ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN DI

Download Abstrak: Penelitian ini mengkaji faktor-faktor utama penyebab kemiskinan di. Provinsi ... Kata kunci: kemiskinan, analisis faktor, eksplora...

0 downloads 380 Views 783KB Size
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN METODE EKSPLORATORI KOMPONEN UTAMA 𝐑𝐢𝐧𝐚 𝐅𝐢𝐭𝐫𝐢𝐚𝐧𝐢𝐭𝐚 𝐑𝐢𝐳𝐤𝐢𝟏 , 𝐒𝐮𝐬𝐢𝐬𝐰𝐨𝟐 Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini mengkaji faktor-faktor utama penyebab kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dengan cara mereduksi variabel-variabel awal menjadi faktor. Cara mereduksi variabel-variabel yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut adalah dengan menggunakan analisis faktor dengan metode eksploratori komponen utama. Variabel-variabel tersebut antara lain adalah variabel tingkat pendidikan (𝑋1 ), buta huruf (𝑋2 ), pengangguran (𝑋3 ), jenis atap rumah (𝑋4 ), jenis dinding rumah (𝑋5 ), jenis lantai rumah (𝑋6 ), luas rumah (𝑋7 ) dan penerangan ( 𝑋8 ). Dari hasil penerapan analisis faktor dengan menggunakan metode eksploratori komponen utama, diperoleh jumlah faktor yang terbentuk adalah 2 faktor, yaitu faktor kelayakan perumahan (𝐹1 ) dan faktor ekonomi rendah (𝐹2 ). Sedangkan persamaan dari kedua faktor tersebut adalah: F1 = 0,232 X1 − 0,132 X2 − 0,241 X3 + 0,833 X4 + 0,945 X5 +0,887 X6 + 0,704 X7 dan F2 = −0,674 X1 + 0,876 X2 +0,886 X3 − 0,304 X4 − 0,119 X5 − 0,156 X6 − 0,339 X7 Kata kunci: kemiskinan, analisis faktor, eksploratori, komponen utama

Abstract: This study discuss the main factors that cause poverty in East Java Province by reducing the initial variables into factor. The reduction process of the variables that cause the poverty using principal component exploratoty method. Those variables are the level of education (𝑋1 ), illiteracy (𝑋2 ), unemployment (𝑋3 ), type of roof (𝑋4 ), type of wall (𝑋5 ), type of floor (𝑋6 ), land area (𝑋7 ) and lighting (𝑋8 ). From the result of the application of factor analysis using principal component exploratory method, obtained the number of factors which are formed two factors, i.e. residence feasibility factor (𝐹1 ) and low economic factor (𝐹2 ). While the equation of the two factors are: F1 = 0,232 X1 − 0,132 X2 − 0,241 X3 + 0,833 X4 + 0,945 X5 +0,887 X6 + 0,704 X7 and F2 = −0,674 X1 + 0,876 X2 +0,886 X3 − 0,304 X4 − 0,119 X5 − 0,156 X6 − 0,339 X7 Keyword: poverty, factor analysis, exploratory, principal component

Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang ada di Indonesia. Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang juga tak terlepas dari masalah kemiskinan tersebut. Kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan lingkungannya sehingga seseorang tersebut mengalami kesengsaraan dalam hidupnya. Variabel atau indikator kemiskinan sangatlah beragam, antara lain karena rendahnya tingkat pendidikan, banyaknya masyarakat 1. 2.

Rina Fitrianita Rizki adalah mahasiswi jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang Susiswo adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang

2

buta huruf, meningkatnya pengangguran, jenis material perumahan, hingga kurangnya penerangan. Variabel-variabel ini kemudian akan direduksi menjadi sejumlah faktor, dimana jumlah faktor yang terbentuk lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Analisis faktor merupakan salah satu metode yang terdapat pada analisis statistik multivariat yang digunakan untuk menjelaskan hubungan atau korelasi antar sejumlah variabel yang saling independen atau bebas antara satu variabel dengan variabel yang lain, sehingga dapat dibentuk satu faktor atau lebih. Variabel-variabel dalam satu faktor memiliki nilai korelasi yang tinggi, sedangkan nilai korelasi dengan variabel-variabel pada faktor lain relatif lebih rendah. Pada dasarnya, analisis faktor memiliki sifat dapat menjelaskan keragaman data secara maksimal, antara satu faktor dengan faktor yang lain saling bebas atau tidak memiliki korelasi dan setiap faktor yang terbentuk dapat diinterpretasikan. Beberapa fungsi dari analisis faktor antara lain adalah menentukan jumlah faktor yang tidak mudah diamati secara langsung, mereduksi variabel-variabel awal menjadi faktor yang jumlahnya lebih sedikit dan mengelompokkan variabelvariabel ke dalam beberapa faktor yang berbeda berdasarkan karakteristik dari faktor tersebut. Analisis faktor memiliki persamaan: 𝑋(𝑝×1) − 𝜇(𝑝×1) = 𝐿(𝑝×𝑚 ) 𝐹(𝑚 ×1) + 𝜀(𝑝×1) dimana: 𝑋 𝜇 𝐿

𝐹 𝜀

: vektor variabel asal (𝑋1 , 𝑋2 , 𝑋3 , … , 𝑋𝑝 ) : vektor rata-rata variabel awal : matriks beban faktor yang merefleksikan pentingnya faktor bersama, dimana 𝐿𝑖𝑗 adalah nilai beban faktor dari variabel ke-𝑖 pada faktor ke-𝑗 dengan 𝑖 = 1, 2, 3, … , 𝑝 dan 𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑚 : vektor faktor bersama : vektor faktor khusus atau galat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah dan nama faktor yang dapat dibentuk dari variabel-variabel penyebab kemiskinan di Jawa Timur serta untuk mengetahui model persamaan faktor yang dapat dibentuk dengan menerapkan analisis faktor menggunakan metode eksploratori komponen utama. METODE Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu berupa data Survei Sosial Ekonomi Nasional Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 yang meliputi 9 kota dan 29 kabupaten. Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini antara lain adalah pendidikan (𝑋1 ), buta huruf (𝑋2 ), pengangguran (𝑋3 ), jenis atap rumah (𝑋4 ), jenis dinding rumah (𝑋5 ), jenis lantai rumah (𝑋6 ), luas rumah (𝑋7 ) dan penerangan (𝑋8 ). Dalam penelitian ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah:

3

1. Melakukan uji asumsi yang meliputi uji kelayakan analisis faktor menggunakan uji Kaiser Meyer Olkin (KMO), uji korelasi atau multikolinearitas menggunakan uji Bartlett untuk melihat nilai signifikansi secara menyeluruh dari semua korelasi dan melihat dari nilai Measure of Sampling Adequacy (MSA). 2. Menentukan jumlah faktor bersama sebagai hasil ekstraksi faktor menggunakan metode komponen utama dengan mempertahankan nilai keragaman semaksimal mungkin, dimana nilai eigen harus lebih dari 1 (𝜆 > 1), persentase kumulatif keragaman harus di atas 60% (bidang sosial) dan dengan melihat kriteria Scree Plot. 3. Menentukan variabel mana masuk ke dalam faktor yang mana dengan cara melihat nilai korelasi antara masing-masing variabel dengan faktor yang terbentuk. Variabel akan masuk ke dalam faktor dengan nilai korelasi yang kuat, yaitu apabila nilai korelasi lebih besar dari 0,5. 4. Melakukan rotasi faktor dengan menggunakan metode Varimax dengan cara memutar sumbu faktor dari titik pusat menuju titik yang dituju sebesar 90o, atau dinamakan rotasi orthogonal. Tujuan dari rotasi ini adalah untuk mempertahankan keadaan dimana di antara faktorfaktor yang diekstrak tidak terdapat korelasi. 5. Melakukan interpretasi faktor yang meliputi pemberian nama atau label pada faktor yang terbentuk, memodelkan faktor dan interpretasi model analisis faktor. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Hasil Uji Kaiser Meyer Olkin

Nilai Kaiser Meyer Olkin (KMO)

0,601

Dapat dilihat bahwa nilai KMO berada pada interval 0,6 ≤ KMO < 0,7 yang berarti data berada pada indikator “cukup”. Tabel 2 Hasil Uji Bartlett

Uji Bartlett

Nilai Khi kuadrat db Sig.

197,737 28 0,000

Hasil uji Bartlett menunjukkan nilai 197,737 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga tolak 𝐻0 yang berarti terjadi korelasi antarvariabel.

4

Tabel 3 Tabel Nilai MSA

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8

X1 0,819 0,038 0,256 0,136 0,006 -0,012 -0,300 -0,184

X2 0,038 0,677 -0,701 -0,099 -0,149 0,184 0,059 0,074

X3 0,256 -0,701 0,710 0,222 -0,011 -0,028 -0,014 -0,150

X4 0,136 -0,099 0,222 0,636 0,260 -0,563 -0,587 -0,702

X5 0,006 -0,149 -0,011 0,260 0,620 -0,855 -0,596 -0,302

X6 -0,012 0,184 -0,028 -0,563 -0,855 0,537 0,574 0,464

X7 -0,300 0,059 -0,014 -0,587 -0,596 0,574 0,549 0,434

X8 -0,184 0,074 -0,150 -0,702 -0,302 0,464 0,434 0,319

Dapat dilihat pada Tabel 3 di atas bahwa nilai MSA variabel X1 adalah 0,819; variabel X2 bernilai 0,677; variabel X3 bernilai 0,710; variabel X4 bernilai 0,636; variabel X5 bernilai 0,620; variabel X6 bernilai 0,537 dan variabel X7 bernilai 0,549; yang mana nilai-nilai tersebut lebih besar dari 0,5. Namun pada variabel X8, nilai MSA adalah 0,319 yang berarti bahwa nilai ini lebih kecil dari 0,5. Nilai ini mengindikasikan bahwa variabel X8 harus dikeluarkan dari variabel lainnya agar data dapat dianalisis lebih lanjut. Selanjutnya dilakukan pengulangan uji asumsi dengan variabel X8 tidak diikutsertakan dalam pengujian. Tabel 4 Hasil Pengulangan Uji Kaiser Meyer Olkin

Nilai Kaiser Meyer Olkin (KMO)

0,707

Dapat dilihat bahwa nilai KMO berada pada interval 0,7 ≤ KMO < 0,8 yang berarti data berada pada indikator “baik”. Tabel 5 Hasil Pengulangan Uji Bartlett

Nilai Khi kuadrat db Sig.

Uji Bartlett

173,400 21 0,000

Hasil uji Bartlett menunjukkan nilai 173,400 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga tolak 𝐻0 yang berarti terjadi korelasi antarvariabel. Tabel 6 Tabel Nilai MSA

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

X1 0,874 0,052 0,235 0,010 -0,052 0,084 -0,248

X2 0,052 0,684 -0,699 -0,067 -0,133 0,170 0,030

X3 0,235 -0,699 0,724 0,166 -0,060 0,048 0,057

X4 0,010 -0,067 0,166 0,841 0,071 -0,376 -0,440

X5 -0,052 -0,133 -0,060 0,071 0,659 -0,847 -0,541

X6 0,084 0,170 0,048 -0,376 -0,847 0,625 0,467

X7 -0,248 0,030 0,057 -0,440 -0,541 0,467 0,668

5

Dapat dilihat pada Tabel 6 di atas bahwa nilai MSA variabel X1 adalah 0,874; variabel X2 bernilai 0,684; variabel X3 bernilai 0,724; variabel X4 bernilai 0,841; variabel X5 bernilai 0,659; variabel X6 bernilai 0,625 dan variabel X7 bernilai 0,668. Hal ini berarti nilai MSA dari ketujuh variabel lebih besar dari 0,5 sehingga data dapat dinyatakan layak dan dapat dilakukan analisis lebih lanjut. Setelah data dinyatakan layak untuk dilakukan analisis faktor, selanjutnya akan dilakukan proses ekstraksi faktor dengan metode komponen utama. Tabel 7 Tabel Komunalitas

Nilai Awal 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

Nilai Ekstraksi 0,508 0,784 0,843 0,787 0,907 0,812 0,610

Pada Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa untuk variabel X1, nilai ekstraksi sebesar 0,508. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 50,8% ragam dari variabel X1 dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Nilai ekstraksi sebesar 0,784 pada variabel X2, yang berarti sebesar 78,4% ragam dari variabel X2 dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Sebesar 84,3% ragam dari variabel X3 dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk karena variabel X3 memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,843. Selanjutnya pada variabel X4, nilai ekstraksi sebesar 0,787 menunjukkan bahwa sekitar 78,7% ragam dari variabel X4 dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Variabel X5 memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,907 yang berarti sekitar 90,7% ragam dari variabel X5 dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Pada variabel X6, sekitar 81,2% ragamnya dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk karena variabel X6 memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,812. Sedangkan variabel X7 dengan nilai ekstraksi 0,610 menunjukkan bahwa sekitar 61% ragam variabel X7 dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Berikut ini merupakan hasil analisis kriteria pada ekstraksi faktor: 1.

Nilai Eigen Tabel 8 Tabel Jumlah Keragaman

Komponen 1 2 3 4 5 6 7

Total 3,909 1,342 0,789 0,429 0,274 0,194 0,063

Nilai Eigen Awal Persentase dari Ragam 55,839 19,172 11,277 6,133 3,912 2,766 0,901

Persentase Kumulatif 55,839 75,011 86,288 92,421 96,333 99,099 100,000

6

Tabel 8 menunjukkan bahwa ada 7 variabel, atau dalam hal ini komponen, yang dimasukkan dalam analisis faktor. Pada kolom total dapat dilihat bahwa komponen yang memiliki nilai total eigen di atas 1 adalah komponen 1 dan 2, sehingga diperoleh jumlah faktor yang terbentuk adalah sebanyak dua faktor. 2.

Persentase Kumulatif Keragaman

Tabel 8 juga menjelaskan jika 7 komponen tersebut dijadikan satu faktor, maka faktor tersebut mampu menjelaskan ragam dari komponen sebesar 55,839% dimana nilai eigen masih di atas 1. Jika dari 7 komponen tersebut dijadikan dua faktor, maka kedua faktor tersebut mampu menjelaskan ragam dari kedua komponen sebesar 75,011% dimana nilai eigen juga masih di atas 1. Hasil persentase ini diperoleh dari nilai akumulatif persentase komponen 1 dan komponen 2, yaitu jumlah dari 55,839% dan 19,172%. Karena penelitian ini termasuk penelitian dalam bidang sosial, maka nilai minimal persentase kumulatif adalah sebesar 60%. Karena diperoleh persentase kumulatif keragaman sebesar 75,011% lebih besar dari 60%, maka terbentuknya dua faktor tersebut sudah dikatakan valid dan dapat diterima. 3.

Scree Plot

Gambar 1 Scree Plot

Dapat dilihat pada Gambar 1 bahwa garis yang terhubung dari komponen 1 menuju komponen 2, arah garis menurun dengan tajam dan masih berada di atas angka 1 dari sumbu Y atau nilai eigen. Sedangkan pada komponen 3 hingga komponen 7, dapat dilihat bahwa nilai eigen mulai berada di bawah angka 1. Ini berarti bahwa faktor yang dapat dibentuk dari ketujuh variabel atau komponen tersebut adalah dua faktor, yaitu faktor 1 dan faktor 2.

7

Langkah selanjutnya adalah menentukan kategori variabel ke dalam faktor yang terbentuk. Tabel 9 Tabel Matriks Komponen

Komponen 1 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

0,588 -0,627 -0,721 0,851 0,830 0,806 0,767

2 -0,403 0,625 0,569 0,252 0,466 0,403 0,147

Pada variabel X1, korelasi antara X1 dengan faktor 1 adalah 0,588 (kuat) dan dengan faktor 2 adalah 0,403 (lemah). Maka X1 dapat dimasukkan sebagai komponen faktor 1. Lalu korelasi antara X4 dengan faktor 1 adalah 0,851 (kuat) dan dengan faktor 2 adalah 0,252 (lemah) sehingga X4 dapat dimasukkan sebagai komponen faktor 1. Korelasi X5 dengan faktor 1 adalah 0,830 (kuat) dan dengan faktor 2 adalah 0,466 (lemah) sehingga X5 masuk ke dalam komponen faktor 1. Variabel X6 dan variabel X7 juga masuk ke dalam komponen faktor 1 karena korelasi antara X6 dengan faktor 1 sebesar 0,806 (kuat) dan dengan faktor 2 sebesar 0,403 (lemah) sedangkan korelasi X7 dengan faktor 1 adalah 0,767 (kuat) dan dengan faktor 2 adalah 0,147 (lemah). Namun variabel X2 dan X3 masih sulit untuk ditentukan masuk ke dalam faktor yang mana karena nilai korelasi antara variabel dengan faktor yang terbentuk sama-sama kuat. Dapat dilihat bahwa nilai korelasi antara variabel X2 dengan faktor 1 adalah 0,627 (kuat) dan dengan faktor 2 adalah 0,625 (kuat). Sedangkan pada variabel X3, nilai korelasi dengan faktor 1 sebesar 0,721 (kuat) dan dengan faktor 2 adalah sebesar 0,569 (kuat). Karena masih sulit untuk memutuskan masuk ke dalam faktor yang manakah kedua variabel tersebut, maka langkah selanjutnya adalah melakukan rotasi faktor untuk dapat menginterpretasikan pengkategorian tersebut dengan jelas. Tabel 10 Tabel Rotasi Matriks Komponen

Komponen 1 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

0,232 -0,132 -0,241 0,833 0,945 0,887 0,704

2 -0,674 0,876 0,886 -0,304 -0,119 -0,156 -0,339

8

Sekarang dapat ditentukan bahwa variabel X2 dan X3 masuk ke dalam faktor 2 karena nilai korelasi variabel X2 dengan faktor 1 sebesar 0,132 (lemah) dan dengan faktor 2 sebesar 0,876 (kuat) sedangkan nilai korelasi X3 dengan faktor 1 adalah 0,241 (lemah) dan dengan faktor 2 adalah 0,886 (kuat). Kemudian variabel X1 menjadi masuk ke dalam faktor 2 karena nilai korelasi X1 dengan faktor 1 sebesar 0,232 (lemah) dan dengan faktor 2 sebesar (kuat). Nilai korelasi variabel X4 dengan faktor 1 adalah 0,833 (kuat) dan dengan faktor 2 adalah 0,304 (lemah) sehingga X4 tetap masuk ke dalam faktor 1. Variabel X5, X6 dan X7 juga tetap masuk ke dalam faktor 1 karena nilai korelasi dengan faktor 1 kuat jika dibandingkan dengan faktor 2. Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukan, dari 8 variabel yang kemudian direduksi menjadi 7 variabel, terbentuklah faktor yang terdiri dari 2 faktor, yaitu: 1.

2.

Faktor 1 terdiri atas variabel 𝑋4 (jenis atap rumah), 𝑋5 (jenis dinding rumah), 𝑋6 (jenis lantai rumah) dan 𝑋7 (luas rumah). Maka, faktor 1 bisa diberi nama sebagai faktor kelayakan perumahan. Faktor 2 terdiri atas variabel 𝑋1 (pendidikan), 𝑋2 (buta huruf) dan 𝑋3 (pengangguran). Maka, faktor 2 bisa diberi nama sebagai faktor ekonomi rendah.

Dari kedua faktor yang terbentuk tersebut diperoleh dua persamaan analisis faktor. Persamaan untuk faktor 1 adalah:

F1 = 0,232 X1 − 0,132 X2 − 0,241 X3 + 0,833 X4 + 0,945 X5 + 0,887 X6 + 0,704 X7 Dengan interpretasi variabel pendidikan memberi pengaruh sebesar 0,232 terhadap faktor kelayakan perumahan, variabel buta huruf memberi pengaruh sebesar − 0,132 terhadap faktor kelayakan perumahan, kemudian faktor pengangguran memberi pengaruh sebesar − 0,241 terhadap faktor kelayakan perumahan, variabel jenis atap rumah memberi pengaruh sebesar 0,833 terhadap faktor kelayakan perumahan, variabel jenis dinding rumah memberi pengaruh sebesar 0,945 terhadap faktor kelayakan perumahan, selanjutnya pengaruh sebesar 0,887 diberikan oleh variabel jenis lantai rumah dan sebesar 0,704 diberikan oleh variabel luas rumah terhadap faktor kelayakan perumahan. Kemudian variabel pendidikan, jenis atap, jenis dinding, jenis lantai dan luas rumah memiliki tanda positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan semakin layak jenis atap, jenis dinding, jenis lantai dan luas rumah, maka semakin tinggi pula tingkat kelayakan perumahan. Sebaliknya, jika semakin rendah tingkat pendidikan dan semakin tidak layak jenis atap, jenis dinding, jenis lantai dan luas rumah, maka semakin rendah pula tingkat kelayakan perumahan. Kemudian, variabel buta huruf dan pengagguran bertanda negatif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat buta huruf dan pengangguran, maka semakin rendah tingkat kelayakan perumahan. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat buta huruf dan pengangguran, maka semakin tinggi tingkat kelayakan perumahan.

9

Persamaan untuk faktor 2 adalah:

F2 = −0,674 X1 + 0,876 X2 +0,886 X3 − 0,304 X4 − 0,119 X5 − 0,156 X6 − 0,339 X7 Dengan interpretasi variabel pendidikan memberi pengaruh sebesar −0,674 terhadap faktor ekonomi rendah, variabel buta huruf memberi pengaruh sebesar 0,876 terhadap faktor ekonomi rendah, kemudian faktor pengangguran memberi pengaruh sebesar 0,886 terhadap faktor ekonomi rendah, variabel jenis atap rumah memberi pengaruh sebesar −0,304 terhadap faktor ekonomi rendah, variabel jenis dinding rumah memberi pengaruh sebesar −0,119 terhadap faktor ekonomi rendah, selanjutnya pengaruh sebesar −0,156 diberikan oleh variabel jenis lantai rumah dan sebesar − 0,339 diberikan oleh variabel luas rumah terhadap faktor ekonomi rendah. Kemudian variabel buta huruf dan pengangguran memiliki tanda positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat buta huruf dan pengangguran, maka semakin tinggi pula tingkat masyarakat dengan ekonomi rendah. Sebaliknya, jika semakin rendah tingkat buta huruf dan pengangguran, maka semakin rendah pula tingkat masyarakat dengan ekonomi rendah. Kemudian, variabel pendidikan, jenis atap, jenis dinding, jenis lantai dan luas rumah bertanda negatif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan semakin layak jenis atap, jenis dinding, jenis lantai dan luas rumah, maka semakin rendah tingkat masyarakat dengan ekonomi rendah. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan dan semakin tidak layak jenis atap, jenis dinding, jenis lantai dan luas rumah, maka semakin tinggi tingkat masyarakat dengan ekonomi rendah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari penelitian ini setelah dilakukan pengolahan data, dihasilkan dua faktor yang terbentuk, yaitu faktor 1 atau faktor kelayakan perumahan dan faktor 2 atau faktor ekonomi rendah. Faktor kelayakan perumahan (𝐹1 ) terdiri atas variabel jenis atap rumah (𝑋4 ), jenis dinding rumah (𝑋5 ), jenis lantai rumah (𝑋6 ) dan luas lantai rumah (𝑋7 ), sedangkan faktor ekonomi rendah (𝐹2 ) terdiri atas variabel pendidikan (𝑋1 ), buta huruf (𝑋2 ) dan pengangguran (𝑋3 ). Selanjutnya, persamaan dari faktor kelayakan perumahan adalah:

F1 = 0,232 X1 − 0,132 X2 − 0,241 X3 + 0,833 X4 + 0,945 X5 + 0,887 X6 + 0,704 X7 Dengan interpretasi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan (𝑋1 ) dan semakin layak jenis atap (𝑋4 ), jenis dinding (𝑋5 ), jenis lantai (𝑋6 ) dan luas rumah (𝑋7 ), maka semakin tinggi pula tingkat kelayakan perumahan. Sebaliknya, jika semakin rendah tingkat pendidikan dan semakin tidak layak jenis atap, jenis dinding, jenis lantai dan luas rumah, maka semakin rendah pula tingkat kelayakan perumahan. Sedangkan semakin tinggi tingkat buta huruf (𝑋2 ) dan pengangguran (𝑋3 ), maka semakin rendah tingkat kelayakan perumahan. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat buta huruf dan pengangguran, maka semakin tinggi tingkat kelayakan perumahan.

10

Sedangkan persamaan dari faktor ekonomi rendah adalah:

F2 = −0,674 X1 + 0,876 X2 +0,886 X3 − 0,304 X4 − 0,119X5 − 0,156 X6 − 0,339 X7 Dengan interpretasi bahwa semakin tinggi tingkat buta huruf (𝑋2 ) dan pengangguran ( 𝑋3 ), maka semakin tinggi pula tingkat masyarakat dengan ekonomi rendah. Sebaliknya, jika semakin rendah tingkat buta huruf dan pengangguran, maka semakin rendah pula tingkat masyarakat dengan ekonomi rendah. Sedangkan semakin tinggi tingkat pendidikan (𝑋1 ) dan semakin layak jenis atap (𝑋4 ), jenis dinding (𝑋5 ), jenis lantai (𝑋6 ) dan luas rumah (𝑋7 ), maka semakin rendah tingkat masyarakat dengan ekonomi rendah. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan dan semakin tidak layak jenis atap, jenis dinding, jenis lantai dan luas rumah, maka semakin tinggi tingkat masyarakat dengan ekonomi rendah. Saran dari penelitian ini adalah bahwa penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu referensi untuk melakukan penelitian dalam bidang yang sama, namun dengan menerapkan metode yang berbeda, atau penelitian dalam bidang berbeda dengan menerapkan metode yang berbeda pula. Penelitian lain juga dapat dilakukan dengan cara membandingkan metode komponen utama dan metode Maximum Likelihood Estimation atau membandingkan dengan metode lain agar diperoleh hasil yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2008. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. 2011. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Jakarta: Badan Pusat Statistik. Gudono. 2011. Analisis Data Multivariat. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Gujarati, Damodar N. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika (Jilid 1). Jakarta: Erlangga. Santoso, Singgih. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Simamora, Bilson. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Widarjono, Agus. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

LEMBAR PERSETUJUAN

Artikel ilmiah oleh Rina Fitrianita Rizki ini telah diperiksa dan disetujui,

Malang, 20 Mei 2013 Pembimbing

Drs. Susiswo, M.Si NIP 19650328 199001 1 001

Penulis

Rina Fitrianita Rizki NIM 309312417509