ANALISIS METODE PEWARNAAN KROMOSOM

Download Kromosom adalah benang-benang yang terdapat pada inti sel yang berfungsi membawa karakter ... kromosom akar bawang merah (metode A), modifi...

0 downloads 458 Views 13MB Size
ANALISIS METODE PEWARNAAN KROMOSOM TANAMAN JATI (Tectona grandis L.f.)

TOFAN RANDY WIJAYA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

ANALISIS METODE PEWARNAAN KROMOSOM TANAMAN JATI (Tectona grandis L.f.)

TOFAN RANDY WIJAYA

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Metode Pewarnaan Kromosom Tanaman Jati (Tectona grandis L.f.)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010

Tofan Randy Wijaya NRP E44051883

ANALISIS METODE PEWARNAAN KROMOSOM TANAMAN JATI (Tectona grandis L.f.) Oleh : Tofan Randy Wijaya dan Arum Sekar Wulandari RINGKASAN Saat ini jati sudah banyak dikembangbiakan secara vegetatif. Bahkan, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, teknik poliploidi (penggandaan kromosom) sudah mulai diterapkan pada jati. Dengan teknik ini dapat diperoleh jati yang ukurannya lebih besar. Hal ini dapat dibuktikan secara ilmiah dengan menghitung jumlah kromosom awal dan jumlah kromosom setelah digandakan. Penghitungan jumlah kromosom dapat dilakukan dengan cara analisis kromosom dengan metode pewarnaan kromosom. Tujuan penelitian ini ialah untuk mencari metode yang tepat untuk pewarnaan kromosom tanaman jati, waktu terjadinya tahap mitosis tanaman jati, dan lamanya tahap mitosis tanaman jati. Kromosom adalah benang-benang yang terdapat pada inti sel yang berfungsi membawa karakter yang bersifat menurun dan berisi sebagian besar informasi untuk aktivitas regulasi sel. Secara keseluruhan, untuk mendapatkan hasil yang baik, analisis kromosom dilakukan melalui empat tahap secara berurutan yaitu (1) tahap perlakuan awal, (2) tahap fiksasi, (3) tahap maserasi dan (4) tahap pewarnaan. Pada penelitian ini ada tujuh metode pembuatan preparat mitosis ujung akar yang diaplikasikan, yaitu metode pewarnaan kromosom akar bawang merah (metode A), modifikasi maserasi (metode B), modifikasi tanpa fiksasi dan maserasi (metode C), modifikasi waktu pengambilan ujung akar tanaman jati (metode D), modifikasi maserasi tanpa fiksasi (metode E), modifikasi praperlakuan tanpa fiksasi dan maserasi (metode F), dan penyimpanan ujung akar sebelum tahap pra-perlakuan dan fiksasi (metode G). Metode pewarnaan kromosom akar bawang merah digunakan sebagai dasar untuk memudahkan mencari metode pewarnaan kromosom jati yang tepat. Dari hasil penelitian analisis metode kromosom tanaman jati dapat diketahui bahwa metode pewarnaan kromosom tanaman jati yang tepat ialah metode D karena dengan metode ini tahapan mitosis dapat dilihat tetapi jumlah kromosom tanaman jati masih belum bisa dihitung karena kromosom sangat kecil. Waktu pengambilan sampel terbaik yang diperoleh untuk pengambilan sampel akar jati ialah pada pukul 09.00-10.00 WIB, dan lamanya tahap mitosis tanaman jati ±1 jam.

Kata kunci : kromosom, pewarnaan kromosom, Tectona grandis

ANALISIS METODE PEWARNAAN KROMOSOM TANAMAN JATI (Tectona grandis L.f.) By : Tofan Randy Wijaya dan Arum Sekar Wulandari

ABSTRACT Counting the number of chromosomes can be done by analysis of chromosomes with chromosome staining. The purpose of this research is to find the right method for staining chromosomes of The teak, time of the mitotic phase of plantation teak, and the duration of the mitotic phase of teak plantations. Overall, to get good results, chromosomal analysis is done through four stages in the sequence is (1) the early phase of treatment, (2) stage of fixation, (3) stages of maceration and (4) stage of coloration. In this study, there are seven methods of making preparations applied to the root tip mitosis, chromosomes are stained onion root (method A), modification of maceration (method B), modification without fixation and maceration (method C), modifications time to cut The teak root (D method), modification of maceration without fixation (method E), the modification of pre-treatment without fixation and maceration (M method), and storage of the root tip before pre-treatments (method G). Chromosome staining onion roots used as a basis for the staining method is easy to get the correct teak’s chromosomes. From this study, analysis of teak’chromosome is known that D chromosome staining method is appropriate because the methods and stages of mitotic chromosomes can be seen, but the number of chromosomes can not be calculated because the size of chromosomes are very small. the best time to cut the teak root at 9:00 to 10:00 am, and the duration of the mitotic phase of The teak is ± 1 hour. Keywords : chromosome, chromosome staining method, mitotic, Tectona grandis

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 29 Oktober 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

Bono

dan

Liesdawati.

Penulis

menyelesaikan

pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 01 Bogor pada tahun 2005. Penulis masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur PMDK di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota himpunan TGC. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang-Kamojang, tahun 2007. Penulis melaksanakan Praktek Pembinaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walad (HPGW) Kabupaten Sukabumi tahun 2008. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, BKPH Parung Panjang, Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis menerima beasiswa antara lain beasiswa PERSADA tahun 2005-2006, beasiswa Yayasan Supersemar tahun 2006-2007, dan peningkatan prestasi akademik (PPA) tahun 2007-2009. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Metode Pewarnaan Kromosom Tanaman Jati (Tectona grandis L.f.)” dibawah bimbingan Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS.

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Analisis Metode Pewarnaan Kromosom Tanaman Jati (Tectona grandis L.f.)”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui metode pewarnaan kromosom untuk tanaman jati dan mengetahui jumlah kromosom tanaman jati. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Arum Sekar W, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan. Penghargaan penulis sampaikan kepada La Ode Jamalludin, S.Hut, Dr. Ir Dorly, MSi, dan berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari berbagai keterbatasan dalam penulisan ini, namun demikian penulis berharap karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2010

Tofan Randy Wijaya

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 14 1.2 Tujuan ....................................................................................................... 15 1.3 Manfaat ..................................................................................................... 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati .............................................................................................................. 16 2.2 Kromosom ................................................................................................. 17 2.3 Analisis kromosom ................................................................................... 18 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................... 21 3.2 Bahan dan Alat .......................................................................................... 21 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan larutan ................................................................................ 21 3.3.2 Persiapan akar tanaman jati ................................................................ 22 3.3.3 Pembuatan preparat mitosis ujung akar ............................................. 22 3.3.3 Pengamatan kromosom ...................................................................... 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah kromosom tanaman jati .................................................................. 25 4.2 Metode pewarnaan kromosom tanaman jati ............................................... 25 4.1.1 Metode A ............................................................................................ 25 4.1.2 Metode B ............................................................................................ 26 4.1.3 Metode C ............................................................................................ 27 4.1.4 Metode D ............................................................................................ 30 4.1.5 Metode E ............................................................................................. 31 4.1.6 Metode F ............................................................................................. 33

4.1.7 Metode G ............................................................................................ 34 4.3 Pemotretan dengan kamera ........................................................................ 35 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 36 5.2 Saran ........................................................................................................... 36 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 37 LAMPIRAN ......................................................................................................... 39

DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil pengamatan dengan metode A, B, dan C ................................................. 25 2 Hasil pengamatan dengan metode D, E, dan G ................................................. 32 3 Hasil pengamatan dengan metode F ................................................................. 34

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Foto kromosom hasil pengamatan metode B .................................................... 27 2 Foto kromosom hasil pengamatan metode B dengan metode C ....................... 30 3 Foto kromosom hasil pengamatan metode D .................................................... 31 4 Foto kromosom hasil pengamatan metode E .................................................... 33

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan proses pembuatan larutan ....................................................................... 37 2 Bagan proses pembuatan preparat ujung akar ................................................... 38

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan sub-tropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas dan harga jual yang tinggi (Sumarna 2001). Di Indonesia, jati digolongkan sebagai kayu mewah (fancy wood), memiliki kelas awet tinggi yang tahan terhadap gangguan rayap dan fungi dan mampu bertahan hingga 500 tahun. Secara garis besar, pengadaan bibit jati dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara generatif dan secara vegetatif. Secara generatif, pengadaan bibit jati dilakukan dengan menggunakan biji. Perbanyakan tanaman jati juga dapat dilakukan secara vegetatif. Pembiakan secara vegetatif untuk jati dapat dilakukan dengan stump, puteran, grafting dan kultur jaringan. Teknik kultur jaringan saat ini sudah banyak diterapkan untuk tanaman jati. Kultur jaringan tidak hanya merupakan teknik untuk memperbanyak tanaman, tetapi juga untuk mendapatkan jenis tanaman yang berbeda dengan induknya. Dengan teknik poliploidi (penggandaan kromosom) bisa didapatkan tanaman jati yang ukurannya lebih besar. Menurut Goodwin dan Mercer (1983) kromosom adalah benang-benang yang terdapat pada inti sel yang berfungsi membawa karakter yang bersifat menurun dan berisi sebagian besar informasi untuk aktivitas regulasi sel. Fukui (1996) menyatakan bahwa kata kromosom berasal dari bahasa Yunani, Chromosome, yang berarti bagian yang berwarna. Kromosom pertama kali ditemukan oleh Nageli pada tahun 1842 setelah ditemukannya nukleus, sebagai objek yang menampilkan seluruh isi sel melalui mikroskop. Kromosom akan tampak jelas pada sel yang aktif membelah. Jumlah kromosom di dalam inti sel dari berbagai organisme berbeda-beda. Saat ini teknik penggandaan kromosom sudah mulai digunakan pada tanaman jati. Namun hasilnya hanya terlihat dalam penampilan fenotipnya saja, masih jarang yang meneliti genotipnya. Penggandaan kromosom tanaman jati ini dapat dibuktikan secara ilmiah dengan menghitung jumlah kromosom awal dan jumlah kromosom setelah proses penggandaan. Penghitungan jumlah kromosom

dapat dilakukan dengan cara analisis kromosom dengan metode pewarnaan kromosom.

1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mencari metode yang tepat untuk pewarnaan kromosom tanaman jati, waktu terjadinya tahap mitosis tanaman jati, dan lamanya tahap mitosis tanaman jati.

1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai metode-metode pewarnaan kromosom tanaman kehutanan dan menjadi sumber informasi dalam teknik penggandaan kromosom khususnya untuk tanaman jati.

II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Jati (Tectona grandis L. f.) Tanaman jati sudah tersebar ke beberapa wilayah. Sebaran alami jati meliputi India, Birma, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Penyebarannya di Indonesia meliputi seluruh Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumbawa, Maluku, dan Lampung (Nurhasyibi 2000). Pohon jati dapat tumbuh selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter, namun pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter. Bentuk batang tidak teratur serta beralur. Warna kayu teras (bagian tengah) coklat muda, coklat merah tua, atau merah coklat, sedangkan warna kayu gubal (bagian luar teras kulit) putih atau kelabu kekuningan. Tekstur kayu kasar dan tidak merata. Arah serat lurus dan agak terpadu. Permukaan kayu licin agak berminyak dan memiliki gambaran kayu yang indah (Sumarna 2001). Daun berhadapan bersilang, tunggal, helai daun bundar bulat telur-lanset, tepi daun rata, berbulu halus dan pangkalnya berbentuk pasak (Sutisna et al. 1998). Tanaman jati akan tumbuh baik pada lahan dengan kondisi fraksi lempung, lempung berpasir, atau pada liat berpasir (Sumarna 2001). Jenis tanah yang paling cocok untuk jati ialah alluvial-kolovial yang dalam, berdrainase baik, subur, dengan pH 6,5-8 dan kandungan Ca dan P yang cukup tinggi. Jati tidak tahan terhadap adanya genangan air atau tanah laterit miskin hara, namun merupakan jenis pionir berumur panjang (Sutisna et al. 1998). Tipe iklim yang cocok untuk tanaman jati adalah yang iklim dengan musim kering yang nyata, tipe hujan C-F, curah hujan rata-rata 1200-2000 mm/tahun dan pada ketinggian 0-700 m dpl (Martawijaya et al. 1981). Kayu jati sampai saat ini banyak dibutuhkan dalam industri properti, seperti untuk kayu lapis, rangka (konstruksi), kusen, pintu dan jendela karena kayu jati memilki kelas kuat dan kelas awet yang tinggi. Selain itu dengan profil yang ditunjukkan oleh garis lingkar tumbuh yang unik dan bernilai artistik tinggi, kayu jati dibutuhkan oleh para seniman pahat dan pengrajin furniture untuk dijadikan berbagai barang kerajinan rumah tangga. Kayu jati juga digunakan

sebagai bahan untuk bak pada truk, tiang balok, gelagar, jembatan dan bantalan rel kereta api (Sumarna 2001).

2.2 Kromosom Jusuf (2001) menyatakan bahwa keragaman genetik antar spesies dapat terlihat dari keragaman jumlah atau keragaman struktur kromosom yang dikandungnya. Timbulnya keragaman genetik dapat terjadi karena perbuatan manusia atau oleh alam. Manusia dapat menimbulkan keragaman genetik pada suatu komoditi dengan berbagai cara, antara lain melalui persilangan, mutilasi, rekayasa genetik, dan penggunaan mutagen. Menurut Adams et al. (1993) perubahan jumlah dan struktur kromosom dapat merubah karakteristik suatu individu, sehingga perubahan drastis yang dihasilkan dari proses mutilasi dapat merubah tanaman yang tidak berguna menjadi tanaman yang lebih berguna, misalnya perubahan warna bunga pada tanaman yang telah dimutilasi seperti pada krisan dan dahlia. Perbedaan jumlah kromosom dari bermacam-macam tanaman dapat menyebabkan tanaman yang satu memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan tanaman yang lain. Makin sering tanaman mengalami penyerbukan, maka makin tinggi kemungkinan terjadinya perubahan jumlah kromosomnya, sehingga akhirnya dapat menyebabkan perubahan sifat pada anaknya (Darjanto dan Satifah 1990). Menurut Albert et al. (1998) pembelahan meiosis dapat menyebabkan variasi genetik yang sangat banyak. Perbedaan jumlah kromosom ini dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan fenotip. Berdasarkan letak sentrometiknya, bentuk kromosom dibagi menjadi empat macam, yaitu metasentrik, submetasentrik, akrosentrik, dan telosentrik. Kromosom metasetrik adalah kromosom yang memiliki sentromer di tengah, sehingga kromosom dibagi atas dua lengan yang sama panjang. Biasanya kromosom membengkok di tempat sentromer sehingga kromosom berbentuk huruf V. Submetasentrik dan akrosentrik adalah kromosom yang memiliki sentromer tidak di tengah, sehingga kedua lengan tidak sama panjang, maka kromosom membentuk huruf J. Perbedaan dari kromosom submetasentrik dan kromosom akrosentrik adalah pada posisi sentromernya. Sentromer kromosom

submetasentrik cenderung mendekati tengah sedangkan sentromer kromosom akrosentrik cenderung di ujung lengan kromosom. Kromosom telosentrik adalah kromosom yang memiliki sentromer di salah satu ujung kromosom, sehingga kromosom tetap lurus dan tidak terbagi atas dua lengan. Kromosom telosentrik tidak dijumpai pada manusia dan sangat langka pada tumbuhan, sedangkan pada hewan adakalanya dapat ditemukan kromosom telosentrik. Fukui (1996) menyatakan bahwa pengelompokan bentuk masing-masing kromosom ditentukan berdasarkan atas besar rasio lengan kromosom. Nilai rasio lengan kromosom ini dapat diperoleh dengan membagi ukuran lengan panjang kromosom dengan ukuran lengan pendeknya (C = p/q).

2.3 Analisis kromosom Perbedaan jumlah kromosom dari bermacam-macam tanaman dapat menyebabkan tanaman yang satu mempunyai sifat yang berbeda dari tanaman yang lain. Pengamatan kromosom berguna untuk mengetahui karioploidi suatu tanaman dan mempelajari klasifikasi dan penggolongan suatu jenis. Tanaman yang termasuk ke dalam jenis yang sama pada umumnya mempunyai jumlah kromosom yang sama. Jumlah, bentuk dan komposisi kromosom pada bagian vegetatif tanaman selalu sama, jadi kromosom di ujung daun dan kromosom di ujung akar ialah sama. Hal ini disebabkan karena sel-sel vegetatif tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangan melakukan pembelahan duplikasi yang disebut pembelahan mitosis. Menurut

Darnaedi

(1990)

informasi

tentang

kromosom

dapat

menerangkan tingkat kesuburan, dan tipe reproduksi, yang dapat menggambarkan tingkat evolusi dan membahas hubungan kekerabatan hubungan suatu populasi. Lima perbedaan penting informasi kromosom yaitu variasi ukuran absolut, variasi pada reaksi pewarnaan, variasi bentuk kromosom, variasi ukuran relatif, dan variasi jumlah. Untuk mengtahui jumlah, bentuk, ukuran dan perilaku kromosom dapat dilakukan pengamatan kromosom atau analisis kromosom, pada saat mitosis dan meiosis. Menurut Sujiprihati dan Syukur (2004) morfologi kromosom pada metafase mitosis memperlihatkan panjang kromosom dan posisi sentromer. Proses

kondensasi kromosom mencapai maksimal pada fase ini sehingga kromosom kelihatan lebih pendek dan tebal dibandingkan dengan fase lain. Kedua hal ini menjadi dasar analisis kariotipe. Secara keseluruhan, untuk mendapatkan hasil yang baik, analisis kromosom dilakukan melalui beberapa tahap yaitu tahap perlakuan awal, tahap fiksasi, tahap maserasi dan tahap pewarnaan. Pada fase awal digunakan 8Hydroxyquinolin 0,002 M. Fungsinya ialah untuk mengganggu aktivasi benang gelendong, sehingga kromosom tidak terikat dan kromosom tersebar merata. Menurut Sharma dan Sharma (1980) perlakuan awal bertujuan untuk menjernihkan sitoplasma dan memisahkan lamela tengah yang menyebabkan jaringan menjadi lunak dan kromosom menjadi tersebar. Selain itu, perlakuan awal dapat membantu penetrasi senyawa fiksatif dan menghilangkan komponenkomponen yang tidak diinginkan dalam jaringan. Perlakuan awal ini dilakukan dengan merendam potongan ujung akar ataupun pucuk dalam larutan 8Hydroxyquinolin 0.002 M selama sekitar tiga jam. Fiksasi adalah cara untuk menghentikan metabolisme sel secara cepat dan mempertahankan jaringan serta komponen-komponennya seperti bentuk semula. Larutan fiksasi yang digunakan biasanya ialah larutan Carnoy, yaitu campuran kloroform, asam asetat dan etanol selama 15 menit dan larutan former, yaitu campuran 15 ml asam asetat glasial dengan 45 ml alkohol absolut (3 : 1). Fungsi larutan former dan larutan carnoy secara umum sama, hanya saja larutan carnoy digunakan pada jaringan yang berlapis lilin (Sharma dan Sharma 1980). Tahap maserasi adalah tahap yang bertujuan untuk lebih memperlunak jaringan sehingga sel menjadi lebih mudah lepas-lepas, lebih menjernihkan sitoplasma dari komponen-komponen sel yang tidak dikehendaki. Tahap ini menggunakan bahan kimia berupa asam asetat 45% dan HCl 1N selama 2 menit (Sharma dan Sharma 1980). Penggunaan HCl 1 N ini dimaksudkan untuk menahan sel agar tetap berada pada fase-fase mitosis ataupun meiosis sesuai dengan saat pengambilan sampel. Menurut Tjondronegoro et al. (1999) teknik maserasi memungkinkan untuk mengekstraksi fraksi-fraksi tertentu yang terlarut dalam sel tumbuhan dan untuk meneliti reaksi-reaksi metabolik yang

dilangsungkan oleh suatu enzim serta organel sel seperti mitokondria, kloroplas, ribosom, dan nukleus. Tahap pewarnaan kromosom menggunakan bahan kimia aceto orcein 2% selama 10 menit. Aceto orcein ini dibuat dengan mencampur asam asetat dengan tepung orcein. Dengan aceto orcein, kromosom akan berwarna merah sehingga kromosom dapat dibedakan dari bagian-bagian lain dalam sel (Sharma dan Sharma 1980).

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA IPB selama 6 bulan yaitu dimulai pada bulan September 2009 sampai dengan bulan Maret 2010.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan ialah akar tanaman jati yang berumur ± 4 minggu, kolkisin 0,1%, hidroksiquinolin 0,002 M, alkohol 70%, asam asetat glasial 45%, aceto orcein 2%, dan aquades. Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah gelas ukur 1000 ml, 500 ml, 100 ml; termometer; hot plate; pinset; pipet; lampu Bunsen; object glass dan cover glass; cawan Petri; silet berkarat; botol; tisu; mikroskop; dan kamera.

3.3 Metode Penelitian 3.3.2 Persiapan larutan Tahap persiapan larutan secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 1. Larutan 8-hidroksiquinolin 0,002 M dibuat dengan cara melarutkan 0,3 gram 8Hydroxyquinolin dalam 1 liter aquades pada suhu 70º C. Kemudian diaduk dengan menggunakan magnetic stirer selama 1 jam sampai terlihat warna kekuningan. Larutan disimpan dalam wadah tertutup di dalam lemari es. Larutan kolkisin 0,1% dibuat dengan cara melarutkan kolkisin 1 gram dalam 1 L aquades. Larutan kemudian disimpan dalam botol pada suhu ruangan. Aceto orcein 2% dibuat dengan cara melarutkan 1 gram orcein dalam 50 ml asam asetat glasial 45% pada suhu 90º C. Kemudian diaduk dengan menggunakan magnetic stirer selama 10 menit. Setelah agak dingin dilakukan filtrasi di gelas lain. Lalu simpan dalam botol gelap pada suhu ruangan.

3.3.1 Persiapan akar tanaman jati Akar tanaman jati yang digunakan berumur 4 minggu. Akar diambil pada bagian ujung akar yang memiliki kriteria berwarna putih, tidak busuk, dan tudung akar tidak patah. Akar jati diambil mulai dari pukul 06.00 – 05.00 WIB keesokan harinya dengan selang waktu pengambilan setiap 1 jam. Pengambilan akar ini dilakukan untuk mengetahui kapan kromosom berada pada tahap metafase sehingga analisis kromosom dapat dilakukan. Ujung akar tanaman jati dipotong 0,5-1,0 cm. Kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi larutan 8-hidroksiquinolin 0,002 M dan disimpan dalam lemari pendingin selama 1 jam. Ujung akar yang lain dimasukkan ke dalam botol yang berisi larutan kolkisin 0,1% dan disimpan pada suhu ruangan selama 1 jam (Gunarso 1989). Jumlah ujung akar yang direndam dalam larutan 8hidroksiquinolin 0,002 M dan kolkisin 0,1% masing-masing sebanyak 10 ujung akar.

3.3.3 Pembuatan preparat mitosis ujung akar Metode pengerjaan analisis kromosom ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan larutan dan tahap pembuatan preparat mitosis. Secara keseluruhan, untuk mendapatkan hasil yang baik, analisis kromosom dilakukan melalui empat tahap secara berurutan yaitu (1) tahap perlakuan awal, (2) tahap fiksasi, (3) tahap maserasi dan (4) tahap pewarnaan. Pada penelitian ini ada tujuh metode pembuatan preparat mitosis ujung akar yang diaplikasikan, yaitu dengan metode pewarnaan kromosom akar bawang (metode A), modifikasi maserasi (metode B), modifikasi tanpa fiksasi dan maserasi (metode C), modifikasi pengambilan ujung akar tanaman jati (metode D), modifikasi maserasi tanpa fiksasi (metode E), modifikasi pra-perlakuan tanpa fiksasi dan maserasi (metode F), dan modifikasi sebelum tahap pra-perlakuan dan fiksasi (metode G) (Lampiran 2). Metode pewarnaan kromosom akar bawang digunakan sebagai dasar untuk memudahkan mecari metode pewarnaan kromosom jati yang tepat.

3.3.3

Pengamatan kromosom Sampel yang telah disiapkan dengan metode A-G diamati di bawah

mikroskop. Dalam pengamatan kromosom ini, yang diamati ialah tahap mitosis, bentuk, dan jumlah kromosom tanaman jati. Setelah mendapatkan hasil pengamatan kromosom yang baik pada mikroskop,

maka

dilakukan

pemotretan.

Pemotretan

dilakukan

dengan

menggunakan kamera digital dengan perbesaran seratus kali. Setiap objek yang diamati dilakukan pemotretan dua kali. Pemotretan pertama, yaitu fokus pada kamera. Dan pemotretan kedua, yaitu fokus pada lensa okuler. Hasil pemotretan ini memberikan gambaran kromosom yang lebih jelas. Kromosom diamati secara deskripsi. Pengamatan kroosom ini dibantu dengan software Adobe Photoshop.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk memperoleh sel-sel dalam keadaan yang sedang membelah, perlu diketahui tempat dan waktu sel melakukan pembelahan, serta bagaimana cara pengambilan contohnya. Pembelahan sel berlangsung pada jaringan yang merupakan titik tumbuh atau jaringan merismatik, atau sel-sel induk gamet. Pada titik tumbuh, misal pada ujung akar atau pucuk tanaman, terjadi pembelahan secara mitosis, yaitu satu sel akan membelah menjadi dua sel yang mempunyai kromosom yang identik dengan kromosom sel sebelumnya. Di luar jaringan/sel merismatik tersebut pembelahan tidak akan terjadi dan sel akan berada pada keadaan yang tidak aktif membelah dan kromosom terurai dalam bentuk benang DNA yang tidak tampak di bawah mikroskop cahaya (Ardian 2008). Dalam

mempelajari

morfologi

kromosom

dengan

menggunakan

mikroskop, perlu dilakukan pengamatan pada saat kromosom mempunyai ukuran diameter maksimum. Untuk tujuan tersebut perlu dilakukan pengambilan contoh yang tepat, yaitu selain harus diambil dari bagian jaringan yang sedang membelah juga harus dilakukan pada waktu yang tepat sehingga bisa didapatkan fase-fase mitosis (Ardian 2008). Mitosis merupakan pembelahan sel yang umumnya terjadi pada sel-sel yang hidup terutama sel-sel yang sedang tumbuh, dan sel-sel ini umumnya terdapat pada ujung akar dan pucuk tumbuhan. Hal inilah yang melatarbelakangi digunakannya akar dalam penelitian ini (Ali 2010). Dari hasil penelitian belum diperoleh data jumlah kromosom jati, metode pewarnaan kromosom tanaman jati dan waktu pengambilan ujung akar jati yang tepat. Alasan penggunaan akar pada penelitian ini karena akar merupakan salah satu jaringan yang sel-sel penyusunnya adalah sel-sel somatik, khusus pada ujung akar bersifat meristematik.

4.1 Jumlah kromosom tanaman jati Dari hasil penelitian dengan semua metode yang diterapkan, jumlah kromosom tanaman jati masih belum bisa dihitung karena kromosom jati memiliki ukuran yang kecil. Menurut Sujiprihati dan Syukur (2004) morfologi kromosom pada metafase mitosis memperlihatkan panjang kromosom dan posisi sentromer. Proses kondensasi kromosom mencapai maksimal pada fase ini sehingga kromosom kelihatan lebih pendek dan tebal dibandingkan dengan fase lain. Dari literatur disebutkan bahwa tanaman jati mempunyai jumlah kromosom yaitu 2n = 36 (Endah dan John 1997).

4.2 Metode pewarnaan kromosom tanaman jati 4.2.1

Metode A Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode ini ialah kromosom

tidak terlihat/terwarnai, baik pra-perlakuan dengan 8-hidroksiquinolin 0,002 M maupun dengan kolkisin 0,1% (Tabel 1). Tabel 1 Hasil pengamatan dengan metode A, B, dan C Metode

Waktu pengambilan akar Tiap jam selama 24 jam

Hasil

Keterangan

- Kromosom tidak terlihat - Sel tidak pecah - Tidak dilakukan pemotretan hasil

Perlakuan dengan praperlakuan 8-hidroksiquinolin 0,002 M maupun dengan kolkisin 0,1% hasilnya sama

B

Tiap jam selama 24 jam

Perlakuan dengan praperlakuan 8-hidroksiquinolin 0,002 M maupun dengan kolkisin 0,1% hasilnya sama

C

< Pk 09.00 Pk 09.00

-Kromosom tidak terlihat -Sel pecah -Tahap maserasi yang tepat ialah dengan perendaman HCl : asam asetat glasial 45% = 3:1 selama 10 menit Kromosom tidak terlihat Kromosom terlihat

A

Sel berwarna merah Kromosom masih berada dalam tahap profase

Dari kedua pra-perlakuan yang diterapkan, hasil pengamatan kromosom pada mikroskop sama. Hal ini disebabkan karena sel akar tidak lunak atau masih keras sehingga pada saat squash tidak pecah dan menyebar. Jika sel tidak pecah dan menyebar maka sangat sulit dilakukan pengamatan kromosom. Tahap maserasi merupakan tahap untuk lebih memperlunak sampel. Tahap ini perlu

dimodifikasi. Modifikasi yang dapat dilakukan misalnya menambah waktu perendaman dalam larutan HCl 1 N : asam asetat glasial 45% = 3 : 1 dari 2 menit menjadi 10 menit supaya sampel menjadi lebih lunak dan sel-sel menjadi pecah pada saat squash sehingga memungkinkan kromosom dapat terlihat. Metode A merupakan metode yang umum diterapkan untuk analisis kromosom pada tanaman bawang merah. Tanaman bawang merah dan jati sangat berbeda. Tanaman jati termasuk tanaman dikotil, sedangkan bawang merah termasuk monokotil. Dilihat dari bentuk akarnya, tanaman jati berakar tunggang, sedangkan bawang merah berakar serabut. Berdasarkan pertumbuhan akarnya, tumbuhan monokotil tidak dapat tumbuh berkembang menjadi besar, sedangkan tumbuhan dikotil bisa tumbuh berkembang menjadi besar. Selain itu berdasarkan anatomi akarnya, akar tumbuhan dikotil megandung kambium, sedangkan tumbuhan monokotil tidak mengandung kambium (Syahputra 2009). Dari perbedaan tersebut dan hasil pengamatan diperoleh bahwa sel akar jati lebih kecil dibandingkan sel akar bawang merah. Dengan sel yang lebih besar dan jumlah kromosom diploid (2n = 16) yang lebih sedikit, maka dapat disimpulkan

bahwa

kromosom

bawang

merah

ukurannya

lebih

besar

dibandingkan kromosom jati. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab kromosom tanaman jati tidak terlihat dengan menggunakan metode pewarnaan kromosom bawang merah (metode A). Dari hasil yang diperoleh dapat diduga bahwa perlakuan yang harus diberikan pada kromosom jati berbeda dengan tanaman bawang merah, sehingga metode pewarnaan kromosom bawang merah yang digunakan untuk mengamati kromosom jati perlu dimodifikasi supaya kromosom terlihat.

4.2.2

Metode B Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode ini ialah tahap

maserasi yang baik dengan perendaman selama 10 menit karena sel akar pecah dan menyebar sangat baik, tetapi kromosom masih belum terlihat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, yakni lama perendaman dalam larutan pra-perlakuan, terlalu cepatnya proses fiksasi, tahap maserasi yang terlalu lama, tahap pewarnaan yang terlalu cepat, dan kurang tepatnya konsentrasi bahan

kimia yang digunakan. Hasil pengamatan pada mikroskop dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.

Gambar 1 Kromosom hasil pengamatan metode B (perbesaran 100 x 10).

Tahap pra-perlakuan bertujuan untuk menghentikan pembentukan benang gelondong dan pembelahan sel sehingga kondisi sel sama seperti pada saat sampel akar diambil (Sharma dan Sharma 1980). Kemungkinan pada metode ini tahap pra-perlakuan terlalu cepat sehingga sel masih mengalami pembelahan. Tahap fiksasi berfungsi untuk mematikan sel sehingga sel berada pada kondisi yang sama pada saat pengambilan sampel akar dan memudahkan penetrasi larutan pewarna ke dalam sel (Sharma dan Sharma 1980). Kemungkinan tahap ini juga terlalu cepat dilakukan, sehingga penetrasi pewarna tidak sampai mewarnai kromosom. Tahap maserasi yang dilakukan kemungkinan terlalu lama. Fungsi tahap maserasi ini ialah untuk lebih memperlunak sel dan menjernihkan sitoplasma (Sharma dan Sharma 1980). Sel memang menjadi lunak dan lebih jernih, tetapi terlihat kosong sehingga kromosom tidak terlihat. Perendaman sampel pada suhu 60°C selama 10 menit kemungkinan membuat kromosom menjadi rusak.

4.2.3

Metode C Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode ini ialah kromosom

terlihat, namun masih sulit dilakukan penghitungan jumlah kromosom karena kromosom sangat kecil dan masih berada pada tahap profase. Menurut Istafada (2010) tahap profase merupakan tahap awal dari tahap mitosis. Adapun ciri dari tiap tahap mitosis ialah :

Profase Benang-benang kromatin menjadi tergulung lebih rapat, memendek, dan menebal menjadi lebih padat yang disebut kromosom. Setiap bagian kromosom berduplikasi menjadi dua kromatid (lengan kromosom) saudara yang identik dan bersatu menempel pada bagian sentromernya. Dalam sitoplasma, gelondong mitotik (spindel) mulai terbentuk. Gelondong ini tersusun atas protein tubulin dari mikrotubula. Sentrosom membelah menjadi dua sentrol dan saling menjauh, bergerak ke sisi sel yang berlawanan. Kedua sentriol tersebut dihubungkan oleh benang spindel. Membran inti dan nukleolus mulai menghilang. Metafase Masing-masing kromatid yang berasal dari satu kromosom telah memiliki struktur khusus yang disebut kinetokhor yang terletak di daerah sentromer. Sentrosom berada pada kutub yang berlawanan dalam sel. kromosom berkumpul sejajar pada bidang ekuator dan sentromer dari seluruh kromosom membuat formasi sebaris. Masing-masing kromosom terikat benang spindel di bagian kinetokhor. Pada tahapan ini jumlah kromosom biasanya mudah dihitung. Anafase Pasangan sentromer dari setiap kromosom berpisah dan melepaskan kromatid saudaranya. Setiap kromatid dianggap sebagai kromosom lengkap. Kromatid tersebut mulai bergerak meninggalkan bidang ekuator menuju ke arah kutub-kutub yang berlawanan karena benang spindle yang melekat pada kinetokhor mengalami pemendekan dan berguna sebagai jalur penuntun gerakan kromatid ke kutub. Masing-masing kutub di dalam sel memiliki satu set kromosom yang identik dan lengkap. Telofase Masing-masing kromosom sampai ke kutub dan secara bertahap kembali pada keaadaan semula yaitu gulungannya mengurai kembali menjadi benangbenang kromatin yang tipis dan panjang dengan letak tidak beraturan. Nukleus anak terbentuk pada kedua kutub sel. Membran inti sel terbentuk kembali mengelilingi setiap set kromosom. Sentriol terbentuk kembali dan benang spindle lenyap.

Sebelum tahap mitosis selesai, telah terjadi proses pembelahan sitoplasma (sitokinesis) sehingga nampak dua sel anak yang segera terjadi setelah akhir mitosis. Hasil dari mitosis ialah satu sel induk yang diploid (2n) menjadi 2 sel anakan yang masing-masing diploid dan jumlah kromosom sel anak sama dengan jumlah kromosom sel induk (Istafada 2010). Penggunaan pra-perlakuan kolkisin memberikan hasil yang baik. Sedangkan dengan pra-perlakuan hidroksiquinolin kromosom tidak terlihat. Kolkisin (C22H25NO6) merupakan inhibitor mitosis yang sering dipakai dibandingkan dengan hidroksiquinolin karena dapat mengikat protein konstituen utama mikrotubula yang berperan penting dalam pembentukan benang spindel pada mitosis (Wikipedia 2010). Adapun fungsi kolkisin ialah untuk menghambat bahkan

mencegah

terjadinya

proses

pembelahan

mitosis.

Dan

fungsi

hidroksiquinolin ialah untuk mengganggu aktivasi benang gelendong, sehingga kromosom tidak terikat dan kromosom tersebar merata. Pada dasarnya kedua larutan tersebut memiliki fungsi yang sama dalam analisis kromosom, akan tetapi pada penelitian ini kolkisin lebih cocok karena kromosom dapat terlihat, sedangkan dengan hidroksiquinolin kromosom tidak terlihat. Waktu pengambilan sampel akar tanaman jati yang digunakan dalam metode A-C ialah dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 05.00 keesokan harinya dengan interval waktu 1 jam. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa waktu pengambilan sampel terbaik yang diperoleh untuk pengambilan sampel akar jati ialah pada pukul 09.00 pagi karena kromosom dapat terlihat, walaupun masih berada pada tahap profase. Pada sel–sel organisme multiseluler, proses pembelahan sel memiliki tahap–tahap tertentu yang disebut siklus sel. Sel–sel tubuh yang aktif melakukan pembelahan memiliki siklus sel yang lengkap. Siklus sel tersebut dibedakan menjadi dua fase(tahap ) utama, yaitu interfase dan mitosis. Interfase terdiri atas 3 fase yaitu fase G ( growth atau gap), fase S (sintesis), fase G2 (growth atau gap2). Pembelahan mitosis dibedakan atas dua fase, yaitu kariokinesis dan sitokinesis (Istafada 2010). Interfase adalah proses penyalinan kromosom dalam

persiapan untuk

pembelahan sel. Waktu yang dibutuhkan dalam interfase jauh lebih lama (90% dari seluruh waktu siklus sel), meliputi tiga subfase, yaitu fase G1, fase S, dan

fase G2. Fase G1 merupakan pertumbuhan primer, yaitu sel tumbuh dan organel berduplikasi. Fase S merupakan proses penyalinan kromosom dan sintesis (replikasi) DNA. Fase G2 merupakan pertumbuhan sekunder, yaitu sel tumbuh dan menyiapkan energi untuk tahap mitosis (Istafada 2010). Berdasarkan informasi di atas dapat diketahui bahwa tahap mitosis untuk tanaman jati dimulai sekitar jam 9 pagi. Proses mitosis pada tanaman umumnya terjadi selama antara 30 menit sampai beberapa jam dan merupakan bagian dari suatu proses yang berputar dan terus-menerus melalui fase-fase yang terus berjalan (Ali 2010) dan pada akar tanaman jati ini mitosis terjadi mulai pukul 09.00 WIB. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kromosom terlihat hanya pada sampel yang diambil pukul 09.00 WIB. Hal ini pun dapat menjelaskan lamanya tahap mitosis tanaman jati ± 1 jam. Pengamatan kromosom dengan metode C masih kurang baik karena kromosom terlihat tidak jelas. Dari Gambar 2 pada metode C dapat dilihat sel akar masih belum jernih jika dibandingkan dengan sel akar pada metode B. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tahap maserasi tidak dilakukan. Tahap maserasi berfungsi untuk lebih menjernihkan sitoplasma.

Gambar 2 Kromosom hasil pengamatan metode B (kiri) dan metode C (kanan) (perbesaran 100 x 10).

4.2.4 Metode D Metode ini dilakukan untuk mengamati kromosom yang berada pada tahap metafase. Menurut Sujiprihati dan Syukur (2004) morfologi kromosom pada metafase mitosis memperlihatkan panjang kromosom dan posisi sentromer. Proses

kondensasi kromosom mencapai maksimal pada fase ini sehingga kromosom kelihatan lebih pendek dan tebal dibandingkan dengan fase lain. Kedua hal ini menjadi dasar analisis kariotipe. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode ini ialah ditemukannya tahap-tahap mitosis (Gambar 3), namun kromosom masih belum dapat dihitung. Hal ini disebabkan ukuran kromosom yang begitu kecil sehingga sulit dilihat pada mikroskop cahaya dengan perbesaran 100 x 10. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kromosom terlihat sampai pada pukul 09.50 WIB. Hal ini membuktikan tahap mitosis tanaman jati ± 1 jam. Menurut Ali (2010) proses mitosis pada tanaman umumnya terjadi selama antara 30 menit sampai beberapa jam.

(a)

(d)

(b)

(c)

(e)

(f)

Gambar 3 Tahapan mitosis tanaman jati (perbesaran 100 x 10) : (a) profase, (b) metafase awal, (c) metafase akhir, (d) anafase, (e) telofase awal, (f) telofase akhir.

4.2.5

Metode E Metode ini bertujuan untuk lebih menjernihkan sitoplasma sehingga

diharapkan kromosom jadi tampak lebih jelas. Akan tetapi hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode ini hampir sama dengan metode B (Tabel 2). Kromosom tidak terwarnai sehingga tidak terlihat. Adapun bercak yang terdapat di dalam sel kemungkinan ialah kromosom yang telah rusak pada tahap maserasi (Gambar 4). Tahap maserasi adalah tahap yang bertujuan untuk lebih

memperlunak jaringan sehingga sel menjadi lebih mudah lepas-lepas, lebih menjernihkan sitoplasma dari komponen-komponen sel yang tidak dikehendaki. Sel-sel pada metode ini memang terlihat lebih jernih dibandingkan dengan sel-sel pada metode C karena pengaruh dari tahap maserasi, tetapi karena itu pula kemungkinan kromosom mengalami kerusakan. Tabel 2 Hasil pengamatan dengan metode D, E, dan G Metode

Waktu pengambilan akar Pk 09.10 WIB

Hasil

Keterangan

Kromosom terlihat

-Sel berwarna merah -Tahapan mitosis terlihat tetapi Kromosom terlihat sangat kecil

Pk 09.20 WIB

Kromosom terlihat

-Sel berwarna merah -Tahapan mitosis terlihat tetapi Kromosom terlihat sangat kecil

Pk 09.30 WIB

Kromosom terlihat

-Sel berwarna merah -Tahapan mitosis terlihat tetapi Kromosom terlihat sangat kecil

Pk 09.40 WIB

Kromosom terlihat

-Sel berwarna merah -Tahapan mitosis terlihat tetapi Kromosom terlihat sangat kecil dan tampak buram

Pk 09.50 WIB

Kromosom terlihat

-Sel berwarna merah -Tahapan mitosis terlihat tetapi Kromosom terlihat sangat kecil dan tampak buram

E

Pk 09.00Pk 10.00 WIB

Kromosom tidak terlihat

-Sel berwarna merah muda -Ada bercak menyerupai kromosom di tengah-tengah sel -Diduga kromosom rusak pada saat tahap maserasi

G

Pk 09.00Pk 10.00 WIB

Kromosom tidak terlihat Sel berwarna merah muda

sel tidak berada pada kondisi yang sama seperti waktu pengambilan akar.

D

Gambar 4 Kromosom hasil pengamatan metode E (perbesaran 100 x 10).

4.2.6

Metode F Dari empat perlakuan perendaman dengan kolkisin 0,1%, hanya perlakuan

perendaman 3 jam yang dapat memperlihatkan kromosom tanaman jati. Sedangkan perlakuan lainnya tidak dapat memperlihatkan kromosom tanaman jati (Tabel 3). Namun pemberian perlakuan ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tahapan mitosis. Kromosom yang terlihat masih berada pada fase mitosis. Hal ini diduga disebabkan oleh waktu pengambilan akar yang tepat, kekurang telitian dalam pengamatan, dan kurang optimalnya perendaman dengan kolkisin 0,01%. Pada pengamatan ini pengaruh kolkisin berkisar 1-3 jam perendaman. Hasil pengamatan pada mikroskop tidak dilakukan pemotretan, karena hasil sama seperti metode sebelumnya, yaitu kromosom masih pada tahap profase. Sesungguhnya tidak ada ukuran tertentu mengenai besarnya konsentrasi larutan kolkisin yang harus digunakan, juga mengenai lamanya waktu perlakuan. Namun dapat dikatakan bahwa pada umumnya kolkisin akan bekerja dengan efektif pada konsentrasi rendah, yaitu 0,01%-1,00%. Ada kalanya pula larutan bekerja efektif pada konsentrasi 0,001%-1,00%. Lamanya perlakuan kolkisin juga berkisar antara 3-24 jam (Suryo 1995).

Tabel 3 Hasil pengamatan dengan metode F Metode

F

4.2.7

Waktu pengambilan akar Pk 09.00 WIB

Perlakuan lama perendaman kolkisin 0,1% 3 jam

Hasil

Keterangan

Kromosom terlihat

-Sel berwarna merah muda -Kromosom yang terlihat sangat kecil dan masih berada dalam tahap profase

6 jam

Kromosom tidak terlihat

-Sel berwarna merah muda -Ada bercak menyerupai kromosom di tengahtengah sel -Diduga kromosom rusak

12 jam

Kromosom tidak terlihat

-Sel berwarna merah muda -Ada bercak menyerupai kromosom di tengahtengah sel -Diduga kromosom rusak

24 jam

Kromosom tidak terlihat

-Sel berwarna merah muda -Ada bercak menyerupai kromosom di tengahtengah sel -Diduga kromosom rusak

Metode G Tujuan dari metode ini ialah agar sel tetap berada pada kondisi yang sama

seperti waktu pengambilan akar. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode ini sama dengan metode B. Sel berwarna merah muda dan tidak terlihat ada bercak kromosom (Tabel 2). Hal ini diduga disebabkan penyimpanan ujung akar selama 1 hari di dalam lemari es tidak dapat mempertahankan sel untuk tetap berada pada kondisi yang sama seperti waktu pengambilan akar.

4.3

Pemotretan dengan kamera Setiap objek yang diamati dilakukan pemotretan dua kali. Pemotretan

pertama, yaitu fokus pada kamera. Dan pemotretan kedua, yaitu fokus pada lensa okuler. Hal ini dilakukan karena pengamatan dengan mikroskop memiliki pandangan yang sangat sempit. Pada setiap hasil pengamatan, pemotretan pertama, yaitu fokus pada kamera yang menghasilkan kariotipe lebih baik. Pemotretan dengan fokus pada kamera lebih fokus dibandingkan pemotretan dengan fokus pada lensa okuler.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian analisis metode kromosom tanaman jati dapat disimpulkan bahwa metode pewarnaan kromosom tanaman jati yang tepat ialah metode D karena dengan metode ini tahapan mitosis dapat dilihat tetapi jumlah kromosom tanaman jati masih belum bisa dihitung karena ukuran kromosom sangat kecil sehingga tidak bisa dilihat dengan mikroskop cahaya. Waktu pengambilan sampel terbaik yang diperoleh untuk pengambilan sampel akar jati ialah pada pukul 09.00-10.00 WIB, dan lamanya tahap mitosis tanaman jati ± 1jam. 5.2 Saran Dari hasil penelitian ini masih perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui jumlah dan bentuk kromosom, serta informasi lainnya mengenai kromosom tanaman jati.

DAFTAR PUSTAKA

Adam CR, Bamford KM, Early MP. 1993. Principles of Horticulture. Second edition. London: Licensing Agency Ltd. Albert B, Bray D, Johnson A, Lewis J, Raff M, Robert K, Walter P. 1998. Essential Cell Biology, An Introduction to The Molecular Biology of The Cell. New York: Garland Publishing, Inc. Ali I. 2010. Fase Mitosis Akar Bawang (Alium cepa). Available at: http://skripsi/ semangadbismillah/pewarnaan%20kromosom%20bawang. [11 Januari 2010]. Ardian. 2008. Penuntun Praktikum Genetika Dasar. Lampung: Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Darjanto, Satifah S. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. Jakarta: PT Gramedia. Darnaedi D. 1990. Training Teknik Sitologi, Angkatan I. Bogor: Herbarium Bogoriense. Endah RP, John NO. 1997. Pollination, Fertilization, and Embryogenesis of Teak (T. grandis L.f.). Chicago: University of Chicago. Fukui K. 1996. Chromosome at Mitosis. P 1-17. In K Fukui dan S Nakayama (Eds). The United State of America: CRC Press, Inc. Goodwin TW, Mercer EI. 1983. Introduction to Plant Biochemistry. Second Edition. England: Pergamon Press. Gunarso, W. 1989. Mikroteknik. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Istafada. 2010. Mitosis [Makalah]. Available at: http://blog.unila.ac.id/istafada/ 2010/05/19/makalah-mitosis/feed/. [19 April 2010]. Jusuf M. 2001. Genetika I Struktur dan Ekspresi Gen. Jakarta: C V Sagung Seto. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas kayu Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Nurhasyibi. 2000. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid I. Bogor: Balai Teknologi Perbenihan, Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan.

Sharma AK, Sharma A. 1980. Chromosome Techniques Theory and Practice. Third Edition. London: Butterworth. Sujiprihati S, Syukur M. 2004. Diktat Kuliah Genetika Tanaman. Bogor: Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sumarna Y. 2001. Budidaya Jati. Jakarta: Penebar Swadaya Suryo. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sutisna U, Kalima T, Purnadjaya. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Bogor: Yayasan PROSEA Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan Sumberdaya Manusia Kehutanan. Syahputra A. 2009. Perbedaan Tanaman Monokotil dan Dikotil. Available at: http://4lwin5yahputra.blogspot.com/2009/03/perbedaan-tanamanmonokotil-dan-dikotil.html. [12 Maret 2009]. Tjondonegoro PD, Harran S, Hamim. 1999. Fisiologi Tumbuhan Dasar Jilid I. Bogor: Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor.

Lampiran 1 Bagan Proses Pembuatan Larutan

8-Hydroxyquinolin 0,002 M 0,3 gr 8-hydroxyquinolin + 1 liter aquades Diaduk 1 jam dengan magnetic stirrer 70°C Disimpan dalam wadah tertutup di lemari pendingin

Aceto orcein 2%

Dipanaskan 22.5 ml asam asetat glasial dalam gelas reaksi sampai mendidih Wadah digoyang-goyang selama 10 menit (90-95°C)

Ditambah 1 gram tepung orcein Setelah dingin ditambah 27.5 ml aquades, dibiarkan hingga suhu 20°C Difiltrasi di gelas lain dan disimpan di ruang gelap

Kolkisin 0,1%

Ditambahkan 0.05 gram dalam 50 ml aquades

Dimasukkan dalam botol dan disimpan dalam lemari pendingin

Lampiran 2 Bagan Proses Pembuatan Preparat Ujung Akar Metode A Tiap klon dicuci bersih Ujung akar dipotong 0.5 - 1cm Tahap Pra-perlakuan : Sebagian dimasukkan dalam botol berisi kolkisin 0,1% dan sebagian lainnya botol hidroxyquinolin 0,002 M dan dsimpan selama 1 jam

Tahap Fiksasi : direndam dalam asam asetat glasial 45 % selama 10 menit. Tahap Maserasi : dipanaskan pada suhu 60ºC dalam larutan HCl 1 N : asam asetat glasial 45% = 3 : 1 selama 2 menit Tahap Pewarnaan : diletakkan di cawan Petri yang telah ditetesi dengan aceto orcein 0,2% dan didiamkan selama ±1 jam

diletakkan di atas object glass dan dipotong dengan silet berkarat ±1 mm

diteteskan aceto orcein lalu ditutup dengan cover glass dan dilewatkan pada api Bunsen Diamati di bawah mikroskop

Lanjutan Lampiran 2 Metode B Tiap klon dicuci bersih Ujung akar dipotong 0.5 - 1cm Tahap Pra-perlakuan : Sebagian dimasukkan dalam botol berisi kolkisin 0,1% dan sebagian lainnya botol hidroxyquinolin 0,002 M dan dsimpan selama 1 jam

Tahap Fiksasi : direndam dalam asam asetat glasial 45 % selama 10 menit. Tahap Maserasi : dipanaskan pada suhu 60 C dalam larutan HCl 1 N : asam asetat glasial 45% = 3 : 1 selama 5 menit, 10 menit, 15 menit, dan 20 menit º

Tahap Pewarnaan : diletakkan di cawan Petri yang telah ditetesi dengan aceto orcein 0,2% dan didiamkan selama ±1 jam

diletakkan di atas object glass dan dipotong dengan silet berkarat ±1 mm

diteteskan aceto orcein lalu ditutup dengan cover glass dan dilewatkan pada api Bunsen Diamati di bawah mikroskop

Lanjutan Lampiran 2 Metode C Tiap klon dicuci bersih Ujung akar dipotong 0.5 - 1cm Tahap Pra-perlakuan : Dimasukkan dalam botol berisi kolkisin 0,1% simpan selama 1 jam Sampel dicuci dengan air Direndam dalam aceto orcein selama 20 menit dalam suhu ± 60º C Dipotong ujung akar ± 1 mm, diletakkan pada gelas objek Diberi dua tetes aceto orcein 2% Ditutup dengan coverglass Dilewatkan pada api bunsen Diketuk dengan karet pensil dan ditekan dengan ibu jari

Preparat siap diamati pada mikroskop

Metode D Pengambilan ujung akar pada pukul 09.00-10.00 WIB dengan selang pengambilan setiap 10 menit, lalu tiap klon dicuci bersih Ujung akar dipotong 0.5 - 1cm Tahap Pra-perlakuan : Dimasukkan dalam botol berisi kolkisin 0,1% simpan selama 1 jam Sampel dicuci dengan air Direndam dalam aceto orcein selama 20 menit dalam suhu ± 60º C Dipotong ujung akar ± 1 mm, diletakkan pada gelas objek Diberi dua tetes aceto orcein 2% Ditutup dengan coverglass Dilewatkan pada api bunsen Diketuk dengan karet pensil dan ditekan dengan ibu jari

Preparat siap diamati pada mikroskop

Lanjutan Lampiran 2 Metode E Pengambilan ujung akar pada pukul 09.00-10.00 WIB dengan selang pengambilan setiap 10 menit, lalu tiap klon dicuci bersih Ujung akar dipotong 0.5 - 1cm Tahap Pra-perlakuan : Dimasukkan dalam botol berisi kolkisin 0,1% simpan selama 1 jam dan dicuci Tahap Maserasi : direndam dalam HCl 1 N : asam asetat glasial 45% = 3 : 1 selama 2 menit Direndam dalam aceto orcein selama 20 menit dalam suhu ± 60º C Dipotong ujung akar ± 1 mm, diletakkan pada gelas objek Diberi dua tetes aceto orcein 2% Ditutup dengan coverglass Dilewatkan pada api bunsen Diketuk dengan karet pensil dan ditekan dengan ibu jari Preparat siap diamati pada mikroskop

Lanjutan Lampiran 2 Metode F Tiap klon dicuci bersih Ujung akar dipotong 0.5 - 1cm Tahap Pra-perlakuan : Dimasukkan dalam botol berisi kolkisin 0,1% simpan selama 3 jam, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam Sampel dicuci dengan air Direndam dalam aceto orcein selama 20 menit dalam suhu ± 60º C Dipotong ujung akar ± 1 mm, diletakkan pada gelas objek Diberi dua tetes aceto orcein 2% Ditutup dengan coverglass Dilewatkan pada api bunsen Diketuk dengan karet pensil dan ditekan dengan ibu jari

Preparat siap diamati pada mikroskop

Lanjutan Lampiran 2 Metode G

Tiap klon dicuci bersih dan disimpan dalam lemari pendingin selama 1 hari Ujung akar dipotong 0.5 - 1cm Tahap Pra-perlakuan : Dimasukkan dalam botol berisi kolkisin 0,1% simpan selama 3 jam, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam Sampel dicuci dengan air Direndam dalam aceto orcein selama 20 menit dalam suhu ± 60º C Dipotong ujung akar ± 1 mm, diletakkan pada gelas objek Diberi dua tetes aceto orcein 2% Ditutup dengan coverglass Dilewatkan pada api bunsen Diketuk dengan karet pensil dan ditekan dengan ibu jari

Preparat siap diamati pada mikroskop