ANALISIS BIAYA DAN PRODUKTIVITAS PRODUKSI KAYU PADA HUTAN

Download Analisis Biaya dan Produktivitas Produksi Kayu Pada Hutan Tanaman Industri. ( Studi Kasus: PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I Sei Kebaro, Kab...

0 downloads 511 Views 1MB Size
Analisis Biaya dan Produktivitas Produksi Kayu Pada Hutan Tanaman Industri (Studi Kasus: PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara) (Analysis of Costs and Productivity in Plant Forest Wood Production Industry Case Study: PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara) 1Mahasiswa

Warsein Roy M. Sitohang1, Muhdi2, Yunus Afifuddin2 Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Jl. Tri dharma Ujung No. 1 Kampus USU 20155 (Penulis Korespondensi: E-mail: [email protected]) 2Dosen Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

Abstract Analysis of costs and productivity of timber production is done in PT. Sumatera Riang Lestari. This research was conducted since August 2014 until September 2014. The purpose of this research is to analyze the cost of harvesting that focus on the stages of harvesting, the division of the stem, stacking, stripping, extraction, loading and analyzing productivity and harvesting of timber in HTI PT. Sumatera Riang Lestari. The method of analysis in the sampling trees is done by purposive sampling. To analyze the cost of harvesting used calculation formulas fixed costs and variable costs (variable). To analyze the productivity of harvesting is done by calculating the productivity of timber extraction from the location of HTI to sawmills with conveyances (truck). Data in the calculation of costs and productivity of timber harvesting obtained by direct observationin the field. The research results showed that the cost of harvesting, fixed and variable costs (variable) used is IDR 288.243/hour and IDR 398.849,38/hour. Productivity harvesting of timber obtained in plantation forests (HTI) PT. Sumatera Riang Lestari is 314,80 m3/day. Keyword: Cost Analysis, harvesting productivity, Industrial Plantation Forest, PT. Sumatera Riang Lestari. PENDAHULUAN Pemanenan hasil hutan merupakan usaha pemanfaatan kayu dengan mengubah tegakan pohon berdiri menjadi sortimen kayu bulat dan mengeluarkannya dari hutan untuk dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Tujuan dari pemanenan hasil hutan yaitu memaksimalkan nilai kayu, mengoptimalkan pasokan kayu industri, meningkatkan kesempatan kerja serta mengembangkan ekonomi regional (Mujetahid, 2009). Kegiatan pemanenan yang dilakukan di hutan tanaman industri bertujuan untuk mengoptimalkan pasokan kayu industri, meningkatkan nilai tambah dan devisa negara serta meningkatkan pendapatan daerah. Menurut Elias (2002), hutan tanaman industri (HTI) di Indonesia dibangun dengan tujuan meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku industri pengolahan kayu. Kualitas hutan produksi dapat dilihat dari analisis biaya pemanenan. Melalui analisis biaya dapat dilihat keefesiensian dari pemanenan yang selama ini telah dilakukan oleh HTI. Dengan demikian HTI sendiri dapat meminimalisasi biaya pemanenan jika ternyata biaya pemanenan yang dilakukan selama ini tinggi. Analisis biaya dari kegiatan pemanenan kayu yang dilakukan melalui penelitian ini akan mengetahui besarnya biaya yang digunakan untuk melakukan pemanenan kayu di hutan tanaman industri (HTI). Dengan demikian akan dapat diketahui juga tingkat produktivitas pemanenan yang dilakukan di hutan tanaman industri (HTI) dari besarnya biaya yang digunakan serta besarnya keuntungan yang diperoleh dari bagian kegiatan pemanenan.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis biaya pemanenan yang berfokus kepada tahapan penebangan, pembagian batang, penumpukan, pengupasan, penyaradan, dan pemuatan serta menganalisis produktivitas pemanenan kayu di hutan tanaman industri PT. Sumatera Riang Lestari. METODE PENELITIAN Penelitian yang berjudul “ Analisis Biaya dan Produktivitas Produksi Kayu “ ini dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2014. Penelitian ini dilakukan di PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I sektor Sei Kebaro. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan siap tebang atau sedang ditebang, tally sheet, dan label pohon. Alat yang digunakan adalah pita ukur, phyband, meteran, stopwatch, stapler, alat tulis, alat hitung, dan kamera digital. Areal hutan tanaman industri PT. Sumatera Riang Lestari sektor Sei Kebaro memiliki luas seluas 25.320 Ha dan berada pada ketinggian 75 mdpl–280 mdpl. Berdasarkan letak secara geografis sektor Sei Kebaro berada pada 1026’20” LU s/d 1037’30” LU dan 100010’32” BT s/d 100024’47” BT. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson, lokasi penelitian termasuk pada tipe iklim A, yaitu daerah yang sangat basah dengan vegetasi hutan adalah hutan tropik. Prosedur Penelitian 1. Pengumpulan data Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan berupa data alat yang digunakan, jumlah alat, lama kerja alat serta lama kerja pemanenan mulai dari penebangan sampai

pengangkutan. Jumlah sampel pohon yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 pohon yang berasal dari beberapa blok. Dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Data sekunder diperoleh dengan mengutip data dari perusahaan atau literatur-literatur yang ada yang meliputi data keadaan umum lokasi penelitian, potensi hutan tanaman, data produksi, dan data biaya-biaya yang digunakan dalam pemanenan di PT Sumatera Riang Lestari. 2. Analisis data di lapangan Melakukan pengambilan data secara langsung di lapangan dengan cara mengamati setiap tahapan pemanenan, yaitu penebangan, pembagian batang, penumpukan, pengupasan, penyaradan, dan pemuatan. Dengan menggunakan 2 buah stopwatch untuk mendapat waktu pada setiap bagian kerjanya.  Waktu persiapan merupakan waktu yang digunakan operator dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan untuk melaksanakan pengerjaannya.  Waktu potong adalah waktu yang digunakan oleh chainsawer untuk menumbang atau memotong satu batang pohon.  Waktu hilang merupakan waktu yang terbuang seperti mengisi ulang bahan bakar atau oli, dan yang lainnya.  Waktu menumpuk, yaitu waktu yang digunakan untuk menumpuk beberapa kayu tumbangan menjadi tumpukan yang tersusun rapi.  Waktu kupas kulit, waktu yang digunakan untuk mengupas kulit kayu.  Waktu sarad merupakan waktu yang dipakai untuk menarik kayu dari in field ke tepi jalan.  Waktu bongkar muat sarad, yaitu waktu yang digunakan untuk mengeluarkan muatan dari alat sarad ke tepi jalan.  Waktu muat kayu adalah waktu untuk mengisi alat angkut (truck) dengan kayu yang ada di tepi jalan. 3. Pengolahan data Rumus-rumus yang digunakan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut: - Perhitungan produktivitas P=

V W

Keterangan: P= produktivitas (m3/jam); V= volume kayu (m3); W= waktu efektif (jam)

- Volume kayu

a. Biaya tetap Perhitungan biaya tetap menggunakan rumus-rumus menurut FAO (1992) dalam Mujetahid (2009) berikut: M–R  Biaya penyusutan:

Keterangan: V= volume kayu D= diameter rata-rata kayu (m); L= panjang kayu (m)

- Analisis biaya Untuk menghitung biaya dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel), yaitu sebagai berikut:

N x t

Keterangan : D = Penyusutan (Rp/jam); M = investasi alat (Rp); R = nilai sisa alat pada akhir umur ekonomis 10% (Rp); N = umur ekonomis alat (tahun atau jam);t = waktu kerja alat dalam setahun (jam/tahun).

 Biaya bunga modal :

(M – R) (N + 1) + R x 0,0p

2 B= Nxt

Keterangan: B = Bunga modal (Rp/jam); 0,0p = suku bunga/tahun (18%).

 Biaya pajak :

(M – R) (N + 1) + R x 0,05

2N Pj = t

Keterangan : Pj = Pajak (Rp/jam); 0,05 = persentase pajak (5%).

 Biaya asuransi :

(M – R) (N + 1)

+ R x 0,05

2N A= t Keterangan : A = Asuransi (Rp/jam); 0,05 = persentase asuransi (5%).

 Jumlah biaya tetap (BT) dalam satuan (Rp/Jam) dihitung dengan rumus : BT = D + B + Pj + A b. Biaya variabel  Biaya pemeliharaan (BPr) dalam satuan (Rp/jam) yang dimaksudkan adalah sebagai upaya untuk menjaga keragaan alat yang dihitung dengan membagi besarnya biaya yang dikeluarkan selama satu tahun dengan jam kerja peralatan per tahun sehingga diperoleh rata-rata biaya pemeliharaan per jam.  Biaya bahan bakar dihitung dengan menggunakan rumus Mujetahid (2009):

V = ¼ π D2 x L (m3);

D=

Bbk =

Jumlah pemakaian BBk x Harga/liter Waktu kerja alat

Keterangan : Bbk = Biaya bahan bakar (Rp/jam).

 Biaya oli dan pelumas (Bo) dalam satuan (Rp/jam) dihitung dari semua biaya yang dikeluarkan dibagi

dengan jumlah jam kerja alat selama periode penggunaan.

Tabel 1. Kegiatan pengerjaan penebangan di hutan tanaman industri

 Jumlah biaya variabel (BV) dalam satuan (Rp/jam) dihitung dengan rumus: BV = BPr + Bbk + Bo - Biaya mesin, dihitung dengan rumus: Bm = BT + BV Keterangan: Bm = Biaya mesin (Rp/jam).

- Upah tenaga kerja, dihitung dengan rumus: Up =

Gaji (Rp per bulan) Hr x W

Keterangan : Up = Upah tenaga kerja (Rp/jam) Hr = Hari kerja rata-rata per bulan W = Jam kerja per hari (jam/hari)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kegiatan dalam Pemanenan 1. Penebangan (Felling) Kegiatan ini merupakan yang awal dilakukan dalam pemanenan kayu dengan tujuan untuk pengolahan kayu industri. Ditjen Pengusahaan Hutan (1993) menyatakan bahwa tujuan penebangan yaitu untuk mendapatkan bahan pasokan industri pengolahan kayu dengan jumlah yang cukup dan kualitas memenuhi persyaratan. Pada saat akan melakukan penebangan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dikerjakan oleh seorang penebang atau sering disebut operator chainsaw. Dari hasil pengamatan ada beberapa hal yang tidak dilakukan oleh seorang penebang, yaitu sebagai berikut:  Ada beberapa operator chainsaw yang tidak menggunakan perlengkapan keamanan dan peralatan keamanan dan keselamatan kerja, seperti helm dan sepatu.  Ada beberapa pohon yang ditebang tidak memiliki takik tebang.  Tidak semua pohon yang ditebang diarahkan ke jalur sampah.

(a) (b) Gambar 1. (a) Kesalahan operator tidak pakai helm dan sepatu; (b) Tebangan tidak menggunakan takik.

Kegiatan pemanenan kayu diawali dengan kegiatan penebangan. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan di PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara dapat dilihat dari Tabel 1. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel 80 batang pohon dan alat yang digunakan pada kegiatan penebangan adalah chainsaw. Di lokasi penelitian ada dua merk chainsaw yang digunakan, yaitu merk STIHL dan merk NEW WEST. Pada Tabel 1, pada kolom waktu, dapat juga dilihat bahwa chainsaw yang membutuhkan sedikit waktu untuk menebang adalah merk STIHL. Hal ini disebabkan oleh spesifikasi mesin dari chainsaw merk STIHL (kecepatan max. 13.500 rpm) memiliki kecepatan putar yang lebih cepat dibandingkan dengan merk NEW WEST (kecepatan max. 12.000 rpm). Waktu potong di atas sudah termasuk waktu pohon untuk menyentuh tanah. Jadi, waktu untuk pohon tumbang mencapai tanah juga mempengaruhi waktu potong dalam Tabel 1 dipenelitian ini. Tinggi pohon juga mempengaruhi cepat-lambatnya waktu yang dibutuhkan pohon mencapai permukaan tanah. Diameter pohon juga mempengaruhi waktu potong pohon. Karena semakin besar ukuran diameter pohon yang akan ditebang maka, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk memotong. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa ukuran diameter pohon yang ditebang dengan menggunakan alat chainsaw merk STIHL membutuhkan waktu lebih sedikit untuk memotong dibandingkan dengan merk NEW WEST. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi waktu tebang untuk satu pohon. Dalam penelitian ini ada 3 (tiga) hal yang mempengaruhi, yaitu tinggi pohon, diameter pohon, dan spesifikasi alat. Hasil pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa tanaman bawah tegakan di areal tebangan tidak terlalu tinggi dan sulit bagi operator chainsaw untuk berjalan berpindah dari pohon yang satu menuju pohon yang berikutnya. Hal ini menyebabkan operator chainsaw tidak terlalu banyak waktu yang dipakai dalam berpindah ke pohon yang akan ditebang berikutnya. Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa waktu untuk persiapan dalam menebang rata-rata membutuhkan waktu 9 menit 11 detik. Dalam hal ini yang termasuk dengan persiapan adalah memeriksa bahan bakar alat (jika habis diisi kembali), memeriksa oli, dan mengikir mata rante yang kurang tajam. Mengikir mata rante yang membutuhkan waktu lebih banyak dari pada untuk memeriksa oli dan bahan bakar serta mengisi ulang jika habis atau tinggal sedikit.

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa produktivitas tertinggi didapat dengan menggunakan chainsaw merk STIHL, yaitu sebesar 77,91 m3/jam sedangkan dengan menggunakan chainsaw merk NEW WEST produktivitas adalah sebesar 70,39 m3/jam. Berdasarkan penelitian Suhartana, S., et al (2009) yang menyatakan bahwa produktivitas penebangan adalah sebesar 14,418 m3/jam dengan menggunakan chainsaw merk STIHL MS 270 serta Suhartana dan Yuniawati (2005) menyebutkan bahwa produktivitas penebangan dengan menggunakan chainsaw STIHL type 070 dengan teknik penebangan serendah mungkin (TPSM) dan penebangan konvensional (PK) masing-maisng sebesar 15,445 m3/jam dan 12,810 m3/jam. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan chainsaw dapat meningkatkan produktivitas penebangan yang berarti produksi kayu meningkat serta diharapkan dapat meningkatkan nilai efisiensi pemanfaatan kayu maka dari Tabel 1 produktivitas penebangan yang didapat dengan menggunakan chainsaw merk STIHL MS 381 merupakan produktivitas yang tinggi. Secara keseluruhan kegiatan penebangan yang dilakukan, yaitu dengan menggunakan chainsaw merkSTIHL dan chainsaw merk NEW WEST yang memiliki kapasitas tangki minyak 0,6 liter. Artinya, chainsaw yang digunakan adalah chainsaw ukuran kecil. Dari beberapa sampel yang diambil didapat bahwa ratarata waktu yang dipergunakan dalam penebangan untuk satu pohon adalah 12,15 detik dengan rincian sudah termasuk memotong satu pohon dan berjalan menuju pohon berikutnya serta menumbang pohon. Maka untuk satu menit dapat menumbang 5 pohon. Dalam satu jam dapat menumbang 300 batang pohon. Jika waktu produktif kerja per hari adalah 8 jam, maka produktivitas rata-rata per harinya adalah 2.400 batang. 2. Pembagian Batang (Bucking) Kegiatan pembagian batang merupakan bagian dari penebangan karena alat yang digunakan dalam kegiatan pembagian batang sama dengan alat yang digunakan dalam kegiatan penebangan, yaitu chainsaw. Dari hasil penelitian, kegiatan pembagian batang ada yang dilakukan sebelum pengupasan dan ada juga yang dilakukan setelah pengupasan. Pengupasan merupakan salah satu kegiatan dalam pemanenan yang dilakukan di hutan tanaman industri PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara dengan tujuan membersihkan kayu dari kulit kayu. Karena dalam pembuatan kertas kulit kayu tidak dibutuhkan. Namun, kulit kayu dibiarkan di areal tebangan untuk kemudian dijadikan pupuk. Dalam kegiatan ini, tidak semua batang pohon yang berpotensi untuk diproduksi dalam satu batang pohon. Karena kayu yang berdiameter di bawah 5 cm tidak untuk dijadikan kayu produksi. Tetapi, kayu yang berdiameter di bawah 5 cm tersebut dikumpulkan dan kemudian dijual kepada masyarakat untuk dijadikan kayu bakar. Jadi, semua yang tidak dibawa ke pabrik-pabrik pembuatan kertas tetap dimanfaatkan oleh PT. Sumatera Riang Lestari.

(a) (b) Gambar 2. (a) dan (b) Operator chainsaw sedang memotong kayu jadi beberapa sortimen.

Hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan di lapangan, terkhusus pada tahap pembagian batang, telah dilakukan beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti sebagai berikut:  Menggunakan stick (tongkat sebagai ukuran) dengan ukuran 250 cm, tujuannya adalah agar tidak terjadi kesalahan pengukuran yang dapat menyebabkan perbedaan panjang potongan.  Pohon yang sudah ditebang harus dipotong semua, tujuannya adalah agar memaksimalkan nilai ekonomis kayu.  Pemotongan batang harus tegak lurus sumbu batang, tidak boleh miring melebihi 100 terhadap sumbu vertikal. Tujuannya adalah agar tidak terjadi perbedaan pengukuran.  Pemotongan dilakukan hingga ujung pohon hingga diameter minimal 5 cm, tujuannya adalah agar memaksimalkan kayu produksi. Tabel 2. Kegiatan pengerjaan pembagian batang di hutan tanaman industri Diameter (m) Jlh Panjang Volume Panjang Sorti Sortimen Sortimen (m) Pangkal Ujung -men (m) (m3) 17,55

0,11

0,10

513

2,50

12,30

Keterangan : sortimen = potongan-potongan kayu yang siap diangkut.

Penelitian ini menggunakan sampel pohon sebanyak 80 batang pohon. Dari Tabel 2 didapat banyak sortimen adalah 513 sortimen. Jadi, rata-rata dalam 1 (satu) batang pohon dapat dihasilkan 6 sortimen dengan ukuran yang berbeda-beda tiap sortimen. Sortimen merupakan potongan-potongan atau sortimen-sortimen kecil dari 1 (satu) batang pohon dengan ukuran yang telah ditentukan, yaitu 2,50 m. Rata-rata diameter pangkal sortimen adalah sebesar 0,11 m dan diameter ujungnya adalah 0,10 m. Dari satu pohon, semakin ke ujung pohon diameter semakin kecil dan angka yang tertera dalam Tabel 2, kolom diameter, merupakan ratarata dari keseluruhan pangkal sortimen dan ujung sortimen. Tabel 2, pada kolom volume merupakan jumlah dari keseluruhan volume sortimen, baik itu sortimen yang berdiameter besar maupun yang berdimeter kecil. Jadi, volume per sortimen dan diameter sortimen dapat selengkapnya dilihat pada lembar lampiran. Secara keseluruhan kegiatan pembagian batang ini dilakukan dengan menggunakan chainsawmerkSTIHL dan chainsawmerk NEW WEST ukuran kecil yang memiliki kapasitas tangki minyak 0,6 liter. Dari beberapa sampel yang diambil didapat bahwa untuk memotong

satu batang pohon (1 batang pohon = ± 6 sortimen) menjadi satu sortimen diperlukan waktu selama 4,61 detik. Dalam satu menitnya dapat menghasilkan sebanyak 13 sortimen. Sehingga dalam satu jam dapat menghasilkan 780 sortimen yang telah dipotong. Jika digambarkan dalam harian yang produktif waktu kerja hanya 8 jam, maka dalam satu hari produktivitas ratarata per hari adalah sebanyak 6.240 sortimen atau setara dengan 1.040 batang pohon. 3. Penumpukan (Pre-Bunching) Penumpukan merupakan kegiatan mengumpulkan kayu yang sudah ditumbang untuk menjadi tumbangan yang tersusun secara rapi agar pengupasan kulit kayu mudah dilakukan. Sebelum kulit kayu dikupas, kayu terlebih dahulu disusun rapi dengan menggunakan excavator jepit. Penumpukan yang dimaksud bukanlah penumpukan yang disusun di tempat penumpukan di pinggir jalan untuk dimuat ke alat angkut (truck) melainkan disusun dan ditumpuk menjadi beberapa tumpukan dalam satu areal tebangan untuk memudahkan dan mengurangi waktu pakai pada kegiatan pengupasan kulit kayu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan penumpukan adalah sebagai berikut:  Tumpukan kayu tidak terlalu tinggi untuk memudahkan pengupasan dengan alat kupas.  Tumpukan dilakukan di areal yang mudah dijangkau oleh alat kupas.

pabrik. Jadi, dilakukan pengupasan terlebih dahulu di areal tebangan di hutan tanaman indiustri PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di hutan tanaman indiustri PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara diketahui bahwa kegiatan pengupasan dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara mekanis dan cara manual. Secara mekanis pengupasan dikerjakan dengan menggunakan alat kupas untuk mengupas kulit pada 1 (satu) batang pohon sedangkan secara manual dengan menggunakan tenaga manusia, yaitu masyarakat sekitar lokasi penelitian. Secara manual pengupasan kulit dilakukan pada kayu potongan (sortimen) saat kayu masih dalam keadaan segar agar kayu lebih mudah untuk dikupas kulitnya. Pengupasan kulit kayu dilakukan dalam waktu selambatlambatnya dua hari setelah penebangan. Alat yang digunakan adalah parang dan obeng untuk mencongkel kulit agar memudahkan pengupasan. Beberapa hal yang dilakukan dalam kegiatan pengupasan adalah sebagai berikut:  Semua kayu yang sudah ditumbang atau pun yang sudah dipotong dikupas bersih.  Dilakukan pengupasan dari arah pangkal kayu sampai ujung kayu dan yang tertinggal hanya di bawah diameter 5 cm.  Pengupasan secara manual dilakukan sampai seluruh kulit kayu terkupas.  Pengupasan secara mekanis dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi patah batang pohon.

(a) (b) Gambar 3. (a) Excavator menyarad kayu ke tepi jalan; (b) Excavator merapikan tumpukan kayu.

Kegiatan penumpukan dilakukan oleh satu alat excavator dalam tiap areal tebangan. Tinggi tumpukan tetap diperhatikan oleh operator agar tidak terjadi tumpukan yang terlalu tinggi. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di lapangan didapat hasil bahwa kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan excavator KOMATSU dengan type PC130 yang memiliki kapasitas tangki minyak 250 liter. Dari beberapa sampel yang diambil didapat bahwa rata-rata untuk satu batang dapat ditumpuk selama 42,86 detik berikut dengan spreading. Sehingga dalam satu jam jumlah batang pohon yang dapat ditumpuk adalah sebanyak 84 batang pohon. Jika untuk satu hari waktu produktif kerja adalah 10 jam, maka produktivitas rata-rata per harinya adalah 840 batang pohon yang dapat ditumpuk. 4. Pengupasan (Debarking) Kegiatan pengupasan merupakan kegiatan mengupas kulit kayu dengan tujuan untuk membersihkan kayu dari kulit kayu. Karena dalam pembuatan kertas, tidak diperlukan kulit kayu. Kulit kayu yang jika dibawa ke pabrik akan menyebabkan banyak limbah di daerah

(a)

(b)

Gambar 4. (a) dan (b) Alat debarker sedang melakukan pengupasan kulit kayu.

(a) (b) Gambar 5. (a) dan (b) Pengupasan dengan tenaga manusia.

Kegiatan pengupasan secara manual dilakukan setelah batang pohon dipotong menjadi beberapa potongan kecil (sortimen). Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam mengupas kulit kayu. Pada Gambar 4 dan Gambar 5 ditunjukkan adanya perbedaan panjang batang yang dikupas. Dengan tenaga mesin satu batang pohon utuh yang dilakukan pengupasan sedangkan

dengan tenaga manusia harus dilakukan pembagian batang terlebih dahulu untuk mempermudah pekerja dalam melakukan pengupasan kulit. Tabel 3. Pengerjaan kegiatan pengupasan kulit kayu Panjang Diameter Waktu Kupas Teknis (m) (m) (menit)

Volume (m3)

Mekanis

17,55

0,16

53,10

20,01

Manual

2,50

0,10

24,73

0,17

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dengan mengambil 80 batang pohon dan 9 sortimen sebagai sampel, dapat dilihat dari Tabel 3. Waktu untuk mengupas batang pohon dengan menggunakan alat kupas yaitu selama 53 menit 6 detik dengan hasil sebesar 20,01 m3, maka rata-rata untuk mengupas kulit kayu dalam 1 (satu) batang pohon membutuhkan waktu selama 39,6 detik. Dalam melakukan pengerjaan pengupasan haruslah dikerjakan secara hati-hati. Karena jika kayu diangkat terlalu tinggi dapat menyebabkan batang pohon yang sedang dikupas patah. Hal ini juga dipengaruhi oleh ukuran batang kayu, diameter dan panjang batang pohon. Secara mekanis dapat dilihat pada Gambar 4 yang menunjukkan bahwa metode alat beroperasi adalah dengan cara batang pohon diangkat setinggi yang secukupnya (tidak mengakibatkan batang pohon patah). Kemudian batang pohon dikupas oleh alat kupas. Waktu kupas dipengaruhi oleh banyak tunggul (mata kayu) atau bekas patahan cabang yang terdapat pada batang pohon dan panjang batang pohon. Pengerjaan pengupasan lebih banyak terjadi patah pada ujung batang pohon karena ukuran diameter yang lebih kecil dari pada pangkal batang pohon. Secara manual dapat dilihat pada Gambar 5 yang menunjukkan bahwa kulit dikupas dengan cara mencongkel kulit terlebih dahulu dengan obeng atau parang untuk memudahkan dalam pengupasan. Secara manual kulit kayu dikupas pada kayu dalam bentuk sortimen (panjang 2,50 m). Hal disebabkan oleh pengerjaan yang dilakukan dengan tenaga manusia. Pekerja di dalam pengupasan manual merupakan masyarakat setempat agar tidak mengalami kesulitan dalam hal tempat tinggal serta supaya perusahaan dapat bekerja sama dengan masyarakat dan masyarakat tidak merasa dirugikan. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan secara manual adalah selama 24 menit 43 detik dengan hasil sebesar 0,17 m3, maka ratarata untuk mengupas 1 (satu) sortimen membutuhkan waktu selama 2 menit 45 detik. Secara manual waktu yang dipergunakan untuk mengupas kulit satu sortimen adalah 2 menit 45 detik. Dalam satu jam dapat mengupas kulit kayu sebanyak 22 sortimen yang telah dikupas kulitnya. Jika dalam satu hari waktu produktif kerja adalah 7 jam, maka produktivitas rata-rata per harinya adalah 154 sortimen (22 batang pohon). Sedangkan secara mekanis waktu yang dipergunakan untuk mengupas satu batang pohon adalah 39,6 detik. Sehingga satu jam dapat mengupas kayu sebanyak 91 batang pohon. Jika satu hari waktu

produktif kerja adalah 10 jam, maka produktivitas ratarata per harinya adalah 910 batang (5.460 sortimen). 5. Penyaradan (Extraction) Kegiatan penyaradan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menarik batang pohon yang telah menjadi potongan-potongan kecil (sortimen) dari dalam (in field) ke areal pinggir jalan (TPn). Sortimen yang dibawa haruslah yang telah dilakukan pengupasan. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan alat sarad sederhana yang disebut Pontoon dan ditarik oleh Excavator. Teknisnya excavator menarik pontoon dan excavator memasukkan sortimen ke dalam pontoon dan ini dimulai dari dalam (in field) mengarah keluar areal (TPn). Alat excavator memiliki 2 (dua) fungsi dalam kegiatan ini, yaitu sebagai yang menarik pontoon dan sebagai yang memasukkan sortimen ke dalam pontoon. Excavator hanya mengambil kayu dari satu tumpukan yang telah dikupas kulitnya semua.

(a) (b) (c) Gambar 6. (a) Excavator sedang memuat kayu ke pontoon; (b) Pontoon ditarik dengan tali; (c) Pontoon untuk alat sarad kayu ke TPn.

Kegiatan penyaradan yang dilakukan di hutan tanaman industri PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara dapat dilihat pada Gambar 6. Ditunjukkan bahwa pontoon berbentuk seperti sampan dan terbuat dari besi. Alat ini diberi 4 tiang disetiap sudutnya untuk menahan sortimen dalam penyusunan. Excavator menarik pontoon secara perlahan dan kemudian berhenti untuk memasukkan sortimen ke dalam pontoon dan menyusunnya. Tabel 4. Pengerjaan kegiatan penyaradan dengan menggunakan pontoon

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa ratarata untuk menarik kayu dalam satu kali tarikan membutuhkan waktu selama 1 jam 7 menit 39,6 detik dengan rincian kegiatan adalah menarik pontoon kosong ke dalam, mengisi pontoon dengan excavator, menarik pontoon yang berisi sortimen, dan bongkar muat sortimen dari pontoon menjadi susunan rapi untuk siap

dimuat ke truck. Rata-rata jumlah sortimen yang ditarik dalam satu kali tarikan adalah sebanyak 184 sortimen dan rata-rata jarak tarikan adalah sejauh 181,67 m. Waktu yang dibutuhkan untuk menarik pontoon yang berisi terlihat lebih lama dibandingkan dengan waktu untuk menarik pontoon kosong dan bongkar muat. Karena pada saat penarikan dilakukan, excavator berhenti beberapa kali untuk mengisi pontoon dengan sortimen. Sedangkan waktu tarik kosong, excavator hanya menarik pontoon sampai ke ujung areal tebangan dan bongkar muat, excavator hanya memindahkan sortimen dari pontoon ke TPn. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menarik pontoon yang berisi lebih lama dari pada yang lain. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa total waktu terlama yang digunakan adalah pada tarikan ke-2, yaitu selama 99,29 menit. Jarak sarad pada tarikan ke-2 lebih panjang dari jarak sarad pada tarikan ke-1 dan ke3. Volume muatan pada tarikan ke-2 juga lebih besar dari volume muatan pada tarikan ke-1 dan ke-3. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menyarad kayu dengan pontoon lebih lama. Berdasarkan beberapa sampel yang diambil di lapangan, dengan menggunakan alat pontoon yang ditarik dengan excavator dan jarak rata-rata tarik pontoon adalah 181,67 m didapat bahwa waktu yang dipergunakan untuk satu pontoon dengan ukuran pontoon 19,45 m3 (panjang 4,70 m, lebar 2,50 m, tinggi rata-rata 2,47 m, faktor konfersi 0,67) adalah selama 1 jam 7 menit 39,6 detik. Dengan rincian excavator dengan pontoon berjalan tanpa kayu, excavator mengisi kayu ke dalam pontoon, berjalan dengan muatan kayu di pontoon, dan bongkar muat di pinggir jalan (TPn). Terhitung waktu yang diperlukan untuk penarikan kayu dengan pontoon adalah 1 jam. Jika dalam satu hari waktu produktif kerja adalah 10 jam, maka produktivitas rata-rata per harinya adalah 194,45 m3 yang dapat ditarik dengan pontoon. 6. Pemuatan (Loading) Kegiatan ini merupakan kegiatan yang memuat kayu ke dalam truck yang akan membawa kayu produksi ke pabrik pembuatan kertas. Kayu yang telah ditumpuk dipinggir jalan yang akan dimuat ke dalam alat angkut. Muatan kayu juga harus sesuai dengan kapasitas alat angkut dan muatan kayu disusun dengan rapi agar memudahkan dalam membawa muatan. Beberapa hal yang diperhatikan dalam proses pemuatan (loading) adalah sebagai berikut:  Pemuatan kayu di atas truck harus rapi.  Pemuatan di atas truck tidak boleh bercampur dengan ranting, cabang, tanah, daun, plastik, dan lain sebagainya.  Kayu muatan harus diikat dengan menggunakan dua rantai/pengikat. Ukuran alat angkut (truck) yang terdapat di lokasi penelitian memiliki ukuran yang berbeda-beda. Jadi, masing-masing truck dapat dimuat dengan kubikasi yang berbeda juga. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak tiga buah truck dalam pengambilan data, yaitu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kegiatan pengerjaan pemuatan (loading) Waktu Kerja (menit) Truck keMemuat Merapikan

Volume truck (m3)

1

57,18

31

48,16

2

63,35

43

57,79

3

63,18

40

52,34

Total

183,71

114

158,29

Rata-Rata

61,24

38

52,76

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata waktu yang digunakan oleh operator dengan alat untuk memuat yaitu excavator adalah 1 jam 1 menit 14,4 detik. Rata-rata waktu yang digunakan untuk merapikan adalah 38 menit. Jadi, rata-rata waktu yang digunakan untuk proses memuat kayu ke dalam truck adalah total dari waktu memuat dengan waktu merapikan adalah selama 1 jam 39 menit 14,4 detik. Volume rata-rata alat angkut (truck) adalah sebesar 52,76 m3. Volume kayu sortimen terbanyak yang dapat diangkut oleh truck pada Tabel 5 adalah pada truck ke-2, yaitu sebanyak 57,79 m3 (panjang 11,50 m; lebar 2,50 m; tinggi 3 m) dan yang terendah adalah pada truck ke-1, yaitu sebanyak 48,16 m3 (panjang 11,50 m; lebar 2,50 m; tinggi 2,50 m). Pemuatan (loading) yang dilakukan secara mekanis dengan menggunakan alat excavator KOMATSU dengan type PC130 yang memiliki kapasitas tangki minyak 250 liter. Dari beberapa sampel yang diambil didapat bahwa waktu yang dipergunakan untuk memuat satu truck adalah selama 1 jam 39 menit. Dengan rincian excavator memuat dan merapikan kayu yang sudah dimuat di atas truck. Terhitung waktu untuk memuat satu truck adalah 1,5 jam (1 jam 30 menit) sehingga jika dalam satu hari waktu kerja produktif adalah 10 jam, maka produktivitas rata-rata per harinya adalah 7 truck/unit kayu yang dapat dimuat. B. Produktivitas Pada Setiap Kegiatan Produktivitas yang didapat dari setiap kegiatan dalam pemanenan kayu, yaitu penebangan, pembagian batang, penumpukan, pengupasan, penyaradan, dan pemuatan berupa jumlah yang dapat dihasilkan dalam melakukan sekali kegiatan. Produktivitas pemanenan kayu yang dilakukan di hutan tanaman industri pada PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara untuk setiap kegiatan dalam kegiatan pemanenan kayu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Produktivitas setiap kegiatan pemanenan Waktu Volume Kegiatan Kerja (m3) (jam)

Produktivitas (m3/jam)

Penebangan (Felling)

0,27

20,01

74,13

Pembagian Batang (Bucking)

0,66

12,30

18,72

Penumpukan (Pre-Bunching)

0,95

20,01

21,01

Pengupasan (Debarking)

0,89

20,01

22,61

Penyaradan (Extraction)

3,38

56,98

16,84

Pemuatan (Loading)

4,96

158,29

31,91

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa produktivitas tertinggi terdapat pada bagian kegiatan pemanenan kayu di bagian penebangan (Felling), yaitu sebesar 74,13 m3/jam dan produktivitas terendah terdapat di bagian penyaradan, yaitu sebesar 16,84 m3/jam. Pada bagian dari kegiatan penebangan (Felling) operator hanya menebang pohon sampai tumbang dan jarak dari satu pohon ke pohon lainnya tidak terlalu jauh, sehingga penebangan dapat dilakukan dengan waktu yang tidak terlalu lama dan dapat menumbang pohon yang cukup banyak. Sedangkan pada bagian dari kegiatan penyaradan (Extraction) operator terlebih dahulu harus masuk ke dalam (in field) dengan membawa pontoon yang kosong dengan menggunakan excavator dan harus memulai penyaradan (Extraction) dari ujung menuju ke tempat penumpukan (TPn). Selain itu, pada bagian ini operator juga harus mengisi pontoon dengan excavator sekaligus menarik pontoon yang berisi ke tempat penumpukan (TPn). Produktivitas dari bagian penyaradan pada Tabel 6 dengan menggunakan alat pontoon yang ditarik dengan excavator jika dibandingkan dengan penelitian Suhartana, S., et al (2009) yang menyatakan bahwa produktivitas penyaradan dengan menggunakan alat forwarder MF 390 adalah sebesar 16,50 m3/jam merupakan produktivitas yang tinggi. Hal ini dikarenakan oleh alat yang digunakan. Forwarder merupakan alat yang dirancang khusus untuk menyarad/menarik kayu tumbangan. Sedangkan pontoon yang ditarik excavator tidak khusus untuk menyarad kayu tumbangan tapi dalam bentuk sortimen. C. Analisis Biaya Pernyataan Elias (1987) dalam Rakhman (2004) mendefinisikan biaya sebagai jumlah uang yang harus dibayarkan untuk penggunaan faktor-faktor produksi atau jasa dan merupakan komponen dalam menjalankan usaha untuk suatu perusahaan. Biaya juga merupakan nilai yang harus diberikan terhadap penggunaan peralatan dalam mendukung berlangsungnya kegiatan. Jadi, dalam penelitian ini analisis biaya yang diterangkan adalah biaya dari tiap kegiatan pemanenan di atas. Biaya yang dihitung dalam penelitian ini adalah biaya-biaya yang dikeluarkan atau yang digunakan oleh setiap kegiatan pemanenan. Tetapi, perhitungan dilakukan dengan menggunakan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk keseluruhan alat yang digunakan dalam kegiatan pemanenan. Alat yang digunakan dalam kegiatan pemanenan adalah chainsaw, excavator, debarker, dan pontoon. Biaya yang dihitung dalam penelitian ini juga merupakan biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja, seperti upah operator, upah kupas manual. Biaya-biaya inilah yang dianalisis dalam penelitian ini untuk kegiatan pemanenan kayu di hutan tanaman industri PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I sektor Sei Kebaro.

Tabel 7. Analisis biaya dalam pemanenan kayu di hutan tanaman industri Chainsaw (Rp/jam) Excavator Debarker Uraian Biaya NEW (Rp/jam) (Rp/jam) STIHL WEST I. Biaya Mesin A. Biaya Tetap Mesin 1. Penyusutan 2. Asuransi 3. Bunga Modal 4. Pajak Jumlah-A B. Biaya Variabel Mesin 1. Pemeliharaan 2. Pelumas / Oli 3. BBM Jumlah-B Biaya mesin (A + B) II. Upah Tenaga Kerja 1. Operator Jumlah Upah

6.750 375

1.395 77,50

67.500 12.000

77.400 13.760

1.350 375 8.850

279 77,50 1.829

37.800 12.000 129.300

43.344 13.760 148.264

1.100

1.800

1.300

1.775

7.687,50 6.075 14.862,50

9.609,38 6.682,50 18.091,88

30.750 116.640 148.690

30.750 184.680 217.205

23.712,50

19.920,88

277.990

365.469

15.625

15.625

20.833,33

20.833,33

15.625

15.625

20.833,33

20.833,33

Hasil dari penelitian tentang biaya yang digunakan pada kegiatan pemanenan kayu di hutan tanaman industri PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara dapat dilihat dalam Tabel 7.Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa biaya tetap untuk alat chainsaw adalah sebesar Rp 10.679/jam dan biaya tidak tetap sebesar Rp 32.954,38/jam. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan harga pada kedua merk chainsaw yang digunakan untuk melakukan penebangan. Harga chainsaw merk STIHL lebih mahal dari pada harga merk NEW WEST. Harga dari alat chainsaw dapat mempengaruhi biaya tetap dan biaya variabel dari alat tersebut di atas. Biaya mesin untuk chainsaw merk STIHL lebih tinggi dari chainsaw merk NEW WEST, yaitu secara berurutan adalah Rp 23.712,50/jam dan Rp 19.920,88/jam. Hal ini disebabkan tingginya biaya tidak tetap yang digunakan oleh chainsaw merk NEW WEST, yaitu biaya pemeliharaan, biaya oli/pelumas, dan biaya bahan bakar. Spesifikasi kedua merk dari kedua alat tersebut juga mempengaruhi besarnya biaya variabel. Karena semakin tinggi spesifikasi alat maka semakin tinggi harga alat tersebut. Biaya tetap untuk alat excavator dan alat debarker secara berurutan adalah sebesar Rp 129.300/jam dan Rp 148.264/jam. Biaya tidak tetap untuk excavator dan debarker adalah sebesar Rp 148.690/jam dan Rp 217.205/jam. Perbedaan biaya antara excavator dengan debarker disebabkan oleh harga alat tersebut. Sehingga biaya mesin untuk alat excavator dan debarker secara berurutan adalah sebesar Rp 277.990/jam dan Rp 365.469/jam. Seperti pada alat chainsaw, besarnya biaya mesin untuk alat excavator dan debarker daipengaruhi oleh spesifikasi dari alat tersebut serta

harga dari kedua alat. Semakin tinggi atau bagus spesifikasi alat maka harga alat akan semakin tinggi. Sehingga biaya mesin dari alat juga semakin tinggi, baik biaya tetap maupun biaya tidak tetap. Berdasarkan Tabel 6 dapat juga diketahui bahwa biaya mesin tertinggi terdapat pada alat pengupas (debarker), yaitu sebesar Rp 365.469/jam dan biaya mesin terendah terdapat pada alat chainsaw merk NEW WEST, yaitu sebesar Rp 19.920,88/jam. Hal ini juga disebabkan oleh harga alat serta besarnya biaya yang dikeluarkan untuk biaya operasional alat. Biaya operasional merupakan biaya tidak tetap. Upah tenaga kerja yaitu upah operator dan yang tertinggi terdapat pada upah operator alat excavator dan debarker. Hal ini karena kemampuan dari operator untuk menggunakan alat excavator dan debarker harus yag lebih mahir untuk kelancaran kegiatan. Tabel 8. Analisis biaya dalam pemanenan disetiap alat pemanenan Jlh Bm + Biaya Alat No Jenis Alat Kegiatan Alat Upah (Rp/jam) (Unit) (Rp/jam) Penebangan (Felling) 1. Chainsaw Pembagian 45 74.883,38 3.369.752,10 Batang (Bucking) Penumpukan (Pre-Bunching) Penyaradan 2. Excavator 32 298.823,33 9.562.346,56 (Extraction) Pemuatan (Loading) Pengupasan 3.863.023,30 3. Debarker 10 386.302,33 (Debarking) Total 87 760.009,04 16.795.121,96

Biaya yang terlalu banyak harus dikeluarkan dapat mempengaruhi pendapatan negara atau devisa negara di bagian produksi kayu dari hutan tanaman industri (HTI) di Indonesia. Menurut Elias (2002), hutan tanaman industri (HTI) di Indonesia dibangun dengan tujuan meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku industri pengolahan kayu. Tabel 8 menunjukkan bahwa besarnya biaya yang dikeluarkan olehPT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara adalah sebesar Rp 16.795.121,96/jam dengan total unit alat yang digunakan adalah sebanyak 87 unit. Dengan jumlah dana yang yang harus dikeluarkan oleh PT. Sumatera Riang Lestari untuk hutan tanaman industri tempat lokasi penelitian sebesar yang disebut di atas, maka produksi kayu yang dihasilkan harus melebihi dari biaya yang harus dikeluarkan. Berdasarkan Tabel 8 biaya yang tertinggi terdapat pada kegiatan yang menggunakan alat excavator, yaitu pada kegiatan penumpukan (Pre-Bunching), penyaradan (Extraction), dan pemuatan (Loading) sebesar Rp 9.562.346,56. Sedangkan yang terendah terdapat pada kegiatan yang menggunakan alat chainsaw, yaitu pada kegiatan penebangan (Felling) dan pembagian batang (Bucking) sebesar Rp 3.369.752,10. Hal

disebabkan oleh besarnya biaya mesin alat yang terdapat pada alat excavator. Tabel 9. Analisis biaya dalam pemanenan disetiap kegiatan pemenan. Produktivitas Bm + Upah Jenis No. Nama Kegiatan (m3/jam) (Rp/jam) Alat Penebangan 1. 74,13 (Felling) 74.883,38 Chainsaw Pembagian Batang 2. 18,72 (Bucking) Penumpukan (Pre3. 21,01 Bunching) Penyaradan 4. 16,84 298.823,33 excavator (Extraction) Pemuatan 5. 31,48 (Loading) Pengupasan 6. 22,61 386.302,33 Debarker (Debarking)

Tabel 9 menunjukkan bahwa setiap jenis alat memiliki bagian masing-masing dalam beroperasi. Bagian penebangan dan pembagian batang digunakan alat chainsaw dan dapat menghasilkan produktivitas sebesar 92,85 m3/jam. Bagian penumpukan, penyaradan, dan pemuatan digunakan alat excavator dan dapat menghasilkan produktivitas sebesar 69,33 m3/jam serta pada bagian pengupasan digunakan alat debarker dan dapat menghasilkan produktivitas sebesar 22,61 m3/jam. Produktivitas tertinggi dapat dicapai dengan menggunakan alat chainsaw untuk melakukan kegiatan penebangan dan pembagian batang, yaitu sebsar 92,85 m3/jam sedangkan terendah dengan menggunakan alat debarker untuk melakukan kegiatan pengupasan kulit kayu, yaitu sebesar 22,61 m3/jam. Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa dengan menggunakan alat chainsaw dapat dihasilkan kayu sebanyak 92,85 m3/jam dengan biaya sebesar Rp 74.883,38/jam. Dengan menggunakan alat excavator dapat dihasilkan kayu sebanyak 69,33 m3/jam dengan biaya sebesar Rp 298.823,33/jam. Sedangkan dengan menggunakan alat debarker dapat dihasilkan kayu sebanyak 22,61 m3/jam dengan biaya sebesar Rp 386.302,33/jam. Dari besarnya produktivitas yang dihasilkan tiap alat pada tiap kegiatan pemanenan didapat bahwa biaya terbesar yang dibutuhkan terdapat pada penggunaan alat debarker, yaitu sebesar Rp 386.302,33/jam. Hal ini sama seperti dengan konsep ekonomi, yaitu dengan biaya serendah-rendahnya dapat mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Berdasarkan hasil yang didapat dari Tabel 9, sebaiknya alat chainsaw dapat ditambah untuk lebih memperbesar produktivitas dengan biaya alat yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan untuk alat excavator dapat dikurangi jumlah alat untuk mengurangi biaya pengeluaran alat. D. Produktivitas Pemanenan di HTI ILO (1983) dalam Rahman (2001), menyatakan bahwa produktivitas dirumuskan sebagai perbandingan antara output dengan input perusahaan, industri, dan ekonomi secara keseluruhan. Produktivitas pemanenan dapat dihitung dengan cara besarnya produksi kayu yang dibawa ke tempat pengolahan kayu dikurangi dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Besarnya

produktivitas produksi kayu per hari dapat diketahui dari besarnya produktivitas pemuatan (loading) dan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 10. Produktivitas pemanenan di hutan tanaman industri (HTI). Dalam Satuan Nilai m3/jam

31,48

m3/hari

314,80

m3/bulan

7.555,2

Setiap kegiatan dalam pemanenan dapat menghasilkan produktivitas masing-masing dengan menggunakan alat chainsaw, excavator, dan debarker untuk mempermudah pekerjaan sehingga dapat meningkatkan produktivitas pemanenan. Pada Tabel 9 ditunjukkan bahwa dalam kegiatan penebangan dan pembagian batang dengan menggunakan alat chainsaw dapat menghasilkan produktivitas kayu sebanyak 92,85 m3/jam dengan biaya sebesar Rp 3.369.752,10/jam sedangkan dalam kegiatan penumpukan, penyaradan, dan pemuatan dengan menggunakan alat excavator dapat menghasilkan produktivitas kayu sebanyak 69,33 m3/jam dengan biaya sebesar Rp 9.562.346,56/jam dan dalam kegiatan pengupasan dengan menggunakan alat debarker dapat menghasilkan produktivitas kayu sebanyak 22,61 m3/jam dengan biaya sebesar Rp 3.863.023,30/jam. Berdasarkan Tabel 10 produktivitas pemanenan dapat diketahui dengan melihat besarnya produktivitas pemuatan (loading) dengan menggunakan alat excavator, yaitu sebesar 31,48 m3/jam. Sehingga per hari produktivitas pemanenan adalah sebesar 314,80 m3/hari. Jika dihitung dalam satuan ton maka produktivitas pemanenan adalah sebesar 286,47 ton/hari. Produktivitas pemanenan kayu bukan merupakan jumlah dari produktivitas yang didapat dari setiap kegiatan pemanenan, yaitu penebangan, pembagian batang, penumpukan, pengupasan, penyaradan, dan pemuatan. Karena beberapa kegiatan dalam pemanenan menggunakan alat yang sama dan ada pula yang berbeda. Sehingga produktivitas yang didapat juga berbeda disetiap kegiatan dalam pemanenan. Tabel 10 menunjukkan bahwa produktivitas pemanenan yang didapat per hari adalah sebesar 314,80 m3/hari dan jika dihitung dalam satuan rupiah dengan harga per ton kayu berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 12 tahun 2012 adalah sebesar Rp 782.000/ton, maka pendapatan per hari PT. Sumatera Riang Lestari –Blok I, Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara adalah sebesar Rp 224.019.540/hari. Nilai ini merupakan kisaran biaya pendapatan yang didapat dari produksi kayu per hari dari produktivitas yang dihasilkan dalam tiap kegiatan dalam pemanenan. Produktivitas yang ditunjukkan pada Tabel 10 adalah sebesar 31,48 m3/jam dan jika dibandingkan dengan penelitian dari Sukadaryati dan Sukanda (2006) yang dilakukan di PT. MHP dan PT. WKS, yaitu sebesar 523,45 m3/jam dan 221,52 m3/jam maka produktivitas

pemanenan yang dihasilkan oleh PT. Sumatera Riang Lestari masih termasuk rendah. Produktivitas pemanenan pada hutan tanaman industri PT. Sumatera Riang Lestari–Blok I, Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara dapat dilakukan peningkatan dengan melakukan penambahan alat potong seperti chainsaw dengan type alat yang lebih tinggi spesifikasinya. Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa semakin rendah biaya yang digunakan maka semakin tinggi produktivitas yang dihasilkan. Hal ini disebakan oleh waktu yang dibutuhkan pada setiap alat dalam beroperasi disetiap bagian kegiatan. E. Efesiensi dan Efektif Alat dan Biaya Efesiensi dan kefektifan dapat dilihat dari produktivitas alat yang dapat dicapai dalam waktu tertentu. Dengan mengetahui efisiensi dan kefektifan alat dalam beroperasi dapat dijadikan acuan dalam mengurangi pengeluaran biaya operasional serta mengurangi biaya mesin. Sehingga produktivitas dapat ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besarkecilnya biaya serta tinggi-rendahnya produktivitas pada setiap kegiatan dan juga dapat menjadikan pemanenan lebih efisien dan efektif, yaitu sebagai berikut: 1. Penebangan (Felling)  Waktu berpindah chainsawer, jalan atau tumbuhan bawah tidak perlu bersih/dibersihkan untuk mempersingkat waktu bagi chainsawer dalam berpindah dari satu pohon ke pohon lain.  Pembuatan takik, di HTI rata-rata diameter adalah 0,16 m sehingga dalam menumbang satu pohon tidak perlu dengan menggunakan takik.  Diameter pohon, juga dapat mempengaruhi produktivitas karena semakin kecil diameter pohon maka waktu potong akan semakin sedikit.  Jenis/spesifikasi alat, chainsaw dengan kecepatan putar (rpm) tinggi akan mempercepat waktu potong kayu untuk menumbang satu pohon. 2. Pembagian batang (Bucking)  Diameter batang, akan mempengaruhi waktu potong untuk dijadikan satu sortimen dengan ukuran 2,50 m.  Jenis/spesifikasi alat, chainsaw dengan kecepatan putar (rpm) yang tinggi dapat mempersingkat waktu potong kayu menjadi satu sortimen. 3. Penumpukan (Pre-Bunching)  Jarak, dengan jarak yang dekat (terjangkau) oleh alat excavator terhadap kayu tumbangan akan memudahkan dalam menumpuk di satu tumpukan kayu. 4. Pengupasan (Debarking)  Secara mekanis dengan menggunakan alat debarker  Diameter dan panjang batang, batang yang panjang dan diameter yang kecil akan mempersulit alat debarker dalam mengupas

karena dapat menyebabkan kayu patah saat dilakukan proses pengupasan.  Secara manual dengan menggunakan tenaga manusia  Diameter sortimen, dengan volume yang sama dan diameter yang berbeda akan lebih memperlama untuk mengupas pada diameter yang kecil dibandingkan dengan yang berdiameter besar.  Teknik kupas, pengupasan akan lebih mudah ketika kayu masih dalam keadaan basah dibandingkan dengan ketika kayu sudah kering.  Alat bantu, dengan bantuan alat congkel seperti obeng dapat mempermudah pengulitan kayu dibandingkan dengan tanpa alat bantu. 5. Penyaradan (Extraction)  Jarak sarad, dengan jarak yang pendek/dekat dapat mempercepat waktu dalam menyarad kayu.  Volume pontoon, jika kapasitas pontoon besar maka muatan yang dapat disarad juga akan banyak. 6. Pemuatan (Loading)  Volume truck, jika kapasitas truck besar maka kayu yang dapat dimuat juga akan banyak yang dapat dibawa ke tempat pengolahan.  Susunan kayu dalam truck, ketika memuat sebaiknya dilakukan lebih berhati-hati agar tidak banyak kayu yang tidak rapi tersusun dalam truck serta dapat mengurangi waktu excavator dalam merapikan kayu setelah selesai memuat. Berdasarkan uraian beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas dapat diketahui bahwa dengan berkurangnya waktu yang digunakan oleh sebuah alat dalam mengerjakan bagiannya maka akan mengurangi biaya pada setiap bagiannya dalam kegiatan pemanenan. Dengan demikian maka produktivitas akan dapat ditingkatkan menjadi lebih tinggi lagi dalam menghasilkan produksi kayu hutan tanaman. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Biaya pemanenan dari penebangan, pembagian batang, penumpukan, pengupasan, penyaradan, dan pemuatan merupakan jumlah dari biaya mesin dengan upah tenaga kerja, yaitu dari biaya alat chainsaw, excavator, dan debarker secara berurutan adalah sebagai berikut Rp 3.369.752,10/jam; Rp 9.562.346,56/jam; dan Rp 3.863.023,30/jam. 2. Produktivitas pemanenan dalam satu hari yang dilakukan di hutan tanaman industri PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara adalah sebesar 319,10 m3/hari. Produktivitas yang dihasilkan dengan kupas manual (tenaga manusia) adalah sebesar 168,40 m3/hari sedangkan produktivitas yang dihasilkan dengan cara kupas mekanis adalah sebesar 187,20 m3/hari.

Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti menyarankan agar dilakukannya penambahan alat potong seperti chainsaw untuk meningkatkan produktivitas produksi kayu. DAFTAR PUSTAKA Andri, J. Y. 2000. Pengaruh Kelerengan, Jarak Sarad dan Volume Kayu Yang Disarad Terhadap Produktivitas Penyaradan Dengan Menggunakan Traktor Unimog. (Studi Kasus di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat). [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktur Jendral Pengusahaan Hutan. 1993. Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia Pada Hutan Alam Daratan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Dulsalam dan D Tinambunan. 2003. Produktivitas dan Biaya Peralatan Pemanena Hutan Tanaman: Studi Kasus di PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor. Elias. 2002. RIL Buku 1. Reduced Impact Loging. IPB Press. Bogor. Fajri, J. 2000. Analisis Biaya Penyaradan dengan Traktor Caterpillar D6D di Hutan Rawa (Studi Kasus di HPHTI PT. Wirakarya Sakti. Provinsi Jambi). [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hariyani, A. 2000. Pengaruh Lereng dan Diameter Kayu Terhadap Produktivitas, Biaya, dan Volume Limbah Dalam Kegiatan Penebangan di Hutan Alam. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. ILO. 1983. Penelitian Kerja dan Pengukuran Kerja. Erlangga. Jakarta. Mujetahid, A. 2009. Analisis Biaya Penebangan Pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone. Jurnal Parennial, 6(2): 108-115 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012. Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan Untuk Penghitungan Provisi Sumber Daya Hutan. Menteri Perdagangan RI. Jakarta. Rahman, E. 2001. Analisis Biaya Pembuatan Jalan Sogokan Dengan Truck Loader (Studi Kasus di BKPH Tanggeung, KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat). [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rakhman, A. 2004. Studi Analisis Biaya Penyaradan Dengan Forweder di HPHTI PT. Musi Hutan Persada.[Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Retno, I. 2001. Evaluasi Elemen dan Prestasi Kerja Pemanenan di Hutan Jati (Studi Kasus Pemanenan Kayu Jati BKPH Sadang, KPH Purwakarta Perum Perhutani Unit III Jawa Barat).[Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suhartana, S dan Dulsalam. 1994. Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Penebangan dan Penyaradan, Kasus di Suatu Perusahaan Hutan di Riau. Jurnal Penelitian

Hasil Hutan, Vol. 12 No. 1, pp25-29. Lembaga Penelitian Hasil Hutan Bogor. Bogor. Suhartana, S dan Yuniawati. 2005. Meningkatkan produksi kayu pinus melalui penebangan serendah mungkin: Studi kasus di KPH Sumedang, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Info Hasil Hutan 11(2):87-96. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Suhartana, S dan Yuniawati dan Rahmat. 2009. Efisiensi Kebutuhan Peralatan Pemanenan di Hutan Tanaman Industri, di Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009. Sukadaryati dan Sukanda. 2006. Produktivitas, Biaya, dan Efisiensi Muat Bongkar Kayu di Dua Perusahaan Pulp. Bogor. Sulistiyanto, B. 2001. Prestasi Kerja dan Biaya Pemanenan Pada Hutan Tanaman Industri (Studi Kasus di HPHTI PT. Tanjung Redeb Hutani, Berau Kalimantan Timur. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.