempat (Place). Pemilihan tempat akan meliputi lokasi penjualan produk, saluran penjualan, kemudahan untuk dijangkau dan lain-lain. Dalam strategi pemasaran produk perkreditan mikro, lokasi kantor yang relatif dekat dengan pasar mikro merupakan salah satu strategi yang harus menjadi perhatian. Lokasi yang dekat dengan para calon debitur akan memberikan kemudahan untuk berhubungan langsung dengan petugas bank yang memasarkan produk perkreditan mikro. Dengan demikian, lokasi kantor ULM harus berdekatan dengan target pasar yang akan dibidiknya, agar konsep pemasaran kredit mikro dapat diimplementasikan sesuai dengan karakteristik dan perilaku pengusaha mikro. d. Promosi (Promotion). Kegiatan ini bertujuan agar para calon konsumen mengenal dan mengerti produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Tanpa dikenal dan dimengerti, maka para calon konsumen tidak akan mengetahui secara benar manfaat produk dari perusahaan tersebut, sehingga konsekuensinya para calon konsumen tidak akan membeli/menggunakan produk tersebut. Penerapan konsep promosi dalam pemasaran kredit mikro efektifnya dilakukan secara lokal, karena budaya masyarakat mikro di suatu tempat belum tentu sama dengan tempat lainnya. Dengan melokalisasi promosi sesuai dengan perilaku dan kebiasaan masyarakat setempat, maka para calon konsumen akan lebih mudah mengerti manfaat dari produk perkreditan mikro.

Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006

9

Strategi pemasaran eksternal dapat diterapkan untuk menentukan strategi pemasaran yang jitu, sehingga produk-produk ULM Bank BNI dapat diterima pasar. Segmentasi pasar merupakan langkah awal dalam pemasaran eksternal, yaitu suatu tindakan membagi pasar menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil. Langkah kedua adalah melakukan penentuan target pasar, yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih satu segmen pasar atau lebih untuk dilayani. Selanjutnya dilakukan penentuan posisi pasar, yaitu suatu cara membentuk persepsi konsumsi konsumen terhadap manfaat jasa tersebut. Langkah konkritnya adalah sebagaimana penjelasan di bawah ini, antara lain : a. Segmenting Segmentasi bagi ULM BNI adalah lebih ditekankan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah (mikro) yang jumlahnya di Indonesia sangat besar dan tersebar disegenap pelosok tanah air yang merupakan suatu potensial bisnis, bila dikelola secara baik dan benar akan mendatangkan keuntungan cukup besar. Masyarakat di segmen ini umumnya berusaha di sektor kebutuhan hidup sehari-hari segenap lapisan masyarakat dan tujuannya sangat mendasar, yakni untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dan berinteraksi secara lokal. Dengan demikian, jika terjadi suatu wanprestasi dari pengusaha mikro lebih dikarenakan faktor-faktor yang sifatnya internal, sedangkan pengaruh faktor-faktor eksternal seperti adanya krisis pada perekonomian global tidak banyak membawa pengaruh terhadap bisnisnya. b. Targeting Dominannya penduduk Indonesia pada segmen masyarakat mikro merupakan suatu potensi pasar yang sangat besar dan menjanjikan, sehingga harus dilakukan suatu strategi pemasaran yang tepat untuk merangkul potensi pasar tersebut, bahkan mengungguli para pesaing ULM Bank BNI. Dengan persepsi yang telah terbentuk di masyarakat, pengusaha mikro membutuhkan pinjaman dengan jumlah cukup dan tepat waktu, serta prosedur relatif sederhana dan cepat, maka target pasar ULM Bank BNI adalah para pengusaha mikro yang ada di daerah perkotaan atau pinggiran kota (suburban). UMB Bank BNI telah membangun suatu konsep bisnis berorientasi pada kebutuhan dan persepsi masyarakat pengusaha mikro, sehingga fitur-fitur perkreditan mikro BNI lebih memiliki keunggulan bersaing bila dibandingkan dengan para pesaingnya. Pembidikan target tersebut didasarkan pertimbangan bahwa kelompok pengusaha mikro yang berada pada lokasi suburban bukan di daerah pedesaan, umumnya telah mempunyai pasar stabil dan infrastrukturnya cukup memadai, sehingga dalam pemasaran fitur-fitur perkreditan ULM Bank BNI tidak diperlukan adanya tambahan biaya terlalu besar untuk menjangkau lokasi para debiturnya. Kelompok-kelompok pengusaha mikro yang menjadi target ULM Bank BNI umumnya berkelompok pada suatu lokasi (pasar), sehingga memudahkan bagi petugas-petugas ULM untuk memasarkan produkproduknya dan memonitor perkembangan usahanya. c.

Positioning Penentuan posisi merupakan tindakan untuk merancang suatu citra Bank BNI agar menempati suatu posisi baik dalam benak para nasabah dan debiturnya, khususnya masyarakat mikro. Strategi penentuan posisi akan dilakukan oleh ULM Bank BNI dengan cara berikut : 1) Strategi Komunikasi Komunikasi perlu dibangun dan dibentuk antar sesama para pengusaha mikro dan pihak Bank BNI. Bentuk komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu melakukan kunjungan secara periodik ke lokasi-lokasi usaha debitur atau mengikuti dengan aktif, jika kelompok-kelompok debitur tersebut menyelenggarakan suatu kegiatan yang sifatnya menggalang kebersamaan. Selain itu, dengan menyiarkan iklan melalui stasiun radio setempat, agar masyarakat tersebut lebih memahami keberadaan ULM Bank BNI. 2) Berdasarkan Produk Ditonjolkan perbedaan yang sangat mendasar antara produk-produk ULM Bank BNI dengan produk-produk perkreditan mikro lainnya, sehingga masyarakat mikro dalam memanfaatkan jasa ULM Bank BNI memperoleh suatu produk yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk-produk lainnya. Dengan penekanan produk yang kompetitif (proses sederhana dan cepat), maka diharapkan akan timbul suatu citra pada para pengusaha mikro bahwa produkJurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006

10 produk perkreditan mikro Bank BNI sesuai dengan yang di butuhkan, yaitu tidak ditemui pada produk-produk perkreditan mikro lainnya atau dengan kata lain telah menemukan suatu mitra usaha yang dapat melayani segala kebutuhannya.

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Faktor-faktor penting yang berpengaruh dan harus dipertimbangkan untuk membangun suatu konsep bisnis mikro banking yang dapat diimplementasikan secara baik dan diterima oleh pasar adalah sebagai berikut : 1) Pengusaha mikro umumnya membutuhkan dana yang pengembaliannya dapat dicicil secara fleksibel. 2) Kebutuhan dana seperti kredit talangan hampir berimbang (40% - 50%). 3) Potensi skim kredit ini perlu dikembangkan lebih serius, sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan. 4) Model jaminan seperti ini perlu disikapi dengan baik dan dapat dijadikan sebagai jaminan alternatif yang berfungsi sebagai moral obligation. 5) Proses kelayakan analisa kredit sebagian besar didasari dari kinerja usaha dan karakter dari calon debitur, dengan tanpa meninggalkan faktor prudential banking. 6) Rasa kesetiakawanan sangat tinggi dan tujuan berusaha guna memperoleh penghasilan yang dapat menopang kehidupannya. 7) Untuk lebih mengefektifkan pemasaran produk-produk perkreditan mikro, petugaspetugas bank hendaknya memahami budaya para pengusaha mikro di suatu lokasi. 8) Sistem arisan para pengusaha mikro dan Bank Rakyat Indonesia Unit Desa merupakan lembaga keuangan yang dominan. 9) Petugas bank tanpa dilengkapi dengan atribut pakaian formal sebagaimana layaknya pegawai bank konvensional lebih disukai, tetapi rapi dan bersikap ramah ketika mengunjungi lokasi usahanya. b. Segmen pasar yang dibidik oleh Bank BNI adalah para pengusaha mikro di daerah perkotaan atau pinggiran kota (suburban), tidak sampai ke desa-desa yang infrastrukturnya masih kurang baik, karena potensi pasar pada lokasi ini masih sangat potensial dan biaya operasionalnya relatif lebih kecil, bila dibandingkan dengan yang beroperasi di daerah pedesaan. c.

Dari analisis SWOT dan STP, dapat dipetakan pasar yang bagaimana harus digarap secara intensif oleh Bank BNI, agar sumber dayanya optimal digunakan, strategi-strategi pemasaran yang efektif dan tepat dapat diterapkan, sehingga ekspansi kredit mikro Bank BNI dapat menghasilkan keuntungan optimal.

d. Dalam menjalankan bisnisnya di sektor mikro, Bank BNI menggunakan dua strategi pemasaran, yakni : 1) Memasarkan produk-produk kredit mikro secara organik (proses dan pengelolaan debitur mikro dikelola sendiri oleh Bank BNI). 2) Melakukan aliansi strategis melalui suatu kerjasama dengan lembaga keuangan mikro lainnya (anorganik), seperti BPR, Koperasi dan lainnya, sehingga penyaluran kredit mikro Bank BNI dapat menjangkau pasar yang lebih luas. 2. Saran a. Untuk lebih meningkatkan aktivitas usahanya, Bank BNI perlu terus mengembangkan fiturfitur perkreditan mikro seperti kredit talangan, kredit multiguna dan skim-skim perkreditan lainnya, untuk melayani pasar yang lebih luas. b. Hambatan-hambatan internal (keluhan nasabah tentang layanan, panjangnya antrian di kasir dan ATM sering macet) yang dialami selama ini merupakan bagian dari suatu proses yang perlu secepatnya diselesaikan secara bijaksana dan profesional, agar konsentrasi ekspansi kredit mikro tidak mengalami gangguan. c.

Peningkatan mutu SDM perlu terus ditingkatkan dengan upaya-upaya pelatihan, seminar, lokakarya dan lain-lainnya, agar Bank BNI memiliki SDM yang dapat menangani operasional bisnis mikro.

Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006

11

DAFTAR PUSTAKA Gultinan, J.P. 1994. Manajemen Pemasaran; Strategi dan Program (Terjemahan). Erlangga, Jakarta. Kompas. 2001. Akses Pengusaha Kecil terhadap Perbankan. Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran (Terjemahan, Jilid 1). PT Prehallindo, Jakarta. Kurniawan, Y.I. 2000. Sektor Usaha Kecil dan Mikro Sebagai Target Pasar Perbankan, Bank dan Manajemen, Edisi Maret – April 2002. PT. BNI. 2001. Laporan Tahunan 2001 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Jakarta. Rangkuti, F. 2000. Analisa SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia, Jakarta.

Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006