ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (HG) DAN SIANIDA (CN) PADA

Download Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ” Analisis Kandungan Merkuri(Hg) dan Sianida (CN) ... Sedangkan analisis kandungan logam berat pada ...

0 downloads 430 Views 3MB Size
ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) DAN SIANIDA (CN) PADA BEBERAPA JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI TELUK KAO, HALMAHERA UTARA

SILVANUS MAXWEL SIMANGE

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ” Analisis Kandungan Merkuri(Hg) dan Sianida (CN) pada Beberapa Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Teluk Kao Kabupaten Halmahera Utara” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2010

Silvanus Maxwel Simange C 452070294

ABSTRACT SILVANUS MAXWEL SIMANGE. Content Analysis of Mercury (Hg) and cyanide (CN) on Some Types of Fish Catch Fishermen in the Gulf of Kao, North Halmahera. Supervised by DOMU SIMBOLON and DEDI JUSADI.

The disposal of mercury (Hg) and cyanide (CN) in the gold mining activities in North Halmahera Regency Kao Bay can cause habitat damage and contamination or poisoning and death of various types of biota that live around the area, including fish and humans. Therefore the aim of this study is to determine the content of mercury (Hg) and cyanide (CN) in water consumption and some types of fish catches around the Gulf of Kao and the level of appropriateness for consumption. Location of fish sampling conducted near the mouth of the river in the Cape Taolas Kao Bay (station 1) and Tanjung Akesone (station 2). While the analysis of heavy metal content in water and the fish is done at the in laboratory research centers and industrial development Manado and Limnology Laboratory in Bogor Agricultural University Bogor using AAS method. Samples of fish that contain mercury in measuring and sianidanya is white shrimp or fish Panaeus merguensis jackfruit seeds or Upeneus sp, fish red Snapper or Lutjanus sp, and Belanak/Mugil sp. Based on laboratory reults showed that mercury (Hg) and cyanide (CN) in seawater around the Gulf of Kao is still below the threshold limit (0.0002 ppm Hg, and CN 0.001 ppm). Compared with water quality standards according to category C Kep-20/MENKLH/I/1990. The content of mercury (Hg) in the liver into 4 types of fish was higher (0.13 to 0.51 ppm) compared to the flesh (0.02 to 0.19 ppm). The most high fish liver content of mercury is fish jackfruit seeds (from 0.45 to 0.51). The content of cyanide (CN) in the liver was also higher (6.0 to 18 ppm) than in meat (4,2 to 9,7 ppm). Referring to the standard intake of mercury on the human body that have been established by WHO in Darmono (2008) of 0.5 ppm, the red Snapper fish, Belanak fish, fish and shrimp jackfruit seeds safe for consumption. While the content of cyanide into the body already exceed safe levels. ranging from 1.52 ppm - 4.5 ppm, WHO (2004). Thus, red snapper, mullet, and shrimp are caught in the Cape and Cape Akesone Taolas Kao Bay is at a critical level (harmful) when consumed.

Key words: mercury, cyanide, fish consumption, Kao Bay.

RINGKASAN

SILVANUS MAXWEL SIMANGE ; Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Sianida (CN) pada Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Teluk Kao ,Halmahera Utara Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan DEDI JUSADI.

Penggunaan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam aktivitas penambangan emas di Teluk Kao Kabupaten Halmahera Utara dapat menimbulkan kerusakan habitat dan kontaminasi/keracunan serta kematian berbagai jenis biota yang hidup disekitar kawasan tersebut, termasuk ikan dan manusia. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) pada perairan dan beberapa jenis ikan konsumsi hasil tangkapan disekitar Teluk Kao serta tingkat kelayakannya untuk dikonsumsi. Lokasi pengambilan sampel ikan dilakukan didekat muara sungai yang ada di Teluk Kao yaitu Tanjung Taolas (stasiun 1) dan Tanjung Akesone (stasiun 2). Sedangkan analisis kandungan logam berat pada air dan ikan dilakukan di Laboratorium balai penelitian dan pengembangan industri, manado dan Laboratorium Limnologi Institut Pertanian Bogor menggunakan metode AAS. Sampel ikan yang di ukur kandungan merkuri dan sianidanya adalah Udang putih/ Panaeus merguensis, ikan Biji nangka/ Upeneus sp, ikan Kakap merah/ Lutjanus sp. dan Belanak/ Mugil sp. Berdasarkan hasil laboratorium menunjukkan bahwa kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) pada air laut disekitar Teluk Kao masih dibawah ambang batas ( Hg 0,0002 ppm, dan CN 0,001 ppm). dibandingkan dengan baku mutu air golongan C sesuai Kep-20/MENKLH/I/1990. Kandungan merkuri (Hg) pada organ hati ke 4 jenis ikan tersebut lebih tinggi (0,13 – 0,51 ppm) dibandingkan pada dagingnya (0,02 – 0,19 ppm). Hati ikan yang paling tinggi kandungan merkurinya adalah ikan Biji nangka (0,45 – 0,51). Kandungan sianida (CN) pada organ hati juga lebih tinggi (6,0 – 18 ppm) dibanding pada daging (4,2 – 9,7 ppm). Mengacu pada standar asupan merkuri pada tubuh manusia yang telah ditetapkan oleh WHO dalam Darmono (2008) sebesar 0,5 ppm, maka ikan Kakap merah, ikan Belanak, ikan biji nangka dan udang aman untuk di konsumsi. Sedangkan kandungan sianida yang masuk ke tubuh sudah melebihi ambang batas aman. berkisar 1,52 ppm – 4,5 ppm, WHO (2004). Dengan demikian, ikan kakap merah, belanak, dan udang yang tertangkap di Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone Teluk Kao berada pada tingkat yang kritis (membahayakan) bila dikonsumsi

Kata Kunci: Merkuri, Sianida, Ikan konsumsi, Teluk Kao

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

ANALISIS MERKURI (Hg) dan SIANIDA (CN) pada BEBERAPA IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI TELUK KAO, HALMAHERA UTARA

SILVANUS MAXWEL SIMANGE

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tri Wiji Nuraini, M.Si

Judul Tesis

:

Analisis Merkuri (Hg) dan Sianida (CN) pada Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Teluk Kao, Halmahera Utara

Nama

:

Silvanus Maxwel Simange

NRP

:

C452070294

Mayor

:

Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si Ketua

Dr. Ir. Dedi Jusadi, M.Sc Anggota

Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Tanggal Ujian : 12 November 2010

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, karena atas Kasih dan Sayang-Nya penulis diberi kesempatan menyelesaikan Tesis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada program Studi Teknologi Kelautan, Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1.

Bapak Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dalam penulisan tesis ini.

2.

Bapak Dr. Ir. Dedy Jusadi, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing dalam penulisan tesis ini.

3.

Bapak Rektor IPB yang telah sudi memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di IPB.

4.

Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc, selaku Ketua Program Studi Teknologi Kelautan.

5.

Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tesis.

6.

Bapak Bupati Halmahera Utara ”Ir. Hein Namotemo, MSP” yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister di Institut Pertanian Bogor.

7.

Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.

8.

Saudara Yakup Dimon, A.Md yang telah membantu Penulis selama dilokasi Penelitian

9.

Rekan-rekan mahasiswa IPB dari Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara (Fredo Uktolseja, Piet Hein Babua, Yesaya Cie, dr. Devie C. Bitjoli, Arifin Neka, Aser Tidore, Joice Betsy Mahura, Silvanus Maxwel, Johanis Deni Tonoro, Daud, John Raimond Pattiasina, Juril C. Onthony, Michael Sipahelut, Surya Darma, Samud Taha, Pitson Kutani, dan Nyoter J.C Koenoe) atas kebersamaan dalam menjalani perkuliahan, Ima Kusumanti S.Pi, Dini Handayani, A.Md dan

semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuannya kepada penulis baik moril maupun materil sampai dengan selesainya penulisan ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, terbuka ruang atas

saran, masukan, maupun kritik yang konstruktif guna kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dikemudian hari.

Bogor, November 2010 Silvanus Maxwel Simange

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tobelo Kabupaten Halmahera Utara pada tanggal 26 September 1971 sebagai anak kedua dari pasangan H. Simange dan Koenyang Kadua. Pendidikan Sarjana di tempuh di Jurusan Biologi Lingkungan Pertanian Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta tahun 1996. Pada tahun 2008, Penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan mayor Sistem Pemodelan Perikanan Tangkap mendapat dukungan Beasiswa Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara. Penuslis bekerja sejak tahun 1998-2002 sebagai tenaga pengajar honorer. di SMA Kristen Tobelo dan SMA Negeri Tobelo. Pada tahun 2002-2007 dipercayakan oleh Yayasan Saro Nifero sebagai Wakil Direktur bidang Pengembangan Kampus Politeknik Perdamaian Halmahera (Politeknik PADAMARA) Tobelo Halmahera Utara, dan sampai sekarang ini masih menjadi staf pengajar.

xi

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xvi 1

2

PENDAHULUAN ..........................................................................................1 1.1

Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2

Perumusan Masalah ............................................................................ 3

1.3

Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

1.4

Manfaat Penelitian ............................................................................. 4

1.5

Hipotesis.............................................................................................. 4

1.6

Kerangka Pemikiran Studi .................................................................. 5

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................9 2.1

Pencemaran oleh Logam Berat diperairan .......................................... 9

2.2

Logam Merkuri (Hg) ........................................................................... 10

1.3

Sianida (CN) ....................................................................................... 16

2.4

Kondisi umum perikanan Tangkap di Halmahera Utara ………….19

3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 25 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 25 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 25 3.3 Pengumpulan Data……………………………………………….………25 3.4 Analisis…………………………………………………………………...27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 29 4.1 Hasil Tangkapan ......................................................................................... 29 4.2 Kandungan Logam Berat dan Sianida di perairan Teluk Kao ................... 31

xii

4.3 Kandungan Logam Berat dan Sianida dalam Tubuh Ikan ......................... 33 4.3.1 Kandungan Merkuri (Hg) dalam Tubuh Ikan .................................. 33 4.3.2 Kandungan Sianida (CN) pada Ikan Hasil Tangkapan ..................... 40 4.4.Tingkat Kelayakan Ikan Konsumsi............................................................ 43 5 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 47 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 47 5.2 Saran .......................................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 49 LAMPIRAN ........................................................................................................ 55

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman 1

Perkembangan armada perikanan di Teluk Kao……………………………..22

2

Jumlah unit penagkapan dan jumlah nelayan di Teluk Kao…………………22

3

Produksi perikan laut, jumlah penduduk dan jumlah kelompok nelayan per Kecamatan di Teluk Kao ……………………………………….23

4

Jenis, sumber dan metode pengumpulan data ……………………………….27

5

Jenis ikan yang tertangkap pada stasiun pengamtan di Teluk Kao……………………………………………………………………29

6

Komposisi merkuri (Hg) pada bagaian hati dan daging kakap merah yangtertangkap dari Tanjung Taolas …………………………... 37

7

Komposisi merkuri (Hg) pada bagaian hati dan daging belanak yang tertangkap dari Tanjung Akesone ………………………….. 37

8

Komposisi merkuri (Hg) pada bagaian hati dan daging biji nagka yang tertangkap dari Tanjung Akesone dan Taolas…………………………………38 Komposisi Sianida (CN) pada bagian hati dan daging kakap merah yang Tertangkap di Tanjung Taolas ………………………………………………… 41

10

Komposisi Sianida (CN) pada bagian hati dan daging ikan belanak yang tertangkap ditanjung Akesone …………………………………………………. 41

11

Kadar Merkuri (Hg) pada bagian hati dan daging ikan, kaitannya dengan tingkat kelayakan konsumsi …………………………………………………………….44

12

Kadar Sianida (CN) pada bagian hati dan daging ikan, kaitannya dengan tingkat kelayak konsumsi ……………………………………………………………....45

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1

Kerangka pemikiran .......................................................................................

7

2

Proses logam berat masuk ke lingkungan laut ...............................................

10

3

Ekotoksikologi merkuri .................................................................................

12

4

Efek toksikologi sianida .................................................................................

18

5

Peta Kabupaten Halmahera Utara ..................................................................

21

6

Potensi dan dampak aktivitas penambangan di Teluk Kao ............................

24

7

Kadar Merkuri (Hg) pada daging ikan yang tertangkap dari Tanjung Taolas dan Akesone .................................................................. 8 Kadar Merkuri (Hg) pada bagian hati ikan yang tertangkap dari Tanjung Taolas dan Akesone ...................................................................................... 9 Kadar Sianida (CN) pada daging ikan yang tertangkap dari Tanjung Taolas dan Akesone ................................................................... 10 Kadar Sianida (CN) pada bagian hati ikan yang tertangkap dari Tanjung Taolas dan Akesone ..................................................................

34 39 40 42

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1

Peta lokasi penelitian.......................................................................................

55

2

Foto perairan sekitar Tanjung Taolas di Teluk Kao .......................................

56

3

Hasil analisis lab kandungan merkuri (Hg) dan sianida pada perairan ...........

57

4

Lampiran Kep-20/MENKLH/I/1990 ..............................................................

58

5

Jenis-jenis ikan yang tertangkap di lokasi penelitian ................................................

59

6

Hasil analisis merkuri (Hg) pada ikan sampel ................................................

60

7

Hasil analisis Sianida (CN) pada ikan sampel ................................................

61

8

Kisaran kandungan merkuri dan sianida pada daging dan bagian hati

9

ikan sampel......................................................................................................

62

Sertifikat akreditasi laboratorium ....................................................................

63

xix

DAFTAR ISTILAH

 Cyanida heap leaching : Sianida (CN) yang digunakan untuk ekstraksi biji emas dan perak, biasanya digunakan dalam bidang pertambangan  Hutan mangrove : Kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh disepanjang pantai tropis dan sub tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob  Karsiogenik : Menyebabkan kanker  Mangrove : Tumbuhan tropis dan komunitasnya yang tumbuh di daerah pasang surut  Maximum Suistainable Yield (MSY) : Jumlah maksimal ikan yang dapat dimanfaatkan dalam kondisi lestari  Mutagenik : Menyebabkan cacat bawaan  Pencemaran laut : Suatu keadaan, dimana suatu zat atau energy dan unsur lain diintrodusir ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sendiri  Perikanan Tangkap :

Kegiatan ekonomi dalam bidang

penangkapan atau pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas

xx

 Proses biokonsentrasi : Proses suatu bahan kimia dari air masuk ke dalam organisme melalui insang atau jaringan epitheliat dan terakumulasi  Proses biokumulasi : Istilah yang lebih luas dan meliputi bukan hanya biokonsentrasi tetapi juga akumulasi bahan kimia melalui makanan yang dikonsumsi  Proses biomaknifikasi : mengarah ke total proses yang terjadi, meliputi biokonsentrasi dan bioakumulasi dimana konsentrasi bahan kimia yang terakumulasi meningkat dalam jaringan sesuai dengan tingkatan tropic yang dilewati  Proses biotransfer : Perpindahan secara biologis suatu bahan kimia dari suatu tingkatan tropik yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi di dalam suatu struktur rantai makanan  Sianida (CN) : Merupakan senyawa kimia carbon-nitrogen yang terdiri dari sianida sederhana dan sianida kompleks  WPP : Merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalamanan, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia

1

1

1.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Kawasan pesisir Kabupaten Halmahera Utara terutama kawasan pesisir

Teluk Kao memiliki kekayaan sumberdaya hayati dan non-hayati yang cukup tinggi.

Keanekaragaman dan kekayaan sumberdaya tersebut

memberikan

manfaat ekologis dan ekonomi yang sangat besar bagi kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan usaha. Berbagai biota laut berkembang di kawasan tersebut, antara lain: mangrove, terumbu karang, lamun, dan potensi beberapa sumberdaya ikan ekonomis penting, seperti ikan teri, teripang, dan cumi-cumi. Potensi sumberdaya ikan yang terdapat di wilayah perairan Teluk Kao merupakan sumber matapencarian utama bagi masyarakat nelayan yang menetap di sepanjang Teluk Kao. Kawasan tersebut menjadi wilayah penangkapan dan budidaya ikan yang cukup potensial bagi masyarakat yang ada di sekitar. Selain sumberdaya hayati laut, kawasan Teluk Kao juga memiliki kekayaan sumberdaya non hayati yang terdiri dari berbagai jenis mineral bahan tambang, yang memiliki nilai ekonomi tinggi, terutama emas dan perak. Besarnya potensi emas di kawasan tersebut menjadi daya tarik berbagai pihak untuk mengeksploitasi baik secara legal maupun ilegal.

Mineral tersebut telah

dieksploitasi sejak tahun 1998 oleh PT. Nusa Halmahera Mineral dengan luas wilayah tambang 1.672.968 ha.

(PT.NHM)

Disamping itu juga ada

penambangan emas ilegal yang dilakukan oleh masyarakat/ penambangan emas tanpa izin (PETI). Besarnya manfaat ekonomi dari eksploitasi bahan mineral tersebut kemungkinan besar tidak akan dapat menutupi dampak negatif yang ditimbulkan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitarnya jika tidak dikelola dengan baik. Proses penambangan dan ekstraksi mineral terutama emas yang menggunakan berbagai bahan kimia berupa merkuri (Hg) dan sianida (CN) dapat merusak

lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan manusia.

Dalam proses

ekstrasi emas dan perak dari batuan, PT.NHM pada bagian hulu Desa Kobok menggunakan CN, sedangkan pada bagian hulu desa Tabobo terdapat

2

penambangan emas tanpa izin (PETI) yang menggunakan Hg dalam pengolahan emas dan perak.

Kedua bahan kimia tersebut akan menjadi limbah bersama

dengan lumpur dan dibuang di sepanjang sungai kemudian bermuara perairan Teluk Kao. Randu dari Media Relation & Communication Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) melalui siaran persnya pada tanggal 3 Maret 2007 mengemukakan bahwa sumber penghidupan masyarakat nelayan di Teluk Kao semakin sulit karena adanya pencemaran bahan-bahan kimia Hg dan CN yang berasal dari proses penambangan emas di sekitarnya. Sebelum beroperasi P.T.NHM setidaknya terdapat 150 unit bangan yang beroperasi di Teluk Kao dan menghasilkan sekitar 3-6 ton ikan teri per unit bagan setiap hari. Setiap unit bagan di Teluk Kao dapat memperkerjakan sekitar 15 orang dengan penghasilan Rp 200.000 per orang/hari. Dengan tidak beroperasinya bagan akibat hilangnya ikan teri di Teluk Kao dewasa ini, maka semakin berkurangnya hasil tangkapan nelayan setempat sampai 75% dan diperkirakan sekitar

2.250 nelayan tidak

melakukan aktivitas melaut lagi. Berdasarkan laporan Dinas Kelautan dan Perikanan (2007), sedimen yang masuk ke Teluk Kao diduga mengandung bahan pencemar logam berat Hg dan CN yang telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan, sehingga daerah tersebut semakin sulit untuk dikembangkan sebagai daerah penangkapan ikan dan kegiatan budidaya ikan. Pemasalahan dari bahan kimia toksik ialah karena tidak dapat didegradasi secara alamiah, sehingga dapat menyebabkan toksik terhadap ikan dan organisme laut lainnya. Halsted (1972) menyatakan kehidupan organisme pada lokasi laut yang tercemar oleh bahan kimia toksik ini biasanya semakin sedikit (berkurang). Lebih lanjut dilaporkan bahwa ikan yang tertangkap di daerah yang tercemar tersebut ditemukan memiliki tumor pada bagian badannya dan juga luka-luka erosi yang disebabkan oleh bahan kimia toksik. Hutagalung (1984), menyatakan bahwa logam berat yang terkonsumsi oleh biota laut termasuk ikan konsumsi akan mengalami bioakumulasi di dalam tubuhnya. Jika biota atau ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka akumulasi logam yang cukup tinggi dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit dan kematian.

3

Isu pencemaran oleh logam berat di Teluk Kao semakin banyak mendapat perhatian masyarakat. Hal ini menimbulkan keresahan masyarakat akan terjadi kasus-kasus seperti terjadi pada masyarakat Teluk Buyat di Sulawesi Utara. Kegiatan pertambangan emas akan selalu dihadapkan pada permasalahan sosial ekonomi akibat dampak yang ditimbulkan bahan pencemar logam berat Hg dan CN, karena akan berpengaruh terhadap produksi perikanan dan juga dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Tingginya kandungan kedua logam berat Hg dan CN dapat menimbulkan dampak biologi yang serus karena logam berat tersebut terkontaminasi dan terakumulasi pada tubuh biota laut melalui rantai makanan. Bahaya yang besar bagi manusia dalam bentuk methyl merkuri akan masuk ke tubuh lewat air , ikan, susu dan bahan makanan yang terkontaminasi. Senyawa beracun ini bisa juga menyebabkan berbagai penyakit termasuk kanker hingga mengakibatkan kecacatan dan kematian, karena tingkat penyerapannya tinggi ke dalam tubuh. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu studi yang sistematis melalui kegiatan penelitian untuk mengetahui kandungan logam berat Hg dan CN di perairan Teluk Kao dan dalam tubuh ikan hasil tangkapan nelayan Teluk Kao. Dengan demikian, masyarakat, pemerintah dan stekeholders lainnya memperoleh informasi yang lengkap dan akurat apakah hasil tangkapan nelayan dari Teluk Kao masih layak dikonsumsi atau tidak.

1.2

Perumusan Masalah Keberadaan PT NHM dan PETI sudah meresahkan masyarakat karena

lingkungan perairan di Teluk Kao diduga tercemar dengan logam berat merkuri (Hg) dan sianida (CN) yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas sumberdaya ikan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan manusia yang mengkonsumsinya. Tumbuhan akan menyerap logam berat, dan selanjutnya tumbuhan laut tersebut akan dikonsumsi oleh sebagian ikan-ikan herbivor. Ikan herbivor akan dimakan oleh ikan-ikan karnivor atau manusia. Ikan karnivor akan dimakan oleh jenis karnivora lainnya dan manusia. Semakin tinggi tingkatan trofik dari proses rantai makanan semakin besar juga bioakumulasi logam berat dalam tubuh organisme, sehingga dapat menyebabkan efek yang

4

negatif

bahkan kematian bagi manusia.

Adapun

fokus pertanyaan

dalam

penelitian ini adalah sebagi berikut: (1) Berapa besar logam merkuri (Hg) dan Sianida (CN) yang terkandung di perairan dan dalam tubuh ikan yang tertangkap di sekitar aktivitas penambangan di Teluk Kao. (2) Seberapa amankah konsumsi ikan dari hasil tangkapan nelayan di Teluk Kao oleh masyarakat.

1.3

Tujuan Penelitan Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui kandungan logam berat

merkuri (Hg) dan sianida (CN) yang terdapat di perairan Teluk Kao, (2) Mengetahui kandungan logam berat merkuri (Hg) dan sianida (CN) yang terdapat pada tubuh ikan konsumsi yang tertangkap dari Teluk Kao, dan (3) Menentukan tingkat kelayakan hasil tangkapan untuk dikonsumsi.

1.4

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai: (1) Masukan

bagi masyarakat yang mengkonsumsi ikan yang tertangkap dari Teluk Kao, (2) Masukan bagi pemerintah dan stakeholders lainnya dalam melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan Teluk Kao dan sekaligus membantu dalam proses pengambilan keputusan, dan (3) Masukan bagi usaha perikanan tangkap dalam melakukan operasi penangkapan ikan di Teluk Kao.

1.5

Hipotesis Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Kadar logam berat merkuri ( Hg) dan sianida (CN) yang terdapat di perairan dan dalam tubuh ikan yang tertankap dari Teluk Kao telah melampaui ambang batas yang diperbolehkan, dan (2) Ikan hasil tangkapan nelayan di perairan Teluk Kao tidak layak lagi untuk dikonsumsi.

5

1.6

Kerangka Pendekatan Studi Upaya pembangunan perikanan dan kelautan terus dikembangkan dan

digalahkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah memelihara kualitas dan daya dukung lingkungan dan potensi lestari, sehingga pebangunan perikanan dan kelautan dapat berlangsung secara berkelanjutan.

Pemanfaatan sumberdaya perikanan

tetap harus diupayakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani, karena itu kelestarian dan kualitas lingkungan mutlak harus menjadi perhatian semua pihak. Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani dengan kandungan lemak rendah, murah dan mudah didapat. Ikan juga muda dicernah dan tidak meningkatkan kandungan kolesterol di dalam tubuh yang memakannya, dan ikan dapat mencegah timbulnya penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Ikan yang layak dimakan adalah ikan yang baik atau mutu ikan yang dimakan memenuhi standar kesehatan (Diniah,1995). Siklus hidup ikan berada di dalam lingkungan perairan yang habitatnya sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, biologi dan kimiawi.

Jika faktor-faktor

habitat tersebut terjadi perubahan akan mengakibatkan ikan tidak bisa berkembang dengan baik bahkan akan mengalami kematian. Salah satu sumber terjadinya perubahan lingkungan perairan ini adalah akibat pencemaran oleh logam berat. Ikan merupakan organisme air yang dapat bergerak dengan cepat di dalam air. Ada jenis ikan yang biasanya hidup di perairan dangkal dan berenang di dasar air dengan mobilitas yang terbatas, dan ada juga yang hidup di perairan yang dalam dan berenang dekat permukaan air dengan mobilitas yang tinggi karena dapat berenang dengan cepat. Sebagian ikan mempunyai kemampuan menghindari diri dari pengaruh polusi, tetapi sebagian ikan yang hidup dalam habitat yang terbatas seperti sungai, danau dan teluk, mereka sulit melarikan diri dari pengaruh polusi tersebut. Bahkan sebagian besar ikan yang hidup di dasar perairan (ikan demersal) yang mobilitasnya relatif rendah, akan kesulitan untuk menghindar dari pengaruh polusi yang terdapat pada habitatnya. Sebagian besar bahan pencemar dipesisir dan laut berasal dari kegitan manusia di daratan. Pada

6

umumnya bahan pencemar tersebut berasal dari berbagai kegiatan industri, rumah tangga dan pertanian. Lingkungan perairan Teluk Kao diduga mendapat tekanan yang cukup besar. Kehadiran dan aktivitas pertambangan di kawasan Teluk Kao,

diduga

telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap pendapatan masyarakat nelayan.

Potensi sumberdaya ikan yang terdapat di wilayah Teluk Kao ini

seyogianya menjadi sumber matapencarian potensial bagi masyarakat nelayan yang menetap di sepanjang Teluk Kao. Namun setelah beroperasi PT.NHM, hasil tangkapan nelayan menurun drastis bahkan nelayan bagan tidak beroperasi lagi karena mereka semakin sulit untuk memperoleh ikan. Pencemaran oleh logam berat semakin banyak mendapat perhatian masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan kecemasan masyarakat akan terjadi kasus-kasus seperti terjadi pada masyarakat Teluk Buyat di Sulawesi Utara. Lingkungan perairan yang tercemar akan mempengaruhi kehidupan organisme, termasuk ikan dan tumbuhan laut. Unsur-unsur hara yang terkandung di dalam perairan merupakan zat-zat yang dibutukan dalam kehidupan tumbuhan. Sementara itu tumbuhan laut merupakan makanan bagi ikan herbivora dan seterusnya berputar sesuai dengan rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan. Apabila komponen di awal rantai makanan telah mengandung bahan pencemar berupa Hg dan CN, maka bahan ini akan terbawa terus sampai ke dalam tubuh yang memakannya. Penelitian ini mencoba untuk melihat seberapa besar kandungan logam Hg dan CN pada beberapa ikan hasil tangkapan nelayan di Teluk Kao yang akan menentukan aman atau tidaknya mengkonsumsi ikan dari Teluk Kao tersebut. Adapun diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

9

2

2.1

TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran Perairan oleh Logam Berat Pencemaran laut adalah suatu keadaan, dimana suatu zat atau energy dan

unsur lain diintrodusir ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sendiri. Dalam kadar tertentu menyebabkan terjadinya perubahan yang mengakibatkan lingkungan laut itu tidak berfungsi seperti semula dalam arti kesehatan,

kesejahteran

dan

keselamatan

hayati

(Romimohtarto,1991).

Pencemaran yang disebabkan logam berat akan merusak lingkungan perairan terutama stabilitas, keanekaragaman dan kedewasaan ekosistem. Dari aspek ekologis pencemaran logam berat di pengaruhi faktor kadar dan kesinambungan logam yang masuk dalam perairan, terutama sifat toksisitas, bioakumulasi dan persistensi baik terhadap faktor fisik, kimia maupun biologi. Logam berat yang masuk perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dapat disperse, Kemudian diserap oleh organism yang hidup diperairan laut tersebut. Proses masuknya logam berat ke lingkungan laut dapat dilihat pada Gambar 2. Setelah insiden penyakit minimata di Jepang terungkap pada tahun 1956 dan kasus keracunan di Irak terjadi di antara tahun 1971 dan 1972, merkuri diketahui secara luas sebagai bahan kimia golongan logam berat yang bersifat racun. Merkuri terdapat di lingkungan melalui aktivitas gunung berapi, pelapukan bantuan, dan penggerakan kembali oleh manusia terhadap merkuri yang terdeposit di dalam tanah, sendimen, air dan buangan limbah dan tailing (UNEP, 2002). Ada 3 proses yang terjadi dalam hubungan suatu bahan kimia dengan organisme di peraian, yaitu: (1) Proses biokosentrasi, yaitu proses suatu bahan kimia dari air masuk ke dalam organisme melalui insang atau jaringan epitheliat dan terakumulasi, (2) Proses biokumulasi, yaitu istilah yang lebih luas dan meliputi bukan hanya biokosentrasi tetapi juga akumulasi bahan kimia melalui makanan yang dikosumsi, dan (3) Proses biomaknifikasi, yaitu mengarah ke total proses yang terjadi, meliputi biokonsentrasi dan bioakumulasi dimana konsentrasi bahan kimia yang terakumulasi meningkat dalam jaringan sesuai dengan tingkatan tropik yang dilewati (Connell & Miller 1984 ; Rand & Petrocelli 1985). Proses

10

biomaknifikasi suatu bahan kimia di dalam suatu struktur tropik atau rantai makanan organisme laut dapat terjadi oleh karena adanya suatu proses biotransfer. Proses biotransfer adalah perpindahan secara biologis suatu bahan kimia dari suatu tingkatan tropik yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi di dalam suatu struktur rantai makanan.

Logam berat

Lingkunga n Laut

Turbulensi

Arus Laut

Arus Laut

Proses Fisik dan Kimiawi

Proses Biologi

Diserap oleh Organisme

Biota yang beruwaya

Pengendapan

Penyerapan

Pertukaran Ion

Pengendapan didasar laut

Sumber : EPA diacu dalam Hutagalung (1984)

Gambar 2

2.2

Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut

Merkuri (Hg) Merkuri (Hg)

berasal dari bahasa Latin hydrargyyrum yang berarti

menguap , sedangkan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai raksa. Namun demikian, di kalangan masyarakat dikenal dengan nama merkuri (Hutagalung,1984). Sejak dahulu Hg telah dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan manusia, terutama dalam bentuk Hgs (Sinabar). Pada waktu itu

11

senyawa raksa hanya digunakan untuk keperluan sederhana, misalnya untuk pembuatan obat dan cat merah (Goldwater & Clarkson, 1972 diacu dalam Hutagalung, 1984). Pengunaan Hg dalam bidang industri cukup banyak, seperti industri petanian, alat-alat elektronik, industri cat dan sebagainya. Selain itu dalam industri pertambangan emas, Hg ini biasanya digunakan untuk memisah emas dari batuan, umumnya digunakan oleh penambang liar di sekitar daerah pertambangan yang limbahnya dibuang ke sungai yang kemudian bermuara ke laut (Walhi, 2003). Merkuri di perairan jarang sekali terdapat dalam bentuk bebas, umumnya terkait dengan unsur – unsur lain, terutama dengan klorida (Cl), yang senyawanya diperkirakan berbentuk (HgCl4)-2, (HgCl3)-, (HgCl3Br)- (Rompas, 1991). Kadar logam merkuri dalam air laut sangat rendah berkisar antara 0,1-1,2 ppb. Dalam tubuh ikan laut, Hg berbentuk metil merkuri yang memiliki toksitas yang tinggi dan daya ikat yang kuat melalui proses enzimatik. Melalui proses rantai makanan akan masuk ke dalam tubuh manusia sehingga menimbulkan efek lethal dengan keracunan kronis pada manusia (Palar, 1994). Rompas (1991) menyatakan bahwa secara alamiah merkuri yang terdapat di dalam perairan adalah kecil. Dengan peningkatan kosentrasi merkuri setelah masuk ke dalam wilayah perairan, maka merkuri akan mengalami berbagai proses yang disebut dengan ekotoksikologi. Proses-proses yang terjadi disajikan pada Gambar 3. FAO (1990) mengemukakan bahwa Hg yang dapat diakumulasi adalah Hg yang berbentuk methyl merkuri (CH3-Hg) yaitu bentuk senyawa organik dengan daya racun tinggi yang dapat diakumulasi oleh ikan dan shellfish. Hg yang diakumulasi dalam tubuh hewan akan merusak /menstimulus sistem enzimatik yang mengakibatkan penurunan kemampuan adaptasi bagi hewan yang bersangkutan terhadap lingkungan yan tercemar. Pada ikan, organ yang paling banyak mengakumulasi merkuri adalah ginjal, hati dan lensa mata (Leland, et al., 1975 diacu dalam Sanusi, 1980). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Polii, et al. (1999), pada tubuh organisme di perairan Teluk Buyat, Sulawesi Utara mendeteksi adanya kandungan merkuri pada ikan sebanyak 0,002-4,020 ppb, pada

12

bagian hati/perut ikan sebanyak 0,002-0,103 ppb dan pada moluska sebanyak 103-173 ppb (Supriharyono, 2007).

Pencemaran merkuri (Hg) ( Sifat kimia-fisika ) Lintasan dan Flux Biogeokimia

Udara

Air

Sedimen

Substansi Lingkungan

ORGANISME

Sifat Fisika dan Kimia Bahan Pencemar

Sifat Pencemar Biogeokimia

Toksisitas atau Kondisi Lethal dan Kondisi Sublethal

Biotransformasi Bioakumulasi Transfer Rantai Makanan

Perubahan Sifat dan Dinamika Populasi (Reproduksi, Imigrasi, Mortalitas) Perubahan Struktur dan Fungsi Ekosistem Keanekaan Spesies, Hubungan Mangsa dan Pemangsa

PERUBAHAN FUNGSI EKOSISTEM (Perbandingan, Respirasi, Terhadap Fotosintetis, Laju Siklus Nutrisi, Pola Arus Nutrisi) Sumber : Rompas (1991)

Gambar 3 Ekotoksikologi merkuri

13

Masuknya merkuri ke laut oleh kegiatan manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi merkuri secara luas, seperti yang terjadi pada kasus Minamata (Yasuda, 2000). Tambang emas rakyat yang menggunakan sistem amalgamasi menggunakan merkuri yang disebabkan oleh manusia, ditambah dengan pembakaran fosil dan industri alkali (de Lacerda, 2003 ; Pacyna et al., 2006), dan pabrik asetaldehida (Yasuda et al., 2004). Saat ini, pertambangan emas skala kecil tersebar di Negara-negara yang sedang berkembang, seperti di Guyana, Brazil, Tanzania, Kenya (Veiga, 1998 ; Malm, 1998 ; Harada et al., 1999; Ogola et al., 2002), termasuk Indonesia (Kambey et al., 2001 ; de Lacerda, 2003 ; Limbong et al., 2003). Pertambangan rakyat di Sulawesi Utara berada bersama-sama dengan industri pertambangan besar (Limbong et al., 2003). Masalah lingkungan berkembang karena kurang lebih 200 ton Hg setiap tahun digunakan di Indonesia dalam pertambangan rakyat (Kambey et al., 2001) dimana, pada umumnya, 40–50% Hg terbuang ke sungai selama amalgamasi (tanpa menggunakan retrot) sebagai merkuri metil (metillic mercury) dan 5–10 % Hg terbuang ke sungai selama proses pergantian (recuperation) Hg yang digunakan, Selanjutnya, perkiraan Hg yang terlepas adalah berkisar 1,32 kg untuk 1 kg emas (Au) yang diperoleh (de Lacerda dan Salomons, 1998). Industri pertambangan besar dan pertambangan biji cinnabar, yang mengekstrak cinnabar yang mengandung Hg (HgS) juga adalah sumber Hg dari manusia (anthropogenic) karena hasil kegiatan tersebut membuang tailingnya yang mengandung Hg ke lingkungan (Blackwood and Edinger, 2006 ; Edinger et al., 2006 ). Sedimen berperan penting dalam mengontrol konsentrasi logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh biota perairan (Blanchette et al., 2001). Setelah merkuri masuk le lingkungan, maka merkuri yang berbentuk inorganic akan termetilasi oleh mikroorganisme, terbioakumulasi dalam jaringan tubuh organisme dan terbiomaknifikasi dalam jaringan makanan di perairan (Ikingura dan Akagi, 1999 ; Bustamante et al., 2006 ; Yamaguchi et al., 2007). Mikroorganisme dipercaya berperan penting dalam penentu keberadaan merkuri di lingkungan (Yamaguchi et al., 2007). Hasil dari proses metilasi yang terjadi adalah merkuri metil (MeHg), yang merupakan merkuri yang paling stabil dan paling beracun terhadap organisme termasuk manusia (JPHA, 2001). Sebaliknya,

14

beberapa mikroorganisme dapat melakukan proses demetilasi dari MeHg menjadi merkuri inorganik (WHO, 2000). Merkuri yang termetilasi pada umumnya memiliki daya racun (toxicity) yang meningkat karena kemampuannya meningkat untuk menembus dinding membran lipida sel (Bustamante et al., 2006) dari organisme perairan dan manusia. Melalui jaringan makanan dimana proses bioakumulais terjadi, konsentrasi dari merkuri yang termetilasi meningkat dan termaknifikasi. Pada akhirnya dimana manusia yang menempati jaringan makanan tertinggi akan mengakumulasi merkuri dan dampak (intoxication) terjadi. Hal seperti itu terjadi seperti pada kasus Penyakit Minamata di Jepang (JPHA, 2001). Banyak faktor yang menyebabkan proses metilasi terjadi, di antaranya adalah faktor biogeokimia sedimen (Celo et al., 2004 ; Lasut & Rares, 2006). Kemudian, MeHg diakumulasi oleh organisme perairan, misalnya ikan (Ikingura & Akagi, 1999), kerangkerangan ( Bergeron et al., 2004), dan oraginsme lainnya (lasut et al., 2005). Akumulasi merkuri dalam organisme perairan sangat berhubungan dengan posisinya dalam rantai makanan (Desta et al., 2007) dan cara hidupnya (Bustamante et al., 2006) dimana pemangsa memperlihatkan tingkat konsentrasi yang tinggi dalam jaringan tubuhnya dari pada yang dimangsa (Bustamante et al., 2006). Sistem perairan sangat sensitif terhadap input Hg karena laju bioakumalsi logam berat ini lebih tinggi dari logam berat lainnya. Bioakumulasi Hg dapat terjadi dalam rantai makanan perairan sehingga konsentrasi Hg, dapat meningkat seiring dengan tingkatan rantai makanan (Baker et al., 2004). Hal ini disebut sebagai proses “biomaknifikasi”. Menurut Lasut et al. (2005), konsentrasi Hg meningkat dari fitoplankton yang berperan sebagai kelompok produser di perairan ke ikan karnivore melalui ikan herbivore, atau dengan kata lain bahwa konsentrasi Hg di fitoplankton lebih kecil dibandingkan ikan karnivora. Selain itu, apabila input terjadi, maka Hg mengalami proses transformasi menjadi bentuk yang lebih beracun, misalnya melalui proses metilasi yang terjadi di sedimen perairan dimana Hg inorganik dirubah menjadi bentuk Hg organik (Ikingura & Akagi, 1999 ; Acha et al., 2004 ; Bishop et al., 2004 ; Lasut & Reres, 2006), Hg organik umumnya dikenal sebagai Hg metil (MeHg). Pengaruh Hg pada organisme perairan bermacam-macam, di antaranya adalah menghambat kerja acethylcholine esterase

15

(Gill et al., 1990), menghambat ekspresi gen dan perubahan morfologi permukaan filament insang pada kerang laut (Gonzales et al., 2004). Merkuri inorganik (HgCl2 ) dapat terdistribusi ke dalam jaringan/organ vital tubuh organisme ikan (Lasut, 1997). Merkuri organik (MeHg) dapat terakumulasi ke dalam mitokondria dan dapat merusak rantai mitokondria yang menyebabkan pembentukan radikal bebas dan peroxidasi lipida (Gonzales et al., 2004). Selanjutnya, kontaminasi akut terhadap MeHg dapat menyebabkan mortalitas (Yole et al., 2007) dan pada tingkatan yang rendah dan kronis dapat menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh ikan, khususnya pada sistem saraf pusat dan sistem kekebalan tubuh. Pengaruh MeHg dengan konsentrasi rendah pada manusia adalah dapat menyebabkan gangguan neurofisiologis pada manusia dewasa dimana pada umumnya disebabkan oleh karena konsumsi ikan yang terkontaminasi (Baker et al., 2004).

Walaupun telah banyak penelitian yang

mengkaji tentang peningkatan Hg di perairan, namun masih sedikit yang dipahami tentang dampak potensial dari logam berat tersebut terhadap biota di perairan, apalagi terhadap komunitas hewan invertebrata parairan laut. Jalur yang penting masuknya Hg ke dalam rantai makanan dapat melalui cacing, selain alga (Gorski et al., 2004; Lasut et al., 2005). Merkuri dapat masuk ke tubuh manusia dengan 3 (tiga) cara, yaitu melalui : (1) Pencemaran, yaitu dengan mengkonsumsi bahan makanan (ikan, kerang, cumi dan biota laut lainnya) yang mengandung metil merkuri (H3Hg), (2) Pernapasan, yaitu dengan menghirup merkuri (Hg) yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti uap merkuri dari hasil pembakaran amalgam, amalgam gigi dan udara ambient, dan (3) Penyerapan melalui kulit dan ini belum banyak diketahui. Tubuh kita lebih beradaptasi untuk mengurangi pengaruh

keracunan

potensial dari uap merkuri, sehingga pengaruh terhadap kesehatan dari sumber ini relatif kurang atau langka. Sebaliknya senyawa yang berbentuk metil-merkuri ini sangat beracun dan berbahaya. Senyawa ini bukan hanya karsinogenik (menyebabkan kanker ) melainkan juga menyebabkan cacat bawaan (mutagenic). Dengan kadar 0,05 mg merkuri, dapat meracuni manusia (WHO diacu dalam Darmono, 2008). Keracunan metil-merkuri dapat menyebabkan : (1) gangguan pada sistem pusat saraf, (2) gangguan pada pendengaran, pengucapan, pandangan

16

(dapat menyebabkan kebutaan) dan cara berjalan, (3) gerakan-gerakan otot tak disengaja, (4) rusaknya selaput lender dan kulit, dan (5) kematian. Dalam setiap kasus, ratusan orang meninggal dan ribuan lainnya terpengaruh dengan kerusakan permanen. Pada kasus keracunan merkuri yang lebih ringan, orang dewasa mengeluh menurunnya kemampuan bergerak, menurunkan sensifitas indra raba, rasa dan pandangan. Efek-efek yang lebih ringan ini, secara umum dapat kembali pada keadaan semula jika pemakaian merkuri dihentikan. Bayi gagal lahir adalah resiko terbesar dari pemaparan metilmerkuri tingkat rendah (Karouw, 2001).

2.3

Sianida (CN) Sianida (CN) merupakan senyawa kimia carbon-nitrogen yang terdiri dari

sianida sederhana dan sianida kompleks. Beberapa sianida sederhana yang larut dalam air seperti natrium sianida (NaCl), potasium sianida (KAg(CN)2) dan kalsium sianida (KCN), sedangkan yang memiliki tingkat kelarutan rendah dalam air yaitu kopper sianida (CuCN). Menurut EPA (1978a), ada beberapa sianida yang berbentuk gas yang larut dalam air dan sangat beracun antara lain hidrogen sianida (HCN), sianogen (CN)2 dan klorida sianogen (CNCl). Sianida kompleks membentuk banyak ikatan dengan logam yang sangat beracun bagi lingkungan. Sianida banyak digunakan dalam industri baja, industri kimia dan dalam pertambangan (Curry, 1992). Dalam pertambangan, CN digunakan untuk ekstrasi biji emas

dan perak dari batuan yang dikenal dengan nama cyanida heap

leaching. Pada kalangan nelayan, CN dikenal sebagai potas dalam pemboman ikan. Pelaku-pelaku pertambangan kerap mepromosikan CN sebagai bahan kimia yang aman, sehingga warga sekitar tambang tidak perlu kuatir terhadap bahan kimia ini. Padahal CN seukuran biji beras saja bisa berakibat fatal bagi manusia, sepersejuta gramnya dalam seliter air dapat berakibat fatal bagi ikan. Banyak pengalaman menunjukan bahwa tak ada perusahan yang berhasil menghindari kebocorann air dan limbah yang mengandung CN ke ekosistem (Wahli, 2007). Pada bulan Januari 2000, ditambang emas Baia Mare Romania, bendungan tailingnya runtuh dan melepaskan lebih dari 100 ribu ton limbah mengandung CN

17

dan logam berat menuju sungai Tisza. Bahan bercun tersebut mengalir menuju Danube, dan membunuh 1.240 ton ikan serta mencemari air minum 2,5 juta orang. Bahkan kabarnya, pencemaran ini meluas ke negara tetanga Hungaria. Penduduk dan pemerintah Romania harus menanggung bencana. Pada 9 Agustus 2000, Senat Cekoslovakia secara resmi melarang penambangan yang menggunakan sianida (cyanide heap leaching technology) melalui penetapan undang-undang. Bahkan, banyak pakar negara itu menilai implementasi UU tersebut merupakan akhir dari pertambangan emas di negara tersebut (Czechs Ban, Cyanide Mining 2000 diacu dalam Walhi, 2007). Sianida yang terdapat di perairan terutama yang berasal dari limbah industri, misalnya industri pelapisan logam, industri besi baja dan pertambangan emas. Kadar sianida yang digunakan dalam pertambangan emas dan perak dapat mencapai 250 mg/liter (EPA, 1987). Dari studi AMDAL, ternyata P.T. NHM, menggunakan beberapa jenis sianida dalam mengekstrasi emas dan perak dari batuan antara lain: natrium sianida (NaCN) serta beberapa sianida kompleks yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan makluk hidup lainnya. Pelindingan biji emas dilakukan dengan penggunaan sianida berkosentrasi relatif tinggi yaitu mencapai 1200 ppm NaCN untuk memisahkan emas dan perak dari batuan dengan berbagai proses dan kemudian sebelum limahnya dibuang ke Sungai Kobok dilakukan proses detoksifikasi (Amdal PT.NHM, 2006). Belum banyak penelitian yang mengkaji tentang peningkatan CN di perairan, dan masih sedikit yang dipahami tentang dampak potensial dari CN tersebut terhadap biota di perairan (ACGIH, 2001), sehingga informasi jalur masuknya CN ke dalam rantai makanan di perairan laut belum tersedia dengan baik. Menurut EPA (1978b), beberapa sianida dalam air akan berubah menjadi senyawa yang sangat beracun jika sianida tersebut terakumulasi dalam tubuh tumbuhan maupun zooplanton. Waktu paruh sianida dalam perairan belum diketahui dengan pasti. Sianida akan lebih cepat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan makanan jika dibandingkan dengan melalui kulit dan dapat dideteksi dengan sangat cepat di dalam paru-paru dan darah. Badan Perlindungan Lingkungan Amerika telah menentukan batas minimal kosentrasi sianida yang diperbolehkan

19

sianida yang masuk ke dalam tubuh. Natrium sianida jika terkena pada kulit dapat menyebabkan iritasi dan luka.

2.4

Kondisi Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Halmahera Utara

2.4.1

Potensi sumberdaya ikan Kabupaten Halmahera Utara Luas perairan Halmahera Utara adalah 19.536,02 Km2 atau 76% dari

luas wilayah keseluruhan mengandung berbagai sumber daya perikanan yang bernilai ekonomis penting. Berdasarkan data standing stock perikanan Halmahera Utara sebesar 89.865,69 ton/tahun, maka potensi lestari (Maksimum Sustainable Yield, MSY) yang dapat dimanfaatkan setiap tahun diperkirakan sebesar 26.946,41 ton/tahun dengan perincian sebagai berikut : (1) perikanan pelagis sebesar 17.986,44

ton/tahun, dan (2) perikanan demersel sebesar 71.879,25

ton/tahun. Perikanan laut di Halmahera Utara merupakan daerah sebaran jenis ikan pelagis dan demersel yang mempunyai nilai ekonomis penting. Beberapa Kecamatan seperti Kecamatan Galela, Loloda Utara, Tobelo dan Tobelo Selatan. merupakan daerah penangkapan jenis ikan komersial, seperti cakalang, tuna, kerapu, kakap merah, baronang. Potensi perikanan di wilayah Kabupaten Halmahera Utara diperkirakan sebesar 89.865,69 ton/tahun. Pada tahun 2008 produksi perikanan laut dapat mencapai sebesar 14.686,581 ton. Secara keseluruhan jenis ikan ekonomis penting yang terdapat dalam sumber daya alam laut di Kabupaten Halmahera Utara yang ekonomis penting yaitu : cakalang (Katsuwonus pelamis), tatihu/madidihang (Thunnus albacores), mata besar (Thunnus abesus), albacore (Thunnus alalunga), layang (Decapterus spp), kembung (Rastreliger sp), lemuru (Clupea spp), Puri (Stolephorus spp), komo (Auxis spp), bubara (Caranx spp), julung (Hanirhampus sp),ikan terbang (Cypsilerus sp) peperek (Leiognathus sp), beleso (Sameda sp), biji nangka (Upeneus spp), gerot-gerot (Prada tyas spp), ikan merah (Lutjanus spp), kerapu (Ephynephelus sp), suwangi (Priocathus sp), kakap (Lotes spp), cucut (Hemigalerus sp), pari (Trygen sp), bawal hitam (Pormia niger), bawal putih (Panpus argentus), alu-alu (Siganus sp), jenis – jenis bukan ikan (won fish), krustasea, moluska, echinodermata dan rumput laut, serta terumbu karang.

20

Sumber daya alam pantai yang terdapat di Kabupaten Halmahera Utara adalah ketam kenari (Birgus latro), penyu, burung laut, hutan mangrove. Disamping itu jenis udang (Penaied sp), kepiting (Brachyura sp), cumi-cumi (Chaphalopoda sp), kerang mutiara (Pinctada maxima), tapis-tapis (Pintada margarititera), lola (Thodws nilotice), teripang (Holothuridae sp). Produksi perikanan laut terbesar di Kabupaten Halmahera Utara terdapat di Kecamatan Tobelo dengan hasil produksi sebesar 4.583 ton/tahun, sedangkan hasil produksi terendah terdapat di Kecamatan Tobelo Tengah dengan jumlah produksi sebesar 112 ton/tahun. Total produksi

dari seluruh kecamatan di

Kabupaten Halmahera Utara sebesar 11.720 ton/tahun. Pada tahun 2008, hasil perikanan

yang dipasarkan dalam negeri sebesar 5.435,2 ton, mengalami

kenaikan sebesar 13,4% bila dibandingkan pada tahun 2007.

2.4.2

Perairan Teluk Kao Teluk Kao terletak di Pulau Halmahera bagian utara terdapat pada posisi

1"25'-0"50'LU dan 127"40'-128"10'BT, serta berhadapan langsung dengan samudera Pasifik. Teluk ini merupakan sebuah cekungan dari dua lengan bagian utara Pulau Halmahera, melalui sebuah ambang dengan kedalaman lebih kurang 40 m yang berbatasan dengan Laut Filipina bagian selatan (BARMAWIDJAYA et al., 1989). Bagian barat dan utara Teluk Kao merupakan hamparan luas berbentuk dataran rendah yang banyak ditumbuhi pohon mangrove dan terdiri dari pantai berpasir.

Makin ke selatan dan timur, kondisi teluk makin menyempit dan

merupakan batas berbatu karang dengan pantai berpasir antara batu-batu dan hutan mangrove. Teluk Kao memiliki karkateristik tersendiri karena keunikan bentuk teluk seperti kantung dengan diameter teluk 15 km2. Teluk ini merupakan daerah penangkapan ikan bagi nelayan setempat dan terkenal sebagai penghasil udang dan ikan teri yang relaitif besar. Teluk kao berada di lima wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Malifut, Kao, Kao Utara, Kao Barat, dan Kecamatan Kao Utara Kabupaten Halmahera Timur dan Kabupaten Halmahera Barat (Gambar 5).

21

U



Sumber : Bapeda Halmahera Utara (2008)

Gambar 5 Peta Pulau Halmahera dan Teluk Kao

2.4.3 Unit penangkapan ikan Jumlah armada perikanan di Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2008 tercatat sebanyak 5.541 buah, dan alat penangkapan ikan tercatat 4.176 unit. Jika dibandingkan dengan tahun 2007 maka terjadi peningkatan untuk armada perikanan sebanyak 3.287 buah atau 4,4 %, sedangkan alat penangkapan ikan meningkat sebesar 561 unit atau 6,8 %. Armada perikanan yang terdapat di lima kecamatan yang berbatasan langsung dengan Teluk Kao dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat secara keseluruhan armada perikanan di kecamatan sekitar Teluk Kao, yang terdata dari tahun 2007 – 2008. Kapal motor pada tahun 2007 sebanyak 11 unit, namun pada tahun 2008 jumlahnya menurun menjadi 3 unit. Akan tetapi motor tempel jumlahnya meningkat dari 134 unit menjadi 235 unit, begitu juga dengan

22

perahu tanpa motor, jumlahnya meningkat secara signifikan yaitu dari 110 unit pada tahun 2007, meningkat menjadi 135 pada tahun 2008. Tabel 1 Perkembangan armada perikanan di Teluk Kao, tahun 2007 – 2008 Jenis Armada (unit) Kapal Motor Motor Tempel Perahu Tanpa Motor Total

2007 11 134 110 255

2008 3 235 135 300

Sumber : DKP Halmahera Utara (2008)

Beberapa kecamatan di kawasan Teluk Kao ternyata belum memiliki data tentang jumlah unit penangkapan dan nelayan, dan hanya dua kecamatan yaitu Kecamatan Malifut dan Kao yang memiliki data (Tabel 2).

Dari data yang

tersedia ternyata kecamatan Kao memiliki 149 unit penagkapan dengan jumlah nelayan 1350 lebih besar jika dibandingakn dengan Kecamatan Malifut yang hanya memiliki 93 unit pengkapan dengan jumlah nelayan 73 jiwa. Tabel 2 Jumlah unit penangkapan ikan dan jumlah nelayan setiap kecamatan di Teluk Kao Kabupaten Halmahera Utara, tahun 2007 – 2008 No 1 2 3 4 5

Kecamatan

Jumlah Unit Penangkapan (Unit)

Jumlah Nelayan (Jiwa)

Jumlah Kelompok

93 149

73 1350

7 10

Malifut Kao Kao Utara Kao Barat Kao Teluk

Jumlah Anggota

140

Sumber : DKP Halmahera Utara (2008)

2.4.4 Produksi perikanan tangkap Kawasan Teluk Kao pada awalnya memiliki potensi ikan dan sumberdaya kelautan lainnya yang cukup tinggi dan merupakan andalan kegiatan perekonomian di sektor perikanan karena 90% masyarakat adalah nelayan perikanan tangkap. Hasil produksi perikanan tangkap di Teluk Kao yang tecatat di Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2005 sebesar 158,5 ton atau 2,58%. Produksi tahun 2005 ini lebih rendah dibandingkan dengan data produksi tahun

23

1985 sebesar 2345 ton atau sebesar 27 % dari hasil perikanan tangkap. Selama kurang lebih 10 tahun terjadi penurunan sebesar 20% dari produksi perikanan tangkap di Teluk Kao. Jumlah produksi dan rumah tangga nelayan di Teluk Kao pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 3. Terjadinya penurunan produksi atau tangkapan ikan di Teluk Kao diduga sebagai akibat atau dampak negatif dari kegiatan penambangan emas yang dilakukan PT. NHM dan Peti (Gambar 6).

Tabel 3 Produksi perikanan laut, jumlah penduduk dan kelompok menurut kecamatan di Teluk Kao tahun 2007 Nama Kecamatan

No 1 2 3 4 5

Malifut Kao Kao Utara Kao Barat Kao Teluk

Jumlah (Penduduk (jiwa) 8.678 6.047 8.132 7.238 795

Produksi (ton) 135,0 475,0 129,0 0,0 145,0

nelayan

Jumlah RTP 38 58 1.341 1.792 806

Sumber : DKP Halmahera Utara (2008)

Ikan bernilai ekonomis, seperti ikan teri,

teripang, dan cumi-cumi di

wilayah Teluk Kao sangat melimpah pada massa sebelum PT. NHM beroperasi (sebelum tahun 1998), Namun setelah beroperasi PT. NHM, populasi organisme tersebut menurun drastis dan menghilang hinga saat ini. Beberapa jenis ikan yang bernilai ekonomis lainnya juga semakin sulit ditemukan, baik ikan pelagis besar, pelagis kecil maupun ikan demersal. Ikan yang tertangkap dalam jumlah besar pada tahun 80-an tetapi semakin jarang ditemukan dewasa ini adalah cakalang (Kasuwonus pelamis), tuna (Thunus spp), tongkol (Euthynnus spp), kembung (Rasralliger), layang (Decapterus), tembang (Sardinella spp), selar (Selaroides spp), kakap (Lates spp), kerapu (Ephinephelus spp), dan udang (DKP Halmahera Utara , 2006).

24

.

Teluk Kao

Penambanga n Emas

Potensi Perikana

Menurunya sumberdaya Ikan

Limbah

Barang dan Jasa

Gambar 6 Potensi dan dampak aktivitas penambangan di Teluk Kao

25

3

3.1

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan

di Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone sekitar

Teluk Kao pada bulan Maret-Juni 2010 (Lampiran 1). Sampel dalam penelitan ini adalah air dan beberapa ikan hasil tangkapan nelayan. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Industri (Baristan) Manadao, dan Laboratorium Produktivitas Lingkungan dan Limnologi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2

Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

(1) Kemmerer water sampler untuk mengambil sampel air. (2) Jerigen untuk menampung air sampel. (3) Kertas label yang digunakan untuk memberi tanda sampel air dan ikan. (4) Ikan sampel, sebanyak 20 gram berat basah, untuk diamati kadar sianida (CN) dan merkuri (Hg) yang diterkandung dalam tubuhnya. (5) Es, digunakan untuk menjaga ikan contoh agar tidak rusak/membusuk. (6) Air destilata dan larutan kimia, diantaranya adalah HNo3, SnCl2,, HgSO4,, HCI04. (7) Wadah yang terbuat dari styrofoam, sebagai tempat untuk menimpan ikan sampel sebelum dilakukan uji laboratorium. (8) Freeser, untuk mengawetkan ikan agar tidak terjadi kerusakan. (9) Alat spektrofotometer penyerap atom (atom absorption spectrophotometer, AAS), untuk analisis kandungan logam berat dalam tubuh ikan.

3.3

Pengumpulan Data Tahapan dan prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut: (1)

Menetapkan area pengambilan sampel.

(2)

Menetapkn lokasi pengambilan sampel sebanyak 2 stasiun.

26

(3) Mengambil sampel air dengan menggunakan Kammerer water sampler pada stasiun pengambilan sampel yang sudah ditetapkan. Air sampel yang diambil kurang lebih 200 ml untuk tiap titik sampel. (4)

Memasuhkan sampel air ke dalam jeringen yang bersih dan steril.

(5)

Memasuhkan jerigen yang berisi sampel air ke dalam coolbox, kemudian memasuhkan es batu ke dalam coolbox yang telah berisi jerigen.

(6)

Prosedur penagmbilan sampel air dari point 1-5 didasarkan pada SNI 062412-1991 dan SNI 03-7016-2004.

(7)

Menetapkan titik pengambilan sampel ikan sebanyak 4 titik yaitu sekitar Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone. Tanjung Taolas merupakan muara sungai Taolas sedangkan Tanjung Akesone merupakan muara Sungai Tabobo, dimana bagian hulu kedua sungai tersebut merupakan lokasi penambangan PT. NHM dan Peti..

(8)

Menangkap ikan dengan mengunakan bagan yang sudah ada dan menggunakan pancing pada titik yang sudah ditentukan. Ikan yang diambil sebanyak 67 ekor pada semua sampel.

(9)

Memasuhkan sampel ikan yang diambil ke dalam wadah plastik dan kemudian diletahkan dalam coolbox.

(10) Semua sampel air dan ikan disimpan sementara dalam freezer sebelum uji kadar merkuri (Hg) dan Sianida (CN). (11) Menguji kandungan Hg dan CN pada sampel air dan sampel ikan. Organ tubuh ikan yang diuji adalah daging dan bagian hati, yang dilakukan di Laboratorium Balai penelitian dan Pengembangan Industry, Manado dan Laboratorium Limnologi IPB, Bogor. Metode analisis menggunakan Atomic absoption Spectrophotometry (APHA,ED.20,1998,4500-cn-e/Spektro dan APHA,ed.20,1998,3500-HG/Spektro).

Penelitian ini dibagi dalam empat tahapan, yaitu tahap persiapan, pengambilan sampel , analisis laboratorium serta tahapan penulisan akhir. Jenis data, sumber data, dan metode pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 4.

27

Tabel 4 Jenis, sumber dan metode pengumpulan data No 1

Kapal

Sumber Data Nelayan

Pengumpulan Data Purposive sampling

2

Hasil tangkapan

Nelayan/Peneliti

Purposive sampling

3

Lokasi penangkapan Nelayan / Masyarakat sampel ikan

4

Logam berat

Pengamatan dari air Observasi laboratorium dan ikan sampel

5

Kondisi sampel

Instansi terkait, Studi literatur Publikasi ilmiah

3.4

Data

Observasi/Wawancara

Analisis Analisis ikan hasil tangkapan nelayan dilakukan dengan cara deskriptif.

Hasil tangkapan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik untuk melihat komposisi jenis dan jumlah hasil tangkapan. Kondisi logam berat dianalisis dengan tahapan sebagai berikut: (1) Menimbang setiap contoh organ ikan. (2) Setiap contoh organ ikan yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam labu. (3) Menambahkan larutan asam (HCI04, HNO3) dengan perbandingan 1:4 ke dalam setiap labu, kemudian dikocok dan didiamkan selama satu malam. (4) Mendestruksi contoh tersebut tetapi tidak sampai kering, mula-mula dipanaskan dengan suhu awal 100˚C sampai uap coklat dari nitrat hilang, kemudian menaikan suhu sampai 200˚C hingga larutan jernih dengan volume kira-kira 1,2 ml. (5) Mengangkat contoh dan mengencerkan menjadi 20 ml dengan menggunakan aguades, kemudian larutan dikocok dan dibiarkan selama satu malam hingga mengendap dan larutan bening. (6) Mengukur kandungan logam berat dengan menggunakan AAS.

Hasil sampel logam berat pada ikan dibandingkan dengan nilai ambang batas merkuri (Hg) dan Sianida (CN) yang diperbolehkan oleh aturan yang berlaku melalui studi literatur sehingga diperoleh suatu kesimpulan layak tidaknya jenis ikan hasil tangkapan nelayan di Teluk Kao untuk dikonsumsi.

29

4

4.1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Tangkapan Ikan hasil tangkapan diperoleh dari dua lokasi pengamatan, yaitu sekitar

Tanjung Taolas (stasiun 1) dan Tanjung Akesone (stasiun 2). Tanjung Taolas merupakan muara sungai Taolas sedangkan Tanjung Akesone merupakan muara Sungai Tabobo.

Jarak antara kedua lokasi pengamatan sekitar 1,4 km dan

keduanya merupakan bagian Teluk Kao. Jenis ikan yang tertangkap dari Tanjung Taolas sebanyak 11 spesies dengan jumlah 36 ekor, sedangkan pada Tanjung Akesone hanya ditemukan 9 spesies ikan dengan jumlah 31 ekor. Tangkapan didominasi oleh udang putih (18 %), kakap merah (18 %), belanak (15 %), biji nangka (12 %) dan sotong (8 %). Tangkapan dari Tanjung Taolas yang paling dominan adalah kakap merah, udang putih, dan biji nangka, sedangkan dari Tanjung Akesone lebih didominasi oleh ikan belanak, udang putih, dan biji nangka (Tabel 5).

Tabel 5 Jenis ikan yang tertangkap pada stasiun pengamatan di Teluk Kao

No

Jenis ikan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kakap Merah (Lutjanus sp.) Kerapu (Epinepterus sp.) Biji Nangka (Upeneus sp.) Belanak (Mugil sp.) Udang putih (Panaeus merguensis) Kepiting (Scylla sp.) Pari (Trigon sephen) Kerang (Anadara sp.) Julung (Tylosorus sp.) Alu-alu (Sphyraena sp.) Kembung (Restrelliger sp ) Kuwe (Caranx sp.) Sebelah (Psettodes sp.) Sotong (Loligo sp.) Total

Sumber : Hasil Penelitian (2010)

Hasil tangkapan Total Tanjung Tanjung % Taolas Akesone Ekor Ekor % Ekor % 12 33 12 18 1 3 1 1,5 4 11 4 13 8 12 10 32 10 15 6 17 6 19 12 18 1 3 1 1,5 1 3 1 1,5 2 6 2 3 3 8 1 3 4 6 2 6 1 3 3 4 2 6 2 7 4 6 3 10 3 4 1 3 1 1.5 2 6 3 10 5 8 36 100 31 100 67 100

30

Berdasarkan analisis komposisi hasil tangkapan (Tabel 5), terlihat bahwa udang putih dan ikan biji nangka dominan tertangkap di kedua daerah penangkapan walaupun jarak kedua daerah penangkapan cukup jauh (1,4 km). Hal ini menunjukkan bahwa udang putih dan ikan biji nangka kemungkinan besar memiliki daya adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan jenis ikan lain seperti kakap merah yang hanya dominan di Tanjung Taolas dan belanak yang hanya dominan di Tanjung Akesone. Pengamatan terhadap profil parameterparameter oseanografi pernah dikaji oleh Tarigan dan Edward (2003) yang menyatakan kondisi hidrologi perairan Teluk Kao relatif masih cocok untuk berbagi kepentingan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Kep 02/MNLH/I/1988. Namun demikian, dalam kaitannya dengan tingkah laku ikan di kedua daerah penangkapan tersebut, perlu dikaji lebih lanjut terkait dengan keberadaan aktivitas penambangan emas. Simbolon (2007) menyatakan bahwa keberadaan ikan di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas makanan, serta kondisi parameterparameterfaktor oseanografi perairan. Selanjutnya disebutkan bahwa ikan yang tidak memiliki daya adaptasi tinggi akan cenderung merespon perubahan parameter-parameter oceanografi dengan cara bermigrasi ke daerah lain, sehingga akan berpengaruh terhadap penyebaran dan kelimpahan ikan di suatu perairan. Hutan bakau (mangrove) ditemukan di kedua daerah penangkapan (Tanjung Taolas dan Akesone) dan kondisinya masih relatif baik. Kondisi ini diduga berpengaruh terhadap siklus hidup dan penyebaran udang putih, sehingga udang putih tertangkap cukup dominan, baik di Tanjung Taolas maupun di Tanjung Akesone. Jenis ikan yang habitatnya di daerah karang seperti ikan kakap merah dan kerapu hanya tertangkap di daerah penangkapan Tanjung Taolas, bahkan ikan kakap merah sangat dominan tertangkap di daerah tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh karena wilayah tersebut ditumbuhi oleh hutan bakau (mangrove) dan terumbu karang. Berbeda dengan daerah penangkapan Tanjung Akesone, dimana terumbu karang tidak ada sama sekali sehingga tidak sesuai dengan habitat yang dikehendaki oleh ikan kakap merah dan kerapu. Jenis (spesies) dan jumlah tangkapan di Tanjung Taolas lebih banyak dibandingkan dengan Tanjung Akesone (Tabel 5), walaupun menggunakan alat

31

tangkap yang sama. Komposisi jenis dan jumlah ikan ini terkait erat dengan kondisi ekologis Tanjung Taolas yang ditumbuhi oleh hutan bakau dan terumbu karang. Dengan kondisi terumbu karang dan hutan bakau yang masih baik, maka kemungkinan besar perairan menjadi lebih subur, sehingga akan membentuk daerah penangkapan yang potensial. Dugaan tersebut sesuai dengan pendapat Suproyono (2007) yang menyatakan bahwa terumbu karang merupakan ekosistem laut yang sangat tinggi produktivitasnya dan merupakan habitat yang cocok untuk berbagai jenis/spesies ikan. Kondisi ekologis perairan Teluk Kao sangat didukung oleh kondisi fisik hutan bakau dan terumbu karang yang masih bagus, khususnya sekitar Tanjung Taolas (Lampiran 2).

Hal ini akan menjadi salah satu penentu tingkat

keberhasilan recruitment dan kelimpahan sumberdaya ikan. Berdasarkan penuturan nelayan setempat, perairan Teluk Kao merupakan daerah penangkapan yang cukup baik hingga tahun 1998 dengan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis penting seperti ikan teri, teripang, udang, kakap merah, cumi-cumi dan sebagainya. Namun demikian, dewasa ini nelayan semakin sulit memperoleh hasil tangkapan yang banyak, bahkan beberapa jenis ikan tertentu jarang tertangkap. Akibatnya sebagian nelayan Teluk Kao beralih profesi ke usaha lain karena mereka beranggapan bahwa usaha penangkapan kurang menjanjikan. Pernyataan nelayan ini ternyata sesuai dengan pengamatan di lapangan bahwa alat tangkap bagan yang telah rusak tidak diperbaiki lagi, dan dibiarkan hancur oleh nelayan sehingga bekas-bekasnya cukup banyak ditemukan di sepanjang tanjung Taolas dan Akesone.

4.2

Kandungan Logam Berat dan Sianida di Perairan Teluk Kao Perairan Teluk Kao diduga sangat rentan terhadap pencemaran logam

berat yang berasal dari kegiatan penambangan emas yang terdapat di sekitar perairan tersebut (Desa Tabobo). Jika hal ini terbukti, maka kelimpahan ikan akan berkurang dan akhirnya dapat mengancam mata pencaharian nelayan yang beroperasi di perairan Teluk Kao. Bahkan perairan yang kandungan logam beratnya telah melampaui batas ambang (threshold) yang diperbolehkan dapat menyebabkan kematian massal bagi ikan seperti halnya pada berbagai kasus di

32

perairann Indonesia. Penambangan emas di sekitar perairan Teluk Kao dilakukan sejak tahun 1998 dalam skala besar oleh perusahaan multinasional, yaitu PT. NHM dan PETI. PT. NHM melakukan ekstrasi emas dengan logam berat sianida (CN), sedangkan PETI menggunakan merkuri (Hg). Dengan minimnya pengolahan limbah yang dilakukan oleh kedua perusahaan tersebut, maka berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) telah mulai mempertanyakan kualitas perairan Teluk Kao. Kekhawatiran ini sangat beralasan karena sungaisungai yang mengalir melewati kedua lokasi penambangan semuanya bermuara ke Teluk Kao. Dengan demikian, limbah berupa Hg dan CN yang digunakan untuk mengekstrak emas pada akhirnya akan bermuara ke perairan Teluk Kao. Kajian tentang kandungan logam berat merkuri (Hg) pernah dilakukan oleh Edward (2006) sedangkan untuk kandungan sianida (CN) di perairan Teluk Kao belum pernah dilakukan, baik sebelum maupun sesudah PT. NHM dan PETI beroperasi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kandungan Hg dan CN di perairan Teluk Kao, termasuk kandungan yang terdapat dalam tubuh ikan yang tertangkap dari perairan tersebut. Berdasarkan uji laboratorium terhadap air laut, kadar Hg pada 2 stasiun pengamatan (Tanjung Taolas dan Akesone) adalah sama, yaitu 0.0002 ppm, dan kadar CN 0,001 ppm baik di Tanjung Taolas maupun Akesone (Lampiran 3). Konsentrasi merkuri (Hg) dan sianida (CN) di Teluk Kao masih dapat dikategorikan pada level rendah, jika dibandingkan dengan baku mutu air golongan C sesuai Kep-20/MENKLH/I/1990 (Lampiran 4), tentang pedoman penetapan baku mutu lingkungan untuk air golongan C yaitu 0,002 ppm untuk Hg dan 0,02 ppm untuk CN. Kandungan merkuri (Hg) dari hasil penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eduward (2006) sebesar 0,001 ppm. Hal ini dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel air dilakukan pada musim hujan. Dharmono (1995) menyatakan bahwa pada musim hujan, kandungan logam dalam air akan lebih kecil karena proses pelarutan, sedangkan pada musim kemarau kandungan logam akan lebih tinggi karena logam menjadi terkosentrasi.

33

Berdasarkan hasil penelitian ini maupun penelitian terdahulu ternyata kandungan merkuri (Hg) dalam air laut masih di bawah nilai ambang batas. Namun menurut asumsi peneliti, apabila penambangan emas dan perak di daerah ini berjalan terus tanpa pengolahan (penanganan) limbah yang baik, maka bukan tidak mungkin kandungan Hg dan CN pada perairan Teluk Kao akan terus meningkat dan terakumulasi hingga melebihi nilai ambang batas. Keberadaan logam berat yang masih dalam kategori rendah dalam suatu perairan tidak selalu mengindikasikan bahwa kandungan logam berat dalam tubuh ikan juga masih rendah. Bahkan menurut Suproyono (2007), kadar logam berat dalam tubuh ikan dan tumbuhan yang terdapat di perairan dapat mencapai 100.000 kali lebih tinggi ibandingkan dengan kadar logam berat di dalam perairan itu sendiri. Dari hasil penelitiaan Diniah (1995) juga membuktikan hal ini, kadar Hg dalam perairan Teluk Jakarta sebesar 0,00216 ppm, namun dalam daging ikan kadar Hg mencapai 0,80448 ppm. Hal ini disebabkan bahan kimia di perairan

akan

bioakumulasi

diabsorbsi dan

organisme

melalui

proses

biokosentrasi,

biomanifikasi sehingga kosentrasi bahan kimia akan

meningkat dalam tubuh organisme dibandingkan dengan perairan itu sendiri (Connell & Miller 1984 ; Rand & Petrocelli 1985).

4.3

Kandungan Logam Berat dan Sianida dalam Tubuh Ikan

4.3.1

Kandungan merkuri (Hg) dalam tubuh ikan Analisis kandungan logam dan bahan kimia pada biota sangat penting

dalam memonitor pencemaran dalam perairan. Uji

laboratorium dilakukan

terhadap empat jenis ikan yang dominan tertangkap di dua stasiun pengamtan, yaitu terhadap ikan kakap merah, belanak, udang putih dan ikan biji nangka. (Lampiran 5).

Hasilnya menunjukkan bahwa logam berat merkuri (Hg)

ditemukan pada bagian daging ikan, baik untuk ikan yang tertangkap dari Tanjung Taolas maupun dari Tanjung Akesone. Kadar merkuri pada daging ikan yang tertangkap dari Tanjung Taolas paling tinggi pada ikan kakap merah (0,12 ppm) dan kemudian menyusul pada ikan biji nangka (0,03 ppm) dan paling rendah pada udang putih (0,002 ppm). Pola yang sama juga terlihat pada ikan biji nangka dan udang putih yang tertangkap dari Tanjung Akesone, yang mana kadar merkurinya

34

relatif rendah dibandingkan dengan ikan belanak. Kadar merkuri pada ikan belanak, biji nangka dan udang putih yang tertangkap dari Tanjung Akesone (sekitar muara sungai Tabobo) masing-masing 0,13 ppm, 0,04 ppm dan 0,002 ppm. Kadar merkuri yang terdapat pada ikan di dua lokasi pengamatan lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Kadar merkuri (Hg) pada daging ikan yang tertangkap dari Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone Kakap merah yang dianalisis kandungan merkurinya tertangkap dari Tanjung Taolas dan belanak tertangkap di Tanjung Akesone. Kedua jenis ikan ini ternyata mengandung kadar merkuri yang lebih tinggi pada dagingnya dibandingkan dengan ikan biji nangka dan udang putih yang tertangkap di kedua lokasi penangkapan.

Hal ini merupakan suatu fenomena yang menarik, dan

diduga terkait erat dengan tingkat mobilitas ikan. Ikan belanak dan kakap merah yang hanya tertangkap pada daerah penangkapan tertentu diduga memiliki mobilitas yang rendah (penyebaran migrasinya lebih sempit) berbeda dengan ikan biji nangka dan udang putih yang daerah penyebarannya lebih luas. Dugaan ini memang perlu dibuktikan melalui studi yang lebih komprehensif dan sistematis. Namun demikian, jika dugaan tersebut benar, maka ikan yang mobilitasnya kurang seperti kakap merah dan belanak akan memiliki peluang yang lebih besar untuk terkontaminasi oleh merkuri dibandingkan dengan ikan yang memiliki

35

mobilitas tinggi. Lodenius tubuh ikan umumnya bervariasi tergantung dari pola pergerakan dari ikan-ikan tersebut. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kandungan logam berat dalam tubuh ikan adalah tingkah laku makan ikan. Ikan yang spesiesnya berbeda umumnya memiliki pola tingkah laku makan dan penyebaran habitat yang berbeda pula. Penyebaran habitat dan pola tingkah laku makan ini akan berpengaruh terhadap interaksi ikan yang bersangkutan terhadap kandungan logam berat yang tersuspensi di perairan atau dasar perairan. Lodenius dan Malm (1998) telah melakukan pengkajian terhadap dampak penambangan emas terhadap ikan-ikan yang berada di sungai dan bendungan sekitar lokasi penelitian. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar logam berat tertinggi ditemukan pada ikan karnivora dan kemudian menyusul pada ikan pemakan plankton dan omnivor dan kadar terendah ditemukan pada ikan herbivor. Kandungan logam berat yang meresap pada tubuh ikan juga dipengaruhi oleh kepekaan sesuai dengan tingkat trofik ikan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Sakamoto (2004), yang mengatakan bahwa merkuri akan berpindah dari satu tingkat trofik ke tingkat lainnya dan menunjukkan peningkatan kepekatan dalam mahluk hidup sesuai dengan tingkat trofik mereka yang disebut biomagnifikasi. Selanjutnya disebutkan bahwa ikan yang lebih besar dengan tingkat trofik yang lebih tinggi umumnya memiliki kadar merkuri yang lebih banyak dibandingkan dengan ikan kecil. Proses perpindahan secara biologis suatu bahan kimia dari suatu tingkatan trofik yang rendah ke tingkatan yang lebih tinggi di dalam suatu struktur rantai makanan

disebut sebagai proses biotransfer. Proses ini akan menyebabkan

organisme-organisme yang tingkat trofiknya lebih rendah mempunyai peranan ekologis yang sangat penting pada suatu perairan dalam hubungannya sebagai sumber makanan bagi organisme lainnya (predator). Dengan demikian, organisme, termasuk ikan yang telah terkontaminasi dengan logam berat di perairan Teluk Kao, walaupun pada saat ini konsentrasinya di perairan masih berada di bawah ambang batas, akan mempengaruhi status lingkungan perairan apabila hal ini dibiarkan lebih lama.

36

Logam berat, termasuk merkuri masuk ke dalam tubuh ikan melalui air, sedimen dan makanan yang dikonsumsi. Logam berat yang masuk ke perairan umumnya akan mengendap di dasar perairan karena merkuri memiliki densitas yang lebih besar dari air laut. Oleh karena itu, masuknya merkuri ke dalam tubuh ikan disebabkan karena ikan berinteraksi dengan sedimen. Merkuri yang terdapat di dalam sedimen dan juga dalam kumpulan detritus kemungkinan akan termakan oleh ikan yang habitatnya berada di dasar perairan. Apabila ikan tersebut termasuk kelompok ikan pemakan sedimen dan detritus, maka peluang merkuri untuk masuk ke dalam tubuh ikan akan semakin besar dan akhirnya akan terakumulasi dalam jumlah besar seperti halnya ikan belanak dan kakap merah yang tertangkap dari perairan Teluk Kao. Connel dan Miller (1995) menyatakan bahwa sedimen dan detritus biasanya mengandung kepekaan yang tinggi terhadap logam berat di dalam lingkungan yang tercemar, sehingga hewan pemakan sedimen dan detritus cenderung untuk mengakumulasi logam dalam kepekatan yang lebih tinggi. Logam berat yang larut di perairan kemungkinan besar akan menyebar ke beberapa bagian tubuh ikan seperti bagian hati dan daging. Untuk memastikan dugaan tersebut, maka dilakukan pengamatan laboratorium terhadap bagian hati dan daging ikan yang tertangkap dari perairan Teluk Kao. Analisis terhadap kandungan logam berat merkuri pada bagian hati dan daging ikan kakap merah yang tertangkap dari Tanjung Taolas disajikan pada Tabel 6 dan Lampiran 6. Kadar merkuri yang terdapat pada bagian-bagian hati kakap merah berkisar 0,13 – 0,38 ppm dengan rata-rata 0,23 ppm, sedangkan pada bagian daging berkisar 0,06 – 0,19 ppm dengan rata-rata 0,12 ppm. Hal ini berarti bahwa kadar merkuri yang terkandung pada bagian hati ikan kakap merah lebih tinggi dibandingkan dengan bagian daging. Kadar merkuri tertinggi pada bagian hati terdapat pada A4 (41%), sedangkan paling rendah terdapat pada bagian A3 (14%). Pada sisi lain, kadar merkuri paling tinggi pada bagian daging ikan kakap merah terdapat pada A3 (41%), sedangkan paling rendah terdapat pada bagian A1 dan A4 masing-masing 13%. Analisis terhadap kandungan logam berat merkuri pada bagian hati dan daging ikan belanak yang tertangkap dari Tanjung Akesone disajikan pada

37

Tabel 7. Kadar merkuri yang terdapat pada bagian-bagian hati ikan belanak berkisar 0,16 – 0,36 ppm dengan rata-rata 0,25 ppm, sedangkan pada bagian daging berkisar 0,05 – 0,25 ppm dengan rata-rata 0,13 ppm. Hal ini berarti bahwa kadar merkuri yang terkandung pada bagian hati ikan belanak lebih tinggi dibandingkan dengan bagian daging, sama halnya dengan ikan kakap merah. Kadar merkuri tertinggi pada bagian hati terdapat pada B2 (36%), sedangkan paling rendah terdapat pada bagian B3 (16%). Pada bagian daging ikan belanak, kadar merkuri tertinggi terdapat pada B4 (47%), sedangkan paling rendah terdapat pada bagian B1 (9%). Tabel 6 Komposisi merkuri (Hg) pada bagian hati dan daging kakap merah yang tertangkap dari Tanjung Taolas Sampel A1 A2 A3 A4 Jumlah Rata-rata

Hati Kosentrasi (ppm) 0,20 0,22 0,13 0,38 0,93 0,23

% 22 24 14 41 100

Daging Kosentrasi (ppm) 0,06 0,15 0,19 0,06 0,46 0,12

% 13 33 41 13 100

Ket. A1-A4 ; penomoran sampel daging ikan kakap merah Sumber : Hasil olahan data

Tabel 7

Komposisi merkuri (Hg) pada hati dan daging ikan belanak yang tertangkap dari Tanjung Akesone

Sampel B1 B2 B3 B4 Jumlah Rata-rata

Hati Kosentrasi (ppm) 0,27 0,36 0,16 0,20 0,99 0,25

% 27 36 16 20 100

Daging Kosentrasi (ppm) 0,05 0,09 0,14 0,25 0,53 0,13

% 9 17 26 47 100

Ket. B1-B4 : penomoran sampel daging ikan belanak Sumber : Hasil olahan data

Kadar merkuri pada bagian hati dan daging ikan biji nangka yang tertangkap dari Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone dapat dilihat pada Tabel 8. Kandungan merkuri pada bagian hati ikan biji nangka lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditemukan pada bagian daging.

38

Tabel 8 Komposisi merkuri (Hg) pada hati dan daging ikan biji nangka yang tertangkap dari Tanjung Taolas (C1) dan Akesone (C2) Sampel C1 C2 Rata-rata

Hati Kosentrasi (ppm) 0,51 0,45 0,48

% 53 47 100

Daging Kosentrasi (ppm) 0,04 0,03 0,04

% 57 43 100

Ket. CI-C2 : Penomoran sampel daging ikan biji nangka Sumber : Hasil olahan data

Kadar merkuri yang ditemukan pada bagian hati ikan kakap merah, belanak, dan biji nangka pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian daging ikan. Rata-rata kadar merkuri pada bagian hati ikan biji nangka lebih tinggi dibandingkan dengan ikan kakap merah dan belanak (Gambar 8). Akan tetapi, kadar Hg pada bagian daging ikan biji nangka lebih rendah dibandingkan dengan ikan kakap merah dan belanak. Ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone telah mengandung merkuri. Kandungan merkuri pada ikan yang tertangkap di Tanjung Akesone lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditemukan di Tanjung Taolas. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan karena Tanjung Akesone merupakan muara Sungai Tabobo yang pada bagian hulunya sering dilakukan ekstrasi emas oleh PETI dengan menggunakan merkuri. Konsentrasin merkuri pada kedua lokasi pengamatan ini masih di bawah batas yang diperbolehkan. WHO menetapkan nilai batas ambang merkuri dalam kondisi masih aman dalam tubuh ikan sebesar 0,5 ppm. Namun demikian, berdasarkan pengamatan terhadap bagian daging ikan, ternyata kadar merkuri masih aman dikonsumsi. Namun demikian, kadar merkuri yang terdapat pada bagian hati ikan biji nangka yang tertangkap dari Tanjung Akesone telah melampaui batas aman yang berlaku, yaitu 0,51 ppm (Gambar 8). Meskipun jumlah merkuri yang diserap oleh tubuh ikan masih tergolong kategori kecil, namun logam ini ternyata sangat berbahaya. Hal ini disebabkan senyawa-senyawa merkuri dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh ikan. Pada penelitian ini logam merkuri pada bagian hati ikan lebih tinggi dibandingkan pada daging. Hasil ini juga sama seperti beberapa penelitian mengenai bioakumulasi merkuri dalam jaringan yang

41

bagian hati ikan kakap merah berkisar 6,6-18,0 ppm dengan rata-rata 12,3 ppm. Hal ini berarti bahwa kadar sianida tetap lebih tinggi pada bagian hati dibandingkan dengan pada bagian daging ikan. Tabel 9 Komposisi sianida (CN) pada bagian hati dan daging ikan kakap merah yang tertangkap dari Tanjung Taolas Sampel K1 K2 Jumlah Rata-rata

Hati Kosentrasi (ppm) 18,0 6,6 24,6 12,3

% 73 27 100

Daging Kosentrasi (ppm) 5,0 6,6 11,6 5,8

% 43 57 100

Sumber : Hasil olahan data

Komposisi kadar logam berat sianida (CN) pada bagian hati dan daging ikan belanak yang tertangkap dari Tanjung Akesone disajikan pada Tabel 10. Kadar sianida pada bagian daging ikan belanak cukup bervariasi dari 4,2-7,2 ppm, sedangkan pada bagian hati relatif homogen, yaitu 6,0 ppm. Kadar sianida yang ditemukan pada bagian hati ikan kakap merah (Tabel 9) dan belanak (Tabel 10) pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian daging ikan. Rata-rata kadar sianida pada bagian hati ikan kakap merah yang tertangkap di Tanjung Taolas lebih tinggi dibandingkan dengan ikan belanak yang tertangkap di Tanjung Akesone. Akan tetapi, rata-rata kadar sianida pada bagian daging kedua jenis ikan tersebut hampir sama, yaitu 5,8 ppm untuk ikan kakap merah dan 5,7 ppm untuk ikan belanak (Tabel 9 dan Tabel 10). Tabel 10 Komposisi sianida (CN) pada bagian hati dan daging ikan belanak yang tertangkap dari Tanjung Akesone Smpel B1 B2 Jumlah Rata-rata

Hati Kosentrasi (ppm) 6,0 6,0 12,0 6.0

Sumber : Hasil olahan data

% 50 50 100

Daging Kosentrasi (ppm) 4.2 7.2 11.4 5.7

% 37 63 100

43

fisik dan kimiawi dan selanjutnya disebarkan ke seluruh tubuh ikan dan sebagian disimpan sebagai cadagan energi dalam hati ikan dan sebagai organ detoksifikasi. Pada percobaan terhadap gas HCN pada tikus didapatkan kadar sianida tertinggi adalah pada paru diikuti oleh hati kemudian otak. Sebaliknya, bila sianida (CN) masuk melalui system pencernaan makanan maka kadar yang tertinggi adalah di hati (ATSDR, 2006).

4.4

Tingkat Kelayakan Ikan Konsumsi Kadar merkuri (Hg) yang ditemukan pada bagian daging ikan kakap merah

berkisar 0,06–0,19 ppm, belanak 0.05–0.25 ppm, dan biji nangka 0,03-0,04 ppm (Lampiran 8a ). Adapun rata-rata kandungan merkuri pada bagian daging ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone dapat dilihat pada Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8. Pada Tabel 6 juga disajikan rata-rata kandungan merkuri yang terdapat pada bagian hati ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone.

Mengacu pada standar WHO diacu dalam

Darmono (2008) tentang jumlah merkuri yang boleh masuk ke tubuh manusia berdasarkan PTWI (Provisional Toreable Intake), maka jumlah merkuri yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia selama satu minggu adalah 0,3 ppm total merkuri atau 0,2 ppm metal merkuri per minggu per 70 kg berat badan atau 0,04 ppm/hari. Nilai ambang (threshold) yang aman untuk kandungan merkuri pada tubuh ikan konsumsi yaitu sebesar 0.5 ppm. Dengan demikian, daging ikan kakap merah, belanak, biji nangka, dan udang yang tertangkap dari kedua lokasi penangkapan masih layak dikonsumsi (Tabel 11). Pada bagian hati ikan kakap merah, belanak dan biji nangka ditemukan merkuri dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada bagian daging. Rata-rata kadar merkuri pada bagian hati ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan komposisi kadar merkuri yang terdapat pada bagian hati ikan, yang dibandingkan dengan ketentuan batas ambang yang dikeluarkan WHO, maka bagian hati ikan biji nangka tidak layak lagi dikonsumsi, sedangkan bagian hati ikan kakap merah dan belanak masih layak dikonsumsi (Tabel 11). Kandungan merkuri yang ditemukan pada bagian hati ikan biji nangka telah melebihi

44

ketentuan nilai maksimum sebagaimana disyaratkan oleh WHO. Kadar merkuri yang ditemukan pada bagian hati rata-rata sebesar 0,51 ppm, padahal batas maksimum yang diperbolehkan hanya 0,5 ppm. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian hati ikan biji nangka sebenarnya tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, bila warga masyarakat mengkonsumsi ikan yang tertangkap dari Teluk Kao, sebaiknya agar tidak mengkonsumsi bagian hati ikan. Dengan kata lain, ikan harus dibersihkan dan hatinya dibuang, cukup mengkonsumsi dagingnya saja. Tabel 11 Kadar merkuri (Hg) pada bagian daging dan hati ikan, kaitannya dengan tingkat kelayakan konsumsi No

1 2 3 4

Jenis Ikan

Kakap Merah Belanak Biji Nangka Udang Putih

Rata-rata kadar Hg (ppm) pada ikan Daging Hati 0,12 0,23 0,13 0,25 0,03 0,51 0,02 -

Treshold Hg (ppm)

0,5

Tingkat kelayakan konsumsi ikan Daging Layak Layak Layak Layak

Hati Layak Layak Tidak layak -

Sumber : Hasil olahan data

Sebagian besar penduduk yang bermukim di desa-desa sekitar wilayah pertambangan emas di Desa Tabobo sangat bergantung pada ikan sebagai sumber protein. Hal ini menunjukan bahwa mereka memakan ikan yang diperoleh dari perairan Teluk Kao. WHO telah menetapkan jumlah merkuri yang boleh masuk ke tubuh manusia berdasarkan PTWI (Provisional Toreable Weekly Intake). Jumlah merkuri yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia selama satu minggu adalah 0,3 ppm total merkuri atau 0,2 ppm metil merkuri per minggu per 70 kg berat badan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seseorang yang berat tubuhnya sekitar 70 kg hanya diperbolehkan memakan ikan yang telah mengandung merkuri sebesar 1 ppm dengan jumlah 300 gram per minggu. Kadar sianida (CN) yang ditemukan pada bagian daging ikan kakap merah berkisar 5,0–6,6 ppm, belanak 4,2–7,2 ppm, dan udang putih 6,2-9,7 ppm (Lampiran 8b). Adapun rata-rata kandungan sianida pada bagian daging ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Pada Tabel 9 juga disajikan rata-rata kandungan sianida yang terdapat pada bagian hati ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas

45

dan Akesone. Mengacu pada standar ATSDR (2006) tentang jumlah sianida yang boleh masuk ke tubuh manusia berdasarkan PTWI (Provisional Toreable Intake), maka jumlah sianida yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia selama satu hari adalah 0,02 ppm untuk sianida dan 0,05 ppm untuk potassium sianida. Nilai ambang (threshold) yang aman untuk kandungan sianida pada tubuh ikan konsumsi yaitu berkisar 1,52 ppm – 4,5 ppm (WHO, 2004). Dengan demikian, daging ikan kakap merah, belanak, biji nangka, dan udang yang tertangkap dari kedua lokasi penangkapan tidak layak dikonsumsi (Tabel 12). Tabel 12

Kadar sianida (CN) pada bagian daging dan hati ikan, kaitannya dengan tingkat kelayakan konsumsi

No

Jenis Ikan

1 2 3

Kakap Merah Belanak Udang Putih

Rata-rata kadar CN (ppm) pada ikan Daging Hati 5,8 12,3 5,7 6,0 7,3 -

Treshold CN (ppm)

4,5

Tingkat kelayakan konsumsi ikan Daging Tdk layak Tdk layak Tdk layak

Hati Tdk layak Tdk layak -

Sumber : Hasil olahan data

Pada bagian hati ikan kakap merah, belanak dan biji nangka ditemukan sianida dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada bagian daging. Rata-rata kadar sianida pada bagian hati ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12. Beberapa jenis sianida yang terdapat di dalam perairan akan menjadi senyawa yang sangat berbahaya jika terakumulasi pada tumbuhan dan zooplankton. Dengan demikian, kemungkinan besar juga akan diserap oleh ikan herbivore, ikan-ikan karnivor dan pada akhirnya manusia sesuai dengan proses rantai makanan. Dampaknya selain pada biota air juga dapat berpengaruh pada manusia yang mengkonsumsi biota yang mati seperti ikan, kerang dan udang, karena senyawa racun dalam tubuh ikan akan terakumulasi dalam tubuh manusia. Hal ini juga diperkuat dengan dua hasil kajian terdahulu yang yang menyatakan bahwa dengan kosentrasi CN 0,05 mg/dl atau 0,05ppm dalam darah

akan

menimbulkan efek keracunan bagi tubuh dan jika kosentrasi diatas 0,3mg/Dl akan menyebabkan kematian (ATSDR, 2004).

46

Sianida sejak lama terkenal sebagai racun karena dapat mengganggu fungsi otak, jantung, dan menghambat jaringan pernapasan, sehingga terjadi asphyxia, yaitu orang menjadi seperti tercekik dan cepat diikuti oleh kematian. Keracunan kronis menimbulkan malaise dan iritasi. Oleh karena itu, pencemaran perairan akibat limbah sianida seringkali menjadi perhatian khusus bagi banyak pihak. Walaupun efek toksik logam berat dan zat kimia sulit sekali dideteksi pada manusia karena reaksi ini tidak terjadi segera setelah logam berat atau zat kimia masuk ke tubuh. Berbagai kelainan seperti tumor, kelainan janin, kerusakan hati atau ginjal, timbul lama (mungkin bertahun-tahun) setelah pencemaran kronis. Pada waktu itupun hubungan kausal tidak dapat ditentukan kasus demi kasus, karena kelainan tersebut juga dapat terjadi secara spontan dan mirip penyakit. Hal ini hanya dapat dihubungkan secara asosiatif dalam studi epidemiologik. Dalam ketidakpastian seperti ini maka cara yang terbaik menghindari keracunan ialah dengan menghindari sumber-sumber air, makanan dan udara dari logam berat dan zat-zat kimia yang sangat berbahaya bagi manusia.

47

5

5.1

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

(1) Kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) di perairan Teluk Kao masih tergolong rendah atau di bawah baku mutu. (2) Kandungan merkuri (Hg) dan Sianida (CN) pada ikan konsumsi yang ditangkap di sekitar Teluk Kao paling tinggi terakumulasi di organ hati dibandingkan daging. (3) Ikan kakap merah, ikan belanak, udang putih, dan hati ikan biji nangka yang tertangkap di Teluk Kao sekitar Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone berada pada tingkat yang kritis (membahayakan) bila dikonsumsi dengan cara pengolahan yang kurang baik.

5.2

Saran Berdasarkan hasil diperoleh dari penelitian ini, maka perlu disarankan

beberapa hal berikut: (1) Perlu dilakukan penelitian mengenai dampak konsumsi ikan di Teluk Kao terhadap kesehatan Masyarakat (2) Perlu dilakukan kajian terhadap cara-cara penggolahan ikan sebelum dikonsumsi untuk menggurangi resiko bahaya keracunan akibat telah terkontaminasi dengan logam berat merkuri dan sianida. (3) Pemerintah harus melakukan koordinasi antara instansi terkait, termasuk dengan pihak PT. NHM dan PETI dalam pengelolaan limbah dan monitoring kualitas lingkungan. (4) Pemerintah harus segera melakukan tindakan mitigasi dan pemantauan terhadap lingkungan Teluk Kao.

49

DAFTAR PUSTAKA

Acha, D., V., Iniguez, M. Roulet, J-R. D. Guimares, R. Luna, L. Alanoca, & S. Sanchez. 2004. Methylmercury and sulfate-reducing bacteria in the floating macrophyte rizohere from an Amazonian floodplain lake, Bolivia. RMZMaterials and Geoenvironment 51(1). ACIGH. 2001. Hydrogen cyanide and cyanide salts In: Doumentation of the threshold values and biological exposure indices, 8th ed. Cincinnati, OH, American Conference of Govermmental Industrial Hygienist. pp 1-6. AMDAL. 2006. Analisa Dampak Lingkungan Gosowong Selatan,P.T. Nusa Halmahera Mineral, Tobelo, Halmahera Utara. Baker, R. F., P.J. Blanchfield, M.J. Paterson, R.J. Flett, & L. Wesson. 2004. Evaluation of nonlethal methods for the analysis of mercury in fish tissue. Transac. Am. Fish. Soc. 133: 568-576. Barmawidjaya, D.M., A.F.M De jong, K. Van der Borg, W.A. Van der Kaars, & W.J. Zachariasse, 1989. Kao bay, Halmahera, alate guarternary palaeo Environmental Record of a poorly ventilated Net. J. Sea Res, Vol. 24 (4) : 591-605 Bergeron, C. M., R. P. Mason, & E. Porter, 2004. The effect of sediment resuspension on the methylation and bioaccumulation of methylmereury into benthic and pelagic organisms. RMZ-Materials and Geoenvironment 51(1). Bishop, K., I. Bergman, Q. Tux, W. Frech, & M. Nilson. 2004. The effect of ' chronic sulphur deposition on the seasonal variation of peat pore water methyimercury and the vertical distribution of sulphur reducing bacteria in a boreal mire. RMZMaterials and Geoenvironment 51(1): 815-818. Blanchette, M.C., T.P. Hynes, Y.T.J. Kwong, M.R. Anderson, G. Veinott, J.F. Payne, C. Stirling, & P.J. Sylvester. 2001. A chemical and ecotoxicological assessment of the impact of marine tailings disposal Tailings and Mine Waste '01. Balkema, Rotterdam: 323-331. Blackwood GM, & E.N. Ediger. 2006. Mineralogy and trace element relative solubility patterns of shallow marine sediments affected by submarine tailings disposal and artisanal gold mining. Buyat-Ratotok district, North Sulawesi, Indonesia. Environ Geol 2006, DOI 10.1007/s00254-006-0517-5 Bustamante, P., V. Lahaye, C. Durnez, C. Churlaud,& F. Caurant. 2006. Total and organic Hg concentrations in cephalopods from the North Eastern

50

Atlantic waters: Influence of geographical origin and feeding ecology. Sci. Total Environ. 368:585-596. Celo, V., S.L. Scott, & D.R.S. Lean. 2004. Abiotic methylation of mercury in the aquatic environment RMZ-Materials and Geoenvironment 51(1): 915-918. Connell, D. W. & G. J. Miller. 1984. Chemistry and ecotoxicoloy of pollution. John Wiley & Sons. Curry SC., M.W. Carlton, & R.A. Raschke. 1997. Prevention of fetal and maternal cyanide toxicity from nitroprusside with coinfusion of sodium thiosulfate in gravid ewes. Anesth Analg 84:1121-1126. Darmono, 2008. Lingkungan hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam, Universitas Indonesia , UI-Press,Jakarta. de Lacerda L.D. 2003. Updating global Hg emissions from small-scale gold mining and assessing its environmental impacts. Enviromental Geology 43, 308-314. de Lacerda L.D., W. Salomons. 1998. Mercury from gold and silver mining: a chemical time bomb? Springer-Verlag, Berlin, 1998,146 pp Desta, Z., R. Borgstrom, B.O. Rosseland, & E. Dadebo. 2007. Lower than expected mercury concentration in piscivorous African sharptooth catfish Clarias gariepinus (Burchell). Sci. Total Environ. 376:134-142. Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara. 2007. Rencana tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Halmahera Utara, Tobelo. Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara. Diniah. 1995. Korelasi antara kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada beberapa ikan konsumsi dengan tingkat pencemaran di perairan Teluk Jakarta. Tesis, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Edward. 2008. Pengamatan Kadar Merkuri di Perairan Teluk Kao (Halmahera) DAN Perairan Anggai (Pulau Obi) Maluku Utara, Makara Sains Volume 12, No.2, November 2008: 97-101 EPA. 1978a. U.S. Environmental Protection Agency. Code of Federal Regulations. 40 CFR 116.4. EPA. 1987a. Extremely hazardous substances list and threshold planning quantities: Emergency planning and release notification requirements. U.S. Environmental Protection Agency. Fed Regist 52:13378-13410. Edinger, EN, dan P.R. Siregar. 2006. Blackwood GM. heavy metal concentrations in shllow marine sediments affected by submarine tailings disposal and artisanal gold mining, Buyat-Ratatotok district, North Sulawesi, Indonesia. Environ Geol 2006, DO[ 10.1007/s00254-006-0506-8.

51

Fleming, L.E., S. Watkins, R. Kaderman, B. Levin, D.R. Ayyar, M. Bizzio, D. Stephens, & JA. Bean. 1995. Mercury exposure in humans through food consumption from the everglades of Florida Water, Air, and Soil Pollution 80:41-48. Gonzalez, P., Y. Dominique, J.P. Bourdineaud & A. Boudou. 2004. Comparative effects of dietary methylmercury on gene expression in liver, skeletal muscle and brain of the zebra fish (Danio rerio). Proceeding of the 7th International Conference on Iviercury as a Global Pollutant (ICMGP), Ljubljana, Slovenia, June 27-July 2,2004. Gorski, P.R., D.E. Armstrong & J.P. Hurley. 2004. A bioassay framework for the study of methylmercury bioavailability to freshwater algae. Proceeding of the 7th International Conference on Mercury as a Global Pollutant (ICMGP), Ljubljana, Slovenia, June 27-July 2, 2004. Halstead, B.W. 1972. Toxicity of marine organisms caused by polutanst in marine polutanst and sea life. Mario Ruivo (ed). FAO. Fising New(Book) Ltd Sureey England. 584-594. Harada, M. S. Nakachi, T. Cheu, H. Hamada, Y. Ono, T. Tsuda, K. Yanagida, T. Kizaki, & H. Ohno. 1999. Monitoring of mercury pollution in Tanzania: relation between head hair mercury and health. The science of the total envronment 227:249-56. Hutagalung, H.P. 1984 Logam berat dalam lingkungan laut dalam. Ocean IX No. 1 Tahun 1984. Hal. : 12-19 Ikingura, J.P. & H. Akagi. 1999. Methylmercury production and distribution in aquatic systems. Sci. Total Environ. 234: 109-118 JECFA. Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives 53rd Meeting. 110 June 1999, Rome, http://www.-who.int./pcs/iecfaliecfa.htm. JPHA. 2001. Preventive measures against environmental mercury pollution and its health effects, Japan Public Health Association, Japan, 112 pp Kambey, J.L., A.P. Farrel, LI. Bendell-Young. 2001. Influence of illegal gold mining on mercury levels in fish of Nort Sulawesi’s Minahasa Peninsula (Indonesia). Environ Pollut 2001; 114: 299-302. Karouw, M. 2001. Penelitian tentang limbah merkuri di Propinsi Sulawesi Utara selang tahun 2000 sampai 2001. Bapedalda Sulut Manado. Kinghorn, A., P. Solomon, & H.M. Chan. 2007. Temporal and spatial trends of mercury in fish collected hi the English-Wabigoon river system in Ontario, Canada. Sci. Total Environ. 372: 615-623. Lasut, M.T & H.F. Rares. 2006. Kondisi biogeokimia sedimen dalam proses produksi merkuri metil (MeHg) di perairan. Unpublihsed data.

52

Lasut, M.T. 1997. Distribution of accumulated mercury (Hg) in the trout Oncorhynchus mykiss. Berita Fakultas Perikanan Unsrat 5(1-2): 9-12. Lasut, M.T., E.N. Edinger & Y. Yasuda. 2005. Contamination of mercury in marine environment of Buyat Bay, North Sulawesi-Indonesia, and its potential impact to human. Conference Proceeding; International Seminar, Mining, Environment, and Sustainable Development: A lesson from the gold mining controversy hi Buyat Bay, North Sulawesi, Indonesia. Pp. 257271. Lasut, M.T., V.A. Kumurur, & H.F. Rares. 2005. Studi bioakumulasi dan biotransfer logam merkuri (Hg) serta induksi metallothionein pada organisme perairan laut. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian Dasar. Pusat Penelitian Luigkungan Hidup & Sumberdaya Alam, Universitas Sam Ratulangi. 24 hal. Limbong D., J. Kumampung, J. Rimper,T. Aria and N. Miyasaki. 2003. Emission and environmental implications of mercury from artisanal gold mining in North Sulawesi, Indonesia. The science of the Total Enviroment 302:227236. Lodenius, M. and O. Malm. 1998. Mercury in Amazon Rev. Enuiron Contam Toxical. Malm, O. 1998. Gold Mining as a Source of Mercury Exposure in the Brazlian Amazon. Environmental Research A7,73-78. Moore SJ, J.D. Norris, & I.K. Ho. 1986. The efficacy of ketoglutaric acid in the antagonism of cyanide intoxication. Toxicol Appl Pharmacol 82:40-44. Ogola, J.S., W. V. Mitulla, & M.A. Omulo, 2002. Impact of gold mining on the invironment and human health. Environmental Geochemistry and Health 24: 141-158. Pacyna EG., JM. Pacyna, J. Fudala, E. Strzelecka-Jastrzab, S. Hlawiczka, D. Panasiuk. 2006. Mercury emissions to the atmosphere from anthropegonic sources in Europe in 2000 and their scenarios until 2020. Sci Total Environ 2006; 370:147-156. Palar H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta . Jakarta. Pentreath , R. J. 1976a. The accumulation of rganic mercury from seawater by the plaice, Pleuronectus platessa (L). Journal of Experimental Marine Biology & Ecolgy: 24: 121-132. Pentreath , R. J. 1976a. The accumulation of rganic mercury from food by the plaice, Pleuronectus platessa (L). Journal of Experimental Marine Biology & Ecolgy: 51-65.

53

Rand, G. M. & S. R. Petrocelli. 1985. Fundamentals of aquatic toxicology. Kemisphere Publishing Corporation. New York. 666. hal Rompas, R. R. 1991. Pestisida dan hydragyrum dalam ekosstem perairan. Bahan Penataran Marine Ecology. Kerjasama CIDA/Simon Fraser University dan UNSRAT Manado Sanusi, H. 1980. Sifat-sifat logam berat merkuri di lingkungan perairan tropis. Pusat Studi Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungn, Fakultas Perikanan IPB, Bogor.19 p. Sakamato, M. 1994. Pencemaran merkuri Teluk Buyat dan Teluk Totok Sulawesi Utara Indonesia. Laporan Akhir . National Institute for Minamata. Simbolon, D. 2007. Pendugaan daerah penangkapan ikan tongkol berdasarkan pendekatan suhu permukaan laut deteksi satelit dan hasil tangkapan di perairan Teluk Palabuharatu. Jurnalitbangda NTT. 04 : 23-30. Supriharyono. 2007. Konservasi ekosistem sumberdaya hayati di wilayah pesisir dan laut tropis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta Tarigan, M.S., & Edward. 2003. Kondisi hidrologi perairan Teluk Kao, Pulau Halmahera, Maluku Utara. Pusat penelitian Oseanogrfi Lembaga Ilmu Pengethuan Indonesia, Jakarta. UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia, Jakarta UNEP. 2002. Global mercuryassesment. UNEP Chemicals. IOMC. Geneva, Switzerland. 22 pp. WALHI. 2007. Dua teluk di Maluku Utara tercemar tailing. Dalam: Antara New, 27/03/07. WHO. 1990. Methylmercury. In Environmental Health Criteria 101. World Health Organization, Geneva. WHO. 1976. Mercury. In Environmental Health Criteria. World Health Organization, Geneva. WHO. 2004. Hydrogen cyanide and cyanides : Human health aspects ; Conicies Internatonal Chemical Assesment dokumen 61. Geneva Widodo, J. 1980. Toksikologi Biota Laut disebabkan oleh Pencemaran Merkuri. LPPL, Semarang. 6 p. Yasuda, Y. 2000. Minamata Bay. In: Okada M & S.A. Peterson (editors). Water pollution control policy and management: The Japanase Experience. Chapter 13. Gyosei Ltd., Tokyo.

54

Yamaguchi, A., D.G. Tamang, and M.H. Jr. Saier. 2007. Mercury transport in bacteria. Water, Air & Soil Pollution. DOI 10.1007/sll270-007-9334-z. Yasuda, Y., A. Matsuyama, A. Yasutake, M. Yamaguchi, R. Aramaki, L. Xiaojie, J. Pin, A. Yumin, L. Li, L. Mei, C. Wei, & Q. Liya. 2004. Mercury distribution in farmlands downstream from an acetaldehyde producing chemical company in Qingzhen City, Guizhou, People's Republic of China. Bull Environ Contam Toxicol 72:445-451. Yokoo, E.M., J.G. Valente, L. Grattan, S.L. Schmidt, I. Platt, & E.X. Silbergeld. 2003. Low level methylmercury exposure affects neuropsychological function hi adults. Environmental Health: A Global Access Science Source. Licensee BioMed Central Ltd. 11 pp. (http://www.ehjournal.net/content/2/1/8). Yole, M., M. Wickstroic, & B. Blakley. 2007. Cell death and cytotoxic effects in YAC-1 lymphoma cells following exposure to various forms of mercury. Toxicology 231(1): 40-57. Velga, M. M. and J. A. Meech. 1996. Hf Ex - A Heuristic on Mercury Pollution in The Amazon Water, Air and Spoil Pollution.

57

Lampiran 3 Hasil analisis merkuri dan sianida pada perairan dilokasi penelitian

58

Lampiran 4 Kriteria kualitas air golongan C (Kep-20/MenKLH/1/1990)

60

Lampiran 6 Analisis merkuri (Hg) pada ikan sampel

61

Lampiran 7 Hasil analisis sianida pada ikan sampel

62

Lampiran 8 Kisaran kandungan merkuri dan sianida pada daging dan bagian hati ikan sampel

Tabel a Kandungan merkuri (Hg) pada organ hati dan daging ikan yang di tangkap di lokasi penelitian No 1 2 3 4

Jenis Ikan Kakap merah Belanak Udang putih Biji Nangka

Kandungan Merkuri (Hg) Hati (ppm) Daging (ppm) 0,13 – 0,38 0,06 – 0,19 0,16 – 0,36 0,05 – 0,25 0,45 – 0,51 0,02 – 0,02 0,03 – 0,04

Tabel b Kandungan Sianida pada organ hati dan daging ikan yang di tangkap di lokasi penelitian. No 1 2 3 4

Jenis Ikan Kakap merah Belanak Udang putih Biji Nangka

Kandungan Sianida (Hg) Hati (ppm) Daging (ppm) 18 5,0 – 6,0 6,0 4,2 – 7,2 6,6 – 9,7

63

Lampiran 9 Sertifikat akreditasi labolatorium penguji