DIPONEGORO BUSINESS REVIEW http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dbr
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-11
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN INSTRUMEN DERIVATIF SEBAGAI PENGAMBILAN KEPUTUSAN HEDGING (Studi Kasus Pada Perusahaan Automotive and Allied Products Yang Terdaftar Di BEI Periode 2006-2010) Septama Hardanto Putro, M. Chabachib¹ Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedharto SH Tembalang, Semarang 50239, Phone: +622476486851
ABSTRACT This research aims to predict the probability of variables that influence the use of derivative instruments as hedging activities in firms. The advantage of firms that knowing which variables is most influence the probability the use of derivative instruments as hedging activities, the firms could protect themselves from loss, that caused from market risk fluctuation, after that firms can increase their value as a result avoid the risk. The population in this research are the type of business manufacturing firms Automotive and Allied Products listed on the Stock Exchange Indonesia during the period 2006 to 2010. This research used logistic regressions analysis technique, to find sets of variables that affect the probability the use of derivative instruments as hedging activities. Variables used in this research are Debt Equity Ratio, Growth Opportunity, and Firm Size. Test results used logistic regressions method, showed that the five of variables used in this research there are three variables that affect the probability of firms to use derivative instruments for hedging activities. Those variables that affect the hedging activity are Debt Equity Ratio, Growth Opportunity, and Firm Size. Keywords: Financial Risk Management, Derivative Instruments, Hedging
PENDAHULUAN Salah satu ciri dari era globalisasi ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas yang dihadapi yaitu semakin meningkatnya persaingan serta gejolak harga pasar yang membuat ketidakpastian atau risiko usaha semakin meningkat dalam mempertahankan usahanya. Baik usaha kecil, menengah, dan besar berlomba-lomba untuk mempertahankan usahanya tersebut dengan berbagai cara untuk menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi. Risiko tersebut memiliki dua karakteristik, pertama merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa, dan kedua merupakan ketidakpastian yang bila terjadi akan menimbulkan kerugian (Djojosoedarso, 1999). Dari beberapa kutipan di atas, dapat saya simpulkan Risiko adalah perubahan atau penyimpangan dari hasil yang sudah diperkirakan atau diharapkan, menjadi sesuatu yang tidak pasti, dan bahkan dapat membuat perkiraan tersebut hilang atau mengalami kerugian. Contoh kerugian adalah keuangan perusahaan dalam laporan keuangan suatu perusahaan manufaktur yang menunjukkan perusahaan tersebut mendapatkan beban lebih besar akibat eksposur valuta asing. Dalam laporan keuangan tercantum bahwa terdapat kerugian akibat nilai tukar mata uang asing yang mempengaruhi besaran laba yang seharusnya lebih besar apabila tidak terkena dampak nilai tukar mata uang asing tersebut. Dampak dari kerugian nilai tukar mata uang asing tersebut bisa dirasakan secara luas, mulai dari penurunan laba perusahaan, penurunan laba per saham, dan diikuti dengan penurunan harga saham di pasar modal, apabila penurunan harga saham tersebut terjadi, kemungkinan dapat mempengaruhi jumlah investor menjadi menurun, dan perusahaan akan kehilangan saluran pendanaan. Risiko-risiko tersebut tidak dapat langsung dicegah kapan munculnya, pasti akan langsung mempengaruhi kondisi perusahaan tersebut, namun
¹ Septama Hardanto Putro, M. Chabachib
DIPONEGORO BUSINESS REVIEW
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 2
perusahaan tetap dapat menanggulangi risiko dengan berbagai cara dan pengelolaan berbagai cara penanggulangan risiko inilah yang disebut manajemen risiko (Djojosoedarso, 1999). Jenis risiko dapat diketahui oleh perusahaan dengan mengukur terlebih dahulu eksposur yang dapat dialami perusahaan. Eksposur adalah objek yang rentan terhadap resiko dan berdampak pada kinerja perusahaan apabila resiko yang diprediksikan benar-benar terjadi. Eksposur yang paling umum berkaitan dengan ukuran keuangan, misalnya harga saham, laba, pertumbuhan penjualan dan sebagainya. Salah satu cara untuk meminimalisir risiko finansial adalah dengan metode hedging atau lindung nilai seperti yang sudah disebutkan Djojosoedarso (1999) sebagai salah satu cara untuk menanggulangi risiko. Lindung nilai atau dalam bahasa Inggris disebut hedge dalam dunia keuangan dapat diartikan sebagai suatu investasi yang dilakukan khususnya untuk mengurangi atau meniadakan risiko pada suatu investasi lain. Lindung nilai adalah suatu strategi yang diciptakan untuk mengurangi timbulnya risiko bisnis yang tidak terduga, di samping tetap dimungkinkannya memperoleh keuntungan dari invetasi tersebut. Prinsip hedging adalah menutupi kerugian posisi aset awal dengan keuntungan dari posisi instrumen hedging. Sebelum melakukan hedging, hedger hanya memegang sejumlah aset awal. Setelah melakukan hedging, hedger memegang sejumlah aset awal dan instrumen hedging-nya disebut portfolio hedging (Sunaryo, 2009). Aktivitas hedging dilakukan dengan menggunakan instrumen derivatif, derivatif merupakan kontrak perjanjian antara dua pihak untuk menjual dan membeli sejumlah barang (baik komoditas, maupun sekuritas) pada tanggal tertentu di masa yang akan datang dengan harga yang telah disepakati pada saat ini. Perlu diketahui bahwa underlying instruments dalam derivatif tidak terbatas pada aktiva finansial saja, seperti saham, warrants, dan obligasi, tetapi bisa terdapat pada komoditas, logam berharga, indeks saham, tingkat suku bunga, dan kurs nilai tukar (Utomo, 2000). Produk turunan derivatif juga termasuk jenis risiko yang dapat dialihkan oleh aktivitas hedging. Hasil penelitian terdahulu terkait faktor yang mempengaruhi hedging, masih terdapat inkonsistensi hasil (misalnya Nance, Smith, dan Smithson, 1993; Nguyen dan Faff, 2003; Spano, 2005; Triki, 2005; Ameer, 2010; Guniarti,2011) sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih konsisten pada perusahaan yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menemukan bukti empiris pengaruh Debt Equity Ratio, Financial Distress, Growth Opportunity, Liquidity, dan Firm Size terhadap probabilitas pengambilan keputusan hedging.
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Eksposur Valuta Asing Eksposur valuta asing adalah kepekaan perubahan dalam nilai riil asset, kewajiban atau pendapatan operasi yang dinyatakan dalam mata uang domestik terhadap perubahan kurs yang tidak terantisipasi (Levi, 2001). Eksposur valuta asing akan dialami oleh perusahaan yang melakukan dan/atau menerima pendapatan dalam valuta asing (Yuliati, 2002). Ditinjau dari dampak dan pengaruhnya, terdapat tiga macam eksposur valuta asing, yaitu: Eksposur tansaksi mengukur perubahan pada nilai transaksi karena terdapat perbedaan antara kurs valuta asing pada saat transaksi disepakati dan saat transaksi diselesaikan/dipenuhi. Jadi eksposur ini berhubungan dengan transaksi-transaksi yang sudah ada, tetapi belum jatuh tempo (Yuliati, 2002). Nilai aliran kas masuk perusahaan yang diterima dalam berbagai denominasi mata uang asing akan ditentukan oleh kurs valuta asing, pada saat penerimaan dikonversikan ke mata uang yang dikehendaki. Demikian juga dengan aliran kas keluar yang dibayarkan dalam denominasi mata uang asing, nilainya akan tergantung pada kurs valuta asing saat pembayaran akan dilakukan. Eksposur transaksi dapat terjadi disebabkan oleh penggunaan transaksi kredit atau meminjam dana yang pelunasannya dinyatakan dalam mata uang asing. Eksposur transaksi dapat
dilakukan dengan melakukan kontrak hedging valuta asing atau menempuh strategi operasi tertentu (Madura, 2006). Kontrak hedging valuta asing bisa dilakukan di pasar forward, pasar futures, pasar uang, opsi, dan kesepakatan swap. Eksposur operasi mengukur setiap perubahan pada nilai sekarang perusahaan yang disebabkan oleh perubahan aliran kas operasi, karena perubahan yang tidak terduga pada kurs valuta asing. Analisis eksposur operasi bertujuan untuk mengetahui dampak dari perubahan kurs
2
DIPONEGORO BUSINESS REVIEW
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 3
valuta asing (yang tak terduga) terhadap kegiatan operasi dan posisi bersaing perusahaan. Eksposur operasi memiliki kesamaan dengan eksposur transaksi, yaitu berhubungan dengan perubahan aliran kas karena fluktuasi kurs valuta asing. Akan tetapi, eksposur operasi mempunyai cakupan yang lebih luas dari eksposur transaksi dan dampaknya terhadap eksistensi perusahaan yang lebih fundamental dari eksposur transaksi dan eksposur akuntansi (Yuliati, 2002). Eksposur akuntansi tidak menimbulkan perubahan pada aliran kas riil perusahaan. Eksposur ini timbul saat sebuah perusahaan membuat laporan keuangan konsolidasi dari seluruh anak perusahaannya yang tersebar di berbagai negara (Yuliati, 2002). Cara yang ditempuh untuk mengelola eksposur akuntansi adalah balance sheet hedge. Cara ini berupaya menetralisir eksposur dengan menyeimbangkan sisi kekayaan dan kewajiban perusahaan, pada arah yang berlawanan. Selain balance sheet hedge, juga terdapat teknik lain yakni contractual hedge tetapi hasil yang diperoleh seringkali melibatkan unsur spekulatif.
Hedging Lindung nilai atau hedging, atau hedge merupakan istilah yang sangat popular dalam perdagangan berjangka. Dimana hedging merupakan salah satu fungsi ekonomi dari perdagangan berjangka, yaitu transfer of risk. Hedging merupakan suatu strategi untuk mengurangi risiko kerugian yang diakibatkan oleh turun-naiknya harga. Menurut Paul Merrick (1998) seperti dikutip oleh Kusmanto, hedging atau hedge didefinisikan sebagai berikut: “A hedge is one or more traders perfomed in order to protect an existing market exsposure against market movement”. Jadi pada dasarnya hedging merupakan suatu cara produsen atau investor untuk melindungi posisi suatu asset atau (underlying assets) dari risiko perubahan pasar. Instrumen derivatif untuk melakukan aktivitas hedging, antara lain: Opsi Adalah suatu kontrak derivatif dengan disertai pilihan (hak) untuk menjual atau membeli sesuatu sesuai dengan yang tertera di kontrak tersebut. Opsi dikatakan sebagai efek derivatif yang berarti hanya akan mempunyai nilai selagi terhubung ke aset finansial yang bersangkutan setiap jenis opsi mempunyai masa hidup pasar tertentu, sehingga kalau masa hidup pasarnya sudah habis, maka efek derivatif tersebut sudah tidak ada nilainya. Future adalah pertukaran janji dagang untuk membeli atau menjual suatu aset di masa depan pada harga yang sudah ditentukan lebih dulu. Perbedaan antara future dan opsi adalah jika pemegang kontrak opsi mempunyai pilihan apakah ia akan melakukan pengiriman atau tidak, sedangkan kontrak future adalah janji pasti untuk mengirimkan gandum pada harga jual tetap. Forward Adalah persetujuan untuk membeli atau menjual suatu aset di masa depan pada harga yang disepakati. Kontrak forward adalah kontrak future yang disesuaikan dengan kebutuhan. Swap adalah pengaturan oleh kedua belah pihak untuk menukar suatu aliran arus kas untuk aliran lainnya. Swap tingkat bunga, perusahaan akan membayar atau menukar swap pembayaran tetap untuk pembayaran lain yang terikat pada tingkat bunga. Maka jika tingkat bunga naik, meningkatkan beban bunga perusahaan atas utang berbunga mengambangnya, arus kas dari kesepakatan swap juga akan naik, menutup paparannya (Marcus, 2006). Swap adalah perjanjian antara dua pihak untuk saling menukar aliran (arus) kas (cash flow) secara periodik selama periode tertentu pada masa mendatang menurut aturan yang disepakati.
Debt Equity Ratio Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian dari modal sendiri atau ekuitas yang digunakan untuk membayar hutang. Debt to Equity Ratio (DER) merupakan perbandingan antara total hutang yang dimiliki perusahaan dengan total ekuitasnya. Secara matematis Debt to Equity Ratio (DER) dapat diformulasikan sebagai berikut (Ang, 1997).
Semakin tinggi Debt to Equity Ratio (DER) menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek maupun jangka panjang) semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) (Ang, 1997).
3
DIPONEGORO BUSINESS REVIEW
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 4
Financial Distress Financial Distress adalah suatu pengukuran yang mengindikasikan kesulitan dalam pengembalian hutang kepada kreditur, atau dapat disebut sebagai pengukur kebangkrutan perusahaan (Wikipedia). Salah satu pengukuran financial distress dapat diterangkan dari perhitungan Z-Score yang dikemukakan oleh Edward I. Altman. Pada tahun 1968 Altman meneliti manfaat laporan keuangan sebagai pengukur kinerja dalam memprediksi kecenderungan kebangkrutan dan ketidakbangkrutan perusahaan, yang sekarang dikenal sebagai Altman Z-Score.
Perusahaan yang memiliki nilai Z-Score yang rendah mengindikasikan perusahaan tersebut tergolong tidak sehat, atau kecenderungan kebangkrutannya tinggi, hal tersebut membuat perusahaan tersebut akan lebih berhati-hati dalam mengelola keuangannnya.
Growth Opportunity Growth Opportunity yang tinggi menunjukkan peluang perusahaan untuk maju kian besar. Proksi pengukuran variabel Growth Opportunity pada penelitian ini adalah perbandingan antara MVE (market value of equity) dan BVE (book value of equity). Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut:
Kesempatan Pertumbuhan Perusahaan yang tinggi menunjukkan nilai pasar yang semakin baik di antara perusahaan lainnya.
Liquidity Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang harus segera dipenuhi (Sutrisno, 2000). Likuiditas adalah menunjukan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih, perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaaan “likuid” (Munawir, 1981).
Rasio likuiditas yang mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan diproksikan dengan current ratio. Aktiva lancar umumnya meliputi kas, sekuritas, piutang usaha, dan persediaan. Kewajiban lancar atau hutang lancar terdiri atas utang lancar, wesel tagih jangka pendek,utang jatuh tempo yang kurang dari satu tahun, akrual pajak, dan beban-beban akrual lainnya (terutama gaji).
Firm Size Besar kecilnya suatu perusahaan membuat pengambilan keputusannya pun berbeda-beda. Besarnya ukuran perusahaan dapat mempengaruhi kemudahan suatu perusahaan dalam memperoleh sumber pendanaan baik eksternal maupun internal (Short dan Keasy, 1999). Semakin besar suatu perusahaan risiko yang diterima pun semakin besar, mereka cenderung lebih banyak melakukan aktivitas hedging untuk melindungi aset mereka. Karena dampak yang ditimbulkan
4
DIPONEGORO BUSINESS REVIEW
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 5
suatu risiko dalam perusahaan besar lebih berdampak besar, maka mereka akan memberlakukan suatu manajemen risiko yang lebih ketat dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan (Firm Size) diproksikan melalui:
Kerangka Pemikiran Pengaruh Debt Equity Ratio terhadap Hedging Penggunaan hutang diyakini mampu mengungkit kemampuan perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Ketersediaan dana tersebut mampu menjalankan perusahaan untuk berbagai kebutuhan, seperti kebutuhan operasional, ekspansi usaha, dan lain-lain. Karena terpenuhinya dana tersebut, maka perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Namun semakin tinggi proporsi tingkat hutang terhadap modal sendiri, maka akan berpengaruh terhadap besaran risiko yang semakin besar.
Penggunaan hutang yang lebih besar dibandingkan dengan kuantitas modal yang dimiliki tersebut menimbulkan permasalahan baru yaitu meningkatnya biaya kebangkrutan, biaya keagenan, tingkat pengembalian bunga yang lebih tinggi, dan terciptanya asimetri informasi sesuai dengan pernyataan Franco Modigliani dan Milton Miller (Teori MM). Dengan risiko yang semakin besar tersebut, maka perusahaan perlu untuk mengambil keputusan yang strategis terkait manajemen risiko agar meloloskan perusahaan dari adanya risiko tersebut yang dapat membuat perusahaan bangkrut. Salah satu tindakan dalam manajemen risiko adalah penggunaan instrumen derivatif untuk aktivitas hedging (Clark, Judge, Ngai ; 2006 dan Batram, Brown, dan Fehle ; 2006). Semakin tinggi rasio hutang terhadap modal sendiri atau debt to equity ratio yang ditanggung perusahaan, sehingga semakin besar tindakah hedging yang perlu dilakukan untuk mengurangi dampak buruk risio tersebut, sehingga semakin besar tingkat debt to equity ratio yang diterima perusahaan, semakin besar peluang perusahaan untuk mengambil keputusan hedging. H₁ : Debt Equity Ratio(DER) berpengaruh positif terhadap Hedging
Pengaruh Financial Distress terhadap Hedging Altman Z-Score adalah pengukur kinerja dalam memprediksi kecenderungan kebangkrutan dan ketidakbangkrutan perusahaan. Apabila nilai hasil perhitungan menunjukkan angka yang rendah, maka perusahaan tersebut termasuk dalam perusahaan yang mempunyai kemungkinan kebangkrutan, hal tersebut membuat perusahaan tersebut akan lebih berhati-hati dalam mengelola keuangannnya, sehingga lebih memungkinkan untuk mencari suatu mekanisme pengalihan risiko yaitu aktivitas hedging. Jadi ketika nilai Z-Score Altman menurun perusahaan akan terdorong untuk melakukan aktivitas hedging sehingga dapat diketahui bahwa hubungan antara nilai Z-Score Altman dengan aktivitas hedging adalah berhubungan negatif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Triki (2005) dan (Guniarti, 2011). H₂ : Financial Distress berpengaruh negatif terhadap Hedging
Pengaruh Growth Opportunity terhadap Hedging Perusahaan yang memiliki kesempatan pertumbuhan yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai probabilitas untuk tumbuh dan digemari oleh para calon investor, untuk menjawab kesempatan yang sudah ditunjukkan, perusahaan membutuhkan tambahan dana, agar perusahaan tersebut tumbuh. Salah satu cara mendapatkan sumber dana dengan cepat untuk
5
DIPONEGORO BUSINESS REVIEW
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 6
membiayai tumbuhnya perusahaan adalah memasukkan sumber hutang ke dalam struktur modal perusahaan. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang pesat cenderung menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang lambat (Baskin, 1989; Weston dan Brigham, 1984). Hutang merupakan salah satu cara efektif untuk mendapatkan suntikan dana secara cepat, namun hal tersebut akan membawa dampak baru, yaitu adanya risiko tambahan dari penggunaan hutang tersebut, yaitu seperti fluktuatifnya suatu komoditas, valuta asing, dan suku bunga. Dengan semakin besarnya kesempatan pertumbuhan perusahaan, hal tersebut mendorong semakin tingginya hutang dari pihak eksternal dan semakin tinggi risiko kesulitan keuangan maka tindakan lindung nilai atau hedging yang dilakukan juga akan semakin banyak. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nance, Smith, dan Smithson (1993). menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat kesempatan pertumbuhan yang tinggi akan semakin banyak melakukan aktivitas hedging dalam usaha untuk melindungi risiko-risiko yang merugikan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipostesis yaitu : H₃ : Net Profit Margin (NPM) berpengaruh positif terhadap Return Saham
Pengaruh Liquidity terhadap Hedging Rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan yang diproksi dengan current ratio. Current ratio merupakan salah satu rasio likuiditas yang bertujuan untuk melihat besarnya aktiva lancar relatif terhadap utang lancarnya. Nilai CR yang tinggi dari suatu perusahaan akan mengurangi ketidakpastian bagi investor, namun mengindikasikan adanya dana yang menganggur (idle cash) sehingga akan mengurangi tingkat profitabilitas perusahaan, akibatnya ROA juga semakin kecil (Priharyanto, 2009). Apabila tingkat profitabilitas menurun menunjukkan perusahaan tersebut tidak mampu menggunakan dananya dengan maksimal untuk mendapatkan laba atau profit. Adanya eksposur transaksi memperburuk penurunan profitabilitas tersebut, dikarenakan eksposur transaksi mempengaruhi aliran kas jangka pendek perusahaan, apabila pembayaran transaksi dilakukan dengan menggunakan denominasi kurs valuta asing, nilainya akan lebih besar apabila valuta asing mengalami apresiasi terhadap mata uang domestik, sehingga risiko meningkat. Dengan demikian semakin tinggi nilai likuiditas maka semakin rendah aktivitas hedging yang dilakukan karena risiko kesulitan keuangan yang muncul cenderung rendah dan sebaliknya (Spano, 2004). Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipostesis yaitu : H4 : Liquidity berpengaruh positif terhadap Hedging
Pengaruh Firm Size terhadap Hedging Sama halnya dengan Pertumbuhan Perusahaan yang cepat akan menimbulkan risiko-risiko yang mengganggu aktivitas perusahaan. Ukuran Perusahaan pun demikian, semakin besar suatu perusahaan, maka aktivitas perusahaan tidak hanya melibatkan perdagangan dalam negeri, namun juga menggunakan jalinan bisnis mancanegara. Hubungan bisnis dengan perusahaan yang berada di luar negeri pun biasanya berkaitan dengan perjanjian dagang, pinjaman hutang, persaingan, dan lain-lain. Operasional yang mencakup berbagai negara akan menimbulkan eksposur valuta asing dan adanya risiko fluktuasi nilai tukar mata uang. Semakin besar suatu perusahaan semakin besar risiko yang timbul, maka semakin mungkin perusahaan untuk melakukan hedging. Perusahaan yang lebih besar akan lebih banyak melakukan aktivitas hedging dibandingkan dengan perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipostesis yaitu : H5 : Firm Size berpengaruh positif terhadap Hedging
METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data untuk semua variabel yaitu Hedging, Debt Equity Ratio, Financial Distress, Growth Opportunity, Liquidity, dan Firm Size yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Data sekunder ini diperoleh
6
DIPONEGORO BUSINESS REVIEW
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 7
dengan metode pengamatan laporan keuangan konsolidasi Automotive and Allied Products selama pengamatan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Dalam penelitian ini, melihat laporan keuangan tahunan konsolidasi perusahaan automotive and allied products yang terdaftar di BEI periode 2006-2010, apabila perusahaan menggunakan instrumen derivatif sebagai aktivitas hedging, diberi angka 1 sebagai kategori bahwa perusahaan melakukan aktivitas hedging, dan diberi angka 0 apabila perusahaan tidak melakukan penggunaan instrumen derivatif sebagai aktivitas hedging.
Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan pada industri Automotive and Allied Products sebanyak 15 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006 sampai 2010. Teknik pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria: a. Perusahaan manufaktur dengan jenis Automotive and Allied Products yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2006 – 2010. b. Perusahaan Automotive and Allied Products yang secara kontinyu melaporkan data keuangan pada periode tahun 2006 – 2010.
Metode Analisis Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah regresi logistik. Regresi
Logistik dilakukan ketika peneliti ingin menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya (Ghozali, 2007). Teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan asumsi normalitas data dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel independen yang digunakan dalam model, artinya variabel penjelasannya tidak harus memiliki distribusi normal, linier, maupun memiliki varian yang sama dalam setiap grip. Gujarati (2003) menyatakan bahwa regresi logistik mengabaikan heteroscedacity artinya variabel dependen tidak memerlukan homoscedacity untuk masing-masing variabel independen.. Persamaan regresi tersebut adalah sebagai berikut : Model umum regresi logistik menurut Hair et al (1995): (
)
atau Keterangan: p = probabilitas variabel dependen e = logaritma natural = konstanta regresi = koefisien regresi = variabel independen
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pembahasan Hasil Penelitian Analisis pertama yang dilakukan adalah menilai kelayakan keseluruhan model (overall model fit) dengan memasukkan dua tabel, yang pertama dengan nilai -2LogL block number = 0 (model yang hanya memasukkan konstanta dan yang kedua dengan nilai -2LogL block number = 1 (model yang memasukkan konstanta dan variabel independen), berikut tabel-tabel overall model fit test.
7
DIPONEGORO BUSINESS REVIEW
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 8
Tabel 1 Iteration History
Step 0
Iteration 1 2
-2 Log Likelihood 103.318 103.318
Coefficients constant -.187 -.187
Tabel 2 Model Summary Step 1
-2 Log Likelihood 58.149
Cox & Snell R Square 0.452
Nagelkerke R Square 0.605
Pada tabel 1, nilai -2LogL = 0 dimana model hanya memasukkan konstanta adalah sebesar 103,318 sedangkan pada tabel 2 di atas, nilai -2LogL = 1 yang memasukkan konstanta dan variabel independen sebesar 58,149 yang berarti bahwa -2LogL = 0 > -2LogL = 1 sehingga model regresi dapat dikatakan layak atau baik. Sedangkan pada tabel 2 di atas, terlihat nilai Cox & Snell R Square sebesar 0,452 dan Nagelkerke R Square sebesar 0,605 yang berarti variabilitas variabel dependen (aktivitas hedging) dapat dijelaskan variabilitas variabel independen (Debt Equity Ratio, Financial Distress, Growth Opportunity, Liquidity, dan Firm Size) sebesar 60,5%, sedangkan 39,5% variabilitas pada variabel dependen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar variabel independen yang digunakan.
Step 1
Tabel 3 Hosmer and Lemeshow Test Chi-square df 8.912 7
sig .316
Pada tabel 3 di atas diperoleh angka sebesar 8,192 dengan angka probabilitas signifikansi yang menunjukkan nilai sebesar 0,316 yang bernilai lebih besar dari 0.05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Ho tidak ditolak yang berarti model regresi layak untuk dipakai karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati (model yang dihipotesiskan fit dengan data). Tabel 4 Hasil Uji Hipotesis Variabel DER FINANCIAL DISTRESS GROWTH OPPORTUNITY LIQUIDITY FIRM SIZE
Nilai Signifikansi (α=5%) ,027 * ,299 ,011 * ,176 ,007*
Keterangan : *) Signifikan
Variabel tingkat hutang dalam modal, atau Debt Equity Ratio (DER) memiliki koefisien regresi 0,489 dengan nilai probabilitas (sig) 0,027, dan memiliki wald statistic sebesar 4,859. Ini menunjukkan bahwa variabel DER signifikan karena mempunyai nilai sig lebih kecil dari nilai 0,05, dan nilai wald statistic lebih besar daripada nilai chi-square tabel (3,841). Hal ini berarti Ha yang menyatakan variabel Debt Equity Ratio (DER) berpengaruh positif pada pengambilan keputusan hedging dan signifikan sehingga hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nguyen and Faff (2003), Spano (2004), dan Judge (2002, 2003). Variabel Financial Distress memiliki koefisien regresi sebesar 0,752 dengan nilai probabilitas (sig) 0,299, dan memiliki wald statistic sebesar 1,078. . Ini menunjukkan bahwa variabel Financial Distress tidak signifikan karena mempunyai nilai sig lebih besar dari nilai 0,05,
8
DIPONEGORO BUSINESS REVIEW
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 9
dan nilai wald statistic lebih kecil daripada nilai chi-square tabel (3,841). Hal ini berarti bahwa Ha yang menyatakan bahwa variabel Financial Distress berpengaruh negatif terhadap pengambilan keputusan hedging sehingga hipotesis kedua dalam penelitian ini ditolak. Hasil tersebut memiliki kesesuaian tanda dengan penelitian yang dilakukan oleh Triki (2005). Variabel tingkat Kesempatan Pertumbuhan Perusahaan, atau Growth Opportunity memiliki koefisien regresi sebesar 11,914 dengan nilai probabilitas (sig) 0,011, dan memiliki wald statistic sebesar 6,447. Ini menunjukkan bahwa variabel Growth signifikan karena mempunyai nilai sig lebih kecil dari nilai 0,05, dan nilai wald statistic lebih besar daripada nilai chi-square tabel (3,841). Hal ini berarti Ha yang menyatakan variabel Kesempatan Pertumbuhan Perusahaan (Growth Opportunity) berpengaruh positif pada pengambilan keputusan hedging dan signifikan sehingga hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nance Smith dan Smithson (1993), dan Ameer (2010). Variabel tingkat likuiditas perusahaan (Liquidity) memiliki koefisien regresi sebesar 0,795 dengan nilai probabilitas (sig) 0,345, dan memiliki wald statistic sebesar 1,828. Ini menunjukkan bahwa variabel tingkat likuiditas perusahaan (Liquidity) berpengaruh positif namun tidak signifikan karena mempunyai nilai sig lebih besar dari nilai 0,05, dan nilai wald statistic lebih kecil daripada nilai chi-square tabel (3,841). Hal ini berarti bahwa Ha yang menyatakan bahwa variabel tingkat likuiditas perusahaan (Liquidity) berpengaruh positif terhadap pengambilan keputusan hedging sehingga hipotesis Keempat dalam penelitian ini ditolak. Hasil memiliki keseuaian tanda dengan penilitan yang dilakukan oleh Clark and Judge (2005). Variabel Ukuran Perusahaan (Firm Size) memiliki koefisien regresi sebesar 1,436 dengan nilai probabilitas (sig) 0,007 dan memiliki wald statistic sebesar 7,382. Ini menunjukkan bahwa variabel Firm Size signifikan karena mempunyai nilai sig lebih kecil dari nilai 0,05, dan nilai wald statistic lebih besar daripada nilai chi-square tabel (3,841). Hal ini berarti Ha yang menyatakan variabel Ukuran Perusahaan (Firm Size) berpengaruh positif pada pengambilan keputusan hedging dan signifikan sehingga hipotesis kelima dalam penelitian ini diterima. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nance, Smith, dan Smithson (1993), Nguyen dan Faff (2002,2003), Spano (2004), Klimczak (2008), Ameer (2010), , serta Guniarti (2011).
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Kesimpulan Dari jumlah sampel sebanyak 15 perusahaan manufaktur dengan jenis usaha Automotive and Allied Products yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang memiliki aktivitas hedging, didapatkan 8 perusahaan (53,33%) dan sisanya 7 perusahaan (46,67%) tidak melakukan aktivitas hedging. Hasil pengujian dengan regresi logistik untuk model analisis selama amatan 2006 – 2010 menunjukkan prosentasi kebenaran model ketepatan prediksi sebesar 81,3% yang menunjukkan bahwa penelitian ini cukup baik karena mendekati ketepatan 100%. Kemudian hasil uji goodness of fit yang ditunjukkan dari hasil perhitungan Hosmer and Lemeshow Test yaitu sebesar 0,316 yang bernilai lebih besar dari 0.05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Ho tidak ditolak yang berarti model regresi layak untuk dipakai karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan metode analisis regresi logistik menunjukkan bahwa variabel debt equity ratio, growth opportunity, dan firm size secara konsisten berpengaruh signifikan terhadap probabilitas aktivitas hedging dengan instrumen derivatif dengan tingkat signifikansi kurang dari 0,05. Sedangkan variabel financial distress dan liquidity menunjukkan hasil yang tidak signifikan terhadap probabilitas aktivitas hedging dengan instrumen derivatif dengan tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05.
Keterbatasan 9
DIPONEGORO BUSINESS REVIEW
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 10
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain, variabilitas variabel independen (Debt Equity Ratio, Financial Distress, Growth Opportunity, Liquidity, dan Firm Size) hanya dapat menjelaskan variabilitas variabel dependen (aktivitas hedging) sebesar 60,5%, artinya masih terdapat 39,5% variabilitas variabel independen lainnya yang dapat digunakan selain variabel independen yang sudah digunakan dlm penelitian ini, variabel independen yang digunakan merupakan hasil perhitungan rasio keuangan yang dinilai hanya dari aspek internal perusahaan, tanpa menggunakan faktor eksternal perusahaan, selain itu penelitian ini hanya menunjukkan perusahaan yang menggunakan instumen derivatif secara keseluruhan, belum mampu membedakan penggunaan jenis instrumen derivatif masing-masing perusahaan.
Saran Implikasi Teoritis Variabel Debt Equity Ratio menunjukkan hasil adanya pengaruh positif dan signifikan terhadap pengambilan instrumen derivatif sebagai sarana lindung nilai atau hedging. Temuan ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Nguyen dan Faff (2003), Spano (2004), dan Klimczak (2008) yang menyatakan pendapat bahwa variabel Debt Equity Ratio berpengaruh positif terhadap hedging. Namun temuan penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Triki (2005) yang menyatakan bahwa DER berpengaruh negatif terhadap hedging. Variabel Financial Distress menunjukkan hasil adanya pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pengambilan instrumen derivatif sebagai sarana lindung nilai atau hedging. Temuan ini mempunyai kesamaan tanda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nance Smith dan Smithson (1993), namun temuan penelitian ini tidak memiliki kesamaan tanda dengan penelitian yang dilakukan oleh Spano (2004), Clark, Judge dan Ngai (2005), dan Guniarti (2011) yang menyatakan bahwa variabel Financial Distress memiliki pengaruh negatif terhadap hedging. Variabel Growth Opportunity menunjukkan hasil adanya pengaruh positif dan signifikan terhadap pengambilan instrumen derivatif sebagai sarana lindung nilai atau hedging. Temuan ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Nance, Smith, dan Smithson (1993) yang menyatakan pendapat bahwa variabel Growth Opportunity berpengaruh positif terhadap hedging. Namun temuan penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Ameer (2010) yang menyatakan bahwa variabel Growth Opportunity memiliki pengaruh negatif terhadap hedging. Variabel Liquidity menunjukkan hasil adanya pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pengambilan instrumen derivatif sebagai sarana lindung nilai atau hedging. Temuan ini memiliki kesamaan tanda dengan penelitian yang dilakukan oleh Clark dan Judge (2005). Namun temuan penelitian ini tidak memiliki kesamaan tanda dengan penelitian yang dilakukan oleh Spano (2004), dan Batram, Brown dan Fehle (2006) yang menyatakan bahwa variabel Liquidity berpengaruh negatif terhadap hedging. Variabel Firm Size menunjukkan hasil adanya pengaruh positif dan signifikan terhadap pengambilan instrumen derivatif sebagai sarana lindung nilai atau hedging. Temuan ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Nance, Smith, dan Smithson (1993), Spano (2004), Ameer (2010), dan Guniarti (2011). Namun temuan ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Triki (2005) yang menyatakan bahwa variabel firm size berpengaruh negatif terhadap hedging.
Implikasi Manajerial Bagi perusahaan yang akan melakukan pengambilan instrumen derivatif sebagai sarana hedging diharapkan untuk memperhatikan informasi internal perusahaan yakni Growth Opportunity, Firm Size dan Debt Equity Ratio. Karena dalam penelitian ini variabel Growth Opportunity memiliki pengaruh terbesar dan signifikan terhadap hedging diikuti oleh Firm Size dan Debt Equity Ratio. Hal ini perlu dilakukan dikarenakan mencegah perusahaan mendapat risiko eksposur valuta asing yang seharusnya dapat dialihkan oleh penggunaan instumen derivatif sebagai sarana hedging, dan mencegah perusahaan untuk mengeluarkan biaya derivatif dengan tidak memberikan manfaat yang diharapkan. Bagi investor yang akan melakukan investasi ke berbagai perusahaan manufaktur dengan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat memperhitungkan terlebih dahulu variabel debt equity, growth opportunity, dan firm size yang dimiliki perusahaan tersebut. Bila nilai yang
10
DIPONEGORO BUSINESS REVIEW
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 11
ditunjukkan oleh perhitungan variabel tersebut menunjukkan angka yang relatif tinggi dibandingkan dengan perusahaan lain, namun perusahaan tersebut belum melakukan aktivitas hedging maka perusahaan tersebut berisiko terjadinya kesulitan keuangan karena risiko yang diterima perusahaan lebih besar. Kemudian bagi akademisi, penelitian ini dapat membantu memudahkan analisis berkaitan dengan aktivitas hedging pada perusahaan manufaktur dengan jenis usaha Automotive and Allied Products yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang memiliki risiko. Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan serta dapat memberikan kontribusi dalam penelitian lain tentang penggunaan instrumen derivatif sebagai aktivitas hedging.
Saran untuk penelitian mendatang Menggunakan variabel-variabel internal perusahaan lainnya, seperti tingkat penjualan, jumlah pajak penghasilan, pertumbuhan perusahaan, arus kas perusahaan, kepemilikan manajerial, sehingga model penelitian yang dihasilkan memiliki ketepatan lebih tinggi. Menggunakan rentang waktu penelitian yang lebih panjang, sehingga lebih mampu menjelaskan keseluruhan variabel yang diteliti. Menggunakan variabel makro ekonomi atau variabel eksternal perusahaan yang diduga berpengaruh terhadap eksposur dan pengambilan keputusan hedging pada perusahaan, seperti pendapatan nasional, risiko bisnis, stabilitas keamanan, kebijakan politik dan pemerintah, perkembangan pasar uang dan pasar modal.
REFERENSI Ameer, Rashid. 2010. “Determinant of Corporate Hedging Practices in Malaysia”.International Business Research. Vol 3 No 2 April (120-130) Ang, Robert. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Mediasoft: Indonesia Aretz, Kevin. 2009. Corporate Hedging and Shareholder Value. JEL Bartram, Shonke M, Gregory W Brown & Frank R Fehle, 2006. “International Evidence on Financial Derivatives Usage”. Working Paper, Lancaster University, Lancaster, UK Baskin, J. 1989. “An Empirical Investigation of The Packing Order Hypothesys”. Financial Management Journal. Vol 18 (26-35) Brigham, Eugene F and Joel F Houston. 2006. Manajemen Keuangan. Erlangga: Jakarta Chen, Long. 2006. On the Relation between the Market-to-Book Ratio, Growth. JEL Classification: G32 Clark Ephraim and Amrit Judge. 2005. “Motives for Corporate Hedging:Evidence from the UK”. Working Paper, Middlesex University, London, UK Clark Ephraim, Amrit Judge, & Wing Sang. 2006. “The Determinants of Corporate Hedging: An Empirical Study of Hong Kong and Chinese Firms”. Working Paper, Middlesex University, London, UK Djojosoedarso, Soeisno. 1999. Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi. Jakarta: Salemba Empat Ederington, Louis H. 1979. The Hedging Performance of the New Futures Markets. The Journal of Finance (4-8) Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. BP Undip: Semarang Gujarati, Damodar N. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga Guniarti, Fay. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Hedging dengan Instrumen Derivatif Valuta Asing (Studi Kasus pada Perusahaan Nonfinancial yang Terdaftar di BEI periode 2007-2009). Tesis Tidak Dipublikasikan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang Hair, Jr, Joseph F, Ralph E. Anderson, Ronald L. Tatman, and William C. Black. 1995. Multivariate Data Analysis with Reading 5th ed. New York: MacMilan Publishing Company Halim, Abdul . 2003. Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat Houston, Brigham. 2006. Fundamentals of Financial Management. Jakarta: Salemba Empat
11
DIPONEGORO BUSINESS REVIEW
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 12
Judge, Amrit.2002. “Why do Firms Hedge? A Review of the Evidence”. Working Paper, Middlesex University, London, UK Kertonegoro Sentanoe. 1996. Manajemen Risiko dan Asuransi. Jakarta: PT Toko Gunung Agung Klimczak, Karol Marek. 2008. Corporate Hedging and Risk Management Theory. The Journal of Risk Finance. Vol 9 No 1 (20-39) Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: AMP YKPN Levi, Maurice D. 2001. Keuangan Internasional. Diterjemahkan Handoyo Prasetyo. Yogyakarta:Andi Marcus, Brealey Myers. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: Erlangga Mishkin, Frederic S. 2008. Ekonomi, Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Jakarta: Salemba Empat Munawir, S. 1981. Analisa Laporan Keuangan. Jogyakarta: Liberty Nance, Deana R et all. 1993.”On the Determinants of Corporate Hedging”. The Journal of Finance. Vol XLVIII No 1 March (267-284) Salvatore, Dominic. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga Short, Helen dan Kevin Keasy. 1999. “Managerial Ownership and the Performance of Firms: Evidence from the UK”. Journal of Corporate Finance Vol 5 Sudiyatno, Bambang. 2010. TOBIN’S Q DAN ALTMAN Z-SCORE SEBAGAI INDIKATOR PENGUKURAN KINERJA. Kajian Akuntansi (9-21) Sunaryo, T. 2009. Manajemen Risiko Financial. Jakarta: Salemba Empat Sutrisno, M.M. 2000. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Erlangga Utomo, Lisa Linawati. 2000. Instrumen derivatif: Pengenalan dalam strategi Manajemen Risiko Keuangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 2 No 1 (53-68) Weston, J.F dan Copeland, T.E. 1997. Manajemen Pendanaan 9th ed. Jakarta: Penerbit Bina Rupa Aksara Yuliati, Sri Handayu dan Handoyo Prasetyo. 2002. Dasar-dasar Manajemen Keuangan Internasional. Yogyakarta:Andi www.bi.go.id www.id.wikipedia.org
12