ANALISIS EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA

Download commit to user ii. ANALISIS EFISIENSI EKONOMI. PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI. PADA USAHATANI BAWANG MERAH VARIETAS BIMA. DI KABUPATEN...

0 downloads 305 Views 724KB Size
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI BAWANG MERAH VARIETAS BIMA DI KABUPATEN BREBES yang dipersiapkan dan disusun oleh : Linda Riyanti H 0307010 telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: 12 Juli 2011 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji Ketua

Anggota I

Anggota II

Ir. Suprapto NIP. 19500612 198003 1 001

Mei Tri Sundari, SP. M.Si NIP. 19731017 200312 1 002

Ir. Sugiharti Mulya H. MP NIP. 19650626 199003 2 001

Surakarta,

Juli 2011

Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang M.S commit to Pujiasmanto, user NIP. 19560225 198601 1 001 ii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber penghasilan petani dan potensinya sebagai penghasil devisa negara. Rukmana (1994) menjelaskan bahwa bawang merah termasuk komoditas utama dalam prioritas pengembangan tanaman sayuran dataran rendah di Indonesia. Bawang merah digunakan sebagai bumbu dan rempah-rempah. Selain itu, bawang merah juga digunakan sebagai bahan obat tradisional. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008), konsumsi bawang merah penduduk Indonesia mencapai 4,56 kg/kapita/tahun. Permintaan bawang merah akan terus meningkat (dengan perkiraan 5% per tahun) seiring dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat karena adanya pertambahan jumlah penduduk, semakin berkembangnya industri makanan jadi dan pengembangan pasar ekspor bawang merah. Kebutuhan terhadap bawang merah yang semakin meningkat merupakan peluang pasar yang potensial dan dapat menjadi motivasi bagi petani untuk meningkatkan produksi bawang merah. Salah satu sentra produksi bawang merah di Indonesia adalah Kabupaten Brebes. Pada tahun 2009, Kabupaten Brebes memberikan kontribusi 75,58% terhadap produksi bawang merah Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut menjadikan bawang merah sebagai komoditas hortikultura yang merupakan Produk Unggulan Daerah (PUD) Kabupaten Brebes. Adanya faktor alam yang serasi dengan faktor pertumbuhan tanaman, menjadikan tanaman bawang merah cocok dibudidayakan di Kabupaten Brebes. Produksi bawang merah Kabupaten Brebes berasal dari produksi beberapa varietas bawang merah yang ditanam di Kabupaten Brebes, yaitu meliputi varietas Bima, Kuning dan varietas bawang merah impor seperti dari commitDinas to userPertanian Tanaman Pangan dan Filipina dan Bangkok. Menurut

1

2 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Hortikultura Kabupaten Brebes (2010), mayoritas petani di Kabupaten Brebes (80%) dalam melakukan usahatani bawang merah menggunakan varietas Bima. Hal ini dikarenakan varietas Bima mempunyai sifat genjah atau umur panen cepat (50-60 hari setelah tanam) dan tahan penyakit busuk umbi. Varietas ini cocok ditanam di dataran rendah, sehingga sesuai dengan kondisi alam kabupaten Brebes. Adapun data luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah Kabupaten Brebes tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2006-2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah Rata-rata

Luas Panen (Ha) 18.869,00 23.361,00 26.236,00 24.978,00 32.680,00 126.124,00 25.224,80

Produksi (Kw) 1.792.278,00 2.531.835,00 3.366.447,00 3.125.832,00 4.128.128,00 14.944.520,00 2.988.904,00

Produktivitas (Kw/Ha) 94,98 108,38 128,31 125,14 126,32 583,13 116,63

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes Tahun 2010 Data pada Tabel 1, menunjukkan bahwa tingkat produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes yang berfluktuatif dengan tingkat produktivitas rata-rata selama tahun 2006-2010 sebesar 116,63 kw/ha atau 11,66 ton/ha. Namun tingkat produktivitasnya masih dikatakan rendah. Hal ini dikarenakan menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2002), potensi tingkat produktivitas bawang merah di Indonesia dapat mencapai lebih dari 20 ton/ha. Tingkat produktivitas bawang merah berkaitan dengan produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi. Penggunaan faktor-faktor produksi dinilai sangat penting karena mempunyai pengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Arti pentingnya ditekankan pada kombinasi penggunaan faktorfaktor produksi karena mendukung tercapainya kondisi produksi yang optimal. Oleh karena itu, petani dituntut untuk bekerja secara efisien dalam mengelola usahataninya agar produksi yang diperoleh optimal. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui commit to userproduksi pada usahatani bawang hubungan faktor-faktor produksi dengan

3 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

merah varietas Bima di Kabupaten Brebes dan usaha mengkombinasikannya untuk mencapai produksi yang optimal sekaligus mengetahui tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksinya. B. Perumusan Masalah Petani di Kabupaten Brebes dalam berusahatani bawang merah varietas Bima bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Varietas Bima merupakan varietas yang digunakan sebagian besar petani (80%) di Kabupaten Brebes. Varietas ini cocok ditanam di dataran rendah, sehingga sangat sesuai dengan kondisi alam Kabupaten Brebes. Selain itu, varietas Bima mempunyai umur panen yang cepat (50-60 hari setelah tanam), sehingga diharapkan dengan menanam varietas Bima maka petani cepat memperoleh hasil (keuntungan) dari kegiatan usahataninya. Hal tersebut merupakan potensi yang dapat dikelola seoptimal mungkin sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Pada dasarnya usahatani bawang merah varietas Bima tidak berbeda dengan usahatani bawang merah varietas lainnya, hanya saja untuk pemanenan produksi bawang merah varietas Bima dapat dilakukan pada usia 50-60 hari setelah tanam. Pada usahatani bawang merah varietas Bima, besarnya produksi yang dihasilkan berkaitan dengan besarnya faktor-faktor produksi yang digunakan. Namun, petani dihadapkan pada permasalahan bagaimana mengkombinasikan faktor-faktor produksinya secara optimal untuk menghasilkan produksi yang optimal sehingga keuntungan yang diperoleh maksimal. Hal ini dikarenakan petani dalam melakukan usahataninya menghadapi keterbatasan berupa keterbatasan pengetahuan. Oleh karena itu, dalam melakukan usahatani seorang petani harus memperhatikan apakah penggunaan

penggunaan faktor-faktor produksinya optimal,

sehingga

keuntungan yang diperoleh maksimal atau dengan kata lain kombinasi penggunaan faktor-faktor produksinya mencapai efisiensi ekonomi tertinggi. Faktor produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor produksi yang digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima di commit to user Kabupaten Brebes, berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk

4 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair. Faktor-faktor produksi tersebut berkaitan langsung dengan produksi bawang merah varietas Bima sehingga penggunaannya perlu diperhatikan. Penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan oleh petani juga mempengaruhi biaya yang harus dikeluarkan dalam usahataninya. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani akan mempengaruhi keuntungan yang akan diterima oleh petani. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Berapakah besarnya biaya, penerimaan, pendapatan dan keuntungan usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes? 2. Diantara faktor-faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, manakah yang berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes? 3. Apakah petani dalam mengkombinasikan penggunaan faktor-faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair pada usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes telah mencapai efisiensi ekonomi tertinggi? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, pendapatan dan keuntungan usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes. 2. Mengetahui pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair terhadap produksi bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes. 3. Mengetahui tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair pada usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes.

commit to user

5 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan terutama terkait dengan bahan penelitian. Di samping itu, penelitian ini dimaksudkan sebagai bahan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat kelengkapan dalam meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bagi petani, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima. 3. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran atau bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan di sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman bahan makanan. 4. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan bahan pertimbangan pada penelitian dengan masalah yang sama.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Usahatani merupakan organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian. Bentuknya dapat berupa memelihara ternak atau dengan bercocok tanam (Firdaus, 2008). Salah satu tanaman yang diusahakan sebagai usahatani adalah bawang merah yang merupakan tanaman semusim berbentuk rumput dan berakar serabut. Daunnya memanjang serta berongga seperti pipa. Pangkal daunnya dapat berubah fungsi menjadi umbi lapis (Sunarjono, 2004). Salah satu varietas bawang merah yang ditanam di Indonesia adalah varietas Bima. Varietas ini berasal dari daerah Brebes dan cocok ditanam di daerah dataran rendah. Varietas Bima mempunyai nama lokal Bima Curut dan memiliki karakteristik, yaitu tinggi tanaman berkisar antara 25-44 cm, jumlah anakan antara 7-12, daun tanaman berbentuk silindris berlubang, warna daun hijau, jumlah daun 14-50 helai, dan umur panen kurang lebih 60 hari setelah tanam (Pitojo, 2000). Bawang merah varietas Bima mempunyai susut bobot umbi 22% dari bobot panen basah. Umbinya berwarna merah muda, berbentuk lonjong, dan bercincin kecil pada leher cakramnya. Varietas Bima tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis allii), tetapi peka terhadap penyakit busuk daun (Phytophtora porii) (Rahayu dan Nur, 2004). Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0450 di atas permukaan laut. Tanaman bawang merah

masih

dapat

tumbuh dan berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi lebih

panjang

0,5-1

bulan

dan

(Sutarya dan Grubben, 1995). commit to user

6

hasil

umbinya

lebih

rendah

perpustakaan.uns.ac.id

7 digilib.uns.ac.id

Menurut Sunarjono (2004) sebelum bawang merah ditanam, tanah diolah terlebih dahulu. Pengolahannya dengan cara dicangkul untuk membuat bedengan dan diberi pupuk, serta dibuat parit-parit yang berguna untuk drainase dan penampung air untuk siraman. Selanjutnya penanaman bawang merah dapat dilakukan di atas bedengan. Pemeliharaan tanaman bawang merah meliputi beberapa kegiatan, yaitu penyulaman, pengairan, pemupukan, penyiangan (pendangiran), serta pengendalian hama dan penyakit. Pemanenan bawang merah dapat dilakukan pada umur 60-90 hari setelah tanam, atau tergantung varietas dan tujuan penggunaan hasil umbinya. Ciri-ciri umum bawang merah siap panen, yaitu tanaman telah cukup tua, hampir 60%-90% leher batang lemas dan daunnya menguning, serta umbi lapis sudah kelihatan penuh (padat) berisi dan tersembul sebagian di atas tanah (Rukmana, 1994). 2. Biaya, Penerimaan, Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Hernanto (1991) menjelaskan biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk disebut biaya produksi. Pengelompokkan biaya pada usahatani, yaitu: a. Biaya tetap dan biaya variabel Biaya tetap (fixed costs): biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Tergolong dalam kelompok biaya ini antara lain: pajak tanah, pajak air, dan penyusutan alat dan bangunan pertanian. Biaya variabel (variable costs): biaya yang besar kecilnya sangat tergantung pada skala produksi. Tergolong dalam kelompok biaya ini antara lain: biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, tenaga kerja upahan dan sewa tanah. b. Biaya tunai dan biaya tidak tunai Biaya tunai dari biaya tetap berupa air dan pajak tanah, sedangkan untuk biaya variabel antara lain biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja luar. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) meliputi biaya tetap yaitu biaya tenaga kerja keluarga, sedangkan dari commit to user biaya variabel yaitu jumlah pupuk kandang yang dipakai.

8 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

c. Biaya langsung dan biaya tidak langsung Biaya langsung adalah biaya yang langsung digunakan dalam proses produksi, sedangkan biaya tidak langsung adalah biaya penyusutan. Berdasarkan segi pandang ilmu ekonomi, pengeluaran produsen untuk biaya produksi dapat dikelompokkan menjadi dua macam biaya, yaitu biaya produksi eksplisit dan biaya produksi implisit. Biaya produksi eksplisit adalah biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk faktor-faktor produksi yang harus dibeli dari pihak luar. Biaya produksi implisit adalah biaya produksi yang berasal dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki sendiri oleh produsen tersebut. Biaya eksplisit harus ditambahkan dengan biaya eksplisit dalam perhitungan keuntungan (Sudarman, 1992). Biaya eksplisit (explicit cost) adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani selama proses produksi. Biaya ini berupa pengeluaran aktual petani untuk mempekerjakan tenaga kerja luar keluarga, menyewa atau membeli input yang dibutuhkan dalam usahatani seperti biaya pembelian sarana produksi. Biaya implisit (implicit cost) adalah biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan oleh petani selama proses produksi. Jadi, faktor produksinya merupakan milik petani sendiri dan digunakan dalam aktivitas produksinya sendiri. Biaya implisit ini dapat berupa biaya tenaga kerja dalam keluarga (Salvatore, 2005). Menurut

Soekartawi

(1995),

penerimaan

usahatani

adalah

perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut: TRi = Yi . Pyi Keterangan: TRi

: total penerimaan

Yi

: produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani

Pyi

: harga Yi

Soekartawi (1995) menjelaskan, perhitungan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan total biaya. Total biaya yang dipakai adalah biaya riil yang sebenarnya dikeluarkan selama usahatani, dan commit to user dirumuskan sebagai berikut:

9 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Pd = TR – TC Keterangan: Pd

: pendapatan usahatani

TR : total penerimaan TC : total biaya Sudarmanto (1992) menjelaskan perhitungan keuntungan adalah selisih antara penerimaan dikurangi dengan biaya-biaya yang terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut: p = TR – TC = TR – (EC + IC) Keterangan: p

: keuntungan

TR : total penerimaan (total revenue) TC : total biaya (total cost) EC : total biaya eksplisit (explicit cost) IC

: total biaya implisit (implicit cost)

3. Produksi, Faktor Produksi dan Fungsi Produksi Kegiatan produksi adalah perubahan faktor produksi menjadi barang produksi. Usaha untuk mencapai efisiensi produksi yaitu dengan menghasilkan barang dengan biaya yang paling rendah untuk suatu jangka waktu tertentu. Efisiensi dari proses produksi itu tergantung dari proporsi faktor produksi yang digunakan dan jumlah masing-masing faktor produksi serta produktivitas masing-masing faktor produksi untuk setiap tingkat penggunaannya (Suparmoko, 1998). Faktor-faktor produksi yang dapat mempengaruhi produksi suatu usahatani dapat berupa: a. Luas lahan Mubyarto (1989) menjelaskan lahan sebagai salah satu faktor produksi yang mempunyai kontribusi cukup besar terhadap usahatani. Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain dipengaruhi oleh luas lahan yang digunakan. Namun, bukan berarti semakin luas lahan commit to user pertanian maka semakin efisien lahan tersebut.

10 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

b. Benih Faktor benih

memegang peranan

yang penting untuk

menunjang keberhasilan produksi tanaman. Penggunaan benih yang bermutu tinggi merupakan langkah awal peningkatan produksi. Penggunaan benih yang terlalu banyak akan berdampak pada penurunan jumlah produksi karena jarak tanam menjadi rapat sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik (Rahayu dan Nur, 2004). c. Tenaga kerja Penggunaan tenaga kerja ditentukan oleh pasar tenaga kerja yang dipengaruhi upah tenaga kerja dan harga hasil produksi. Pengusaha cenderung menambah tenaga kerja selama produk marjinal (nilai tambah output yang diakibatkan oleh bertambahnya 1 unit tenaga kerja) lebih tinggi daripada cost yang dikeluarkan (Nopirin, 1996). d. Pupuk Pupuk adalah bahan-bahan yang diberikan ke dalam tanah dan secara langsung atau tidak langsung dapat menambah zat-zat makanan tanaman yang tersedia dalam tanah. Pemberian pupuk merupakan usaha untuk pemenuhan kebutuhan hara tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pemberian pupuk yang tepat dan berimbang akan menghasilkan produksi yang optimal (Kasirah, 2007). e. Pestisida Penggunaan faktor produksi pestisida sampai saat ini merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam pengendalian hama dan penyakit. Hal ini dikarenakan, penggunaan pestisida merupakan cara yang paling mudah dan efektif, dengan penggunaan pestisida yang efektif akan memberikan hasil yang memuaskan. Namun, penggunaan pestisida juga berdampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatifnya dapat dihindari dengan penggunaan pestisida dengan dosis yang tepat (Sulistiyono, 2004). commit to user

11 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut dengan factor relationship (Soekartawi, 1991). Menurut Salvatore (2007) suatu fungsi produksi pertanian yang sederhana didapatkan dengan menggunakan berbagai alternatif jumlah tenaga kerja per unit waktu untuk menggarap sebidang tanah yang tetap dan mencatat alternatif output yang dihasilkannya per unit waktu. Produk rata-rata tenaga kerja (average product of labor = APL) didefinisikan sebagai produk total (TPL) dibagi jumlah unit tenaga kerja yang digunakan. Produk marjinal tenaga kerja (marginal product of labor = MPL) ditentukan oleh perubahan produk total (TPL) per unit perubahan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Hubungan antara TPL, APL, dan MPL digambarkan pada Gambar 1. Produk Daerah I

Daerah II

Daerah III Ep<0

Ep>1

0
I

Ep=1

TPL

Ep=0

MPmax APmax APL

MP=AP 0

x*

x**

Tenaga Kerja

x*** MPL

Gambar 1. Hubungan antara TPL, APL, dan MPL Bentuk kurva APL dan MPL ditentukan oleh bentuk kurva TPL. Kurva APL awalnya naik, commit mencapai dan kemudian turun tetapi to maksimum user

perpustakaan.uns.ac.id

12 digilib.uns.ac.id

tetap positif selama TPL positif. Sedangkan kurva MPL mula-mula juga naik, mencapai maksimum (sebelum APL mencapai maksimum) dan kemudian turun. MPL menjadi nol bila TPL mencapai maksimum dan negatif bila TPL mulai menurun. Bagian kurva MPL yang menurun menggambarkan hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (the law of deminishing returns) (Salvatore, 2007). Menurut Sudarman (1992) salah satu fungsi produksi yang sering digunakan untuk penelitian ekonomi adalah fungsi Cobb Douglas. Secara umum hubungan antara faktor produksi modal dan tenaga kerja dengan kuantitas produksi pada fungsi Cobb Douglas ditulis sebagai berikut: Q = f (K,L) = A.Ka.Lb Dimana: Q

: kuantitas produksi

K

: modal

L

: tenaga kerja

A,a,b : besaran yang diduga Fungsi Cobb Douglas dapat digunakan untuk meneliti returns to scale yaitu dengan penjumlahan derajat dari fungsi Cobb Douglas. Jika berderajat lebih dari satu maka menunjukkan skala dengan hasil meningkat (increasing returns to scale), artinya proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Jika derajatnya sama dengan satu maka menunjukkan skala dengan hasil konstan (constant returns to scale), artinya penambahan proporsi penambahan faktor produksi akan sama dengan proporsi penambahan produksi yang diperoleh. Jika derajatnya kurang dari satu maka fungsi menunjukkan skala dengan hasil yang menurun (decreasing returns to scale), artinya proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih kecil (Soekartawi, 2003). Soekartawi (2003) menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor produksi pada fungsi Cobb Douglas dapat diketahui dengan user tersebut dilakukan dengan cara melakukan analisis regresicommit linier. to Analisis

perpustakaan.uns.ac.id

13 digilib.uns.ac.id

melogaritmakan fungsi Cobb Douglas agar diperoleh fungsi yang linier, oleh karena itu ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi Cobb Douglas yaitu: a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. c. Tiap variabel X adalah perfect competition. d. Perbedaan lokasi seperti iklim tercakup pada faktor kesalahan, u. 4. Efisiensi Ekonomi Efisiensi ekonomi adalah efisiensi dari biaya produksi. Efisiensi ekonomi diukur dengan semakin kecilnya biaya yang dikeluarkan per unit produksi yang dihasilkan. Efisiensi ekonomi bertindak sebagai ukuran untuk menilai setiap pemilihan kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi. Efisiensi ekonomi dapat dicapai dengan berbagai teknik penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi dengan biaya minimal (Faizal, 2007). Menurut Cramer dan Clarence (1994), alokasi penggunaan faktorfaktor produksi dengan kaidah biaya minimal berarti memproduksi sejumlah produk tertentu dengan biaya minimal, maka pengusaha harus menggunakan faktor-faktor produksi sampai kondisi dimana perbandingan antara produksi marjinal dengan harga yang dibelanjakan untuk setiap faktor produksi mempunyai nilai sama. Pada penggunaan dua faktor produksi (x1 dan x2), kondisi tersebut dapat diketahui dari hubungan antara kurva isoquant dan isocost yang secara grafis dapat memperlihatkan letak kombinasi optimum. Pengusaha selalu mencari kombinasi faktor-faktor produksi yang paling murah di sepanjang kurva isoquant, dan titik dimana kurva isoquant bersinggungan dengan kurva isocost merupakan letak kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal. Pada keadaan optimal maka kemiringan dari kedua kurva (isoquant dan isocost) adalah sama. Hubungan antara kurva isoquant dan isocost digambarkan sebagai commit to user berikut:

14 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

x2 Px2

A

x2*

Kombinasi Optimum isoquant isocost

0

x1*

Px1

x1

Gambar 2. Kurva Isoquant dan Isocost dengan Kombinasi Faktor-Faktor Produksi dengan Biaya Minimum Jatuh di Titik A Bishop dan Toussaint (1979) menyatakan apabila suatu produksi menggunakan sebanyak n input, maka analisisnya menjadi rumit dan tidak dapat digambarkan dengan grafik. Meskipun demikian, syarat untuk kombinasi biaya minimal (least cost combination) untuk n input dapat dijelaskan secara matematik yaitu sebagai berikut:

MPPx 1 MPPx 2 MPPx n = = .............. = Px 1 Px 2 Px n Kesamaan perbandingan antara produk marjinal input dengan harga masing-masing input merupakan syarat bagi biaya minimum dalam menghasilkan sejumlah produk yang menggunakan input sebanyak n. Apabila terdapat input mempunyai harga sama dan salah satunya lebih produktif daripada input lainnya, maka pembelian input tersebut akan lebih menguntungkan. Hal ini dikarenakan dengan penambahan satuan input yang berproduk marjinal lebih tinggi, maka produk marjinal akan berkurang sampai perbandingan antara produk marjinal dengan harga input menjadi sama bagi semua input. Meskipun demikian, berproduksi pada suatu taraf tertentu dengan biaya minimal, tidak berarti tercapai taraf produksi yang menghasilkan keuntungan maksimal. Penentuan tingkat produksi yang memberikan commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

15 digilib.uns.ac.id

keuntungan maksimal (efisiensi ekonomi tertinggi) dengan penggunaan sebanyak n input, secara matematis adalah sebagai berikut:

MVPx 1 MVPx 2 MVPx n = = .............. = =1 Px 1 Px 2 Px n Soekartawi (1991) mengemukakan bahwa di lapangan, kondisi efisiensi ekonomi tertinggi sulit dicapai karena berbagai hal, diantarannya keterbatasan pengetahuan petani dalam menggunakan faktor produksi, kesulitan petani memperoleh faktor produksi dalam jumlah yang tepat waktu dan adanya faktor luar yang menyebabkan petani tidak dapat berusahatani secara efisien. 5. Penelitian terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Irianto dan Sugiharti (2005) yang berjudul Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Merah Lahan Pantai di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan rata-rata luas lahan 676,47 m2 per usahatani, dengan penggunaan benih 57,84 kg; tenaga kerja 16,99 HKP; pupuk urea 22,84 kg; pupuk SP36 7,61 kg; pupuk organik 1.228,43 kg; pupuk NPK 6,55 kg; pupuk ZA 5,61 kg; pupuk KCL 7,88 kg; serta hasil produksi yang dicapai sebesar 612,80 kg per usahatani. Biaya produksi Rp 870.544,24 per usahatani, penerimaan Rp 2.451.215,69 per usahatani, sehingga keuntungannya Rp 1.580.671,45 per usahatani. Hubungan penggunaan faktor-faktor produksi dengan hasil produksi bawang merah dinyatakan dalam model fungsi Cobb Douglas yaitu: Y=1,535.X10,739.X2-0,183. X30,293.X40,812.X5-0,00862.X6-0,608. X7-0,00229. X80,193. X9-0,00965. Hasil analisis dengan uji F menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, benih, pupuk urea, pupuk SP36, pupuk ZA, pupuk KCL, pupuk organik, pupuk NPK, dan luas lahan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi bawang merah. Uji t menunjukkan bahwa faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, pupuk SP36 dan pupuk KCL berpengaruh nyata terhadap hasil produksi bawang to user merah. Berdasarkan hasilcommit analisis efisiensi ekonomi diketahui bahwa

16 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan pada usahatani bawang merah lahan pantai tidak efisien, sehingga kombinasinya belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Damanah (2008) yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat, menunjukkan rata-rata total biaya tunai usahataninya sebesar Rp 14.940.146,82 per musim tanam, rata-rata total biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 13.630.437,99 per musim tanam, dan rata-rata total biayanya sebesar Rp 28.570.584,81 per musim tanam. Rata-rata penerimaan usahataninya Rp 52.030.264,79 per musim tanam, sehingga besarnya pendapatan atas biaya tunai adalah Rp 37.090.117,97 per musim tanam dan pendapatan atas total biaya adalah Rp 23.459.679,97 per musim tanam. Analisis faktor-faktor produksinya

menggunakan

fungsi produksi Cobb Douglas. Rata-rata penggunaan faktor-faktor produksinya, yaitu luas lahan (X1) 0,737 ha, tenaga kerja wanita (X3) 108,656 HOK, bibit (X4) 1642,063 kg, pupuk buatan (X5) 983,812 kg dan obat-obatan (X7) 8,539 kg. Berdasarkan hasil analisis, maka model fungsi produksi Cobb Douglas dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: Y=7,14.X10,703.X30,0146.X40,202.X50,0761X70,0188.

Hasil

analisis

uji

F

menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi yang terdiri dari luas lahan, tenaga kerja wanita, bibit, pupuk buatan dan obat-obatan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah. Berdasarkan uji t, faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah adalah luas lahan, bibit dan pupuk buatan. Analisis efisiensi ekonomi menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi. Efisiensi ekonomi tertinggi dapat dicapai dengan menggunakan kombinasi optimal dari faktor-faktor produksi. Hal tersebut diperoleh apabila rasio antara NPMx/Px sama dengan satu. Berdasarkan hasil commit toproduksi user analisis, penggunaan faktor-faktor yang optimal pada usahatani

perpustakaan.uns.ac.id

17 digilib.uns.ac.id

bawang merah di Desa Sukasari Kaler adalah lahan 15,735 ha, bibit 2.189,55 kg dan pupuk buatan 1.988,45 kg. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan penelitian terkait efisiensi ekonomi usahatani bawang merah dan hasil penelitian dari kedua penelitian terdahulu menyatakan bahwa kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi. Hal tersebut dapat memberikan gambaran tentang tingkat efisiensi ekonomi pada usahatani bawang merah varietas Bima. B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Usahatani bawang merah varietas Bima merupakan kegiatan ekonomi dengan mengalokasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan produksi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Pada usahatani, seorang petani akan mengeluarkan biaya usahatani selama proses produksinya. Biaya usahatani dalam penelitian ini terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani selama proses produksi dalam satu musim tanam. Biaya eksplisit yang diperhitungkan pada penelitian ini meliputi biaya untuk upah tenaga kerja luar, pajak, iuran irigasi, transportasi, biaya bunga modal pinjaman dan biaya untuk pembelian sarana produksi seperti pupuk, pestisida dan perata. Biaya implisit adalah biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan oleh petani selama proses produksi dalam satu musim tanam. Biaya implisit yang diperhitungkan dalam penelitian ini meliputi biaya pembelian benih, biaya sewa lahan sendiri, biaya penyusutan alat, bunga modal sendiri dan biaya tenaga kerja dalam yang diperhitungkan berdasarkan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja luar. Penjumlahan dari biaya eksplisit dan biaya implisit merupakan total biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang merah varietas Bima. Suatu usahatani akan menghasilkan sejumlah penerimaan. Pada usahatani bawang merah varietas Bima, penerimaan merupakan nilai produksi yang dihasilkan selama satu musim tanam. Penerimaan dihitung dengan commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

18 digilib.uns.ac.id

mengalikan produksi pada satu musim tanam (Y) dengan harga produksi (Py) dan dinyatakan dalam rupiah. Pendapatan usahatani selama satu musim tanam dihitung dengan mengurangi penerimaan dengan total biaya yang secara riil dikeluarkan (biaya eksplisit) dan dirumuskan sebagai berikut: Pd

= TR – TC = (Y.Py) - EC

Keterangan: Pd

: pendapatan usahatani (Rp/Ha/MT)

TR : total penerimaan usahatani (Rp/Ha/MT) TC : total biaya usahatani (Rp/Ha/MT) Py

: harga produksi usahatani (Rp/Kg)

Y

: produksi usahatani (Kg/Ha/MT)

EC : total biaya eksplisit usahatani (Rp/Ha/MT) Selanjutnya untuk menghitung keuntungan yang didapatkan dari usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam, yaitu dengan cara penerimaan dikurangi dengan total biaya yang terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit. Adapun rumusnya, yaitu sebagai berikut: p = TR – TC = TR – (EC + IC) Keterangan: p

: keuntungan usahatani (Rp/Ha/MT)

TR : total penerimaan usahatani (Rp/Ha/MT) TC : total biaya usahatani (Rp/Ha/MT) EC : total biaya eksplisit usahatani (Rp/Ha/MT) IC

: total biaya implisit usahatani (Rp/Ha/MT) Pengkajian hubungan penggunaan faktor-faktor produksi berupa luas

lahan, tenaga kerja, benih, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair dengan produksi bawang merah varietas Bima menggunakan model berbentuk kepangkatan yang merupakan modifikasi fungsi produksi commit to user Cobb Douglas dan dirumuskan sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id

19 digilib.uns.ac.id

Y = b0. X1b1. X2b2. X3b3. X4b4. X5b5. X6b6. X7b7 Keterangan: Y

: produksi bawang merah varietas Bima (Kg)

X1

: luas lahan (Ha)

X2

: benih (Kg)

X3

: tenaga kerja (HKP)

X4

: pupuk urea (Kg)

X5

: pupuk NPK Mutiara (Kg)

X6

: pupuk ZA (Kg)

X7

: pestisida cair (Ltr)

b0

: konstanta

b1–b7 : koefisien regresi X1 sampai X7 Hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi bawang merah varietas Bima dapat diketahui dengan analisis regresi linier berganda. Oleh karena itu, fungsi produksinya diubah ke dalam bentuk linier dengan cara dilogaritmakan menjadi: Log Y = log b0 + b1 log X1 + b2 log X2 + b3 log X3 + b4 log X4+ b5 log X5 + b6 log X6+ b7 log X7 Analisis regresi linier berganda menghasilkan model persamaan fungsi produksi usahatani bawang merah varietas Bima, yang kemudian dilakukan pengujian model untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor produksi dan produksi bawang merah varietas Bima. Pengujian model ini terdiri dari uji adjusted R2, uji F, uji t dan uji standar koefisien regresi. Uji adjusted R2 sebagai suatu ukuran yang menunjukkan besarnya proporsi dari variasi produksi bawang merah varietas Bima yang dijelaskan oleh faktor-faktor produksi pada model fungsi produksi. Selanjutnya uji F dengan tingkat kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima, dan uji t dengan tingkat kepercayaan 95% untuk menguji apakah faktorfaktor produksi secara individual berpengaruh nyata terhadap produksi commit to user bawang merah varietas Bima. Pengujiannya juga mencakup

20 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

uji standar koefisien regresi, tujuannya untuk mengetahui faktor produksi yang paling berpengaruh diantara faktor-faktor produksi yang lain. Analisis efisiensi ekonomi digunakan untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima mencapai efisiensi ekonomi tertinggi atau belum. Adapun rumusnya: NPMx1 NPMx2 NPMx3 NPMx4 NPMx5 NPMx6 NPMx7 = = = = = = =1 Px1 Px2 Px3 Px4 Px5 Px6 Px7 Keterangan: NPMxi : nilai produk marjinal untuk faktor produksi xi Pxi

: harga faktor produksi xi

Dengan ketentuan: NPMxi = 1, berarti penggunaan faktor produksi xi mencapai efisiensi Pxi ekonomi tertinggi. NPMxi ≠ 1, berarti penggunaan faktor produksi xi tidak efisien secara Pxi ekonomi.

Apabila terdapat kendala sehingga kombinasi penggunaan faktorfaktor produksi belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi, maka dilakukan analisis optimalisasi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima mencapai kombinasi optimal atau belum. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: PFMx1 PFMx2 PFMx3 PFMx4 PFMx5 PFMx6 PFMx7 = = = = = = Px1 Px2 Px3 Px4 Px5 Px6 Px7 Keterangan: PFMxi : Produk Fisik Marjinal faktor produksi xi Pxi

: harga faktor produksi xi Berdasarkan konsep mengenai kerangka teori pendekatan masalah,

maka dapat disusun kerangka berpikir seperti pada Gambar 3.

commit to user

21 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

Faktor-Faktor Produksi : luas lahan (Ha) : benih (Kg) : tenaga kerja (HKP) : pupuk urea (Kg) : pupuk NPK Mutiara (Kg) : pupuk ZA (Kg) : pestisida cair (Ltr)

Usahatani Bawang Merah Varietas Bima

Pendapatan Usahatani

Biaya Usahatani Produksi Usahatani

Model Kepangkatan Modifikasi Fungsi Produksi Cobb Douglas

Biaya Eksplisit

Biaya Implisit

Penerimaan Usahatani

Analisis Regresi Linier Berganda Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi

Optimalisasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi

Gambar 3. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah C. Hipotesis 1. Diduga bahwa faktor-faktor produksi usahatani bawang merah varietas Bima yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima. 2. Diduga bahwa kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, pada usahatani bawang merah varietas Bima belum mencapai tingkat efisiensi ekonomi tertinggi. 3. Diduga bahwa kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, pada usahatani bawang merah varietas Bima belum optimal. D. Asumsi-Asumsi 1. Petani bertindak secara rasional, yaitu selalu berusaha memperoleh keuntungan yang maksimal. commit to user

Keuntungan Usahatani

perpustakaan.uns.ac.id

22 digilib.uns.ac.id

2. Kondisi daerah penelitian seperti keadaan tanah, iklim, cuaca, ketinggian tempat dan topografi di daerah penelitian dianggap sama dan berpengaruh normal terhadap proses produksi. 3. Teknologi yang ada di daerah penelitian dianggap sama. 4. Pasar faktor-faktor produksi dan produksi merupakan pasar persaingan sempurna. 5. Variabel-variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian diabaikan. E. Pembatasan Masalah Data yang dikaji pada penelitian ini adalah data produksi bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes selama satu musim tanam yaitu pada bulan Oktober sampai Desember 2010. F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Usahatani bawang merah varietas Bima adalah usaha budidaya bawang merah varietas Bima di lahan sawah secara monokultur di Kabupaten Brebes selama satu musim tanam. 2. Petani sampel adalah petani pemilik penggarap yang menanam bawang merah varietas Bima di lahan sawah secara monokultur. 3. Berat kering askip adalah berat bawang merah varietas Bima dalam bentuk ikatan yang sudah dijemur selama 10-14 hari dan sudah dibersihkan dari akar dan kotoran atau tanah. 4. Produksi (Y) adalah jumlah hasil panen bawang merah varietas Bima dalam berat kering askip yang dihasilkan dari usahatani bawang merah varietas Bima pada satu musim tanam dan pada satuan luas lahan tertentu yang dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg). 5. Harga produksi (Py) adalah nilai produksi bawang merah dalam berat kering askip per satuan kilogram yang dihasilkan dari usahatani bawang merah varietas Bima pada satu musim tanam dan pada satuan luas lahan tertentu yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Harga produksi yang digunakan adalah harga yang berlaku ditingkat produsen pada musim tanam Oktober sampai Desember commit 2010. to user

perpustakaan.uns.ac.id

23 digilib.uns.ac.id

6. Penerimaan usahatani (TR) adalah nilai total produksi usahatani bawang merah varietas Bima dan diukur dengan mengkalikan jumlah produksi fisik bawang merah varietas Bima per satuan luas usahatani dengan harga produksi per kilogram, dan dinyatakan dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT). 7. Biaya eksplisit (EC) adalah total biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang merah varietas Bima. Biaya ini terdiri dari biaya pembelian pupuk, pestisida, perata, biaya upah tenaga kerja luar, pajak lahan, biaya irigasi, biaya transportasi, dan bunga modal pinjaman, dan dihitung dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT). 8. Biaya implisit (IC) adalah total biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang merah varietas Bima. Biaya ini terdiri dari biaya pembelian benih, upah tenaga kerja harian dalam, sewa lahan sendiri, biaya penyusutan alat dan bunga modal sendiri. Biaya implisit dihitung dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT). 9. Total biaya (TC) adalah penjumlahan total biaya eksplisit dan total biaya implisit pada usahatani bawang merah varietas Bima dan dihitung dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT). 10. Pendapatan usahatani (Pd) adalah pendapatan dari usahatani bawang merah varietas Bima yang diperhitungkan dari selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya eksplisit selama satu musim tanam, diukur dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT). 11. Keuntungan usahatani (p) adalah keuntungan dari usahatani bawang merah varietas Bima yang diperhitungkan dari selisih antara penerimaan dengan total biaya, diukur dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT). 12. Faktor produksi usahatani bawang merah varietas Bima yang dimaksud dalam penelitian adalah faktor-faktor produksi yang digunakan selama satu kali musim tanam yaitu luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, commit to user pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair.

24 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

13. Luas lahan (X1) adalah luas lahan sawah garapan petani yang digunakan untuk usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan dengan satuan hektar (Ha). 14. Benih (X2) adalah banyaknya benih yang digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan dengan satuan kilogram (Kg). Harga benih dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp). 15. Tenaga kerja (X3) adalah seluruh tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima, selama satu musim tanam baik tenaga kerja keluarga, maupun tenaga kerja luar dan dinyatakan dalam satuan Hari Kerja Pria (HKP). Nilai tenaga kerja dihitung berdasarkan upah per HKP dan dinyatakan dalam rupiah per Hari Kerja Pria (Rp/HKP). 16. Pupuk urea (X4) adalah jumlah pupuk urea yang digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan dengan satuan kilogram (Kg). Harga pupuk urea dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp). 17. Pupuk NPK Mutiara (X5) adalah jumlah pupuk NPK Mutiara yang digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan dengan satuan kilogram (Kg). Harga pupuk NPK Mutiara dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp). 18. Pupuk ZA (X6) adalah jumlah pupuk ZA yang digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan dengan satuan kilogram (Kg). Harga pupuk ZA dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp). 19. Pestisida cair (X7) adalah jumlah pestisida yang digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan dengan satuan liter (Ltr). Harga pestisida dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Pelaksanaan metode deskriptif analitik tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa (Surakhmad, 1994). Pelaksanaan penelitian ini dengan menggunakan metode survai, yaitu penelitian yang datanya dikumpulkan dengan mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995). B. Metode Penentuan Sampel 1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Brebes yang merupakan salah satu daerah penghasil bawang merah di Provinsi Jawa Tengah. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes (2010), pada tahun 2010 produksi bawang merah mencapai 4.128.128 kw dan luas panen mencapai 32.680 ha yang tersebar di 11 kecamatan. Secara keseluruhan dari 11 kecamatan, sekitar 80% petani menanam bawang merah varietas Bima. Namun, khusus untuk daerah utara (Brebes, Wanasari, Bulakamba, Tanjung) secara keseluruhan (100%) petani menggunakan bawang merah varietas Bima. Oleh karena itu, Kecamatan Wanasari dipilih sebagai lokasi penelitian karena di kecamatan tersebut secara keseluruhan petani menggunakan bawang merah varietas Bima dan pada tahun 2010 Kecamatan Wanasari mempunyai luas panen yang paling besar dibandingkan kecamatan lainnya. Dengan demikian, Kecamatan Wanasari memiliki populasi petani bawang merah yang paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Rincian mengenai luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah menurut kecamatan di commit to user Kabupaten Brebes tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2. 25

26 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Kecamatan Di Kabupaten Brebes Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Luas Panen (Ha) Salem 0,00 Bantarkawung 15,00 Bumiayu 0,00 Paguyangan 0,00 Sirampog 0,00 Tonjong 0,00 Larangan 5.008,00 Ketanggungan 1.076,00 Banjarharjo 158,00 Losari 1.025,00 Tanjung 1.700,00 Kersana 480,00 Bulakamba 3.779,00 Wanasari 8.734,00 Jatibarang 2.490,00 Songgom 1.548,00 Brebes 6.667,00 Jumlah 32.680,00 Rata-Rata 1.922,35 Kecamatan

Produksi (Kw) 0,00 1.300,00 0,00 0,00 0,00 0,00 585.006,00 134.500,00 19.530,00 151.620,00 172.821,00 53.830,00 393.628,00 1.326.830,00 252.014,00 208.436,00 828.613,00 4.128.128,00 242.831,06

Produktivitas (Kw/Ha) 0,00 86,67 0,00 0,00 0,00 0,00 116,81 125,00 123,61 147,92 101,66 112,15 104,16 151,92 101,21 134,65 124,29 1.430,04 84,12

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes Tahun 2010 Penentuan desa sebagai lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Wanasari menggunakan metode stratified dengan mengelompokkan desa berdasarkan kategori produktivitas bawang merah menurut desa di Kecamatan Wanasari tahun 2010. Penentuan kategorinya dengan mengikuti distribusi normal, sehingga dilakukan pengujian normalitas terhadap data produktivitas bawang merah. Menurut Nisfiannoor (2009) pengujian normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan KolmogorovSmirnov (K-S) dan berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa data produktivitas bawang merah menurut desa di Kecamatan Wanasari berdistribusi normal, sehingga distribusi datanya mengikuti kurva normal. Selanjutnya, menentukan kriteria produktivitas rendah, sedang dan tinggi berdasarkan nilai persentil pada kurva normal, kemudian dianalisis menggunakan Frequencies. Berdasarkan commit to user hasil analisis, maka rincian

27 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

mengenai luas panen, produksi, produktivitas dan kategori produktivitas bawang merah menurut desa di Kecamatan Wanasari tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Panen, Produksi, Produktivitas dan Kategori Produktivitas Bawang Merah Menurut Desa di Kecamatan Wanasari Tahun 2010 No

Desa

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

Dkh.Waringin Dumeling Glonggong Jagalempeni Keboledan Kertabasuki Klampok Kupu Lengkong Pebatan Pesantunan Sawojajar Siasem Sidamulya Sigentong Sisalam Siwungkuk Tanjung Sari Tegalgandu Wanasari Jumlah rata-rata

Luas Panen (Ha) 422,60 351,70 496,15 815,30 301,30 315,22 426,60 340,50 245,80 407,23 298,60 329,50 320,30 423,80 363,20 878,60 287,10 540,50 587,90 591,10 8.743,00 437,15

Produksi (Kw) 68.205,00 50.590,00 76.050,00 129.651,00 42.653,00 43.438,00 67.050,00 48.480,00 34.060,00 59.400,00 41.600,00 47.034,00 43.826,00 64.391,00 55.314,00 147.841,00 41.358,00 85.117,00 89.267,00 91.505,00 1.326.830,00 66.341,50

Produktivitas (Kw/Ha) 161,39 143,84 153,28 159,02 141,56 137,80 157,17 142,38 138,57 145,86 139,32 142,74 136,83 151,94 152,30 168,27 144,05 157,48 151,84 154,80 2980,46 149,02

Kategori Produktivitas Tinggi Sedang Sedang Tinggi Sedang Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes Tahun 2010 (Lampiran 2, Halaman 91) Penentuan lokasi penelitian dengan mengambil satu desa dari tiap kategori, sehingga terdapat 3 desa di Kecamatan Wanasari dengan luas panen paling besar pada tiap kategori, yang dijadikan lokasi penelitian. Desa kategori produktivitas rendah adalah Desa Siasem, desa kategori produktivitas

sedang

adalah

Desa

Wanasari

dan

desa

kategori

produktivitas tinggi adalah Desa Sisalam. 2. Metode Pengambilan Sampel Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), suatu penelitian harus menggunakan ukuran sampel yang cukup besar sehingga dapat mengikuti distribusi normal. Sampelcommit yang to besar userdan mengikuti distribusi normal

perpustakaan.uns.ac.id

28 digilib.uns.ac.id

adalah sampel yang ukurannya ≥ 30, sehingga ukuran sampel petani pada penelitian ini adalah 30 yang diambil dari tiga desa di Kecamatan Wanasari yaitu Desa Siasem, Desa Wanasari dan Desa Sisalam. Pengambilan sampel petani dari tiap desa menggunakan metode proportion random sampling. Menurut Soekartawi (1995), metode proportion random sampling adalah cara pengambilan sampel dari tiaptiap sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub-sub populasi tersebut dan pengambilannya dilakukan secara random. Adapun rumus menghitung ukuran sampel petani pada tiap desa, yaitu: Nk ´ 30 N Keterangan:

Ni =

Ni : ukuran sampel petani Nk : jumlah petani yang memenuhi syarat pada desa ke-i N

: jumlah populasi petani dari ketiga desa Petani yang diambil sebagai sampel merupakan petani bawang

merah varietas Bima berstatus pemilik penggarap dan mengusahakannya secara monokultur di lahan sawah. Berdasarkan data sekunder, maka ukuran sampel petani bawang merah varietas Bima untuk tiap desa di Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Ukuran Sampel Petani Bawang Merah Varietas Bima untuk Tiap Desa di Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Populasi Petani Ukuran Sampel Petani No. Desa (Nk) (Ni) 1 Siasem 309 5 2 Wanasari 790 13 3 Sisalam 681 12 Jumlah 1780 30 Sumber : Analisis Data Sekunder (Lampiran 3, Halaman 93) C. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari petani yang mengusahakan bawang merah varietas Bima maupun pihak lain yang commit to user berhubungan dengan usahatani bawang merah varietas Bima. Datanya

perpustakaan.uns.ac.id

29 digilib.uns.ac.id

mengenai faktor produksi yang digunakan, teknik budidaya, produksi dan sebagainya. Data ini diperoleh melalui wawancara. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pencatatan terhadap laporan maupun dokumen dari instansi-instansi yang berkaitan dengan penelitian. Data tersebut didapatkan dari Kantor Kecamatan Wanasari, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes, Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes, dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Teknik ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diamati sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai objek yang akan diteliti. Data yang dikumpulkan terkait faktor-faktor produksi dan teknik budidaya bawang merah varietas Bima. 2. Wawancara Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer yang dilakukan dengan mewawancarai langsung petani sampel dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) terkait dengan usahatani bawang merah varietas Bima. 3. Pencatatan Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer berupa pencatatan yang berasal dari hasil wawancara dan data sekunder berupa pencatatan data pada instansiinstansi yang berhubungan dengan penelitian. E. Metode Analisis Data Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Analisis Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Analisis besarnya pendapatan usahatani bawang merah varietas Bima menggunakan rumus sebagai berikut: commit to user Pd = TR – TC

perpustakaan.uns.ac.id

30 digilib.uns.ac.id

= (Y.Py) – EC Keterangan: Pd

: pendapatan usahatani (Rp/Ha/MT)

TR

: total penerimaan usahatani (Rp/Ha/MT)

TC

: total biaya usahatani (Rp/Ha/MT)

Py

: harga produksi usahatani (Rp/Kg)

Y

: produksi usahatani (Kg/Ha/MT)

EC

: total biaya eksplisit usahatani (Rp/Ha/MT) Analisis besarnya keuntungan usahatani bawang merah varietas

Bima menggunakan rumus sebagai berikut: p

= TR – TC = TR – (EC + IC)

Keterangan: p

: keuntungan usahatani (Rp/Ha/MT)

TR

: total penerimaan usahatani (Rp/Ha/MT)

TC

: total biaya usahatani (Rp/Ha/MT)

EC

: total biaya eksplisit usahatani (Rp/Ha/MT)

IC

: total biaya implisit usahatani (Rp/Ha/MT)

2. Analisis Hubungan Faktor-Faktor Produksi dengan Produksi Pengkajian hubungan penggunaan faktor-faktor produksi berupa luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair dengan produksi bawang merah varietas Bima digunakan model berbentuk kepangkatan yang merupakan modifikasi fungsi produksi Cobb Douglas, dan dirumuskan sebagai berikut: Y = b0. X1b1. X2b2. X3b3. X4b4. X5b5. X6b6. X7b7 Keterangan: Y

: produksi bawang merah varietas Bima (Kg)

X1

: luas lahan (Ha)

X2

: benih (Kg)

X3

: tenaga kerja (HKP) commit to user : pupuk urea (Kg)

X4

31 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

X5

: pupuk NPK Mutiara (Kg)

X6

: pupuk ZA (Kg)

X7

: pestisida cair (Ltr)

b0

: konstanta

b1–b7 : koefisien regresi X1 sampai X7 Hubungan faktor-faktor produksi dengan produksi bawang merah varietas Bima dapat diketahui dengan analisis regresi linier berganda. Oleh karena itu, fungsi produksinya diubah ke dalam bentuk linier dengan cara dilogaritmakan menjadi: Log Y = log b0 + b1 log X1 + b2 log X2 + b3 log X3 + b4 log X4+ b5 log X5 + b6 log X6+ b7 log X7 3. Pengujian Model Pada penelitian ini uji yang akan digunakan yaitu sebagai berikut: v 2) a. Uji adjusted R2(R

Uji adjusted R2 (R2 yang disesuaikan) digunakan sebagai

ukuran yang menunjukkan besarnya proporsi variasi produksi bawang merah varietas Bima yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi dengan mempertimbangkan jumlah variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model fungsi produksi. Adapun rumusnya, yaitu: v 2 = 1 – (1 – R2) n - 1 R n-k

Keterangan: v2 R

: R2 yang disesuaikan

R2

: R2 yang belum disesuaikan

n

: ukuran sampel

k

: jumlah variabel

(Gujarati, 2007). b. Uji serentak (Uji F) Uji F yang digunakan untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi bawang commit to user merah varietas Bima. Menutut Gujarati (2007) rumus uji F, yaitu:

32 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Fhitung =

ESS/(k-1) RSS/(n-k)

Keterangan: ESS : jumlah kuadrat yang dijelaskan (∑yi2) RSS : jumlah kuadrat residu (∑ei2) n

: ukuran sampel

k

: jumlah variabel

Dengan hipotesis yang diuji: Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = b6 = b7 = 0 Ha : minimal ada satu bi ≠ 0 Pada tingkat kepercayaan 95%, maka: 1) Jika Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang artinya faktor-faktor produksi secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima. 2) Jika Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima. c. Uji individual (Uji t) Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi bawang merah varietas Bima. Menurut Arief (1993) rumus uji t adalah sebagai berikut: thitung =

bi Si

Keterangan: bi : koefisien regresi ke-i Si : standard error koefisien regresi ke-i Dengan hipotesis yang diuji: Ho : bi = 0 Ha : bi ¹ 0 commit to user

33 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Pada tingkat kepercayaan 95%, maka: 1) Jika thitung < ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti faktor produksi ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima. 2) Jika thitung > ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti faktor produksi ke-i berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima. d. Uji standard koefisien regresi (beta coefficient) Uji Standard koefisien regresi digunakan untuk mengetahui faktor produksi yang paling berpengaruh diantara faktor produksi yang lain. Menurut Arief (1993) beta coefficient dihitung dengan rumus: bi* = bi

i

Keterangan: bi* : standard koefisien regresi bi : koefisien regresi untuk faktor produksi ke-i σi : standard deviasi faktor produksi ke-i σy : standard deviasi produksi Nilai standard koefisien regresi yang paling besar merupakan faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi bawang merah varietas Bima. 4. Uji Asumsi Klasik a. Uji multikolinearitas Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi yang sangat kuat antar variabel bebas pada model regresi. Deteksinya diketahui dari matriks pearson correlation. Apabila matriks pearson correlation tidak ada yang bernilai lebih dari 0,8 maka disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas (Nisfiannoor, 2009). b. Uji autokorelasi Menurut Sulaiman (2002), uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah terdapat antara anggota serangkaian commit tokorelasi user

34 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

observasi

yang diurutkan menurut waktu (time series) atau

tempat/ruang (cross section). Pengujian autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson dengan kriteria sebagai berikut: 1) 1,65 < DW < 2,35 yang artinya tidak terjadi autokorelasi 2) 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 yang artinya tidak dapat disimpulkan (inconclusion) 3) DW < 1,21 atau DW > 2,79 yang artinya terjadi autokorelasi c. Uji heteroskedastisitas Uji Heterokesdastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi mempunyai varians (variance) yang tidak sama untuk semua pengamatan. Uji ini dilakukan dengan scatterplot antara nilai prediksi variabel dependent yaitu ZPRED (sumbu X) dengan residualnya SRESID (sumbu Y). Apabila tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Nisfiannoor, 2009). 5. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Analisis efisiensi ekonomi digunakan untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah mencapai efisiensi ekonomi tertinggi atau belum. Efisiensi ekonomi tertinggi dicapai apabila perbandingan nilai produk marjinal (NPMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi) sama dengan satu. Adapun rumusnya: NPMx1 NPMx2 NPMx3 NPMx4 NPMx5 NPMx6 NPMx7 = = = = = = =1 Px1 Px2 Px3 Px4 Px5 Px6 Px7 Keterangan: NPMxi : Nilai Produk Marginal untuk faktor produksi xi Pxi

: harga faktor produksi xi

Kriteria yang digunakan sebagai berikut: NPMxi = 1, berarti penggunaan faktor produksi xi telah mencapai Pxi efisiensi ekonomi tertinggi. NPMxi ≠ 1, berarti penggunaan faktor produksi xi tidak efisien secara Pxi commit to user ekonomi.

35 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Apabila terdapat kendala sehingga kombinasi penggunaan faktorfaktor produksi belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi, maka dilakukan analisis optimalisasi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima mencapai kombinasi optimal atau belum. Kombinasi optimal dicapai apabila perbandingan antara produk fisik marjinal (PFMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi) besarnya sama untuk setiap faktor produksi. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: PFMx1 PFMx2 PFMx3 PFMx4 PFMx5 PFMx6 PFMx7 = = = = = = Px1 Px2 Px3 Px4 Px5 Px6 Px7 Keterangan: PFMxi : Produk Fisik Marjinal faktor produksi xi Pxi

: harga faktor produksi xi Apabila belum mencapai kombinasi optimal, maka yang dapat

dilakukan adalah mencapai kondisi optimum dengan mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksinya. Penentuannya menggunakan pendekatan Least Cost Combination (LCC) dengan menentukan salah satu faktor produksi yang dijadikan sebagai faktor pembatas (constraint) (xi), sehingga penentuan penggunaan faktor produksi lain (xj) yang optimal menggunakan rumus: Xj =

βj.Xi.Pxi βi.Pxj

Keterangan:

Xi : penggunaan faktor pembatas Xj : penggunaan faktor produksi lain Pxi : harga faktor produksi pembatas Pxj : harga faktor produksi ke-j βi : koefisien regresi faktor pembatas βi : koefisien regresi faktor produksi ke-j commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Geografis 1. Lokasi Daerah Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah strategis di Provinsi Jawa Tengah, yang ditinjau dari aspek letak daerah, sosial dan ekonomi, serta merupakan pintu masuk jalur utara dari Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta menuju Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Letak geografis Kabupaten Brebes terletak diantara antara 108º 41’ 37”109º 11’ 29” Bujur Timur (BT) dan 6º 44’ 56,5”-7º 20’ 51,48” Lintang Selatan (LS) dengan jarak terjauh dari utara ke selatan 87 km dan dari barat ke timur 50 km. Wilayah administrasi Kabupaten Brebes terbagi menjadi 17 kecamatan yang terdiri dari 297 desa dan 5 kelurahan dengan luas wilayah 166.296 ha atau 5,10% dari luas Provinsi Jawa Tengah yang sebesar 3.254.412 Ha. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Brebes adalah sebagai berikut: Sebelah Utara

: Laut Jawa

Sebelah Selatan : Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap Sebelah Timur

: Kabupaten Tegal dan Kota Tegal

Sebelah Barat

: Provinsi Jawa Barat

Kecamatan Wanasari merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes dengan luas 7.444 ha atau 4,48% dari luas wilayah Kabupaten Brebes. Kecamatan Wanasari terletak di sebelah barat Ibukota Kabupaten Brebes dengan jarak 4 km. Wilayah Kecamatan Wanasari disebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Larangan, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Brebes dan Kecamatan Jatibarang, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bulakamba. Kecamatan Wanasari terdiri dari 20 desa yang semuanya berpotensi sebagai penghasil bawang merah varietas Bima. commit to user

36

perpustakaan.uns.ac.id

37 digilib.uns.ac.id

2. Topografi Daerah Wilayah Kabupaten Brebes memiliki topografi yang bervariasi yaitu datar, bergelombang, curam dan sangat curam. Sebagian besar wilayah Kabupaten Brebes mempunyai topografi datar dengan kemiringan 0-2% dan luasnya 71.441 ha atau 43,02% dari wilayah Kabupaten Brebes. Luas wilayah dengan topografi bergelombang (kemiringan 2-15%) adalah 30.641 ha atau 18,45% dari wilayah Kabupaten Brebes. Luas wilayah dengan topografi curam (kemiringan 15-40%) adalah 38.442 ha atau 23,15% dari wilayah Kabupaten Brebes, dan luas wilayah dengan topografi sangat curam (kemiringan > 40%) adalah 25.542 ha atau 15,38% dari wilayah Kabupaten Brebes. Wilayah Kabupaten Brebes terletak pada ketinggian mulai dari 0 meter (garis pantai) sampai dengan daerah pegunungan dengan ketinggian 875 meter di atas permukaan laut (Kecamatan Sirampog). Sebagian besar (97.895 ha atau 58,87%) wilayah Kabupaten Brebes merupakan daerah pantai yang mempunyai ketinggian 0-25 m dpl, untuk dataran tinggi wilayahnya sebesar 61.698 ha atau 37,10% dengan ketinggian 101-500 m dpl, dan untuk daerah pegunungan wilayahnya sebesar 6.703 ha atau 4,03% yang berada pada ketinggian >500 m dpl. Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Brebes merupakan hasil proses pembentukan tanah masa lampau dengan pH tanah antara 5,15-7,0. Jenis tanah di Kabupaten Brebes terdiri dari tiga macam, yaitu: a. Tanah aluvial umumnya terdapat di dataran rendah, pelembahan, daerah cekungan, dan sepanjang daerah aliran sungai besar. Tanah ini berwarna kelabu sampai kecoklat-coklatan, dan tekstur tanahnya liat atau liat berpasir. Jenis tanah aluvial terdapat di 11 kecamatan di Kabupaten Brebes, yaitu Kecamatan Larangan, Kecamatan Ketanggungan, Kecamatan Banjarharjo, Kecamatan Losari, Kecamatan Tanjung, Kecamatan Kersana, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Jatibarang, Kecamatan Songgom dan Kecamatan Brebes. commit to user

38 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

b. Tanah andosol pada umumnya tersebar di dataran tinggi, berwarna hitam, kelabu sampai coklat tua, tekstur tanahnya debu, lempung berdebu sampai lempung, dan struktur tanahnya termasuk remah. Jenis tanah andosol terdapat di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Salem dan Kecamatan Sirampog. c. Tanah regosol umumnya terdapat di wilayah yang bergelombang hingga dataran tinggi, tanah ini berwarna kelabu, coklat, sampai coklat kekuning-kuningan atau keputih-putihan dengan tekstur tanahnya pasir sampai lempung. Jenis tanah regosol terdapat di 4 kecamatan, yaitu Kecamatan

Bantarkawung,

Kecamatan

Bumiayu,

Kecamatan

Paguyangan dan Kecamatan Tonjong. Wilayah Kecamatan Wanasari berada pada ketinggian 1 m dpl dan mempunyai topografi wilayah datar dengan kemiringan lahan 0-2%. Berdasarkan keadaan alamnya, Kabupaten Brebes dan khususnya Kecamatan Wanasari merupakan daerah yang cocok untuk budidaya bawang merah khususnya varietas Bima, dimana bawang merah dapat tumbuh pada ketinggian 0-1000 m dpl dan ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-400 m di atas permukaan laut. Selain itu, untuk pertumbuhan yang optimal bawang merah juga menghendaki tanah yang gembur, mengandung humus dengan aerasi yang baik seperti pada tanah jenis aluvial, andosol dan latosol. 3. Keadaan Iklim Kabupaten Brebes memiliki iklim tropis dengan musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang tahun. Pada bulan Juni sampai September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung

uap

air,

sehingga

mengakibatkan

musim

kemarau.

Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Samudra Pasifik, sehingga terjadi musim penghujan. Keadaan ini berganti setengah tahun setelah melewati masa peralihan (pancaroba) pada bulan April-Mei dan Oktober-November. commit to user

39 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Pada tahun 2009 curah hujan di Kabupaten Brebes sebesar 25.949 mm dengan jumlah hari hujan 1620. Kondisi iklim di suatu daerah juga dapat diketahui dengan menggunakan metode Schmidth Ferguson yaitu dengan membagi rata-rata jumlah bulan kering (BK) dengan rata-rata jumlah bulan basah (BB) selama sepuluh tahun. Berdasarkan analisis pada Lampiran 4 (halaman 94), diketahui bahwa tipe iklim di Kabupaten Brebes adalah tipe iklim B (14,3% ≤ Q < 33,3%) atau daerah yang beriklim basah dengan nilai Q Kabupaten Brebes sebesar 15,69%. Kondisi iklim basah umumnya dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Kabupaten Brebes memiliki potensi sumberdaya air yang meliputi air permukaan 114.002.600 m3, air sungai 20.001.748.287 m3, dan air tanah 30.608.200 m3. Potensi tersebut memberikan ketersediaan air yang cukup untuk digunakan sebagai sarana irigasi lahan-lahan pertanian, sehingga mendukung usaha pengembangan berbagai komoditi tanaman bahan makanan. Berdasarkan analisis pada Lampiran 4 (halaman 94), Kecamatan Wanasari mempunyai nilai Q sebesar 71,21%, yang berarti Kecamatan Wanasari mempunyai tipe iklim D (60,0% ≤ Q < 100%) atau merupakan daerah beriklim sedang. Kondisi iklim yang demikian, sangat cocok untuk budidaya bawang merah, karena tanaman

bawang merah tidak

menghendaki banyak air. B. Keadaan Penduduk 1. Jumlah Penduduk Penduduk merupakan sumberdaya manusia yang menjadi subyek sekaligus obyek dalam kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di suatu daerah. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi kekuatan sekaligus juga dapat menjadi beban dalam menunjang keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Jumlah penduduk di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari dapat dilihat pada Tabel 5. commit to user

40 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 5. Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari Tahun 2005-2009 Kabupaten Brebes No.

Tahun

1. 2005 2. 2006 3. 2007 4. 2008 5. 2009 Jumlah Rata-Rata

Jumlah Penduduk (Jiwa) 1.727.708 1.736.401 1.743.195 1.747.430 1.752.128 8.706.862 1.741.372

Pertumbuhan Penduduk (Jiwa) 5.402 8.693 6.794 4.235 4.698 29.822 5.964

Kecamatan Wanasari (%) 0,31 0,50 0,39 0,24 0,27 1,71 0,34

Jumlah Penduduk (Jiwa) 134.823 136.613 137.404 137.901 138.438 685.179 137.035,80

Pertumbuhan Penduduk (Jiwa) 1.990 1.790 791 497 537 5.605 1.121,00

(%) 1,48 1,31 0,58 0,36 0,39 4,11 0,82

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes Tahun 2009 Jumlah penduduk Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari dari tahun 2005 sampai tahun 2009 cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari, salah satunya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk secara alami, dimana angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian. Jumlah penduduk yang semakin bertambah akan berdampak negatif pada ketersediaan lahan pertanian yaitu berkurangnya lahan pertanian karena adanya konversi lahan menjadi pemukiman penduduk, tempat usaha dan pengembangan pembangunan daerah. 2. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat memberikan gambaran tentang Angka Beban Tanggungan (ABT) dan Sex ratio/SR. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi Penduduk Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009 No. 1. 2. 3.

Kelompok Umur (Thn) 0-14 15-64 ≥ 65

Jumlah

Kabupaten Brebes LakiPeremJumlah laki puan (orang) (orang) (orang) 297.242 285.276 582.518 540.119 549.615 1.089.734 35.701 44.175 79.876 873.062 879.066 1.752.128

Kecamatan Wanasari Laki- PeremJumlah laki puan (org) (org) (org) 24.142 23.804 47.946 42.491 42.843 85.334 2.414 2.744 5.158 69.047 69.391 138.438

commit to user Brebes Tahun 2009 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id

41 digilib.uns.ac.id

Berdasarkan data pada Tabel 6, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk usia produktif di Kabupaten Brebes adalah 1.089.743 orang dan di Kecamatan Wanasari adalah 85.334 orang. Banyaknya jumlah penduduk dengan usia produktif menunjukkan bahwa tersediannya sumber daya manusia yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di sektor perekonomian wilayah Kabupaten Brebes, khususnya sektor pertanian. Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumberdaya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan. Dengan demikian, banyaknya penduduk usia produktif dapat dijadikan sebagai modal (tenaga kerja) untuk meningkatkan pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Brebes. Angka Beban Tanggungan (ABT) dapat diketahui dengan membandingkan jumlah penduduk non produktif dengan penduduk produktif. Berdasarkan analisis pada Lampiran 5 (halaman 96), nilai dari Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kabupaten Brebes pada diperoleh nilai ABT sebesar 60,78%, artinya dalam setiap 100 orang penduduk usia produktif di wilayah tersebut harus menanggung 61 orang penduduk usia non produktif dan untuk Kecamatan Wanasari besarnya nilai ABT adalah 62,23%, sehingga setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung 62 orang usia non produktif. Sex ratio/SR dapat diketahui dengan membandingkan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan. Berdasarkan analisis pada Lampiran 5 (halaman 96), nilai sex ratio Kabupaten Brebes sebesar 99, artinya jika di kabupaten tersebut terdapat 100 orang penduduk perempuan maka terdapat 99 penduduk laki-laki. Nilai sex ratio untuk Kecamatan Wanasari adalah 100 sehingga jika ada 100 orang penduduk perempuan, maka terdapat 100 orang penduduk laki-laki. 3. Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha Komposisi penduduk menurut lapangan usaha digunakan untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi dan karakteristik daerah dengan to user mata pencahariaan penduduk. melihat lapangan usaha commit yang menjadi

42 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas. Komposisi penduduk menurut lapangan usaha di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari pada Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Lapangan Usaha Pertanian Industri Bangunan Perdagangan Angkutan PNS/Polisis/TNI Pensiunan Lain-Lain Jumlah

Kabupaten Kecamatan Brebes Wanasari Jumlah Jumlah % % (Jiwa) (Jiwa) 698.957 71,14 59.967 77,18 48.223 4,91 3.161 4,07 72.041 7,33 3.007 3,87 84.573 8,61 6.478 8,34 16.014 1,63 1.400 1,80 25.652 2,61 893 1,15 7.731 0,79 245 0,32 29.346 2,99 2.548 3,28 982.537 100,00 77.699 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes 2009 Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa pada tahun 2009 sebagian besar penduduk Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari mempunyai lapangan usaha atau mata pencaharian di sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mampu menyerap lebih dari 50% penduduk sebagai tenaga kerja yang ada di Kabupaten Brebes dan khususnya di Kecamatan Wanasari. Dengan demikian sektor pertanian di daerah ini mampu memberikan kontribusi yang berarti dalam memberikan sumber

kehidupan/pendapatan

bagi

sebagian

besar

penduduknya.

Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian disebabkan karena kondisi alam yang mendukung dan tersedianya lahan pertanian yang luas. Hal ini menunjukkan pula bahwa Kabupaten Brebes mempunyai karakter sebagai kabupaten agraris. 4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat digunakan untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia dan kemampuan commit to user penduduk untuk menyerap teknologi yang ada dan baru di daerah tersebut.

43 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Komposisi Menurut Tingkat Pendidikan Penduduk Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari Tahun 2009 No.

Pendidikan

1. Tidak/Belum tamat SD/Tidak punya ijazah SD 2. Tamat SD/MI 3. Tamat SLTP 4. Tamat SLTA 5. Tamat Akademi/PT Jumlah

Kabupaten Brebes Jumlah (%) (orang) 564.886 462.429 169.211 136.397 41.042 1.373.965

41,11 33,66 12,32 9,93 2,99 100,00

Kecamatan Wanasari Jumlah (%) (orang) 29.341 39.319 22.260 14.826 2.597 108.343

27,08 36,29 20,55 13,68 2,40 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupten Brebes 2009 Berdasarkan data pada Tabel 8, diketahui bahwa penduduk di Kabupaten Brebes sebagian besar tidak/belum tamat/tidak punya ijasah sekolah dasar. Meskipun demikian, adapula penduduk yang berpendidikan tamat akademi atau perguruan tinggi. Kondisi pendidikan di Kecamatan Wanasari menunjukkan hal yang berbeda, dimana sebagian besar penduduk tingkat pendidikannya tamat SD/MI dan sebagian kecil penduduknya tamat akademi atau perguruan tinggi. Penduduk dengan sumberdaya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam menunjang pembangunan daerah di Kabupaten Brebes. Tingkat pendidikan yang ditempuh masyarakat akan mempengaruhi pola pikir, daya serap terhadap teknologi yang baru dan kemampuan dalam mengambil keputusan dalam usahataninya. Oleh karena itu, hal ini akan berpengaruh juga terhadap tindakan yang akan diambil masyarakat dalam usahataninya, khususnya usahatani bawang merah varietas Bima. C. KeadaanPertanian 1. Tata Guna Lahan Pada tahun 2009 Kabupaten Brebes mempunyai luas lahan total sebesar 166.296 ha. Secara umum penggunaan lahan yang ada di commit to user Kabupaten Brebes dibagi menjadi dua yaitu penggunaan untuk lahan

44 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

sawah dan lahan bukan sawah. Tata guna lahan di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari tahun 2009 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Tata Guna Lahan di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari Tahun 2009 No.

Tata Guna Lahan

1.

Kabupaten Brebes Luas % (Ha) 62.703 37,71 26.553 15,97 10.697 6,43 8.837 5,31 16.616 9,99 103.593 62,29 19.250 11,58 17.499 10,52

Kecamatan Wanasari Luas % (Ha) 3.926,24 52,74 2.100,48 28,22 849,22 11,41 24,00 0,32 952,54 12,80 3.518,18 47,26 1.644,50 22,09 66,53 0,89

Lahan Sawah a. Irigasi Teknis b. Irigasi ½ Teknis c. Irigasi Sederhana d. Tadah Hujan 2. Lahan Bukan Sawah a. Bangunan/Pekarangan b. Tegal/Kebun c. Ladang/Tanah Sementara Tidak diusahakan 279 0,17 d. Tambak/Kolam 9.001 5,41 1.579,10 21,21 e. Hutan Rakyat 5.557 3,34 f. Hutan Negara 46.708 28,09 g. Perkebunan Negara/ Swasta 1.252 0,75 h. Lain-lain 4.047 2,43 228,05 3,06 Jumlah 166.296 100,00 7.444,42 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes Tahun 2009 Berdasarkan Tabel 9, diketahui bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Brebes merupakan lahan bukan sawah, sedangkan di Kecamatan Wanasari sebagian besar lahannya merupakan lahan sawah. Luas lahan sawah yang cukup besar sangat menunjang dalam peningkatan produksi pertanian, khususnya tanaman bawang merah. Hal ini dikarenakan, mayoritas petani di Kabupaten Brebes melakukan usahatani bawang merah di lahan sawah. Hal ini menjadikan bawang merah menjadi komoditas hortikultura yang merupakan Produk Unggulan Daerah (PUD) Kabupaten Brebes. 2. Produksi Tanaman Sayuran Kabupaten Brebes terdiri dari 17 kecamatan yang terbentang dari commit user (daerah pegunungan), sehingga wilayah utara (Pantura) ke arah to selatan

45 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

tanaman sayuran yang dibudidayakan di Kabupaten Brebes sangat bervariasi. Komoditas unggulan tanaman sayuran Kabupaten Brebes adalah bawang merah yang dihasilkan dari 11 kecamatan, dan salah satunya adalah Kecamatan Wanasari. Luas panen dan produksi tanaman sayuran di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Luas Panen dan Produksi Tanaman Sayuran di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari Tahun 2010 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Jenis Tanaman Kabupaten Brebes Sayuran Luas Panen Produksi (Ha) (Kw) Bawang Merah 49.968 4.128.128 Bawang Putih 23 1.083 Bawang Daun 1.623 94.587 Kentang 5.097 581.294 Kubis 2.595 449.074 Petsai/Sawi 24 2.215 Wortel 1.139 129.620 Kacang Panjang 46 796 Cabe Besar 9.662 380.320 Cabe Rawit 2.119 98.874 Jamur 5.714 2.015 Tomat 119 4.151 Terung 334 11.959 Buncis 357 15.216 Ketimun 49 2.003 Labu Siam 229 12.000 Kangkung 102 1.701 Bayam 5 19 Jumlah 79.569 5.915.028

Kecamatan Wanasari Luas Panen Produksi (Ha) (Kw) 8.734 1.326.830 500 70.840 9.234 1.397.670

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes 2010 Pertanian

Kabupaten

Brebes,

khususnya

tanaman

sayuran

menghasilkan berbagai macam tanaman diantaranya yaitu bawang merah, bawang putih, bawang daun, kentang, kubis, sawi, wortel, kacang panjang, cabe besar, cabe rawit, jamur, tomat, terung, buncis, ketimun, labu siam, kangkung dan bayam. Namun dari kesemuanya, bawang merah menjadi andalan petani Kabupaten Brebes. Oleh karena itu tanaman bawang merah mempunyai luas panen dan produksi terbesar di Kabupaten Brebes. Pada commit to user

46 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

tahun 2010, luas panen bawang merah Kabupaten Brebes mencapai 49.969 ha dengan produksi 4.128.128 kw. Pada tahun 2010, Kecamatan Wanasari hanya menghasilkan dua jenis tanaman sayuran, yaitu bawang merah dan cabe besar. Luas panen bawang merah mencapai 8.734 ha dengan produksi 1.326.830 kw. Kecamatan Wanasari menyumbang 32,14% dari produksi bawang merah Kabupaten Brebes, dan hal tersebut menjadikan Kecamatan Wanasari merupakan kecamatan dengan luas panen dan produksi tertinggi di Kabupaten Brebes. Sedangkan untuk tanaman cabe besar, pada tahun 2010 luas panennya mencapai 500 ha dengan produksi 70.840 kw. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani Kecamatan Wanasari mengantungkan mata pencahariannya pada usahatani bawang merah dan cabe besar. Tidak beragamnya tanaman sayuran di Kecamatan Wanasari dikarenakan keadaan geografinya yang memang hanya cocok untuk pertumbuhan kedua tanaman tersebut, serta mempunyai harga jual yang cukup tinggi. D. Keadaan Perekonomian Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes dari tahun ke tahun terus berupaya

meningkatkan

pertumbuhan

ekonomi

guna

meningkatkan

kesejahteraan penduduk Kabupaten Brebes. Kondisi perekonomian di Kabupaten Brebes dapat dilihat dari pendapatan perkapita penduduk untuk mengetahui tingkat kemakmuran penduduk dan sarana perekonomian yang ada di Kabupaten Brebes. 1. Pendapatan Per Kapita Pendapatan

per

kapita

digunakan

untuk

menunjukkan

perkembangan tingkat kemakmuran di suatu daerah. Suatu daerah dikatakan mengalami pertambahan kemakmuran masyarakatnya, apabila pendapatan per kapita terus menerus bertambah. Pendapatan per kapita di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari atas dasar harga konstan 2000 tahun 2005-2009 disajikan pada Tabel 11. commit to user

47 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 11. Pendapatan Per Kapita Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005-2009 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Rata-rata

Kabupaten Brebes Pendapatan Pertumbuhan Per Kapita Per Kapita (Rp) (%) 2.521.554,95 4,32 2.629.439,55 4,10 2.742.704,05 4,13 2.864.120,05 4,24 2.999.444,69 4,51 13.757.263,29 21,30 2.751.452,66 4,26

Kecamatan Wanasari Pendapatan Pertumbuhan Per Kapita Per Kapita (Rp) (%) 1.785.593,13 3,08 1.828.555,92 2,35 1.904.228,00 3,97 1.999.859,80 4,78 2.086.204,48 4,14 9.604.441,33 18,32 1.920.888,27 3,66

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes Tahun 2009 Berdasarkan Tabel 11, dapat diketahui bahwa besarnya pendapatan per kapita di Kabupaten Brebes dari tahun 2005-2009 cenderung semakin meningkat. Rata-rata pendapatan per kapita Kabupaten Brebes dari tahun 2005-2009 adalah sebesar Rp 2.751.452,66 dengan rata-rata pertumbuhan per kapita 4,26%. Keadaan yang sama juga diperlihatkan di Kecamatan Wanasari dan rata-rata pendapatan per kapitanya dari tahun 2005-2009 yaitu Rp 1.920.888,27 dengan rata-rata pertumbuhannya 3,66%. Tingkat pertumbuhan

pendapatan

per

kapita

yang

semakin

meningkat

menunjukkan perkembangan kemakmuran masyarakat Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari. Hal ini menunjukkan dari segi konsumsi berarti masyarakat mempunyai kesempatan untuk menikmati barang dan jasa yang lebih banyak atau lebih tinggi kuantitasnya. 2. Sarana Perekonomian Sarana dan prasarana serta lembaga perekonomian sangat dibutuhkan

untuk

menunjang

pertumbuhan

ekonomi,

baik

yang

diusahakan oleh pemerintah, swasta, maupun oleh masyarakat setempat. Sarana perekonomian di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari dapat dilihat pada Tabel 12.

commit to user

48 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 12. Sarana Perekonomian di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari Tahun 2009 No.

Sarana

1. 2. 3. 4.

KUD (Koperasi Unit Desa) Koperasi Non KUD Badan Perkreditan Pasar a. Umum b. Ikan c. Hewan Toko/Kios/Warung Penggilingan Padi

5. 7.

Kabupaten Brebes 26 297

70 8 5 10.483 806

Kecamatan Wanasari 5 20

4 1 482 46

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes Tahun 2009 Keberadaan sarana perekonomian di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonominya, khususnya untuk kelancaran usahatani. Petani dapat membeli berbagai keperluan usahataninya seperti sarana produksi dan peralatan pertanian di KUD, toko/kios/warung ataupun di pasar. Keberadaan pasar dan KUD juga dapat berfungsi sebagai tempat jual beli produk hasil usahatani yang dilakukan oleh petani. Keberadaan penggilingan padi sebagai penyedia jasa untuk menggiling padi hasil panen petani. Peran yang lebih penting diberikan KUD dan koperasi non KUD yaitu memberikan pinjaman modal kepada para petani sebagai tambahan modal untuk melakukan usahatani.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Budidaya Tanaman Bawang Merah Varietas Bima Tanaman bawang merah yang diusahakan petani di Kabupaten Brebes dilakukan pada Januari sampai dengan Desember atau dengan kata lain dilakukan sepanjang tahun. Di Kabupaten Brebes terdapat beberapa varietas bawang merah yang diusahakan, namun varietas Bima merupakan varietas yang paling banyak diusahakan oleh petani, karena varietas ini mempunyai sifat genjah atau umur panennya cepat, yaitu antara 50-60 hari setelah tanam. Penanaman bawang merah varietas Bima dilakukan dilahan sawah secara monokultur. Teknik budidaya bawang merah varietas Bima, pada dasarnya sama dengan budidaya tanaman bawang merah pada umumnya. Teknik budidaya tanaman bawang merah varietas Bima yang dilakukan oleh petani di daerah penelitian adalah sebagai berikut: 1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menciptakan lapisan tanah yang gembur dan cocok untuk pertumbuhan tanaman bawang merah. Pengolahan tanah dilakukan sekitar 3-4 minggu sebelum tanam dan dimulai dengan pembongkaran atau pembersihan sisa-sisa tanaman yang ditanam musim tanam sebelumnya. Pengolahan tanah pada budidaya bawang merah terdiri dari beberapa kali pengolahan. Pengolahan pertama adalah pemetakan tanah (membuat suwatan) dengan menggunakan dlampeng (alat untuk menentukan letak parit dan bedengan). Selanjutnya membuat parit sedalam 50-60 cm dan lebar 50 cm, dengan cara dicangkul dan tanah galian dihamparkan di atas bedengan (ungkap I) yang berukuran sekitar 1-2 m dan panjangnya menyesuaikan panjang lahan. Selanjutnya parit diisi dengan air dan dibiarkan selama 1 minggu agar tanah di atas bedengan menjadi kering. Pengolahan tanah kedua adalah mencangkul tanah di atas bedengan, diratakan dan digemburkan, sehingga tanah menjadi remah. commit to user Selanjutnya parit dicangkul kembali dan tanah galian dihamparkan ke atas 49

50 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

bedengan lagi (ungkap II). Hal ini dilakukan untuk pembentukan guludan di atas bedengan sebagai media tanam bawang merah dengan tinggi sekitar 20 cm dari permukaan air yang ada di parit. Kemudian tanah didiamkan kembali sekitar 1 minggu agar tanah menjadi kering. Pengolahan tanah ketiga adalah tanah di atas bedengan dicangkul kembali (cocrok) agar lebih remah dan diratakan, serta ditambahkan dengan pupuk dasar dan disemprot dengan herbisida. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kompos (1.111,11 kg/ha) dan pupuk KCL (43,80 kg/ha), sedangkan herbisida yang digunakan adalah herbisida kontak pra tumbuh dengan merk dagang Goal 240 EC dan dosisnya 3,53 liter/ha. Selanjutnya tepi guludan dipadatkan dengan lumpur yang diambil dari dalam parit, tujuannya agar tidak mudah longsor. 2. Penanaman Jarak tanam yang digunakan untuk menanam bawang merah varietas Bima adalah 10 x 15 cm dengan penggunaan benih 1.633,74 kg/ha. Penanaman bawang merah varietas Bima berasal dari benih yang kemudian dipotong ujung umbinya (perompesan). Perompesan dilakukan 1-2 hari sebelum tanam dengan tujuan untuk memecahkan masa dormansi dan mempercepat proses keluarnya tunas secara serempak. Penanaman benih dilakukan dengan cara gerakan memutar sekrup sampai ujung umbi sama dengan permukaan tanah dan posisi umbi menghadap ke atas. Setiap lubang tanaman dengan satu benih. 3. Pemeliharaan tanaman a. Pemupukan Pupuk yang digunakan untuk budidaya bawang merah varietas Bima adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk anorganik yang digunakan terdiri dari pupuk urea, pupuk ZA, pupuk NPK Mutiara, pupuk Kamas dan pupuk KCL. Pupuk organiknya berupa pupuk kompos. Pupuk kompos dan pupuk KCL digunakan sebagai pupuk dasar dan diberikan saat pengolahan tanah. commit to user

51 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Pemberian pupuk urea (197,86 kg/ha), pupuk ZA (202,14 kg/ha), pupuk NPK Mutiara (114,53 kg/ha) dan pupuk Kamas (88,68 kg/ha) dilakukan dengan cara mencampur semua pupuk tersebut, kemudian ditebarkan di atas bedengan. Kombinasi penggunaan pupuknya untuk setiap kali pemupukan yaitu 1/3 urea + 1/3 ZA + 1/3 NPK Mutiara + 1/3 Kamas. Namun, kombinasi tersebut dapat berubah sesuai dengan intensitas pemupukannya. Intensitas pemupukan tergantung pada musim, dimana pada musim penghujan intensitas pemupukannya lebih banyak daripada pada musim kemarau. Namun, pada umumnya petani melakukan pemupukan 3-4 kali dalam satu musim tanam. Aplikasi pupuk pertama dilakukan ketika tanaman berumur 7 hari setelah tanam. Aplikasi kedua pada umur 14-20 hari setelah tanam dan aplikasi selanjutnya pada umur 30-40 hari setelah tanam. b. Penyiraman Penyiraman tanaman bawang merah varietas Bima dilakukan secara teratur sampai tanaman membentuk umbi yang cukup tua atau tanaman berumur 50 hari setelah tanam. Penyiraman pertama dilakukan tepat setelah penanaman, selanjutnya dilakukan sesuai kebutuhan. Apabila cuaca kering atau pada musim kemarau, penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pada musim penghujan penyiraman dilakukan setiap 2 hari sekali dengan tujuan untuk membilas daun tanaman dari percikan tanah yang menempel pada daun. c. Penyiangan dan pembumbunan (malem) Penyiangan merupakan pencabutan gulma yang berada disekitar tanaman. Penyiangan dapat dilakukan 2 kali selama pertumbuhan

tanaman

atau

disesuaikan

dengan

kebutuhan.

Pembumbunan dilakukan untuk memperbaiki bedengan yang rusak dan mengurangi kehilangan pupuk saat penyiraman. commit to user

52 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

d. Pengendalian organisme penganggu tanaman Pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT) baik berupa hama maupun penyakit dilakukan dengan penyemprotan beberapa jenis pestisida yang berupa insektisida (6,27 liter/ha) dan fungisida (9,28 kg/ha). Aplikasinya dengan mencampur insektisida dan fungisida kemudian ditambahkan perata (3,28 liter/ha) dan air. Selanjutnya dimasukkan ke dalam alat sprayer dan disemprotkan. Penyemprotan pestisida pada dasarnya dilakukan dengan tepat jenis, tepat cara, tepat dosis, tepat sasaran dan tepat waktu, sehingga penyemprotan disesuaikan dengan kondisi tanaman. Namun, petani bawang merah varietas Bima melakukan penyemprotan secara rutin (tanpa mempertimbangkan ada tidaknya hama atau penyakit yang menyerang tanaman) yaitu sekitar 3-4 hari sekali. Penyemprotan pertama dilakukan setelah tanaman berumur satu minggu dan selanjutnya disesuaikan intervalnya. Meskipun demikian, adapula petani yang hanya melakukan penyemprotan apabila terdapat serangan hama atau penyakit. Pengendalian hama atau penyakit juga dilakukan secara mekanik, yaitu dengan membuang telur hama dan ulat, membuang daun yang sakit atau yang sudah terinfeksi oleh hama atau penyakit. Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman bawang merah varietas Bima adalah ulat grayak (Spodoptera litura), busuk daun (Phytophtora porii), layu (Fusarium) dan otomatis (Colletotrichum). 4. Panen dan pasca panen a. Panen Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman pada bagian daun, sehingga umbi tidak rusak. Kriteria tanaman bawang merah varietas Bima yang sudah dapat dipanen adalah sebagai berikut: 1) Daun mulai menguning mencapai 20-80% dari bagian daun tanaman dan bagian atas mulai rebah. commit to user 2) Sebagian besar umbi tersembul di atas permukaan tanah.

53 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

3) Umur tanaman sudah mencapai 50-60 hari setelah tanam. b. Pasca panen Bawang merah varietas Bima yang sudah dipanen kemudian diikat pada daunnya agar mempermudah penanganan. Setiap ikatan beratnya kurang lebih 2-3 kg. Selanjutnya dilakukan proses penjemuran dengan cara umbi bawang merah dijemur dibawah terik matahari dan dihamparkan di atas tikar atau anyaman bambu. Penjemuran bertujuan untuk menghilangkan kandungan air yang tersimpan dan agar warna kulit umbi bawang merah menjadi lebih merah dan mengkilat. Penjemuran dilakukan dengan dua tahap selama 10-14 hari (tergantung cuaca). Tahap I yaitu pelayuan yang dilakukan selama 4-5 hari dengan tujuan menghilangkan kandungan air yang tersimpan pada kulit luar dan leher batang. Selama pelayuan akan terbentuk lapisan epidermis sehingga dapat menutupi permukaan kulit umbi dari luka atau goresan yang terjadi selama pengangkutan. Pada hari terakhir tahap pelayuan, bawang merah dibersihkan dari tanah atau kotoran yang masih menempel pada umbi dan akarnya dibersihkan. Tahap II adalah pengeringan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari dan dilakukan pembalikan 2-3 hari sekali. Pengeringan dihentikan pada saat bobot panen basah bawang merah berkurang 22% yang ditandai dengan kulit bawang merah sudah mengkilat dan apabila digesek-gesekkan antara yang satu dengan yang lainnya akan terdengar suara gemerisik. Bawang merah varietas Bima yang sudah dikeringkan dapat langsung dijual dan dapat pula disimpan dengan cara digantung di para-para. B. Identitas Petani Sampel Identitas petani sampel merupakan suatu gambaran tentang latar belakang petani beserta pengalamannya dalam berusahatani. Identitas petani sampel dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu meliputi umur petani, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang aktif commit to user dalam usahatani dan pengalaman petani. Identitas petani sampel usahatani

54 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Identitas Petani Sampel Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes No. Uraian 1. Jumlah petani sampel (orang) 2. Rata-rata umur (th) 3. Pendidikan a. SD (orang) b. SLTP (orang) c. SLTA (orang) d. Perguruan Tinggi (orang) 4. Rata-rata jumlah anggota keluarga (orang) 5. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang aktif di usahatani (orang) 6. Rata-rata pengalaman usahatani bawang merah varietas Bima (th)

Keterangan 30,00 48,00 12,00 8,00 9,00 1,00 4,00 2,00 18,00

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 6, Halaman 97) Pada penelitian ini, jumlah petani sampel adalah 30 petani. Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa rata-rata umur petani bawang merah varietas Bima berusia 48 tahun. Usia tersebut merupakan usia produktif, dimana petani lebih berpikir rasional dan berpotensi untuk mendukung kegiatan usahataninya. Tingkat pendidikan formal petani sampel terdiri dari SD 12 orang petani, SLTP 8 petani dan SLTA 9 petani, serta 1 petani dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Petani juga mendapatkan pendidikan informal berupa penyuluhan yang diadakan Petugas Penyuluh Lapangan Kabupaten Brebes sehingga menjadi tambahan pengetahuan maupun informasi bagi petani terkait usahataninya. Profil keluarga petani sampel merupakan penduduk asli yang telah lama berdomisili di Kabupaten Brebes dan pada umumnya merupakan petani yang sudah berkeluarga. Rata-rata pengalaman usahataninya selama 18 tahun, yang menunjukkan petani mempunyai kemampuan mengelola usahataninya. Rata-rata jumlah anggota keluarga petani bawang merah varietas Bima adalah 4 orang dan pada umumnya yang terlibat dalam proses usahatani hanya kepala commit to user

55 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

keluarga dan istri sehingga sebagian besar petani menggunakan tambahan tenaga kerja luar. C. Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Produksi bawang merah varietas Bima merupakan hasil dari kombinasi berbagai macam faktor produksi yang digunakan petani. Macam dan jumlah faktor produksi yang digunakan dalam usahatani akan menentukan produksi yang diperoleh, oleh karena itu kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi harus efisien untuk memperoleh keuntungan maksimal. Adapun faktor-faktor produksi yang dimaksud adalah lahan, benih, tenaga kerja, pupuk, pestisida dan perata. Rinciannya adalah sebagai berikut: 1. Lahan Faktor produksi lahan merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam usahatani, karena lahan merupakan tempat untuk menanam tanaman yang akan diusahakan, dengan kata lain lahan merupakan pabrik untuk menghasilkan produksi tanaman. Penggunaan luas lahan untuk setiap petani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes cukup beragam, yaitu antara 0,27 ha hingga 1,50 ha. Rata-rata luas lahan garapan usahatani bawang merah varietas Bima adalah sebesar 0,78 ha. 2. Sarana Produksi Benih, pupuk, pestisida dan perata merupakan sarana produksi yang digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima. Rata-rata penggunaan sarana produksi usahatani bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 14.

commit to user

56 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 14. Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes No. Uraian 1. Benih (kg) 2. Pupuk: b. Pupuk Urea (kg) c. Pupuk NPK Mutiara (kg) d. Pupuk ZA (kg) e. Pupuk Kamas (kg) f. Pupuk KCL g. Pupuk Kompos (kg) 3. Pestisida: a. Fungisida (kg) b. Insektisida (ltr) c. Herbisida (ltr) 4. Perata

Per Usahatani 1.323,33

Per Hektar 1.633,74

154,33 89,33 157,67 69,17 34,17 866,67

197,86 114,53 202,14 88,68 43,80 1.111,11

7,24 4,89 2,75 2,57

9,28 6,27 3,53 3,29

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 7, Halaman 98) Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa rata-rata penggunaan benih oleh petani adalah 1.323,33 kg/UT atau 1.633,74 kg/Ha. Penggunaan pupuk pada usahatani bawang merah varietas Bima sangat beragam, baik berupa pupuk organik maupun pupuk anorganik. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kompos, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan terdiri dari 5 macam, yaitu pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA, pupuk Kamas, dan pupuk KCL. Penggunaan pupuk tersebut dimaksudkan untuk menambah kandungan hara dalam tanah. Penggunaan pupuk anorganik dengan jumlah terbanyak adalah pupuk ZA (157,67 kg/UT atau 202,14 kg/Ha). Hal ini dikarenakan pupuk tersebut mengandung dua unsur yang penting bagi tanaman bawang merah varietas Bima, yaitu 21% nitrogen dan 23% sulfat. Nitrogen berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan tanaman, menambah tinggi tanaman, dan merangsang pertunasan, sedangkan sulfat memegang peranan penting dalam metabolisme tanaman yang berhubungan dengan parameter penentu kualitas, yaitu ketajaman aroma bawang merah. Pestisida yang digunakan pada usahatani bawang merah varietas commit to user Bima terdiri dari 3 macam, yaitu fungisida, insektisida dan herbisida.

perpustakaan.uns.ac.id

57 digilib.uns.ac.id

Fungisida digunakan untuk membantu petani memberantas cendawan penyebab penyakit dan Insektisida digunakan untuk memberantas hama. Fungisida yang digunakan oleh petani adalah merk dagang Antracol 70 WP dan Dhitane M-45 80 WP. Rata-rata penggunaan fungisida pada usahatani bawah merah varietas Bima yaitu sebanyak 7,24 kg/UT atau 9,28 kg/Ha. Insektisida yang digunakan oleh petani adalah dengan merk dagang Prevaton 50 SC, Decis 25EC dan Hostathion 40EC. Rata-rata penggunaan insektisidanya yaitu sebanyak 4,89 liter/UT atau 6,27 liter/Ha. Herbisida digunakan untuk memberantas gulma yang berada di areal tanaman. Rata-rata penggunaan herbisida, yaitu 2,75 liter/UT atau 3,53 liter/Ha. Herbisida yang digunakan oleh petani adalah herbisida dengan merk dagang Goal 240 EC yang merupakan herbisida kontak pra tumbuh. Oleh karena itu, aplikasi herbisida dilakukan pada saat pra tanam, yaitu pada saat pengolahan tanah dengan harapan pada saat musim tanam tidak terdapat gulma yang tumbuh di lahan kecuali tanaman bawang merah varietas Bima. Aplikasi insektisida dilakukan secara bersamaan dengan fungisida dengan cara mencampurnya dan ditambahkan perata. Perata digunakan sebagai bahan tambahan agar fungisida dan pestisida dapat tercampur secara merata. Rata-rata penggunaan perata pada usahatani bawang merah varietas Bima adalah 2,57 liter/UT atau 3,29 liter/Ha dengan merk dagang Besmor 200 AS. Penyemprotan insektisida dan fungisida dilakukan secara rutin, artinya tanpa mempertimbangkan ada tidaknya hama penyakit yang menyerang tanaman. 3. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Rata-rata penggunaan tenaga kerja usahatani bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 15. commit to user

58 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 15. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes No.

Uraian

1.

TK Harian untuk: a. Pengolahan tanah b. Perompesan c. Penanaman d. Pemupukan e. Penyiangan dan Pembubunan f. Pengendalian OPT g. Pemanenan h. Pengangkutan i. Penjemuran TK Borongan untuk: a. Pengolahan tanah I b. Pengolahan tanah II c. Penyiraman Jumlah

2.

TKHD (HKP) Per Per UT Ha

TKHL (HKP) Per Per UT Ha

Jumlah (HKP) Per Per UT Ha

2,90 0,39 0,67 3,63

3,72 0,50 0,85 4,65

34,51 7,17 26,31 16,60

44,25 9,19 33,73 21,28

37,41 7,56 26,97 20,23

47,97 9,68 34,58 25,93

1,06 10,33 0,82 0,10 13,78

1,36 13,25 1,04 0,13 17,66

34,16 28,63 35,08 8,77 75,75

43,79 36,71 44,98 11,24 97,12

35,22 38,97 35,90 8,87 89,53

45,16 49,96 46,02 11,37 114,78

33,67

43,17

266,98

342,28

88,00 85,67 72,06 546,37

112,82 109,83 92,38 700,48

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 8, Halaman 100) Keterangan: TKHD : Tenaga Kerja Harian Dalam TKHL : Tenaga Kerja Harian Luar HKP : Hari Kerja Pria UT : Usahatani Berdasarkan Tabel 15, rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes adalah 546,37 HKP/UT atau 700,48 HKP/Ha. Jumlah penggunaan tenaga kerja tersebut terdiri dari tenaga kerja harian dalam 33,67 HKP/UT atau 43,17 HKP/Ha, tenaga kerja harian luar 266,98 HKP/UT atau 342,28 HKP/Ha, dan tenaga kerja borongan 245,72 HKP/UT atau 315,03 HKP/Ha. Ratarata penggunaan tenaga kerja yang terbesar adalah pada pengolahan tanah. Tenaga kerja untuk pengolahan tanah terdiri dari tenaga kerja harian dan tenaga kerja borongan. Tenaga kerja borongan adalah tenaga kerja yang dibayar berdasarkan luas lahan, kemudian untuk menentukan jumlah HKPnya dengan cara jumlah yang dibayar oleh petani dibagi dengan upah harian untuk setiap HKP. Tenaga kerja borongan digunakan pada pengolahan tanah ungkap I, yaitu sebanyak 88,00 HKP/UT atau 112,82 commit to85,67 user HKP/UT atau 109,83 HKP/Ha. HKP/Ha dan ungkap II sebanyak

59 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tenaga kerja harian digunakan pada pengolahan tanah cocrok dan besar penggunaannya untuk tenaga kerja harian dalam 2,90 HKP/UT atau 3,72 HKP/Ha dan tenaga kerja harian luar 34,51 HKP/UT atau 44,25 HKP/Ha. D. Analisis Biaya, Penerimaan, Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Bawang Merah Varietas Bima 1. Biaya Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Biaya dikeluarkan untuk membeli faktor-faktor produksi yang dibutuhkan pada usahatani bawang merah varietas Bima. Pada penelitian ini, konsep biaya yang digunakan adalah biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit merupakan biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani selama usahatani. Adapun rata-rata biaya eksplisit usahatani bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rata-Rata Biaya Eksplisit Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes No.

Uraian

1.

Pupuk: a. Urea b. NPK Mutiara c. ZA d. Kamas e. KCL f. Kompos Jumlah biaya pupuk: Pestisida: a. Fungisida b. Insektisida c. Herbisida Jumlah biaya pestisida: Perata Tenaga kerja: a. Tenaga kerja harian luar b. Tenaga kerja borongan Jumlah biaya tenaga kerja: Bunga modal pinjaman Pajak Biaya irigasi Biaya transportasi Jumlah

2.

3. 4.

5. 6. 7. 8.

Per Usahatani Rp %

Per Hektar Rp %

270.083,33 580.666,67 220.733,33 415.000,00 187.916,67 433.333,33 2.107.733,33

1,16 2,50 0,95 1,79 0,81 1,87 9,09

346.260,68 744.444,44 282.991,45 532.051,28 240.918,80 555.555,56 2.702.222,22

1,16 2,50 0,95 1,79 0,81 1,87 9,09

599.493,33 1.047.640,00 412.500,00 2.059.633,33 166.833,33

2,59 4,52 1,78 8,88 0,72

768.581,20 1.343.128,21 528.846,15 2.640.555,56 213.888,89

2,59 4,52 1,78 8,88 0,72

8.009.405,56 7.346.666,67 15.356.072,22 2.065.000,00 37.625,00 2.606.666,67 438.518,52 23.186.082,41

34,54 31,69 66,23 8,91 0,16 11,24 1,89 100,00

10.268.468,66 9.418.803,42 19.687.272,08 2.647.435,90 48.237,18 3.341.880,34 562.203,23 29.725.746,68

34,54 31,69 66,23 8,91 0,16 11,24 1,89 100,00

commit to user 10, Halaman 103) Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran

60 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Berdasarkan Tabel 16, diketahui rata-rata besarnya biaya eksplisit yaitu Rp 23.186.082,41/UT/MT atau Rp 29.725.746,68/Ha/MT. Biaya terbesar dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja Rp 15.356.072,22/UT/MT atau Rp 19.687.272,08/Ha/MT. Tingkat upah tenaga kerja berkaitan dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Upah tenaga kerja harian Rp 30.000,00/HKP, sedangkan tenaga kerja borongan besarnya disesuaikan dengan luas lahan. Rata-rata biaya untuk tenaga kerja borongan adalah Rp 3.333.333,33/Ha. Biaya implisit merupakan biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan oleh petani selama usahatani. Pada kenyataannya biaya ini tidak dikeluarkan oleh petani, karena faktor produksi yang digunakan merupakan milik sendiri dan digunakan pada usahatani sendiri. Rata-rata biaya implisit usahatani bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Rata-Rata Biaya Implisit Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes No.

Uraian

1. 2. 3. 4. 5.

Benih Sewa lahan sendiri Tenaga kerja dalam Biaya penyusutan alat Bunga modal sendiri Jumlah

Per Usahatani Rp % 19.850.000,00 69,40 3.120.000,00 10,91 1.010.070,00 3,53 36.458,33 0,13 4.584.106,00 16,03 28.600.634,34 100,00

Per Hektar Rp % 25.448.717,95 69,40 4.000.000,00 10,91 1.294.961,54 3,53 46.741,45 0,13 5.877.058,98 16,03 36.667.479,92 100,00

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 11, Halaman 104) Biaya implisit usahatani bawang merah varietas Bima terdiri dari biaya untuk pembelian benih, sewa lahan sendiri, upah tenaga kerja, biaya penyusutan alat dan bunga modal sendiri. Rata-rata besarnya biaya implisit usahatani bawang merah varietas Bima adalah Rp 28.600.634,34/UT/MT atau Rp 36.667.479,92/Ha/MT. Biaya untuk pembelian benih merupakan komponen biaya implisit terbesar. Benih yang digunakan berasal dari hasil panen sendiri yang sudah disimpan selama 3 bulan. Jadi, pada kenyataannya petani tidak mengeluarkan biaya untuk pembelian benih. commit to user Namun, untuk menghitung total biaya usahatani maka penggunaan benih

61 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

dihitung berdasarkan harga yang berlaku yaitu Rp 15.000,00/Kg, sehingga rata-rata besarnya biaya benih yaitu Rp 19.850.000,00/UT/MT atau Rp 25.448.717,95/Ha/MT. Alasan petani membuat benih dari hasil produksi sendiri adalah untuk menghemat biaya usahatani, mendapatkan benih dengan kualitas terjamin dan dijual apabila membutuhkan uang. Penjumlahan dari biaya ekplisit dan biaya implisit merupakan total biaya yang dikeluarkan untuk melakukan usahatani bawang merah varietas Bima. Adapun rincian total biayanya disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Rata-Rata Total Biaya Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes No.

Uraian

1. 2. 3.

Biaya eksplisit (Rp) Biaya implisit (Rp) Total biaya (Rp)

Per Usahatani Rp % 23.186.082,41 44,77 28.600.643,34 55,23 51.786.716,74 100,00

Per Hektar Rp % 29.725.746,68 44,77 36.667.479,92 55,23 66.393.226,59 100,00

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 12, Halaman 105) Berdasarkan Tabel 18, diketahui bahwa rata-rata total biaya usahatani

bawang

merah

varietas

Bima

adalah

sebesar

Rp 51.786.716,74/UT/MT atau Rp 66.393.226,59/Ha/MT. Apabila dibandingkan antara komponen total biaya pada usahatani bawang merah varietas Bima, maka terlihat bahwa biaya implisit lebih besar daripada biaya eksplisit sehingga akan berpengaruh terhadap pendapatan petani yang jauh lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh petani. 2. Produksi dan Penerimaan Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Produksi usahatani bawang merah varietas Bima diwujudkan dalam bawang merah berat kering askip yang merupakan berat bawang merah varietas Bima setelah dijemur selama 10-14 hari dalam bentuk ikatan dan sudah dibersihkan dari kotoran (tanah) dan akar. Selanjutnya, bawang merah dijual dan hasil penjualannya merupakan penerimaan bagi petani. Rata-rata produksi dan penerimaan usahatani bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 20. commit to user

62 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 19. Rata-Rata Produksi dan Penerimaan Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes No. 1. 2. 3.

Uraian Produksi (Kg) Harga (Rp) Penerimaan (Rp)

Per Usahatani (Rp) 5.283,43 12.000,00 63.401.200,00

Per Hektar (Rp) 6.773,63 12.000,00 81.283.589,74

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 13, Halaman 106) Produksi rata-rata yang dihasilkan usahatani bawang merah varietas Bima adalah sebesar 5.283,43 Kg/UT/MT atau 6.773,63 Kg/Ha/MT. Harga jual ditingkat produsen pada saat musim tanam Oktober-Desember adalah Rp 12.000,00/Kg untuk berat kering askip, sehingga penerimaan yang didapat oleh petani rata-rata sebesar Rp 63.401.200,00/UT/MT atau Rp 81.283.589,74/Ha/MT. 3. Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Pendapatan usahatani diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya eksplisit. Pendapatan petani merupakan nilai yang didapatkan hanya dengan menghitung biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani. Ratarata pendapatan usahatani bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 20. Rata-Rata Pendapatan Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes No. 1. 2. 3.

Uraian Penerimaan (Rp) Biaya eksplisit (Rp) Pendapatan (Rp)

Per Usahatani (Rp) 63.401.200,00 23.186.082,41 40.215.117,59

Per Hektar (Rp) 81.283.589,74 29.725.746,68 51.557.843,07

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 13, Halaman 106) Rata-rata pendapatan petani yang diperoleh dari usahatani bawang merah varietas Bima adalah sebesar Rp 40.215.117,59/UT/MT atau Rp 51.557.843,07/Ha/MT. Pendapatannya dapat dikatakan besar karena dipengaruhi oleh harga jual bawang merah yang pada musim tanam Oktober-Desember

harga jual ditingkat produsen mencapai commit to askip. user Harga tersebut jauh lebih tinggi Rp 12.000,00/Kg untuk berat kering

63 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

dibandingkan dengan HMK (Harga Minimal Kabupaten) sebesar Rp 3.850,00/Kg yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten Brebes, yaitu 10% dari harga BEP (Rp 3.500,00/Kg). Keuntungan adalah selisih antara penerimaan dikurangi dengan total biaya usahatani yang terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit. Berdasarkan perhitungan, keuntungan usahatani bawang merah varietas Bima yaitu Rp 11.614.483,26/UT/MT atau Rp 14.890.363,15/Ha/MT. Rata-rata keuntungan usahatani bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-Rata Keuntungan Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes No. 1. 2. 3.

Uraian Penerimaan (Rp) Total Biaya (Rp) Keuntungan (Rp)

Per Usahatani (Rp) 63.401.200,00 51.786.716,74 11.614.483,26

Per Hektar (Rp) 81.283.589,74 66.393.226,59 14.890.363,15

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 13, Halaman 106) E. Analisis Fungsi Produksi Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Analisis fungsi produksi menunjukkan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang digunakan pada usahatani bawang merah varietas Bima. Faktor-faktor produksi yang dimaksud adalah luas lahan (X1), benih (X2), tenaga kerja (X3), pupuk urea (X4), pupuk NPK Mutiara (X5), pupuk ZA (X6) dan pestisida cair (X7). Adapun model pendugaan fungsi produksi bawang merah varietas Bima adalah sebagai berikut: Y = 74,473. X10,215. X20,314. X30,247. X4-0,114. X50,164. X60,002. X70,278 Berdasarkan persamaan fungsi produksi bawang merah varietas Bima, diketahui jumlah koefisien regresinya sebesar 1,054. Angka ini menunjukkan nilai return to scale yang besarnya lebih dari 1 sehingga usahatani bawang merah varietas Bima berada pada kondisi increasing return to scale. Artinya, proses produksi usahatani bawang merah varietas Bima berada pada tahap produksi dengan skala yangcommit semakin meningkat atau proporsi kenaikan to user

64 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

penggunaan faktor-faktor produksi memberikan proporsi kenaikan produksi yang lebih besar. Pengujian terhadap persamaan fungsi produksi bawang merah varietas Bima dilakukan dengan uji statistik dan uji asumsi klasik. Pengujian model meliputi uji adjusted R2, uji F, uji t dan uji standar koefisien regresi, sedangkan

uji

asumsi

klasik

meliputi

uji

multikolinieritas,

uji

heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. 1. Pengujian Model n 2) a. Uji adjusted R2 (R

Adjusted R2 merupakan R2 yang disesuaikan dengan besarnya

derajat kebebasan (df) akibat jumlah variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model regresi. Adjusted R2 merupakan uji ketepatan model sebagai suatu ukuran yang menunjukkan besarnya sumbangan dari variabel independent terhadap variabel dependent, atau dengan kata lain menunjukkan variasi Y yang dijelaskan oleh variasi X. Pada penelitian ini terdapat tujuh variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model, sehingga derajat kebebasannya (df) sebesar 22. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai adjusted R2 sebesar 0,911 atau 91,10%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 91,10% variasi produksi bawang merah varietas Bima dapat dijelaskan oleh variasi faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, sedangkan 8,90% sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Variabel lain ini dapat berupa keadaan tanah, keadaan cuaca, pengalaman usahatani dan penggunaan faktor produksi lain seperti pupuk Kamas, pupuk KCL dan pupuk kompos. b. Uji serentak (uji F) Pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi secara bersamasama terhadap produksi bawang merah varietas Bima diketahui dengan uji F. Analisis varians penggunaan faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes, dapat dilihat pada Tabel 22. commit to user

65 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 22. Analisis Varians Penggunaan Faktor yang Mempengaruhi Produksi Bawang Merah Varietas Bima di Kabupaten Brebes Jumlah Kuadrat

Model 1 Regression Residual Total

df

1,575 0,114

7 22

1,689

29

Kuadrat Tengah

Fhitumg

0,225 43,340** 0,005

Ftabel

(α:0,05)

2,46

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 15, Halaman 108) Keterangan : **) : berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95% Berdasarkan Tabel 22, diketahui bahwa nilai Fhitung sebesar 43,340, sedangkan Ftabel sebesar 2,46 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini berarti nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel (Ha diterima). Dengan demikian, faktor-faktor produksi yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes. c. Uji individual (uji t) Pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi bawang merah varietas Bima diketahui dengan uji t. Hasil uji individual faktor-faktor produksi bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes, dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Analisis Uji Individual Faktor-Faktor Produksi Bawang Merah Varietas Bima di Kabupaten Brebes No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Variabel Luas Lahan Benih Tenaga Kerja Pupuk Urea Pupuk NPK Mutiara Pupuk ZA Pestisida Cair

Koefisien Regresi 0,215 0,314 0,247 -0,114 0,164 0,002 0,278

t hitung 2,106** 3,753** 2,208** -1,599ns 1,750ns 0,022ns 3,811**

t tabel

(α:0,05)

2,074 2,074 2,074 2,074 2,074 2,074 2,074

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 15, Halaman 108) Keterangan : **) : berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95% ns ) : tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan commit to user 95%

66 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Hasil uji t menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%, faktor produksi berupa luas lahan, benih, tenaga kerja dan pestisida cair berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima (Ha diterima). Apabila dilihat dari koefisien regresinya, maka faktorfaktor produksi tersebut mempunyai elastisitas produksi yang positif. Dengan demikian, setiap peningkatan penggunaan faktor produksi berupa luas lahan, benih, tenaga kerja dan pestisida cair, akan meningkatkan produksi bawang merah varietas Bima. Faktor produksi lainnya, yaitu pupuk urea, pupuk NPK Mutiara dan pupuk ZA pada tingkat kepercayaan 95% tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima. Hal ini berarti nilai elastisitas produksi faktor produksi tersebut sama dengan nol (Ho diterima), sehingga produk fisik marginalnya (PFM) sama dengan nol. Hal ini menunjukkan penggunaan faktor produksi berupa pupuk urea, pupuk NPK Mutiara dan pupuk ZA pada usahatani bawang merah varietas Bima telah mencapai tahap Levelling off (titik jenuh). Pada tahap ini tidak terjadi peningkatan ataupun penurunan produksi, sehingga terjadi stagnasi produksi bawang merah varietas Bima. d. Uji standar koefisien regresi (beta coefficient) Uji standard koefisien regresi digunakan untuk mengetahui faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi bawang merah varietas Bima. Peringkat nilai standar koefisien regresi (beta coefficient) faktor-faktor produksi usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes, dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Peringkat Nilai Standar Koefisien Regresi (Beta Coefficient) Faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah Varietas Bima di Kabupaten Brebes No. 1. 2. 3. 4.

Faktor Produksi Peringkat Beta Coefficient (bi*) Luas Lahan (X1) 0,217 4 Benih (X2) 0,313 1 Tenaga kerja (X3) 0,218 3 Pestisida cair (X7) 0,312 2 user Sumber : Analisis Datacommit Primer to (Lampiran 15, Halaman 108)

67 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Berdasarkan Tabel 24, dapat diketahui bahwa nilai nilai standar koefisien regresi (beta coefficient) yang terbesar adalah benih (X2), yaitu sebesar 0,313, sehingga benih merupakan faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi bawang merah varietas Bima. Hal tersebut berkaitan dengan ukuran benih bawang merah yang digunakan, dimana pada jarak tanam yang sama, ukuran benih yang besar akan memberikan anakan yang lebih banyak. Begitu pula sebaliknya, ukuran benih yang kecil akan menghasilkan anakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan ukuran benih yang besar. Ukuran benih bawang merah varietas Bima terdiri dari tiga macam, yaitu benih besar (5-7,5 gram/benih), benih sedang (2,5-4,0 gram/benih) dan benih kecil (< 2,5 gram/benih). Dengan demikian, sangat dianjurkan petani menggunakan benih dengan ukuran yang sedang atau besar. 2. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk memastikan model yang dihasilkan dari analisis memenuhi kaidah BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), sehingga tidak terdapat penyimpangan asumsi klasik seperti multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. a. Uji multikolinieritas Pengujian multikolinieritas menggunakan matriks pearson correlation antar variabel. Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 15 (halaman 108), menunjukkan bahwa nilai matriks pearson correlation tidak ada yang lebih dari 0,8. Dengan demikian, disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas pada model fungsi produksi bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes. b. Autokorelasi Uji autokorelasi menggunakan nilai DW (Durbin Watson). Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 15 (halaman 108), menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 2,161. Nilai tersebut terletak diantara 1,65 < DW < 2,35, sehingga disimpulkan bahwa tidak terjadi commit to user

68 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

autokorelasi. Prosedur uji autokorelasi dengan Durbin Watson dapat dijelaskan dengan gambar berikut.

A+

Incon-

Incon-

clusio

clusio

A-

Tidak ada autokorelasi

0

1,21

1,65

2

2,161 2,35

2,79

4

d

Gambar 4. Uji autokorelasi dengan Durbin Watson c. Uji heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dengan melihat scatterplot. Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 15 (halaman 108), terlihat bahwa titiktitik pada scatterplot tidak membentuk suatu pola tertentu dan menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. F. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Petani yang rasional dalam proses produksinya mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan maksimal. Keuntungan akan maksimal apabila kombinasi penggunaan faktor-faktor produksinya mencapai tingkat efisiensi ekonomi tertinggi. Kondisi tersebut tercapai apabila perbandingan antara nilai produk marginal (NPMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi) sama dengan satu. Berdasarkan faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima, maka analisis efisiensi ekonomi penggunaaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes, disajikan pada Tabel 25.

commit to user

69 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 25. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes No. 1. 2. 3. 4.

Faktor Produksi

NPMxi

Luas Lahan (X1) Benih (X2) Tenaga kerja (X3) Pestisida cair (X7)

Pxi

2.185.3151,28 18.811,81 35.840,92 2.884.839,48

18.720.000 15.000 30.000 918.000

NPMxi Pxi 1,167 1,254 1,195 3,143

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 16, Halaman 112) Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa perbandingan antara nilai produk marjinal dengan harga untuk setiap faktor produksi, yaitu: NPMx 1 NPMx ¹ Px 1 Px 2

2

¹

NPMx Px 3

3

¹

NPMx Px 7

7

¹1

Hal ini berarti penggunaan faktor produksi yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja dan pestisida cair pada usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes tidak efisiensi secara ekonomi tertinggi. Dengan demikian, hipotesis kedua yang menyatakan bahwa kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi diterima. G. Analisis

Optimalisasi

Penggunaan

Faktor-Faktor

Produksi

Pada

Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Hasil analisis efisiensi ekonomi menunjukkan bahwa kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi. Hal ini mengindikasikan adanya kendala dalam melakukan usahatani bawang merah varietas Bima. Oleh karena itu, perlu adanya analisis optimalisasi untuk mengetahui apakah kombinasi penggunaan faktor-faktor produksinya sudah optimal atau belum. Kombinasi optimal dicapai apabila perbandingan antara produk fisik marjinal (PFMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi) mempunyai nilai yang sama untuk semua faktor produksi. Berdasarkan jumlah faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima, maka commitfaktor-faktor to user analisis optimalisasi penggunaan produksi pada usahatani

70 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

bawang merah varietas Bima musim tanam Oktober-Desember 2010 di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Analisis Optimalisasi Penggunaaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam OktoberDesember 2010 di Kabupaten Brebes No. 1. 2. 3. 4.

Faktor Produksi

PFMxi

Luas Lahan (X1) Benih (X2) Tenaga kerja (X3) Pestisida cair (X7)

1821,095940 1,567651 2,986744 240,403290

Pxi 18.7200.000 15.000 30.000 918.000

PFMxi Pxi 0,000097 0,000104 0,000100 0,000262

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 16, Halaman 112) Berdasarkan Tabel 26, diketahui bahwa perbandingan antara produk fisik marjinal dengan harga untuk semua faktor produksi mempunyai nilai yang tidak sama. Dengan demikian:

PFMx1 PFMx2 PFMx3 PFMx7 ¹ ¹ ¹ Px1 Px 2 Px 3 Px 7 Hal ini berarti kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes belum optimal, sehingga hipotesis ketiga diterima. Dengan demikian, yang dapat dilakukan petani adalah mencapai kondisi optimal. Kondisi optimal adalah kondisi terbaik yang dapat dicapai sesuai dengan kemampuan petani untuk menghadapi kendala yang ada. Kondisi optimal dapat dicapai dengan mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksinya dengan menggunakan pendekatan Least Cost Combination (LCC). Pada penelitian ini sebagai faktor pembatasnya (constraint) adalah luas lahan (X1) karena ketersediaannya terbatas dengan rata-rata kepemilikan luas lahannya 0,78 ha. Analisis penggunaan faktor-faktor produksi kondisi kenyataan (existing) dan kondisi optimal dapat dilihat pada Tabel 27.

commit to user

71 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 27. Analisis Rata-Rata Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Kondisi Existing dan Kondisi Optimal dengan Luas Lahan 0,78 ha Pada Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Musim Tanam OktoberDesember Di Kabupaten Brebes No. Faktor Produksi 1. Benih (X2) 2. Tenaga Kerja (X3) 3. Pestisida cair (X7)

Kondisi Existing 1.323,33 546,37 7,64

Kondisi Optimal 1.421,68 559,16 20,57

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 17, Halaman 113) Pada kondisi kenyataan (existing) penggunaan faktor-faktor produksi pada luas lahan 0,78 ha adalah 1.323,33 kg benih, 546,37 HKP tenaga kerja dan 7,64 liter pestisida cair. Pada kondisi optimal penggunaan faktor-faktor produksi pada luas lahan 0,78 ha adalah 1.421,68 kg benih, 559,16 HKP tenaga kerja dan 20,57 liter pestisida cair. Dengan demikian, untuk mencapai kondisi optimal dilakukan dengan peningkatan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Hal ini sejalan dengan analisis efisiensi ekonomi, dimana nilai perbandingan nilai produk marjinal (NPMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi) untuk faktor produksi benih, tenaga kerja dan pestisida cair mempunyai nilai lebih dari satu, sehingga penggunaannya perlu ditambah. Pada kondisi optimal akan didapatkan produksi yang optimal, sehingga selisih antara biaya dan penerimaan lebih besar dibandingkan dengan kondisi kenyataan (existing). Hal tersebut dibuktikan dengan mengetahui besarnya produksi yang dihitung berdasarkan fungsi produksi usahatani bawang merah varietas Bima. Pada perhitungan disertakan penggunaan faktor produksi pupuk urea (154,33 kg), pupuk NPK Mutiara (89,33 kg) dan pupuk ZA (157,67 kg), baik pada kondisi kenyataan (existing) maupun pada kondisi optimal. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 18 (halaman 114), maka produksi pada kondisi kenyataan (existing) sebesar 5.631,99 kg, sehingga besarnya penerimaan Rp 67.583.929,73 dan biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan faktor-faktor produksi sebesar Rp 47.446.030,50; maka selisih antara penerimaan dan biaya pada kondisi kenyataan (existing) sebesar Rp 20.137.899,23. Produksi pada kondisi optimal sebesar 7.629,56 kg, to user sehingga besarnya penerimaancommit Rp 91.554.725,63 dan biaya yang dikeluarkan

72 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

sebesar Rp 61.174.720,50; maka selisih antara penerimaan dan biaya pada kondisi optimal sebesar Rp 30.380.005,13. Dengan demikian terbukti bahwa pada kondisi optimal, selisih antara biaya dan penerimaan lebih besar dibandingkan pada kondisi kenyataan (existing). H. Pembahasan Usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes, merupakan usahatani yang dilakukan secara monokultur dilahan sawah. Varietas Bima sebagai varietas yang banyak digunakan mempunyai keunggulan, yaitu umur panen yang cepat sekitar 50-60 hari. Hal ini menjadi alasan utama untuk memilih varietas Bima, karena petani ingin cepat mendapatkan keuntungan dari usahataninnya. Keuntungan yang didapat dari suatu usahatani berkaitan dengan produksi yang dihasilkan dan penggunaan faktor produksi yang berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan. 1. Biaya, Penerimaan, Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Macam dan jumlah faktor produksi yang digunakan akan mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk usahatani. Konsep biaya yang digunakan untuk analisis usahatani bawang merah varietas Bima adalah biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit merupakan biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani selama usahatani bawang merah varietas Bima. Komponen biaya ini terdiri dari biaya untuk pembelian pupuk, pestisida, perata, upah tenaga kerja luar dan tenaga kerja borongan, serta pengeluaran untuk pembayaran bunga modal pinjaman, pajak tanah, biaya irigasi dan biaya transportasi. Rata-rata

besarnya

biaya

eksplisit

untuk usahatani bawang

merah varietas Bima, yaitu biaya eksplisit yaitu Rp 23.186.082,41/UT/MT atau Rp 29.725.746,68/Ha/MT. Biaya terbesar dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja. Usahatani ini membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah banyak, karena jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usahatani sedikit dan kepemilikan lahan yang cukup luas. Biaya tenaga kerja terdiri commit to user dari biaya untuk tenaga kerja harian luar sebesar Rp 8.009.405,56/UT/MT

73 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

atau Rp 10.268.468,66/Ha/MT dan tenaga kerja borongan sebesar Rp 7.346.666,67/UT/MT atau Rp 9.418.803,42/Ha/MT. Biaya tenaga kerja harian luar lebih besar dibandingkan tenaga kerja borongan, karena tenaga kerja harian luar merupakan tenaga kerja yang dibayar berdasarkan lamanya bekerja (hari), sedangkan untuk tenaga kerja borongan dibayar secara langsung dan tanpa memperhitungkan jumlah hari kerja. Rata-rata upah tenaga kerja harian adalah Rp 30.000,00/HKP, sedangkan tenaga kerja borongan perhitungannya berdasarkan luas lahan. Rata-rata biaya untuk

tenaga

kerja

borongan

pada

pengolahan

tanah

adalah

Rp 3.333.333,33/Ha. Biaya implisit digunakan untuk menghitung besarnya biaya yang pada kenyataannya tidak dikeluarkan oleh petani selama usahatani, karena faktor produksinya merupakan milik sendiri dan digunakan untuk usahatani sendiri. Namun, perhitungannya tetap dilakukan untuk mengetahui besarnya total biaya usahatani bawang merah varietas Bima. Biaya implisitnya terdiri dari biaya pembelian benih, sewa lahan sendiri, upah tenaga kerja harian dalam, biaya penyusutan alat dan bunga modal sendiri. Rata-rata besarnya biaya implisit adalah p 28.600.634,34/UT/MT atau Rp 36.667.479,92/Ha/MT. Biaya pembelian benih merupakan biaya terbesar dari biaya implisit. Harganya yang mencapai Rp 15.000,00/kg membuat petani lebih memilih untuk menyisakan hasil panennya untuk dijadikan benih. Hal tersebut merupakan salah satu strategi petani untuk mengurangi besarnya biaya eksplisit. Selain itu, petani juga lebih mengetahui tentang asal usul benih. Penjumlahan dari biaya ekplisit dan biaya implisit merupakan total biaya yang dikeluarkan untuk usahatani bawang merah varietas Bima, yaitu Rp 51.786.716,74/UT/MT atau Rp 66.393.226,59/Ha/MT. Biaya tersebut merupakan bentuk pengorbanan yang dikeluarkan petani dalam usaha untuk menghasilkan produksi bawang merah varietas Bima. Produksi menjadi penerimaan bagi petani setelah dijual dengan harga yang commit to user berlaku ditingkat produsen. Bawang merah varietas Bima dijual dalam

74 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

bentuk ikatan yang sudah dijemur selama 10-14 hari (tergantung cuaca) atau disebut dengan bawang merah berat kering askip dengan harga jual Rp 12.000,00/Kg. Penerimaan usahatani bawang merah varietas Bima sebesar Rp 63.401.200,00/UT/MT atau Rp 81.283.589,74/Ha/MT. Dengan demikian, penerimaan masih lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani. Penerimaan dapat langsung diterima oleh petani, karena hasilnya dibeli langsung oleh pedagang. Namun, penerimaan ini masih merupakan pendapatan kotor, karena belum dikurangi dengan biaya. Pada penelitian ini, dilakukan perhitungan pendapatan dan keuntungan. Pendapatan dihitung dengan cara penerimaan dikurangi biaya eksplisit. Pendapatannya diartikan sebagai nilai nominal yang diperoleh petani dari pengeluaran biaya yang hanya secara nyata dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang merah varietas Bima. Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata pendapatan usahatani bawang merah varietas Bima di

Kabupaten

Brebes

Rp 51.557.843,07/Ha/MT.

adalah

Rp

40.215.117,59/UT/MT

atau

Pendapatan usahatani ini dapat dikatakan

sangat besar, karena besarnya 70,89% dari penerimaan dan 29,11% merupakan biaya eksplisit. Secara nyata pendapatan petani yang diterima oleh petani lebih tinggi karena benih yang digunakan berasal dari hasil panen sendiri, padahal besarnya biaya benih 38,18% dari total biaya usahatani. Oleh karena itu, dilakukan perhitungan keuntungan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan riil yang diterima petani. Perhitungan keuntungan dengan cara penerimaan dikurangi total biaya (biaya eksplisit ditambah biaya implisit). Berdasarkan perhitungan, besarnya keuntungan usahatani bawang merah varietas Bima, yaitu Rp 11.614.483,26/UT/MT atau Rp 14.890.363,15/Ha/MT. Meskipun demikian, pada dasarnya besarnya keuntungan dan pendapatan yang diperoleh tergantung pada pengeluaran biaya produksi dan harga jual bawang merah. Kendalanya ketika harga jual bawang merah mengalami commitpetani to usermengalami kerugian. Kenyataanya penurunan, maka dikhawatirkan

75 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

petani hanya sebagai price taker, sehingga yang dapat dilakukan adalah mengontrol

besarnya

biaya

usahatani

dengan

mengkombinasikan

penggunaan faktor-faktor produksinya seefisien mungkin, sehingga biaya yang dikeluarkan dapat ditekan serendah mungkin dengan harapan keuntungan yang diperoleh lebih besar. 2. Hubungan Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dengan Produksi Bawang Merah Varietas Bima Analisis hubungan faktor-faktor produksi dengan produksi menggunakan model kepangkatan modifikasi dari fungsi produksi Cobb Douglas. Faktor produksi yang dimasukkan ke dalam model fungsi produksi adalah luas lahan (X1), benih (X2), tenaga kerja (X3), pupuk urea (X4), pupuk NPK Mutiara (X5), pupuk ZA (X6) dan pestisida cair (X7). Berdasarkan hasil analisis diperoleh model pendugaan fungsi produksi: Y = 74,473. X10,215. X20,314. X30,247. X4-0,114. X50,164. X60,002. X70,278 Berdasarkan persamaan fungsi produksinya dapat diketahui bahwa return to scale sebesar 1,054. Jadi, usahatani bawang merah varietas Bima berada pada kondisi increasing return to scale. Artinya, proses produksi usahatani bawang merah varietas Bima berada pada tahap produksi dengan skala yang semakin meningkat atau proporsi kenaikan penggunaan faktorfaktor produksi memberikan proporsi kenaikan produksi yang lebih besar. Model fungsi produksi di atas didapatkan dari analisis regresi linier berganda,

sehingga

untuk

memastikan

modelnya

tidak

terdapat

penyimpangan asumsi klasik, maka dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi multikolinieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Uji multikolinieritas menggunakan matriks pearson correlation. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua matriks pearson correlation antar variabel bebas tidak ada yang bernilai lebih dari 0,8. Dengan demikian, disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Pengujian autokorelasi menggunakan nilai DW (Durbin Watson). Berdasarkan hasil analisis nilai DW sebesar 2,161. Nilai tersebut terletak user diantara 1,65 < DW
76 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

autokorelasi.

Selanjutnya,

untuk

mendeteksi

heteroskedastisitas menggunakan scatterplot.

ada

tidaknya

Berdasarkan scatterplot

diketahui bahwa titik-titiknya tidak membentuk pola tertentu dan menyebar di atas dan di bawah sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Dengan demikian, berdasarkan uji asumsi klasik model fungsi produksi usahatani bawang merah varietas Bima sudah memenuhi kaidah BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Hubungan antara faktor-faktor produksi dan produksi bawang merah varietas Bima dapat diketahui dengan melakukan pengujian model yang meliputi uji adjusted R2, uji F, uji t serta uji standar koefisien regresi. Uji yang pertama adalah uji adjusted R2 untuk mengetahui ketepatan model fungsi produksi usahatani bawang merah varietas Bima dengan mempertimbangkan besarnya derajat kebebasan (df), karena pada penelitian ini terdapat tujuh variabel yang dimasukkan ke dalam model. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai adjusted R2 sebesar 0,911 atau 91,10%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 91,10% variasi produksi bawang merah varietas Bima dapat dijelaskan oleh variabel luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, sedangkan 8,90% sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Variabel lain ini dapat berupa keadaan tanah, keadaan cuaca, pengalaman usahatani dan penggunaan faktor produksi lain seperti pupuk Kamas, pupuk KCL dan pupuk kompos. Uji selanjutnya adalah uji F dengan tingkat kepercayaan 95% dan berdasarkan hasil analisis faktor-faktor produksi yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima (Ha diterima). Selanjutnya pengujian pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi dilakukan dengan uji t pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis uji t, yaitu: commit to user

77 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

a. Luas lahan Berdasarkan hasil analisis, faktor produksi luas lahan berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima (Ha diterima). Nilai elastisitas produksi luas lahan dalam fungsi produksi sebesar 0,215 yang artinya setiap penambahan luas lahan sebesar 1% akan meningkatkan produksi bawang merah varietas Bima sebesar 0,215% cateris paribus. Hal ini berarti faktor produksi luas lahan berpengaruh positif terhadap produksi bawang merah varietas Bima. Lahan merupakan tempat dimana proses produksi usahatani berlangsung. Pada lahan yang lebih luas akan lebih banyak menampung benih daripada lahan yang sempit, sehingga semakin banyak benih yang ditanam maka akan diperoleh produksi yang semakin tinggi. Akan tetapi, usaha perluasan lahan di Kabupaten Brebes terkendala dengan ketersediaan lahan yang terbatas karena adanya kecenderungan berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan menjadi pemukiman, tempat industri dan baru-baru ini untuk pembangunan jalan tol Pejagan-Pemalang yang menghubungkan antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah. Oleh karena itu, usaha untuk meningkatkan produksinya dengan cara lain, yaitu mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang digunakan secara optimal, sehingga pada luasan lahan yang ada diperoleh produksi yang optimal. b. Benih Hasil analisis menunjukkan, faktor produksi benih berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima (Ha diterima). Nilai elasitisitas produksinya sebesar 0,314, yang berarti setiap penambahan 1% penggunaan benih, maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,314% cateris paribus. Hasil analisis uji standar koefisien regresi juga menunjukkan bahwa faktor produksi benih mempunyai pengaruh terbesar terhadap produksi bawang merah varietas Bima dibandingkan faktor produksi lainnya, sehingga commit to user

78 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

penambahan faktor produksi ini akan sangat berpengaruh pada peningkatan produksi bawang merah varietas Bima. Penambahan benih pada usahatani bawang merah bukan berarti menambah jumlah benih, namun lebih ditekankan pada ukuran benih. Hal ini dikarenakan, ukuran benih berpengaruh terhadap hasil anakan. Benih dengan ukuran besar akan menghasilkan anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan benih yang berukuran kecil. Ukuran benih bawang merah varietas Bima terdiri dari tiga, yaitu benih besar (5-7,5 gram/benih), benih sedang (2,5-4,0 gram/benih) dan benih kecil (< 2,5 gram/benih). c. Tenaga kerja Berdasarkan analisis diketahui bahwa faktor produksi tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima (Ha diterima). Faktor produksi tenaga kerja berperan penting dalam berbagai kegiatan usahatani dan mengalokasikan faktor-faktor produksi lain (pupuk, pestisida, benih) yang digunakan pada usahatani bawang merah varietas Bima. Elastisitas produksi tenaga kerja sebesar 0,247, sehingga setiap peningkatan 1% penggunaan tenaga kerja, maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,247% cateris paribus. Hal ini berarti peningkatan produksi bawang merah dapat ditingkatkan dengan penambahan tenaga kerja misalnya melalui pemeliharaan tanaman yang lebih intensif. Meskipun demikian, penambahan tenaga akan menambah biaya tenaga kerja, karena upah tenaga kerja yang cukup tinggi, yaitu Rp 30.000,00 per HKP, sehingga dikhawatirkan keuntungan yang diperoleh petani semakin kecil. Oleh karena itu, peningkatan tenaga kerja pada usahatani bawang merah varietas Bima tidak hanya pada penambahan jumlah tenaga kerja (kuantitas), melainkan juga peningkatan kualitas tenaga kerja yang digunakan. d. Pupuk Pemberian pupuk bertujuan untuk menambah unsur hara ke commit to user dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Pupuk yang

79 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

dominan digunakan pada usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes adalah pupuk anorganik yang berupa pupuk urea, pupuk NPK Mutiara dan pupuk ZA. Pupuk urea mengandung 47% unsur nitrogen, sedangkan pupuk NPK Mutiara mengandung tiga unsur hara utama yaitu 16% nitrogen, 16% phosphate dan 16% kalium serta tiga unsur hara tambahan, yaitu 16,5% magnesium, 28,5% calsium dan 2,10% sulfur. Pupuk ZA atau ammonium sulfat mengandung 21% nitrogen dan 23% sulfat. Hasil analisis uji t menunjukkan bahwa faktor produksi pupuk urea, pupuk NPK Mutiara dan pupuk ZA tidak bepengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima, sehingga nilai elastisitas

produksinya

sama

dengan

0

(Ho

diterima)

dan

mengindikasikan bahwa nilai produk fisik marjinal (PFM) ketiga pupuk tersebut sama dengan 0. Hal ini berarti penggunaan pupuk urea, pupuk NPK Mutiara dan pupuk ZA mencapai tahap levelling off (titik jenuh), sehingga tidak terjadi peningkatan ataupun penurunan produksi, dengan kata lain terjadi stagnasi produksi usahatani bawang merah varietas Bima. Keadaaan levelling off berkaitan pemberian pupuk anorganik secara intensif dan terus-menerus yang berakibat pada semakin rendahnya kadar bahan organik tanah (< 2 %) sehingga menyebabkan pemupukan anorganik tidak berpengaruh terhadap penambahan hara tanah karena tanah tidak respon terhadap penggunaan pupuk anorganik. Hal tersebut dikarenakan pada tanah dengan kadar bahan organik rendah maka Kapasitas Tukar Kation (KTK) rendah, sehingga apabila diberikan pupuk anorganik maka kation yang berasal dari pemupukan anorganik tidak dapat diikat koloid tanah. Upaya yang dapat

dilakukan

adalah

melakukan

soil

management

untuk

mengembalikan kesuburan tanah dengan meningkatkan bahan organik tanah, dan diikuti dengan pemupukan dengan jenis dan jumlah yang tepat dan berimbang. commit to user

80 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Menurut Setyorini (2004) pemupukan berimbang merupakan pemberian pupuk ke dalam tanah dengan jumlah dan jenis hara yang sesuai dengan tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai hasil yang optimal. Penetapan dosis penggunaan pupuk secara berimbang dapat menggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah (Paddy Soil Test Kit). Balai Penelitian Tanah (2005) mengembangkan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) sebagai alat yang digunakan untuk mengetahui status hara tanah. Hasil analisisnya dapat digunakan sebagai kriteria penentuan rekomendasi pemupukan unsur N, P, dan K spesifik lokasi. Perangkat Uji Tanah Sawah diharapkan mampu membantu petani yang berkaitan dengan ketepatan pemberian dosis pupuk N, P, dan K. e. Pestisida cair Penggunaan pestisida di Kabupaten Brebes yang berupa pestisida cair terdiri dari insektisida dan herbisida. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa faktor produksi pestisida cair berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah (Ha diterima). Nilai elastisitas produksi pestisida cair sebesar 0,278, sehingga setiap penambahan 1% penggunaan pestisida cair akan meningkatkan produksi sebesar 0,278% cateris paribus. Hal ini berarti penambahan penggunaan pestisida cair, akan menambah produksi bawang merah varietas Bima. Pestisida cair mempunyai peranan penting dalam pengendalian hama. Apabila hama tidak dikendalikan sedini mungkin dan dapat berdampak pada besarnya keuntungan yang diperoleh petani. Menurut Sulistiyono (2004), penggunaan

pestisida dapat meningkatkan

produksi pertanian secara signifikan. Cara kerja dari pestisida sangat efektif untuk mengendalikan hama maupun penyakit, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi tidak terganggu dan memberikan hasil yang optimal. commit to user

81 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

3. Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Analisis efisiensi ekonomi menunjukkan perbandingan nilai produk marjinal dengan harga faktor-faktor produksi untuk luas lahan 1,167; benih 1,254; tenaga kerja 1,195 dan pestisida cair 3,143. Hal ini berarti kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi, sehingga hipotesis kedua diterima. Kondisi yang belum mencapai kriteria efisiensi ekonomi tertinggi mengindikasikan adanya kendala pada usahatani bawang merah varietas Bima. Meskipun demikian, usahataninya harus dilakukan secara efisien dengan kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksinya. Oleh karena itu, dilakukan analisis optimalisasi untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima sudah optimal atau belum. Kombinasi optimal dicapai apabila perbandingan antara produk fisik marginal (PFMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi) mempunyai nilai yang sama untuk semua faktor produksi. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai perbandingan PFMx dengan Pxi untuk luas lahan 0,000097; untuk benih 0,000104; untuk tenaga kerja 0,000100; dan untuk pestisida cair 0,000262. Dengan demikian, kombinasi penggunaan faktorfaktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes belum optimal, sehingga hipotesis ketiga diterima.

Meskipun

demikian, usahatani tetap dilakukan karena petani ingin mendapatkan keuntungan, sehingga yang dapat dilakukan petani adalah berusaha mencapai kondisi optimal. Kondisi optimal adalah kondisi terbaik yang dapat dicapai sesuai dengan kemampuan petani dalam menghadapi kendala yang ada. Pencapaian

kondisi

optimal

dapat

dilakukan

dengan

mengoptimalkan penggunaan faktor produksi dengan pendekatan Least Cost Combination (LCC) dan sebagai faktor pembatasnya (constraint) user 0,78 ha. Hal ini dikarenakan adalah luas lahan petani commit dengan torata-rata

82 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

petani

mempunyai

kendala

untuk

memperluas

lahannya

karena

ketersediaan lahan yang terbatas akibat adanya alih fungsi lahan pertanian. Dengan demikian, petani harus mengkombinasikan penggunaan faktor produksinya secara optimal pada luas lahan 0,78 ha untuk mendapatkan produksi yang optimal, sehingga pada kondisi tersebut petani akan memperoleh keuntungan maksimal. Hasil analisis kombinasi penggunaan faktor produksi pada kondisi optimal usahatani bawang merah varietas Bima dengan luas lahan 0,78 ha, yaitu sebagai berikut: a. Benih Faktor produksi benih yang digunakan pada usahatani bawang merah varietas Bima menunjukkan bahwa penggunaannya tidak efisien secara ekonomi. Hal tersebut dilihat dari besarnya perbandingan antara nilai produk marjinal dengan harga untuk faktor produksi benih, yaitu 1,254. Artinya penggunaan faktor produksi benih masih harus ditambah untuk mencapai kondisi yang optimal. Hasil analisis menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi benih yang optimal adalah 1.421,68 kg/UT/MT, sedangkan kenyataannya rata-rata petani hanya menggunakan benih sebesar 1.323,33 kg/UT/MT. Dengan demikian untuk untuk mencapai kondisi yang optimal maka perlu dilakukan penambahan benih sebesar 98,35 kg. Belum tercapainya kondisi optimal pada penggunaan faktor produksi benih dikarenakan pada sebagian besar petani di Kabupaten Brebes menggunakan benih yang berasal dari hasil panennya sendiri. Hal ini berarti petani menggunakan benih yang berasal dari hasil panen yang diperuntukkan sebagai bawang merah konsumsi. Menurut Putrasamedja dan Permadi (2001), benih yang berasal dari bawang merah konsumsi berkualitas rendah karena tidak dihasilkan dari proses seleksi, sehingga menyebabkan produktivitasnya rendah. Petani di Kabupaten Brebes tidak melakukan seleksi secara commithasil to user khusus dalam menyisihkan panen yang akan dijadikan benih.

83 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Seleksinya berdasarkan pengamatan terhadap kondisi pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, produktivitas dan tidak tercampur dengan varietas lain, sehingga kemurnian varietas tidak begitu diperhatikan dan yang menjadi patokan dalam menilai kualitas benih hanya lama penyimpanannya, yaitu 3 bulan (kawak). Kendala modal menjadi alasan petani, karena harga benih varietas Bima dipenangkar benih mencapai Rp 15.000,00/Kg. Selain itu, belum ada benih bawang merah varietas Bima yang bersertifikat dan benih yang dijual oleh penangkar benih ternyata sebagian juga berasal dari benih hasil produksi petani. Disisi lain, pada jarak tanam yang sama penggunaan benih yang mempunyai ukuran lebih besar akan memberikan hasil anakan yang lebih banyak, sehingga petani beranggapan bahwa dengan benih hasil produksi sendiri akan lebih menghemat biaya usahatani, petani mengetahui asal usul benih dan lebih leluasa untuk menentukan ukuran benih yang akan digunakan. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah penggunaan benih bawang merah varietas Bima dengan ukuran benih besar (5,0-7,5 gram/benih) atau benih sedang (2,5-4,0 gram/benih) dan lama penyimpanan 3 bulan (kawak) dengan jumlah penggunaan benihnya 1.421,68 kg/UT, serta dilakukan penyediaan benih bawang merah varietas Bima bersertifikat melalui kegiatan penangkaran benih secara khusus. b. Tenaga kerja Penggunaan faktor produksi tenaga kerja pada usahatani bawang merah varietas Bima menunjukkan kondisi yang tidak efisien secara ekonomi, dengan besarnya perbandingan antara nilai produk marjinal dengan harga faktor produksi tenaga kerja adalah 1,195. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa untuk mencapai kondisi optimal, maka perlu adanya penambahan penggunaan faktor produksi tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhannya sampai pada tingkat tertentu, sehingga jumlah commit to user penggunaannya optimal.

84 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk usahatani bawang merah varietas Bima adalah 546,37 HKP/UT/MT, sedangkan hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi tenaga kerja yang optimal adalah 559,16 HKP/UT/MT. Dengan demikian, untuk mencapai kondisi optimal perlu adanya penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 12,79 HKP. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah penggunaan tenaga kerja sebesar 559,16 HKP/UT/MT dan disertai dengan peningkatan kualitas tenaga kerja. Pada

dasarnya,

jumlah

tenaga

kerja

yang

diperlukan

dipengaruhi oleh kualitas tenaga kerja. Pada proses produksi pertanian, kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, dimana untuk tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi pada pekerjaan seperti mengolah tanah, sedangkan untuk tenaga kerja wanita biasanya terspesialisasi pada penanaman. Oleh karena itu, peranan petani sebagai tenaga kerja serta sebagai pemimpin usahatani sangat penting untuk mengatur organisasi produksi secara keseluruhan. c. Pestisida cair Usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes pada umumnya berorientasi pada hasil, sehingga pemeliharaannya intensif dan dihindarkan dari gangguan hama atau penyakit. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan, perlu adanya tindakan pengendalian, antara lain dengan pestisida. Pestisida yang dipakai petani terdiri dari pestisida cair (insektisida dan herbisida) dan pestisida padat (fungisida). Faktor produksi pestisida cair yang digunakan pada usahatani bawang merah varietas Bima menunjukkan bahwa penggunaannya tidak efisien secara ekonomi. Hal tersebut dilihat dari besarnya perbandingan antara nilai produk marjinal dengan harga untuk faktor produksi pestisida cair, yaitu 3,143. Artinya penggunaan faktor produksi pestisida masih harus ditambah untuk mencapai kondisi yang commit to user penggunaan faktor produksi optimal. Hasil analisis menunjukan,

85 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

pestisida cair yang optimal adalah 20,57 liter/UT/MT, sedangkan pada kenyataannya rata-rata petani menggunakan pestisida cair sebanyak 7,64 liter/UT/MT. Dengan demikian, untuk mencapai kondisi yang optimal maka perlu peningkatan penggunaan pestisida cair sebanyak 12,93 liter. Penggunaan pestisida merupakan cara pengendalian yang sangat umum digunakan oleh petani, karena cara tersebut dianggap yang paling mudah dilakukan, jaminan keberhasilan lebih tinggi dan hasilnya lebih cepat terlihat. Meskipun demikian, penggunaan pestisida juga mengakibatkan pencemaran lingkungan, terjadinya resistensi hama dan penyakit, berbahaya bagi manusia, ternak, kematian pada musuh-musuh alami dan adanya residu pestisida pada tanaman. Menurut Purnomo (2009) langkah awal yang cukup bijak untuk budidaya bawang merah di Kabupaten Brebes, yaitu dengan menerapkan usahatani versi LEISA (Low External Input And Sustainable Agriculture). Pertanian LEISA adalah cara budidaya dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia buatan yang masih diperkenankan seminimal mungkin atau sangat dibatasi sesuai dengan kebutuhan, sedangkan penggunaan bahan alami seperti pupuk organik dan pestisida nabati sangat dianjurkan. Dengan demikian, perilaku petani bawang merah tidak berubah secara drastis dan produksi bawang merah relatif tidak berkurang drastis. Penggunaan faktor-faktor produksi pada kondisi optimal terbukti memberikan produksi yang optimal, sehingga selisih antara biaya dan penerimaan lebih besar dibandingkan dengan kondisi kenyataan (existing). Hal tersebut dibuktikan dengan mengetahui besarnya produksinya, yaitu pada kondisi kenyataan (existing) produksinya sebesar 5.631,99 kg dan selisih antara penerimaan dan biayanya sebesar Rp 20.137.899,23; sedangkan produksi pada kondisi optimal sebesar 7.629,56 kg dan selisih antara penerimaan dan biayanya sebesar Rp 30.380.005,13. commit to user

86 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pada usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Biaya eksplisit

usahatani

bawang merah

varietas

Bima sebesar

Rp 29.590.009,50/Ha/MTdan biaya implisit Rp 37.071.515,44/Ha/MT, sehingga total biaya usahataninya Rp 66.661.524,94/Ha/MT. Penerimaan usahatani bawang merah varietas Bima Rp 101.642.564,10/Ha/MT, pendapatan

usahataninya

sebesar

Rp

72.052.554,61/Ha/MT

dan

keuntungan usahataninya Rp 34.981.039,16/Ha/MT. 2. Faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima. Secara individual, menunjukkan bahwa faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja dan pestisida cair berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima, sedangkan faktor produksi pupuk Urea, pupuk NPK Mutiara dan pupuk ZA tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima. 3. Kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Bagi petani bawang merah varietas Bima a. Di Kabupaten Brebes ketersediaan lahan usahatani bawang merah varietas Bima terbatas, sehingga untuk meningkatkan produksinya dengan cara mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksinya, yaitu pada lahan seluas 0,78 ha dengan penggunaan benih 1.421,68 kg, tenaga kerja 559,16 HKP dan pestisida cair 20,57 liter, sehingga commit to user usahatani bawang merah varietas Bima berada pada kondisi optimal. 86

87 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

b. Sebaiknya menggunakan benih bawang merah varietas Bima dengan ukuran benih besar (5,0-7,5 gram/benih) atau benih sedang (2,5-4,0 gram/benih) dengan lama penyimpanan 3 bulan sehingga sudah cukup siap tanam (kawak). 2. Bagi Pemerintah Kabupaten Brebes a. Penerapan pertanian organik versi LEISA (Low External Input And Sustainable Agriculture) untuk mengurangi dampak negatif dari

penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia pada usahatani bawang merah varietas Bima. b. Penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) untuk mengukur kadar hara N, P dan K tanah dalam bentuk tersedia, sehingga dapat digunakan untuk penentuan rekomendasi pemupukan unsur N, P dan K spesifik lokasi untuk tanaman bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes.

commit to user