ANALISIS DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PENDAPATAN

Download Darussalam menurut daerah kunjungan sebagaimana terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Penyebaran Wisatawan Mancanegara di Provinsi Nanggroe Aceh...

0 downloads 661 Views 627KB Size
ANALISIS DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LAUT PULAU WEH KOTA SABANG

RITA SULAKSMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa dalam tesis saya yang berjudul: ANALISIS DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LAUT PULAU WEH KOTA SABANG

Merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

Rita Sulaksmi A155040151

ABSTRAK RITA SULAKSMI. Analisis Dampak Pariwisata Terhadap Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Kota Sabang. (AKHMAD FAUZI sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan ERNAN RUSTIADI sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Pengembangan Kota Sabang menjadi daerah tujuan wisata ditunjang oleh potensi alamnya. Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh merupakan salah satu tujuan wisata utama di Kota Sabang. Keberhasilan TWAL Pulau Weh ini tidak lepas dari peran serta masyarakat sekitar kawasan. Penelitian ini bertujuan: 1) untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat sekitar, 2) untuk mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga masyarakat sekitar kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Analisis data meliputi : 1) analisis deskriptif, 2) analisis uji paired samples test, 3) analisis regresi linier berganda, 4) analisis Chi-Square. Ternyata tingkat pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga yang aktif lebih baik dari pada rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata meliputi: umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran/konsumsi, dan jarak dari kawasan wisata. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata adalah, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran, dan curahan waktu kerja. Kata kunci : TWAL Pulau Weh, pendapatan, kesejahteraan masyarakat.

© Hak cipta milik Rita Sulaksmi, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk Apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.

ANALISIS DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LAUT PULAU WEH KOTA SABANG

RITA SULAKSMI

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Judul Tesis

: Analisis Dampak Pariwisata Terhadap Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Kota Sabang

Nama

: Rita Sulaksmi

NIM

: A155040151

Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph. D

Tanggal Ujian : 29 Desember 2006

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Lulus :

PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan segala rahmaan dan Rahiim-Nya penulis dapat menyesaikan tesis dengan judul “Analisis Dampak Pariwisata Terhadap Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Kota Sabang”. Tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD). Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing, dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberi bimbingan serta pengarahan mulai dari penyusunan usulan penelitian sampai dengan penulisan tesis ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan banyak bantuan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya ucapan terima kasih ini kami sampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Prof.Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Sabang beserta Staf, Masyarakat sekitar Taman Wisata Alam Luat pulau Weh Kota Sabang yang telah membantu dan memberikan informasi (data) yang berhubungan dengan tesis ini. Tak lupa kepada yang terhormat ayahanda H. Ibnu Abbas dan Ibunda Hj. Fatmawati, S.Pd atas segala doa, asuhan, nasehat, pengorbanan, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis. Buat kakak dan adik tersayang Dessi dan Dina terima kasih atas perhatian & dukungannya. Terima kasih juga buat seseorang karena telah memberikan perhatian dan motivasi selama masa pendidikan sampai selesai, you will be in my heart. Buat sahabat-sahabat mahasiswa PWD 2004 karena telah memberikan masukan, saran, dan bantuan, semoga sosial kapital yang telah terbangun bisa terjalin & dapat dipertahankan selamanya. Juga terima kasih buat teman-teman dari IKAMAPA. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak dan juga untuk referensi penelitian-penelitian selanjutnya. Bogor, Januari 2007

Rita Sulaksmi

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Bangkeh Kecamatan Geumpang Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 21 Juni 1979, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan H. Ibnu Abbas dan Hj. Fatmawati, S.Pd. Penulis memulai jenjang pendidikan pada tahun 1985 di SD Negeri Geumpang. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada SMP Negeri 2 Banda Aceh dan lulus tahun 1994, pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 2 Banda Aceh dan lulus tahun 1997. Pendidikan sarjana penulis tempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada tahun 1997 dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Sosial Ekonomi Petanian pada Februari tahun 2002. Pada tahun 2004, penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) dan memperoleh gelar Magister sain pada Februari 2007.

DAFTAR ISI Halaman

PRAKATA DAFTAR ISI ..................................................................................................... DAFTAR TABEL.............................................................................................. DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................

i iii iv v

I. PENDAHULUAN ..................................................................................

1

Latar Belakang ........................................................................................... Perumusan Masalah .................................................................................. Tujuan Penelitian........................................................................................ Kegunaan Penelitian .................................................................................. Hipotesis Penelitian....................................................................................

1 10 14 14 14

II. TINJAU AN PUSTAKA........................................................................

15

2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9.

Pariwisata .................................................................................... Pariwisata Bahari ........................................................................ Pengembangan Pariwisata......................................................... Permintaan dan Penawaran Wisata ........................................... Sarana dan Prasarana ................................................................ Partisipasi Masyarakat dalam Sektor Pariwisata ....................... Pendapatan Masyarakat ............................................................. Kesejahteraan Masyarakat ......................................................... Penelitian Empirik Terdahulu ......................................................

15 18 20 23 25 27 29 31 36

III. METODE PENELITIAN .....................................................................

43

3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5.

Kerangka Pemikiran .................................................................... Lokasi, Waktu dan Metode Penelitian ........................................ Penentuan Sampel/responden .................................................. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................ Metode Analisis ........................................................................... 3.5.1. Analisa Deskriptif.......................................................... 3.5.2. Analisis Uji Beda Pendapatan...................................... 3.5.3. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan 3.5.4. Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat................ 3.5.5. Uji Beda Nyata Antar Responden ................................ 3.5.6. Definisi Operasional ..................................................... IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN .................................. 4.1. Aspek Geografis dan Administratif ............................................. 4.2. Topografi ..................................................................................... 4.3. Klimatologi ................................................................................... 4.4. Hidrologi ...................................................................................... 4.5. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ......................

i

43 47 47 48 49 49 49 51 54 56 57 60 60 62 63 66 67

4.5.1. Keadaan Penduduk...................................................... 67 4.5.2. Pekerjaan dan Mata Pencaharian ............................... 68 4.5.3. Sosial Budaya .............................................................. 69 4.6. Struktur Ekonomi Kota Sabang................................................... 69 4.7. Struktur Ekonomi di Sekitar Kawasan TWAL Pulau Weh .......... 71 4.7.1. Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran ...................... 71 4.7.2. Sektor pertanian ........................................................... 72 4.7.3. Sektor Jasa & Tansportasi........................................... 73 4.8. Sarana dan Prasarana di Sekitar Kawasan TWAL Pulau Weh . 74 4.8.1. Perumahan ................................................................... 74 4.8.2. Pendidikan, Kesehatan, dan Peribadatan ................... 74 4.8.3. Pariwisata ..................................................................... 74 4.8.4. Air Bersih dan Limbah .................................................. 75 4.8.5. Telepon dan Listrik ....................................................... 75 4.8.6. Transportasi ................................................................. 76 4.9. Potensi Pariwisata....................................................................... 76 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 79 5.1. Karakteristik Rumah Tangga Responden................................... 79 5.2. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Masyarakat.................................................................................. 85 5.3. Indikator Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di TWAL Pulau Weh 93 5.3.1. Tingkat Pendapatan Per Kapita ................................... 94 5.3.2. Tingkat Pengeluaran/Konsumsi................................... 97 5.3.3. Pendidikan Formal ....................................................... 98 5.3.4. Tingkat Kesehatan ....................................................... 100 5.3.5. Kondisi Perumahan ..................................................... 102 5.3.6. Fasilitas Perumahan ................................................... 104 5.4. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat sekitar di TWAL Pulau Weh 106 5.5. Implikasi Terhadap Kebijakan Pengembangan Pariwisata ........ 109 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 115 6.1. Kesimpulan.................................................................................. 115 6.2. Saran ........................................................................................... 116 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

ii

DAFTAR TABEL Halaman

1.

Penyebaran Wisatawan Mancanegara di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan Kunjungan Tahun 1999-2003 ..........................

5

2.

Indikator Tingkat Kesejahteraan ................................................................ 55

3.

Pembagian Luas Wilayah Administrasi di Kota Sabang ........................... 61

4.

Keadaan Topografi Kota Sabang .............................................................. 62

5.

Jumlah Curah Hujan, Hari Hujan, Arah Angin, dan Kecepatan Angin di Kota Sabang Tahun 2004 ...................................................................... 65

6.

Perkembangan Jumlah Penduduk di Kota Sabang................................... 68

7.

Jumlah Kepala Keluarga Menurut Mata Pencaharian dan Kecamatan di Kota Sabang Tahun 2004 ...................................................................... 69

8.

Nilai Location Quotient (LQ) Kota Sabang Tahun 2004 ............................ 70

9.

Distribusi Kelompok Umur Responden...................................................... 80

10.

Keadaan Pendidikan Responden .............................................................. 81

11.

Distribusi Jumlah Anggota Keluarga Responden ...................................... 82

12.

Keadaan Responden Berdasarkan Pendapatan ....................................... 83

13.

Analisis Data Responden yang Aktif dalam Kegiatan Pariwisata ............. 86

14.

Analisis Data Responden yang Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata ... 89

15.

Analisis Data Masyarakat sekitar di TWAL Pulau Weh............................. 91

16.

Distribusi Tingkat Pendapatan ................................................................... 96

17.

Distribusi Tingkat Pengeluaran .................................................................. 98

18.

Distribusi Tingkat Pendidikan..................................................................... 99

19.

Distribusi Tingkat Kesehatan ..................................................................... 102

20.

Distribusi Kondisi Perumahan.................................................................... 104

21.

Distribusi Fasilitas Perumahan .................................................................. 104

22.

Distribusi Tingkat Kesejahteraan ............................................................... 107

iii

DAFTAR GAMBAR Halaman

1.

Perkembangan Jumlah Wisatawan (orang) di Kota Sabang ....................

2.

Diagram Alir Kerangka Pemikiran............................................................. 46

3.

Peta Kota Sabang dan Kawasan TWAL Pulau Weh................................. 47

4.

Teluk Sabang dan Kawasan TWAL Pulau Weh........................................ 60

iv

6

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

1.

Karakteristik Responden yang Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di Kawasan TWAL Pulau Weh....................................................................... 122

2.

Karakteristik Responden yang Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di Kawasan TWAL Pulau Weh.................................................................... 123

3.

Pola Pendapatan dan Pengeluaran Responden yang Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di Kawasan TWAL Pulau Weh .............................. 124

4.

Pendapatan dan Pengeluaran Responden yang Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di Kawasan TWAL Pulau Weh .............................. 125

5.

Variabel-variabel yang Diuji dengan Menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda terhadap Responden yang Aktif dan Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di Kawasan TWAL Pulau Weh ................... 126

6.

Analisis Perbedaan Pendapatan ............................................................ 127

7.

Analisis Regresi Rumah Tangga yang Aktif dalam Kegiatan Pariwisata ................................................................................................ 128

8.

Analisis Regresi Rumah Tangga yang Tidak Aktif dalam Kegiatan pariwisata ................................................................................................ 129

9.

Analisis Regresi Rumah Tangga yang Aktif dalam Kegiatan Pariwisata dan yang tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata .................................... 130

10.

Variabel Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga yang Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di Kawasan TWAL Pulau Weh ........... 131

11.

Variabel Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga yang Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di Kawasan TWAL Pulau Weh . 132

v

1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai upaya mendorong pembangunan ekonomi maka penerimaan negara yang bersumber dari devisa negara sangat penting untuk ditingkatkan. Di berbagai negara sedang berkembang, pariwisata menduduki tempat kedua sebagai pem asok devisa negara setelah minyak, bahkan beberapa negara di kawasan Pasifik dan Amerika seperti Hawai dan California Selatan, industri pariwisata merupakan primadona utama pendapatan negara. Pariwisata merupakan industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia (WTO, 2000), melibatkan 657 juta kunjungan wisata di tahun 1999 dengan penerimaan US $455 Milyar seluruh dunia. Apabila kondisi tetap stabil, pada tahun 2010 jumlah kunjungan antar negara ini diperkirakan meningkat mencapai 937 juta orang. Di Indonesia pariwisata merupakan penghasil devisa nomor tiga setelah minyak dan produk tekstil, dengan demikian sektor pariwisata mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian. Menurut data dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, perkembangan jumlah kunjungan wisatawan di Indonesia sejak lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun 2001 jumlah wisatawan sebanyak 5.153.260 orang dan terus menurun sampai tahun 2003 sebanyak 4.467.020 wisatawan. Namun pada tahun 2004 meningkat lagi menjadi 5.321.160 orang kemudian turun lagi menjadi 5.006.790 orang pada tahun 2005. Target dari pembangunan pariwisata pada tahun 2006 adalah dapat menghasilkan devisa US $ 5,5 juta dengan jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 5,5 juta orang, serta dapat menciptakan lapangan kerja sebanyak 900 ribu pekerja.

2

Untuk mengelola kegiatan kepariwisataan dan pembangunan kepariwasataan, berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1990

tentang kepariwisataan,

diantaranya dinyatakan bahwa penyelenggaraan pariwisata bertujuan untuk: memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, serta mendorong pendayagunaan produksi nasional. Dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) juga telah dijelaskan bahwa pembangunan pariwisata perlu ditingkatkan untuk memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan penerimaan devisa serta memperkenalkan alam dan kebudayaan Indonesia. Perlu pula diambil langkah-langkah dan peraturan yang lebih terarah berdasarkan kebijaksanaan terpadu. Besarnya potensi sumber daya alam Indonesia berupa flora dan fauna, termasuk di dalamnya pesona alam dengan keindahan dan keunikannya menjadi kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang tersebar diseluruh penjuru tanah air. Industri pariwisata dibangun atas dasar perwilayahan yaitu pembagian wilayahwilayah pariwisata yang memiliki potensi selanjutnya dapat dijadikan tujuan yang pasti. Perwilayahan ini sangat penting karena Indonesia memiliki potensi luas dan beraneka warna, baik yang merupakan atraksi tidak bergerak (seperti keindahan alam, monumen, candi dan sebagainya) maupun atraksi bergerak (di mana faktor manusia memegang peranan penting, misalnya kesenian, adat istiadat, seremoni, perayaan, pekan raya dan sebagainya). Wilayah pariwisata adalah tempat atau daerah yang karena atraksinya, situasinya dalam hubungan lalu lintas, dan fasilitas fasilitas pariwisatanya menyebabkan tempat atau daerah tersebut menjadi obyek kebutuhan wisatawan (Panitia Nasional Nasional Penelitian Laut diacu dalam Pendid 2003).

3

Menurut Fauzi (2004), sumber daya alam merupakan faktor input dalam kegiatan ekonomi yang juga menghasilkan output karena proses produksi. Satu hal yaang palimg mendasar dari aspek ekonomi sumber daya alam adalah bagaimana ekstraksi sumber daya alam tersebut dapat memberikan manfaat atau kesejahteraan kepada masyarakat secara keseluruhan. Secara faktual, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi yang prospektif

untuk

dikembangkan

di

Nanggroe

Aceh

Darussalam

sehingga

pengembangannya harus digiatkan. Kota Sabang merupakan salah satu diantara daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan sektor pariwisata. Kondisi alam yang dikelilingi oleh laut dengan bentuk daerah yang berbukit memiliki banyak obyek wisata. Hal ini ditandai dengan tersebarnya obyek dan daya tarik wisata berupa obyek wisata alam dan wisata budaya/sejarah yang hampir di seluruh Kota Sabang. Kota Sabang memiliki potensi yang mampu dikembangkan baik dalam arti ekonomi, sosial maupun budaya yang pada saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Kurangnya infrastruktur dan promosi mengakibatkan kawasan ini belum mampu berperan secara aktif dalam sistem ekonomi internasional. Padahal salah satu potensi penting yang dibutuhkan dalam konteks ekonomi internasional sudah dimiliki, yakni posisi/letak geografis yang strategis. Dengan kecenderungan perubahan orientasi pengembangan wilayah yang mengarah pada pembentukan sistem

ruang

ekonomi

antarnegara

melalui

pengembangan

pusat-pusat

pertumbuhan di wilayah perbatasan, Kota Sabang akan memiliki tiga misi pengembangan, yakni sebagai pusat pengembangan perdagangan, investasi dan pariwisata. Pembangunan sektor pariwisata di Kota Sabang diarahkan bagi kawasan yang memiliki potensi dan prospek yang cerah untuk dikembangkan. Untuk itu

4

pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata di Kota Sabang diarahkan untuk dapat meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat. Dalam era otonomi daerah sekarang, sektor pariwisata meskipun belum menjadi andalan devisa negara akan tetapi beberapa daerah menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan pendapatan asli daerahnya. Oleh karena itu daerah perlu mengenali dan mengidentifikasi potensi industri kepariwisataannya. Ketersediaan sarana dan prasarana seperti transportasi, akomodasi, aksesibilitas, informasi, dan daya dukung lain seperti keamanan dan ketertiban harus juga diperhatikan. Kawasan wisata Sabang mempunyai beberapa daya tarik seperti Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh, Hutan Wisata, Gua Sarang, Sumber Air Panas, Semburan Lahar Ujung Murong, Pantai Gapang, dan Tugu Nol Kilometer. Kawasan

wisata

Sabang

sangat

penting,

karena

memiliki

potensi

nilai

keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan sangat potensial untuk pengembangan pariwisata bahari. Lokasi yang sangat strategis di pintu masuk pelayaran internasional Selat Malaka memberikan harapan dalam menjaring pasar wisata internasional. Di samping memiliki potensi pariwisata, Sabang juga memiliki fungsi strategis seperti pelestarian keanekaragaman hayati yang terdapat di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Keanekaragaman hayati tersebut diantaranya adalah nautilus berongga (Nautilus pompiltus), siput hijau (Turbo marmoratus ), susus bundar (Trochus nilatimus), kerang kepala kambing (Cassis cornuta), ketam kepala (Bircus latro), triton terompet (Charonia tritonis), kima kuku burung (Hippopus hippopus), kima cina (Hippopus porcelanus), kima kecil (Tridacna maxima), kima sisik (Tridacna squamosa), kima raksasa (Tridacna gigas), dan jenis akar bahar (Anthiphates Sp) (Bappeda, 2003a).

5

Kunjungan wisatawan sangat penting artinya dalam perkembangan pariwisata, besar kecilnya kunjungan wisatawan sangat menentukan perkembangan daerah pariwisata itu sendiri dan juga berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar obyek wisata. Tingkat kunjungan wisatawan mancanegara ke Kota Sabang dan daerah lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat dilihat berdasarkan data penyebaran wisatawan mancanegara ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menurut daerah kunjungan sebagaimana terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1.

Penyebaran Wisatawan Mancanegara di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Berdasarkan Daerah Kunjungan Tahun 1999-2003 Jumlah Kunjungan Per Tahun Kabupaten/Kota 1999 2000 2001 2002 2003 Banda Aceh 1.425 749 1.176 824 380 Sabang 3.698 2.428 9.510 2.457 1.644 Aceh Besar 1.072 602 202 142 45 Pidie 77 290 160 112 49 Aceh Utara 5.775 2.958 1.808 1.266 570 Aceh Timur 117 131 184 129 62 Aceh Tengah 188 158 116 82 112 Aceh Tenggara 927 1.484 1.374 962 328 Aceh Barat 669 279 266 186 88 Aceh Selatan 821 199 400 280 159

Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2003

Jumlah kunjungan wisatawan ke kota Sabang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sabang mencapai puncaknya (Tabel 1). Pada dua tahun berikutnya, kunjungan wisatawan mengalami penurunan yang sangat tajam , hal ini disebabkan oleh terjadinya kasus penembakan wisatawan mancanegara secara tidak sengaja. Kejadian tersebut mengakibatkan pemerintah memperketat ijin orang asing yang akan memasuki wilayah Provinsi NAD, yang sekaligus menurunkan minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia.

6

Berdasarkan hasil proyeksi Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala (1999), pada tahun 2012

jumlah wisatawan yang akan berkunjung ke Sabang

bertambah menjadi 155.103 orang (meningkat 25.64 % setiap tahun). Menurut Alicya (2004), kondisi keamanan yang tidak kondusif di Aceh daratan sebenarnya tidak mempengaruhi minat wisatawan yang berkunjung ke Kota Sabang, karena daerah ini relatif aman dibanding daerah-daerah lain di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kesan tidak aman untuk berkunjung ke Sabang muncul karena situasi daratan NAD yang belum kondusif sehingga berpengaruh terhadap pengembangan kepariwisataan Kota Sabang. Hal ini sekaligus juga berpengaruh terhadap jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sabang (PEMKOT Sabang, 2004).

Untuk lebih

jelasnya dapat di lihat pada Gambar 1 berikut.

Jumlah wisatawan (orang) X 1000

100

91

90

90 83

80

78 74

70

69

70 72

60

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Gambar 1 Perkembangan jumlah wisatawan (orang) di Kota Sabang. Peningkatan jumlah wisatawan yang paling tinggi terjadi dari tahun 2000 ke 2001. Dari data kunjungan wisatawan asing dan wisatawan nusantara ke Sabang dalam kurun waktu 1997 – 2004 menunjukkan bahwa, angka kunjungan wisatawan

7

tahun 2001 mencapai puncaknya (booming). Salah satu sebabnya karena telah ditetapkannya kembali Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (UU No. 37 Tahun 2000) yang mulai efektif tahun 2001. Implikasinya ditandai dengan meningkatnya kegiatan di Pelabuhan Sabang karena masuknya kapal pengangkut barang seperti gula, beras, tepung, alat-alat kebutuhan rumah tangga/elektronik, mobil bekas dari Singapura dan lain-lain. Kota Sabang memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan pariwisata, hal ini ditandai dengan banyaknya obyek dan daya tarik wisata yang memiliki keunikan. Potensi ini didukung pula dengan kondisi geografis daerah yang terdiri dari pergunungan, pantai dan kepulauan. Lokasi yang paling menarik bagi pariwisata, yaitu Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh yang terletak antara Pantai Iboih dan Pulau Rubiah. Pantai Iboih dengan kondisi alam berpasir putih, bunga karang dan berbagai jenis ikan berwarna serta biota laut lainnya yang dapat dilihat dengan jelas karena air laut yang tenang dan jernih. TWAL Pulau Weh banyak dikunjungi para wisatawan mancanegara khususnya mereka yang ingin melihat keindahan laut dengan cara snorkling, diving, atau menggunakan perahu ketamaran yang dapat melihat langsung keindahan bawah laut melalui kaca tembus pandang. Di seputar lokasi-lokasi pantai tersebut terdapat rumah peristirahatan (cottages) yang dikelola oleh penduduk setempat dengan konstruksi yang sederhana serta bentuk arsitektur tradisional. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi unggulan disamping tiga sektor lainnya, yaitu jasa dan transportasi, perikanan, dan industri. Selama tahun 1999-2003, kontribusi sektor pariwisata sekitar 8,36% per tahun terhadap PDRB Kota Sabang. Angka tersebut merupakan jumlah yang lebih besar dibanding

8

jumlah kontribusi sektor ekonomi unggulan lain seperti perikanan yang sekitar 3,84% per tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh dan hasil penyelaman yang dilakukan di Perairan Pulau Weh menunjukkan bahwa tidak adanya perubahan yang signifikan akibat dari gempa dan ombak tsunami yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam pada bulan Desember 2004. Untuk Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh tingkat kerusakan lingkungan bawah lautnya berdasarkan pengamatan kasat mata tidak terlalu jauh berbeda dengan sebelum terjadi gempa bumi dan tsunami. Informasi ini juga dikuatkan berdasarkan pengamatan hasil Tim ekspedisi dari Metro TV. Hal ini dikarenakan arus di perairan Pulau Weh cukup kuat, sehingga pergantian air cukup bagus. Jarak pandang di dalam perairan juga tidak berbeda dengan sebelum tsunami melanda, berbeda dengan wilayah lain di Provinsi NAD, misalnya laut di Lhok Nga yang jarak pandang saat menyelam hanya 30 cm akibat tingkat kekeruhan yang sangat tinggi. Kerusakan hanya terjadi di pinggir pantai yang mengalami kerusakan seperti restoran, cottage dan penginapan di Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Salah satu faktor yang menjadikan Pulau Weh tidak mengalami dampak tsunami yang parah adalah karena kondisi topografi pulau ini berbukit-bukit batu sedang pantainya sangat terjal dan sangat sedikit pantai yang landai dan berpasir. Pada umumnya pulau ini masih berhutan lebat dan baru sedikit dijadikan lahan pertanian. Berdasarkan penelitian yang dila kukan oleh Fiheries Diving Club-Institut Pertanian Bogor (FDC-IPB) yang bekerja sama dengan United Nations for Economic, Social, and Cultural Organization (UNESCO) menyebutkan bahwa tingkat kerusakan tutupan karang keras yang paling tinggi sebesar 30,80% pada kedalaman tiga meter. Sedangkan untuk jumlah ikan karang (termasuk ikan

9

hias), sebelum terjadi tsunami terdapat 155 spesies dengan 31 famili dan setelah dua bulan tsunami jumlahnya berkurang menjadi 72 spesies dari 22 famili. Kegiatan pariwisata bahari di Pulau Weh tentunya mempunyai hubungan interaksi terhadap kegiatan masyarakat setempat dan lingkungan. Interaksi kegiatan pariwisata bahari dan perikanan budidaya adalah saling mendukung, dimana kawasan budidaya dapat dijadikan obyek wisata, sementara hasil budidaya dapat dijual ke wisatawan. Pariwisata pantai dan kawasan konservasi adalah saling mendukung, dimana kawasan konservasi laut dapat dijadikan obyek wisata, dan kawasan ini dapat dilestarikan apabila dijadikan obyek wisata. Pariwisata pantai dan sarana transportasi adalah saling mendukung, dimana kegiatan pariwisata memerlukan sarana transportasi, tersedianya transportasi apabila ada kegiatan yang memerlukan. Pariwisata dan cottage penginapan adalah saling mendukung, dimana penginapan merupakan tempat yang dibutuhkan oleh wisatawan, dan sekaligus memberikan kontribusi penambahan bagi masyarakat, disamping itu juga restoran makanan dan minuman yang juga merupakan kebutuhan wisatawan (Saifullah, 2000). Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh merupakan salah satu kawasan yang menjadi tujuan utama kunjungan wisatawan berkunjung ke Kota Sabang. Hal ini akan berpengaruh pada pendapatan masyarakat sekitar, karena bagaimanapun kegiatan pariwisata tidak terlepas dari interaksi masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu kegiatan kepariwisataan pada kawasan tersebut sudah semestinya diikuti oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan. Adanya kegiatan kepariwisataan diharapkan dapat memberi manfaat, terhadap pemerintah dalam bentuk penerimaan asli daerah dan terhadap masyarakat sekitar lokasi dalam bentuk pendapatan dan peningkatan tingkat kesejahteraan. Oleh karena itu analisis

10

tentang dampak pariwisata terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan wisata sangat diperlukan, mengingat potensi yang dimiliki oleh kawasan ini mengandung nilai jual sehingga dari sisi ekonomi bisa diketahui kontribusinya terhadap masyarakat sekitar kawasan.

1.2. Perumusan Masalah Pembangunan pariwisata bahari yang optimal dan berkelanjutan dapat tercapai jika memperhatikan empat aspek, yaitu: (1) mempertahankan kelestarian dan keindahan lingkungan, (2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan tersebut, (3) menjamin kepuasan pengunjung, dan (4) meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya (Gunn, 1994). Pemerintah Kota Sabang telah mengarahkan prioritas pengembangannya dalam bentuk wisata alam dan bahari, yang memberi konsekuensi pada pengelolaan yang terpadu dan terencana. Dengan demikian masyarakat setempat akan mendapatkan keuntungan ekonomis melalui penyediaan jasa penginapan, rumah makan, pengangkutan, kerajinan lokal, cinderamata, dan jasa pemandu wisata. Dari kegiatan ekonomi tadi kehadiran pariwisata akan membuka peluang kerja yang lebih banyak dari berbagai sektor lainnya serta mempertinggi tingkat pendapatan, tidak hanya bagi industri-industri pariwisata saja akan tetapi secara berganda dan beruntun akan mendongkrak sektor-sektor lainnya. Peranan dari sektor pariwisata di Kota Sabang dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Walaupun tidak ada angka pasti untuk sektor pariwisata dalam catatan statistik, tetapi meningkatnya kontribusi sektor

11

perdagangan, hotel, dan restoran yang disumbangkan untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan gambaran peranan dari sektor pariwisata. Dalam struktur perekonomian Kota Sabang berdasarkan lapangan usaha, sektor pariwisata tertampung dalam sub-lapangan usaha yang dapat digolongkan sebagai kegiatan pariwisata, seperti hiburan, rekreasi, dan kebudayaan, restoran/rumah makan, dan hotel. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan penyumbang diurutan pertama terhadap PDRB Kota Sabang yaitu sebesar 19,01% pada tahun 2001 dan terus meningkat mencapai 22,45% pada tahun 2004 (Bappeda, 2005). Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh

merupakan salah satu tujuan

wisata yang mengandalkan daya tarik wisata bahari dan hutan lindung. Taman wisata alam laut ini memiliki luas perairan 2.600 hektar dan hutan lindung seluas 1.200 hektar. Perairan laut dan kawasan hutan lindung merupakan kawasan berikat yang

tidak

dapat

dipisahkan

satu

dengan

yang

lain

dalam

rangka

pengembangannya. Hal ini dikarenakan letak kawasan perairan laut berbatasan langsung dengan hutan lindung. Keberadaan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh merupakan tempat masyarakat menggantungkan hidupnya dari kegiatan kepariwisataan, hal ini terlihat dari banyaknya penduduk yang terlibat dalam kegiatan pariwisata dan berdomisili di sekitar Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Pada skala yang lebih luas, kegiatan pariwisata Kota Sabang mengandalkan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh sebagai salah satu daya tarik wisatanya dan telah memberi kontribusi dalam perekonomian Kota Sabang. Sedangkan sisi sosial, Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh merupakan salah satu identitas dari masyarakat yang hidup di sekitarnya. Kearifan masyarakat dalam menjaga dan memelihara taman wisata alam

12

laut

ini telah menjadikan mereka sebagai bagian yang tak terpisahkan dari

kelangsungan dan eksistensi dari kawasan itu sendiri. Upaya

menempatkan

masyarakat

tidak

hanya

sebagai

obyek tetapi

menjadikan subyek dalam pembangunan akan berdampak pada manfaat yang diterima dan dirasakan oleh masyarakat dari kegiatan pembangunan tersebut. Hal ini dikarenakan keberhasilan suatu pembangunan dapat diukur dari semakin besarnya manfaat yang diterima oleh masyarakat, baik manfaat secara ekonomi maupun sosial. Potensi sumber daya yang ada

demikian besar memungkinkan

masyarakat sekitar untuk lebih meningkatkan kesejahteraannya. Pola pikir masyarakat pesisir umumnya sangat sederhana, didominasi oleh bagaimana cara untuk bertahan hidup, bagaimana usaha penangkapan ikan ke laut untuk mendapatkan hasil yang banyak. Kehidupan yang turun temurun juga dipandang terus menerus dilestarikan dari generasi ke generasi. Hal ini secara tidak langsung mengakibatkan keadaan keluarga nelayan seolah-olah berada dalam lingkaran kemiskinan yang tidak habis-habisnya. Hal ini berimplikasi pada keadaan kesejahteraan keluarga nelayan tersebut (Pendid, 2003). Melihat kondisi tersebut, masyarakat perlu mengoptimalisasikan sumber daya manusia yang ada untuk meningkatkan kapasitasnya agar dapat memperoleh tambahan pendapatan. Pekerjaan untuk memperoleh tambahan pendapatan tersebut misalnya dengan memanfaatkan potensi obyek wisata seperti berdagang makanan/ikan, menjual souvenir, menyewakan perahu, menyewakan penginapan, dan lain-lain di lokasi wisata. Dengan demikian secara langsung telah memanfaatkan potensi dari obyek wisata di kawasan Taman Wis ata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Sumber penghasilan tambahan ini harus bisa digarap secara bertahap dan terus menerus.

13

Erawan (1993), menuliskan bahwa pada tahun 1998 dampak pengeluaran wisatawan terhadap pendapatan masyarakat Bali mencapai 45,3%, sedangkan dampak dari investasi di sektor pariwisata adalah 6,3%. Artinya bahwa secara keseluruhan industri pariwisata menyumbang sebesar 51,6% terhadap pendapatan masyarakat Bali. Ditinjau dari kesempatan kerja, pada tahun 1998 kontribusi dari sektor pariwisata sebesar 38,0% dari seluruh kesempatan kerja yang ada di Bali. Selanjutnya Erawan menjelaskan bahwa dampak pengeluaran wisatawan terhadap perekonomian Bali terdistribusi ke berbagai sektor selain hotel dan restoran, misalnya ke sektor pertanian (17,93%), sektor industri kerajinan sebesar 22,73%, sektor pengangkutan dan komunikasi 12,62%, dan sektor jasa-jasa sebesar 12,59%. Hasil ini juga dikuatkan oleh Antara dan Parining (1999) yang menyatakan bahwa pariwisata mempunyai keterkaitan ekonomi yang sangat erat dengan banyak sektor. Dengan menggunakan SAM (Social Accounting Matrix), ditemukan bahwa pengaruh pengeluaran wisatawan sangat signifikan terhadap denyut nadi perekonomian Bali. Kegiatan kepariwisataan di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh memerlukan kajian yang mendalam tentang manfaat dari sisi ekonomi yang diperoleh

masyarakat

dengan berkembangnya sektor pariwisata,

sehingga

masyarakat sekitar termotivasi untuk memanfaatkan potensi obyek wisata tersebut yang nantinya akan menguntungkan masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan akan berdampak pada perbaikan tingkat kesejahteraan. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang ingin diketahui pada penelitian ini hanya dibatasi pada:

bagaimana

dampak

kegiatan

pariwisata

terhadap

pendapatan

dan

kesejahteraan masyarakat di sekitar Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh, baik

yang

memanfaatkan

potensi

memanfaatkan potensi obyek pariwisata.

obyek

pariwisata

maupun

yang

tidak

14

1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui

faktor-faktor

yang dapat

mempengaruhi tingkat pendapatan

masyarakat setempat, baik yang memanfaatkan potensi pariwisata maupun yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata. 2. Mengetahui tingkat kesejahteraan rumahtangga masyarakat di sekitar kawasan Taman Wis ata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh.

1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai : 1. Masukan kepada pihak yang terkait dalam menetapkan kebijaksanaan guna peningkatan pendapatan dan kesejahteraan di sekitar kawasan. 2. Bahan informasi tentang kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan wisata dan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Hipotesis Penelitian Atas dasar permasalahan yang dikemukakan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga bahwa kegiatan pariwisata dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar, khususnya yang bekerja pada kegiatan pariwisata di Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh.

15

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata Kata pariwisata baru popular di Indonesia setelah diselenggarakannya Musyawarah Nasional Tourisme ke II di Tretes, Jawa Timur pada tanggal 12 s/d 14 Juni 1958. Sebelumnya sebagai ganti kata “pariwisata” digunakan kata “tourisme” yang berasal dari bahasa Belanda. Adapun orang yang berjasa mempopulerkan kata pariwisata atau adalah Jendral G.P.H Djatikusumo yang pada saat itu menjabat Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata. Menurut Yoeti (1996), pengertian pariwisata sebagai suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, melainkan untuk menikmati perjalanan tersebut guna memenuhi keinginan yang beranekaragam. Kegiatan pariwisata yang dikelola dengan baik dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang berarti dengan pemanfaatan yang berdampak kecil terhadap kawasan lindung. Kegiatan pariwisata pada daerah yang dilindungi, bila diatur dan dikendalikan secara baik akan mengarah pada pemanfaatan ekonomi dengan dampak kerusakan yang minimum. Peningkatan kepedulian terhadap sumberdaya alam secara universal menyebabkan timbulnya bentuk kegiatan wisata yang berbasis kepada alam. Salah satu bentuk kegiatan wisata alam tersebut adalah ekowisata yang dapat didefinisikan sebagai penggunaan daerah yang alami oleh pengunjung berjumlah kecil yang memiliki kemampuan dan pengetahuan dengan tujuan untuk mempelajari suatu pengalamam baru.

16

Menurut

Munasef (1995), kegiatan pariwisata terdiri dari tiga unsur,

diantaranya: 1. Manusia (man) yang merupakan orang yang melakukan perjalanan dengan maksud menikmati keindahan suatu tempat (alam). 2. Ruang (space) yang merupakan daerah atau ruang lingkup tempat melakukan perjalanan. 3. Waktu (time) yang merupakan waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata. Kelly (1998) mengutarakan klasifikasi bentuk wisata yang dikembangkan berdasarkan pada bentuk utama atraksi (attractions) atau daya tariknya yang kemudian ditekankan pada pemasarannya. Bentuk wisata tersebut antara lain berupa: ekowisata (ecotourism), wisata alam (nature tourism), wisata pertualangan (adventure tourism), wisata berdasarkan waktu (getaway and stay), dan wisata budaya (cultural tourism). Menurut Gunn (1994), bentuk-bentuk wisata dikembangkan dan direncanakan berdasarkan hal berikut ini : 1. Kepemilikan (ownership) atau pengelolaan areal wisata tersebut yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga sektor, yaitu sektor bidang pemerintahan, sektor organisasi nirlaba, dan perusahaan konvensional; 2. Sumberdaya (resource), yaitu alam (natural) atau budaya (cultural); 3. Perjalanan wisata/lama tinggal (touring/longstay); 4. Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan (indoor) atau di luar ruangan (outdoor); 5. Wisatawan utama/wisatawan penunjang (primary/secondary ); 6. Daya dukung (carrying capacity) tapak dengan tingkat penggunaan pengunjung yaitu intensif, semi intensif dan ekstensif.

17

Selanjutnya Gunn (1994) mengutarakan bahwa wisata alam merupakan kegiatan wisata dengan atraksi utamanya adalah sumberdaya alam yang terdiri dari lima bentukan dasar alam, yaitu: air, perubahan topografi, flora, fauna, dan iklim. Bentuk sumber daya alam yang sangat umum untuk dikembangkan adalah air, seperti telaga warna, danau, laut, air terjun dan sebagainya. Potensi alam seperti daerah yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu dan mengalami modifikasi landskap akan sangat menarik bagi wisatawan. Flora dan fauna endemik yang sangat bervariatif sangat menarik wisatawan, bentuk wisata mulai dari kegiatan viewing, watching, hingga berburu (hunting) satwa. Bahkan perbedaan iklim pun dapat membuka peluang industri pariwisata. Peningkatan kepedulian terhadap sumberdaya alam secara universal menyebabkan timbulnya bentuk kegiatan wisata yang berbasis kepada alam. Salah satu bentuk kegiatan wisata alam tersebut adalah ekowisata yang dapat didefinisikan sebagai penggunaan daerah yang alami oleh pengunjung berjumlah kecil yang memiliki kemampuan dan pengetahuan dengan tujuan untuk mempelajari suatu pengalamam baru. Jacobs (1995) mengutarakan bahwa motivasi dalam melakukan perjalanan dan wisata untuk kesenangan, kekuasaan, pengalaman spritual, maupun komersial. Menurut Fandeli dan Mukhlison (2000), pada umumnya dalam pengembangan wisata terdapat dua komponen penting yang harus dikaji. Kedua komponen tersebut adalah produk dan pasar wisata. Dari sisi produk wisata alam, komponen yang sering dievaluasi adalah : 1. Produk utama obyek yang berupa atraksi, yaitu: alam, budaya, budidaya/agro, penelitian dan sebagainya.

18

2. Produk penunjang obyek berupa amenitas, yaitu: sarana akomodasi (pondok wisata, bumi perkemahan, karavan, dan sebagainya), sarana konsumsi (restoran, kios makanan/minuman dan sebagainya). Selanjutnya Fandeli dan mukhlison (2000) menyatakan bahwa terdapat beberapa usaha yang dapat meningkatkan daya tarik wisata, usaha yang demikian ini antara lain: 1. Usaha sarana wisata, penyewaan peralatan renang, selam, selancar, dan sebagainya. 2. Usaha jasa, jasa pemandu wisata dan jasa biro perjalanan.

2.2. Pariwisata Bahari Dalam pengelolaan wisata bahari, kegiatan pembangunan akan tetap berlanjut apabila memenuhi tiga prasyarat daya dukung lingkungan yang ada. Pertama, bahwa kegiatan pariwisata harus ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik (ekologis) sesuai dengan kebutuhan dengan kegiatan ini. Kedua, jumlah limbah dari kegiatan pariwisata dan kegiatan lain yang dibuang kedalam lingkungan pesisir/laut hendaknya tidak melebihi kapasitas asimilasi atau kemampuan suatu sistem lingkungan dalam menerima limbah tanpa terjadi indikasi pencemaran lingkungan. Ketiga, bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat pulih hendaknya tidak melebihi kemampuan pulih sumber daya tersebut dalam kurun waktu tertentu (Dahuri et al. 1996). Jenis pariwisata bahari banyak dikaitkan dengan kegiatan olahraga di air, lebih-lebih di danau, pantai, teluk atau laut seperti memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompetisi berselancar, balapan mendayung,

19

berkeliling-keliling melihat taman laut dengan pemandangan indah di bawah permukaan air serta berbagai rekreasi perairan yang banyak dilakukan di daerahdaerah atau negara-negara maritim (Pendit, 2003). Daya tarik dari pariwisata ini adalah keindahan dan keaslian lingkungan, seperti kehidupan bawah air, bentuk pantai, dan hutan-hutan pantai dengan kekayaan jenis tumbuh-tumbuhan serta fauna yang terdapat di sekitarnya. Krippendorf (1982) menyatakan bahwa dalam kegiatan pariwisata, ekologi harus diperhatikan sebelum ekonomi demi kegiatan ekonomi itu sendiri. Industri pariwisata harus memperhatikan dan mencegah kerusakan bahan baku yang terpenting yakni lingkungan. Dalam pengertian ini pariwisata yang berkelanjutan harus dapat meningkatkan standar hidup masyarakat dan tuan rumahnya, dapat memuaskan wisatawan dengan produk wisata itu sendiri dan wisatawan akan berkunjung setiap tahun, dan dapat menjaga habitat spesies dan mahkluk yang mendiaminya agar dapat terus dinikmati oleh tuan rumah maupun pengunjungnnya, semuanya memerlukan penanganan yang cermat. Ekoturisme adalah gagasan yang lahir ketika arus pelestarian alam dan industri pariwisata bersimpang jalan, yaitu ketika kegiatan pariwisata dipandang cenderung merusak sumberdaya alam dan nilai-nilai budaya yang menjadi obyek wisata. Menurut Salim dalam Yoeti (2000), Ecotourism adalah pariwisata yang berwawasan lingkungan dan pengembangannya selalu memperhatikan keseimbangan nilai-nilai. Supriatna et al. (2000), menyatakan bahwa secara konseptual ekowisata dapat dikatakan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Apabila ditinjau dari

20

segi pengelolaannya, ekowisata merupakan penyelenggaran kegiatan berwisata yang bertanggungjawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

2.3. Pengembangan Pariwisata Melalui

pengembangan

kepariwisataan

diharapkan

mampu

untuk

mendatangkan devisa bagi negara selain dapat meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai usaha yang berkaitan dengan pengembangan kepariwisataan serta dapat memperluas dan menciptakan lapangan kerja baru. Selain itu pengembangan pariwisata dapat merangsang pertumbuhan kebudayaan asli Indonesia yang tidak ada duanya, sehingga kebudayaan asli itu akan dipertahankan kelestariannya, dengan demikian kebudayaan asli itu dapat tumbuh dan berkembang. Dari segi perluasan peluang usaha dan kesempatan kerja, pengembangan pariwisata berpengaruh positif. Peluang usaha/kesempatan kerja tersebut lahir karena adanya permintaan wisatawan. Dengan demikian, kedatangan wisatawan ke suatu daerah akan membuka peluang bagi masyarakat tersebut untuk menjadi pengusaha hotel, wisma,

homestay, restoran, warung, angkutan,

pedagangan, sarana olah raga, jasa dan lain-lain. Peluang usaha tersebut akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bekerja dan sekaligus dapat menambahkan pendapatan untuk menunjang kehidupan rumah tangganya (Pendit, 2003).

21

Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota Sabang, telah ditetapkan kawasan-kawasan untuk peruntukan pengembangan pariwisata, namun perlu diketahui daya dukung optimum kawasan untuk menerima sejumlah wisatawan. Faktor pembatas utama kawasan adalah pantai pasir, akomodasi, dan air tawar. Ketiga faktor daya dukung ini, memiliki batas tertentu untuk menerima sejumlah wisatawan, terlebih lagi bagi usaha berskala besar dan berjangka panjang. Walaupun panjang pantai pasir Pulau Rubiah yang relatif pendek, tetapi didukung oleh TWAL Pulau Weh yang cukup luas yakni 2.600 ha sehingga dapat digunakan untuk berenang dan menyelam. Sedangkan daya dukung untuk akomodasi (penginapan) sangat potensial, dan wisatawan dapat juga menginap di Kota Sabang karena dekat (Bappeda, 2003b) Tipologi pariwisata yang menjadi alternatif kegiatan bahari saat ini adalah kegiatan ekoturisme (wisata alam) yang mengandalkan keindahan alam. Dari dimensi ekologis kegiatan ini jelas mengandalkan keindahan alam sehingga kegiatan ini akan mendorong tindakan konservasi untuk mempertahankan daya tariknya agar keuntungan ekonomi dari kegiatan pariwisata ini dapat dipertahankan. Sementara itu aspek sosial masyarakat setempat dimana kegiatan ekoturisme ini berlangsung sering mendapat manfaat ekonomi dari pengembangan kegiatan jasa pendukung wisata, selain itu juga gangguan terhadap kehidupan tradisional masyarakat umumnya sangat kecil sekali (Dahuri et al. 1996). Saifullah (2000) mengungkapkan bahwa ada beberapa manfaat pembangunan pariwisata : 1. Bidang ekonomi Ø Dapat meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha, baik secara langsung maupun tidak langsung.

22

Ø Meningkatkan devisa, mempunyai peluang besar untuk mendapatkan devisa dan dapat mendukung kelanjutan pembangunan di sektor lain. Ø Meningkatkan dan memeratakan pendapatan rakyat, dengan belanja wisatawan akan meningkatkan pendapatan dan pemerataan pada masyarakat setempat baik secara langsung maupun tidak langsung. Ø Meningkatkan penjualan barang-barang lokal keluar. Ø Menunjang pembangunan daerah, karena kunjungan wisatawan cenderung tidak terpusat di kota melainkan di pesisir, dengan demikian amat berperan dalam menunjang pembangunan daerah. 2. Bidang sosial budaya Keanekaragaman kekayaan sosial budaya merupakan modal dasar dari pengembangan pariwisata. Sosial budaya merupakan salah satu aspek penunjang karakteristik suatu kawasan wisata sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan. Sosial budaya dapat memberikan ruang bagi kelestarian sumber daya alam, sehingga hubungan antar sosial budaya masyarakat dan konservasi sumber daya alam memiliki keterkaitan yang erat. Oleh karena itu, kemampuan melestarikan dan mengembangkan budaya yang ada harus menjadi perhatian pemerintah dan lapisan sosial masyarakat. 3. Bidang lingkungan Karena pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk pariwisata pada dasarnya adalah lingkungan dan ekosistem yang masih alami, menarik, dan bahkan unik, maka pengembangan wisata alam dan lingkungan senantiasa menghindari dampak kerusakan lingkungan hidup, melalui perencanaan yang teratur dan terarah. Atraksi-atraksi yang dikembangkan harus sesuai dengan kaidah-kaidah

23

alami sehingga katerkaitan antara potensi ekosistem dengan kegiatan wisata dapat berjalan seiring saling melengkapi menjadi satu paket ekowisata. Menurut

Ismudiyanto

(2000),

meningkatnya

tuntutan

dan

kebutuhan

wisatawan yang harus dipenuhi dalam pemasaran dan pengembangan obyek wisata alam adalah pembangunan sarana dan prasarana fisik untuk pelayanan umum dan lingkungan berdasarkan rencana induk pengembangan kawasan, rencana tapak (site plan) dan block plan, dan detail-detail perancangan termasuk fasilitas dan utilitas. Fasilitas yang harus disiapkan dalam pengembangan lokasi obyek wisata alam antara lain: persyaratan lokasi dan kemudahan pencapaian, peruntukkan lahan dan tata guna tanah (land use), jalan umum, terminal dan parkir kendaraan, fasilitas umum, kesehatan, komunikasi dan akomodasi, tempat rekreasi dan sebagainya. Pembangunan lapangan terbang, pelabuhan, jalan-jalan menuju obyek wisata, pengembangan hotel dan akomodasi lainnya, sarana transportasi yang harus diperluas,

pengadaan

tenaga

listrik,

penyediaan

air

bersih

dan

sarana

telekomunikasi lainnya, semuanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diatur disesuaikan dengan kapasitas suatu daerah. Hal ini berhubungan dengan penggunaan letak dan tanah (tata guna tanah) khususnya untuk pengelolaan pariwisata.

2.4. Permintaan dan Penawaran Wisata Permintaan dan penawaran dalam komoditi pariwisata mempunyai perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan permintaan dan penawaran jasa lainnya. Ini disebabkan karena komoditi paiwisata dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan yang terpisah, tetapi dari segi permintaan komoditi tersebut merupakan suatu keuntungan.

24

Permintaan dalam kepariwisataan bisa juga berupa benda yang diperoleh tanpa membeli tetapi mempunyai daya tarik bagi wisatawan seperti pemandangan alam yang indah, udara yang segar, cahaya matahari dan sebagainya. Atau dengan perkataan lagi, wisatawan umumnya dapat melihatnya secara langsung tanpa bantuan orang lain seperti pemandangan, gunung, danau, lembah, monumen dan lain-lain. Ciri-ciri permintaan pariwisata yaitu terkonsentrasi menurut musim dan daerah tujuan tertentu, elastisitasnya tinggi, dan berubah-ubah sesuai dengan motivasi masing-masing individu (Yoeti, 1990). Menurut Douglas (1982), permintaan rekreasi sebagai jumlah kesempatan rekreasi yang diinginkan masyarakat. Permintaan rekreasi terdiri dari permanfaatan aktual dari fasilitas yang tersedia dan permintaan yang tersembunyi karena tidak terlihat disebabkan fasilitas yang tidak memadai. Selain kedua jenis permintaan tersebut, Gold (1980) mengungkapkan bahwa ada tipe permintaan lain yaitu permintaan yang timbul akibat adanya perubahan, misalnya permintaan yang disebabkan oleh promosi, tipe permintaan ini disebut permintaan terdorong. Menurut Yoeti (1990), bahwa ada 3 (tiga) ciri permintaan pariwisata yaitu: (1) terkonsentrasi menurut musim dan daerah tujuan tertentu, (2) elastisitasnya tinggi, dan (3) berubah-ubah sesuai dengan motivasi masing-masing individu. Menurut Douglas (1982), tahapan dalam analisis permintaan ada 4 (empat), yaitu: (1) menentukan populasi efektif, (2) menghitung laju partisipasi, (3) menentukan permintaan yang ada, dan (4) melakukan estimasi permintaan yang akan datang. Banyaknya faktor yang mempengaruhi permintaan pariwisata, dimana faktor utama adalah jumlah penduduk, selanjutnya waktu luang, pendapatan per kapita dan transportasi. Menurut Gold (1980), faktor yang mempengaruhi terhadap rekreasi harian, mingguan, musiman dan tahunan adalah:

25

1. Faktor pengguna potensial, yaitu jumlah penduduk sekitar, kepadatan penduduk, karakteristik penduduk, pendapatan, waktu luang, tingkat pengalaman rekreasi, tingkat kesadaran keperluan rekreasi dan tingkat kesadaran dari perilaku yang dilarang; 2. Faktor tempat rekreasi yaitu daya tarik obyek rekreasi, intensitas pengelolaan tempat rekreasi, alternatif tapak yang tersedia, daya dukung dan kemampuan disain tempat rekreasi, iklim mikro, karakteristik alam dan fisik areal rekreasi; 3. Faktor penggunaan potensial dan tempat rekreasi yaitu waktu perjalanan dan jarak, kenyamanan perjalanan, biaya, informasi, status areal rekreasi dan pengaturan pengawasan yang dilakukan. Penawaran pariwisata meliputi seluruh areal tujuan wisata yang ditawarkan kepada wisatawan. Penawaran ini terdiri dari unsur-unsur daya tarik alam, barang dan jasa hasil ciptaan manusia yang dapat mendorong keinginan seseorang untuk berwisata. Hal ini sejalan dengan pendapat Gold (1980), bahwa penawaran rekreasi adalah jumlah dan kualitas dari sumber daya yang tersedia untuk penggunaan pada waktu tertentu.

2.5. Sarana dan Prasarana Pariwisata Berhasil tidaknya pengembangan daerah tujuan wisata sangat tergantung pada tiga fakt or utama, yaitu: atraksi, aksesibilitas dan amenitas (Samsuridjal dan Kaelany, 1997). Betapapun baik dan menariknya suatu atraksi yang dapat ditampilkan oleh daerah tujuan wisata, belum menarik minat wisata untuk berkunjung karena masih ada faktor lain yang menjadi pertimbangan menyangkut fasilitas-fasilitas

penunjang

yang

memungkinkan

mereka

dapat

menikmati

26

kenyamanan, keamanan, dan alat-alat telekomunikasi. Terpenuhinya syarat tersebut tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana seperti adanya jalan raya, bandar udara, pelabuhan, hotel restoran, pusat pembelanjaan, bank, kantor pos, telekomunikasi dan tempat hiburan seperti bioskop, night club dan lain-lainnya. Walaupun

keberadaan

sarana

dan

prasarana

sangat

dibutuhkan,

namun

pengembangannya harus menghindari bahaya eksploitasi, sehingga lingkungan hidup tidak mengalami degradasi (Soewantoro, 2001). Jika industri pariwisata mengabaikan prinsip eko-efesiens i dan merusak aset alam, ibaratnya menyembelih ayam yang bertelur emas. Sarana kepariwisataan meliputi semua bentuk perusahaan yang dapat memberikan pelayanan pada wisatawan. Menurut Yoeti (1990), terdapat tiga kelompok sarana kepariwisataan, meliputi: 1. Sarana pokok yang menyediakan fasilitas pokok kepariwisataan seperti hotel, travel agency, perusahaan angkutan dan lain sebagainya. 2. Sarana pelengkap yang berupa pelengkap dari sarana pokok agar wisatawan tinggal lebih lama lagi (long stay times ) seperti kolam renang, lapangan tenis, selancar angin dan sebagainya. 3. Sarana penunjang yang menunjang sarana pokok dan sarana pelengkap yang berfungsi agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan uang di tempat yang dikunjungi seperti tempat ibadah. Prasarana kepariwisataan meliputi semua fasilitas yang memungkinkan proses perekonomian berjalan dengan lancar sedemikian rupa sehingga memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Terdapat dua prasarana kepariwisataan, yaitu :

27

1. Prasarana umum wisatawan, yakni: menyangkut kebutuhan umum untuk kelancaran perekonomian seperti air bersih, pelabuhan udara, terminal dan telekomunikasi. 2. Prasarana umum masyarakat keseluruhan seperti kantor pos, bank, dan sebagainya. Transportasi merupakan unsur penting dalam menunjang kegiatan pariwisata baik di darat, air (laut, sungai dan danau), maupun di udara. Dalam kegiatan transportasi pariwisata, terdapat lima unsur yang satu dengan lainnya dapat dipadu menjadi satu kesatuan kerja yang mantap. Kelima unsur tersebut merupakan unsur utama yang selalu harus ada, yaitu kendaraan, awak, jaringan jalan, sasaran wisata dan wisatawannya. Kendaraan dapat berupa kendaraan darat, kendaraan air dan kendaraan udara yang betul-betul nyaman dan aman, dan merupakan salah satu unsur daya tarik wisata baik secara fisik maupun psikis (Darsoprajitno, 2002). Sarana akomodasi yaitu tempat untuk menginap para wisatawan yang umumnya berupa hotel berbintang, hotel melati, rumah inap (biasanya rumah penduduk), motel, bumi perkemahan, atau lainnya. Tempat penginapan tidak perlu mewah atau berkesan mewah, tetapi nyaman, aman dan bersih, serta bernuansa pariwisata dan lebih disenangi jika letaknya dekat dengan obyek dan daya tarik wisata yang akan dikunjungi. Demikian pula fasilitas yang selalu diinginkan, yaitu sarana telekomunikasi yang dapat cepat dan mudah terjangkau ke mana saja, terutama ke daerah asal atau negara asal para wisatawan.

28

2.6. Partisipasi Masyarakat Dalam Sektor Pariwisata Soemarwoto (1997), menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama menghasilkan kebudayaannya, memiliki hubungan yang erat antar warganya yang didalamnya terdiri dari struktur dan stratifikasi yang khusus serta sadar sebagai suatu kesatuan. Dikaitkan antara masyarakat dengan wisata, mesyarakat lokal merupakan sekumpulan orang yang terkait secara langsung (masyarakat di sekitar obyek wisata) maupun masyarakat yang tidak terkait langsung, yaitu masyarakat yang dipengaruhi oleh lokasi dan jarak. (Greenwood diacu dalam Pitana 2005), melihat bahwa hubungan antara wisatawan dengan masyarakat lokal menyebabkan terjadinya proses komoditisasi dan komersialisasi dari keramahtamahan masyarakat lokal. Pada awalnya wisatawan dipandang sebagai ‘tamu’ dalam pengertian tradisional, yang disambut dengan

keramahtamahan

tanpa

motif

ekonomi.

Tetapi

dengan

semakin

bertambahnya jumlah wisatawan maka hubungan berubah menjadi resiproditas dalam arti ekonomi, yaitu atas dasar pembayaran yang tidak lain dari pada proses komoditisasi atau komersialisasi. Secara ekonomi, pembangunan pariwisata selain mendatangkan devisa bagi negara juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar kawasan wisata, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berkembangnya pariwisata dapat memberi kesempatan pada munculnya restoran, pusat-pusat kerajinan, hoterl, dan lain sebagainya. Pengembangan pariwisata akan dapat meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi warga sekitar kawasan wisata sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.

29

Menurut Dewi (2002), partisipasi yang bersifat kerjasama secara langsung dimana masyarakat ikut serta dan mendukung serta partisipasi yang berupa kewenangannya dalam menentukan keputusan. Masyarakat harus lebih aktif dalam pembangunan dan pengelolaan kawasan wisata. Oleh karena itu masyarakat harus diberi kesempatan untuk mengembangkan pariwisata menurut cara mereka sendiri dengan bantuan pemerintah, Lembaga Swadaya masyarakat (LSM), dan sektor swasta.

2.7. Pendapatan Masyarakat Pendapatan dari sektor pariwisita merupakan sumber dana bagi suatu daerah dimana pariwisata tiu berada. Dengan semakin meningkatnya kunjungan wisata, berarti semakin bertambah pengeluaran wisatawan yang berdampak naiknya permintaan barang atau jasa-jasa yang diperlukan wisatawan. Dari proses tersebut berakibat pada bertambahnya lapangan kerja yang berarti menaikkan pendapatan masyarakat. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat setempat, berarti kesejahteraan masyarakat meningkat pula dan terdapat banyak alternatif jenis usaha sehingga meningkatkan motivasi masyarakat untuk bekerja yang diwujudkan dalam keterlibatan mereka pada pemanfaatan potensi pariwisata yang ada. Dengan berkembangnya kegiatan pariwisata tersebut akan terdapat banyak alternatif

jenis

usaha

yang

ada.

Hardinoto

(1996)

berpendapat

bahwa

pengembangan pariwisata bisa mengentaskan kemiskinan daerah. Hal ini dapat terjadi karena pariwisata menyangkut banyak bidang seperti pertanian, perikanan, peternakan, dan lain sebagainya yang dapat dihasilkan masyarakat di daerah tujuan

30

wisata. Perbaikan pendapatan dapat seiring dengan perbaikan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Pendapatan rumahtangga dapat diketahui dengan menjumlahkan pendapatan keluarga dari semua sumber pendapatan. Pendapatan yang diperoleh oleh rumahtangga dapat beragam, hal ini disebabkan disamping kegiatan utama sebagai petani atau nelayan juga dari kegiatan-kegiatan lain seperti dagang, usaha jasa dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Badan Pusat Statistik (1993) berpendapat bahwa pendapatan dan penerimaan keluarga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota keluarga. Pendapatan itu sendiri terdiri atas: 1. Pendapatan dari upah/gaji yang mencakup upah/gaji yang diterima seluruh anggota rumahtangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan merupakan imbalan bagi pekerjaan yang dilaku kan untuk suatu perusahaan/majikan/instansi tersebut baik uang maupun barang dan jasa. 2. Pendapatan dari hasil usaha seluruh anggota rumahtangga yang berupa pendapatan kotor yaitu selisih jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya. 3. Pendapatan lainnya yaitu pendapatan di luar gaji/upah yang menyangkut usaha yang lain dari: (1) perkiraan sewa rumah milik sendiri, (2) bunga, deviden, royalty, paten, sewa, kontrak, lahan, rumah, gedung, bangunan, dan peralatan (3) buah hasil usaha (hasil sampingan yang dijual), (4) pensiunan dan klaim asuransi jiwa, (5) kiriman famili/pihak lain secara rutin, ikatan dinas dan beasiswa. Menurut Mangkuprawira (1984), ukuran pendapatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumahtangga adalah pendapatan keluarga yang diperoleh dari bekerja. Dari beberapa studi menunjukkan bahwa penyumbang dalam

31

beberapa kegiatan baik dalam pekerjaan rumah tangga maupun dalam mencari nafkah berasal dari anggota keluarga seperti istri dan anak-anak selain kepala keluarga (bapak). Budiarty 1999, diacu dalam Azman 2001), pendapatan rumah tangga dapat diketahui dengan menjumlahkan pendapatan yakni pendapatan dari usaha perikanan, diluar usaha perikanan, berburu, berdagang, dan jasa lainnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Menurut (Soepadmo 1997, diacu dalam Agusniatih 2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat kepuasan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Betapapun tingginya tingkat pendapatan yang diperoleh kepala keluarga, pada akhirnya kesejahteraan mereka akan banyak ditentukan oleh distribusi pendapatan per kapita. Besarnya pendapatan per kapita disamping ditentukan oleh besarnya total pendapatan yang diterima oleh anggota keluarga, juga akan ditentukan oleh banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungan kepala keluarga yang bersangkutan. Banyaknya anggota keluarga mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita dan besarnya konsumsi keluarga.

2.8. Kesejahteraan Masyarakat Kegiatan-kegiatan yang mencakup berbagai upaya baik langsung atau tidak langsung yang ditujukan untuk pengembangan sumber daya manusia, perbaikan kualitas kehidupan, penyembuhan, dan pencegahan masalah-masalah sosial dipandang sebagai kegiatan kesejahteraan sosial. Kebutuhan manusia pada dasarnya dibedakan menjadi dua aspek yaitu kebutuhan-kebutuhan jasmaniah bersifat fisiolagis untuk pertumbuhan dan pemeliharaan, sehingga diperlukan makan, pakaian, tempat tinggal, air, udara, pemeliharaan kesehatan, dan istirahat

32

yang cukup. Sedangkan aspek rohaniah dipenuhi melalui pemenuhan rasa aman, ketentraman, dan perlindungan, baik dalam hubungan antar manusia maupun hubungan dengan Tuhan YME. Berkembangnya kegiatan pariwisata di wilayah pesisir diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pula. Di samping itu dengan berkembangnya kegiatan pariwisata tersebut akan terdapat banyak alternatif jenis usaha yang ada (Hardinoto, 1996). Kesejahteraan mengandung pengertian yang sangat luas dan relatif. Secara umum dapat dikatakan bahwa hidup yang sejahtera adalah hidup bahagia dalam arti lahir maupun batin. Menurut Sukirno (1985), kesejahteraan adalah suatu yang bersifat subyektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda pula terhadap faktor-faktor yang yang menentukan tingkat kesejahteraan. Masyarakat yang sejahtera mengandung arti bahwa setiap anggota masyarakat memperoleh kebahagiaan, tetapi kesejahteraan salah satu individu belum

menjamin

adanya

kesejahteraan

seluruh

masyarakat.

Usaha

mensejahterakan masyarakat berarti usaha untuk menjadikan semua anggota masyarakat dapat hidup bahagia (Su’ud, 1991). Dua hal penting menurut Su’ud (1991) mengenai kesejahteraan, (1) kesejahteraan menuntut adanya kekayaan yang miningkatkan yaitu mengukur kesejahteraan dengan keluaran fisik, dan (2) kesejahteraan tercapai bila ada distribusi dari pendapatan yang dirasa adil oleh masyarakat. Ironisnya kondisi kesejahteraan masyarakat pesisir umumnya masih termasuk kategori masyarakat miskin. Fenomena ini hanya dapat diselesaikan dengan jalan membangun wilayah pesisir dan lautan secara optimal, sehingga pemanfaatan sumber daya alam dapat secara berkelanjutan dengan tetap memperhatikan

33

kesejahteraan masyarakat pesisir. Dengan kata lain, pembangunan wilayah pesisir dilakukan tanpa meninggalkan pertimbangan terhadap keadaan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat pesisir (Dahuri et al. 1996). Lebih lanjut (Dahuri et al. 1996) mengemukakan bahwa hampir 60 % dari nelayan di desa pantai rata-rata pendapatan hanya berkisar antara Rp. 35.000 per kapita, jauh dari kebutuhan minimum untuk meningkatkan pendapatan agar kesejahteraan masyarakat pantai meningkat perlu usaha-usaha

mengingat

kompleksnya permasalahan yang dihadapi, baik masalah kependudukan/sumber daya manusia, permasalahan potensi alam daratan maupun masalah perairan sebagai lahan masyarakat mencari nafkah. Mengingat sebagian besar masyarakat yang hidup di sekitar kawasan pesisir masih tergolong sangat miskin, oleh karena itu kegiatan ekonomi di kawasan ini yang langsung mengenai penduduk perlu ditingkatkan. Pengentasan kemiskinan memiliki dampak langsung terhadap kondisi ekosistem dam lingkungan. Semakin sejahtera masyarakat yang hidup di pesisir maka akan semakin baik kondisi lingkungannya. Kesejahteraan rakyat mempunyai aspek yang sangat kompleks dan tidak memungkinkan untuk menyajikan data yang mampu mengukur semua aspek kesejaheraan. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Nasional (1996) diacu dalam Supriatna (2000), menyebutkan bahwa keluarga sejahtera adalah: (1) keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya baik sandang, pangan, perumahan, sosial maupun agama (2) keluarga yang mempunyai keseimbangan antara penghasilan dengan jumlah anggota keluarganya, dan (3) keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga, kehidupan bersama dengan masyarakat sekitar, beribadah kusyuk, disamping terpenuhi kebutuhan pokoknya.

34

Menurut BPS (1993) indikator kesejahteraan rakyat diamati dari berbagai aspek spesifik yaitu kesehatan, pendidikan, konsumsi rumahtangga dan perumahan. Aspek pendapatan, kondisi dan fasilitas perumahan, juga rasa aman merupakan indikator dari kesejahteraan. Tingkat pendapatan/penghasilan keluarga diukur dari besarnya pendapatan rumah tangga per kapita dalam sebulan dibagi kedalam tiga kategori interval yang sama dalam satuan rupiah, yakni: tinggi, sedang dan rendah. Untuk tingkat konsumsi/pengeluaran keluarga diukur dari besarnya pengeluaran rumah tangga per kapita dalam sebulan yang digunakan BPS dalam penentuan desa tertingga l di Indonesia yaitu yang mengacu pada pendapat Sayogyo (1977). Dijelaskan bahwa klasifikasi tingkat kesejahteraan untuk pedesaan yang termasuk dalam kategori redah (miskin) apabila pengeluaran per kapita per tahun kurang dari setara 320 kg beras. Kategori sedang (hampir cukup) apabila pengeluaran per kapita per tahun setara dengan 320 kilogram beras sampai 480 kilagram beras. Sedangkan untuk kategori tinggi (cukup) apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih dari setara 480 kg beras. Pendidikan keluarga dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu kategori tinggi apabila 60 persen jumlah anggota keluarga tamat SD. Sedangkan kategori sedang apabila 30 persen 60 persen jumlah anggota keluarga tamat SD, dan kategori sendah apabila kurang 30 persen jumlah anggota keluarga tamat SD. Tiga kriteria untuk mengukur kesehatan keluarga, yakni: kriteria pertama adalah baik apabila kurang dari 25 persen jumlah anggota keluarga sering sakit. Kriteria ke dua adalah sedang apabila 25 persen sampai 50 persen jumlah anggota keluarga sering sakit, sedangkan 50 persen jumlah anggota keluarga sering sakit termasuk dalam kriteria ke tiga.

35

Kondisi perumahan juga merupakan indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Indikator ini terdiri dari tiga tipe, yaitu permanen dengan skor 21 sampai 27, semi permanen dengan skor 14 sampai 20, dan tidak permanen dengan skor 5 sampai 9. Skor ini diperoleh dari cerminan kondisi perumahan, yang meliputi: 1. Atap: daun (skor 1), sirep (skor 2), seng (skor 3), asbes (skor 4), dan genteng (skor 5) 2. Bilik: bambu (skor 1), bambu kayu (skor 2), kayu (skor 3), setengah tembok (skor 4), dan tembok (skor 5) 3. Status: numpang (skor 1), sewa (skor 2), dan milik sendiri (skor 3) 4. Lantai: tanah (skor 1), papan (skor 2), plester (skor 3), ubin (skor 4), dan porselin(skor 5) 5. Luas perumahan: sempit (50m 2) (skor 1), sedang (50-100m 2) (skor 2), dan luas (>100m 2) (skor 3) Indikator kesejahteraan fasilitas perumahan terdiri dari tiga kelompok yakni lengkap dengan skor 21 sampai 27, semi lengkap dengan skor 14 sampai 20, dan tidak lengkap dengan skor 7 sampai 13. Skor ini didasarkan dari hasil penjumlahan fasilitas-fasilitas berikut ini: 1. Perkarangan: luas (<50m 2) (skor 1), sedang (50-100m 2) (skor 2), dan sempit (100m 2) ( skor 3) 2. Hiburan: radio (skor 1), tape recorder (skor 2), TV (skor 3), dan video (skor 4) 3. Pendingin: alam (skor 1), kipas angin (skor 2), lemari es (skor 3), AC (skor 4) 4. Sumber penerangan: lampu tempel (skor 1), petromak (skor 2), dan listrik (skor 3) 5. Bahan bakar: kayu (skor 1), minyak tanah (skor 2), dan gas (skor 3)

36

6. Sumber air: sungai (skor 1), air hujan (skor 2), mata air (skor 3), sumur gali (skor 4), dan PAM (skor 5) 7. MCK: kebun (skor 1), sungai/laut (skor 2), kamar mandi umum (skor 3), dan kamar mandi sendiri (skor 4)

2.9. Penelitian Empirik Terdahulu Penelitian tentang pariwisata pada umumnya telah banyak dilakukan, baik wisata alam, bahari, ataupun budaya. Sementara itu penelitian tentang pariwisata pantai telah banyak dilakukan. Telah terbukti bahwa di beberapa negara maju, pariwisata telah mampu menjadi pengggerak utama bagi perekonomian negara. Dalam penelitian (Aryati 1991, diacu dalam Saifullah 2000) mengenai perkembangan sektor pariwisata di Daerah Istimewa Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam) selama pelita IV menjelaskan bahwa keberadaan sektor pariwisata ternyata memberi arti positif dan mengikutsertakan berbagai jenis industri dan perusahaan lain untuk dapat berkembang sejalan dengan berkembangnya sektor pariwisata. (Sagita 1997, diacu dalam Alicya 2004) menyimpulkan bahwa perkembangan sektor pariwisata di Daerah Istimewa Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam) selama pelita V, merincikan bahwa sub sektor hotel dan restoran yang merupakan sumbangan dari sebagian sektor pariwisata terhadap produk domestik regional bruto, memperlihatkan adanya peningkatan yang cukup besar. Menurut Syahrial (2001), dalam penelitian yang dilakukan di Kota Sabang. Rencana pengembangan wisata bahari oleh Pemda Kota Sabang dituang dalam RIPP (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata), hasil kerja sama antara Pemda Kota Sabang dengan Unit Kajian dan Pengembangan Pariwisata Universitas Syiah

37

Kuala. Penyusunan rencana tersebut meliputi pengembangan pariwisata Sabang secara menyeluruh dan simultan, mencakup analisis pengembangan obyek wisata bahari, alam, dan budaya, analisis sumber daya manusia, sarana dan prasarana, organisasi dan kelembagaan yag terkait serta analisis strategi pemasarannya. Selain pengembangan obyek wisata, Pemda Kota Sabang juga merencanakan untuk membangun sarana akomodasi. Karena akomodasi merupakan suatu fasilitas yang penting bagi suatu kawasan wisata. Dalam jangka menengah akan dibangun hotel standar minimal berbintang satu, bahkan hotel berbintang lima. Sedangkan dalam jangka pendek direncanakan akan dilakukan renovasi terhadap fasilitas-fasilitas yang layak pakai dan meningkatkan sarana dan prasarana yang telah ada. Iqbal (2006) dalam penelitiannya tentang analisis nilai ekonomi yang dilakukan di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh menjelaskan bahwa untuk menghitung nilai ekonomi di TWAL Pulau Weh dilakukan dengan tiga cara, yaitu kurva permintaan yang dilakukan dengan pendekatan zonasi, nilai ekonomi aktual, dan nilai ekonomi potensial. Secara berurutan dari nilai tertinggi dengan pendekatan kurva permintaan menghasilkan nilai ekonomi TWAL Pulau Weh sebesar Rp.404.099.237,39. selanjutnya melalui penghitungan nilai potensial dan aktual TWAL Pulau Weh masing-masing bernilai sebesar Rp.73.000.000,00 dan Rp.21.600.000,00. berdasarkan hasil tersebut jelas bahwa terdapat perbedaan nilai yang sangat jauh antara nilai ekonomi yang dihasilkan melalui pendekatan kurva permintaan dengan nilai ekonomi yang dihitung dari nilai aktual dan potensial. Hasil perhitungan nilai ekonomi tersebut berbeda jauh dengan kontribusi sektor pariwisata dalam PDRB Kota Sabang sebesar Rp.5.607.720.866,00. hal ini diperkirakan terjadi karena terdapat over estimate dalam menetapkan persentase dari sektor pariwisata terhadap PDRB Kota Sabang. Hal ini karena kontribusi dari sektor pariwisata terdiri

38

atas banyak lapangan/sublapangan usaha, salah satunya adalah sublapangan usaha seperti pengangkutan (darat, laut, dan udara). Penelitian lainnya yang berhubangan dengan kepariwisataan adalah yang membahas tentang dampak pariwisata terhadap masyarakat sekitar dan dampak pariwisata terhadap perekonomian wilayah. Hal ini dilakukan oleh Safri (1996), yang dilakukan di Kabupaten Dati II Batang Hari Jambi. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa berdasarkan nilai Location Quotient atas dasar indikator pendapatan maupun tenaga

kerja

bahwa

masih

kecilnya

sumbangan

pariwisata

ini

terhadap

perekonomian wilayah dan juga terdapat perbedaan rata-rata pendapatan masyarakat pariwisata dengan non pariwisata. Marhaini (1992) dalam penelitiannya tentang peranan pariwisata Bahorok Bukit Lawang terhadap pengembangan wilayah yang dilakukan di Kabupaten Langkat menyimpulkan bahwa adanya sumbangan pendapatan dari sektor pariwisata terhadap perekonomian daerah. Berdasarkan nilai Location Quotient atas dasar indikator pendapatan dan tenaga kerja, pariwisata di Kabupaten Langkat bukanlah sebagai sektor basis bagi perekonomian wilayah tersebut. Selanjutnya Azman (2001) dalam penelitiannya mengenai analisis kebijakan pengembangan pariwisata bahari dalam rangka meningkatkan keragaan perekonomian wilayah Kabupaten Padang Pariaman, menyimpulkan bahwa terjadi transformasi struktur perekonomian dari sektor primer (pertanian) ke sektor tersier (jasa) selama periode 1995-1999 di Kabupaten Padang Pariaman, sektor pariwisata bahari yang tergolong dalam kelompok sektor jasa di Kabupaten Padang Pariaman merupakan sektor basis dalam perekonomian hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap PDRB dan PAD serta telah memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Pengembangan pariwisata bahari bagi masyarakat di Kabupaten Padang Pariaman memberikan

39

dampak positif terutama di bidang ekonomi yaitu peluang berusaha, di samping itu juga berdampak negatif terhadap sosial dan lingkungan hidup tetapi rasio manfaat yang dirasakan jauh lebih besar. Yamiati (1997) menurut hasil penelitian tentang pengembangan pariwisata terhadap perekonomian wilayah, pendapatan dan kelembagaan masyarakat sekitar yang dilakukan di Pulau Nusa Parida Bali, faktor ekonomi, jumlah wisatawan dan penginapan, lingkungan, kebijakan pemerintah, dan penduduk lokal merupakan faktor-faktor yang saling mempengaruhi terhadap keberlanjutan pengembangan pariwisata.

Dalam

pengembangan

penelitiannya

pariwisata

juga

pendapatan

disimpulkan masyarakat

bahwa

setelah

pariwisata

adanya

mengalami

peningkatan dibanding kelompok petani rumput laut. Soebagio

(2005)

dalam

penelitiannya

mengenai

analisis

kebijakan

pemanfaatan ruang pesisir dan laut kepulauan seribu dalam meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kegiatan budidaya perikanan dan pariwisata, menyatakan bahwa kegiatan budidaya perikanan dan pariwisata dengan sistem sea farming dan usaha jasa wisata dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Peningkatan ini terindentifikasi dari penerimaan yang diperoleh oleh masyarakat. Sebelum adanya kegiatan budidaya perikanan dan pariwisata pendapatan masyarakat adalah Rp. 750.000, angka ini berubah ketika masyarakat mulai terlibat dalam kegiatan tersebut. Hal ini terlihat dari besarnya pendapatan yany diterima masyarakat, yaitu Rp. 1.500.000 per bulan atau meningkat 100 persen. Alternatif kebijakan pemanfaatan ruang pesisir dan laut untuk kegiatan pariwisata berdasarkan prioritasnya berturut-turut adalah wisata alam, wisata bahari, ekowisata, dan wisata pendidikan.

40

Menurut Agusniatih (2002) dalam penelitiannya tentang kajian pengembangan kawasan wisata dan pengaruhnya pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir Teluk Palu Provinsi Sulawesi Tengah menyimpulkan bahwa kegiatan pariwisata di Tanjung Karang Boneoge berhubungan nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Penelitian dampak pariwisata terhadap ekonomi masyarakat juga dilakukan oleh Safri (2003), yaitu dalam penelitiannya tentang dampak pariwisata alam Taman Nasional Kerinci Seblat terhadap ekonomi masyarakat sekitar dan wilayah Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi bahwa pariwisata alam TNKS memberikan dampak positif terhadap ekonomi masyarakat sekitarnya. Rata-rata pendapatan sektor informal pariwisata alam adalah sebesar Rp. 1.100.700 per kapita per tahun, ini tergolong ke dalam kriteria tidak miskin. Sedangkan dampak terhadap ekonomi wilayah masih rendah, ini terlihat dari peningkatan pendapatan hanya sebesar 2,11 orang untuk setiap peningkatan Rp. 1 juta output. Dengan menggunakan pendekatan model deskriptif minimal dalam konteks pariwisata dengan menggunakan tiga variabel yakni turis (wisatawan), lingkungan, dan sumber daya alam, Casagrandi dan Rinaldi (2002) menyatakan bahwa pariwisata yang berkelanjutan dapat dicapai dengan penyediaan agen yang membutuhkan reinvestasi keuntungan mereka sehingga akan memproteksi lingkungannya. Keberlanjutan ini sangat beresiko karena perubahan yang mendadak dapat dengan mudah mempercepat perubahan perilaku dari yang menguntungkan ke perilaku yang tidak menguntungkan. Selanjutnya Casagrandi dan Rinaldi (2002) mengatakan bahwa daya adaptasi dari kebijakan yang berkelanjutan juga memungkinkan tetapi dalam prakteknya sangat sulit untuk diwujudkan. Hal ini tidak terhindari jika kompetisi antara lokasi wisata terus terjadi. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku sistem dapat secara

41

radikal berbeda jika wisatawannya berbeda, dalam hal ini ada beberapa kasus pariwisata tidak dapat bertahan. Sebagaimana kita ketahui bahwa suatu lokasi wisata jarang dipadati oleh wisatawan kelas menengah ke atas tetapi lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan kelas bawah. Kelemahan dari tulisan Casagrandi dan Rinaldi (2002) adalah kelemahan tipikal dari model minimal. Dari ketiga variabel yang digunakan dalam model tidak dapat mencakup aspek sosial, budaya, dan politik dalam pengembangan pariwisata. Hal ini berarti bahwa ada aspek lain yang harus dimasukkan dalam model, yaitu populasi tenaga kerja lokal jika ingin melihat implikasi sosial dari pengembangan pariwisata. Dalam penelitiannya Madden dan Thapa (2000) menerapkan computable general equilibrium (CGE) modelling dua daerah Australia untuk menganalisis kontribusi ekonomi pariwisata terhadap perekonomian New South Wales (NSW). Gambaran penting dari model CGE adalah kemampuannya untuk mengatasi keterbatasan penyediaan pada perekonomian Australia, yaitu sebuah keseimbangan keterbatasan pembayaran dan keterbatasan keuangan pemerintah. Simulasi model dilakukan pada tingkat 12 industri pariwisata yang dibedakan melalui 3 kategori pengunjung dan empat tujuan kunjungan. Tiga kategori pengunjung meliputi intradaerah, inter-daerah, dan antar benua. Lebih lanjut Madden dan Thapa (2000), menjelaskan bahwa hasil utama terhadap kontribusi ekonomi dari pariwisata secara keseluruhan terhadap NSW adalah bahwa pada tahun 1998, pengeluaran pariwisata langsung diperkirakan $14 triliun total memberikan kontribusi sekitar 7 % dari GDP NSW (ekuivalen dengan $13 milyar). Kontribusi terhadap konsumsi real rumah tangga NSW terjadi peningkatan 6.6% ($7.7 milyar) dan kontribusi terhadap tenaga kerja NSW meningkat 7.4%

42

(sekitar 250,000 pekerjaan). Kekuatan peningkatan terhadap ekonomi NSW dari pariwisata terutama datang dari pariwisata inter-daerah ke dalam NSW. Kontribusi pariwisata inter-daerah ke dalam NSW kira-kira 15 kali lebih dari kontribusi pariwisata antar benua, meskipun demikian pengeluaran langsung dari wisatawan antar benua di NSW kira-kira menjadi 17% lebih tinggi dari pada pengeluaran langsung dari wisatawan inter-daerah ke NSW. Pengaruh jangka panjang pariwisata (termasuk pariwisata antar benua) terhadap aktivitas perekonomian Australia secara keseluruhan adalah kecil. Meskipun demikian, pariwisata internasional, seperti yang ditunjukkan oleh Copeland (1991) dapat meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa dengan mengubah perdagangan. Peningkatan kekuatan pada intra-daerah atau inter-daerah pariwisata (atau dalam hal ini pariwisata internasional) dapat menyediakan kesejahteraan.

peningkatan

jangka

pendek

dalam

aktivitas

ekonomi

dan

43

III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pariwisata adalah suatu kegiatan yang langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Dampak yang ditimbulkan berupa dampak terhadap sosial-ekonomi, dampak terhadap sosial budaya, dan dampak terhadap lingkungan. Dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan kedalam delapan kelompok, yaitu dampak terhadap penerimaan devisa, dampak terhadap pendapatan masyarakat, dampak terhadap kesempatan kerja, dampak terhadap harga-harga, dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan, dampak terhadap kepemilikan dan kontrol, dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan dampak terhadap pendapatan pemerintah. Dampak yang ditimbulkan sebagian besar adalah dampak positif, seperti peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan penerimaan devisa, peningkatan kesempatan kerja dan peluang usaha, peningkatan pendapatan pemerintah dari pajak, dan lain sebagainya (Pitana, 2005). Kawasan wis ata Kota Sabang dengan objek wisata alamnya telah dikunjungi oleh para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara dan telah menjadi daerah tujuan wisata utama di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal ini karena alam wilayah Kota Sabang yang indah dan menarik mulai dari daratan sampai dengan perairan laut. Seluruh wilayah Kota Sabang dikelilingi oleh laut dengan gugusan pulaupulau kecil didalamnya.

Terdapat lima buah pulau yang termasuk dalam wilayah

administrasi pemerintahan Kota Sabang, yaitu Pulau Klah, Rondo, Seulako, Rubiah, dan Pulau Weh yang merupakan pulau terbesar. Pengembangan Kota Sabang ke depan harus dibangun berdasarkan pilar-pilar ekonomi yang menjadi andalan daerah.

44

Pemerintah

Kota

Sabang

telah

menetapkan

empat

sektor

ekonomi

dalam

pengembangan ekonomi ke depan salah satunya adalah sektor pariwisata. Sebagai salah satu objek wisata yang paling diminati, Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh paling ramai dikunjungi karena memiliki keindahan alam bawah laut dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Dari kegiatan tersebut diharapkan masyarakat sekitar kawasan dapat memperoleh dampak positif dengan memanfaatkan potensi obyek wisata dengan cara menjual souvenir, makanan, menyewakan perahu, penyewaan penginapan, dan lain sebagainya. Melalui pemanfaatan potensi obyek wisata yang ada, akan berpengaruh pada masyarakat setempat. Pengaruh dari kegiatan pemanfaatan potensi tersebut dapat dilihat dari rumah tangga baik yang aktif pada kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Pengidentifikasian keadaan rumahtangga tersebut dilakukan dengan melihat faktor umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran/konsumsi rumah tangga, jarak dari kawasan wisata, curahan waktu kerja, dan aktif tidaknya responden dalam kegiatan pariwisata. Faktor-faktor tersebut merupakan variabel yang akan diuji untuk melihat pengaruhnya terhadap pendapatan rumahtangga masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan wisata.

Untuk

mengetahui

faktor-faktor

yang

mempengaruhi pendapatan masyarakat sekitar digunakan analisis regresi. Analisis ini dipilih

karena

sesuai

dengan

kegunaannya

adalah

untuk

meramalkan

atau

memprediksikan variabet terikat (Y) apabila variabel bebas (X) diketahui. Alat analisis ini merupakan peramalan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap variabel terikat untuk membuktikan ada atau tidak hubungan fungsi atau hubungan kausal antara dua variabel bebas atau lebih dengan satu variabel terikat. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan TWAL Pulau Weh, berdasarkan indikator kesejahteraan yang mengacu pada indikator kesejahteraan

SUSENAS

(BPS),

yakni

tingkat

pendapatan,

tingkat

45

pengeluaran/konsumsi, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kondisi perumahan, dan fasilitas perumahan. Untuk mengetahui perbedaan antara dua kelompok masyarakat digunakan analisis chi-kuadrat (?2). Alat analisis ini mengadakan pendekatan dari beberapa faktor atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil abservasi dengan frekuensi yang diharapkan dari sampel untuk melihat hubungan atau perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok masyarakat. Secara skematis kerangka pemikiran dari penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :

46

Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh

Masyarakat Sekitar

Sumber Daya Pesisir (Sektor Pariwisata)

Usaha Pemanfaatan Sumber Daya yang Ada

Rumah Tangga yang Memanfaatkan Potensi Pariwisata

Rumah Tangga yang Tidak Memanfaatkan Potensi Pariwisat a

P E N D A P A T A N

-

-

Umur Tingkat pendidikan Jumlah AK Pengeluaran/konsumsi Jarak dari kawasan Curahan waktu kerja Keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata

KESEJAHTERAAN Tingkat pendapatan per kpt/bln Tingkat pengeluaran/konsumsi Tingkat pendidikan Tingkat kesehatan Kondisi perumahan Fasilitas perumahan

Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

47

3.2. Lokasi, Waktu dan Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh Kota Sabang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan April dan berakhir pada bulan Juni 2006.

R ub iah Isl and

S ab an g

Ib oi h Aneu k L aot L ake r

M ang rove G apan g

N W

E S

R o ad V illa ge R i ve r El eva tion (m ) 0 - 100 1 00 - 225 2 25 - 325 3 25 - 425 4 25 - 600 1

0

1

2

Balo han

3 K i lo met ers

Gambar 3. Peta Kota Sabang dan Kaw asan TWAL Pulau Weh Penelitian dirancang sebagai penelitian deskriptif dengan metode survei, yaitu untuk menggali suatu fenomena yang ada atau untuk menggambarkan kondisi yang ada pada waktu penelitian dilakukan. Unit survei meliputi rumahtangga yang memanfaatkan potensi obyek wisata dan rumahtangga yang tidak memanfaatkan potensi obyek wisata di kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Substansi survei dibatasi pada

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pendapatan

dan

indikator-indikator

kesejahteraan masyarakat. 3.3. Penentuan Sampel/Responden Guna mencapai tujuan survei maka ditentukan penentuan sampel penelitian. Pengambilan sampel dilakukan terhadap masyarakat lokal/masyarakat setempat yang

48

menetap di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh, baik yang memanfaatkan potensi wisata (aktif dalam kegiatan pariwisata) maupun yang tidak memanfaatkan potensi wisata (tidak aktif dalam kegiatan pariwisata). Sampelnya terdiri dari kepala keluarga beserta keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling yang merupakan cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan tingkatan dalam anggota populasi tersebut. Teknik ini termasuk dalam probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Riduwan, 2004). Sampel/responden dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok,

yaitu

rumahtangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumahtangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Jumlah sampel/responden yang diambil adalah 30 rumahtangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan 30 rumahtangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Menurut Umar (2004), umumnya ukuran minimum sampel yang harus diambil dalam suatu penelitian didasarkan pada desain penelitian yang digunakan. Untuk metode penelitian deskriptif-kolerasional jumlah minimum sampel 30 subjek (orang) sudah mewakili populasi.

3.4. Jenis dan Cara Pe ngumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer meliputi: umur responden, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran rumahtangga, pendapatan rumahtangga, jarak dari lokasi usaha, curahan waktu, dan keikutsertaan responden dalam kegiatan pariwisata. Pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara langsung yang berpedoman pada daftar

49

pertanyaan, sedangkan data sekunder didapat dari sumber bahan dokumentasi, hasil penelitian dan sebagainya. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei yaitu metode yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari sejumlah variabel dari sekelompok masyarakat melalui wawancara langsung dan berpedoman pada daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan sebelumnya (Singarimbun, 1995). Sedangkan data sekunder diperoleh dikumpulkan dari pihak-pihak seperti Badan Pasat Statistik, Dinas Pariwisata, dan pihak terkait lainnya. Data yang dikumpulkan meliputi gambaran umum daerah penelitian, dan data kunjungan wisatawan ke kawasan wisata Kota Sabang, dan lain-lain. Pengumpulan data dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder yang ada.

3.5. Metode Analisis 3.5.1. Analisa Deskriptif Analisis ini untuk mengetahui kondisi gambaran umum lokasi penelitian, data kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat lokal/masyarakat setempat berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya wilayah, dilakukan terhadap data primer (pengamatan lapangan dan wawancara) maupun data sekunder yang diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian ini. Untuk kondisi dan potensi sumber daya yang ada dilakukan dengan analisis deskriptif dari hasil pengamatan lapangan dan data hasil penelitian sebelumnya yang masih relevan.

3.5.2. Analisis Uji beda Pendapatan Analisis terhadap perbedaan pendapatan masyarakat pariwisata dan non pariwisata dilakukan analisis uji beda rata-rata. Analisis ini dimaksud untuk mengetahui

50

apakah ada perbedaan pendapatan secara signifikan antara rumahtangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumahtangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Pengujian hipotesis : H0 : Y1 = Y 2 , rata-rata pendapatan responden yang aktif dalam kegiatan pariwisata sama dengan tingkat pendapatan rumahtangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. H1 : Y1 > Y 2 ,

rata-rata pendapatan responden yang aktif dalam kegiatan pariwisata lebih besar dari pada tingkat pendapatan rumahtangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata.

Kriteria pengujian : Jika thitung = ttabel pada taraf kepercayaan 95 % (a = 0,05) maka terima H0 dan tolak H1. sedangkan jika thitung > ttabel maka terima H1 dan tolak H0. Secara matematis dapat dirumuskan :

Y 1 −Y 2

t hitung =

S 2 (1/ n1 + 1/ n 2

S ( n − 1) + S 2 (n2 − 1) S = 2 1 n1 + n2 − 2 2

2

2

KV =

S X 100% (Y )

Dimana:

Y1

= nilai rata-rata contoh pendapatan rumahtangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata

= nilai rata-rata contoh pendapatan rumahtangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata S1 = varians pendapatan rumahtangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata Sp2 = varians pendapatan rumahtangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumahtangga yan g tidak aktif dalam kegiatan pariwisata KV = Koefisien variasi a = 0,05

Y2

51

3.5.3. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Masyarakat Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat lokal/masyarakat setempat digunakan pendekatan bentuk fungsi regresi. Menurut Sumodiningrat (1994), fungsi regresi terdiri dari regresi linier berganda, regresi log-Linier (double-log), dan regresi semilog. dari ketiga bentuk fungsi regresi tersebut akan dipilih fungsi yang cocok yang sesuai dengan beberapa kriteria yang ada dalam teori ekonomi, seperti goodness of fit dan kesederhanaan. Tidak ada aturan yang pasti untuk menentukan bahwa suatu bentuk fungsi adalah yang paling cocok pada masalah tertentu. Namun harus memperhatikan beberapa kriteria umum, yakni: 1. Kriteria pertama dan terpenting adalah dalam memilih bentuk fungsi harus memakai basis teori ekonomi. Pada hakekatnya, tujuan ekonometri adalah memberi isi empiris teori ekonomi. Kalau pemilihan bentuk fungsi hanya berdasarkan pada “keindahan” bentuknya saja, tanpa pembenaran secara teoritis maka yang diperoleh hanya sekedar

“suatu

pengukuran

tanpa

teori”.

Pendekatan

semacam

ini

akan

menghasilkan model yang tidak ada artinya (absurd) bukan analisis ekonometri. 2. Bila terdapat dua bentuk fungsional yang cocok dan bisa menjelaska suatu masalah dengan sama baiknya, maka lebih baik memilih bentuk yang paling sederhana. Walaupun tidak selalu bisa ditentukan bentuk mana yang paling sederhana, namun masuk akal untuk mengatakan bahwa semakin sedikit jumlah parameternya maka berarti semakin sederhana bentuk suatu fungsi. 3. Bentuk fungsi harus mencakup (fit) data dengan sebaik-baiknya, model akan dihasilkan akan memiliki kekuatan prediksi yang baik. Kriteria ketiga ini disebut kriteria goodness of fit yang didasarkan pada nilai R2. semakin besar R2, maka semakin banyak proporsi variasi variabel terikat (dependent variable) yang bisa dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebas (independent variable). Jika bentuk fungsi “log-log” yang dipilih, R2 mengukur proporsi dari variasi logaritma Y tidak sama

52

dengan proporsi dari variasi Y, maka harus dihitung antilog dari nilai log Y kemudian baru dicari koefisien determinasi (R2). Koefisien inilah yang menjadi perbandingan dengan R2 dari bentuk fungsi Y tanpa logaritma. Ø Model regresi linier berganda rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y = α + β1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + β 4 X 4 + β 5 X 5 + β 6 X 6 + β 7 X 7 + ε Pada pendugaan model regresi dengan OLS tersebut, maka asumsi-asumsi yang dipakai sebagai berikut: 1. peubah X bersifat tetap (fixed), maka E (Xe) = 0 2. tidak ada hubungan linier antara dua atau lebih peubah-peubah bebas (noncollinearity) 3. rataan galat (error) saling menghapuskan, E (e) = 0 4. bagian galat (error) bersifat tersebar bebas (tidak berkorelasi) dan ragam (variance) yang konstan (homokedastis) : E (ee’) = s 2 Ø Model semilog terdiri dari dua bentuk model, yaitu: 1. LnY = α + α1 X 1 + α 2 X 2 + α 3 X 3 + α 4 X 4 + α 5 X 5 + α 6 X 6 + α 7 X 7 + ε 2. Y = β 0 + β1 LnX 1 + β 2 LnX 2 + β 3 LnX 3 + β 4 LnX 4 + β 5 LnX 5 + β 6 LnX 6 + β 7 LnX 7 + ε Pada model pertama terlihat bahwa slope (a 1) mengukur perubahan proporsional Y sebagai akibat perubahan absolut X, artinya bahwa perubahan jumlah X secara absolut mengakibatkan Y berubah secara proporsional atau secara persentase yang konstan, model ini desebut juga model pertumbuhan konstan (constant growth model). Pada model kedua, koefisien ß1 mengukur perubahan absolut nilai rerata Y sebagai perubahan X dengan proporsi tertentu. Model ini sesuai untuk menganalisis perubahan Y secara absolut.

53

Ø Model Double-Log atau Log Linier secara matematis dapat dilulis sebagai berikut: LnY = Lnα 0 + β 1 LnX 1 + β 2 LnX 2 + β 3 LnX 3 + β 4 LnX 4 + β 5 LnX 5 + β 6 LnX 6 + β 7 LnX 7 + ε

Model log linier memiliki dua sifat khusus, yaitu: 1. Model ini mengasumsikan bahwa koefisien elasisitas antara Y dan X (yaitu ß) adalah konstan. Model ini disebut “model elastisitas konstan” (constant elasticity model), 2. Walaupun α dan β merupakan penaksiran-penaksiran yang tidak bias terhadap a dan ß, namun “antilog” nya (yaitu α 0 ) merupakan penaksiran yang bias (biased estimator). Meskipun demikian, α 0 merupakan penaksiran yang konsisten bagi a0. biasanya analisis ekonomi difokuskan pada slope, yakni ß1 sehingga tidak perlu dirisaukan meskipun a0 merupakan penaksiran yang bias. Fungsi regresi tersebut digunakan untuk menganalisis pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Analisis ini akan diuji pada kelompok rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan kelompok rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Pada analisis ke dua kelompok responden ini nilai pendapatan (Y) dipandang sebagai peubah tak bebas (dependent variable), sedangkan umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran/konsumsi, jarak dari lokasi usaha, dan curahan waktu kerja sebagai peubah bebas (independent variable). Untuk mengetahui pengaruh dari kegiatan pariwisata terhadap masyarakat sekitar TWAL Pulau Weh juga dilakukan analisis serupa, pada analisis ini kedua kelompok responden digabung. Variabel-variabel yang diuji meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran/konsumsi, jarak dari lokasi usaha, curahan waktu kerja , dan keikutsertaan responden dalam memanfaatkan potensi obyek wisata (variabel dummy).

54

Dimana : Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 D

= pendapatan rumah tangga (Rp/kapita/bulan) = umur kepala keluarga (tahun) = tingkat pendidikan kepala keluarga (tahun) = jumlah anggota keluarga (orang) = tingkat pengeluaran/konsumsi rumahtangga (Rp/ kapita/bulan) = jarak dari lokasi TWAL Pulau Weh (km) = curahan waktu kerja kepala keluarga (jam/bulan) = dummy keikutsertaan responden dalam kegiatan pariwisata =1, jika aktif dalam kegiatan pariwisata = 0, jika tidak aktif dalam kegiatan pariwisata a = konstanta ß1- ß7 = koefisien regresi e = error term

Untuk tingkat kepercayaan (level of significant) a, maka kriteria yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah: jika F

hitung

=F

tabel

pada level a= 0.05 maka kegiatan

pariwisata di TWAL Pulau Weh berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat sekitar kawasan. Jika F

hitung


tabel

pada level a= 0.05 maka kegiatan pariwisata di TWAL

Pulau Weh tidak berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat sekitar kawasan.

3.5.4. Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Tingkat kesejahteraan pada penelitian ini dibedakan atas 3 (tiga) kelompok, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Indikator ini diadopsi dari indikator kesejahteraan BPS yang diacu dalam Agusniatih (2002). Tingkat kesejahteraan masyarakat lokal/masyarakat setempat yang aktif dan tidak aktif pada kegiatan pariwisata dilihat berdasarkan indikator-indikator

kesejahteraan, yang meliputi: tingkat pendapatan/penghasilan

keluarga, tingkat konsumsi/pengeluaran keluarga, pendidikan keluarga, pendidikan keluarga, kondisi perumahan, dan fasilitas perumahan. Indikator-indikator tersebut dianalisis secara deskriptif dengan sistem skor yang kemudian di kelompokkan berdasarkan kategori-kategori tertentu. Indikator kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :

55

Tabel 2. Indikator Tingkat Kesejahteraan No 1

2

3

4

5

Indikator Kesejahteraan Tingkat pendapatan/penghasilan keluarga: Diukur dari besarnya pendapatan RT per kapita dalam sebulan dibagi kedalam tiga kategori interval yang sama dalam satuan rupiah. - > Rp.433.333 - Rp.216.666 - Rp.433.333 - < Rp.216.666 Tingkat konsumsi/pengeluaran keluarga: Diukur dari besarnya pengeluaran RT per kapita dalam sebulan berpedoman pada skoring metode Maret 1994 yang digunakan BPS dalam penentuan desa tertinggal di Indonesia. - > Rp.140.000 - Rp.93.333-Rp.140.000 - < Rp.93.333

Skor

- Tinggi - Sedang - Rendah

3 2 1

- Tinggi - Sedang - Rendah

3 2 1

Pendidikan keluarga: - >60% jumlah anggota keluarga tamat SD - 30%-60% jumlah anggota keluarga tamat SD - <30% jumlah anggota keluarga tamat SD

- Tinggi - Sedang - Rendah

Kesehatan keluarga: - <25% jumlah anggota keluarga sering sakit - 25%-50% jumlah anggota keluarga sering sakit - >50% jumlah anggota keluarga serimg sakit

- Baik - Sedang - Buruk

3 2 1

- Permanen (skor 15-21) - Semi permanen (skor 10-14) - Tidak permanen (skor 5-9)

3 2 1

- Lengkap (skor 21-27) - Semi lengkap (skor 14-20) - Tidak lengkap (skor 7-13)

3 2 1

Kondisi perumahan: - Atap: daun (1)/sirep (2)/seng (3)/asbes (4)/genteng (5) - Bilik: bambu (1)/bambu kayu (2)/kayu (3)/setengah tembok (4)/tembok (5) - Status: numpang (1)/sewa (2)/milik sendiri (3) - Lantai:tanah (1)/papan (2)/plester(3)/ubin (4)/porselin(5) - Luas perumahan: sempit (50m 2) (1)/sedang (50-100m 2) 2 (2)/luas (>100m ) (3)

Fasilitas perumahan: 2 2 - Perkarangan: luas (<50m ) (1)/sedang (50-100m ) 2 (2)/sempit (100m )(3) - Hiburan: radio (1)/tape recorder(2)/TV(3)video(4) - Pendingin: alam(1)/kipas angin(2)/lemari es(3)/AC(4) - Sumber penerangan: lampu tempel (1)/petromak (2)/ listrik (3) - Bahan bakar: kayu (1)/minyak tanah(2)/ gas(3) - Sumber air: sungai(1)/air hujan(2)/mata air(3)/sumur gali(4)/PAM(5) - MCK: kebun(1)/sungai/laut(2)/kamar mandi umum(3)/ kamar mandi sendiri (4) Sumber: BPS (Badan Pusat Statistik)

3 2 1

6

Untuk mengetahui masyarakat yang aktif dan tidak aktif pada kegiatan pariwisata termasuk ke dalam kategori tinggi, sedang, atau rendah adalah dengan menjumlahkan skor penilaian dari setiap kriteria atau ukuran tersebut dalam Tabel 3 yang kemudian dibandingkan dengan klasifikasi berikut:

56

1. Tingkat kesejahteraan tinggi jika skor 14 -18 2. Tingkat kesejahteraan sedang jika skor 10 -13 3. Tingkat kesejahteraan rendah jika skor 6 – 9 Penentuan ketiga klasifikasi tingkat kesejahteraan tersebut adalah dengan melihat jumlah skor tertinggi dikurangi skor terendah yang kemudian dibagi menjadi tiga kategori dengan interval yang sama secara statistik.

3.5.5. Uji Beda Nyata Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara tingkat kesejahteraan responden, yaitu rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata yang mengacu pada indikator-indikator kesejahteraan

dilakukan

pengujian

chi-kuadrat

(?2).

Model

chi-kuadrat

(?2)

menggunakan data nominal (diskrit), data tersebut diperoleh dari hasil menghitung. Sedangkan besarnya nilai chi-kuadrat (?2) bukan merupakan ukuran derajat perbedaan. Cara menguji chi-kuadrat (?2) harus dibuat hipotesis berbentuk kalimat dan harus ditetapkan tingkat signifikansi, kemudian harus dibuat kaidah keputusan. Rumus yang digunakan untuk menghitung chi-kuadrat (?2) yaitu (Riduwan, 2004) :

( fo − fe) 2 χ =∑ fe 2

fe =

( ∑ fk.∑ fb)

∑T

Dimana: ?2 fo fe ?fk ?fb ?T

= Nilai chi-kuadrat = Frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris) = Frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis) = jumlah frekuensi pada kolom = jumlah frekuensi pada baris = Jumlah keseluruhan baris atau kolom

57

3.6. Definisi Operasional Beberapa

definisi

operasional

yang

digunakan

untuk

mengukur

tingkat

kesejahteraan masyarakat lokal/masyarakat setempat, baik yang aktif dalam kegiatan kepariwisataan maupun yang tidak adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat lokal/masyarakat setempat adalah masyarakat yang menetap di sekitar kawasan TWAL Pulau Weh baik yang memanfaatkan potensi pariwisata maupun yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata. 2. Masyarakat yang memanfaatkan potensi pariwisata atau yang aktif pada kegiatan pariwisata adalah kelompok rumah tangga yang keluarganya aktif dalam kegiatan pariwisata atau ikut terlibat langsung. Sedangkan masyarakat yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata adalah masyarakat yang berada pada kawasan TWAL Pulau Weh yang keluarganya terlibat dalam kegiatan pariwisata. 3. Rumahtangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang biasanya tinggal bersama dan makan bersama dari satu dapur atau seorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus keperluannya sendiri. 4. Pendapatan rumahtangga adalah semua pendapatan yang diperoleh/ diterima dari seluruh anggota keluarga yang bekerja dari berbagai sumber baik dari mata pencaharian utama/pokok maupun luar mata pencaharian utama/pokok yang dinyatakan dalam rupiah/kapita dalam sebulan. 5. Umur adalah usia responden yang dihitung sejak dia lahir sampai saat penelitian dilakukan, dan dinyatakan dalam tahun dimana pembulatan ke atas dilakukan apabila umur responden melebihi 6 bulan ke atas serta sebaliknya pembulatan ke bawah apabila kurang dari 6 bulan. 6. Pendidikan formal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan resmi yang pernah diikuti responden sampai saat penelitian dilakukan. Jenjang

58

pendidikan resmi meliputi Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTP), Akademik dan Perguruan Tinggi (PT). 7. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang meliputi bapak, ibu, dan anak termasuk orang lain yang menjadi anggota keluarga yang dinyatakan dalam orang/jiwa. 8. Konsumsi/pengeluaran rumah tangga adalah konsumsi/pengeluaran rumahtangga baik berupa makanan/pangan maupun bukan makanan/pangan yang diukur dengan rupiah/kapita dalam sebulan. 9. Jarak dari lokasi usaha yang dimaksud adalah jarak tempat tinggal masyarakat setempat (responden) dengan kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh, yang diukur dengan meter. 10. Curahan waktu kerja adalah lamanya responden bekerja yang diukur dengan jam/bulan 11. Keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pariwisata merupakan variabel dummy, yaitu nilai 1 apabila

responden aktif dalam kegiatan pariwisata seperti penyewaan

penginapan, penyewaan perahu, berdagang di kawasan wisata, dan lain-lain. Nilai 0 untuk masyarakat yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. 12. Tingkat kesejahteraan adalah kemampuan sebuah keluarga dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan non ekonomi. Tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini diukur menggunakan indikator BPS, meliputi: tingkat pendapatan, tingkat konsumsi/pengeluaran rumah tangga, pendidikan, kesehatan, kondisi perumahan, dan fasilitas rumah. 13. Kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi anggota keluarga dalam 1 (satu) bulan berkenaan dengan kesehatannya didasari pada sering tidaknya sakit yang diobati di balai pengobatan atau ke dokter/perawat.

59

14. Kondisi perumahan adalah kondisi atau keadaan tertentu dari perumahan tersebut, seperti kondisi bangunan yang bersifat permanen dengan skor 15-21, semi permanen dengan skor 10-14, dan tidak permanen dengan skor 5-9. skor diperoleh dengan menjumlahkan nilai-nilai dari kondisi perumahan tersebut, seperti

Atap:

daun (1)/sirep (2)/seng (3)/asbes (4)/genteng (5); Bilik: bambu (1)/bambu kayu (2)/kayu (3)/setengah tembok (4)/tembok (5); Status: numpang (1)/sewa (2)/milik sendiri (3); Lantai:tanah (1)/papan (2)/plester (3)/ubin (4)/porselin(5); Luas perumahan: sempit (50m2) (1)/sedang (50-100m2) (2)/luas (>100m 2) (3) (BPS). 15. Fasilitas perumahan keluarga adalah sarana yang tersedia lengkap dengan skor 2127, semi lengkap dengan skor 14-20, dan tidak lengkap dengan skor 7-13. skor diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari fasilitas yang tersedia dalam perumahan tersebut seperti: Luas perkarangan: luas (<50m 2) (1)/sedang (50-100m 2) (2)/sempit (100m 2)(3); Hiburan: radio (1)/tape recorder (2)/TV (3)video (4); Pendingin: alam (1)/kipas angin (2)/lemari es (3)/AC (4); Sumber penerangan: lampu tempel (1)/petromak (2)/ listrik (3); Bahan bakar: kayu (1)/minyak tanah (2)/ gas (3); Sumber air: sungai (1)/air

hujan (2)/mata

air (3)/sumur

gali (4)/PAM (5); MCK:

kebun(1)/sungai/laut(2)/kamar mandi umum(3)/ kamar mandi sendiri (4) (BPS).

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1. Aspek Geografis dan Administratif Kota Sabang terletak di Pulau Weh yang sering juga disebut dengan Pulau Sabang, memiliki pelabuhan alam yang indah. Pelabuhan Sabang letaknya sangat strategis di pintu masuk selat malaka dan pada jalur pelayaran paling ramai, sehingga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal besar dari dan ke Eropa. Namun sejak tahun 1985, Sabang tidak lagi menjadi pelabuhan bebas (free trade zone), maka pelabuhan ini menjadi sepi dan aktivitas perekonomian menurun drastis. Namun demikian, Kota Sabang masih memiliki potensi keindahan alam yang sangat potensial. Khusus untuk sektor pariwisata, sebagai salah satu sektor yang paling diandalkan, telah dibangun jalan lingkar pulau yang mulus, sehingga memungkinkan wisatawan mengunjungi dan menikmati lokasi-lokasi wisata yang disajikan alam dengan segala keindahan dan keunikannya. Salah satu keindahan alam yang dimiliki adalah TWAL Pulau Weh, yang merupakan salah satu daya tarik utama tujuan kunjung wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik.

(a)

(b)

Gambar 4. (a) Teluk Sabang; (b) Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh

Kota Sabang terdiri dari lima buah pulau, yaitu: Pulau Weh sebagai pulau terbesar dan merupakan pusat ibukota, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako, dan Pulau Rondo. Diantara ke lima pulau tersebut, Pulau Weh merupakan Pulau terbesar dengan luas wilayah 118,72km 2. Dari segi administrasi pemerintahan Kota Sabang dibagi kedalam dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Sukakarya yang masing-masing terdiri dari 10 dan 8 kelurahan. Secara geografis Kota Sabang terletak di Pulau Weh yang berada di bagian paling barat Wilayah Negara Kesatuan Indonesia yang mempunyai posisi dan lokasi yang sangat strategis. Kota Sabang berbatasan dengan Selat Benggala di sebelah utara, Samudera Indonesia di sebelah selatan, Selat Malaka di sebelah timur dan Samudera Hindia di sebelah barat dan berada di jalur lalu lintas internasional baik laut maupun udara dimana telah memposisikan Sabang sebagai pintu gerbang masuknya arus investasi, perdagangan dan jasa dalam dan luar negeri. Kawasan Sabang terletak pada koordinat: 05035’00’’ Lintang Utara – 05054’28’’ Lintang Utara dan 95000’02’’ Bujur Timur – 95022’36’’ Bujur Timur. Kawasan Sabang memiliki luas wilayah 153 Km 2 atau 15.300 hektar, dengan ketinggian rata-rata 28 meter di atas permukaan laut. Kota Sabang terdiri dari dua kecamatan yaitu Sukajaya dengan pusat pemerintahan di Balohan yang memiliki luas wilayah 80 Km 2 dan Kecamatan Sukakarya dengan pusat pemerintahan Sabang dengan luas wilayah 73 Km 2 (Tabel 3). Tabel 3. Pembagian luas wilayah administrasi di Kota Sabang No. 1. 2.

Kecamatan Sukakarya Sukajaya Jumlah

Sumber : Sabang dalam Angka (2004)

Luas (Km) 73 80 153

% 47.71 52.29 100.00

Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 928/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 seluas 2.600 Ha. Secara geografis taman wisata alam laut (TWAL) Pulau Weh terletak pada 05052’ Lintang Utara dan 95 052’ Bujur Timur. Sedangkan secara administrasi pemerintahan termasuk Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang, Provinsi NAD dan dari segi pengelolaan hutannya termasuk Resort Konservasi Sumber Daya Alam Iboih dan masuk pada Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Propinsi NAD.

4.2. Topografi Kondisi tofografi Kawasan Sabang didominasi oleh perbukitan, yakni sekitar 65% dari luas kawasan keseluruhan. Secara geografis Sabang meliputi 3% daratan rendah, 10% daratan bergelombang, 35% berbukit, dan 52% berbukit sampai bergunung. Kondisi daerah yang datar relatif terbatas, yaitu hanya di sekitar pantai. Kawasan Sabang memiliki kemiringan lereng yang cukup bervariasi, yaitu daerah Pulau Weh bagian barat dan di tengah-tengah pulau bagian timur merupakan daerah yang berbukit dan bergelombang dengan kemiringan lebih dari 15%. Keadaan topografi yang berbukit dan bervariasi ini menjadikan Sabang memiliki panorama alam yang sangat indah. Wilayahnya memiliki alokasi penentuan yang juga bervariasi sehingga sangat cocok untuk pengembangan perikanan, industri maritim dan pariwisata (Tabel 4). Tabel 4. Keadaan Topografi Kota Sabang No. 1. 2. 3. 4.

Keadaan Tofografi Datar Landai Miring Terjal Jumlah

Sumber : Sabang dalam Angka (2004)

Luas (Km) 4.59 15.30 53.55 79.56 153

% 3 10 35 52 100

Penggunaan lahan di wilayah Sabang sampai saat ini didominasi oleh pemanfaatan hutan, terutama hutan lindung dan hutan wisata dengan luas masingmasing 4.932,98 hektar dan 1.413,50 hektar diikuti oleh lahan perkebunan yang memiliki luas 5.900 hektar. Pemanfaatan lahan lain sangat bervariasi, seperti sawah, ladang, permukiman dengan luas 64 hektar. Ditinjau dari kemiringan lerengnya Kota Sabang cukup bervariasi kemiringan lerengnya. Kemiringan lebih dari 25% di Kota Sabang hampir meliputi 40% luas kota. Di daerah Pulau Weh bagian barat dan tengah-tengah pulau bagian timur merupakan daerah yang berbukit dan bergelombang dengan kemiringan lebih dari 15%. Kemiringan lereng kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh untuk hutan wisata berdasarkan peta rupa bumi dari Bakosurtanal sebagian besar wilayahnya (hampir 90%) mempunyai kemiringan di bawah 40%. Daerah yang datar merupakan bagian kecil dan kawasan, umumnya berada di sekitar pantai, yaitu daerah Ujung Campli Buta sampai Ujung Sirawan dan Ujung Bau tepatnya di sekitar Tugu Nol Kilo Meter Indonesia. Secara geolagi kawasan ini terdiri dari batu sendimen dan endapan aluvial. Jenis tanah yang mendominasi kawasan ini adalah Latosol.

4.3. Klimatologi Secara umum iklim di Kawasan Sabang termasuk kedalam iklim tropis, hal ini karena dipengaruhi oleh letaknya yang berada di sekitar garis khatulistiwa. Berdasarkan data curah hujan tahunan, kota Sabang dibagi menjadi dua wilayah/kawasan hujan, yaitu: (1) wilayah sekitar pantai, rata-rata curah hujan tahunan 2 908 mm dengan jumlah hari hujan 139.7 hari dan, (2) wilayah berbukit sampai dengan bergunung diatas ketinggian 121 meter dari permukaan laut, rata-

rata curah hujan pertahun 2534.19 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 137 hari. Menurut hasil pengukuran Stasiun Meteorologi Kota Sabang, curah hujan setiap bulan sangat bervariasi yaitu berkisar 53.5-682 mm. Intensitas curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan November masing-masing sebesar 311.2 mm dan 682 mm. Sedangkan curah hujan yang terendah e t rjadi bulan April dan Agustus sebesar 53.5 mm dan 77.3 mm. Jumlah hari hujan berkisar antara 7-19 hari dengan rata-rata setiap bulan 11 hari hujan. Jumlah hari hujan terbanyak terjadi bulan Januari, Maret, Juni, September dan November yang memiliki curah hujan di atas rata-rata. Sedangkan jumlah hari hujan terendah terjadi pada bulan Desember sebanyak 7 hari hujan. Kebiasaan hujan di Kota Sabang disertai dengan angin kencang karena posisi Pulau Weh yang berada di antara Selat Malaka dan Samudera Indonesia. Kecepatan angin berkisar antara 3-11 knot setiap bulan. Dimana kecepatan angin yang paling tinggi terjadi selama Juni – Agustus dan Oktober yang memiliki kecepatan angin sebesar 19 knot. Arah angin lebih didominasi oleh angin dari barat daya yang terjadi sejak bulan April sampai dengan Oktober, sedangkan angin timur terjadi antara bulan November sampai dengan Maret. Arah angin ini hampir sama setiap tahunnya. Perincian lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Curah Hujan, Hari Hujan, Arah Angin dan Kecepatan Angin di Kota Sabang Tahun 2004. Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Curah Hujan (mm)

Hari Hujan (mm)

199.9 154.9 130.4 53.5 117.7 300. 4 144.5 77.3 166.3 311.2 682.0 132.8

Arah Angin 12 8 11 8 10 14 9 8 13 19 18 7

Timur Timur Timur Barat Daya Barat Daya Barat Daya Barat Daya Barat Daya Barat Daya Barat Daya Timur Timur

Kecepatan Angin (Kt) 9 4 3 7 8 10 11 10 8 10 7 5

Sumber : Stasiun Meteorologi Cot Ba”u Sabang

Curah hujan tahunan Kawasan Sabang berjumlah di atas 2000 mm, dengan tingkat curah hujan sedikit terjadi perbedaan antara wilayah pantai dengan wilayah berbukit dan bergunung. Curah hujan yang relatif tinggi ini sangat dimungkinkan karena kondisi wilayah yang berbukit-bukit dengan tingkat kerapatan tumbuhan yang cukup tinggi. Suhu minimum berkisar 200C dan maksimum 330C dengan temperatur rata-ratanya adalah sekitar 26 0C dengan temperatur maksimum 310C dan temperatur minimum 200C. Kelembaban udara Kota Sabang rata-rata 78.58% dengan kecepatan angin rata-rata 7 knots. Kondisi iklim di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh sama dengan kondisi iklim Kota Sabang. Secara umum iklim di Kawasan Sabang termasuk iklim tropis. Curah hujan tahunan di Kawasan

di atas 2000 mm (Kota Sabang).

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson, tipe curah hujannya termasuk kelas B (basah).

4.4. Hidrologi Kawasan Sabang walaupun dikelilingi oleh lautan namun persediaan air bersih (tawar) untuk masyarakatnya tercukupi. Hal ini dikerenakan adanya sumber-sumber air yang biasa dimanfaatkan yang berasal dari air tanah, air permukaan, dan mata air. Sumber-sumber mata air bersih tersebut antara lain: mata air Ule Kareung dan beberapa danau seperti Danau Aneuk Laot, Danau Paya Seunara, Danau Paya Karieng, Danau Paya Peuteupen, dan Danau Paya Seumusi. Danau Aneuk Laot mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk menyuplai kebutuhan air bari Kota Sabang. Ini dikarenakan danau tersebut mempunyai luas 3 km2 dengan kapasitas 7 (tujuh) juta ton air, serta debit airnya mencapai 28 liter per detik. Potensi lainnya adalah akan dibangunnya Waduk Paya Seunara. Sekarang ini pengelolaan air minum di Kota Sabang dilakukan oleh dua perusahaan, masing-masing oleh PDAM dan PT. Pelabuhan Indonesia cabang Sabang. Kapasitas air minum dapat memenuhi kebutuhan penduduk, kebutuhan industri, dan kebutuhan air kapal-kapal. Kebutuhan akan air bersih di Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh dipenuhi dengan memanfaatkan sumur-sumur air tanah. Terdapat beberapa sumur yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kepentingan rumah tangga maupun untuk keperluan pariwisata. Rata-rata kedalaman muka air tanah di Kota Sabang sekitar 20 meter dan diperkirakan debitnya sekitar 3 liter/detik.

4.5. Kondisi Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat 4.5.1. Keadaan Pendudukan Kependudukan sangat berpengaruh dalam pembangunan karena penduduk sebagai pelaku sekaligus sasaran dari pembangunan yang sedang dilaksanakan. Jumlah penduduk bersifat dinamis yang merupakan hasil interaksi berbagai variabel sosial ekonomi. Migrasi penduduk (mobilitas penduduk secara permanen) masuk Kota Sabang satu setengah dasawarsa terakhir mengalami penurunan, hal ini sebagai akibat dari ditutupnya Sabang sebagai jalur pelabuhan dan perdagangan bebas. Kondisi ini akan berbalik, ketika melalui Undang-undang No. 37 Tahun 2000. Sabang ditetapkan kembali sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Dengan sendirinya perubahan ini telah mengidupkan kembali aktivitas perekonomian dan menarik minat penduduk untuk datang ke Kota Sabang. Jumlah penduduk Kota Sabang dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang relatif meningkat, jumlah penduduk tahun 1997 sebanyak 22.878 jiwa dan pada tahun 2003 naik cukup besar menjadi 28.657 jiwa. Dengan luas wilayah 153 km 2 Kota Sabang memiliki penduduk berjumlah 28.657 jiwa dengan kepadatan penduduk 188 jiwa per kilometer persegi. Penduduk Kota Sabang yang tergolong dalam usia muda yaitu penduduk yang berumur 0-14 tahun berjumlah 27,20 persen (7.782 jiwa). Sebagian besar penduduk berada pada usia produktif yaitu yang berumur 15-64 tahun adalah sebesar 69,70 persen (19.978 jiwa) dan hanya 3,10 persen (887 jiwa) penduduk yang berusia 65 tahun atau lebih. Dilihat dari jenis kelamin komposisi penduduk Kota Sabang cukup seimbang, yaitu 14.695 jiwa untuk penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan 13.962 jiwa penduduk yang perempuan (Tabel 6).

Tabel 6. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Sabang Kecamatan Tahun 2000 2001 2002 2003 2004

Sukajaya Jumlah % 10.178 17,63 10.637 18,43 11.152 19,31 12.348 21,40 13.408 23,23

Sukakarya Jumlah % 13.476 19,05 13.739 19,42 14.110 19,95 14.157 20,02 15.249 21,56

Total

%

23.654 24.376 25.262 26.505 28.657

18,41 18,98 19,67 20,63 22,31

Sumber: Kota Sabang Dalam Angka BPS 2004

Berdasarkan Tabel 6 pertumbuhan penduduk tahun 2004 untuk Kecamatan Sukajaya adalah 8,58% sedangkan untuk Kecamatan Sukakarya yaitu 7,71%. Secara keseluruhan total pertumbuhan penduduk dari tahun 2000 sampai 2004 adalah 8,11%. Dari data yang ada, untuk tingkat kepadatan penduduk di sekitar Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh merupakan wilayah yang cukup jarang penduduknya dengan tingkat kepadatan adalah sebesar 78 orang/km2. angka ini merupakan angka tingkat kepadatan cukup jauh di bawah rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kecamatan Sukakarya yang sebesar 178 orang/km2. Perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan jumlah penduduk perempuan tidaklah terlalu jauh bedanya, yaitu jumlah penduduk laki-laki adalah sebesar 191 orang sedangkan jumlah penduduk perempuan adalah sebesar 189 orang. Hal ini lebih lanjut ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin yang sebesar 101,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa perbandingan jumlah tersebut tidaklah jauh berbeda.

4.5.2. Pekerjaan dan Mata Pencaharian Kompos isi distribusi penduduk menurut lapangan usaha/pekerjaan pada tahun 2004 yang bermatapencaharian kepala keluarga terbesar adalah tenaga pertanian yaitu 29,49% (2.167 kepala keluarga). Selanjutnya diikuti oleh tenaga pegawai yang

terdiri

dari

1.583

kepala

keluarga

atau

21,54%.

Sedangkan

yang

bermatapencaharian terkecil adalah dari tenaga jasa, yaitu hanya 3,42% (251 kepala keluarga) dari total kepala keluarga di Kota Sabang. Distribusi kepala keluarga menurut mata pencaharian di Kota Sabang dapat dilihat pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Mata Pencaharian dan Kecamatan di Kota Sabang tahun 2004 Uraian Pertanian Perikanan Buruh Perdagangan Jasa Angkutan Pegawai Lainnya

Kecamatan Sukajaya Sukakarya 521 1.646 510 196 310 218 269 165 198 53 246 57 324 1.259 452 925

Jumlah

2.830

Jumlah

4.519

Persentase

2.167 706 528 434 251 303 1.583 1.377

29,49 9,61 7,18 5,91 3,42 4,12 21,54 18,74

7.349

100

Sumber: Sabang Dalam Angka, 2004

4.5.3. Sosial Budaya Penerapan syariat islam di seluruh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, termasuk di dalamnya Kawasan Sabang memberikan nuansa keagamaan yang cukup kental didalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dengan adanya penerapan syariat islam tersebut bukan suatu hambatan terhadap kepariwisataan di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh ini, bahkan dipandang sebagai suatu ciri khas dan keunikan tersendiri dari kepariwisataan di Kota Sabang.

4.6. Struktur Ekonomi Kota Sabang Dua sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar dalam perekonomian Kota Sabang untuk tahun 2003 terhadap pembentukan PDRB atas dasar harga berlaku, yaitu sektor perdagangan, hotel & restoran. Sektor perdagangan, hotel & restoran merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kota Sabang yang

memberi kontribusi sebesar Rp.36.365.050.000

atau 22,96%. Sedangkan untuk

sektor bangunan & kontruksi yang merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap PDRB Kota Sabang berkontribusi sebesar Rp.34.519.250.000 atau sebesar 21,79% dari total PDRB Kota Sabang tahun 2003. Berdasarkan hasil perhitungan analisis karakteristik kawasan ekonomi dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ), diperoleh bahwa sektor pertanian,

pertambangan

&

penggalian,

industri

pengolahan

serta

sektor

pengangkutan & komunikasi memiliki nilai LQ < 1. Artinya bahwa untuk keempat sektor tersebut Kota Sabang cenderung masih memerlukan impor dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan untuk sektor perdagangan, hotel & restoran merupakan sektor basis karena nilai Location Quotient (LQ) > 1 yaitu 1,53 begitu juga dengan sektor bangunan, jasa dan keuangan, persewaan & jasa perusahaan. Nilai Location Quotient (LQ) tersaji dalam Tabel 8 berikut: Tabel 8. Nilai Location Quotient (LQ) Kota Sabang Tahun 2003 Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Perusahaan Jasa-jasa Sumber: RTRW Kota Sabang 2004-2014

LQ 0,71 0,04 0,36 6,45 1,53 0,82 2,54 4,28

Kontribusi dari sektor pariwisata dalam perekonomian Kota Sabang tidak terlihat secara langsung karena sektor ini merupakan bagian dari sektor-sektor lain. Beberapa sublapangan usaha yang mencakup dalam sektor pariwisata seperti lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran/rumah makan di kawasan wisata untuk sektor perdagangan, hotel & restoran. Dari sektor jasa seperti lapangan usaha hiburan dan kebudayaan. Sedangkan dari sektor pengangkutan & komunikasi

seperti transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara turut andil dalam sektor pariwisata melalui kemudahan akses bagi wisatawan untuk mencapai kawasan wisata.

4.7. Struktur Ekonomi di Sekitar Kawasan TWAL Pulau Weh Pertumbuhan ekonomi Kota Sabang secara umum terlihat mengalami fluktuasi dengan kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan rata-rata per tahun untuk kurun waktu 1993-2000 adalah sebesar 4,5%. Sementara itu dilihat dari data perekonomian yang ada tercatat tahun 2003 bahwa struktur perekonomian Kota Sabang atas dasar harga berlaku, sektor perdagangan, hotel & restoran merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kota Sabang, yaitu 22,96%. Sektor bangunan & kontruksi 21,79% yang merupakan sektor penyumbang terbesar kedua terhadap PDRB Kota Sabang, output yang dihasilkan dari sektor tersebut mencerminkan kegiatan pembangunan fisik di Kota Sabang yang cukup intensif sehingga mendorong terjadinya pertumbuhan output Kota Sabang. Sementara itu di Kecamatan Sukakarya yang merupakan Kecamatan dari kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi khususnya sektor perdagangan yang terpusat pada beberapa bagian di kecamatan, yaitu Kota Atas, Kota Bawah, dan Kota Bawah Timur.

4.7.1. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor perdagangan, perhotelan, dam restoran sebagai pendukung sektor pariwisata

untuk

Kecamatan

Sukakarya,

khususnya

Desa

Iboih

dimana

pengembangan kawasan wisata dilakukan tercatat bahwa tidak terdapat pusat pertokoan

baik

yang

bersifat

permanen

maupun

nonpermanen.

Untuk

hotel/penginapan sebagian besar merupakan penginapan yang dikelola oleh masyarakat setempat dan kebanyakan merupakan cottage atau pondok-pondok kecil yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat serta disewakan kepada wisatawa. Disamping itu restoran di kawasan wisata juga berdekatan lokasinya dengan tempat penginapan tersebut sehingga dapat mendukung keberadaan penginapan. Sektor ini merupakan penyumbang diurutan pertama terhadap PDRB Kota Sabang yaitu sebesar 19,01% pada tahun 2001 dan terus meningkat mencapai 22,45% pada tahun 2004.

4.7.2. Sektor Pertanian Untuk perkembangan sektor pertanian, dapat dikatakan bahwa sektor pertanian secara umum mengalami peningkatan yang signifikan dimana luas panen serta produksi yang terjadi mengalami peningkatan. Di samping itu produksi sektor perikanan budaya serta danau Kota Sabang mengalami perkembangan yang berfluktuasi, yaitu dengan kecenderungan meningkat untuk budidaya tambak serta kecenderungan stabil untuk perairan umum. Sementara itu perikanan laut menunjukkan hal yang berbeda dimana perkembangan yang terjadi adalah peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Data yang tersedia mencatat perkembangan sektor perikanan laut berdasarkan kecamatan terlihat Kecamatan Sukakarya memproduksi sebesar 296,6 ton atau sekitar 60,3% dari total produksi. Pertanian tanaman pangan khususnya produksi padi untuk Kecamatan Sukakarya mengalami penurunan. Begitu juga dengan produksi sayur-sayuran untuk berbagai jenis tanaman, dimana secara keseluruhan produksi yang dihasilkan adalah menurun baik dari segi jumlahnya maupun luas panen. Untuk produksi tanaman palawija mengalami peningkatan yang cukup besar. Peningkatan ini terjadi

baik untuk jumlah produksi maupun luas panen. Untuk sub sektor perkebunan di Kecamatan Sukakarya mengalami peningkatan secara keseluruhan namun untuk komoditi tertentu mengalami penurunan. Sub sektor peternakan, populasi ternak di Kecamatan Sukakarya untuk jenis sapi dan kambing menurun. Secara umum juga tidak jauh beda dengan populasi ternak unggas. Sementara itu perkembangan untuk sub sektor perikanan di Kecam atan Sukakarya secara umum menunjukkkan peningkatan baik produksi maupun sarana dan prasarana yang ada. Sektor pertanian memberi peranan kedua terhadap perekonomian Kota Sabang, yaitu 21,27% pada tahun 2004.

4.7.3. Sektor Jasa dan Transportasi Pada dasarnya sektor jasa dan transportasi yang tersedia di Kota Sabang masih terbatas dan cenderung kurang berkembang. Hal ini disebabkan antara lain pernah dicabutnya status perdagangan bebas dan kawasan perdagangan bebas Sabang sehingga menurunkan kegiatan ekonomi secara umum yang berdampak pada tidak berkembangnya pengguna jasa transportasi. Sektor ini tahun 2004 menempati urutan keempat, peranannya terus meningkat dari 16,42% pada tahun 2001 meningkat menjadi 17,02% pada tahun 2004.

4.8. Sarana dan Prasarana di Sekitar TWAL Pulau Weh 4.8.1. Perumahan Pada Desa/Kelurahan Iboih terdapat rumah permanen dan rumah non permanen. Perbandingan rumah non permanen pada sub kawasan Iboih yaitu sebesar 20,54% rumah non permanen dari total rumah yang ada. Sedangkan sisanya adalah rumah permanen, tidak terdapat perumahan kumuh di desa ini.

4.8.2. Pendidikan, Kesehatan, dan Peribadatan Ketersediaan sarana pendidikan di Desa/Kelurahan Iboih masih kurang memadai, hanya tersedia satu unit Sekolah Dasar Negeri saja. Sarana kesehatan yang terdapat di desa ini sendiri terdiri dari satu buah Puskesmas dan satu unit Posyandu untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya pada Balita (bawah lima tahun). Tenaga medis yang tersedia terdiri dari satu orang dokter laki-laki, dan empat orang dokter perempuan. Tenaga medis lain yang tersedia adalah tenaga paramedis dan bidan desa. Sarana peribadatan yang terdapat di kawasan ini adalah satu mesjid.

4.8.3. Pariwisata Prasarana pariwisata dapat ditinjau dari ketersediaan cottage, restoran, pertokoan dan lainnya. Pusat pertokoan yang baik yang bersifat permanen maupun non permanen tidak terdapat di kawasan ini. Penginapan yang terdapat di kawasan ini merupakan penginapan yang dikelola oleh masyarakat setempat dan kebanyakan berupa cottage atau pondok-pondok kecil yang dibangun secara swadaya oleh

masyarakat serta disewakan kepada wisatawan. Disamping itu restoran yang terdapat di kawasan wisata juga berdekatan lokasinya dengan tempat penginapan tersebut sehingga dapat mendukung keberadaan penginapan.

4.8.4. Air Bersih dan Air Limbah Ketersediaan air di Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh disuplai dengan adanya sumur-sumur air tanah yang dibuat oleh masyarakat. Air bersih tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan rumah tangga dan juga untuk kepentingan kepariwisataan. Rata-rata kedalaman muka air tanah di Kota Sabang sekitar 20 meter dan diperkirakan sekitar 3 liter/detik. Untuk air limbah, di kawasan ini belum ada pengelolaan air limbah secara terpadu. Mayoritas penduduk masih menggunakan

sistem

pembuangan

air

kotoran

secara

individual

dengan

menggunakan MCK bersama.

4.8.5. Listrik dan Telepon Masyarakat di Desa Iboih, yang juga masuk ke dalam kawasan sudah terlayani oleh listrik, dengan sumber tenaga listrik dari tenaga diesel disalurkan dari pusat pembangkit di daerah Kelurahan Anuek Laot melalui saluran udara dengan menggunakan tiang listrik di sepanjang jalan menuju Iboih. Sedangkan penyebaran pelayanan telekomunikasi sudah mencapai kawasan ini, hal ini dapat dilihat dengan terdapatnya Warnet (warung internet) untuk melayani wisatawan domestik maupun mancanegara, walaupun aksesnya masih terlalu lama.

4.8.6. Transportasi Prasarana transportasi seperti jalan di kawasan ini secara umum relatif tersedia, namun kondisi ruas jalannya tidak terlalu mulus. Di beberapa lokasi masih adanya jalan yang rusak. Sementara itu dari segi sarana transportasi, khususnya angkutan kota kendaraan yang ada hanyalah taksi (berpangkalan di pusat kota) dan mobil sewaan. Dengan demikian hal ini menjadi salah satu hambatan dalam aksesibilitas.

4.9. Potensi Pariwisata Kota Sabang memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan pariwisata. Hal ini ditandai dengan banyaknya obyek dan daya tarik wisata yang memiliki keunikan untuk tingkat nasional dan internasional. Potensi ini didukung pula dengan kondisi geografis daerah yang terdiri dari pergunungan, pantai dan kepulauan. Lokasi yang paling menarik bagi pariwisata yaitu TWAL Pulau Weh yang terletak antara pantai Iboih dan Pulau Rubiah. Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL)

Pulau

Weh

merupakan

kawasan

yang

sangat

potensial

untuk

dikembangkan. Potensi tersebut ditunjukkan dengan adanya pantai serta hutan yang dapat digunakan untuk kegiatan wisata. Pantai yang memiliki pasir putih serta air yang jernih sehingga sangat potensial dijadikan obyek wisata. Pantai Iboih dengan kondisi alam berpasir putih, bunga karang dan berbagai jenis ikan berwarna serta biota laut lainnya yang dapat dilihat dengan jelas karena air laut yang tenang dan jernih. TWAL Pulau Weh banyak dikunjungi para wisatawan mancanegara khususnya mereka yang ingin melihat keindahan laut dengan cara snorkling, diving, atau menggunakan perahu ketamaran yang dapat melihat

langsung keindahan bawah laut melalui kaca tembus pandang. Di seputar lokasilokasi pantai tersebut terdapat rumah peristirahatan (cottages) yang sebagian besar dikelola oleh penduduk setempat dengan konstruksi yang sederhana serta bentuk arsitektur tradisional (Dinas Pariwisata, 1990). Daya tarik utama Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh adalah pariwisata bahari. Di samping memiliki potensi pariwisata TWAL Pulau Weh juga memiliki fungsi strategis seperti pelestarian keanekaragaman hayati. Keberhasilan pengelolaan kawasan wisata melalui upaya konservasi dapat memberi manfaat bagi kawasannya sendiri dan juga bermanfaat bagi masyarakat setempat. TWAL Pulau Weh mempunyai berbagai potensi alam yang dapat menarik minat para wisatawan. Taman laut ini ditumbuhi oleh terumbu karang dan biota laut yang langka dan dilindungi di Indonesia serta dijadikan sebagai objek sumber daya dan sebagai ilmu penelitian. Perairan laut memiliki keadaan air yang sangat jernih dengan kecerahan mencapai kedalaman 10-15 meter. Oleh karena itu perairan ini sangat indah dan kaya akan keanekaragaman jenis ikan seperti ikan Bendera (Chaetodon Sp), Botana Biru (Acharturus Leucosternon) yang berwarma biru turqouis, ikan Kuning (Pomacentrus Sp) yang berwarna kuning menyala, ikan Kepala Merah (Scarus Sp) yang berwarna merah menyala, Kerapu (Cheophaloplolis Sp) dan masih banyak jenis ikan lainnya. Disamping itu juga terdapat terumbu karang, baik karang yang keras maupun karang yang lunak dengan berbagai jenis, bentuk dan warna, yang kesemuanya membentuk gugusan karang yang menarik untuk dinikmati, antara lain karang dengan nama daerahnya karang lupas, karang rusa, karang kerupuk. TWAL Pulau Weh juga memiliki potensi wisata alam laut yang menarik lainnya yaitu terdapatnya gejala alam seperti gua-gua di bawah laut. Di samping itu, terdapat juga wisata sejarah yang terdapat di Pulau Rubiah seperti bangunan bekas

karantina haji, bekas pemasangan radar di puncak Gunung Iboih, benteng pertahanan Jepang, dan Tugu Nol Kilometer Indonesia sebagai titik awal pengukuran wilayah NKRI di wilayah paling barat. Berbagai kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan di TWAL Pulau Weh adalah kegiatan wisata tirta seperti berselancar, naik sampan, berenang, memancing, serta menyelam untuk menikmati alam bawah air dengan keanekaragaman terumbu karang serta ikan-ikan karangnya yang indah. Beberapa fasilitas yang dapat mendukung kegiatan wisata antara lain pondokpondok penginapan di sekitar Iboih yang dibangun oleh masyarakat, shelter, MCK, masjid, kios cendera mata. Selain itu terdapat berbagai fasilitas yang berada di Pulau Rubiah yang dibangun oleh Dinas Pariwisata Provinsi NAD antara lain: pusat kegiatan menyelam yang dilengkapi dengan fasilitasnya (perahu motor, peralatan selam), mushola, shelter, MCK, rumah jaga, menara pengintai, jalan setapak, taman dan instalasi listrik. Di samping itu, ada beberapa peluang usaha yang dapat dikembangkan di TWAL Pulau Weh, yakni usaha jasa pemandu wisata, usaha jasa akomodasi dan usaha jasa sarana boga (Bappeda, 2003b).

79

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Rumah Tangga Responden Rumah tangga yang menjadi responden dalam penelitian ini terdiri dari 60 kepala keluarga yang berasal dari masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Rumah tangga yang menjadi responden dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata sebanyak 30 orang dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata sebanyak 30 orang. Karakteristik responden yang meliputi umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pendapatan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga. Karakteristik tersebut akan berpengaruh terhadap kegiatan, keterampilan, dan kemampuan responden dalam menelaah dan mengambil suatu keputusan yang menyangkut dirinya, keluarga, dan lingkungan sekitarnya yang kesemuanya ini bertujuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan layak. Tolok ukur nasional, usia penduduk yang kerja adalah mulai dari 10 tahun sampai 65 tahun, sedangkan secara internasional usia kerja adalah mulai 15 sampai 65 tahun. Semakin muda usia penduduk dalam memasuki dunia kerja bisa menjadi salah satu indikator bahwa kondisi sosial ekonominya berada di bawah garis kemiskinan. Kesimpulan teoritis tersebut didasarkan pada asumsi bahwa semakin tinggi taraf hidup penduduk maka semakin tinggi pula kemampuan orang tua dalam membiayai anak-anaknya terutama untuk tingkat pendidikan yang dicapai sehingga berpengaruh pada umur anak dalam memasuki dunia kerja. Umur akan mempengaruhi kemampuan fisik dan cara berpikir dalam mengambil suatu

80

keputusan seseorang yang berhubungan dengan dirinya dan lingkungannya. Umur responden di daerah penelitian dapat mencerminkan pada kelompok umur mana mayoritas usia responden yang bekerja sebagai nelayan, petani, dan sebagai pekerja yang terlibat dan memanfaatkan potensi pariwisata. Berdasarkan hasil penelitian, komposisi umur responden terlihat adanya perbedaan yang tidak signifikan. Umur responden pada rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata relatif lebih muda dibanding responden yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur kepala keluarga kedua kelompok responden ini tergolong dalam usia produktif, yaitu berkisar dari 28 sampai 52 tahun. Rata-rata umur kelompok responden yang aktif dalam kegiatan pariwisata adalah 38 tahun, sedangkan untuk responden yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata rata-rata umurnya adalah 40 tahun. Proporsi kelompok umur responden dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Distribusi Kelompok Umur Responden pada Rumah Tangga yang Aktif dalam Kegiatan Pariwisata (Pariwisata) dan Rumah Tangga yang Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata (Nonpariwisata) Umur Responden (tahun)

Pariwisata

Nonpariwisata

(n=30)

(n=30)

KK

%

KK

%

28 – 32

9

30,00

2

6,66

33 – 37

8

26,67

8

26,67

38 – 42

5

16,67

10

33,33

43 – 47

4

13,33

5

16,67

48 – 52

4

13,33

5

16,67

Rata-rata umur

38 tahun

40 tahun

Sumber : Pengolahan Data Primer, 2006

Pengambilan keputusan merupakan satu hal yang sangat penting dalam setiap kegiatan , berhasil tidaknya suatu kegiatan tidak terlepas dari keputusan yang diambil. Pengambil keputusan dalam rumah tangga biasanya ditentukan aleh kepala

81

keluarga yang dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pengalaman. Makin tinggi pendidikan dan makin banyak pengalaman akan sangat berpengaruh pada keputusan yang akan diambil agar sesuai dengan harapan. Pendidikan formal merupakan salah satu indikator sosial yang merupakan tolok ukur untuk menentukan indeks kemajuan pembangunan suatu negara. Dan juga merupakan satu-satunya sistem pendidikan yang mendapat pengakuan secara (administrasi) universal sebagai indikator tingkat pengetahuan dan keahlian seseorang. Tingkat pendidikan yang pernah diikuti oleh responden bervariasi mulai dari 6 tahun atau tamat sekolah dasar sampai lulus perguruan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh komposisi keadaan pendidikan respoden seperti terlihat pada Tabel 10 berikut. Tabel 10. Keadaan pendidikan pada rumah tangga pariwisata - nonpariwisata Pariwisata

Pendidikan Responden (tahun) Sekolah Dasar (1-6) SLTP (7-9) SLTA (10 -12) PT (>12) Rata-rata pendidikan

Non Pariwisata

(n=30)

(n=30)

KK

%

KK

%

6 8 14 2

20 27 47 6

8 9 13 0

27 30 43 0

10 tahun

9 tahun

Sumber : Pengolahan Data Primer, 2006

Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa 47% responden yang terlibat dalam kegiatan pariwisata berpendidikan sekolah menengah lanjutan atas (SLTA) dan sebanyak 6% responden lulusan perguruan tinggi, sedangkan pendidikan responden yang tidak terlibat dalam kegiatan pariwisata sebanyak 43% merupakan lulusan sekolah menengah lanjutan atas dan tidak ada responden yang lulus perguruan tinggi. Jumlah anggota keluarga merupakan jumlah seluruh dari anggota rumah tangga yang ditanggung oleh kepala keluarga. Besarnya tanggungan kepala

82

keluarga sangat ditentukan oleh jumlah anggota keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin banyak pula biaya hidup rumah tangga tersebut, sebaliknya semakin sedikit jumlah anggota keluarga maka semakin sedikit pula beban kepala rumah tangga. Di sisi lain jumlah anggota keluarga yang yang besar juga merupakan sumber pendapatan apabila anggota keluarga tersebut bekerja dan pendapatannya ditambahkan ke dalam pendapatan rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66,67 % responden yang aktif dalam kegiatan pariwisata memiliki anggota keluarga 4 - 5 orang, sedangkan pada kelompok yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata 53,34 % dari total rumah tangga mempunyai > 4 anggota keluarga. Bila dilihat dari rata-rata kedua kelompok responden ini menunjukkan bahwa jumlah anggota rumah tangga tidak ada perbedaan yaitu masing-masing memiliki 4 anggota rumah tangga. Untuk melihat komposisi jumlah anggota keluarga pada kedua kelompok responden ini dapat dilihat pada Tabel 11. Table 11. Distribusi Jumlah Anggota Keluarga pada Rumah Tangga yang Aktif dalam Kegiatan Pariwisata dan Tidak Aktif dalam Kegiatan pariwisata Jumlah Anggota Keluarga (orang) <4 4-5 >5 Rata-rata jumlah keluarga

Pariwisata KK 9 20 1

anggota

Nonpariwisata

(n=30)

4 orang

(n=30)

% 30,00 66,67 3,33

KK 16 13 1

% 53,34 43,33 3,33 4 orang

Sumber : Pengolahan Data Primer, 2006

Pendapatan rumah tangga adalah seluruh pendapatan baik yang berasal dari kepala keluarga maupun dari anggota keluarga yang diterima oleh kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata sebagian besar (76,67 %) berpendapatan per kapita per bulan Rp. 216.666 - 433.333 dengan rata-

83

rata pendapatan per kapita per bulan Rp. 276.194. Sedangkan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata sebagian besar (93,33 %) berpenghasilan per kapita per bulan kurang dari Rp. 216.666 dengan rata-rata pendapatan per kapi ta per bulan Rp. 149.055. Kondisi ini menggambarkan pendapatan yang aktif pada kegiatan pariwisata lebih besar dibanding dengan yang tidak aktif. Tabel 12. Keadaan Responden berdasarkan Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan per kpt /bulan (Rp) < 216.666 216.666 - 433.333 > 433.333 Rata-rata pendapatan per kpt per bln

Pariwisata

Nonpariwisat a

(n=30)

KK 6 23 1

(n=30)

% 20 76,67 3,33

276.194

KK

%

28 2 0

93,33 6,67 0 149.055

Sumber : Pengolahan Data Primer, 2006

Ragam pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat yang aktif dalam kegiatan pariwisata di kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh yakni penyewaan penginapan, penyewaan perahu, penyewaan alat menyelam, penjualan souvenir, penjualan makanan/kue, rumah makan/restoran, dan pemandu pariwisata. Dari sekian banyak kegiatan yang dilakukan oleh responden, maka usaha penyewaan penginapan yang memiliki penghasilan paling tinggi. Hal ini dikarenakan usahanya lebih cepat menghasilkan uang dan tarif yang dipakai adalah sama, baik untuk wisatawan nusantara (wisnu) maupun wisatawan mancanegara (wisman). Rata-rata pendapatan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dihitung berdasarkan rata-rata pendapatan yang diterima dari usaha penangkapan ikan dan atau dari usaha perkebunan serta rata-rata pendapatan dari usaha dalam pemanfaatan obyek wisata. Sedangkan rata-rata pendapatan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata dihitung berdasarkan rata-rata pendapatan dari usaha penangkapan ikan dan atau dari usaha perkebunan.

84

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Program SPSS 12 dengan Pairet Sample t-Test diperoleh nilai t

hitung

= 8,437 dengan tingkat signifikan (Sig. 2-

tailed) = 0,000 dengan df = 29, sehingga t 95 %

atau

significance

table

= 2,045 pada tingkat kepercayaan

level (a = 0,05). Ini

jelas

bahwa t

hitung

> t

table

,

artinya bahwa terdapat perbedaan rata-rata pendapatan antara rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dengan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Rata rata pendapatan per kapita per bulan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan dalam pariwisata adalah sebesar Rp. 276.194,4 sedangkan rata-rata pendapatan per kapita per bulan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata adalah Rp. 149.360,9. Ini berarti bahwa rata-rata pendapatan per kapita per bulan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata lebih tinggi dari pendapatan rata-rata per kapita per bulan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata di kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Dengan adanya kegiatan pariwisata melalui pemanfaatan obyek wisata oleh masyarakat sekitar, terbukti dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar khususnya yang aktif dalam kegiatan pariwisata. Pemanfaatan potensi ini berdampak positif bagi masyarakat yang ingin meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan melalui lapangan usaha di sektor pariwisata yaitu dengan adanya kesempatan kerja dan berusaha berupa penyewaan penginapan, penyewaan perahu, berdagang, restoran/rumah makan, dan lain sebagainya.

85

5.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah, ukuran yang sering dipergunakan dan telah diterima secara umum adalah pendapatan per kapita (Asmara 1979 diacu dalam Agusniatih, 2002). Dampak dari kegiatan kepariwisataan terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan dianalisis dengan pendekatan pendapatan per kapita per bulan bagi masyarakat yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan masyarakat yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata, dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat, yaitu: umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, tingkat pengeluaran/konsumsi, jarak dari kawasan, curahan waktu kerja, dan keikutsertaan dalam pemanfaatan potensi obyek wisata (dummy). Pada proses analisis data, variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan diolah masing-masing dari beberapa bentuk fungsi regresi, seperti bentuk regresi linier berganda, bentuk log-linier, dan bentuk double-log. Dari beberapa tahapan analisis data, hasil yang paling sesuai didapat adalah analisis regresi linier berganda. Regresi linier berganda dipilih karena menurut kriteria fungsi regres i, yaitu suatu analisis dianggap paling cocok harus memenuhi kriteria yang didasarkan pada nilai R2.

Proses analisis data menggunakan program Minitab 14, dengan tujuh

variabel bebas. Ketujuh variabel bebas yang dimasukkan ke dalam pengolahan data meliputi: 1.

Umur (tahun); (X1)

2.

Pendidikan (tahun); (X2)

3.

Jumlah anggota keluarga (jiwa); (X3)

4.

Pengeluaran (per kapita per bulan); (X4)

86

5.

Jarak dari TWAL Pulau Weh (meter); (X5)

6.

Curahan waktu kerja (jam per bulan); (X6)

7.

Keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi obyek wisata; (D) Regresi linier berganda merupakan alat analisis yang digunakan untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga yang tinggal di sekitar Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Berdasarkan

hasil

analisis,

maka

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pendapatan kelompok rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata antara lain umur (X1), pendidikan(X2), jumlah anggota keluarga (X3), pengeluaran/konsumsi (X4), dan jarak dari kawasan wisata (X5). Untuk lebih jelasnya hasil pengolahan data dengan menggunakan analisis regresi linier berganda, dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13.Hasil Analisis Data dari Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga yang Aktif Dalam Kegiatan Pariwisata di TWAL Pulau Weh Variabel Konstan Umur (X1 ) Pendidikan (X2) Jumlah anggota keluarga (X3) Pengeluaran (X4) Jarak dari TWAL (X5) Curahan waktu kerja (X6)

Penduga Std error T 172758 81121 2,13 9329 1742 5,35 6363 2953 2,16 -76793 13710 -5,60 0,4738 0,1337 3,55 -193,33 82,18 -2,35 20,3 128,8 0,16 2 R = 79,6 % Ftabel = 2,45 a = 0,05 %

Sig 0,044 0,000 0,042 0,000 0,002 0,028 0,876

VIP 2,4 1,2 2,3 1,6 1,2 1,0

Sumber: Pengolahan Data Primer, 2006

Hasil Uji Fhitung mempunyai nilai sebesar 14,95 dengan Ftabel sebesar 2,47 pada tahap kepercayaan 95 %, dapat disimpulkan bahwa Fhitung > Ftabel.

Hal ini

menunjukkkan bahwa, secara simultan variasi variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variasi pendapatan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata. Nilai koefisien determinan (R2) diperoleh sebesar 79,6 yang berarti bahwa variabel umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran, jarak

87

tempat tinggal dari kawasan dan curahan waktu kerja mampu menjelaskan bahwa 79,6 % variasi perubahan keragaman pendapatan (Y) dipengaruhi oleh variabelvariabel tersebut. Secara

parsial

pengaruh

masing-masing

variabel

tersebut

terhadap

pendapatan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata di kawasan TWAL Pulau Weh dapat dijelaskan sebagai berikut. Variabel umur (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan yang mempunyai nilai koefisien positif dengan koefisien regresi sebesar 9.329. Pada kondisi pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran, dan jarak dari kawasan wisata tetap (fixed) maka setiap peningkatan satu tahun umur responden akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp. 9.329. Artinya bahwa semakin tinggi umur responden maka semakin meningkat pendapatannya. Rata-rata umur responden pada penelitian di kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh masih dikategorikan ke dalam usia produktif yaitu 38 tahun. Dengan demikian responden akan lebih cepat dalam mengadopsi inovasi baru dan bisa melihat peluang usaha yang lebih menguntungkan dan menjanjikan untuk meningkatkan pendapatannya. Selain itu dengan rata-rata usia responden 38 tahun, relatif berpengaruh pada produktifitas kerja yang ditekuninya sebagai nelayan dan atau petani juga bekerja di lapangan usaha di bidang kepariwisataan melalui pemanfaatan potensi obyek wisata membutuhkan tenaga yang handal dan kekuatan fisik. Variabel pendidikan (X2) mempunyai koefisien positif dengan nilai koefisien regresi 6.363. Pada kondisi umur, jumlah anggota keluarga, pengeluaran, dan jarak dari kawasan wisata tetap (fixed), berarti bahwa setiap peningkatan satu tahun masa pendidikan maka akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp. 6.363. Hal ini memgindikasikan

bahwa

tingkat

pendidikan

berpengaruh

terhadap

tingkat

88

pendapatan, disamping selain itu juga berhubungan pula dengan cepatnya penyesuaian terhadap suatu perubahan dan peluang usaha baru. Hal ini terjadi pada rumah tangga masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan TWAL Pulau Weh yang terlibat dalam kegiatan pariwisata melalui pemanfaatan potensi obyek wisata seperti penyewaan penginapan dan lain sebagainya. Variabel Jumlah anggota keluarga (X3) mempenyai koefisien regresi untuk variabel

negatif yaitu -76.793. Pada kondisi umur, pendidikan, pengeluaran, dan

jarak dari kawasan wisata tetap (fixed), maka setiap peningkatan satu jiwa jumlah anggota keluarga akan mengurangi pendapatan sebesar Rp. 76.793. Sedangkan variabel pengeluaran (X4) pada rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata mempunyai nilai koefisien regresi positif yaitu sebesar 0,4738, artinya bahwa setiap penambahan pengeluaran satu rupiah maka akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp. 0,4738. Variabel jarak tempat tinggal responden dari kawasan wisata (X5) mempunyai nilai koefisien regresi negatif, sebesar -193,33 untuk rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata. Pada kondisi umur, pendidikan, pengeluaran, dan jumlah anggota keluarga tetap (fixed), maka setiap penambahan satu meter jarak tempat tinggal responden maka akan mengurangi pendapatan sebesar Rp. 193,33. Artinya semakin jauh jarak maka pendapatan yang diterima oleh responden akan semakin berkurang. Hal ini dikarenakan responden harus mengeluarkan biaya lagi untuk mencapai tempat tujuan, artinya ada biaya yang harus dikeluarkan karena jarak yang harus ditempuh dari rumah ke tempat tujuan. Sementara itu pendugaan fungsi pendapatan untuk rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata diperoleh nilai Fhitung sebesar 8,16 dengan nilai Ftabel sebesar 2,47 pada tingkat kepercayaan 95 %. Berdasarkan nilai koefisien

89

determinan (R 2) sebesar 68 % dapat dijelaskan bahwa perubahan keragaman pendapatan (Y) sebesar 68 % dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya 32 % dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14 berikut. Tabel 14.Hasil Analisis Data dari Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga yang Tidak Aktif Dalam Kegiatan Pariwisata di TWAL Pulau Weh Variabel Penduga Std error Konstan 79479 56726 Umur (X1 ) 197,1 766,5 Pendidikan (X2) -3605 1698 Jumlah anggota keluarga (X3) -16802 5887 Pengeluaran (X4) 0,7421 0,2845 Jarak dari TWAL (X5) -0,819 9,181 Curahan waktu kerja (X6) 352,2 139,6 2 R = 68,00 % Ftabel = 2,45

T 1,40 0,26 -2,12 -2,85 2,61 -0,09 2,52

Sig 0,175 0,799 0.045 0,009 0,016 0,930 0,019

VIP 1,6 1,2 1,5 1,8 1,6 1,6

a = 0,05 %

Sumber: Pengolahan Data Primer, 2006

Pendapatan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata di Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh secara signifikan dipengaruhi oleh faktor jumlah anggota keluarga, pengeluaran, dan curahan waktu kerja. Secara parsial diperoleh variabel-variabel yang signifikan berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata adalah sebagai berikut. Variabel Pendidikan (X2) mempunyai koefisien negatif dengan koefisien regresi adalah -3.605. Pada kondisi jumlah anggota keluarga, pengeluaran dan curahan waktu kerja tetap (fixed), penambahan satu tahun masa pendidikan akan menurunkan pendapatan sebesar Rp. 3.605. Responden ini beranggapan bahwa pendidikan

formal

tidak

terlalu

penting

karena

mereka

sudah

menekuni

pekerjaannya secara turun-temurun dan tidak memerlukan keahlian khusus. Kondisi

90

demikian dikarenakan pekerjaan yang menjadi mata pencaharian responden sebagian besar adalah pekerjaan yang ditekuni secara turun-temurun, sehingga rata-rata responden tidak terlalu memandang penting pendidikan formal. Sedangkan variabel Jumlah anggota keluarga (X3) mempunyai nilai koefisien negatif sebesar -16.802. Pada kondisi pendidikan, pengeluaran, dan curahan waktu kerja tetap (fixed), maka setiap penambahan satu jiwa jumlah anggota keluarga akan mengurangi pendapatan sebesar Rp. 16.802. Variabel pengeluaran (X4) mempunyai nilai koefisien positif dengan nilai koefisien regresi 0,7421. Pada kondisi pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan curahan waktu kerja tetap (fixed), maka setiap penambahan pengeluaran sebesar satu rupiah maka akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp. 0,7421 . Dan variabel curahan waktu kerja (X6) pada rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata mempunyai nilai koefisien positif dengan nilai koefisien regresi sebesar 352,2. Pada kondisi pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengeluaran tetap

(fixed), maka setiap penambahan satu jam waktu kerja akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp. 352,2. Hal ini disebabkan responden yang bermata pencaharian petani atau buruh tani berpenghasilan atau menerima upah sesuai dengan lamanya jam kerja, begitu juga dengan nelayan. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis secara gabungan antara rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata di Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Table 15.

91

Tabel 15. Hasil Analisis Data dari Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat Sekitar di Kawasan TWAL Pulau Weh Variabel Penduga Std error T Konstan 82775 57121 1,45 Umur (X1 ) 3782 1084 3,49 Pendidikan (X2) 2339 2250 1,04 Jumlah anggota keluarga (X3) -35993 8107 -4,44 Pengeluaran (X4) 0,6004 0,1106 5,43 Jarak dari TWAL (X5) -19,92 13,51 -1,47 Curahan waktu kerja (X6) 1,9 112,9 0,02 Keikutsertaan (D) 73376 26946 2,72 R2 = 80,2 % Ftabel = 2,13 a = 0,05 %

P 0,153 0,001 0,303 0,000 0,000 0,146 0,987 0,009

VIP 1,6 1,2 1,5 1,6 5,1 2,0 6,2

Sumber: Pengolahan Data Primer, 2006

Hasil uji secara simultan menggunakan Uji F (Fhitung) pada fungsi linier berganda diperoleh nilai sebesar 8,16 dan Ftabel (a=0,05) adalah sebesar 2,13, sehingga dapat disimpulkan bahwa Fhitung > Ftabel. Hal ini berarti bahwa kegiatan kepariwisataan di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh berpengaruh pada pendapatan masyarakat sekitar kawasan.Berdasarkan hasil analisis data gabungan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga yang aktif dan tidak aktif dalam kegiatan pariwisata di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh meliputi umur, jumlah anggota keluarga, pengeluaran, dan dummy keikutsertaan dalam kegiatan pariwisata. Berdasarkan nilai koefisien determinan (R2) adalah 80,2 %, berarti bahwa variabel umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran, jarak tempat tinggal dari kawasan, curahan waktu kerja dan dummy keikut sertaan responden dalam kegiatan pariwisata mampu menjelaskan 80,2 % keragaman pendapatan masyarakat di sekitar TWAL Pulau Weh dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut. Secara

parsial,

variabel-variabel

yang

diuji

dan

pengaruh

terhadap

pendapatan masyarakat sekitar Kawasan Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh sebagai berikut.

92

Variabel umur mempunyai nilai koefisien regresi positif sebesar 3.782. Pada kondisi jumlah anggota keluarga, pengeluaran, dan keikutsertaan responden dalam kegiatan pariwisata tetap (fixed), maka setiap peningkatan satu tahun umur responden maka akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp. 3.782. Artinya bahwa secara keseluruhan bertambahnya umur responden akan berhubungan dengan pengalaman kerja di lapangan usahanya, sehingga dalam mengambil keputusan responden lebih mempertimbangkan hal-hal positif menyangkut pekerjaan yang sedang dan sudah ditekuni selama bertahun-tahun. Variabel jumlah anggota keluarga mempunyai nilai koefisien negatif sebesar -35.993. Pada kondisi umur, pengeluaran, dan keikutsertaan responden dalam kegiatan pariwisata tetap (fixed) maka setiap penambahan satu jiwa jumlah anggota keluarga akan mengurangi pendapatan sebesar Rp. 35.993. Tanggungan keluarga sangat ditentukan oleh jumlah anggota keluarga artinya semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin besar jumlah pengeluaran yang harus ditanggung oleh kepala keluarga, sehinga berpengaruh pada jumlah pendapatan rumah tangga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin banyak pula biaya hidup rumah tangga tersebut, sebaliknya semakin sedikit jumlah anggota keluarga maka semakin sedikit pula beban kepala rumah tangga. Jumlah anggota keluarga berhubungan dengan pengeluaran yang harus ditanggung oleh kepala keluarga setiap bulannya. Nilai koefisien dari variabel pengeluaran adalah positif yaitu sebesar 0,6004. Pada kondisi umur, jumlah tanggungan keluarga, dan keikutsertaan responden dalam kegiatan pariwisata tetap (fixed) maka setiap penambahan satu rupiah pengeluaran maka akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp. 0,6. Peningkatan pengeluaran rumah tangga akan mendorong kepala dan anggota keluarga lainnya

93

akan semakin giat dalam mencari lapangan usaha baru sehingga dapat menghasilkan dan meningkatkan pendapatan untuk kebutuhan rumah tangganya agar mempunyai penghidupan yang lebih layak. Keikutsertaan responden dalam kegiatan pariwisata merupakan variabel yang didummy, nilai 1 untuk rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan nilai 0 untuk rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Aktif tidaknya responden pada kegiatan pariwisata (D) mempunyai nilai koefisien positif. Dari variabel dummy ini dapat dijelaskan bahwa dengan terlibatnya responden pada kegiatan pariwisata maka dapat meningkatkan pendapatan. Hal ini terlihat dari ratarata pendapatan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata lebih besar, yaitu Rp. 276.194,4 dibandingkan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata yaitu Rp. 149.360,9. Dengan kata lain bahwa keterlibatan responden dalam kegiatan pariwisata atau aktif dalam kegiatan pariwisata berpengaruh terhadap pendapatan responden.

5.3. Indikator Tingkat Kesejahteraan Rumah tangga di TWAL Pulau Weh Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh baik yang aktif dalam kegiatan pariwisata maupun yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata, digunakan indikator tingkat kesejahteraan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Tingkat kesejahteraan ini dibedakan menjadi tiga (3) kelompok, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Tiga kelompok ini diperoleh dari indikator-indikator tingkat kesejahteraan, yakni tingkat pendapatan keluarga per kapita per bulan, tingkat pengeluaran keluarga per kapita per bulan, tingkat

94

pendidikan keluarga, tingkat kesehatan keluarga, kondisi perumahan keluarga, dan fasilitas rumah keluarga.

5.3.1. Tingkat Pendapatan Per kapita Rumah tangga Dengan berkembangnya kegiatan pariwisata diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan dengan kegiatan-kegiatan yeng berhubungan dengan pemanfaatan potensi objek wisata, seperti penyewaan penginapan, penyewaan perahu, penjualan souvenir, dan lain sebagainya. Begitu juga yang terjadi pada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh, diharapkan dengan adanya potensi dan kegiatan kepariwisataan di kawasan tersebut maka akan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penyediaan lapangan kerja baru. Besarnya tingkat pendapatan per kapita dapat dipakai sebagai salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pendapatan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata lebih besar dari pada rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Tingkat pendapatan pada penelitian ini dilihat dari dua sumber, yakni sumber pendapatan utama dan sumber pendapatan tambahan. Untuk kelompok masyarakat yang aktif dalam kegiatan pariwisata, sumber pendapatan selain berasal dari aktifitasnya di kepariwisataan (penyewaan penginapan, penjualan souvenir, penyewaan perahu dan lain-lain) juga dari kegiatan nelayan dan atau perkebunan (kelapa, cengkeh, kakao, dan lain-lain). Sedangkan untuk masyarakat yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata, pendapatannya berasal dari kegiatan nelayan dan atau perkebunan.

95

Rata-rata pendapatan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata adalah Rp.276.194 per kapita per bulan dengan rata-rata pendapatan per bulannya Rp. 1.082.500. Sedangkan rata-rata pendapatan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata adalah Rp.149.360 per kapita per bulan dengan pendapatan rata-rata per bulannya adalah Rp. 534.166,6. Masyarakat yang aktif dalam kegiatan pariwisata mempunyai pendapatan yang lebih tinggi dari pada pendapatan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Hal ini disebabkan adanya lapangan usaha baru bagi masyarakat yang aktif dalam kegiatan pariwisata disamping pekerjaannya di usaha tani dan perikanan. Berdasarkan Table 17 terlihat bahwa responden yang aktif dalam kegiatan pariwisata memiliki pendapatan per kapita per bulan lebih baik dari pada responden yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Pada tingkat pendapatan per kapita antara Rp. 216.666 sampai Rp. 433.333, kelompok masyarakat yang aktif dalam kegiatan pariwisata sebanyak 77% dibanding kelompok masyarakat yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata, yaitu hanya 7%. Kelompok masyarakat yang tidak aktif dalam pariwisata dominan berpenghasilan di bawah Rp. 216.666, yaitu sebanyak 93 % dan tidak ada yang berpenghasilan di atas Rp. 433.333. Hal ini berbeda dengan kelompok masyarakat yang aktif dalam kegiatan pariwisata, hanya 20 % yang berpenghasilan di bawah Rp. 216.666 dan 3 % yang berpenghasilan di atas Rp. 433.333. Distribusi pendapatan per kapita per bulan kedua kelompok masyarakat di Taman Wisata Alam (TWAL) Pulau Weh dapat dilihat pada Table 16.

96

Tabel 16. Distribusi Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Pariwisata (Aktif dalam Kegiatan pariwisata) dan Rumah Tangga Nonpariwisata (Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata) Aktifitas Responden Pariwisata Nonpariwisata Jumlah

Tinggi > 433.333 Jumlah % 1 3,33 0 0,00 1

Tingkat Pendapatan Sedang 216.666 – 433.333 Jumlah % 23 76,67 2 6,67 25

Rendah < 216.666 Jumlah % 6 20,00 28 93,33 34

Jumlah Sampel 30 30 60

Sumber: Pengolahan Data Primer, 2006

Dengan menggunakan uji Khi-Kuadrat ( χ 2 ), dengan kaidah keputusan yaitu jika χ 2 hitung = χ 2 table artinya signifikan, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil analisis diperoleh χ 2 hitung= 32,87 sedangkan χ 2 table= 5,99 pada tingkat kepercayaan (a=0,05).

Artinya bahwa χ 2 hitung = χ 2 table, maka ada perbedaan yang signifikan

antara pendapatan rumah tangga yang aktif dan pendapatan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga yang memanfaatkan potensi pariwisata seperti penyewaan penginapan, restoran, pedagang cinderamata, dan penyewaan perahu baik yang dilakukan baik oleh kepala keluarga maupun anggota keluarga yang lain mempunyai pendapatan yang tinggi dari pada rumah tangga yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata. Artinya bahwa dengan adanya lapangan usaha baru berupa pemanfaatan potensi pariwisata memberikan dampak positif bagi nelayan dan petani di sekitar Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh karena dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat setempat.

97

5.3.2. Tingkat Pengeluaran/Konsumsi Pengeluaran/konsumsi rumah tangga adalah seluruh pengeluaran anggota rumah tangga untuk mengkonsumsi makanan, perumahan,

sandang

dam

barang/jasa. Besarnya pengeluaran sangat dipengaruhi oleh kebutuhan hidup dan pola konsumsi rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang terdiri dari sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Kebutuhan dasar ini menurut BPS dapat dijadikan sebagai indikator pengeluaran per kapita penduduk daerah perkotaan dan perdesaan. Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata adalah Rp. 177.250 dan pengeluaran per kapita per tahun sebesar Rp. 2.127.000. Sedangkan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata adalah Rp. 436.667 dan pengeluaran per kapita per tahun sebesar Rp. 1.467.833. Apabila berdasarkan kriteria Sayogyo (1977), kedua kelompok rumah tangga ini (aktif dan tidak aktif dalam kegiatan pariwisata) pengeluaran per kapita per tahunnya melebihi 320 kg beras (harga beras pada saat penelitian adalah Rp. 3.500,-), yaitu rata-rata untuk rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata adalah 615 kg beras dan rumah tangga yang tidal aktif dalam kegiatan pariwisata adalah 415 kg beras. Berdasarkan hasil analisis Chi-Kuadrat ( χ 2 ) diperoleh nilai

χ 2 hitung sebesar

20,72 angka ini lebih besar dari pada nilai χ 2 tabel 5,99 pada taraf signifikan 95 % (a=0,05). Hal ini menunjukkkan bahwa rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata berbeda secara signifikan dalam tingkat pengeluaran.

98

Persentase tingkat pengeluaran untuk rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata sebagian tergolong ke dalam tingkat pengeluaran tinggi yaitu lebih besar dari Rp. 140.000 dengan persentase 57% (17 rumah tangga), sisanya 43 % (13 rumah tangga) tergolong kategori dengan tingkat pengeluaran sedang. Sedangkan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata sebagian besar yakni 70 % (21 rumah tangga) termasuk dalam kategori dengan tingkat pengeluaran sedang, 23 % dalam kategori tingkat pengeluaran rendah. Distribusi tingkat pengeluaran rumah tangga yang aktif dan tidak aktif dalam kegiatan pariwisata dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Distribusi Tingkat Pengeluaran Rumah tangga Pariwisata (Aktif dalam Kegiatan pariwisata) dan Rumah Tangga Nonpariwisata (Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata) Aktifitas Responden Pariwisata Nonpariwisata Jumlah

Tinggi > 140.000 Jumlah % 17 56,67 2 6,67 19

Tingkat Pengeluaran Sedang 93.333 -140.000 Jumlah % 13 43,33 21 70,00 34

Rendah < 93.333 Jumlah % 0 0 7 23,33 7

Jumlah Sampel 30 30 60

Sumber: Pengolahan Data Primer, 2006

5.3.3. Pendidikan Formal Pengambilan keputusan merupakan satu hal yang sangat penting dalam setiap kegiatan atau memulai suatu usaha baru. Dapat dikatakan bahwa berhasil tidaknya suatu kegiatan tidak terlepas dari keputusan yang diambil. Pengambil keputusan dalam rumah tangga biasanya ditentukan aleh kepala keluarga yang tentunya sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pengalaman. Makin tinggi pendidikan dan makin banyak pengalaman akan sangat berpengaruh pada pertimbangan-pertimbangan yang akan diambil, sehingga apa yang diputuskan sesuai dengan apa yang diharapkan.

99

Pendidikan formal merupakan salah satu indikator sosial yang merupakan tolok ukur untuk menentukan indeks kemajuan pembangunan suatu negara. Dan juga merupakan satu-satunya sistem pendidikan yang mendapat pengakuan secara (administrasi) universal sebagai indikator tingkat pengetahuan dan keahlian seseorang. Tingkat pendidikan yang pernah diikuti oleh responden bervariasi mulai dari 6 tahun atau tamat sekolah dasar sampai lulus perguruan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh komposisi keadaan pendidikan respoden seperti terlihat pada Tabel 18. Tabel 18. Distribusi Tingkat Pendidikan Rumah tangga Pariwisata (Aktif dalam Kegiatan pariwisata) dan Rumah Tangga Nonpariwisata (Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata) Aktifitas Responden Pariwisata Nonpariwisata Jumlah

Tinggi > 60 % AK tamat SD Jumlah % 17 56,67 18 60,00 35

Tingkat Pendidikan Sedang 30 - 60 % AK tamat SD Jumlah % 12 40,00 11 36,67 23

Rendah < 30 % AK tamat SD Jumlah % 1 3,33 1 3,33 2

Jumlah Sampel 30 30 60

Sumber: Pengolahan Data Primer, 2006

Pendidikan formal rumah tangga yang menjadi responden pada penelitian ini dikelompokkan dalam tiga ketegori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kategori tinggi adalah jika anggota keluarga responden lebih dari 60 % tamat sekolah dasar, kategori sedang jika 30 sampai 60 % anggota keluarga tamat sekolah dasar, dan kategori rendah jika kurang dari 30 % jumlah anggota keluarga tamat sekolah dasar. Dari kategori tersebut, lebih dari 50 % rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata tergolong dalam ketegori tingkat pendidikan tinggi, yaitu masing-masing 57 % (17 rumah tangga) dan 60 % (18 rumah tangga). Rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata 40 % tergolong ke dalam kategori tingkat pendidikan sedang, sedangkan

100

rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata adalah 37 %. Sedangkan yang termasuk dalam kategori tingkat pendidikan rendah porsi rumahhtangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata adalah sama yaitu hanya 3 %. Dilihat dari tingkat pendidikan tercermin bahwa masyarakat yang menjadi responden pada penelitian ini yang tinggal di sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Laut (Pulau Weh) relatif baik. Sebagian besar masyarakat di sekitar kawasan baik yang aktif dalam kegiatan pariwisata maupun yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata memiliki anggota keluarga yang berpendidikan lebih baik. Hal ini juga didukung oleh keinginan kepala keluarga agar anggota keluarganya (anak) mempunyai taraf kehidupan yang lebih baik dengan keahlian dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan formal. Berdasarkan hasil analisis Chi-Kuadrat ( χ 2 ) diperoleh bahwa nilai χ 2 hitung adalah 0,07 angka ini lebih kecil dibanding dengan nilai χ 2 tabel yaitu 5,99 pada taraf signifikan 95 % (a =0,05). Hal ini menunjukkkan bahwa rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata dalam tingkat pendidikan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan kedua kelompok yang menjadi responden pada penelitian ini relatif merata.

5.3.4. Tingkat Kesehatan Tingkat kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Kesehatan sangat mempengaruhi tingkat produktifitas masyarakat. Karena dengan kesehatan rumah tangga maka aktifitas sehari-hari dapat berjalan dengan lancar dan sebagai modal untuk meningkatkan pendapatan. Tingkat

101

kesehatan rumah tangga masyarakat memcerminkan salah satu keberhasilan pembangunan dan merupakan modal dalam pembangunan karena dengan penduduk yang sehat diharapkan pembangunan akan berjalan lancar. Tingkat kesehatan untuk seluruh anggota keluarga pada penelitian ini dikelompokkan ke dalam tiga kriteria yakni baik, sedang, dan buruk. Kategori baik bila kurang dari 25 % anggota keluarga sakit dalam sebulan. Kategori sedang adalah jika jumlah anggota keluarga sakit antara 25 sampai 50 % sebulan, sedangkan kategori buruk jika lebih dari 50 % jumlah anggota keluarga sakit dalam satu bulan. Distribusi tingkat kesehatan masyarakat di sekitar Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh sebagian besar adalah pada tingkat kesehatan sedang. Rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata 63 persennya tergolong tingkat kesehatan sedang yaitu 19 rumah tangga. Sisanya yakni 20 % (6 rumah tangga) pada kategori tingkat kesehatan buruk, dan 17 % (5 rumah tangga) tergolong pada tingkat kesehatan baik. Sedangkan pada rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata 73 % (22 rumah tangga) berada pada tingkat kesehatan sedang, 20 % dan 7 % tergalong dalam kategori tingkat kesehatan buruk dan baik. Tingkat kesehatan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata tidak beda jauh tetapi tingkat kesehatan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata relatif lebih baik dibanding rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Distribusi tingkat kesehatan kedua kelompok responden dapat dilihat pada Tabel 19.

102

Tabel 19. Distribusi Tingkat Kesehatan Rumah tangga Pariwisata (Aktif dalam Kegiatan pariwisata) dan Rumah Tangga Nonpariwisata (Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata) Aktifitas Responden Pariwisata Nonpariwisata Jumlah

Baik > 25 % sering sakit Jumlah % 5 16,67 2 6,67 7

Tingkat Kesehatan Sedang 25% -50% sering sakit Jumlah 19 22 41

% 63,33 73,33

Buruk > 50 % sering sakit Jumlah % 6 20 6 20 12

Jumlah Sampel 30 30 60

Sumber: Pengolahan Data Primer, 2006

Berdasarkan analisis Chi-Kuadrat ( χ 2 ). Diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dengan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata dalam tingkat kesehatan. Hal ini terlihat dari nilai

χ 2 hitung 1,50 angka ini lebih kecil dari

χ 2 tabel 5,99 pada taraf signifikan 95 % (a=0,05). Kondisi kesehatan di sekitar Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh tidak terlepas dari peran aktif masyarakat setempat terhadap pentingnya pembangunan kesehatan masyarakat dan juga ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung program kesehatan masyarakat. Kesadaran yang tinggi terhadap kesehatan keluarga tercermin dari upaya-upaya yang dilakukan penduduk dalam menjaga lingkungan pemukimannya.

5.3.5. Kondisi Perumahan Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain sandang, pangan dan kesehatan serta pendidikan. Kondisi perumahan yang ditempati dapat menunjukkan kondisi sosial ekonomi rumah tangga. Semakin baik kondisi dan kualitas rumah yang ditempati menunjukkkan semakin baik keadaan sosial ekonomi suatu rumah tangga.Informasi penting yang digunakan sebagai

103

indikator kesejahteraan rakyat untuk kondisi perumahan antara lain jenis atap, bilik, status rumah, lantai, dan luas. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai

χ 2 hitung sebesar 29,15 angka ini

lebi besar dari χ 2 tabel 5,99 pada taraf signifikan 95 % (a=0,05). Hal ini menunjukkkan bahwa rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata berbeda secara signifikan dalam kondisi perumahan. Hal ini disebabkan oleh arti pentingnya rumah bagi masyarakat di wilayah ini. Rumah tidak hanya dijadikan sebagai tempat berteduh tetapi juga merupakan cermin status sosial bagi masyarakat di Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) PUlau Weh. Kondisi perumahan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata, terdiri dari kategori permanen, semi permanen, dan tidak permanen. Berdasarkan data yang diperoleh, rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata sebagian besar memiliki kondisi perumahan yang permanent, yaitu 83 % (25 rumah tangga). Sedangkan sisanya 14 % (4 rumah tangga) yang mempunyai kondisi perumahan semi permanent dan 3 % (1 rumah tangga) yang mempunyai kondisi perumahan tidak permanent. Resonden yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata, kondisi perumahannya sebagian besar semi permanent yaitu 60 % (18 rumah tangga). 37 % (11 rumah tangga) kondisi perumahannya permanent dan 3 % (1 rumah tangga) kondisi perumahannya tidak permanent (Tabel 20). berdasarkan kondisi perumahan yang dimiliki kedua kelompok rerponden tersebut menunjukkkan bahwa berdasarkan indikator kondisi perumahan kelompok rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata relatif lebih baik kondisi perumahannya di banding kelompok rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata.

104

Tabel 20. Distribusi Kondisi Perumahan Rumah tangga Pariwisata (Aktif dalam Kegiatan pariwisata) dan Rumah Tangga Nonpariwisata (Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata) Kondisi Perumahan Aktifitas Responden Pariwisata Nonpariwisata Jumlah

Permanen Jumlah 25 11 35

% 83,33 36,67

Semi Permanen Jumlah 4 18 22

% 13,34 60,00

Tidak Permanen Jumlah 1 1

% 3,33 3,33 3

Jumlah Sampel 30 30 60

Sumber: Pengolahan Data Primer, 2006

5.4.6. Fasilitas Perumahan Pada umumnya fasilitas suatu perumahan dapat merupakan cerminan dari status sosial masyarakat. Fasilitas perumahan yang dimaksud pada penelitian ini adalah sesuai dengan standar Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi luas perkarangan, hiburan, pendingin, penerangan, bahan bakar untuk masak, sumber air, dan sarana MCK. Berdasarkan kriteria tersebut, fasilitas perumahan dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu lengkap, semi lengkap, dan tidak lengkap. Pengelompokan ini didasarkan pada pemberian skor dari setiap kriteria-kriteria yang tersebut di atas. Distribusi fasilitas perumahan pada rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Distribusi Fasilitas Perumahan Rumah tangga Pariwisata (Aktif dalam Kegiatan pariwisata) dan Rumah Tangga Nonpariwisata (Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata) Fasilitas Perumahan Aktifitas Responden Pariwisata Nonpariwisata Jumlah

Lengkap Jumlah 5 1 6

% 16,67 3,33

Sumber: Pengolahan Data Primer, 2006

Semi Lengkap Jumlah 25 27 52

% 83,33 90,00

Tidak Lengkap Jumlah 0 2

% 0,00 6,67 2

Jumlah Sampel 30 30 60

105

Berdasarkan hasil analisis Khi-Kuadrat (χ 2 ) diperoleh bahwa nilai χ 2 hitung sebesar 6,41, nilai ini lebih besar dari χ 2 tabel 5,99 pada taraf signifikan 95 % (a=0,05). Hal ini menunjukkkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata dalam fasilitas perumahan. Perbedaan antara dua kelompok responden ini bila dilihat dari fasilitas perumahan relatif tidak cukup besar. Kondisi ini terjadi mengingat fasilitas perumahan seperti pendingin, bahan bakar dan hiburan yang berbeda antara rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Berdasarkan Tabel 22, fasilitas perumahan dari 60 responden yang terdiri dari rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan periwisata, menunjukkan bahwa sebagian besar dari tiap kelompok responden memiliki fasilitas rumah tangga semi lengkap. Persentase fasilitas perumahan responden yang aktif dalam kegiatan pariwisata 83 % (25 rumah tangga) terdistribusi pada fasilitas perumahan semi lengkap. Sedang sisanya 17 % (5 rumah tangga) responden mempunyai fasilitas perumahan lengkap. Untuk rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata, 90 % (27 rumah tangga) mempunyai fasilitas perumahan semi lengkap, 7 % (2 rumah tangga) mempunyai fasilitas tidak lengkap, dan sisanya 3 % (1 rumah tangga) mempunyai fasilitas perumahan lengkap.

106

5.4. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Sekitar TWAL Pulau Weh Tujuan pembangunan pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan taraf hidup serta mewujudkan kesejahteraan ke arah yang lebih baik dan merata. Penyebab dari adanya masalah kesejahteraan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal umumnya dipengaruhi oleh sistem sosial yang mengandung gejala ketimpangan struktural dalam masyarakat seperti adanya segolongan masyarakat yang kurang memiliki akses terhadap peluang-peluang sosial ekonomi sehingga menjadi rentan terhadap masalah kesejahteraan sosial. Faktor eksternal misalnya intervensi program pemerintah yang oleh sebagian masyarakat menjadi ketergantungan dalam memenuhi sosial ekonominya. Masyarakat di sekitar aKawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh, dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraannya salah satunya adalah dengan cara melakukan pemberdayaan potensi sumberdaya alam yang ada. Karena di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh mempunyai potensi kepariwisataan, maka masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan melalui adanya peningkatan pendapatan memanfaatkan potensi obyek wisata dengan cara penyewaan penginapan, berjualan souvenir, membuka restoran, penyewaan perahu, dan lain sebagainya. Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh, indikator yang dipergunakan adalah berdasarkan indikator hasil sensus sosial ekonomi nasional (SUSENAS) yang dikeluarkan oleh BPS. Indikator kesejahteraan masyarakat antara lain, tingkat pendapatan per kapita, tingkat pengeluaran per kapita, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kondisi perumahan, dan fasilitas perumahan.

107

Tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh berdasarkan penjumlahan skor dari indikator kesejahteraan seperti yang sudah diuraikan, distribusinya dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Distribusi Tingkat Kesejahteraan Rumah tangga Pariwisata (Aktif dalam Kegiatan pariwisata) dan Rumah Tangga Nonpariwisata (Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata) Tingkat Kesejahteraan Aktifitas Responden Pariwisata Nonpariwisata Jumlah

Tinggi Jumlah 26 10 36

Sedang % 86,67 33,33

Jumlah 4 19 23

Jumlah Sampel

Rendah % 13,33 63,34

Jumlah 0 1

% 0,00 3,33 1

30 30 60

Sumber: Pengolahan Data Primer, 2006

Hasil analisis Khi-Kuadrat ( χ 2 ), menunjukkan bahwa perbedaan yang signifikan antara rumah tangga yang aktif dalam kegiat an pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata dalam tingkat kesejahteraan di Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh. Ini terlihat dari nilai χ 2 hitung = 70,63 yang lebih besar dari χ 2 tabel = 5,99 pada tingkat kepercayaan 95 %. Hal ini berarti bahwa kegiatan pariwisata berpengaruh nyata terhadap tingkat kesejahteraan responden. Pengaruh

ini

terutama

pada

pendapatan

yang

berimplikasi

pada

tingkat

pengeluaran, pendidikan, kesehatan, perbaikan kondisi perumahan, dan juga pemenuhan fasilitas perumahan. Dengan adanya peningkatan pendapatan yang berpengaruh pada perbaikan tingkat kesejahteraan, bisa menjadi suatu peluang bagi masyarakat untuk terus meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan potensi obyek wisata yang selama ini sebagian besar dari responden melakukannya hanya sebagai usaha sambilan selain usahanya sebagai nelayan dan petani.

108

Berdasarkan Tabel 22 di atas terlihat bahwa 87 % rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata tergolong ke dalam tingkat kesejahteraan tinggi, sisanya 13 % tergolong dalam kategori tingkat kesejahteraan sedang. Sedangkan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata tingkat kesejahteraannya 64 % mempunyai tingkat kesejahteraan sedang, 33 % pada tingkat kesejahteraan tinggi dan 3 % pada tingkat kesejahteraan rendah. Ini membuktikan bahwa rumah tangga yang aktif atau terlibat dalam kegiatan pariwisata mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik dibanding rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Secara keseluruhan untuk masyarakat yang tinggal di sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh yang menjadi responden pada penelitian ini 60 % tergolong dalan kategori tingkat kesejahteraan tinggi, sedangkan sisanya 38 % tergolong ke dalam tingkat kesejahteraan sedang dan 2 % termasuk dalam kategori tingkat kesejahteraan rendah. Artinya bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga yang tinggal di sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh sebagian besarnya berdasarkan kriteria indikator kesejahteraan dari BPS adalah tergolong dalam kategori tingkat kesejahteraan tinggi. Hal ini dikarenakan adanya kontribusi dari sektor pariwisata dan adanya perputaran uang yang lumayan besar di sekitar Kawasan TWAL Pulau Weh khususnya sehingga berdam pak pada perekonomian warga sekitar. Hasil wawancara dengan responden yang bergerak di bidang jasa pariwisata seperti penyewaan penginapan, restoran, kios -kios souvenir, dan jasa perahu, mereka berpendapat bahwa keuntungan yang diperoleh sekarang lebih sedikit dibanding sebelum tahun 2002. Hal ini dikarenakan adanya konflik berkepanjangan yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam. Akibat dari konflik, kunjungan wisatawan mancanegara ke Sabang menjadi berkurang. Ini disebabkan selain karena

109

kekhawatiran dari wisatawan juga karena diberlakukannya kembali Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai daerah darurat militer sehingga wisatawan mancanegara hanya mendapat izin tinggal 3 hari. Karena berkurangnya wisatawan yang datang mengakibatkan menurunnya pendapatan bagi pelaku dunia usaha di bidang kepariwisataan. Bencana tsunami yang melanda Provinsi NAD pada tanggal 26 Desember 2004, Kota Sabang khususnya Pulau Weh tidak mengalami kerusakan yang parah, kerusakan hanya terjadi di pinggir pantai, seperti restoran, cottage dan penginapan. Semua kerusakan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut terus mengalami perbaikan. Hal ini dilakukan oleh pelaku usaha kepariwisataan karena banyaknya pengunjung baik wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnu). Sebagian besar wisatawan berkunjung ke Sabang dengan tujuan utamanya Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh adalah untuk berakhir pekan. Kebanyakan dari pengunjung adalah warga asing yang bekerja di lembaga swadaya masyarakat yang berdomosili di Banda Aceh, Sigli, dan beberapa daerah lain yang terkena bencana tsunami.

5.5. Implikasi Terhadap Kebijakan Pengembangan Pariwisata Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh berada dalam pengelolaan Resort Konservasi Sumberdaya Alam Iboih yang masuk ke dalam Balai Konservasi Sumberdaya Alam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lembaga ini merupakan salah satu Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Departemen Kehutanan RI bidang pengelolaan kawasan konservasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 928/KPTS/Um/12/1982 tanggal 24 Desember 1982,

110

kewenangan lembaga ini hanya terbatas pada monitoring dan pengawasan kawasan sehingga tidak ada wewenang untuk mengembangkan kawasan secara terpadu. Sampai saat ini kegiatan pariwisata di TWAL Pulau Weh diusahakan oleh pemerintah, dan masyarakat setempat. Pengembangan kegiatan pariwisata berpengaruh positif pada peluang usaha dan kesempatan kerja. Dapat dikemukakan bahwa dengan adanya kunjungan wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara ke suatu lokasi wisata maka akan membuka peluang usaha bagi masyarakat sekitar kawasan, seperti usaha penginapan, restoran, jasa pengangkutan, dan lain sebagainya

yang

menjadi

kebutuhan

pengunjung.

Partisipasi

masyarakat

merupakan refleksi dari dukungan dan antusiasnya masyarakat dalam menyikapi kondisi lingkungan yang terjadi. Makin tinggi partisipasi masyarakat maka makin besar pula dukungan masyarakat terhadap suatu kegiatan. Artinya bahwa keberhasilan suatu kegiatan sangat ditentukan oleh sejauh mana partisipasi masyarakat didalamnya, dalam hal ini termasuk pengembangan pariwisata di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh untuk menuju ke arah yang lebih baik. Dalam menunjang kegiatan pengembangan pariwisata diperlukan pembinaan terhadap masyarakat. Suatu kegiatan pembangunan tidak hanya menempatkan masyarakat atau rakyat sebagai sasaran saja melainkan sebagai pelaku utama pembangunan. Dengan kata lain bahwa masyarakat di sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh perlu diberdayakan terutama sumberdaya manusianya sehingga dapat meningkatkan kemampuan dan kemandirian. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan bahwa adanya perbedaan tingkat kesejahteraan antara masyarakat yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan masyarakat yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata, dalam hal ini seperti

111

perbedaan tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, kondisi perumahan, dan fasilitas perumahan. Ini mengindikasikan bahwa sektor pariwisata merupakan sebagai sektor yang bisa menciptakan lapangan usaha baru yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan. Perbedaan tingkat kesejahteraan ini dikarenakan masyarakat yang aktif dalam kegiatan pariwisata selain menekuni pekerjaan utamanya sebagai petani atau nelayan juga bekerja di sektor pariwisata seperti penyewaan penginapan, penyewaan perahu, penjualan souvenir, restoran dan lain sebagainya. Sedangkan masyarakat yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata hanya menekuni pekerjaan sebagai petani atau nelayan. Syarat yang harus dipenuhi dalam rangka pembinaan masyarakat yaitu harus dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat lokal dengan pemanfaatan potensi wisata yang ada di Taman Wasata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Pengembangan yang berbasis masyarakat sangat dibutuhkan dalam sektor pariwisata, hal ini mengingat perlunya keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat agar manfaat dari kegiatan pariwisata dapat dirasakan oleh mereka. Artinya bahwa kawasan pariwisata tersebut secara ekonomi akan menguntungkan masyarakat dan daerah, secara sosial budaya dapat diterima masyarakat, serta secara ekologi tidak merusak sumberdaya dan kawasan konservasi. Dengan demikian partisipasi masyarakat dengan sendirinya akan meningkat dan menjadikan kawasan tersebut sebagai bagian dari kehidupannya. Manusia merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting dalam pengembangan sektor pariwisata, baik sebagai obyek maupun sebagai subyek. Untuk itu pengembangan sumber daya manusia (SDM) melalui jalur pendidikan dan peningkatan keterampilan kepariwisataan menjadi hal yang mutlak dilakukan.

112

Peningkatan pendidikan dapat ditempuh melalui dua hal yaitu pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal dapat dilakukan dengan mendorong para anak-anak usia sekolah mulai dari tingkat SD sampai SLTA bahkan perguruan tinggi, tentunya PEMDA perlu mengembangkan pula sarana pendidikan tersebut. Sementara untuk pendidikan yang sifatnya non formal adalah dengan mengembangkan berbagai kegiatan dalam bentuk kursus-kursus peningkatan keterampilan berupa kursus bahasa inggeris dan bahasa asing lainnya, manajamen usaha pariwisata dan sebagainya yang berhubungan dengan pariwisata. Disamping itu perlu pula dilakukan peningkatan kapasitas masyarakat sekitar melalui pengembangan kemampuan untuk mengakses lembaga-lembaga permodalan dan keuangan, serta menjalin kerjasama dengan para penanam modal (investor). Dalam

hal

pengembangan

infrastruktur,

maka

strategi

penanganan

pembangunan Kawasan wisata Iboih - Gapang adalah dengan membangun infrastruktur yang dapat dilakukan oleh pemerintah kota sabang. Sebagai awal atau permulaan adalah melakukan sosialisasi rencana pengembangan kawasan wisata, masyarakat setempat perlu dilibatkan selain pihak swasta. Strategi lain yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan: promasi, kerjasama dengan kawasan

wisata

yang

lain

dan

paket

wisata,

pendidikan

dan

pelatihan

kepariwisataan, membentuk badan pengelola, menggelar berbagai atraksi budaya, dan pembinaan usaha wisata. Kebijakan pengembangan pariwisata oleh Pemda Kota Sabang untuk Kawasan Iboih – Gapang merupakan prioritas utama, termasuk didalamnya Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh terletak di Iboih, dan merupakan sebagai pusat pengembangan pariwisata. Hal ini dikarenakan semakin

113

membaiknya kondisi keuangan dan keamanan yang terjamin, maka diprediksikan akan meningkatkan jumlah wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Namun pengembangannya harus dikendalikan karena berbatasan dengan hutan cagar alam dan hutan lindung agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. Perkembangan sektor wisata dan membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar kawasan yang menjadi obyek wisata berupa peningkatan pendapatan yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bersumber dari sektor pariwisata. Sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk lebih meningkatkan pendapatan dimasa yang akan datang. Dengan demikian sektor ini akan menjadi sektor andalan dalam peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek ekologis kawasan. Pertumbuhan sektor pariwisata selain membawa dampak pasitif dari aspek ekonomi juga membawa dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan. Membludaknya turis di lokasi-lokasi pariwisata utama menimbulkan banyak masalah seperti kepadatan penduduk, kemacetan, degradasi sumber daya alam dan obyekobyek buatan manusia sekitar lokasi. Masalah yang muncul karena terjadinya pembenturan antara budaya lokal dan budaya pendatang Yakin (1997). Hal ini juga terjadi di TWAL Pulau Weh, yaitu budaya lokal sudah terkontaminasi oleh budaya asing, seperti adanya pasangan yang belum menikah hidup dan tinggal bersama, cara berpakaian yang cenderung meniru budaya asing, dan lain sebagainya. Hal ini tentu bertentangan dengan budaya lokal yang menonjolkan keislaman, apalagi setelah diberlakukannya syariat islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kenyataan tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Jasman (1995) yang menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa

114

turis selalu berpakaian tidak sopan. Hasil penelitiannya juga menjelaskan bahwa dengan pengembangan Pulau Weh (Sabang) sebagai daerah tujuan wisata dapat mempercepat proses pembangunan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat.

115

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian di kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh, dapat dapat disimpulkan bahwa: 1. Pendapatan antara rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dengan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata terdapat perbedaan yang signifikan. Rata-rata pendapatan per kapita per bulan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata lebih tinggi dibanding rata-rata pendapatan per kapita per bulan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. 2. Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan diperoleh bahwa faktor umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran, dan jarak dari kawasan wisata mempunyai pengaruh terhadap pendapatan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata. Sedangkan untuk rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata, faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatannya adalah pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran, dan curahan waktu kerja. 3. Berdasarkan indikator kesejahteraan, terdapat perbedaan yang signifikan antara rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata di Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Variabel-variabel

yang mempunyai perbedaan

yang signifikan antara rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dengan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata adalah, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, kondisi perumahan, dan fasilitas perumahan. Sedangkan indikator lainnya yakni tingkat pendidikan dan tingkat

116

kesehatan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan antara rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata dan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata di Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh.

6.2. Saran Saran yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian dan berdasarkan kondisi dilapangan adalah: 1.

Agar masyarakat yang aktif pada kegiatan pariwisata lebih meningkatkan lagi kapasitasnya supaya pendapatannya lebih besar. Sementara yang tidak aktif perlu didorong untuk ikut aktif dalam kegiatan pariwisata dengan memberikan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan tentang berbagai hal yang menyangkut kepariwisataan.

2. Agar sektor pariwisata lebih berkembang, maka diharapkan PEMDA dan stakeholder sektor pariwisata lainnya bersama-sama mendorong peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendekatan pendidikan formal maupun informal bagi masyarakat sekitar kawasan wisata. 3. Agar PEMDA dan stakeholder pariwisata meningkatkan pengembangan infrastruktur seperti, sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan lain sebagainya yang dapat mendukung sektor ini.

117

DAFTAR PUSTAKA Alicya, P. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pariwisata dan Pengaruhnya terhadap Kunjungan Wisatawan di Kota Sabang [Skripsi]. Fakultas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala Darussalam – Banda Aceh. Banda Aceh. Agusniatih, A. 2002. Kajian Pengembangan Kawasan Wisata dan Pengaruhnya pada Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Teluk Palu Provinsi Sulawesi Tengah [Tesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ananta, A. 1988. Dampak Pendidikan dan Penghasilan, Kasus Jawa Timur. Ringkasan Hasil Penelitian Lembaga Demografi FE-UI. Jakarta. Anonim. 2005. Tsunami Membuka Peluang Wisata Aceh. Kompas Sabtu, 11 Juni 2005. Azman, S. 2001. Analisis Kebijakan Pengembangan Pariwisata Bahari dalam Rangka Meningkatkan Keragaan Perekonomian Wilayah Kabupaten padan Pariaman [Tesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. BPS. 1993. Statistik Kesejahteraan Rakyat. Jakarta. BPS. 2004. Sabang dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Sabang. Bappeda. 2003a. Buku Saku Kota Sabang. Bappeda. Sabang. _______. 2003b. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Wisata GapangIboih Sabang. Bappeda. Sabang. _______. 2003c. Monografi (Profil dan Karakteristik Penduduk Kota Sabang Tahun 2002). Bappeda. Sabang. _______. 2005. Produk Domestik Regional Bruto Kota Sabang 2000-2004. Bappeda. Sabang Casagrandi R, Rinaldi S. (2002). A Theoretical Approach to Tourism Sustainnability. International Institute for Applied Systems Analysis Schossplatz 1. Luxenburg. Austria. Dahuri, R.J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. Darsoprajitno, S. 2002. Ekologi Pariwisata, Tata Laksana Pengelolaan Obyek dan Daya Tarik Wisata. Angkasa. Bandung. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Profil Pulau-Pulau Kecil di Kota Sabang Nanggroe Aceh Darussalam. Bagian Proyek Pengelolaan dan Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil Direktorat Jenderal Pesisir dan PulauPulau Kecil. Jakarta.

118

Dewi, Tetty Purnama. 2002. Aspek Pelestarian Fungsi Lingkungan Rencana Pengelolaan Pariwisata Pada Lokasi Bekas Pengungsi Vietnam di Pulau Galang-Batam-Riau. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Sabang. 2003. Bidang kepariwisataan Kota Sabang. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Sabang. Sabang. Dinas Pariwisata. 1990. Rencana Induk Taman Laut Pulau Rubiah Sabang. Dinas Pariwisata Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh. Douglas, R.W. 1982. Forest Recreation. Pergamon Press. Oxford. Fandeli, C. dan Mukhlison. (Eds). 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Fauzi. A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gold, S.M. 1980. Recreation Planning and Design. McGraw Hill Book Company. New York. Gunn, C.A. 1994. Tourism Planning Basics, Concepts, Cases, Thrid Edition. London: Taylor & Francis Ltd. 460p. Hasan, Ibrahim. 1989. Pariwisata Spiritual di Daerah Istimewa Aceh. Dinas Pariwisata Aceh Hardinoto, K. 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. UI PRESS. Jakarta. Ismail, Z. 1997. Kegiatan Sosial Ekonomi Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir. (Tesis). Program Pascasarjana UI. Jakarta. Ismudiyanto. 2000. Perencanaan Tata Ruang Kawasan dan Pembangunan Fasilitas dan Utilitas Wisata Alam. Fakultas Teknik UGM. Yogyakarta. Iqbal, 2006. Analisis Nilai Ekonomi Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Di Kota Sabang [tesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jasman. 1995. Pendapat Masyarakat Sabang terhadap Dampak Pariwisata. Hasil Penelitian FE-Unsyiah. Darussalam. Banda Aceh. Kelly, M.A. 1998. Tourism Planning: What To Consider in Tourism Plan Making. APA Proceeding. Available from: http://www.asu.edu/caed/proceeding98/ kelly/kelly.html. (Accesed 2003. April 22). Krippendorf, J. 1982. Towards news tourism policies. The importance of environmental and socio cultural factor. Tourism Management 3 : 135-148. Kusmayadi, dan E. Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

119

Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala. 1999. Persepsi Turis Terhadap Pelayanan Wisata di Kota Sabang dan Banda Aceh. Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. Madden, JR. and Thapa, PJ. (2000). The Contribution of Tourism to the New South Wales Economy: A Multi-regional General Equilibrium Analysis. Hobart. Tasmania. Mangkuprawira, S. (1984), Alokasi dan Kontribusi Kerja Anggota Keluarga dalam Kegiatan Ekonomi Rumah Tangga. (Tesis). Program Pascasarjana IPB. Bogor. Marhaini. 1992. Peranan Pariwisata Bahorok Bukit Pengembangan Wilayah Kabupaten Langkat Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lawang [Tesis].

terhadap Program

Munasef. 1995. Manajemen Usaha Pariwisata di Indonesia. Jakarta. PT. Toko Gunung Agung. Pendit, S.N. 2003. Ilmu Pariwisata. Pradnya Paramita. Jakarta. Pemerintah Kota (PEMKOT)Sabang dan [BAPEKAPPEB Sabang] Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. 2004. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sabang tahun 2004 – 2014. PEMKOT Sabang dan BAPEKAPPEB Sabang. Sabang. Pitana, I, G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Andi. Yogyakarta. Riduwan. 2004. Metode & Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta, Bandung Saifullah. 2000. Kajian Pengembangan Pariwisata Bahari dan Konstribusinya Pada Kesejahteraan Masyarakat Pesisir di Pulau Weh (Sabang) [tesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Samsuridjal, D. dan H. Kaelany. 1997. Peluang di Bidang Pariwisata. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. Sayoggo. 1977. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. LPSP – Institut Pertanian Bogor. Bogor. Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Soebagio. 2005. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut Kepulauan Seribu dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat melalui Kegiatan Bididaya perikanan dan Pariwisata [Disertasi]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soemarwoto, Otto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta

120

Soewantoro, G. 2001. Dasar-Dasar Pariwisata. Andi Offset. Yogyakarta. Sumodiningrat, G. 1994, Ekonometrika. BPFE. Yogyakarta. Sukirno, S.1985. Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah Supriatna, J., A. Sanjaya., I. Setiawati., dan M. R. Syachrizal.2000. Ekowisata Sebagai Usaha Pemanfaatan yang Berkelanjutan di Kawasan Lindung. Workshop Komisi Koordinasi Pemanfaatan Obyek Wisata Alam. Balikpapan 6-8 Maret 2000. Su’ud, M.H 1991. Alokasi Sumber daya dan Pola Usaha Tani dalam Hubungan dan Kondisi Sosial Ekonomi Petani. Kasus antar Zona Pembangunan di Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Syahrial. 2001. Analisis Prioritas Pembangunan Wisata Bahari di Pulau Weh Sabang. Fakultas Ekonomi Unsyiah. Banda Aceh. Umar. 2004. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. WTO. 2000. Tourism Market Trend. World Tourism Organization. Routledge, USA and Canada. Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan. Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Akamedika Presindo. Jakarta. Yamiati, N. 1997. Dampak Pengembangan Pariwisata Pesisir dan Lautan terhadap Perekonomian Wilayah, Kesejahteraan, dan Kelembagaan Masyarakat Sekitar di Pulau Nusa Parida Bali [Tesis}. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yoeti, H.O.A. 1990. Pemasaran Pariwisata. Angkasa. Bandung. . 1996. Perencanaan Pengembangan Pariwisata. Paramita. Jakarta. . 2000. Ekowisata Pariwisata Berwawasan Lingkungan Hidup. Pertja. Jakarta.

119

LAMPIRAN

120

Lampiran 1. Karakteristik Responden yang Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh Umur (tahun)

Pendidikan (tahun)

Jumlah AK (jiwa)

1 2

35 45

9 16

4 5

1.000. 000 2.000. 000

250.000 400.000

12.000.000 24.000.000

3.000. 000 4.800. 000

3 4 5

35 47 41

12 6 12

3 5 4

1.125. 000 1.000. 000 1.200. 000

375.000 200.000 300.000

13.500.000 12.000.000 14.400.000

4.500. 000 2.400. 000 3.600. 000

6 7 8

48 32 32

9 12 16

4 4 3

1.800. 000 900.000 900.000

450.000 225.000 300.000

21.600.000 10.800.000 10.800.000

5.400. 000 2.700. 000 3.600. 000

9 10 11

39 40 36

6 12 12

3 4 4

1.200. 000 1.600. 000 900.000

400.000 400.000 225.000

14.400.000 19.200.000 10.800.000

4.800. 000 4.800. 000 2.700. 000

12 13 14

29 28 32

12 9 6

3 3 3

1.000. 000 700.000 750.000

333.333,33 233.333,33 250.000

12.000.000 8.400. 000 9.000. 000

4.000. 000 2.800. 000 3.000. 000

15 16 17

32 35 48

9 12 12

4 3 4

900.000 900.000 1.500000

225.000 300.000 375.000

10.800.000 10.800.000 18.000.000

2.700. 000 3.600. 000 4.500. 000

18 19 20

47 29 45

6 12 12

5 3 5

800.000 900.000 1.400. 000

160.000 300.000 280.000

9.600. 000 10.800.000 16.800.000

1.920. 000 3.600. 000 3.360. 000

21 22 23

36 48 33

12 9 12

5 5 4

1.000. 000 1.500. 000 700.000

200.000 300.000 175.000

12.000.000 18.000.000 8.400. 000

2.400. 000 3.600. 000 2.100. 000

24 25 26

31 30 50

12 9 6

3 4 5

800.000 750.000 1.500. 000

266.666,67 187.500 300.000

9.600. 000 9.000. 000 18.000.000

3.200. 000 2.250. 000 3.600. 000

27 28 29

37 42 35

12 6 9

4 6 4

800.000 750.000 1.000. 000

200.000 125.000 250.000

9.600. 000 9.000. 000 12.000.000

2.400. 000 1.500. 000 3.000. 000

38 1135 37,33

9 308 10,27

4 120 4

1.200. 000 32.475.000 1.082. 500

300.000 8.285. 833,33 276.194,44

14.400.000 389.700.000 12.990.000

3.600. 000 99.430.000 3.314. 333,33

No

30 Jml Rt

Pendapatan RT/bulan (Rp)

Pendapat an RT (perkapita/bln) (Rp)

Pendapatan RT/tahun (Rp)

Pendapatan RT perkapita/tahun (Rp)

121

Lampiran 2. Karakteristik Responden yang Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh No

Umur (tahun)

Pendidikan (tahun)

Jumlah AK (jiwa)

Pendapatan RT/bulan (Rp)

Pendapatan RT (perkapita/bulan) (Rp)

Pendapatan RT/tahun (Rp)

Pendapatan RT perkapita/tahun (Rp)

1

41

9

3

400.000

133.333

4.800. 000

1.600. 000

2 3 4

39 47 48

12 12 6

3 5 3

450.000 650.000 600.000

150.000 130.000 200.000

5.400. 000 7.800. 000 7.200. 000

1.800. 000 1.560. 000 2.400. 000

5 6 7

49 35 50

12 6 6

3 3 4

450.000 700.000 550.000

150.000 233.333 137.500

5.400. 000 8.400. 000 6.600. 000

1.800. 000 2.800. 000 1.650. 000

8 9 10

35 37 30

12 9 12

3 4 3

300.000 600.000 500.000

100.000 150.000 166.666

3.600. 000 7.200. 000 6.000. 000

1.200. 000 1.800. 000 2.000. 000

11 12 13

44 36 42

12 12 9

4 3 4

600.000 450.000 500.000

150.000 150.000 125.000

7.200. 000 5.400. 000 6.000. 000

1.800. 000 1.800. 000 1.500. 000

14 15 16

41 35 41

9 9 12

3 4 3

300.000 550.000 450.000

100.000 133.333 150.000

3.600. 000 6.600. 000 5.400. 000

1.200. 000 1.650. 000 1.800. 000

17 18 19

34 33 30

12 9 6

3 3 3

525.000 450.000 300.000

175.000 150.000 100.000

6.300. 000 5.400. 000 3.600. 000

2.100. 000 1.800. 000 1.200. 000

20 21 22

48 47 45

6 9 12

6 3 5

780.000 450.000 700.000

130.000 150.000 140.000

9.360. 000 5.400. 000 8.400. 000

1.560. 000 1.800. 000 1.680. 000

23 24 25

35 48 45

6 6 9

4 3 3

650.000 600.000 649.998

166.666 200.000 216.666

7.800. 000 7.200. 000 7.799. 976

1.950. 000 2.400. 000 2.599. 992

26 27 28

41 40 39

9 6 9

4 5 4

480.000 580.000 560.000

120.000 116.666 140.000

5.760. 000 6.960. 000 6.720. 000

1.440. 000 1.392. 000 1.680. 000

38 40 1213 40,43

12 12 282 9,4

4 4 109 3,63

650.000 600.000 16.024.998 534.166,6

166.666 150.000 4.480. 829 149.360,97

7.800. 000 7.200. 000 192.299.976 6.409. 999,2

1.950. 000 1.800. 000 53.711.992 1.790. 399,73

29 30 Jml Rataan

122

Lampiran 3. Pola Pendapatan dan Pengeluaran Responden yang Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh

No

Jml AK (jw)

Pendapatan Rumahtangga perbulan (Rp)

(kpt/bln) (Rp)

Pengeluaran Rumahtangga

pertahun (Rp)

kpt/thn (Rp)

Perbulan (Rp)

(kpt/bln) (Rp)

pertahun (Rp)

perkapita/t hn (Rp)

1

4

1.000.000

250.000

12.000.000

3.000.000

850.000

212.500

10.200.000

2.550.000

2

5

2.000.000

400.000

24.000.000

4.800.000

1.500.000

300.000

18.000.000

3.600.000

3

3

1.125.000

375.000

13.500.000

4.500.000

600.000

200.000

7.200.000

2.400.000

4

5

1.000.000

200.000

12.000.000

2.400.000

900.000

180.000

10.800.000

2.160.000

5

4

1.200.000

300.000

14.400.000

3.600.000

1.050.000

262.500

12.600.000

3.150.000

6

4

1.800.000

450.000

21.600.000

5.400.000

1.650.000

412.500

19.800.000

4.950.000

7

4

900.000

225.000

10.800.000

2.700.000

750.000

187.500

9.000.000

2.250.000

8

3

900.000

300.000

10.800.000

3.600.000

500.000

166.666,7

6.000.000

2.000.000

9

3

1.200.000

400.000

14.400.000

4.800.000

400.000

133.333,3

4.800.000

1.600.000

10

4

1.600.000

400.000

19.200.000

4.800.000

1.150.000

287.500

13.800.000

3.450.000

11

4

900.000

225.000

10.800.000

2.700.000

800.000

200.000

9.600.000

2.400.000

12

3

1.000.000

333.333,3

12.000.000

4.000.000

750.000

250.000

9.000.000

3.000.000

13

3

700.000

233.333,3

8.400.000

2.800.000

600.000

200.000

7.200.000

2.400.000

14

3

750.000

250.000

9.000.000

3.000.000

700.000

233.333,3

8.400.000

2.800.000

15

4

900.000

225.000

10.800.000

2.700.000

450.000

112.500

5.400.000

1.350.000

16

3

900.000

300.000

10.800.000

3.600.000

450.000

150.000

5.400.000

1.800.000

17

4

1.500.000

375.000

18.000.000

4.500.000

800.000

200.000

9.600.000

2.400.000

18

5

800.000

160.000

9.600.000

1.920.000

550.000

110.000

6.600.000

1.320.000

19

3

900.000

300.000

10.800.000

3.600.000

450.000

150.000

5.400.000

1.800.000

20

5

1.400.000

280.000

16.800.000

3.360.000

800.000

160.000

9.600.000

1.920.000

21

5

1.000.000

200.000

12.000.000

2.400.000

700.000

140.000

8.400.000

1.680.000

22

5

1.500.000

300.000

18.000.000

3.600.000

550.000

110.000

6.600.000

1.320.000

23

4

700.000

175.000

8.400.000

2.100.000

500.000

125.000

6.000.000

1.500.000

24

3

800.000

266.666,7

9.600.000

3.200.000

400.000

133.333,3

4.800.000

1.600.000

25

4

750.000

187.500

9.000.000

2.250.000

400.000

100.000

4.800.000

1.200.000

26

5

1.500.000

300.000

18.000.000

3.600.000

700.000

140.000

8.400.000

1.680.000

27

4

800.000

200.000

9.600.000

2.400.000

500.000

125.000

6.000.000

1.500.000

28

6

750.000

125.000

9.000.000

1.500.000

650.000

108.333,3

7.800.000

1.300.000

29

4

1.000.000

250.000

12.000.000

3.000.000

460.000

115.000

5.520.000

1.380.000

30

4

1.200.000

300.000

14.400.000

3.600.000

450.000

112.500

5.400.000

1.350.000

Jml

120

32.475.000

8.285.833,3

389.700.000

99.430.000

21.010.000

5.317.500

252.120.000

63.810.000

4

1.082.500

276.194,44

12.990.000

3.314.333

700.333,3

177.250

8.404.000

2.127.000

Rt

123

Lampiran 4. Pola Pendapatan dan Pengeluaran Responden yang Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh

No

Jml AK (jw)

Pendapatan Rumahtangga perbulan (Rp)

(kpt/bln) (Rp)

pertahun (Rp)

Pengeluaran Rumahtangga perkapita /thn (Rp)

perbulan (Rp)

(kpt/bln) (Rp)

pertahun (Rp)

kpt/thn (Rp)

1

3

400.000

133.333

4.800.000

1.600.000

250.000

83.333,3

3.000.000

1.000.000

2

3

450.000

150.000

5.400.000

1.800.000

325.000

108.333,3

3.900.000

1.300.000

3

5

650.000

130.000

7.800.000

1.560.000

500.000

100.000

6.000.000

1.200.000

4

3

600.000

200.000

7.200.000

2.400.000

350.000

116.666,7

4.200.000

1.400.000

5

3

450.000

150.000

5.400.000

1.800.000

200.000

66.666,7

2.400.000

800.000

6

3

700.000

233.333

8.400.000

2.800.000

400.000

133.333,3

4.800.000

1.600.000

7

4

550.000

137.500

6.600.000

1.650.000

425.000

106.250

5.100.000

1.275.000

8

3

300.000

100.000

3.600.000

1.200.000

240.000

80.000

2.880.000

960.000

9

4

600.000

150.000

7.200.000

1.800.000

500.000

125.000

6.000.000

1.500.000

10

3

500.000

166.666

6.000.000

2.000.000

350.000

116.666,7

4.200.000

1.400.000

11

4

600.000

150.000

7.200.000

1.800.000

575.000

143.750

6.900.000

1.725.000

12

3

450.000

150.000

5.400.000

1.800.000

288.000

96.000

3.456.000

1.152.000

13

4

500.000

125.000

6.000.000

1.500.000

430.000

107.500

5.160.000

1.290.000

14

3

300.000

100.000

3.600.000

1.200.000

262.500

87.500

3.150.000

1.050.000

15

4

550.000

133.333

6.600.000

1.650.000

430.000

108.333,3

5.160.000

1.290.000

16

3

450.000

150.000

5.400.000

1.800.000

285.000

95.000

3.420.000

1.140.000

17

3

525.000

175.000

6.300.000

2.100.000

262.500

87.500

3.150.000

1.050.000

18

3

450.000

150.000

5.400.000

1.800.000

300.000

100.000

3.600.000

1.200.000

19

3

300.000

100.000

3.600.000

1.200.000

276.000

92.000

3.312.000

1.104.000

20

6

780.000

130.000

9.360.000

1.560.000

550.000

91.666,7

6.600.000

1.100.000

21

3

450.000

150.000

5.400.000

1.800.000

285.000

95.000

3.420.000

1.140.000

22

5

700.000

140.000

8.400.000

1.680.000

650.000

130.000

7.800.000

1.560.000

23

4

650.000

166.666

7.800.000

1.950.000

430.000

108.333,3

5.160.000

1.290.000

24

3

600.000

200.000

7.200.000

2.400.000

300.000

100.000

3.600.000

1.200.000

25

3

649.998

216.666

7.799.976

2.599.992

475.000

158.333,3

5.700.000

1.900.000

26

4

480.000

120.000

5.760.000

1.440.000

384.000

96.000

4.608.000

1.152.000

27

5

580.000

116.666

6.960.000

1.392.000

540.000

108.333,3

6.480.000

1.296.000

28

4

560.000

140.000

6.720.000

1.680.000

400.000

100.000

4.800.000

1.200.000

29

4

650.000

166.666

7.800.000

1.950.000

430.000

108.333,3

5.160.000

1.290.000

30

4

600.000

150.000

7.200.000

1.800.000

500.000

125.000

6.000.000

1.500.000

Jml

109

16.024.998

4480.829

19.229.997

53.711.992

11.593.000

3.174.833,33

139.116.000

38.064.000

Rt

3,6

534.166,6

149.360,96

6.409.999,2

1.790.399,7

386.433,3

105.827,78

4.637.200

1.268.800

124

Lampiran 5. Variabel-variabel yang Diuji dengan Menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda terhadap Responden yang Aktif dan Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di Kawasan TWAL Pulau Weh. No

Pendapatan (kpt/bln) (Y)

Umur (thn) (X1)

Pendidikan (thn) (X2)

1 250.000 35 9 2 400.000 45 16 3 375.000 35 12 4 200.000 47 6 5 300.000 41 12 6 450.000 48 9 7 225.000 32 12 8 300.000 32 16 9 400.000 39 6 10 400.000 40 12 11 225.000 36 12 12 333.333,33 29 12 13 233.333,33 28 9 14 250.000 32 6 15 225.000 32 9 16 300.000 35 12 17 375.000 48 12 18 160.000 47 6 19 300.000 29 12 20 280.000 45 12 21 200.000 36 12 22 300.000 48 9 23 175.000 33 12 24 266666,67 31 12 25 187.500 30 9 26 300.000 50 6 27 200.000 37 12 28 125.000 42 6 29 250.000 35 9 30 300.000 38 9 31 133.333,33 41 9 32 150.000 39 12 33 130.000 47 12 34 200.000 48 6 35 150.000 49 12 36 233.333,33 35 6 37 137.500 50 6 38 100.000 35 12 39 150.000 37 9 40 166.666,67 30 12 41 150.000 44 12 42 150.000 36 12 43 125.000 42 9 44 100.000 41 9 45 133.333,33 35 9 46 150.000 41 12 47 175.000 34 12 48 150.000 33 9 49 100.000 30 6 50 130.000 48 6 51 150.000 47 9 52 140.000 45 12 53 166.666,67 35 6 54 200.000 48 6 55 216.666 45 9 56 120.000 41 9 57 116.666,67 40 6 58 140.000 39 9 59 166.666,67 38 12 60 150.000 40 12 1-30 : Responden yang aktif dalam kegiatan pariwisata;

Jml AK (jw) (X3)

Pengeluaran (kpt/bln) (X4)

4 212.500 5 300.000 3 200.000 5 180.000 4 262.500 4 412.500 4 187.500 3 166.666,67 3 133.333,33 4 287.500 4 200.000 3 250.000 3 200.000 3 233.333,33 4 112.500 3 150.000 4 200.000 5 110.000 3 150.000 5 160.000 5 140.000 5 110.000 4 125.000 3 133.333,33 4 100.000 5 140.000 4 125.000 6 108.333,33 4 115.000 4 112.500 3 83.333,33 3 108.333,33 5 100.000 3 116.666,67 3 66.666,67 3 133.333,33 4 106.250 3 80.000 4 125.000 3 116.666,67 4 143.750 3 96.000 4 107.500 3 87.500 4 108.333,33 3 95.000 3 87.500 3 100.000 3 92.000 6 91.666,67 3 95.000 5 130.000 4 108.333,33 3 100.000 3 158.333,33 4 96.000 5 108.333,33 4 100.000 4 108.333,33 4 125.000 31-60 : Responden yang tidak

Curahan Dummy Waktu ParKerja Nonpar (jam/bln) (X7) (X6) 500 360 1 500 300 1 500 360 1 500 360 1 600 360 1 700 360 1 500 360 1 600 270 1 500 360 1 500 360 1 800 270 1 500 360 1 600 180 1 500 360 1 500 270 1 500 360 1 550 300 1 600 270 1 400 180 1 500 360 1 400 360 1 500 360 1 500 360 1 500 360 1 600 360 1 300 180 1 400 360 1 500 360 1 300 360 1 400 360 1 2.000 240 0 3.000 270 0 2.000 240 0 2.000 270 0 3..000 240 0 2.000 270 0 2.000 270 0 3..500 150 0 1.000 180 0 3.000 210 0 1.500 240 0 2.500 270 0 2.000 180 0 2.500 180 0 1.500 240 0 2.000 240 0 2.000 240 0 2.000 240 0 2.500 180 0 2.500 210 0 2.000 270 0 2.000 270 0 1.500 180 0 2.000 270 0 1.500 270 0 1.000 240 0 2.000 180 0 1.500 180 0 2.000 270 0 3.000 270 0 aktif dalam kegiatan pariwisata Jarak (mtr) (X5)

125

Lampiran 6. Analisis perbedaan Pendapatan Pada Masyarakat Sekitar Di Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Paired Samples Statistics

Pair 1

VAR00001 VAR00002

Mean 276194,4444

N 30

Std. Deviation 80236,02734

Std. Error Mean 14649,02737

149360,9667

30

31992,85671

5841,06977

Paired Samples Correlations

Pair 1

N 30

VAR00001 & VAR00002

Correlation ,130

Sig. ,494

Paired Samples Test

Paired Differences Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower

Pair 1

VAR00001 VAR00002

126833,78

82427,37

15049,09

96054,62

t

df

Sig. (2tailed)

Upper 157612,33

8,428

29

,000

126

Lampiran 7. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda pada Responden yang Aktif dalam Kegiatan Pariwisata

Regression Analysis: Pendapatan/b versus Umur (X1); Pendidikan (; ... The regression equation is Pendapatan/bln/kpt (Y) = 172758 + 9329 Umur (X1) + 6363 Pendidikan (X2) - 76793 Jumlah AK (X3) + 0,474 Pengeluaran/bln/kpt(X4) - 193 Jarak Dari TWAL (X5) + 20 Curahan WK (X6)

Predictor Constant Umur (X1) Pendidikan (X2) Jumlah AK (X3) Pengeluaran/bln/kpt (X4) Jarak Dari TWAL (X5) Curahan WK (X6)

S = 40700,3

R-Sq = 79,6%

PRESS = 63512295259

Coef 172758 9329 6363 -76793 0,4738 -193,33 20,3

SE Coef 81121 1742 2953 13710 0,1337 82,18 128,8

T 2,13 5,35 2,16 -5,60 3,55 -2,35 0,16

P 0,044 0,000 0,042 0,000 0,002 0,028 0,876

VIF 2,4 1,2 2,3 1,6 1,2 1,0

R-Sq(adj) = 74,3%

R-Sq(pred) = 65,98%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total

DF 6 23 29

SS 1,48597E+11 38099919678 1,86697E+11

MS 24766143788 1656518247

F 14,95

P 0,000

Durbin-Watson statistic = 2,10617

Lampiran 8. Analisis Regresi Linier Berganda pada Responden yang Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata

127

Regression Analysis: Pendapatan/b versus Umur (X1); Pendidikan (; ...

The regression equation is Pendapatan/bln/kpt (Y) = 79479 + 197 Umur (X1) - 3605 Pendidikan (X2) - 16802 Jumlah AK (X3) + 0,742 Pengeluaran/bln/kpt (X4) - 0,82 Jarak Dari TWAL (X5) + 352 Curahan WK (X6)

Predictor Constant Umur (X1) Pendidikan (X2) Jumlah AK (X3) Pengeluaran/bln/kpt (X4) Jarak Dari TWAL (X5) Curahan WK (X6)

S = 21520,3

R-Sq = 68,0%

Coef 79479 197,1 -3605 -16802 0,7421 -0,819 352,2

SE Coef 56726 766,5 1698 5887 0,2845 9,181 139,6

T 1,40 0,26 -2,12 -2,85 2,61 -0,09 2,52

P 0,175 0,799 0,045 0,009 0,016 0,930 0,019

VIF 1,6 1,2 1,5 1,8 1,6 1,6

R-Sq(adj) = 59,7%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total

DF 6 23 29

SS 22669472500 10651823793 33321296293

MS 3778245417 463122774

F 8,16

P 0,000

Durbin-Watson statistic = 1,84940

Lampiran 9. Analisis Regresi Linier Berganda terhadap masyarakat yang aktif dan tidak aktif dalam kegiatan Pariwisata Regression Analysis: Pendapatan/b versus Umur (X1); Pendidikan (; ... The regression equation is Pendapatan/bln/kpt (Y) = 82775 + 3782 Umur (X1) + 2339 Pendidikan (X2) - 35993 Jumlah AK (X3) + 0,600 Pengeluaran/bln/kpt(X4) - 19,9 Jarak Dari TWAL (X5) + 2 Curahan WK (X6) + 73376 Dummy Parnonpar (X8)

128

Predictor Constant Umur (X1) Pendidikan (X2) Jumlah AK (X3) Pengeluaran/bln/kpt (X4) Jarak Dari TWAL (X5) Curahan WK (X6) Dummy Parnonpar (X8)

S = 41821,2

R-Sq = 80,2%

Coef 82775 3782 2339 -35993 0,6004 -19,92 1,9 73376

SE Coef 57121 1084 2250 8107 0,1106 13,51 112,9 26946

T 1,45 3,49 1,04 -4,44 5,43 -1,47 0,02 2,72

P 0,153 0,001 0,303 0,000 0,000 0,146 0,987 0,009

VIF 1,6 1,2 1,5 1,6 5,1 2,0 6,2

R-Sq(adj) = 77,5%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total

DF 7 52 59

SS 3,68332E+11 90948647664 4,59280E+11

Durbin-Watson statistic = 2,25073

MS 52618809261 1749012455

F 30,08

P 0,000

Lampiran 10. Variabel Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga yang Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di TWAL Pulau Weh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Pendapatan RT (kapita/bulan) (Rp) 250000 400000 375000 200000 300000 450000 225000 300000 400000 400000 225000 333333 233333 250000 225000 300000 375000 160000 300000 280000 200000 300000 175000 266667 187500 300000 200000 125000 250000 300000

Skor 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 2 3 2 1 3 3

Pengeluaran RT (kapita/bln) (Rp) 212500 300000 200000 180000 262500 412500 187500 166667 133333 287500 200000 250000 200000 233333 112500 150000 200000 110000 150000 160000 140000 110000 125000 133333 100000 140000 125000 108333 115000 112500

Skor 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2 2 1 3 2 2 2 2

Pendidikan Klg (%tamat SD) 50 100 50 40 100 100 50 67 67 75 75 67 67 67 50 100 100 20 67 80 80 60 50 67 50 60 50 33 50 75

Skor 2 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 1 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3

Kesehatan Klg (%srg sakit) 50 40 75 40 25 20 25 33 67 20 25 33 67 67 50 67 75 20 33 40 40 20 50 33 50 20 25 50 50 25

Skor

Kondisi Perumahan (nilai)

Skor

Fasilitas Perumahan (nilai)

Skor

2 2 3 2 2 1 2 2 3 1 2 2 3 3 2 3 3 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2

18 21 20 19 19 20 14 18 18 20 20 20 20 18 17 20 17 14 13 20 20 18 13 18 14 18 17 10 19 15

3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 2 3 3 1 3 3

16 22 18 17 20 19 18 20 21 21 20 20 19 19 21 20 19 19 21 19 20 17 19 20 20 15 18 17 18 16

2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Total Skor 15 17 16 14 16 15 14 16 17 16 16 16 17 17 15 17 17 10 16 16 15 13 12 15 11 14 13 10 14 15

Tingkat Kesejahteraan Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sedang Tinggi Tinggi

131

Lampiran 11. Variabel Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga yang Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata di TWAL Pulau Weh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Pendapatan RT (kapita/bulan) (Rp) 133333 150000 130000 200000 150000 233333 137500 100000 150000 166667 150000 150000 125000 100000 133333 150000 175000 150000 100000 130000 150000 140000 166667 200000 216667 120000 116667 140000 166667 150000

Skor 1 2 1 2 2 3 1 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 2 1 2 2 3 1 1 1 2 2

Pengeluaran RT (kapita/bln) (Rp) 83333 108333 100000 116667 66667 133333 106250 80000 125000 116667 143750 96000 107500 87500 108333 95000 87500 100000 92000 91667 95000 130000 108333 100000 158333 96000 108333 100000 108333 125000

Skor 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 3 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 3 1 2 1 2 2

Pendidikan Klg (%tamat SD) 83 33 60 100 100 67 75 60 75 67 100 60 50 50 67 60 75 67 80 50 60 100 67 67 67 40 17 80 67 50

Skor 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 1 3 3 2

Kesehatan Klg (%srg sakit) 33 33 40 33 33 33 75 80 75 33 25 20 25 67 33 40 50 33 40 50 60 40 33 33 67 40 33 20 33 50

Skor

Kondisi Perumahan (nilai)

Skor

Fasilitas Perumahan (nilai)

Skor

2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 1 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 1 2 2

9 14 13 14 18 16 14 14 13 14 18 13 14 14 10 14 17 12 10 14 15 19 13 15 18 14 14 19 20 15

1 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3

19 17 15 21 16 17 15 16 15 18 19 17 18 15 17 14 11 16 12 14 14 17 20 16 20 15 19 20 20 17

2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Total Skor 10 12 10 14 13 15 13 11 14 13 15 10 11 11 12 11 12 12 10 10 14 13 14 13 17 11 10 11 14 13

Tingkat Kesejahteraan Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang

132