Subijanto, Analisis Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuruan
ANALISIS PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN*) ANALYSIS OF ENTERPRENEURSHIP EDUCATION AT SENIOR VOCATIONAL SCHOOL Subijanto Sekretariat Balitbang Kemdikbud, Jln. Jenderal Sudirman, Senayan-Jakarta Pusat Email:
[email protected] Abstract: The objective of this article is to analyze the development of implementation for entrepreneurship education at senior vocational school. The problem formulation of this article are as follow: 1) how is the condition of facilities and infrastructure for implementation of entrepreneurship education at senior vocational school?; 2) how is the model of collaboration between Senior Vocational School and business/industry?; 3) how is the management of Senior Vocational School particularly for the implementation of entrepreneurship education? The result of analysis shows that: 1) the implementation of entrepreneurship education has not yet supported by sufficient facilities and infrastructure for training/practice; 2) collaboration model for the implementation of entrepreneurship education between Senior Vocation School and business or industry has not formulated operationally; and 3) the vocational education has not yet managed optimally, particularly in term of collaboration and sharing of various learning facilities. Keywords: entrepreneurship education, the model of collaboration, senior vocational school, and business/industry. Abstrak: Tujuan penulisan artikel ini dimaksudkan untuk menganalisais perkembangan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di SMK. Permasalahan yang dirumuskan: 1) bagaimana kondisi sarana dan prasarana pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di SMK?; 2) bagaimana pola kerjasama yang dilakukan antara SMK dengan dunia usaha/dunia industri? 3) bagaimana pengelolaan SMK khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan? Hasil analisis menunjukkan bahwa: 1) penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan belum didukung oleh sarana dan prasarana pelatihan/praktik yang memadai; 2) pola kerjasama penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan antara SMK dengan dunia usaha dan industri (DUDI) belum dirumuskan secara operasional; dan 3) penyelenggara pendidikan kejuruan belum dikelola secara optimal, khususnya dalam hal kerjasama dan sharing berbagai sarana pembelajaran. Kata kunci: pendidikan kewirausahaan, sekolah menengah kejuruan, model kolaborasi, dunia usaha/ industri
Pendahuluan
Dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui
diharapkan peserta didik mampu mengaplikasikan
Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah dan
teori kewirausahaan dengan praktik di dalam suatu
Di rekt orat Jendera l Pe ndi dika n Ti nggi tel ah
pekerjaan. Di samping itu, pendidikan dimaksud lebih
mengimplementasikan pendidikan kewirausahaan
menekankan pada penguasaan bidang pekerjaan
sebagai salah satu wujud nyata untuk menumbuhkan
tertentu secara praktikal yang diselenggarakan pada
jiwa kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha dalam
satuan pendidikan. Pada hakikatnya pendidikan
metodologi pendidikan sebagai penjabaran dari
kewirausahaan di SMK telah dilakukan melalui usaha
pengembangan Ekonomi Kreatif (Perpres Nomor 6
“unit produksi” di berbagai bidang program studi/
Tahun 2009). Pada hakikatnya, tujuan pemberian
bidang keahlian. Sekalipun demikian, keberlangsungan
mat eri tersebut ant ara lain mem beri bek al
karya nyata dalam kewirausahaan di SMK masih
kemampuan dalam wujud kompetensi dasar terkait
sangat bervariasi pada tingkat keberhasilannya.
dengan kemandirian lulusan agar mampu bekerja secara mandiri.
Permasalahan yang dihadapi dalam menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan sampai saat ini
*) Diterima tanggal 6 Februari 2012 - dikembalikan tanggal 12 Februari 2012 - disetujui tanggal 1 Juni 2012
163
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 2, Juni 2012
dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) bagaimana
Kewirausahaan (enterpreeneurship) muncul mana-
ke tersedia an sarana d an p rasa rana unt uk
kala seseorang berani mengembangkan usaha-usaha
melaksanakan pendidikan kewirausahaan di SMK?;
dan ide-ide barunya. Esensi kewirausahaan, yaitu
2) bagaimana pola kerja sama yang dilakukan antara
menciptakan nilai tambah melalui proses pengkom-
SMK dengan dunia usaha/dunia industri?; 3) ba-
binasian sumber daya dengan cara-cara baru yang
gaimana pengelolaan SMK, khususnya dalam
berbeda agar dapat bersaing secara bebas di pasar.
penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan?
Menurut Zimmerer (dalam Balitbang, 2010) nilai
Tujuan penulisan artikel ini dimaksudkan untuk
tambah (added value) tersebut dapat diciptakan
menganalisis pelaksanaan dan perkembangan
melalui cara-cara sebagai berikut: 1) pengembangan
pendidikan kewirausahaan di SMK.
teknologi baru (developing new technology); 2) penemuan p enge tahuan b aru ( di scov eri ng new
Kajian Literatur
knowledge); 3) perbaikan produk (barang dan jasa)
Pengertian Kewirausahaan (Entrepreneurship)
yang sudah ada (improving existing products or
Secara
kew irausaha an
services); dan 4) penemuan cara-cara yang berbeda
(entrepreneurship) adalah jiwa, semangat, sikap,
beba s
pe nger tian
untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih
perilaku, dan potensi kemampuan seseorang dalam
produktif dengan sumber daya yang lebih sedikit
menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah
(finding different ways of providing more goods and
pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara
services with fewer resources). Dengan demikian,
ke rja, tek nologi, dan prod uk b aru deng an
seorang wirausaha dituntut untuk selalu kreatif dan
meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan
inovatif dalam merumuskan manajemen strategis
pelayanan yang lebih baik untuk memperoleh
dan berorientasi ke depan dalam menganalisis
keuntungan yang lebih besar. Dengan kata lain,
kebutuhan pasar dan pelanggan serta berani
kewirausahaan dalam hal ini merupakan suatu
mengambil resiko.
kreativitas dan inovasi yang dimiliki para lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk menghasil-
Tujuan Pendidikan Kejuruan dan Implikasi
kan nilai tambah bagi dirinya dan bermanfaat bagi
Pendidikan Kewirausahaan
orang lain/m asyaraka t serta mendatangkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
kemaslahatan bersama. Potensi entrepreneur se-
Standar Nasional Pendidikan (SNP) Pasal 25 ayat 4
seorang selain ada pada setiap individu (pembawaan)
dinyatakan secara implisit bahwa lulusan (SMK)
dapat pula dibentuk melalui pembelajaran secara
diharapkan dapat memenuhi standar kompotensi
terpadu antara teori dan praktik melalui pelatihan dan/
lulusan yang mencerminkan kemampuan lulusan
atau pemagangan.
dalam hal sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Pada hakikatnya, kewirausahaan merupakan
Oleh karena itu, proses pembelajaran pada satuan
sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki
pendidikan diselenggarakan secara aktif, interaktif,
kemauan dan kemampuan dalam mewujudkan
kreatif, menantang, menyenangkan, dan mandiri
gagasan inovatif dalam dunia nyata (bisnis) secara
sesuai dengan potensi diri, perkembangan fisik, bakat
kreatif dan produktif. Dengan kata lain, wirausaha
dan minat, serta psikologis peserta didik.
merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang
Fakta empirik menunjukkan bahwa sebagian
untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan
besar lulusan SMK belum sesuai dengan kebutuhan
bisnis, mengumpulkan berbagai sumber daya yang
at au t untutan para pe mang ku k epenting an
dibutuhkan dalam mengambil tindakan secara tepat
(stakeholders). Para lulusan cenderung sebagai
dan mengambil keuntungan untuk meraih sukses di
“pencari kerja” dan belum banyak yang mampu
bidang bisnis (Puskur: Pendidikan Kewirausahaan
bekerja “mandiri” untuk mengimpelemtasikan dan
dalam Google, diunduh 22 Desember 2009).
mengembangkan keterampilannya (survive skills).
Secara epistimologis, kewirausahaan pada prinsipnya merupakan suatu kemampuan berpikir
Di sisi lain, masih rendahnya etos kerja lulusan SMK dalam hal enterpreneurial mindset.
kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar,
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun
sumber daya, motivator, tujuan, siasat, dan kiat-
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
kiat dalam menghadapi tantangan hidupnya.
menengah terdiri atas pendidikan menengah umum
164
Subijanto, Analisis Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuruan
dan pendidikan menengah kejuruan (Pasal 18, ayat
keterampilan tertentu agar lebih siap bekerja di
2). Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan
bidang tertentu. Dengan kata lain, bagi lulusan SMK
bentuk satuan pendidikan umum, sedangkan Sekolah
lebih dipersiapkan untuk menguasai keterampilan
Menengah Kejuruan (SMK) sebagai bentuk satuan
tertentu di bidang vokasi. Hal ini dapat dimaknai
pendidikan menengah kejuruan. Penyelenggaraan
bahwa lulusan SMK lebih dipersiapkan untuk bekerja
SMA dimaksudkan untuk memberikan kompetensi
dan/atau hidup mandiri di masyarakat. Hal ini sejalan
akademik kepada peserta didik untuk melanjutkan
dengan UUD Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal
pendidikan yang lebih tinggi, sebaliknya, SMK lebih
27 ayat 2 menyatakan bahwa “Setiap Warga Negara
menekankan pada penyiapan peserta didik untuk siap
Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan
bekerja pada bidang tertentu. Penyelenggaraan SMK
yang layak bagi kemanusiaan”
juga memberikan kesempatan kepada peserta didik
Pada waktu Prof. Dr. Ing Wardiman Joyonegoro
yang memiliki persyaratan dan kemampuan untuk
sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa
melanjutkan pendidikan vokasi, profesi, maupun
penerapan konsep keterkaitan dan kesepadanan (link
akademik (tujuan ganda). Namun demikian,
and match) atau lebih dikenal dengan pendidikan
pembelajaran SMK dengan tujuan ganda tidaklah
sistem ganda (PSG) merupakan awal dari reformasi
mudah untuk dilaksanakan secara seimbang akan
pendidikan kejuruan. Pola pendidikan kejuruan seperti
tetapi secara konseptual antara lain dapat diberikan
ini di hara pkan dap at meme nuhi keb utuhan
me lalui pe ngua tan penamba han mate ri I PA
masyarakat dan DUDI. Pendidikan kejuruan model
(matematika, fisika, dan biologi) serta bahasa Inggris
ini lebih menekankan pada penguasaan kompetensi
untuk membentuk kompetensi berpikir kritis dan analitis dan berekomunikasi (soft skills). Secara utuh, penyelenggaraan pendidikan menengah kejuruan berfungsi untuk: 1) meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur; 2) meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air; 3) membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecakapan kejuruan para profesi sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 4) meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapr esia si serta mengekp resi kan keindaha n, kehalusan, dan harmoni; 5) menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun rohani;
(hard and soft skills) untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh dunia kerja. Penyempurnaan penyelenggaraan sekolah kejuruan secara terus-menerus dilakukan seiring dengan perkembangan IPTEKS, yaitu antara lain melalui pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, di mana pencapaian kompetensi bagi para lulusannya dapat dibuktikan dengan uji sertifikasi. Pa da saat ini Keme nter ian Pend idik an d an Kebudayaan mengembangkan dan mengimplementasikan konsep kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dengan KTSP ini diharapkan setiap satuan pendidikan dapat menyesuaikan program pendidikannya sesuai kebutuhan dan potensi sekolah/ daerah masing-masing dengan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). Di samping itu,
dan 6) meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk
untuk membentuk kepribadian yang tangguh, telah
hidup mandiri di masyarakat dan/atau melanjutkan
diimplementasikan pendidikan karakter bangsa
pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi (PP No.17/
(nat ion char acte r buildi ng) dan pend idik an
2010).
kewirausahaan sebagai wujud dari konsep ekonomi
Selanjutnya, tujuan penyelenggaraan pendidikan
kreatif.
menengah kejuruan dimaksudkan untuk membentuk
Implikasi pendidikan kewirausahaan di SMK pada
peserta didik menjadi insan yang: 1) beriman dan
hakikatnya telah dioperasionalisasikan atau dijabaran
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
dalam kegiatan/program di SMK dan dari masa ke
mulia, dan berkepribadian luhur; 2) berilmu, cakap,
masa telah mengalami perubahan. Semenjak
kritis, kreatif, dan inovatif; 3) sehat, mandiri, dan
diimplementasikannya program “unit produksi” pada
percaya diri; dan 4) toleran, peka sosial, demokratis,
program studi/program keahlian telah menunjukkan
dan bertanggung jawab (PP No.17/2010).
bahwa peserta didik dikondisikan untuk lebih
Dalam mempersiapkan lulusan SMK, pemberian materi di SMK lebih menekankan pada penguasaan
menguasai kompetensi dalam suatu pekerjaan tertentu dan sikap mandiri untuk bekerja.
165
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 2, Juni 2012
Sebagai contoh, pengembangan fasilitas di SMK
menumbuhkan jiwa kreatif, inovatif, sportif, dan
program studi/keahlian Pariwisata/Sekretaris/
wirausaha dalam pembelajaran di SMK antara lain
manajemen, sekolah dilengkapi dengan “hotel mini”
melalui: 1) mengkaji dan merevisi kurikulum SMK
dengan berbagai fasilitas yang tersedia sesuai dengan
agar lebih berorientasi pada pembentukan kreativitas
kemampuan sekolah yang bersangkutan. Fasilitas
dan kewirausahaan pada peserta didik sedini
tersebut dipergunakan sebagai wahana peserta didik
mungkin; 2) meningkatkan kualitas SMK yang
bekerja dalam suasana yang sebenarnya. Fasilitas
mendukung penciptaan kreativitas dan kewi-
tersebut juga diberikan kepada masyarakat/publik
rausahaan peserta didik; 3) menciptakan akses
yang memerlukannya. Di samping itu, tersedia pula
pertukaran informasi dan pengetahuan ekonomi
fasilitas pelayanan publik lainnya seperti: penjualan
kreatif antarpenyelenggara pendidikan; 4) mening-
tiket (ticketing); penjualan alat-alat tulis kantor
katkan jumlah dan perbaikan kualitas SMK yang
(ATK); penjualan bahan-bahan untuk keperluan siswa,
me nduk ung pencipta an i nsan kre atif dal am
termasuk foto copy.
pengembangan ekonomi kreatif; 5) menciptakan
Di bidang kerumahtanggaan, dikembangkan
keterhubungan dan keterpaduan antarlulusan SMK
berbagai jasa layanan di bidang boga dan busana
yang terkait dengan kebutuhan pengembangan
(roti/patiseri, kedai makanan dan minuman,
ekonomi kreatif; 6) mendorong para wirausahawan
penjualan busana dan jasa kecantikan. Di bidang
sukses untuk berbagi pengalaman dan keahlian di
teknologi, misalnya lebih banyak lagi unit produksi
SMK dalam pengembangan ekonomi kreatif; dan
yang diberikan kepada masyarakat umum, antara
7) memfasilitasi pengembangan jejaring dan
lain seperti bidang otomotif (service otomotifve),
mendorong kerja sama antarinsan kreatif Indonesia
perkayuan (furniture dan mebeller), permesinan
di dalam dan di luar negeri (Direktorat Pembinaan
untuk produksi mur dan baut dengan menggunakan
SMK, 2010). Namun demikian, hal tersebut perlu
mesin CNC, dan di bidang teknologi pertanian dengan
ditangani secara serius dan sebagai bentuk program
berbagai jasa kerja sama dengan pihak DUDI.
prioritas dalam jangka waktu tertentu dan dilakukan
Penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan
monitoring dan evaluasi secara bertahap dan
pada akhir-akhir ini oleh pihak Direktorat Pembinaan
berkesinambungan. Selain itu, perlu juga segera
Sekolah Menengah Kejuruan telah merencanakan
disusun pola/mekanisme kemitraan atau kerja sama
kebijakan, yaitu dalam bentuk program sasaran
yang saling mnguntungkan bagi SMK dan DUDI.
strategis SMK untuk mempersiapkan para lulusannya siap bekerja melalui layanan pembinaan pengem-
Penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan
bangan kewirausahaan. Upaya dimaksud, antara lain
Pendidikan pada hakikatnya berfungsi untuk mem-
berupa: 1) penyediaan sistem pembelajaran sesuai
berikan kesempatan kepada setiap Warga Negara
dengan SNP; 2) penyediaan dan peningkatan sarana
Indonesia (WNI) untuk dapat mengembangkan
dan prasarana pendidikan SMK berkualitas yang
potensi diri secara optimal dan ikut berpartisipasi
merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota; 3)
dalam pembangunan bangsa. Berdasarkan UUSPN
penyediaan bantuan pendanaan untuk meningkatkan
Nomor: 20/2003 sektor/bidang pendidikan diarahkan
keterjangkauan layanan SMK berkualitas yang merata
untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu,
di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota; 4) pengu-
relevan dengan kebutuhan masyarakat dan mampu
atan sistem tata kelola di SMK, Direktorat Pembinaan
berdaya saing dalam kehidupan regional, nasional,
SMK, dan institusi Pembina SMK lainnya (Direktorat
dan global.
Pembinaan SMK, 2010).
Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam
Khususnya untuk mendukung program ekonomi
memberikan arahan program di bidang pendidikan
kreatif, pada tahun 2010-2014 telah ditetapkan
tahun 2009-2014 menyatakan bahwa: “Peningkatan
pengembangan kegiatan ekonomi berdasarkan pada
akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau,
kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk
relevan, dan efisien menuju terangkatnya kesejah-
menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang
teraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi
ber nila i
p ada
pekerti, dan karakter bangsa yang kuat”. Sejalan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, perlu
dengan arahan tersebut, pembangunan pendidikan
merumuskan kebijakan pengintegrasian aspek yang
diarahkan untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi
166
ek onom is
d an
b erpe ngar uh
Subijanto, Analisis Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuruan
yang didukung oleh keselarasan antara kesejahteraan
ekonomi kreatif; 6) mendorong para wirausahawan
tenaga terdidik dengan kemampuan untuk: 1) men-
sukses untuk berbagi pengalaman dan keahlian di
ciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan; dan
SMK dalam pengembangan ekonomi kreatif; dan
2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja di
7) fasilitasi pengembangan jejaring dan mendorong
be rbag ai sektor pe mba ngunan ( Dire ktor at
kerja sama antarinsan kreatif Indonesia di dalam dan
Pembinaan SMK, 2010).
di luar negeri (Direktorat Pembinaan SMK, 2010)
Lebih lanjut, salah satu sasaran strategis SMK
Atas dasar kebijakan tersebut, penyelenggaraan
dalam mengupayakan menjawab kesiapan lulusan
SMK menjadi keniscayaan melakukan kerja sama
untuk siap bekerja, yaitu terkait dengan target agar
dengan masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri
pada tahun 2014 seluruh SMK menyediakan layanan
(DUDI) secara terprogram yang dapat menciptakan
pembinaan pengembangan kewirausahaan. Ber-
suasana kerja sama secara mutual simbiosis, mutual
kenaan dengan hal tersebut, Direktorat Pembinan
understanding, dan mutual benefit.
SMK pada tahun 2010 telah dilakukan upaya, antara lain: 1) penyediaan sistem pembelajaran sesuai
Perkembangan Pendidikan Kejuruan dan
dengan SNP; 2) penyediaan dan peningkatan sarana
Teknologi
dan prasarana pendidikan SMK berkualitas yang
Istilah pendidikan kejuruan dan teknologi yang
merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota; 3)
sekarang berkembang, terdapat konotasi dan
penyediaan bantuan pendanaan untuk meningkatkan
kecenderungan untuk memberikan definisi pendidikan
keterjangkauan layanan SMK berkualitas yang merata
kejuruan dan teknologi sebagai suatu institusi yang
di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota; 4)
melakukan upaya penyiapan tenaga kerja sesuai
penguatan sistem tata kelola di SMK, Direktorat
dengan minat peserta didik. Namun demikian, dalam
Pembinaan SMK, dan institusi Pembina SMK lainnya
perkembangannya cukup banyak batasan yang
(Direktorat Pembinaan SMK, 2010).
berkaitan dengan pendidikan kejuruan dan teknologi,
Khususnya untuk mendukung ekonomi kreatif, pada tahun 2010-2014 telah ditetapkan pengem-
yaitu antara lain berbagai pendapat para ahli seperti berikut ini.
bangan kegiatan ekonomi berdasarkan pada
Pada tahun 1920-an, Barlow (dalam Balitbang,
kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk
2010) menyatakan bahwa pendidikan vokasi sebagai
menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang
alat seseorang mendapatkan kesiapan dan membuat
bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejah-
mereka siap untuk jasa yang kita perlukan (vocational
teraan masyarakat Indonesia. Untuk menumbuhkan
education means getting people ready and keeping
hal tersebut, perlu dirumuskan kebijakan peng-
them ready, for types of services we need.” Batasan
integrasian aspek yang menumbuhkan jiwa kreatif,
tersebut sangat luas, karena istilah “services”
inovatif, sportif, dan wirausaha dalam metodologi
mengandung pengertian yang sangat bervariasi.
pendidikan.
Struck (dalam Balitbang, 2010) memberikan
Dalam pengembangan metodologi pendidikan
perspektif lain terhadap pendidikan kejuruan dan
SMK, telah dirumuskan melalui beberapa kebijakan
te knol ogi, yai tu m enga rah pada pem beri an
sebagai berikut: 1) melakukan kajian dan revisi
pengalaman kepada peserta didik agar berhasil dalam
kurikulum SMK agar lebih berorientasi pada
melaksanakan pekerjaan di lapangan. Nampaknya,
pembentukan kreativitas dan kewirausahaan pada
batasan ini masih sangat umum, karena tidak secara
peserta didik sedini mungkin; 2) meningkatkan
eksplisit menunjukkan jenis dan jenjang pendidikan,
kualitas SMK yang mendukung penciptaan kreativitas
baik di dalam maupun di luar sekolah. Salah satu
dan kewirausahaan peserta didik; 3) menciptakan
jenis pendidikan kejuruan dan teknologi, yaitu sekolah
akses pertukaran informasi dan pengetahuan
menengah kejuruan teknologi. Ia mempunyai tujuan
ekonomi kreatif antarpenyelenggara pendidikan; 4)
pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang
peningkatan jumlah dan perbaikan kualitas SMK yang
memenuhi persyaratan kerja tingkat menengah
me nduk ung pencipta an i nsan kre atif dal am
sebagai juru/teknisi sesuai dengan jenis kejuruan
pengembangan ekonomi kreatif; 5) menciptakan
tertentu. Dengan demikian, pengelolaan proses
keterhubungan dan keterpaduan antarlulusan SMK
pembelajaran lebih diarahkan pada keterpaduan teori
yang terkait dengan kebutuhan pengembangan
dan praktik keterampilan kejuruan yang mengacu
167
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 2, Juni 2012
pada persyaratan kerja tingkat menengah yang
jawabkan hasilnya. Dalam proses mewujudkan
dibutuhkan oleh dunia industri.
gagasan tersebut diperlukan waktu dan adanya
Adanya mismatch antara apa yang dihasilkan
“polical wil” yang kuat dari Pemerintah.
oleh lembaga pendidikan dengan kebutuhan pasar
Di samping penerapan konsep keterkaitan dan
tenaga kerja menjadi perhatian serius oleh Direktorat
kesepadanan (link and match), penataan program
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Keseriusan
studi/program keahlian (re-engineering) merupakan
tersebut tercermin dalam program unggulan 100 hari
penyesuaian bidang dan program keahlian yang ada
Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Pada program 100
di seluruh SMK (Negeri dan Swasta) agar sesuai
hari, khususnya program pendidikan, akan dirumus-
dengan potensi wilayah dan kebutuhan pasar kerja.
kan mekanisme, policy, dan action plan dalam
Hasil penataan re-engineering akan bermanfaat bagi:
menangani mismatch tersebut. Dalam rangka
1) SMK karena bidang/program keahlian yang
meningkatan kualitas terhadap lulusan SMK,
diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dunia
Kemendikbud akan memperbanyak simulasi-simulasi
kerja; 2) calon siswa dan orang tua siswa, karena
industri di masing-masing SMK. Simulasi industri
dapat memilih bidang/program keahlian yang
dimaksud agar para siswa SMK mendapatkan
memungkinkan terserapnya di dunia kerja; 3) dunia
pengetahuan tentang budaya kerja, kondisi riil di
usaha dan industri, karena memudahkan mencari
industri, dan penguasaan teknologi.
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya; dan
Pengembangan pola kemitraan juga akan
d) instansi pembina, karena memperoleh informasi
dilakukan sebagai rencana aksi Pemerintah.
kebutuhan wilayah/daerah sebagai bahan dalam
Kemitraan tersebut akan dijalin antara SMK,
penetapan kebijakan perencanaan dan strategi
pendidikan tinggi vokasi, dan pelatihan keterampilan
pembinaan (Balitbang, 2010).
dengan dunia industri, termasuk industri kreatif. Hal
Penataan pendekatan sistem pembelajaran pada
ini dilakukan dalam rangka memperkuat intermediasi
SMK secara bert ahap aka n me ngar ah p ada
dan kesempatan pemagangan serta kesesuaian
penerapan CBT (Curriculum Based Training) yang
pendidikan/pelatihan dengan dunia kerja (Balitbang,
memenuhi prinsip-prinsip kurikulum berbasis
2010). Di sisi lain, peningkatan daya saing pendidikan
kompetensi yang sekarang dikembangkan menjadi
dapat dilakukan dengan mengembangkan kewi-
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
rausahaan, termasuk technopreneur (enterpreneur
Pendidikan dan pelatihan (diklat) berbasis kompetensi
di bidang IT) melalui kerja sama antarinstitusi
pada dasarnya memberi layanan pembelajaran
pendidikan dengan dunia usaha. Melalui berbagai
secara individu. Oleh karena itu, penyelenggaraan
upaya sebagaimana diuraikan di atas, diharapkan
SMK akan berhasil efektif dan efisien manakala:
akan tercipta link and match antara pendidikan dan
1) menyediakan bahan ajar/modul yang memadai,
ketenagakerjaan yang dibutuhkan pasar tenaga
dari segi baik jumlah, jenis, dan kualitasnya; 2) me-
kerja, serta selanjutnya dapat menurunkan tingkat
nyediakan waktu belajar yang cukup sesuai dengan
pengangguran ke tingkat yang terendah.
kecepatan dan kemampuan belajar masing-masing
Konsep link and match pada hakikatnya telah
peserta didik; 3) menyediakan fasilitas pembelajaran
dirintis semenjak tahun 1994-an, di mana telah
yang memungkinkan melakukan pembelajaran
ditetapkan 5 SMK model PSG (Jakarta, Karawang,
klasikal di sekolah dan praktik industri di luar sekolah;
Semarang, Surabaya, dan Medan) yang dibantu oleh
4) melaksanakan penilaian apabila peserta didik telah
German Technical Zuzamenarbeit (GTZ). Namun,
siap; 5) memberikan pengakuan terhadap hasil-hasil
dalam perkembangannya mengalami pasang-surut
belajar yang dimiliki sebelumnya di peroleh di luar
yang disebabkan, antara lain oleh kurang adanya pola
program belajar di sekolah (Balitbang, 2010).
kemitraan secara jelas yang dapat menimbulkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
hubungan timbal balik yang saling menguntungkan
merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004
(mutual benefit). Gagasan untuk menciptakan
se baga i up aya jang ka p anja ng untuk leb ih
kemitraan yang saling menguntungkan pada mulanya
meningkatkan kualitas lulusan sekolah menengah
direncanakan adanya pemberian keringanan pajak
kejuruan. Dengan kurikulum ini, diharapkan jajaran
bagi DUDI yang telah melakukan kolaborasi dengan
pendidikan menengah kejuruan lebih mampu
SMK secara intensif dan dapat dipertanggung-
mengembangkan potensi peserta didik, sehingga siap
168
Subijanto, Analisis Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuruan
bekerja/mandiri, membentuk pribadi yang mandiri,
pasar (demand driven) untuk mendukung pem-
mampu menempatkan diri sebagai bagian dari Warga
bangunan ekonomi kreatif. Ketersambungan (link)
Negara Indonesia. Oleh karena itu, substansi
di antara pengguna lulusan pe ndidikan dan
kurikulum dirumuskan dalam upaya memenuhi
penyelenggara pendidikan dan kecocokan (match)
tuntutan perubahan orientasi pendidikan, perundang-
antara employee dengan employer menjadi dasar
undangan, kebijakan pemerintah, dan perkembangan
penyelenggaraan pendidikan vokasi.
tuntutan dunia kerja yang dipersyaratkan. Idealnya,
Keberhasilan penyelenggaraan SMK dapat dilihat
kurikulum yang diberlakukan di SMK dari Kurikulum
dari tingkat mutu dan relevansi, yaitu jumlah
2004 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
penyerapan lulusan dan kesesuaian bidang pekerjaan
(KTSP), ditinjau dari proses pembelajaran menganut
dengan bidang keahlian yang dipilih dan ditekuninya.
prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning),
Dalam skala makro, pendidikan kejuruan melayani
sehingga mampu menguasai sikap (attitude), ilmu
sistem ekonomi, sistem sosial, sistem politik dan
pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skills)
menjadi jawaban/terobosan pembangunan ekonomi
secara tuntas agar dapat bekerja mandiri sesuai
kreatif.
dengan tuntutan kompetensi.
SMK saat ini seperti mata uang yang memiliki
Dengan mempertimbangkan bahwa lulusan SMK
dua sisi yang sama pentingnya. Artinya, selain tujuan
diharapkan dapat bekerja sebagai wiraswasta/
SMK untuk membentuk lulusan yang siap memasuki
wirausaha, sehingga pelaksanaan pembelajaran
dunia kerja, di sisi lain juga dapat melanjutkan ke
dengan pendekatan tersebut di atas dapat dilakukan
jenjang perguruan tinggi. Hal ini dibuktikan dengan
melalui dua jalur alternatif, yaitu: 1) Jalur kelas
penambahan beberapa jam mata pelajaran adaptif
industri/employee di mana peserta didik belajar di
seperti Matematika, Fisika, Bahasa Inggris, dan lain-
sekolah dan praktik/berlatih di industri; dan 2) Jalur
lain.
kelas wiraswasta/mandiri/selfemployed di mana
Sekalipun demikian, secara empirik bahwa tujuan
peserta did ik b elaj ar d an p rakt ik/b erla tih
ganda SMK tidak mungkin dapat diberikan pola
berwiraswasta di sekolah dan/atau di DUDI dan
pembelajaran secara seimbang antara tujuan untuk
berusaha secara mandiri.
kesiapan bekerja dengan kesiapan untuk melanjutkan
Data Balitbang Depdiknas tahun 2005 menunjuk-
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ditinjau dari
kan bahwa populasi tamatan SMP sebesar 3,2 juta/
aspek kurikulum pembelajaran SMK, pada hakikatnya
tahun, sedangkan daya tampung SLTA baru mencapai
tujuan SMK lebih menekankan pada pemberian
1,9 juta/tahun (Balitbang, 2005). Data tersebut
pembelajaran untuk menyiapkan tamatan untuk
antara lain perlu dijawab dengan perluasan
memasuki dunia kerja (siap kerja/latih).
kesempatan memperoleh pendidikan, khususnya melalui SMK. Kenyataan di lapangan menunjukkan
Pemberdayaan Masyarakat dan DUDI
bahwa daya tampung SMA setiap tahun tidak dapat
Dari tahun ke tahun kontribusi DUDI dalam
menampung seluruh tamatan SMP. Di samping itu,
pengembangan pendidikan kejuruan masih rendah
belum terpenuhinya kebutuhan SDM yang kompeten
(Direktorat Pembinaan SMK, 2010). Hal ini lebih
pada berbagai sektor. Kedua hal terebut menjadi
disebabkan belum adanya pola kemitraan antara
pertimbangan mendasar untuk segera dilakukan
dunia pendidikan dengan DUDI dan masyarakat.
upaya peningkatan kualitas dan kuantitas SMK.
Fakta menunjukkan bahwa pendidikan kejuruan tidak
Pengemb angan SMK diha rapka n ma mpu
dapat berdiri sendiri dan lepas dari keterkaitan dengan
mensinergikan seluruh sumber daya yang tersedia
DUDI. Meskipun demikian, telah mulai dirasakan hasil
di masyarakat, sehingga terjadi efisiensi dalam
kemitraan SMK dengan DUDI sepuluh tahun terakhir
pendayagunaan sumber-sumber belajar. Program
ini, antara lain seperti perakitan komputer (laptop)
tersebut dirancang untuk menampung tamatan SMP/
merek “Zyrex” di beberapa lokasi SMK. Sekolah
MTs aga r dengan mud ah mendapat layanan
Menengah Kejuruan Negeri 1 Cibinong dengan
pendidikan tingkat SMK di daerahnya masing-masing.
beragam komponen mikroskop hingga otomotif, dan
Pendidikan kejuruan dirasa masih diperlukan, karena
akhir-akhir ini adanya produk mobil “esemka” di Solo
memiliki paradigma yang menekankan pada
Surakarta, serta perakitan pesawat terbang oleh
pendidikan yang menyesuaikan dengan permintaan
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 29 Jakarta. Hal
169
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 2, Juni 2012
ini menunjukkan adanya hasil nyata bahwa spirit SMK
pembelajaran peserta didiknya sesuai dengan bakat
melalui jargon atau motto “Bersama SMK Bisa” mulai
dan minat, karakteristik sekolah, potensi daerah, dan
menjadi kenyataan.
kekhasan program keahlian yang tidak harus sama
Untuk menciptakan hubungan yang dapat
dengan SMK di daerah lain.
menimbulkan mutual simbiosis, mutual understand-
Namun demikian, penyelenggaraan SMK sudah
ing, dan mutual benefit dan/atau sinergitas jejaring
menjadi keniscayaan untuk dilaksanakan dengan
kerja, Direktorat Pembinaan SMK telah merumuskan
pendekatan filosofi link and match (keterkaitan dan
kebijakan strategis, yaitu: 1) pembentukan sistem
kesepadanan) antara apa yang diajarkan di sekolah
yang mengatur kemitraan strategis dengan DUDI
dan apa yang diajarkan di masyarakat dan di DUDI
untuk meningkatkan relevansi lulusan SMK dengan
sekalipun hal ini memerlukan waktu dan pranata yang
kebutuhan DUDI; 2) optimalisasi pemanfaatan dana
terus dikembangkan dan diperbaiiki secara bertahap
CSR (Coorporate Soci al Responsibility) da ri
dan berkesinambungan, terutama dalam hal pola/
perusahaan multy national cooperation untuk
mekanisme kemitraannya.
peningkatan dan pengembangan bidang pendidikan;
Hal ter sebut se jala n de ngan keb ijak an
3) pembentukan sistem yang mengatur kemitraan
Mendikbud M. Nuh, dengan istilah “pisau segitiga” di
sinergis dengan organisasi kemasyaraka tan
mana dalam operasionalisasi penyelenggaraan
(mi salnya d enga n or gani sasi profesi dal am
pendidikan (termasuk SMK) dirasa perlu melakukan
merumuskan sertifikasi profesi); 4) membangun
sharing (berbagi) sarana prasarana pembelajaran
mekanisme kemitraan antara Direktorat Pembinaan
(termasuk TIK), tenaga pendidik, dan kolaborasi
SMK dengan pelaku usaha untuk mengembangkan
pengelolaan antara pemerintah, pemerintah daerah,
pendidikan dan pelatihan yang berkualitas; 5) men-
dan masyarakat profesi dengan DUDI (Rembuknas,
dorong pihak swasta untuk membangun lembaga
2012). Agar lulusan SMK memiliki kompetensi yang
pendidikan dan pelatihan, khususnya yang berkaitan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan DUDI
dengan kebutuhan SDM; dan 6) pemanfaatan potensi
maka partisipasi dunia usaha dan dunia industri (DUDI)
yang ada di masyarakat dan di DUDI untuk
terhadap penyelenggaraan SMK sudah menjadi
peningkatan kualitas pendidikan pada SMK (Direktorat
keniscayaan dan tidak dapat diabaikan.
Pembinaan SMK, 2010). Sekalipun demikian, tanpa adanya rambu-rambu atau pedoman pola kerja sama
Hasil Analisis dan Pembahasan
yang disepakati bersama antara SMK dengan DUDI
Untuk menghasilkan calon lulusan SMK memiliki pola
akan menjadi salah satu kendala dalam membangun
pikir dan kesiapan untuk siap bekerja mandiri sebagai
jejaring kerja, khususnya untuk melaksanakan
wirausaha diperlukan seperangkat peralatan yang
pendidikan kewirausahaan.
mendukung proses pem belajaran. Peralatan
Dalam upaya menciptakan sumber daya
dimaksud sangat diperlukan untuk mendukung
manusia (SDM) yang mampu berdaya saing pada
terwujudnya kompetensi calon lulusan SMK yang siap
tingkat regional, nasional, dan bahkan internasional
bekerja. Salah satu permasalahan penyelenggaraan
(global) serta relevan dengan kebutuhan masyarakat,
pendidikan kewirausahaan yang dihadapi oleh SMK,
sistem pendidikan SMK secara minimal mengacu
yaitu keterbatasan sarana dan prasarana pendukung
pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) sesuai
untuk membentuk mindset dan kesiapan peserta
dengan PP Nomor 19/2005. SNP merupakan kriteria
didik untuk bekerja mandiri. Keterbatasan sarana dan
minimal tentang sistim pendidikan di seluruh wilayah
prasarana dimaksud sangat bervariasi antara
hukum NKRI. Melalui SNP diharapkan penyeleng-
program studi/keahlian yng satu dengan yang lainya,
garaan pendidikan SMK dapat terencana, terarah, dan
antara SMK yang satu dengan yang lainnya.
berkelanjutan sesuai dengan perubahan kehidupan
Sarana pendukung masih terbatas sebagai
regional, nasional, dan global, sehingga mutu
simulasi pembelajaran praktik sesuai dengan suasana
pendidikan SMK dapat terjamin. Setiap SMK dapat
bekerja di DUDI. Jikalaupun sarana praktik memadai
mengembangkan pendidikan dan pembelajarannya
adakalanya jumlahnya terbatas jika dibadingkan
secara lebih optimal sesuai dengan karakteristik dan
dengan jumlah peserta didik. Dalam kondisi tersebut
kekhasan program keahlian. Dengan kata lain, setiap
tidak ada cara lain kecuali dilakukan pemberdayaan
SMK diberi keleluasaan untuk mengoptimalkan
sarana pembelajaran secara berpasangan maupun
170
Subijanto, Analisis Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuruan
secara berkelompok. Oleh karena keterbatasan
Pola kerja sama penyelenggaraan pendidikan
sarana pembelajaran, maka pembentukan sikap dan
kewirausahaan antara SMK dengan DUDI perlu
kompetensi sebagai calon lulusan yang siap latih/kerja
dirumuskan secara operasional, baik secara terpusat
secara mandiri atau sebagai wirausaha baik secara
maupun daerah sesuai dengan kondisi dan potensi
sendiri-sendiri maupun secara berkelompok masih
DUDI di masing-masing daerah. Diharapakan pola
belum optimal. Untuk mengoptimalkan pembelajaran
kerja sama dapat tercipta prinsip-prinsip yang saling
pendidikan kewiruasahaan perlu melakukan kerja
menumbuhkan, saling memerlukan, saling pengertian,
sama (networking) dengan masyarakat atau pihak
dan saling menguntungkan kedua pihak. Ke depan,
DUDI.
kiranya dapat diupayakan adanya peraturan daerah
Permasalah penyerta lainnya dalam menghasil-
dalam hal pemberian keringanan pajak (leavy) bagi
kan lulusan yang siap berwirausaha yaitu masalah
DUDI yang telah melakukan kerja sama dengan SMK
“pemasaran” hasil produksi. Permasalahan tersebut
dalam pelaksanakan dan pengembangan pendidikan
pada umumnya SMK penyelenggaran masih kalah
kewirausahaan.
bersaing dengan perusahaan swasta yang memang
Dalam pelaksanaan pendidikan kewirausahaan
berorientasi pada kualias produksi dan jaringan
antara SMK dengan DUDI belum ada panduan pola
pemasarannya ke masyarakat. Pemasalahan
kerja sama atau mekanisme kerja sama secara
penyelenggaraan kewirausahaan dalam bentuk “unit
nasional maupun lokal. Hal ini sangat diperlukan agar
produksi” juga dianggap oleh Itjen Kemdikbud dan
penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan dapat
BPK tidak diperkenankan manakala hasilnya tidak
dilaksanakan secara sistematis dan terukur keluaran
disetor ke negera. Hal ini dianggap sebagai penghasilan
kompetensi peserta didik pada akhir pelatihannya di
negara bukan pajak (PNBP). Sebenarnya masih ada
DUDI. Pola kerja sama ini sangat diperlukan agar lebih
celah penyelenggaraan kewirausahaan dalam bentuk
terarah terhadap tugas dan tanggungjawab, hak dan
unit produksi dalam menyikapi permasalahan sebagai
kewajiban masing-masing pihak dalam mengope-
PNBP yaitu pemasarannya lewat Koperasi atau badan
rasionalisasikan pelaksanaan pendidikan kewira-
usaha lainnya yang dibolehkan oleh undang-undang.
usahaan.
Permasalahan lainnya berasal dari internal SMK
Menyada ri sepenuhny a
ba hwa
sekolah
itu sendiri, yaitu masih bervariasinya tingkat
menengah kejuruan memiliki jumlah program studi/
kompetensi para pendidik secara substantif. Hal ini
keahlian yang sangat banyak dan memiliki karakter
pada umumnya karena up dating kompetensi
yang cukup komplek dari masing-masing rumpun
pendidik sering tertinggal dengan perkembangan
keahlian. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan
tuntutan kompetensi yang dibutuhkan oleh DUDI. Di
kejuruan perlu dikelola secara optimal, khususnya
samping itu, jika melibatkan peserta didik dalam
dalam hal kerja sama dan sharing berbagai sarana
kegiatan unit produksi, tingkat kompetensi peserta
pembelajaran.
didik masih dalam taraf sangat mendasar dan bersifat
Me skip un M endi kbud te lah mene tapk an
pengembangan. Oleh karena itu, kehadiran peserta
kebijakan dalam berbagai fasilitas dan SDM (pendidik)
didik dalam kegiatan unit produksi masih bersifat
nampaknya pengelolaan SMK masih belum dapat
latihan dan sebatas sebagai trainee atau siswa
diwujudkan pada saat sekarang ini. Bisa jadi hal
magang untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
tersebut sangat bergantung kepada siapa yang
tuntutan standar produk pada setiap
sedang diberi kepercayaan (amanah) untuk
jenis dan
kualitas barang/hasil produksi.
membinanya. Jangan sampai gara-gara terjadi
Permasalahan keterbatasan penyelenggaraan
pergantian pimpinan/direktur program yang telah
pendidikan kewirausahaan, telah diantisipasi oleh
terencana secara sistemik dan mapan mudah
Direktorat Pembinaan SMK Ditjen Pendidikan
berubah hanya karena pergantian pimpinan.
Menengah namun nampaknya belum dapat terpenuhi.
Pengelolaan SMK belum dikelola secara optimal,
Oleh karena itu, salah satu solusi yang efektif dan
khususnya dalam hal kerja sama dengan DUDI
efisien yaitu melakukan kerja sama dengan DUDI.
tercermin pada belum adanya saling pengertian
Dengan cara tersebut diharapkan memenuhi
antara kedua pihak yang diindikasikan bahwa belum
ketercapaian kompetensi calon lulusan SMK dapat
ada pemahaman yang sama antara pihak SMK
segera terpenuhi.
dengan DUDI, terutama dalam memberi bekal
171
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 2, Juni 2012
kompetensi kewirausahaan sehingga calon lulusan
kerja sama penyelenggaraan pendidikan
kewira-
SMK memiliki sikap dan kesiapan bekerja sacara
usahaan antara SMK dengan DUDI belum dirumuskan
mandiri sebagai wirausaha.
secara operasional; dan 3) penyelenggara pendidikan kejuruan belum dikelola secara optimal, khususnya
Simpulan dan Saran
dalam hal kerjasama dan sharing berbagai sarana
Simpulan
pembelajaran.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya pendidikan kewirausahaan telah
Saran
diimplementasikan di SMK semenjak dikembang-
Berdasarkan simpulan, berikut beberapa saran yang
kannya program pengembangan sekolah seutuhnya
diajukan kepada Direktorat Pembinaan SMK:
(school development) yaitu dalam bentuk program
1) secara bertahap dan terus menerus memfasilitasi
“unit produksi”. Pengembangan unit produksi di
sarana dan prasarana yang memadai untuk
berbagai program studi/program keahlian telah
penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan secara
menghasilkan produk yang cukup berkualitas, namun
bertahap dan berkesinambungan; 2) menyusun pola/
ma sih ada cela h ke lem ahannya yait u pa da
mekanisme kerja sama penyelenggaraan kemitraan
penyelesaian akhir suatu produk (finishing) dan
dengan DUDI terkait dengan pendidikan kewira-
pemasaran hasil serta ketepatan waktu pengerjaan.
usahaan; 3) merumuskan dan melaksanakan
Keberadaan unit produksi selain melatih simulasi
pengelolaan SMK secara optimal antara lain melalui
peserta didik untuk bekerja yang sesungguhnya di
jejaring kerja dengan berbagai sumber belajar yang
DUDI, namun juga dapat dipergunakan sebagai
ada di masyarakat maupun di DUDI.
wahana peningkatan kompetensi peserta didik yang
Di samping itu, bagi SMK perlu melakukan lesson
sedang melakukan program PSG (link and match).
learn dengan SMK yang telah berhasil menyeleng-
Di samping itu, secara makro unit produksi sebagai
garakan pendidikan kewirusahaan, seperti misalnya
wahana pengenalan peserta didik berwiraswasta di
ke SMK Michael Surakarta (bidang permesinan) dan
kemudian hari.
SMK PIKA Semarang (kayu/furniture) khususnya
Pendidikan kewirausahaan sebagai bagian dari
dalam hal “pemasaran” dan manajemen pengelolaan
wujud penjabaran Instruksi Presiden Nomor 6/2009
kewirusahaan yang sederhana/praktis, efisiensi, dan
tentang ekonomi kreatif, telah diterapkan di SMK.
berhasil guna. Selanjutnya, meningkatkan program
Diharapkan setelah menyelesaiakn pendi-dikannya di
magang guru bagi guru produktif untuk melakukan
SMK setiap lulusan memiliki sikap dan kompetensi
pemagangan secara berkala untuk meningkatkan
untuk bekerja secara mandiri sesuai dengan
kompetensi dan/atau updating kompetensi sesuai
kompetensi yang diperolehnya dari SMK. Untuk
dengan tuntutan pekerjaan dan kemajuan teknologi.
mendukung hal tersebut, Direktorat Pembinaan SMK
Untuk itu, perlu pula dirumuskan mekanisme
tel ah d an sedang
me laksanak an p rogr am
“pemagangan industri” dan standar operasional
strategisnya untuk mewujudkan hal tersebut. Namun
prosedur (SOP) bagi pendidik yang akan melakukan
de miki an, dala m me lak sana kan pend idik an
program “pemagangan”. Pemberian dana bergulir
kewirausahaan masih ditemui beberapa kendali
secara selektif melalui dana APBN/D di beberapa SMK
sebagai berikut, yaitu: 1) penyelenggaraan pendidikan
yang memenuhi syarat sebagai sekolah rintisan
kewirausahaan belum didukung oleh sarana dan
model SMK berbasis kewirausahaan di masing-
prasarana pelatihan/praktik yang memadai; 2) pola
masing daerah sesuai potensi masing-masing.
Pustaka Acuan Badan Penelitian dan Pengembangan. 2010. Laporan Hasil Studi Proporsi SMA: SMK, Balitbang, Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan. 2005. Education in Brief, Balitbang, Jakarta Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Depdiknas, Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor:19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Depdiknas, Jakarta.
172
Subijanto, Analisis Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuruan
Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor: 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Kemdiknas, Jakarta Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. 2010. Kebijakan Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Kemdiknas, Jakarta. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan, Kemdikbud, Jakarta. Pusat Kurikulum: Pendidikan Kewirausahaan dalam web.Google, diunduh 22 Desember 2009 Peraturan Presiden Nomor: 6 Tahun 2009 tentang Ekonomi Kreatif Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
173