ANALISIS PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENYALAHGUNAAN

Download ANALISIS PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENYALAHGUNAAN. NARKOTIKA DI KALANGAN MAHASISWA. (Jurnal). Oleh: Fedri Rizki Ramadan. FAKULTAS HUKUM. U...

0 downloads 472 Views 503KB Size
ANALISIS PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI KALANGAN MAHASISWA

(Jurnal)

Oleh: Fedri Rizki Ramadan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

ABSTRAK ANALISIS PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI KALANGAN MAHASISWA Oleh: Fedri Rizki Ramadan, Dr. Eddy Rifa’i S.H., M.H, Rini Fathonah, S.H.,M.H (Email: [email protected]) Pemerintah beserta kepolisian telah menempuh berbagai cara untuk menanggulangi kejahatan narkotika salah satunya dengan upaya penanggulangan yang dilakukan yaitu baik secara pre-emitif artinya melalui berbagai kegiatan sosialisasi anti narkoba, secara preventif yaitu dengan menambah jam patroli malam di wilayah kampus dan represif melalui kebijakan penal. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat

disimpulkan: penanggualngan kejahatan penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa belum berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pengguna narkotika yang dilakukan oleh mahasiswa menempati urutan ke 4 dari 12 bidang profesi lainnya Terdapat beberapa faktor penghambat dalam penanggulangan kejahatan penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa yaitu: a. Faktor hukum b. Faktor aparatur penegak hukum c. Faktor budaya hukum. d. Faktor Lingkungan. e. Faktor masyarakat. Saran dalam penelitian ini adalah pihak kepolisian hendaknya memberikan bentuk sosialisasi yang menarik dan sesuai dengan perkembangan berbagai jenis narkotika karena akhir – akhir ini banyak sekali jenis jenis narkotika baru seperti tembakau gorilla, dan permen berbahan narkotika, dan roti brownies narkoba juga perbaikan terhadap moral aparat penegak hukum sehingga tidak akan terjadi penyalahgunaan narkotika di tubuh aparat penegak hukum itu sendiri Kata kunci : Penanggulangan kejahatan, Narkotika, Mahasiswa .

ABSTRACT THE ANALYSIS OF NARCOTICA ABROAD MARKET CRIMINAL IN COLLEGE STUDENT By: Fedri Rizki Ramadan, Dr. Eddy Rifa’i S.H., M.H, Rini Fathonah, S.H.,M.H (Email: [email protected])

The government and the police have taken various ways to overcome the crime of narcotics one of them with the effort to overcome the done that is both pre-emital means through various anti-drug socialization activities, preventively by adding hours of night patrol in campus area and repressive through penal policy. Based on the results of research and discussion can be concluded: penanggualngan crime misuse of narcotics among students have not run well. This can be seen from the number of users of narcotics conducted by students ranks 4 of 12 other professions There are several inhibiting factors in the prevention of narcotics abuse among students, namely: a. Legal factors b. Factor of law enforcement apparatus c. Factor of legal culture. D. Environmental factor. E. Community factors. Suggestions in this study is the police should provide an interesting form of socialization and in accordance with the development of various types of narcotics because of late a lot of new types of narcotics such as gorilla tobacco, and candy made from narcotics, and brownies drug bark also improvements to the moral apparatus Law so that there will be no abuse of narcotics in the body of law enforcement officers themselves Keywords: Crime, Narcotics, Students.

I.

PENDAHULUAN

Penyalahgunaan narkotika sudah semakin meluas bahkan ke wilayah wilayah pendidikan seperti di lingkungan Universitas Lampung kejahatan narkotika sudah sangat mengkhawatirkan. Narkotika sendiri merupakan barang yang tidak lagi dikatakan barang haram yang susah untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan sesaat sebagai efek candu dan kenikmatan tubuh penggunanya. Pecandu narkotika akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan barang haram ini karena narkotika memang suatu zat yang memiliki efek candu yang kuat bagi penggunanya dan efek ketergantungan yang luar biasa. Maraknya penggunaan narkotika bahkan pengedaran narkotika di lingkungan kampus khususnya Universitas Lampung sangat mengkhawatirkan dengan penangkapan sejumlah mahasiswa unila seperti kasus dibawah ini “Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung menangkap tujuh tersangka tindak pidana narkotika di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas Lampung (Unila), Jumat (19/8/2016) siang. Enam tersangka diantaranya masih berstatus mahasiswa. Penangkapan ini dibenarkan Direktur Reserse Narkoba Polda Lampung Komisaris Besar Agustinus Berlianto Pangaribuan. “Ya tadi anggota menangkap tujuh orang. Enam orang mahasiswa dan satunya orang umum,” ujar dia, Jumat sore. Berlianto mengatakan, ketujuh orang itu ditangkap saat sedang memecah satu paket ganja besar menjadi paket-paket kecil di dalam ruangan di gedung PKM. “Sekarang masih dalam pemeriksaan,” ucap dia. Identitas enam mahasiswa itu adalah AQ (22), mahasiwa Komunikasi FISIP Unila; MIY (22), mahasiswa Hubungan Internasional FISIP Unila; PB (22) mahasiswa Sosiologi FISIP Unila. Selanjutnya adalah AS

mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP Unila; RH (23) mahasiswa Sosiologi FISIP Unila; dan RR mahasiswa Sosiologi FISIP Unila. Satu tersangka lainnya adalah MR (22), tukang parkir “. 1

. Berita diatas hanya merupakan sebuah fenomena gunung es yang berarti masih maraknya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dilakukan para mahasiswa, meskipun berbagai macam tindakan pencegahan telah dilakukan seperti mengadakan seminar narkoba dan tes urine yang dilakukan untuk memastikan calon mahasiswa Unila benar-benar bebas dari pengaruh narkoba sekaligus sebagai langkah antisipasi agar Unila sebagai lembaga pendidikan bebas dari pengaruh mematikan narkoba, tetapi tindakan pencegahan yang dilakukan dianggap sia-sia, kasus diatas merupakan hal yang dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap kampus dimana mahasiswa tersebut menerima pembelajaran. Peran penting pihak kepolisian dan universitas untuk memberantas kasus kejahatan terkait narkoba harus didukung dengan baik. Terungkapnya kasus diatas dapat menjadi indikator maraknya penyalahgunaan narkotika di lingkungan universitas lampung dan dapat memberi petunjuk betapa kebijakan pemerintah saat ini lemah dalam menghadapi tersebut Berdasarkan uraian latar belakang dan memperhatikan pokok-pokok pikiran di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah penanggulangan kejahatan penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa? 2. Apakah faktor penghambat penanggulangan kejahatan 1

http://www.tribunnews.com/regional/201 6/08/19/enam-mahasiswa-fisip-uniladigrebek-saat-tengah-kemas-paket-ganjadi-kampus diakses pukul 12:17 tanggal 13/10/2016

penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa? Ruang lingkup penelitian ini termasuk ke dalam kajian Ilmu Hukum Pidana dan dibatasi pada analisis penanggulangan kejahatan narkotika pada mahasiswa Universitas Lampung yang dilakukan di lingkungan Universitas Lampung, dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penelitian ini dilakukan di Polda Lampung Direktorat Reserse Narkoba dan Universitas Lampung dilakukan pada Tahun 2017 II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kejahatan dan Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan Kejahatan menurut hokum Sutherland, kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan olehNegarasebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi.Kejahatan menurut hukum dikelompokkan dalam tindak pidana (diatur dalam KUHP), Kejahatan tanpa korban (perjudian, pornografi, penyalahgunaan) Kejahatan menurut non hukum (Kejahatan menurut sosiologis) Kejahatan merupakan suatu prilaku manusia yang diciptakan masyarakat. Kejahatan tidak semata-mata dipengaruhi oleh besar kecilnya kerugian yang ditimbulkan atau karena bersifat amoral, melainkan lebih dipengaruhi oleh kepentingankepentingan pribadi kelompoknya, sehingga perbuatanperbuatan tersebut merugikan kepentingan masyharakat luas, baik kerugian materi maupun kerugian/bahaya terhadap jiwa dan kesehatan manusia, walaupun tidak diatur dalam undang-undang pidana.2 Dalam perkembangan kriminologi, pembahasan mengenai sebab-sebab kejahatansecara sistematis merupkan hal 2

Abdussalam, 2007, Kriminologi, Jakarta: Restu Agung, hlm.15

baru, meskipun sebenarnya hal tersebut telahdibahas oleh banyak ahli kriminologi. Di dalam kriminologi dikenal beberapa teori yaitu : Teori yang menjelaskan dari perspektif biologis dan psikologis, 2) Teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif sosiologi. B. Pengertian Kejahatan

Penanggulangan

upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu, jalur ”penal” (hukum pidana) dan jalur “non penal” (diluar hukum pidana). Upaya atau kebijakan untuk melakukan Pencegahan dan Penangulangan Kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (socialwelfare policy) dan kebijakan dan upaya upaya untuk perlindungan masyarakat (social-defence policy). Dilihat dalam arti luas kebijakan hukum pidana dapat mencakup ruang lingkup kebijakan di bidang hukum pidana materiil, di bidang hukum pidana formal dan dan di bidang hukum pelaksanaan hukum pidana. Penanggulangan kejahatan dapat dilakukan dengan menggunakan sarana Non Penal dan sarana Penal.

C. Tinjauan Narkotika

Umum

tentang

Pengertian Narkotika berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undangundang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi maupun ancaman pidana yang diperberat. D. Penyalahgunaan Narkotika Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan seseorang dapat diartikan menggunakan narkotika tidak sebagaimana mestinya, dalam hal ini tentunya di luar pengawasan seorang dokter. Terjadinya penyalahgunaan di dalam masyarakat tentunya sangat mempengaruhi masyarakat itu sendiri. Pengaruh itu bisa berupa pengaruh terhadap ketenangan dalam masyarakat, pengaruh terhadap timbulnya kejahatan dalam masyarakat dan sebagainya. Menurut Dadang Hawari, diatara faktorfaktor yang berperan dalam penggunaan narkotika dan psikotropika adalah : a) Faktor kepribadian anti sosial dan Psikopatrik b) Kondisi kejiwaan yang mudah merasa kecewa atau depresi c) Kondisi keluarga yang meliputi keutuhan keluarga, kesibukan orang tua, hubungan orang tua dengan anak d) Kelompok teman sebaya e) Narkotika dan psikotropika itu sendiri mudah diperoleh dan tersedianya pasaran yang resmi maupun tidak resmi.3 III.

HASIL PEMBAHASAN

A. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di Kalangan Mahasiswa Upaya penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan politik “ Politik Kriminal “ dapat meliputi ruang 3

Mardani, 2007, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, Jakarta: Raja Grafindo, hlm. 102

lingkup yang cukup luas yakni penerapan hukum pidana, pencegahan tanpa pidana dan mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kesejahtraan dan kepidanaan lewat media masa. Dalam hal tersebut dapat dipahami upaya untuk mencapai kesejahteraan melalui aspek penanggulangan secara garis besarmya dapat dibagi menjadi 2 (dua) jalur yaitu : lewat jalur “penal” (hukum pidana) dan lewat jalur “ non penal ” (bukan / di luar hukum pidana). Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “penal” lebih menitik beratkan pada sifat “repressive” (penindasan/pemberantasan/penumpasan ) sesudah kejahatan terjadi. Sedangkan jalur “non penal” lebih menitik beratkan pada sifat “preventif” (pencegahan / penangkalan / pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan refresif pada hakekatnya Undangundang dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas Upaya penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana narkotika ini akan diawali dengan upaya preventif dan preemtif, yaitu berupa pencegahan / penangkalan / pengendalian) sebelum tindak pidana tersebut terjadi melalui kebijakan non penal yang kemudian dilanjutkan dengan upaya “penal” atau dengan upaya repressive (penindasan / pemberantasan / penumpasan) sesudah tindak pidana narkotika itu terjadi. Kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh perorangan secara berdiri melainkan dilakukan secara bersama-sama bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisasi secara bagus, rapi dan sangat rahasia. Di samping itu kejahatan narkotika, perkembangan kualitas kejahatan narkotika tersebut sudah menjadi, ancaman yang serius bagi kehidupan umat manusia. Untuk lebih meningkatkan pengendalian dan pengawasan dalam upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran narkotika diperlukan upaya bersama antara aparat penegak hukum dengan masyarakat, karena tanpa

koordinasi peredaran gelap narkotika, masyarakat pun mulai merasakan pengaruh-pengaruh dan akibat-akibat secara nyata, bahkan dalam tingkat ancaman berbahaya terhadap kepentingan dan kesejateraan masyarakat. Gejala-gejalanya antara lain narkotika sudah memasuki lingkungan keluarga, sekolah dan lingkunganlingkungan tradisional pun sudah tersusupi. Penyalagunaan narkotika sebagaimana besar terjadi pada anakanak usia sekolah maupun Mahasiswa Baru. Dimana mereka masih begitu mudah terpengaruh dan kondisi jiwa mereka yang masi belum stabil. Ini juga yang banyak terjadinya di berbagai kota yang sedang berkembang dan giatgiatnya membangun . Pemberantasan tindak pidana narkotika merupakan usaha-usaha yang dilakukan penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, serta konsekuensi yuridis terhadap pelanggaran Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Pemberantasan tindak pidana narkotika dihubung dengan fakta – fakta sosial. Pound sangat menekankan efektif bekerjanya dan untuk itu ia sangat mementingkan beroperasinya hukum di dalam masyarakat. Oleh karena itu Pound membedakan pengertian Law in book’s di satu pihak dan law in action di pihak lain. Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum. Ajaran itu menonjolkan masalah apakah hukum yang diterapkan sesuai dengan pola -pola prikelakuan. narkotika tidak dilarang di Indonesia, yang dilarang adalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Penyalahgunaan narkotika merupakan permasalahan komplek baik dilihat dari faktor penyebab maupun akibatnya penyebabnya merupakan kompleksitas dari berbagai faktor, termasuk faktor fisik dan kejiwaan pelaku serta faktor lingkungan mikro maupun makro. Akibatnya pun sangat kompleks dan luas tidak hanya terhadap pelakunya

tetapi juga menimbulkan beban psikologis, sosial dan ekonomis, bagi orang tua dan keluarganya, serta menimbulkan dampak yang merugikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. Secara ekonomis, penyalahgunaan narkotika dan psikotropika menimbulkan biaya yang sangat besar, baik terhadap pelakunya, orang tua atau keluarganya, maupun terhadap perekonomian nasional. Pelakunya harus mengeluarkan sejumlah besar uang untuk membeli narkotika dan psikotropika (narkoba) yang harganya sangat mahal untuk memenuhi ketagihan akan narkotika dan psikotropika (narkoba) yang terus menerus dan makin meningkat. Seandainya yang bersangkutan mengikuti program perawatan dan pemulihan, maka pelaku atau keluarganya harus mengeluarkan sejumlah uang yang sangat besar untuk biaya perawatan dan pemulihannya. Disamping sangat mahal serta memerlukan waktu yang lama, tidak ada yang menjamin pelaku dapat pulih sepenuhnya. Pemerintah telah menegaskan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 54 Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 55 ayat (1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sedangkan ayat (2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk

mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Hal ini memang sangat perlu karena pengaruh narkotika yang sangat besar terhadap kelangsungan hidup suatu bangsa terutama bagi generasi muda sebagai tulang punggung pembangunan bangsa. Dengan memperioritaskan penyelesaian perkara narkotika diharapkan bisa mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika Menurut Rizki Pujianto Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri. Karena manfaatnya tersebut, maka pasokan terhadap narkotika sangat diperlukan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Efek penurunan kesadaran misalnya dapat membantu pasien insomia untuk dapat beristirahat, efek penghilang nyeri juga sangat membantu pasien pasca operasi. penyalahgunaan dalam penggunaan narkoba adalah pemakaian obat-obatan atau zat-zat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar. Dalam kondisi yang cukup wajar/sesuai dosis yang dianjurkan dalam dunia kedokteran saja maka penggunaan narkoba secara terusmenerus akan mengakibatkan ketergantungan, depedensi, adiksi atau kecanduan, Maraknya narkotika dan obat-obatan terlarang telah banyak mempengaruhi mental dan sekaligus pendidikan bagi para pelajar saat ini. Masa depan bangsa yang besar ini bergantung sepenuhnya pada upaya pembebasan kaum muda dari bahaya narkoba. Narkoba telah menyentuh lingkaran yang semakin dekat dengan kita semua. Teman dan saudara kita mulai terjerat oleh narkoba yang sering kali dapat mematikan. Sebagai makhluk Tuhan yang kian dewasa, seharusnya kita senantiasa berfikir jernih untuk

menghadapi globalisasi teknologi dan globalisasi yang berdampak langsung pada keluarga dan remaja penerus bangsa khususnya. Kita harus memerangi kesia-siaan yang di akibatkan oleh narkoba. Peningkatan pengendaran dan pengawasan sebagai upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sangat diperlukan. Berbagai kegiatan penanggulangan kejahatan narkotika di kalangan mahasiswa gencar dilakukan demi menekan angka penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa berbagai usaha seperti mengadakan sosialisasi anti narkotika , dan sosialisasi mengenai pengenalan narkotika jenis baru seperti tembakau gorilla sudah dilakukan akan tetapi kembali pada pribadi individu yang dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan sehari – hari, diperlukan juga pembentukan satuan tugas anti narkoba guna memerangi berbagai peredaran narkotika di lingkungan kampus serta kegiatan tes urin secara berkala yang harus selalu diadakan untuk mendeteksi bibit – bibit pengguna narkotika. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan masalah sosial sekaligus menjadi masalah hukum dalam masyarakat. Penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika dilakukan melalui kebijakan yang terarah. Carl Friedrich merinci apa-apa yang pokok dalam suatu kebijakan yaitu adanya tujuan (goal), sasaran (objectives) dan kehendak (purpose). Berpijak pada pendapat Friedrich ini maka kebijakan non penal yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Lampung telah memiliki tujuan yakni menciptakan kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2011 tentang Narkotika. Kebijakan non penal ditujukan pada mahasiswa dan masyarakat umum. Kebijakan ini bukan hanya menjadi kehendak pemerintah

atau penegak hukum melainkan kehendak seluruh masyarakat dalam menjamin keberlangsungan generasi bangsa Indonesia yang sehat. Menurut Sanusi Husin Ada kebijakan penal yang penting dalam ketentuan pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu: 1) Untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, diatur mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam Undang-undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika. 2) Diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika. 3) Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan

Narkotika Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota. 4) Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial. 5) Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam UndangUndang ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. 6) Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan

memiliki jaringan yang luas melampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik bilateral, regional, maupun internasional. 7) Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaan tersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. 4 Pada tahun 2016 jenis narkoba yang paling banyak disalahgunakan adalah ganja, shabu dan ekstasi. Jenis narkoba tersebut sangat terkenal bagi Pelajar/mahasiswa, pekerja, dan rumah tangga.Sebagian besar penyalahgunaan berada pada kelompok wiraswasta. Alasan penggunakan narkoba karena pekerjaan yang berat, kemampuan sosial ekonomi, dan tekanan lingkungan teman kerja merupakan faktor pencetus terjadinya penyalahgunaan narkoba pada kelompok wiraswasta dalam hal ini mahasiswa pun terkena dampak akan peredaran narkotika yang diebabkan pergaulan, dan akses untuk mendapatkan narkotika di kalnagna mahasiswa terlalu mudah karena kampus yang sangat terbuka ditambah lagi pergaulan mahasiswa yang begitu bebas sehingga banyak juga terdapat kasus narkotika yang kerap dilakukan oleh mahasiswa5 4

Wawancara dengan prof. Sanusi Husin guru besar Fakultas Hukum Unila tanggal 12 maret 2017 5 Wawancara dengan bpk. Riski Pujianto Kasubag Min Ops. Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung 15 januari 2017

menurut penulis upaya yang harus dilakukan sesuai dengan teori penanggulangan kejahatan meliputi : a) Upaya Pre-Emitif Upaya Pre-Emitif adalah sebuah upaya yang dilakukan Polda Lampung yang dilakukan sebelum penyalahgunaan terjadi dan biasanya dalam bentuk pendidikan, kampanye, penyuluhan, sosialisasi, atau penyebaran pengetahuan, pendekatan dalam lingkungan kampus melalui focus group disscussions, seminar lembaga swasta, instansi pemerintah, advokasi, workshop mengenai bahaya narkoba pada umumnya dan narkotika pada khususnya Pre-emtif (Pembinaan) Merupakan salah satu upaya yang dilakukan Polri untuk menanggulangi dan memberantas penyalahgunaan narkoba. Tindakan Polri ini dilakukan dengan melihat akar masalah penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba dengan melalui pendekatan sosial, situasional dan kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur potensi gangguan. Tindakan preemtif yang dilakukan Polri dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba yaitu dengan melakukan pembinaan kepada masyarakat dengan cara sosialisasi, penyuluhan dan audiensi tentang bahaya dan dampak dari penyalahgunaan narkoba. Hal ini untuk antisipasi dan pencegahan dini melalui kegiatan-kegiatan edukatif dengan tujuan menghilangkan potensi penyalahgunaan narkoba (faktor peluang) dan pendorong terkontaminasinya seseorang menjadi pengguna b) Upaya Preventif Dalam fakta di lapangan penyalahgunaan narkotika mulai masuk ke wilayah fakultas di berbagai universitas , cara ini dilakukan di berbagai kelompok mahasiswa. Upaya preventif ini

dianggap efektif dalam kaitannya menekan jumlah penyalahgunaan narkotika yang terus meresahkan masyarakat, kegiatan tersebut dilakukan bukan tanpa alasan, semata-mata sebagai langkah untuk setidaknya mengurangi penyalahgunaan narkotika yang terjadi, karena tidak dapat dipungkiri lagi apabila kegiatan yang dilakukan tersebut tidak dibarengi dengan tindakan yang sama dari semua kalangan mahasiswa dan masyarakat di kawasan kampus akan sangat sulit dalam memerangi narkotika tersebut, peran institusi lain seperti BNN provinsi lampung yang senantiasa bekerja beriringan bersama Polda Lampung sangat diperlukan, pemerintah daerah di Provinsi Lampung, bahkan lingkup ruang seperti keluarga peran nya sangat dibutuhkan apabila berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika, maka dari itu Polda Lampung berupaya dengan optimal untuk memerangi narkotika dengan melakukan beberapa agenda tiap tahunnya berkaitan dengan upaya preventif ini. untuk membentuk mahasiswa yang mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan penyuluhan serta pengawasan dalam keluarga, penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat, pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh pihak keamanan, pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan melakukan tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba c) Upaya Represif Upaya represif dilakukan melalui kebijakan penal dalam

menanggulangi tindak pidana narkotika. Kebijakan ini dilakukan dengan melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana narkotika. Penegakan hukum dilakukan sejak tahap penyelidikan hingga sidang di pengadilan. Polisi juga sering kali mengadakan razia di kamar kost dan tempat hiburan malam yang diindikasi menjadi kantong-kantong peredaran gelap narkotika di kalnagan mahasiswa. Dalam melakukan tindakan tersebut, aparat telah melakukan upaya-upaya paksa sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap pelaku tindak pidana narkotika Saat ini Reserse Narkotika Polda Lampung telah bekerjasama dengan, BNN, Satuan Penganaman Kampus dan instansi terkait (jaksa dan hakim) dalam mengungkap kasus narkotika. Strategi yang dilakukan selama ini secara garis besar terdiri dari undercover buy yaitu dengan pembelian secara terselubung dimaka aparat berpurapura menjadi pengguna dan juga dengan controled delivery yaitu dengan penyerahan narkotika yang diawasi oleh aparat satuan pengamanan kampus telah menambah jam patroli malam di tempat tempat yang terindikasi rawan penyalahgunaan narkotika. 6 B. Faktor penghambat penanggulangan penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa a) Faktor Hukum Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, : “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat 6

Wawancara dengan bpk. Syafe’i kepala satuan pengamanan Universitas Lampung tanggal 5 februari 2017

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan.” Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang sangat penting untuk keperluan pengobatan, tetapi justru akan menimbulkan masalah yang besar apabila di salah gunakan. Pasal 7 UU No. 35 Tahun 2009 menyatakan bahwa Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping itu, Pasal 1 angka 15 UU No. 35 Tahun 2009, menyatakan bahwa penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika secara tanpa hak dan melawan hukum. Orang yang menggunakan narkotika secara tanpa hak dan melawan hukum di sini dapat diklasifikasikan sebagai pecandu dan pengedar yang menggunakan dan melakukan peredaran gelap narkotika. Undang-undang sudah memberikan penjelasan yang sangat jelas. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 itu pada dasarnya mempunyai 2 (dua) sisi, yaitu sisi humanis kepada para pecandu narkotika, dan sisi yang keras dan tegas kepada bandar, sindikat, dan pengedar narkotika. Sisi humanis itu dapat dilihat sebagaimana termaktub pada Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009 yang menyatakan, Pecandu Narkotika dan korban penyalagunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sedangkan sisi keras dan tegas dapat dilihat dari pasal-pasal yang tercantum di dalam Bab XV UU No. 35 Tahun

2009 (Ketentuan Pidana), yang mana pada intinya dalam bab itu dikatakan bahwa orang yang tanpa hak dan melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan, hukumannya adalah pidana penjara. Itu artinya undang-undang menjamin hukuman bagi pecandu/korban penyalahgunaan narkotika berupa hukuman rehabilitasi, dan bandar, sindikat, dan pengedar narkotika berupa hukuman pidana penjara. Permasalahan yang muncul adalah dari perbedaan persepsi antar para aparat penegak hukum yang kemudian menimbulkan penanganan penyalahgunan narkotika yang berbeda-beda pula. Sangat sering terjadi penyidik menggunakan pasal yang tidak seharusnya diberikan kepada pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika. Jaksa Penuntut Umum pun hanya bisa melanjutkan tuntutan yang sebelumnya sudah disangkakan oleh penyidik, yang kemudian hal itu berujung vonis pidana penjara oleh Pengadilan (Hakim) kepada para pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika. Seharusnya aparat penegak hukum dapat lebih jeli lagi melihat amanat Undang-Undang dan regulasi lainnya yang mengatur tentang penanganan penyalahguna narkotika. Sudah jelas dikatakan dalam pasal 54 yang mengutamakan bahkan wajib hukumnya pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika untuk menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, hal itu diperkuat lagi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. b) Faktor Aparatur Penegak Hukum.

Undang – Undang No.35 Tahun 2009 Pasal 81 Tentang Narkotika berbunyi : “Penyidik Kepolisian Negara dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan UndangUndang ini” Undang – undang diatas memeberikan kewenangan bagi Polri dan BNN untuk melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan narkotika, akan tetapi tidak di pungkiri bahwa masih sangat banyak aparat penegak hukum yang menggunakan narkotika hal ini yang menjadi salah satu hambatan bagi penanggulangan narkotika, kualitas para aparatur penegak hukum harus ditingkatkan karena masih banyak pengguna narkotika dari kalangan penegak hukum, berbagai oknum di tubuh aparat menyebabkan hambatan yang berarti bagi penanggulangan narkotika c) Faktor lingkungan Faktor lingkungan remaja menjadi bagian yang tidak bisa diabaikan dalam konteks mempengaruhi remaja untuk mengonsumsi atau menyalahgunakan narkotika. Setidaknya, terdapat 3 lingkungan yang memengaruhi remaja menyalahgunaan narkoba, yaitu lingkunan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, ketiga lingkungan tersebut dituntut untuk peduli dalam membina remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Lingkungan yang sangat terbuka akses keluar masuknya kemudian menimbulkan sebuah hambatan yang berarti mengingat peredaran narkotika semakin mudah dan cepat. d) Faktor Masyarakat. Penanggulangan narkotika berasal dari masyarakat dan bertujuan memberantas penyalahgunaan

narkotika. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penyalahgunaan. Adanya dukungan dari masyarakat dalam penanggulangan narkotika yaitu dapat dilakukan dengan memahami indikasi indikasi penggunaan narkotika, masyarakat dapat turut andil melaporkan segala bentuk tindak pidana narkotika juga ikut andil dalam mengawasi pihak pihak pelaku tindak pidana narkotika maupun oknum oknum aparat yang menyalahgunakan narkotika e) Faktor Budaya Hukum. Pengertian budaya hukum dalam konteks penulisan ini, diartikan sebagai budaya dari sikap dan pola perilaku pada aparatur penegak hukum, khususnya pengadilan dalam pelaksana tugas serta wewenangnya. Budaya hukum yang merupakan hubungan kerjasama antar aparatur hukum sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ketimuran yang merupakan ciri dari masyarakat bangsa kita. Hubungan kerja antara satuan pengamanan dan Polisi dalam memberantas narkotika di lingkungan kampus. Rasa segan, menunggu instruksi, serta mekanisme penangkapan, atau penggrebekan, merupakan kendala dalam melaksanakan tugas. f) Faktor sumber daya manusia sumber daya manusia merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi

IV.

PENUTUP

A. Simpulan 1) Penanggulangan Kejahatan Narkotika di kalangan mahasiswa belum berjalan dengan baik jika dilihat dari angka pengguna narkotika setiap bulannya, berbagai upaya telah dilakukan seperti mengadakan tes urin bagi setiap mahasiswa baru, dan berbagai sosialisasi anti narkoba yang dilakukan oleh kepolisian, penambahan jam patroli di area kampus oleh satuan pengamanan kampus tetapi tetap saja penyalahgunaan narkotika dikalangan mahasiswa tetap terjadi. 2) Terdapat beberapa faktor penghambat dalam penanggulangan kejahatan penyalahgunaan narkotika yaitu: a) Faktor hukum b) Faktor aparatur penegak hukum, c) Faktor masyarakat d) Faktor budaya hukum,

tindakan penyalahgunaan narkotika hal ini menjadi penting sebab aparatur penegak hukum sebagai garda terdepan dalam melakukan penanggulangan narkotika sehingga nantinya terjadi penurunan angka penyalahgunaan narkotika 3) Adanya penyuluhan narkotika bagi masyarakat agar masyarakat mengerti dan memahami bagaimana proses penyalahgunaan dapat terjadi dan berbagai narkotika jenis baru sehingga lebih peka terhadap penyalahgunaan narkotika yang terjadi di sekitar, sehingga kinerja dari aparatur penegak hukum dalam memberantas penyalahgunaan narkotika dapat terbantu dengan adanya dukungan dari masyarakat. 4) Perbaikan budaya hukum, dimana budaya hukum dalam praktik penanggulangan penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa sangat menentukan keberhasilan dalam proses penyelidikan hingga penggrebekan pengguna narkotika di kalangan mahasiswa

B. Saran 1) Pihak kepolisian hendaknya memberikan bentuk sosialisasi yang menarik dan sesuai dengan perkembangan berbagai jenis narkotika karena akhir – akhir ini banyak sekali jenis jenis narkotika baru seperti tembakau gorilla, dan permen berbahan narkotika, dan roti brownies narkoba sehingga para mahasiswa dapat mengerti dan menekan angka korban kejahatan narkotika 2) pemerintah hendaknya melakukan Perbaikan peraturan hukum (undangundang) yang mengenai korban, atau pelaku tindak pidana narkotika sehingga tidak terjadi perbedaan presepsi antara penegak hukum, Perbaikan moral aparatur penegak hukum, yang diharapkan dapat membuat aparat penegak hukum tidak ikut melakukan

DAFTAR PUSTAKA Buku Abdussalam. 2007. Kriminologi. Jakarta: Restu Agung. Mardani, 2007, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, Jakarta: Raja Grafindo, Internet http://www.tribunnews.com/regional/20 16/08/19/enam-mahasiswa-fisipunila-digrebek-saat-tengah-kemaspaket-ganja-di-kampus Perundang-undangan UU No. 35 tahun 2009