BARISTA, Volume 3, Nomor 2, Desember 2016
ANALISIS KEBAHASAAN PEMBERITAAN KASUS HAMBALANG DI HARIAN UMUM “PIKIRAN RAKYAT”: STRUKTUR MAKRO Imam Jahrudin Priyanto Universitas Langlangbuana Email:
[email protected]
Abstrak: Penelitian ini mengungkap representasi dua tokoh penting dalam pemberitaan kasus korupsi Hambalang di Harian Umum Pikiran Rakyat, yakni Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono. Studi ini dilakukan untuk menjawab dua pertanyaan penelitian, yakni bagaimana HU Pikiran Rakyat merepresentasikan Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono, serta ideologi apa yang ada di balik pemberitaan Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam kasus tersebut. Studi ini menggunakan analisis kualitatif karena datanya merupakan teks pemberitaan media. Hal yang dianalisis ialah makna yang tersaji dalam kalimat dan wacana secara keseluruhan, dengan struktur makro sebagai pisau analisis. Lebih dari itu, berdasarkan analisis itu pula diungkap ideologi apa yang terkandung dalam pemberitaan kasus korupsi Hambalang di HU Pikiran Rakyat. Sumber data untuk penelitian ini ialah teks berita utama (headline) halaman 1 terpilih pada HU Pikiran Rakyat yang berkaitan dengan wacana pemberitaan Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam kasus korupsi Hambalang pada rentang terbitan November 2013 sampai dengan Januari 2014. Data dianalisis dengan menggunakan analisis struktur makro yang dikemukakan oleh Van Dijk sebagai salah satu kerangka AWK. Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi media cetak, termasuk Pikiran Rakyat, agar lebih proporsional dalam menyajikan berita. Kata kunci: analisis kebahasaan, ideologi, representasi, struktur makro Abstrak: The research reveals a representation of two key figures in reporting corruption cases of Hambalang in the daily newspaper Pikiran Rakyat (PR), namely Anas Urbaningrum and Susilo Bambang Yudhoyono. This study was conducted to answer two research questions, namely, how PR represents Anas Urbaningrum and Susilo Bambang Yudhoyono, as well as the ideology of what is behind the news Anas Urbaningrum and Susilo Bambang Yudhoyono in the case. The study used a qualitative analysis because the data is the text of the news media. It analyzed the meaning presented in the sentence and discourse as a whole, with the macro-structure as a knife analysis. Moreover, it was also revealed by the analysis of the ideology of what is contained in reporting corruption cases of Hambalang in PR. The data source for this study is the text of the main news (headline) elected on page 1 PR related to the news of Anas Urbaningrum and Susilo Bambang Yudhoyono in a corruption case of Hambalang in the range of issue November 2013 to January 2014. Data were analyzed using structural analysis macro proposed by Van Dijk as one frame critical discourse analysis. Hopefully, the results of this research will be useful for the printed media, including PR, to be more proportionate in presenting the news. Keywords: linguistic analysis, ideology, representation, the macro structure
158
Imam Jahrudin Priyanto Analisis Kebahasaan Pemberitaan Kasus Hambalang di Harian Umum “Pikiran Rakyat”: Struktur Makro
produksi teks lisan dan tulisan. Dalam kaitan ideologi dengan linguistik, Demirovic (1992: 38) dalam Titscher, dkk. (2009: 237) mengemukakan bahwa ideologi mencapai materialitas nyata dalam tanda-tanda linguistik yang ada dalam wacana. Landasan itu juga menjadi acuan umum analisis wacana kritis (AWK) sebagaimana dapat dilihat dalam Fairclough (1989), Wodak, dkk. (2009), Matouschek dan Wodak (2004), dan van Dijk (1980, dan 2008). Sementara Fiske (1990: 165) dalam Zifana (2011) mengklasifikasi penggunaan ideologi ke dalam tiga ranah. Pertama, sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atas kelas masyarakat tertentu. Ranah kedua ialah ideologi sebagai suatu sistem kepercayaan yang sengaja dibuat. Ketiga, ideologi merupakan proses umum dalam memproduksi makna dan ide. Istilah representasi menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan, atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan (Eriyanto, 2001: 113). Representasi ini penting dalam dua hal. Pertama, apakah seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya. Frasa ”sebagaimana mestinya” itu mengacu pada apakah seseorang atau kelompok itu diberitakan apa adanya, ataukah diberitakan secara buruk. Eriyanto (2001: 113) mengungkapkan, penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarginalkan seseorang atau kelompok tertentu. Di sini hanya citra buruk yang ditampilkan, sedangkan citra atau sisi baik luput dari pemberitaan. Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan. Dengan kata, kalimat, aksentuasi, dan bantuan foto macam apa seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan dalam pemberitaan kepada khalayak. Representasi merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan
PENDAHULUAN Kata ”representasi” (Inggris: representation) didahului bentuk (to) represent. Salim (2001) mengategorikan represent sebagai vt (verb transitive) atau kata kerja berpelengkap penderita yang berarti ”menampilkan kembali” atau ”menyajikan kembali”. Kata represent dibentuk oleh dua morfem, re (kembali) dan present (menampilkan). Represent dalam arti menampilkan kembali merupakan makna kedua selain represent (makna pertama) yang berarti melambangkan, mengatakan, mewakili, ataupun memerankan. Representasi merupakan kata benda dari represent walaupun representation memiliki arti perwakilan, wakil dalam suatu perwakilan, ataupun protes. Adapun kata ”ideologi” dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Inggris, ideology. Kalau dirunut lebih jauh, kata itu berasal dari bahasa Yunani, idea dan logia. Kata idea memiliki akar kata idein yang berarti melihat. Sementara logia berasal dari kata logos yang berarti kata. Logos memiliki akar kata legein yang artinya berbicara. Logia juga dapat berarti pengetahuan atau teori. Jadi, makna leksikal ideologi ialah pandangan yang diucapkan atau pembicaraan yang mengemukakan rumusan dalam pikiran sebagai hasil dari pandangan atau penglihatan. Menurut Lull (1998: 1), pada tataran umum, ideologi merupakan rumusan pikiran yang terorganisasi. Dalam hal ini, tatanan nilai, orientasi, dan kecenderungan bersifat saling melengkapi. Semua elemen membentuk berbagai perspektif ide yang diungkapkan melalui komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi terbuka dengan menggunakan teknologi sebagai media. Ideologi mendapat pengaruh dari asal-usulnya, asosiasi kelembagaan, dan tujuannya. Dimensi ideologi dalam wacana menjelaskan bagaimana ideologi seharihari memberikan pengaruh terhadap
159
BARISTA, Volume 3, Nomor 2, Desember 2016
regulasi tentang tata cara pelaksanaan, membuat, atau membatasi identitas dan subjektivitas, serta menetapkan cara tentang sesuatu itu direpresentasikan, dipikirkan, dipraktikkan dan dipelajari.
sebagaimana mestinya: apakah diutamakan, dimarginalkan, atau dinetralkan (Eriyanto, 2001: 113). Representasi dapat diterapkan dengan berbagai cara. Salah satunya ialah teks. Representasi sangat berhubungan dengan pemakaian bahasa dalam menuliskan realitas yang akan dibaca oleh khalayak (Eriyanto, 2001: 116). Segala unsur teks, mulai dari pilihan kata, relasi antarkalimat, hingga tampilan foto dan atau referensi gambar yang ditampilkan sebagai tambahan dan penguatan dari segi visual merupakan bagian dari representasi suatu peristiwa dalam teks. Van Dijk (2008: 185) berpendapat, istilah media dalam pendekatan analisis wacana kritis (AWK) mengacu pada saluran sosial yang biasa digunakan untuk mengomunikasikan informasi dalam dunia sehari-hari. Dalam hal ini, kata media merupakan bentuk jamak dari medium (komunikasi) yang biasa muncul dalam bentuk teks atau percakapan. Dalam teori representasi sosial, kita bisa mempelajari berbagai aspek komunikasi, dengan fokus khusus pada proses psikologi sosial yang ada di dalamnya. Akan tetapi, dengan menggabungkan hasil pemikiran Hall, kita akan mampu mengembangkan pertimbangan yang lebih kuat tentang politik komunikasi (politics of communication) yang mempertimbangkan peran ideologis media dan lembaga publik lainnya dalam pengembangan dan diseminasi (penyebaran) representasi, serta kemungkinan terjadinya identitas resisten untuk muncul dalam praktik komunikasi. Hall (1997) menjelaskan pendekatannya sebagai berikut:
Tindakan utama yang menunjukkan representasi ialah penggunaan bahasa. Fiske (1990: 5-6) menegaskan bahwa representasi dan misrepresentasi merupakan peristiwa kebahasaan. Fiske mencoba menunjukkan bahwa penggunaan bahasa, misalnya pemilihan diksi, dapat menimbulkan gambaran tertentu terhadap peristiwa yang diproduksi oleh seorang penulis. Moscovici dan Markova (2000: 274 dalam Howarth (2011) mengemukakan bahwa kita tidak dapat berkomunikasi jika tidak berbagi soal representasi tertentu. Sementara Hall (1997: 10 dalam Howarth, 2011) menegaskan bahwa “Representations sometimes call our very identities into question. We struggle over them because they matter – and these are contests from which serious consequences can flow. They define what is ‘normal’, who belongs – and therefore, who is excluded.”
Dua pendapat ahli itu dicuplik oleh Howarth (2011). Menurut dia, identitas kita ialah cara kita melihat dan merepresentasikan diri kita, dan itu akan membentuk bagaimana kita berkomunikasi, apa yang kita komunikasikan, bagaimana berkomunikasi dengan orang lain, dan bagaimana kita berkomunikasi tentang orang lain. Oleh karena itu, identitas, representasi, budaya, dan berbagai perbedaan, semuanya berpusat pada psikologi sosial tentang komunikasi. Ambil contoh yang terkait dengan budaya: orang Jerman dan Yunani secara tegas membedakan beberapa istilah dalam diskusi tentang bisnis, yang dipandang oleh orang Yunani sebagai hal penting untuk membangun hubungan (Pavlidou,
…lebih peduli pada efek dan konsekuensi dari representasi, yakni aspek politiknya. Ini menguji tidak hanya bagaimana bahasa dan representasi memproduksi makna, tetapi bagaimana pengetahuan yang di dalamnya wacana tertentu terkait dengan kekuasaan, menetapkan
160
Imam Jahrudin Priyanto Analisis Kebahasaan Pemberitaan Kasus Hambalang di Harian Umum “Pikiran Rakyat”: Struktur Makro
2000). Para penutur American English cenderung menjadi “cerewet” dan ingin tahu isi percakapan dengan orang lain yang tidak mereka kenal dengan baik, dan relatif tenang dalam kenyamanan, serta terdapat relasi yang akrab. Hal itu berkebalikan dengan kaum Athabascan Indians (Tracy, 2002). Terkait dengan perbedaan kultural, pola komunikasi berkaitan dengan gender (Duveen and Lloyd, 1986), agama (Tracy, 2002), kelas (Skeggs, 1997), serta bahasa dan dialek (Painter, 2008). Hal penting lainnya, adalah sangat sulit untuk menguraikan sifat intrakultural dari identitas dan bagaimana dampaknya terhadap komunikasi. Oleh karena itu, pertukaran komunikatif itu dilakukan “sangat kultural” karena “sekelompok orang akan berbicara dan menafsirkan tindakan di antara mereka dengan cara yang terpola” (Tracy, 2002: 34). Sementara Jovchelovitch (2001) menegaskan bahwa representasi sosial ialah bentuk pengetahuan simbolik yang bersifat intrinsik terhadap kehidupan masyarakat. Baginya, kehidupan masyarakat yang merupakan tempat mereka menggerakkan, mengembangkan, bertemu dengan representasi lain, bisa berubah. Jika kondisi sosial dan kesejarahan begitu menentukan, maka ia akan mati. Untuk mengembangkan argumentasi ini, Jovchelovitch menyebut dua tahap. Pertama, dia mengarahkan hubungan antara representasi sosial sebagai tipe khusus dari pengetahuan sosial, dan, kedua, ruang publik sebagai tipe khusus dari ruang sosial (social space). Sekaitan dengan kajian penelitian ini berupa analisis wacana kritis, maka aktivitas utama dari analisis wacana kritis (AWK) ialah analisis teks. Oleh karena itu, analisis tersebut dikaji secara mendalam sebelum digunakan. Hal itu karena AWK bukan hanya teori linguistik, tetapi juga merupakan pendekatan dalam penelitian yang memiliki langkah-langkah analisis
untuk unsur-unsur bahasa tertentu secara lengkap dan mendetail, misalnya analisis atas bidang sintaksis, morfologi, fonologi, atau unsur-unsur linguistik lainnya. Namun, AWK tidak bertujuan menggambarkan setiap teks secara terperinci. Sebaliknya, AWK mencoba menunjukkan fitur-fitur dari teks yang paling menarik dari perspektif kritis yang tampak sebagai manipulasi tekstual yang melayani tujuan yang tidak demokratis (van Dijk, 2008: 87). Salah satu kerangka dari analisis wacana kritis ialah model yang digagas oleh Teun Adrianus van Dijk. Menurut van Dijk (1980: 17-94) penelitian atas wacana tidak cukup dengan hanya didasarkan pada analisis teks. Teks itu hanya bentuk atau hasil dari suatu praktik produksi yang juga perlu diamati sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan mengapa teks memiliki bentuk tertentu. Studi analisis wacana kritis (AWK) sudah dikaji oleh banyak ahli, misalnya van Leeuwen, Hobday, Li, Richardson, ataupun Wodak. Wodak (2004: 198) menekankan bahwa karakteristik analisis wacana ialah menjelaskan teks lisan atau tulisan dalam hal pengembangan teori pada beberapa tingkatan atau dimensi wacana tertentu. Sementara Hobday (2006) dalam hubungan wacana politik dan struktur pemerintahan di media, memberikan contoh penggunaan AWK untuk mengeksplorasi wacana sejarah multikulturalitas di Kanada. Adapun Li (2007:1-7) mengeksplorasi makna ideasional di balik pemberitaan politik lokal di Amerika Serikat. Wodak dan Meyer (2009: 11) memberikan keterangan tambahan bahwa AWK juga dapat digunakan untuk menganalisis relevansi sosial ketika digunakan untuk mengekspos ketimpangan dan ketidakadilan. Kedua ahli tersebut menekankan bahwa analisis tersebut dapat mengungkap pesan ideologis.
161
BARISTA, Volume 3, Nomor 2, Desember 2016
Studi ini meneliti pemberitaan kasus korupsi Hambalang pada Harian Umum Pikiran Rakyat, koran terbesar di Jawa Barat, terutama teks yang berisi tuturan menyangkut Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono. Penelitian ini mengungkap karakteristik bahasa yang digunakan Harian Umum Pikiran Rakyat dalam mewacanakan pemberitaan Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono pada kasus korupsi Hambalang dengan segala akibatnya, baik secara politik maupun secara sosial. Pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini ialah: (1) Bagaimana Harian Umum Pikiran Rakyat merepresentasikan Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemberitaan kasus korupsi Hambalang?, dan; (2) Ideologi apa yang ada di balik pemberitaan Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam kasus Hambalang? Tujuan umum penelitian ini ialah memaknai wacana pada pemberitaan kasus korupsi Hambalang, menyangkut representasi Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono yang menjadi tokoh kunci dalam pemberitaan kasus tersebut di Harian Umum Pikiran Rakyat, menurut tinjauan Analisis Wacana Kritis (AWK). Penelitian ini bertujuan mengungkap dan menggambarkan bagaimana HU Pikiran Rakyat memandang kasus korupsi yang menghebohkan tersebut. Selain itu, penelitian ini juga berusaha mengungkap ideologi HU Pikiran Rakyat dalam pemberitaan kasus korupsi Hambalang yang melibatkan tokoh-tokoh terkenal tersebut. METODE Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif atas teks-teks terpilih yang merupakan berita halaman 1 HU Pikiran Rakyat tentang kasus korupsi Hambalang. Penelitian ini dianalisis secara kualitatif karena datanya merupakan teks pemberitaan media. Hal yang dianalisis
AWK menawarkan kesempatan untuk mengadaptasi perspektif sosial dalam studi lintas budaya pada teks media. Kress (1990) mengemukakan, AWK memiliki agenda politik yang terangterangan berfungsi sebagai jenis lain dari analisis wacana dan teks linguistik, serta pragmatik dan sosiolinguistik. Kress menekankan bahwa AWK bertujuan memberikan pemahaman yang lebih baik pada aspek sosial-budaya dalam teks. Van Dijk (2008) berpendapat bahwa tidak ada hubungan langsung antara masyarakat dan wacana, dan itu tergantung pada bagaimana para pengguna bahasa mendefinisikan situasi komunikasi. Konteks lebih cenderung berupa definisi subjektif daripada properti objektif atas situasi sosial, politik, dan budaya. Penelitian ini mengkaji teks dengan analisis struktur makro yang merupakan bagian dari kajian Teun A. Van Dijk dalam topik Critical Discourse Studies: A Sociocognitive Approach (Wodak dan Meyer, 2009: 62). Selain itu, Teun A. Van Dijk pun secara khusus menjelaskan struktur makro dalam buku Macrostructures, An Interdisciplinary Study of Global Structures in Discourse, Interaction, and Cognition (1980). Van Dijk bermaksud menampilkan suatu analisis sistematik yang disebutnya sebagai struktur global yang memainkan peran dalam beberapa disiplin ilmu humaniora dan pengetahuan sosial. Beberapa terminologi yang berbeda telah digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis struktur global. Van Dijk mengeksplisitkan gagasan tentang struktur global yang dilibatkan dalam studi wacana, (inter)aksi, dan kognisi. Sungguhlah penting untuk pertama-tama melihat dulu konsep dan terminologi intuitif yang digunakan oleh penutur bahasa, sebagai partisipan sosial dalam interpretasi, kategorisasi, dan komunikasi struktur global.
162
Imam Jahrudin Priyanto Analisis Kebahasaan Pemberitaan Kasus Hambalang di Harian Umum “Pikiran Rakyat”: Struktur Makro
ialah makna yang tersaji dalam kalimat dan wacana secara keseluruhan, dengan struktur makro sebagai pisau analisis. Lebih dari itu, berdasarkan analisis itu pula akan diungkap ideologi apa yang terkandung dalam pemberitaan kasus korupsi Hambalang di HU Pikiran Rakyat. Sumber data untuk penelitian ini ialah empat teks berita utama (headline) halaman 1 terpilih pada Harian Umum Pikiran Rakyat yang berkaitan dengan wacana pemberitaan Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam kasus korupsi Hambalang pada rentang terbitan November 2013 sampai dengan Januari 2014. Koran terbitan tanggaltanggal tersebut dipilih karena pada saat itulah kasus korupsi Hambalang menyita perhatian masyarakat. Sumber data ditelusuri untuk memilah teks dengan karakter yang spesifik mengulas Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono pada pemberitaan kasus korupsi Hambalang dalam wacana atau pemberitaan Harian
Umum Pikiran Rakyat. Teks yang dipilih ialah berita yang bersifat konfliktual antara Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono. Selain itu, nama kedua tokoh yang berseberangan secara politik itu disebut secara eksplisit dan dalam intensitas yang memadai. Teks-teks tersebut kemudian dipisahkan dan digunakan sebagai data penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah (a) data primer dan (b) data sekunder. Data primer yang dimaksud ialah teks-teks berita yang digunakan sebagai sampel penelitian, sedangkan data sekunder ialah penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari literatur dan berbagai sumber bacaan yang mendukung penelitian. Penelitian ini menggunakan purposive sampling yang didasarkan pada karakteristik utama populasi yang memiliki kesamaan. Pemilihan didasarkan pada kriteria tertentu. Data tentang juduljudul berita tersebut bisa dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1: Judul Berita yang Diteliti Tanggal Terbit
No.
Judul Berita
1 2 3 4
Anas (Menolak) Ditahan Buktikan Ucapanmu, Anas! Selidiki Keterlibatan Ibas! Segera Periksa Ibas!
Sabtu, 11 Januari 2014 Senin, 13 Januari 2014 Jumat, 15 November 2013 Rabu, 15 Januari 2014
tersebut merupakan penggalan dari analisis terhadap teks berjudul ”Buktikan Ucapanmu, Anas!”. [4a] P: Meski kini baru berusia 44 tahun,
HASIL DAN PEMBAHASAN Sehubungan dengan kajian penelitian ini terkait pemberitaan Harian Umum Pikiran Rakyat, data dianalisis dengan menggunakan analisis struktur makro yang dikemukakan oleh Van Dijk sebagai salah satu kerangka AWK.
karier politik Anas Urbaningrum melesat bak roket. M1: Karier politik Anas melesat setelah mengundurkan diri sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum.
Representasi Anas Urbaningrum Representasi positif terhadap Anas Urbaningrum dalam pemberitaan Pikiran Rakyat terkait dengan kasus korupsi proyek Hambalang terilustrasikan dalam contoh [4a] dan [4b] di bawah ini. Contoh
Dalam contoh tersebut, P merupakan proposisi yang merepresentasikan Anas secara positif. Hal itu teridentifikasi dari predikasi ”melesat bak roket” dan usianya yang baru 44 tahun. Representasi positif
163
BARISTA, Volume 3, Nomor 2, Desember 2016
itu didukung oleh M1 (Makroproposisi 1) lewat penggunaan ungkapan ”melesat setelah mengundurkan diri sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum”. Representasi netral terhadap Anas Urbaningrum dalam pemberitaan Pikiran Rakyat terkait dengan kasus korupsi proyek Hambalang terilustrasikan dalam contoh dari berita berjudul ”Anas (Menolak) Ditahan” di bawah ini.
[4c]
Net (Netral) : Lima jam di ruang pemeriksaan, Anas keluar dengan mengenakan seragam tahanan KPK. M1 : Lima jam diperiksa, Anas langsung dibawa ke Rumah Tahanan KPK.
Dalam contoh di atas, tidak ada pretensi positif ataupun negatif bagi Anas. Teks itu hanya menggambarkan kondisi yang terjadi apa adanya. Tidak ada hal yang menguntungkan Anas, juga tidak ada hal yang merugikan Anas. proyek Hambalang terilustrasikan dari berita berjudul ”Anas (Menolak) Ditahan” dalam contoh di bawah ini. Representasi Anas Urbaningrum dalam pemberitaan Pikiran Rakyat terkait dengan kasus korupsi Hambalang, baik yang bersifat positif, netral, maupun negatif dapat dilihat distribusinya dalam tabel berikut.
Representasi negatif terhadap Anas Urbaningrum dalam pemberitaan Pikiran Rakyat terkait dengan kasus korupsi Ia menolak [4d] Neg (Negatif): menandatangani surat penahanan yang ditandatangani Ketua KPK Abraham Samad. M1: Anas menolak menandatangani surat penahanan yang ditandatangani Ketua KPK Abraham Samad.
Tabel 2: Representasi Anas Urbaningrum Representasi Positif Negatif Netral
Teks 1 12 10 34
Teks 2 10 39 23
Teks 3 2 9 41
13 37
Positif Negatif Netral
Frekuensi 37 58 135
Total % 16,09 25,22 58,69
ia yakini didalangi oleh Susilo Bambang Yudhoyono. ”Serangan” yang dilancarkan Anas terhadap Ibas juga pada hakikatnya ditujukan kepada Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, dalam penelitian ini, nama Ibas atau Edhie Baskoro Yudhoyono tidak serta-merta dikaitkan dengan Susilo Bambang Yudhoyono.
Representasi Susilo Bambang Yudhoyono Nama Susilo Bambang Yudhoyono (sesekali dalam teks berita ditulis SBY ataupun Yudhoyono) sering disebut dalam pemberitaan. Media mengutipnya sebagai isi pernyataan (verbiage) Anas Urbaningrum. Hal itu terjadi karena Anas merasa sakit hati atas penahanannya yang Representasi
Teks 4
Tabel 3: Representasi Susilo Bambang Yudhoyono Teks 1 Teks 2 Teks 3 Teks 4 Total Frekuensi Persentase 13 1 1 15 6,52% 34 23 41 37 135 58,69%
164
BARISTA, Volume 3, Nomor 2, Desember 2016
Seperti ditunjukkan pada tabel 4.2, Susilo Bambang Yudhoyono direpresentasikan secara negatif sebanyak 6,52 persen dari keseluruhan teks. Representasi negatif untuk Yudhoyono, diilustrasikan pada contoh [4a] berikut: [4a] Neg (Negatif): Isyarat itu, salah
mengkaji pemberitaan korupsi Hambalang di Pikiran Rakyat. SIMPULAN Penelitian ini mengeksplorasi representasi sebuah kasus dalam pemberitaan media massa. Secara spesifik, penelitian ini mengkaji dua permasalahan, yakni bagaimana HU Pikiran Rakyat merepresentasikan Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemberitaan kasus korupsi Hambalang, serta ideologi apa yang ada di balik pemberitaan tersebut. Ditemukan bahwa Pikiran Rakyat merepresentasikan Anas Urbaningrum lebih negatif dibandingkan dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Koran terbesar di Jawa Barat ini lebih banyak mengeksplorasi tindak verbal Anas yang banyak mengungkapkan kekecewaannya terhadap Susilo Bambang Yudhoyono, ”musuh politik”-nya. Saat mengungkapkan kekecewaan-kekecewaan itu, Anas juga menunjukkan sikap yang tidak akomodatif terhadap aturan hukum dan etika. Secara hukum, misalnya dia menolak menandatangani surat penahanan yang sudah ditandatangani Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (saat itu) Abraham Samad. Itu representasi dari sikap melawan terhadap aturan hukum. Dia merasa tidak bersalah. Berdasarkan pelaksanaan studi ini, diajukan beberapa saran, baik yang bersifat teoretis (terutama untuk studi lanjutan) maupun yang bersifat implikatif untuk berbagai pihak yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kesadaran atas praktik-praktik berbahasa dalam masyarakat. Studi ini dilaksanakan dalam ruang lingkup terbatas. Untuk itu, diajukan saran untuk studi lanjutan. Kajian representasi dalam penelitian ini dibatasi pada aspek struktur makro (macrostructure). Penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi representasi dengan melibatkan aspek lainnya, yakni struktur
satunya, bisa terbaca dari ucapan terima kasihnya kepada Susilo Bambang Yudhoyono, pendiri Partai Demokrat. M3: Anas mengisyaratkan perlawanan terhadap Susilo Bambang Yudhoyono.
Contoh [4a] di atas merupakan bagian dari teks 2 (berita berjudul ”Buktikan Ucapanmu, Anas!”) yang bertopik seruan agar Anas bisa membuktikan ucapan-ucapannya. Ideologi di Balik Pemberitaan Korupsi Hambalang Seperti dipaparkan pada bagian tersebut, Anas Urbaningrum direpresentasikan lebih negatif dibandingkan dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Hal itu sangat dimungkinkan karena dari paparan verbal yang dianalisis, tampak sekali Anas sangat kecewa dengan penahanan dan proses hukum yang dialaminya. Oleh karena itu, pada beberapa bagian teks yang dianalisis dengan struktur makro, tertangkap makna bahwa Anas melakukan perlawanan dan hal itu tecermin dari sikapnya, misalnya menolak menandatangani surat penahanan yang sudah ditandatangani Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad. Dari teks yang dianalisis dengan struktur makro, perseteruan politik antara Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono memang lebih banyak tecermin dari ucapan-ucapan Anas yang kecewa terhadap Yudhoyono. Saat kecewa itu, Anas kerap menyebut nama Susilo Bambang Yudhoyono kepada pers. Kekecewaan itu tak hanya disampaikan kepada media massa utama, tetapi juga ke media sosial, termasuk Twitter dan Facebook. Namun, penelitian ini hanya 1 165
BARISTA, Volume 3, Nomor 2, Desember 2016
mikro (microstructure). Penelitian ini berfokus pada sebuah lembaga pemberitaan, yakni HU Pikiran Rakyat. Untuk studi selanjutnya, ada baiknya bila penelitian dilakukan pada beberapa koran sekaligus. Selanjutnya, diajukan beberapa saran bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Selain itu, hasil penelitian ini bisa bermanfaat untuk menajamkan pengungkapan tokoh dalam pemberitaan melalui penyajian kalimat demi kalimat ataupun unsur kebahasaan lainnya. Sementara bagi para pembaca yang semakin kritis, kiranya hasil penelitian ini bisa memberikan perspektif atau cara pandang baru tentang penyajian berita di media cetak. Dengan pemahaman yang lebih baik soal representasi tokoh dalam pemberitaan, kiranya para pembaca dapat memahami suatu peristiwa secara lebih utuh.
social construction. London: LSE Research Online. Kress, G. (1990). ”Critical Discourse Analysis,” Robert Kaplan, ed., Annual Review of Applied Linguistics, II. Available at http://www.discourse-insociety.org/html [akses 23 Mei 2014] Li, Y.P. (2007). “The Hidden Power of the Language in Web-news Headlines,” dalam US-China Foreign Language, Mar. 2007, Volume 5, No. 3 (Serial No.42). (1-7) Lull, J. (1998), Media Komunikasi Kebudayaan, Suatu Pendekatan Global. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Markova, I. (2000). Amedee or How to get rid of it: Social Representations from a dialogical perspective. Culture and Psychology, 6 (94), pp. 419-460. Moscovici, S. (2000). Social Representations. Cambridge: Polity. Pavlidou, T,S. (2000). Telephone conversations in Greek and German: Attending to the relationship aspects of communication. In H. SpencerOatley (Ed) Culturally Speaking: Managing rapport through talk across cultures (pp. 121-140) London: Continuum. Painter, D. (2008). The voice devoid of any accent: Language, Subjectivity and Social Psychology. Subjectivity, 23, pp. 174-187. Salim, P. (2001). Advanced EnglishIndonesian Dictionary. Jakarta: Modern English Press. Skegg, B. (1997). Formations of Class and Gender: Becoming Respectable. London: Sage. J. (2006). The Myths That Tracy, K. (2002). Everyday Talk: Building and Reflecting Identities. New York: The Guildford Press. Van Dijk, T.A. (1980). Macrostructures, An Interdisciplinary Study of Global Structures in Discourse, Interaction, and Cognition. Hillsdale, New
DAFTAR PUSTAKA Duveen, G., & Lloyd, B. (1986). The significance of social identities. British Journal of Social Psychology, 25, 219-230. Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS. Fiske, J. (1990). Introduction to Communication Studies, Second Edition. London dan New York: Routledge. Fairclough, N.(1989). Language and Power. London: Longman Group UK Limited. Hall, S. (1997). Representation: cultural representations and signifying practices. London: Sage. Hobday, Howarth, C. (2011). Representations, identity and resistance in communication. London: LSE Research Online. Jovchelovitch, S. (2001). Social representations, public life and
166
Imam Jahrudin Priyanto Analisis Kebahasaan Pemberitaan Kasus Hambalang di Harian Umum “Pikiran Rakyat”: Struktur Makro
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Van Dijk, T.A. (2008). Discourse and Context: A Sociocognitive Approach. Cambridge: Cambridge University Press. Wodak, R. (2004). “Critical Discourse Analysis”, dalam Searle, C., dkk. Qualitative Research Practice. London: Sage. Wodak, R., & Meyer, M. (2009). “Critical Discourse Analysis: History, Agenda, Theory and Methodology,” dalam Wodak, R. dan Meyer, M (eds.). Methods of Critical Discourse Analysis. London, New Delhi, Thousand Oaks, dan Singapore: Sage Publications. Zifana, M. (2011). “Representasi Pihak Pro dan Kontra Pemilihan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Pemberitaan Harian Umum Media Indonesia”. Bandung: Tesis UPI. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penelitian maupun proses penyelesaian penulisan artikel ini.
167