ANALISIS KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA

Download krap dan dilakukan uji tarik untuk melihat kekuatan tarik dari baja St.41. (5) Setelah uji tarik, dilakukan pengamatan struktur mikro baja ...

0 downloads 519 Views 531KB Size
JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 2, OKTOBER 2014

1

ANALISIS KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA St.41 AKIBAT PERBEDAAN AYUNAN ELEKTRODA PENGELASAN SMAW

Oleh: Ary Setya Kurniawan, Solichin, Rr. Poppy Puspitasari Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universias Negeri Malang Email: [email protected] Abstraks. Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui kekuatan tarik yang dimiliki baja St.41 akibat perbedaan ayunan elektroda pengelasan SMAW, (2) Untuk mengetahui bentuk struktur mikro yang dimiliki baja St.41 akibat perbedaan ayunan elektroda pengelasan SMAW. Metode dalam penelitian ini menggunakan deskriptif, sedangkan desain penelitiannya adalah penelitian eksperimental yang dilakukan di laboratorium. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif, yakni menjabarkan perbandingan spesimen yang diberi perlakuan menggunakan bantuan aplikasi Microsoft Excel. Objek yang dipakai pada penelitian ini adalah baja karbon rendah St.41 yang dilas menggunakan las SMAW dengan variasi ayunan elektroda zig-zag dan ayunan elektroda spiral dengan posisi 1G dan 3G. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa struktur mikro dan makro yang terjadi pada baja St.41 menunjukkan patah ulet. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya dimple atau cekungan-cekungan pada hasil foto struktur mikro daerah patahan. Posisi pengelasan memberikan pengaruh yang nyata pada hasil kekuatan tarik, dimana nilai kekuatan tarik tertinggi pada posisi 1G adalah 450,6 M.Pa dengan ayunan elektroda zig-zag dan untuk nilai kekuatan tarik tertinggi pada posisi 3G adalah 447,1 M.Pa dengan ayunan elektroda spiral. Kata kunci: kekuatan tarik, struktur mikro, ayunan elektroda, posisi pengelasan, baja St.41

Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Wiryosumarto (1996:1) menyebutkan bahwa pengelasan adalah penyambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Sedangkan menurut Daryanto (2012:51), pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam dimana logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa tekanan. Serta Siswanto (2011) juga berpendapat, yakni pengelasan (welding) adalah teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan

logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan mengahasilkan logam kontinyu. Baja St.41 adalah baja yang memiliki kadar karbon 0,16 %, karena kadar karbonya kurang dari 0,30 % maka baja ini termasuk golongan baja karbon rendah dan mempunyai regangan sebesar 36-24 % (Wiryosumarto, 2004:90). Baja karbon rendah ini tidak dapat langsung dikeraskan karena kadar karbonnya kurang dari 0,3% untuk itu perlu dilakukan proses carburizing untuk meningkatkan kadar karbonnya sehingga nantinya dapat dikeraskan. Makna dari penamaan St.41 sendiri adalah dari St memiliki arti baja (Stahl), angka 41 dalam

2

Ary Setya Kurniawan, Solichin, Rr. Poppy Puspitasari, Analisis Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro...

baja ini menunjukkan bahwa minimum ketangguhan putus-tarik adalah 41 kg/mm². Ketangguhan tarik juga dibatasi keatas yaitu umumnya St.41 ≤ 50 kg/mm² (Suherman, 1987:72). Kekuatan tarik suatu bahan dapat diketahui dengan menguji tarik pada bahan yang bersangkutan. Hasil pengujian tarik tersebut dapat diketahui pula sifat-sifat yang lain seperti: kekuatan mulur, perpanjangan, reduksi penampang, modulus elastisitas, dan sebagainya. Menurut Surdia dan Chijiiwa (2005:207) pengujian tarik dilakukan dengan jalan memberikan beban tarik pada batang uji secara perlahan-lahan sampai patah. Batas mulur, kekuatan tarik, perpanjangan, pengecilan luas, dan sebagainya diukur pada pengujian ini. Menurut Rifa’i (2006), struktur mikro logam merupakan penggabungan dari satu atau lebih struktur kristal. Pada umumnya logam terdiri dari banyak kristal (majemuk), walaupun ada diantaranya hanya terdiri dari satu kristal saja (tunggal). Tetapi logam dengan kristal majemuk memungkinkan pengembangan berbagai sifat-sifat yang dapat memperluas ruang lingkup pemakaiannya. Dalam logam, kristal sering disebut sebagai butiran. Batas pemisah antara dua kristal disebut batas butir (Grain Boundary). METODE Secara umum penelitian ini merupakan penelitian eksperimental labora- torium, dalam bentuk deskripsi. Dalam penelitian eksperimental melibatkan beberapa variabel. Variabel-variabel tersebut yakni variabel bebas dan variabel terikat. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini yaitu (1) penggunaan ayunan elektroda (zig-zag dan spiral) dan posisi pengelasan down hand (1G) dan vertikal (3G). (2) Variabel terikat,

baja St.41. Mekanisme pengambilan data hasil uji tarik dan pengamatan struktur mikro pada daerah perbatasan antara daerah HAZ dengan daerah logam lasan. Pada penelitian ini ada 16 spesimen. Langkah-langkah dalam pengambilan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut (1) Pengelasan SMAW. Spesimen yang telah digerinda membentuk kampuh “V” kemudian dilas menggunakan ayunan elektroda zig-zag dan ayunan elektroda spiral dengan posisi 1G dan 3G yang dilakukan oleh orang yang berpengalaman di bidang las dan bersertifikat. (2) Pembentukan spesimen. baja karbon rendah St.41 berbentuk persegi dengan ukuran panjang 150 mm, lebar 200 mm, tebal 8 mm sebanyak 8 buah spesimen dengan kampuh “V” dengan sudut 300 yang nantinya akan dipotong lagi setelas dilas tiap 1 hasil spesimen pengelasan dibagi menjadi 4 sehingga total 16 spesimen. Uji komposisi. Baja St.41 pada penelitian ini dilakukan uji komposisi untuk mengetahui kandungan unsur-unsurnya di laboratorium Universitas Brawijaya Malang menggunakan metode titrasi redoks dan di laboratorium FMIPA-UM menggunakan SEMEDAX. (4) Spesimen yang telah dipotong menjadi 16 spesimen, kemudian dibentuk spesimen uji tarik menggunakan mesin sekrap dan dilakukan uji tarik untuk melihat kekuatan tarik dari baja St.41. (5) Setelah uji tarik, dilakukan pengamatan struktur mikro baja St.41 pada daerah HAZ dengan langkah awal pembentukan spesimen digerinda (grinding) bertujuan untuk menghaluskan permukaan kertas gosok yang digunakan merupakan permukaan kasar silikon karbid yang bervariasi. Pada proses ini kertas gosok yang digunakan mulai yang kasar sampai yang halus untuk proses finishing.

JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 2, OKTOBER 2014

Poles (Polishing) dilakukan untuk mendapatkan permukaan spesimen yang mengkilap sehingga mampu memantulkan cahaya pada mikroskop optik. Poles dilakukan dengan menggosokkan material pada kain wol yang ditaburi dengan serbuk alumina. Etsa (Etching) tujuannya adalah untuk mendapatkan permukaan yang dapat diamati dengan mikroskop optik. Etsa dilakukan dengan mengoleskan cairan nital pada permukaan baja yang sudah halus. Kemudian ditunggu 10 detik dan dikeringkan menggunakan hairdryer. Setelah dilakukan etsa, material dapat diamati struktur mikronya pada baja St.41 dengan menggunakan mikroskop optik. Pengambilan gambar dilakukan dengan menggunakan kamera otomatis yang dihubungkan dengan komputer sehingga mampu menangkap gambar secara digital. Foto diambil dengan perbesaran 400x. (6) Pengamatan struktur mikro baja St.41 daerah patahan dilakukan di labora-torium FMIPA-UM dengan alat SEM-EDAX. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian “Analisis Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro Pada Baja St.41 Akibat Perbedaan Ayunan Elektroda Pengelasan SMAW” adalah analisis deskriptif, yakni menjabarkan perbandingan spesimen yang diberi perlakuan menggunakan bantuan aplikasi Microsoft Excel. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data setelah melaksankan pengelasan pada baja St.41 dengan variasi ayunan elektroda pengelasan zig-zag dan spiral dengan posisi pengelasan downhand (1G) dan vertikal 3G. Tahap selanjutnya yaitu melihat struktur mikro daerah HAZ dari baja St.41 dengan mikroskop optik di Laboratorium Pengujian Bahan Universitas

3

Brawijaya. Data yang diperoleh berupa foto struktur mikro pada daerah HAZ. Selanjutnya penelitian yang dilakukan adalah proses uji tarik yang dilaksanakan di Institut Teknologi Nasional Malang. Setelah uji tarik dilakukan penelitian selanjutnya yaitu melihat daerah patahan dari baja St.41 dengan kamera DSLR Canon di laboratorium Universitas Brawijaya Malang. Hasil yang diperoleh berupa foto patahan daerah permukaan. Dari hasil foto patahan daerah permukaan saja itu tidak cukup detail maka dilanjutkan dengan penelitian di laboratorium FMIPA-UM untuk melihat struktur mikro daerah patahan dengan alat SEMEDAX. Pada Gambar 1 adalah hasil dari foto struktur mikro baja karbon rendah dimana baja dengan kadar karbon 0,8% disebut baja eutektoid, baja dengan kadar karbon diatas 0,8% disebut baja hiper eutektoid, dan baja dengan kadar karbon dibawah 0,8% disebut baja hipo eutektoid. Struktur mikro yang terlihat pada gambar 1 adalah ferit dan perlit. Menurut Vlack (1985:383-384) butirbutir ferit berwarna terang sedangkan perlit berwarna gelap atau kelabu. Gambar 1 hasil dari foto struktur mikro baja St.41 menunjukkan daerah-daerah yang ferit yang terpisah. Hal ini sesuai dengan teori Vlack (1985:386) bahwa baja dengan struktur mikro yang mengandung daerah-daerah ferit yang terpisah disebut baja hipo eutektoid (baja dengan kadar karbon rendah). Pada proses pengelasan terjadi fase panas sekitar ± 600 0C yang hanya menimbulkan struktur ferit dan perlit. Menurut Santoso (2006:27) daerah HAZ mencapai daerah berfasa ferit dan austenit dan ini yang disebut transformasi sebagian yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit dan perlit berubah menjadi ferit dan auste-

4

Ary Setya Kurniawan, Solichin, Rr. Poppy Puspitasari, Analisis Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro...

nit. Namun dalam penelitian ini nampak jelas struktur mikro dari ferit dan perlit karena pada baja dengan kandungan kadar karbon

rendah sampai dengan tititk eutektoid maka kandungan yang terbentuk adalah campuran antara ferit dan perlit (Wahono, 2011).

Struktur Mikro Pada Baja St.41 Ayunan Elektroda Zig-Zag dan Ayunan Elektroda Spiral dengan Posisi 1G dan Posisi 3G

JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 2, OKTOBER 2014

Hasil Uji Tarik Tahap selanjutnya dalam penelitian ini adalah pengujian tarik yang dilakukan di Institut Teknologi Nasional Malang. Data yang diperoleh berupa nilai kekuatan tarik dari baja St.41 yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Hasil Uji Tarik Ayunan Elektroda Zig-Zag Posisi 1G Tabel 1. Data Pengujian Tarik Spesimen St.41 dengan Ayunan Elektroda Zig-Zag Posisi 1G N o.

Spesime n

1. 2. 3.

A B C RataRata

Yield Strength 356,2 356,2 356,2 356,2

1G Zig-Zag Tensile Strength 452,0 444,9 454,9 450,6

Elongat ion 64,3 58,2 64,4 62,3

Dari tabel 1 diketahui bahwa nilai kekuatan tarik spesimen (A) sebesar 452,0 M.Pa, spesimen (B) sebesar 444,9 M.Pa, spesimen (C) sebesar 454,9 M.Pa. Jadi nilai kekuatan tarik rata-rata dari spesimen baja St.41 dengan ayunan elektroda zig-zag posisi 1G adalah 450,6 M.Pa. Hasil Uji Tarik Ayuanan Elektroda Spiral Posisi 1G Tabel 2. Data Pengujian Tarik Spesimen St.41 dengan Ayunan Elektroda Spiral Posisi 1G N o.

Spesim en

1. 2. 3.

A B C RataRata

Yield Strength 356,2 356,2 356,2 356,2

1G Spiral Tensile Elongat Strength ion 451,1 59,4 446,1 61,2 445,8 58,9 447,7 59,9

Dari tabel 2 diketahui bahwa nilai kekuatan tarik spesimen (A) sebesar 451,1 M.Pa, spesimen (B) sebesar 446,1 M.Pa,

5

spesimen (C) sebesar 445,8 M.Pa. Jadi nilai kekuatan tarik rata-rata dari spesimen baja St.41 dengan ayunan elektroda spiral posisi 1G adalah 447,7 M.Pa. Hasil Uji Tarik Ayunan Elektroda Zig-Zag Posisi 3G Tabel 3. Data Pengujian Tarik Spesimen St.41 dengan Ayunan Elektroda Zig-Zag Posisi 3G N Spesime o n 1 2 3

A B C RataRata

Yield Strength 356,2 356,2 356,2 356,2

3G Zig-Zag Tensile Strength 447,7 438,9 445,3 444,0

Elongati on 66,7 66,0 60,8 64,5

Dari tabel 3 diketahui bahwa nilai kekuatan tarik spesimen (A) sebesar 447,7 M.Pa, spesimen (B) sebesar 438,9 M.Pa, spesimen (C) sebesar 445,3 M.Pa. Jadi nilai kekuatan tarik rata-rata dari spesimen baja St.41 dengan ayunan elektroda zig-zag posisi 3G adalah 444,0 M.Pa. Hasil Uji Tarik Ayunan Elektroda Spiral Posisi 3G Tabel 4. Data Pengujian Tarik Spesimen St.41 dengan Ayunan Elektroda Spiral Posisi 3G N o.

Spesime n

1. 2. 3.

A B C RataRata

Yield Strength 354,9 356,2 356,2 355,8

3G Spiral Tensile Strength 446,5 451,9 443,0 447,1

Elongat ion 54,6 54,9 53,0 54,2

Dari tabel 4 diketahui bahwa nilai kekuatan tarik spesimen (A) sebesar 446,5 M.Pa, spesimen (B) sebesar 451,9 M.Pa, spesimen (C) sebesar 443,0 M.Pa. Jadi nilai kekuatan tarik rata-rata dari spesimen baja St.41 dengan ayunan elektroda spiral posisi 3G adalah 447,1 M.Pa.

6

Ary Setya Kurniawan, Solichin, Rr. Poppy Puspitasari, Analisis Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro...

Analisis Kekuatan Tarik Pada Baja St.41 Setelah melakukan pengelasan SMAW dengan ayunan elektroda zig-zag dan spiral menggunakan posisi pengelasan 1G dan 3G di BLK Singosari. Dilanjutkan dengan pengujian tarik di Institut Teknologi Nasional Malang. Dari hasil pengujian tarik didapat data berupa nilai kekuatan tarik kemudian data tersebut dianalisis menggunakan aplikasi Microsoft Excel dan grafik dapat dilihat pada Gambar 2. Dari data di atas kekuatan tarik dari baja St.41 untuk ayunan elektroda zig-zag posisi 1G adalah 450,6 M.Pa. Untuk ayunan elektroda spiral posisi 1G adalah 447,7 M.Pa. Untuk ayunan elektroda zig-zag posisi 3G adalah 444,0 M.Pa. Untuk ayunan elektroda spiral posisi 3G adalah 447,1. Jadi nilai kekuatan tarik pada baja St.41 tertinggi

untuk posisi 1G terdapat pada ayunan elektroda zig-zag yaitu 450,6 M.Pa dan untuk posisi 3G terdapat pada ayunan spiral yaitu 447,1 M.Pa. Pada posisi 1G memilki nilai kekuatan tarik yang tinggi hal ini dikarenakan posisi 1G sering banyak digunakan di bengkel-bengkel permesinan maupun di industri kecil dan menengah. Untuk ayunan elektroda spiral posisi 1G dan 3G jika dilihat dalam grafik memiliki nilai kekuatan tarik rata-rata nampak sama yaitu sebesar 447,7 M.Pa dan 447,1 M.Pa. Hal ini disebabkan pengaruh welder yang berpengalaman serta arus yang digunakan tepat (Santoso, 2006). Selain itu kekuatan tarik juga dipengaruhi oleh jenis patahan. Dalam penelitian ini patah yang terjadi adalah patah ulet hal ini dipengaruhi unsur karbon (C) dalam baja St.41 maupun elektroda.

Nilai Kekuatan Tarik Baja St.41

Gambar 2. Grafik Tensile Strength

JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 2, OKTOBER 2014

7

Gambar 3. Diagram Tegangan-Regangan

(Sumber: Vlack, 1985:8) Beban yang harus didukung disebut stress, beban tersebut bisa berwujud beban tarik, bengkok, puntir atau tekan. Perubahan bentuk benda karena beban disebut strain. Pada beberapa jenis bahan, benda akan berubah bentuk karena beban dan kembali ke bentuk semula setelah beban dilepaskan. Kemampuan benda kembali ke bentuk semula setelah beban dihilangkan disebut elastisitas. Bila strain diperbesar sampai batas tertentu, benda tidak dapat kembali ke bentuk semula. Strain terkecil yang mebuat benda berubah bentuk disebut batas elastisitas. Perubahan bentuk tidak dapat kembali ke bentuk semula setelah beban dilepas disebut deformasi. Kekuatan bahan mendukung beban (strength) adalah besarnya beban (kg) per satuan luas penampang yang dapat ditahan sampai mendekati putus atau fase kritis (yield strength). Pada fase kritis benda mengalami deformasi. Bila bebannya beban tarik, benda bertambah panjang sebelum putus. Posisi pengelasan dapat diartikan sebagai posisi seorang juru las terhadap benda yang dilas (Sunaryo, 2008:97). Posisi 1G merupakan posisi yang paling mudah untuk melakukan pengelasan, dimana posisi benda kerja berada di bawah tangan juru las. Oleh

sebab itu, juru las berusaha agar sebisa mungkin semua pengelasan dilakukan dengan posisi ini. Pengelasan pada posisi 1G cenderung menggunakan arus ampere yang besar dan lebih baik daripada posisi pengelasan lainnya. Penembusan juga relatif baik dengan meratanya logam las yang menembus celah alur. Arus pengelasan yang digunakan pada penelitian ini adalah 60-90 A. Penggunaan arus yang tepat mempengaruhi kekuatan tarik daerah HAZ. Dalam penelitian yang dilakukan (Santoso, 2006) penggunaan arus yang tepat berpengaruh pada hasil patahan kekuatan tarik. Hal ini dibuktikan dalam penelitian ini daerah patahan tidak terjadi pada daerah HAZ maupun daerah lasan. Struktur Makro Patahan Uji Tarik Dari hasil pengujian tarik, maka akan dihasilkan data nilai kekuatan tarik baja St.41. Sedangkan untuk struktur makro dihasilkan data berupa foto struktur dengan menggunakan kamera DSLR Canon. Proses dari foto makro yaitu benda diletakkan di meja presisi, benda disetting untuk mendapatkan gambar yang diinginkan, maka hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

8

Ary Setya Kurniawan, Solichin, Rr. Poppy Puspitasari, Analisis Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro...

Gambar 4. Struktur Makro Hasil Foto Patahan Uji Tarik Baja St.41 dengan Kamera DSLR Canon

Gambar 5. Baja St.41 Hasil Uji Tarik

(a)

(b)

Gambar 6. (a) Spesimen Hasil Uji Tarik (b) Fenomena Patahan (Sumber: Yunus, 2009)

Setelah melakukan pengujian tarik pada baja St.41 dapat dilihat pada gambar penampang daerah patahan logam yang runcing dan tidak rata. Patah biasanya terjadi atas beberapa tingkatan, yaitu necking (pengecilan penampang), terbentuknya

rongga-rongga kecil, pembesaran rongga menjadi satu rongga besar atau terjadi retak tegak lurus gaya yang bekerja dan pada akhirnya retak menjalar sampai terjadinya patahan. Spesimen patahan dapat terlihat dari Gambar 5 dan bentuk umum patah ulet

JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 2, OKTOBER 2014

yang terjadi pada bahan ditunjukkan seperti Gambar 6. Patah ulet tinggi biasanya dijumpai pada logam lunak seperti: emas murni, timbal pada temperatur rendah, polimer, gelas inorganik pada temperatur tinggi. Patah ulet sering dijumpai umumnya pada logam dan patah getas biasanya pada keramik. Mekanisme patah yang lebih detail bisa dilihat secara mikroskopik dengan memakai mikroskop elektron atau SEM-EDAX.

9

Keuletan atau besar regangan plastik sampai perpatahan dapat dinyatakan dalam persentasi perpanjangan (percent elongation). Bila bebannya beban tarik, benda bertambah panjang sebelum putus. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula, sedang sesungguhnya pada bahan ulet, luas penampang mengecil pada waktu beban maksimum dilalui (Vlack, 1985:9-10), seperti ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses Uji Tarik dan Hasil Patahan (Sumber: Vlack, 1985:10)

Gambar 8. Struktur Mikro Daerah Patahan Baja St.41 dengan Perbesaran 2500x dan 5000x Hasil SEMEDAX

Struktur Mikro Patahan Uji Tarik Dengan dilakukannya foto makro maka hasil yang dapat dilihat hanya daerah perbesaran permukaan, oleh karena itu perlu

dilakukan foto yang lebih detail menggunakan alat SEM-EDAX. Dari hasil foto SEMEDAX, spesimen baja St.41 dapat diketahui struktur yang lebih detail seperti terlihat pada Gambar 8.

10

Ary Setya Kurniawan, Solichin, Rr. Poppy Puspitasari, Analisis Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro...

dimple

Gambar 9. Foto Patah Ulet Karbon Rendah (Sumber: ASM Vol 12, Fractography )

Dari Gambar 8 terlihat adanya dimple atau cekungan-cekungan dan muka patahnya berwarna ke abu-abuan. Patah ulet dapat terjadi bila bahan melebihi kekuatan seperti yang terjadi pada pengujian tarik (Wiryosumarto, 1996:189). Jadi dari hasil penelitian yang telah dilakukan, patahan dari baja St.41 akibat perbedaan ayunan elektroda pengelasan SMAW adalah patah ulet, hal ini dibuktikan dari hasil foto struktur mikro daerah patahan butir-butir yang mendominasi adalah patah ulet seperti pada gambar 8 (Wiryosumarto, 1996:189). Hal ini juga dikarenakan unsur karbon yang terdapat pada baja St.41 tergolong rendah dan pendinginan yang terjadi adalah pendinginan lambat. Jadi tidak terbentuk martensit yang sifatnya sangat keras dan rapuh (Vlack dan Djaprie, 1985:238). Patah ulet juga dengan adanya dimple atau cekungan-cekungan yang merupakan ciri khas dari patahan pada batas butir (intergranular fracture) seperti yang ditunjukkan pada gambar 9. Menurut Wiryosumarto (2004:90), baja St.41 adalah baja yang memiliki kadar karbon 0,16%, karena kadar karbonnya kurang dari 0,30% maka baja ini termasuk golongan baja karbon rendah dan mempunyai regangan sebesar 36-24%, selain itu

baja juga mengandung unsur campuran lain seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), dan mangan (Mn) yang jumlahnya dibatasi (Wiryosumarto, 1996:46). PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan, kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) Struktur mikro dan makro yang terjadi pada baja St.41 menunjukkan patah ulet. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya dimple atau cekungan-cekungan pada hasil foto struktur mikro daerah patahan, selain itu kandungan karbon pada baja St.41 yang tergolong rendah mengakibatkan patah ulet. (2) Posisi pengelasan memberikan pengaruh yang nyata pada hasil kekuatan tarik, dimana posisi 1G dengan ayunan elektroda zig-zag memberikan nilai kekuatan tarik yang tinggi yaitu 450,6 M.Pa dan untuk posisi 3G dengan ayunan elektroda spiral memberikan nilai kekuatan tarik yang tinggi yaitu 447,1 M.Pa. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran/rekomendasi yang diajukan dirumus-

JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 2, OKTOBER 2014

kan sebagai berikut (1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang sifat mekanik yang lain akibat pengelasan pada baja St.41. (2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ayunan elektroda dan posisi pengelasan yang lain. (3) Untuk proses pe-

11

ngelasan harus dilakukan oleh welderman yang profesional dan memiliki sertifikat. (4) Pemilihan elektroda yang tepat pada proses pengelasan dapat menghasilkan produk lasan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA ASM Handbook Commite. 2002. Properties and Selection : Irons, Steel, and High Performance Alloys. Vol.1. American Society for Metal. ASM

Handbook Commite. 2002. Fractography. Vol.12. American Society for Metal.

Alip, Mochamad. 1989. Teori dan Praktek Las. Jakarta: Proyek pengembangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan Jakarta. Beumer. 1985. Ilmu Bahan Logam Jilid II. Jakarta: Bharata Karya Aksara. Callister. 2001. Fundamentals of Materials Science and Engineering. New York: John Wiley & Sons, Inc., 605 Third Avenue. Daryanto. 2006. Ilmu Logam. Jakarta: Bumi Aksara. Daerah Las. Gambar Daerah Las. (Online), (http://www.google.co.id/daerah haz pada pengelasan) diakses 13 Oktober 2013. Farid. 2012. Studi Pengaruh Perlakuan Panas pada Hasil Pengelasan Baja St. 60 Ditinjau dari Kekuatan Tarik Bahan, Kekerasan, dan Struktur Mikro. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Howard BC. 1998. Hubungan Diameter Elektroda dengan Arus Pengelasan. Htb, Goklas Marihot. 1984. Mengelas Logam dan Pemilihan Kawat. Jakarta: PT Gramedia. Jensen & Chenoweth. 1992. Kandungan Baja. Jakarta: Bumi Aksara. Juansyah, H. 2007. Pengaruh Besar Induksi Magnet Solenoida Terhadap Homogenitas Weld Pool dan Kekuatan Tarik Sambungan Las Pada Pengelasan GTAW. Malang: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Kenyon, W. 1985. Dasar-dasar Pengelasan. Jakarta: Erlangga. Prabudhev, K.H. 1974. Hand Book of Heat Treatment of Stells. New York: Mc Graw Hill. PT.

Growth Sumatra Industri Ltd. Kandungan Unsur Pembentukan Baja St.41.

Rusli, Taufik Arta. 2013. Pengaruh Posisi Pengelasan GMAW dan Pola Gerakan Kawat Las Terhadap Ketangguhan Uji Impact Pada Baja St. 41. Malang: Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang.

Fontana, M.G. & Greene, N.D. 1984. Corrosion Engineering Second Edition. Singapore: McGraw-Hill Book Co.

Safa’ah. 2010. Sifat Mekanik Stainless Steel AISI 304 setelah Mengalami Proses Annealing dan Laju Korosinya dalam Media 10% H2SO4. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Harsono. 2006. Mengenal Pelapisan Logam (Electroplating). Yogyakarta: Offset.

Santoso. 2006. Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik dan Ke-

12

Ary Setya Kurniawan, Solichin, Rr. Poppy Puspitasari, Analisis Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro...

tangguhan Las SMAW Dengan Elektroda E7018. Skripsi. Semarang: Universitas Semarang. Siswanto. 2011. Konsep Dasar Teknik Las (Teori dan Praktik). Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. Sonawan, H., Suratman, R. 2004. Pengantar Untuk Memahami Pengelasan Logam. Αlfa Beta: Bandung. Suharto. 1991. Teknologi Pengelasan Logam: Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Suherman. 1988. Ilmu Logam III. Surabaya: Teknik Mesin Institut Teknilogi Sepuluh Nopember Surabaya. Suherman. 1987. Ilmu Logam 1. Institut Teknologi Sepuluh Nopember: Surabaya. Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian Edisi

Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang. Van Vlack, Lawrence H. 1985. Ilmu dan Teknologi Bahan. Terjemahan Sriati Djaprie.1981. Jakarta: Erlangga. Widharto, Sr. 2003. Petunjuk Kerja Las. Jakarta: Pradya Paramita. Widodo. 1991. Reaksi Kimia. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Wiryosumarto. 1991. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya Paramita. Wiryosumarto. 1996. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya Paramita. Wiryosumarto. 2004. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya Paramita. Yakin, Moh Nurul. 2013. Analisa Laju Korosi, Struktur Mikro, Dan Bentuk Korosi Pada Baja St. 41 Akibat Pengelasan Dengan Media Pengkorosi H2SO4. Malang: Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang.