Analisis Pertumbuhan Jamur Aspergillus fumigatus dalam Media Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) N. Ratna Ningrum1, Widhorini2, Euis Yuliani3 Prodi Analis Kesehatan, STIKes Jenderal Achmad Yani 2 Jurusan Analis Medis, Sekolah Tinggi Analis Kesehatan Bakti Asih * Email:
[email protected] 1
ABSTRAK Untuk kelangsungan hidupnya mikroba membutuhkan nutrien dan faktor lingkungan yang sesuai. Kacang hijau merupakan sumber nutrisi mengandung karbohidrat 62,9 gr, yang merupakan salah satu sumber utama untuk pertumbuhan dan perkembangan jamur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pertumbuhan jamur Aspergillus fumigatus pada media kacang hijau. Metode yang digunakan adalah single dot, dengan mengukur koloni diameter setiap 24 jam selama 20 hari di inkubasi pada temperatur kamar (250C). Hasil uji statistik menunjukkan hampir semua P value bernilai 0.000 lebih besar dari α (0.05), artinya semua konsentrasi kacang hijau dapat menumbuhkan jamur Aspergillus fumigatus secara signifikan. Dilihat dari korelasi dengan SGA yang paling tinggi adalah konsentrasi Kacang Hijau 10% dengan nilai 0.986. Kata Kunci : Aspergillus fumigatus, Media, Kacang hijau.
A. PENDAHULUAN Penyakit infeksi masih tetap merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia. Salah satunya adalah penyakit paru umumnya berkisar antara TB, asma, kanker paru dan pneumonia yang sering ditemukan di Rumah Sakit Indonesia. Salah satu penyakit paru yang kejadiannya tidak terlalu sering tetapi kerap terjadi karena terdapat penyakit paru lain yang mendasarinya yaitu penyakit infeksi jamur paru atau yang disebut dengan aspergillosis (Farmacia, 2007). Aspergillosis pertama kali dilaporkan oleh Virchow pada tahun 1956. Sejak itu banyak kasus yang dilaporkan dari berbagai negara, salah satunya Indonesia (Susilo, 2000). Aspergillus fumigatus adalah jamur dari genus Aspergillus dan merupakan salah satu spesies Aspergillus yang paling umum menyebabkan penyakit pada orang dengan penyakit imunodefisiensi. Spora Aspergillus ini terdapat di mana-mana di atmosfir dan diperkirakan bahwa semua orang menghirup beberapa ratus spora setiap hari. Kondisi ini biasanya cepat dieliminasi oleh sistem kekebalan tubuh pada orang sehat. Pada keadaan imunologi rendah seperti penerima transplantasi organ dan orang-orang dengan AIDS atau leukemia, jamur cenderung menjadi patogen, disebabkan melemahnya pertahanan tubuh seseorang dan menyebabkan berbagai penyakit umum yang dinamakan aspergilosis. (http://en.wikipedia.org/wiki/Aspergillus_fumigatus)
Untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit ini salah satunya adalah pemeriksaan laboratorium, diantaranya berupa sediaan langsung maupun kultivasi pada media untuk mengetahui spesies penyebabnya. Dalam mengisolasi jamur dipergunakan media pembiakan yaitu suatu bahan terdiri dari suatu campuran nutrisi/zat-zat makanan tertentu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur. Isolasi jamur juga memerlukan suatu habitat yang mempunyai kelembaban tinggi dan oksigen yang cukup untuk kelangsungan hidupnya (Devise, 1987). Media pembiakan yang dianggap paling baik dan biasa digunakan salah satunya adalah Sabouraud Glukosa Agar dengan atau tanpa antibiotik dengan komposisi glukosa 4 %. Medium tersebut mengandung glukosa yang merupakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan jamur (Anonim, 1989). Mengingat media tersebut dibuat oleh pabrik-pabrik atau perusahaan tertentu sudah dalam bentuk sediaan siap pakai (ready for use), harganya mahal, higroskopis, dan hanya
dapat
diperoleh
pada
tempat-tempat
tertentu.
Hal
ini
sering
menjadi
permasalahan, oleh karena itu perlu adanya alternatif penggunaan media lain yang dapat menumbuhkan jamur. Salah satunya menggunakan bahan baku kacang hijau sebagai media pertumbuhan jamur. Dijelaskan oleh Mochamad Rachmat, ahli gizi, kandungan kacang hijau berdasarkan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan), dalam 100 gram kacang hijau mengandung energi 345 kkal, protein 22,2 gr, karbohidrat 62,9 gr, lemak total 1,2 gr, Vitamin A total 157 RE (retinol ekuivalen), thiamin 0,64 mg, vitamin C 6 mg, Vitamin B1 0,64mg, kalsium 125 mg, zat besi (Fe) 6,7 mg dan posfor 320 mg. Selain itu juga mengandung banyak asam amino esensial dan asam amino nonesensial. Kandungan nutrisi pada media kacang hijau ini sangat kompleks dan kaya gizi sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur A. fumigatus baik itu warna koloni, ukuran sel, kecepatan pertumbuhan, maupun mikroba bertahan hidup lebih lama Gandjar, et al (2006). Berdasarkan dari latar belakang tersebut, penulis mencoba meneliti apakah media dengan bahan baku utama kacang hijau dapat menjadi media alternatif pada pertumbuhan jamur Aspergillus fumigatus. Dengan menggunakan jamur Aspergillus fumigatus, sebagai salah satu contoh jamur yang kemungkinan dapat tumbuh berkembang pada media ini.
B. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Sampel yang digunakan adalah biji kacang hijau (Phaseolus radiatus L.). Jamur uji yang digunakan
dalam penelitian adalah Aspergillus fumigatus yang diperoleh dari PT. Biofarma Bandung. Prosedur yang dilakukan adalah: 1. Pembuatan ekstrak biji kacang hijau dengan berbagai konsentrasi (1%, 3%, 5%, 7%, dan 10%), kemudian dipadatkan dengan penambahan agar batang 3 gr pada masing-masing konsentrasi. Dilakukan sterilisasi pada suhu 1210C selama 15 menit menggunakan autoklaf. 2. Metode penanaman jamur pada media yang digunakan adalah single dot dengan cara ditanam jamur Aspergillus fumigatus menggunakan ose jarum dan ditusukkan di bagian tengah permukaan agar. Diinkubasi pada suhu kamar ± 250C, diamati pertumbuhan jamur Aspergillus fumigatus pada media kacang hijau dibandingkan dengan media SGA (Sabouraud Glukosa Agar) sebagai media kontrol. 3. Pembuatan kurva diameter koloni dengan data yang diperoleh dari besarnya diameter koloni Aspergillus fumigatus pada media kacang hijau dengan berbagai konsentrasi dan SGA sebagai media kontrol terhadap waktu inkubasi per 24 jam selama 26 hari. Data diolah secara statistik dengan menggunkan “Uji RegresiKolerasi”.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran diameter koloni jamur Aspergillus fumigatus pada media kacang hijau dan media SGA sebagai kontrol per 24 jam selama 26 hari, dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil pengamatan jamur A. fumigatus pada media kacang hijau dengan berbagai konsentrasi dan media SGA. Rata-rata diameter koloni (dalam mm) Inkubasi N0 per 24 jam KH 1% KH 3% KH 5% KH 7% KH 10% SGA 1 48 5,00 5,30 5,52 5,80 6,00 6,50 2 72 9,50 10,00 10,80 11,46 12,00 11,80 3 96 14,00 15,02 16,00 17,22 17,78 18,00 4 120 19,00 20,02 21,10 22,30 23,18 25,40 5 144 25,00 26,59 27,75 29,00 29,80 32,00 6 168 32,00 33,20 34,47 36,00 37,10 38,60 7 192 39,00 40,76 42,14 43,85 44,30 44,64 8 216 45,60 47,52 48,78 50,38 51,80 49,48 9 240 51,64 53,05 55,30 56,94 58,50 53,50 10 264 57,78 59,70 61,22 63,00 64,50 57,20 11 288 64,28 66,28 67,84 69,18 71,30 60,40 12 312 70,14 72,14 73,74 75,27 77,30 63,44 13 336 76,14 78,05 79,50 81,20 83,00 66,20 14 360 81,62 83,40 84,94 86,44 88,10 69,02
15 384 86,67 88,77 89,54 16 408 91,21 93,74 94,50 17 432 95,23 97,78 98,78 18 456 98,70 101,70 102,70 19 480 102,29 104,44 106,50 20 504 105,76 107,89 109,00 21 528 108,00 22 552 23 576 24 600 25 624 Keterangan : “-“ : diameter yang terbentuk > 109 mm
91,13 96,00 100,30 104,00 107,70 -
93,00 98,00 102,00 106,00 109,30 -
71,54 73,57 75,40 76,96 78,57 79,24 79,80 80,22 80,56 80,87 81,00
KH : kacang hijau Tabel 4.2 memperlihatkan adanya diameter jamur A. fumigatus yang ditandai dengan terbentuknya koloni A. fumigatus ini menandakan adanya pertumbuhan. Makin lama waktu inkubasi maka makin besar diameter koloni. Hal ini membuktikan bahwa media kacang hijau dapat menumbuhkan jamur A. fumigatus yang dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Analisis data yang diperoleh adalah diameter koloni A. fumigatus pada media kacang hijau dengan berbagai konsentrasi dan SGA selama 26 hari pengamatan, membentuk suatu kurva diameter koloni dapat dilihat pada Gambar 4.3.
(mm)
Waktu inkubasi (hari) Gambar 4.1 kurva diameter koloni A. fumigatus
Gambar 4.3 menunjukkan kurva pertumbuhan jamur A. fumigatus sampai dengan 624 jam pengamatan. Sumbu y menunjukkan besar diameter koloni dalam milimeter dan sumbu x menunjukkan lamanya waktu inkubasi. Semakin lama inkubasi maka semakin besar diameter koloni A. fumigatus yang terbentuk. Analisis korelasi berbagai konsentrasi kacang hijau terhadap SGA disajikan pada Tabel 4.2 sebagai berikut, Tabel 4.2 Analisis korelasi
SGA
Pearson
KH1
KH3
KH5
KH7
KH10
%
%
%
%
%
.981**
.982**
.984**
.985**
.986**
.000
.000
.000
.000
.000
19
19
19
19
19
Correlation Sig. (2-tailed) N
Keterangan : ** menandakan keeratan korelasi yang semakin kuat Hampir semua p value bernilai 0,000 lebih besar dari α (0,05), berarti hampir semua variasi konsentrasi kacang hijau mampu menumbuhkan jamur A. fumigatus secara signifikan dibandingkan pertumbuhan pada media SGA. Dilihat lebih jauh kedekatan korelasi dengan SGA yang paling tinggi adalah konsentrasi kacang hijau 10% dengan nilai 0,986. Nilai korelasi semakin mendekati angka 1, berarti semakin kuat keeratan konsentrasi kacang hijau terhadap media SGA. Penanaman jamur Aspergillus fumigatus pada berbagai konsentrasi kacang hijau (1%, 3%, 5%, 7%, dan 10%) yang diinkubasi pada temperatur kamar (250C) dalam waktu 48 jam memperlihatkan adanya pertumbuhan dengan ditandai terbentuknya koloni. Semakin hari koloni jamur ini semakin membesar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gandjar, et al (2006) bahwa salah satu parameter pertumbuhan adalah pertambahan volume sel, karena adanya pertambahan protoplasma dan senyawa asam nukleat yang melibatkan sintesis DNA dan pembelahan mitosis. Bertambahan volume sel tersebut adalah irreversibel, artinya tidak dapat kembali ke volume semula. Pada umumnya suatu koloni digunakan sebagai kriteria terjadinya pertumbuhan, karena massa sel tersebut berasal dari satu sel. Jadi sesuatu semula tidak terlihat, yaitu suatu spora atau konidia jamur, menjadi miselium atau koloni yang dapat dilihat. Jika suatu konidia atau spora jamur ditanam di atas agar dalam cawan petri, maka setelah satu
atau dua hari akan terlihat struktur berupa benang-benang pada permukaan agar, pemeriksaan mikroskopis membuktikan bahwa yang tumbuh adalah koloni jamur. Hasil dan pengamatan memperlihatkan adanya perbedaan diameter koloni pada media-media tersebut, diamati sampai hari ke-20 dimana diameter koloni menutupi cawan petri hingga tidak dapat diukur. Pada permukaan koloni tampak seperti tepung atau granula menandakan spora diproduksi secara berlimpah. Gambaran koloni pada media kacang hijau berwarna hijau tua. Spora yang dihasilkan pada media kacang hijau terlihat subur, semakin besar konsentrasi kacang hijau maka semakin subur spora yang dihasilkan. Dikarenakan media kacang hijau memiliki komposisi lengkap dengan kandungan gizi yang cukup tinggi. Kandungan kacang hijau berdasarkan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan), dalam 100 gram kacang hijau mengandung energi 345 kkal, protein 22,2 gr, karbohidrat 62,9 gr, lemak total 1,2 gr, Vitamin A total 157 RE (retinol ekuivalen), thiamin 0,64 mg, vitamin C 6 mg, Vitamin B1 0,64mg, kalsium 125 mg, zat besi (Fe) 6,7 mg dan posfor 320 mg. Selain itu juga mengandung banyak asam amino esensial dan asam amino nonesensial. Kandungan nutrisi pada media kacang hijau ini sangat kompleks dan kaya gizi sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur A. fumigatus baik itu warna koloni, ukuran sel, kecepatan pertumbuhan, maupun mikroba bertahan hidup lebih lama Gandjar, et al (2006). Ganjar, et al (2006) menyatakan bahwa kandungan yang kompleks dalam media kacang hijau menyebabkan jamur A. fumigatus membutuhkan waktu lebih lama untuk menguraikannya menjadi komponen-komponen sederhana yang dapat diserap sel dan digunakan untuk sintesis sel dan energi. Kondisi ini dipertegas oleh Moore-Landecker, (1996) yang menyatakan bahwa pada fase lag dimana sel-sel menyesuaikan dengan lingkungan dan pembentukan enzim-enzim untuk mengurai subrat lebih lama. Komposisi media SGA mengandung glukosa 4% dan pepton 1%, kandungan tersebut sangat sederhana sehingga jamur A. fumigatus lebih mudah mencerna nutrisi sehingga pertumbuhannya lebih cepat dapat dilihat pada hari ke-3 telah memasuki fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan sel yang sangat banyak dan aktivitas sel meningkat. Tetapi pada hari ke-21 memasuki fase stasioner dimana jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang horizontal. Sedangkan pada kacang hijau fase eksponensial dapat dilihat pada hari ke-5 dan terus hingga hari ke-20 fase eksponensial masih berlangsung. Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan uji regresi-korelasi adalah hampir semua p value bernilai 0,000 lebih besar dari α (0,05), berarti hampir semua variasi konsentrasi kacang hijau mampu menumbuhkan jamur A. fumigatus secara signifikan dibandingkan pertumbuhan pada media SGA. Dilihat lebih jauh kedekatan korelasi
dengan SGA yang paling tinggi adalah konsentrasi kacang hijau 10% dengan nilai 0,986. Nilai korelasi semakin mendekati angka 1, berarti semakin kuat keeratan konsentrasi kacang hijau terhadap media SGA. Untuk tumbuh dan berkembang, jamur membutuhkan nutrien dan faktor-faktor lingkungan yang sesuai. Nutrien berupa unsur-unsur atau senyawa kimia dari lingkungan digunakan sel sebagai konstituen kimia penyusun sel. Secara umum nurien yang diperlukan dalam bentuk karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, kalium, magnesium, natrium, kalsium, nutrien mikro (besi, mangan, zink, kobalt, molibdenum) dan vitamin. Karbon menempati posisi yang unik kerena semua organisme hidup memiliki karbon sebagai salah satu senyawa pembangun tubuh (Madigan et al., 2002, Dawes & Sutherland., 1992). Salah satunya adalah kacang hijau yang memiliki kandungan nutrisi bagi kelangsungan hidup jamur, sehingga jamur A. fumigatus tumbuh subur pada media ini. Menurut Moerniati, et al (2009) bahwa kacang hijau dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan mikroba lain seperti jamur Rhizopus-C1 yang dimanfaatkan hasil fermentasi dan dapat juga menumbuhkan bakteri probiotik (Lactobacillus bulgaricus & Streptococcus thermophilus). Jamur Aspergillus fumigatus termasuk mikroorganisme heterotrof karena tidak memiliki kemampuan untuk mengoksidasi senyawa karbon anorganik, atau senyawa karbon yang memiliki satu karbon. Senyawa karbon organik yang dapat dimanfaatkan jamur untuk membuat materi sel baru berkisar dari molekul sederhana seperti gula sederhana, asam organik, polimer rantai pendek dan rantai panjang mengandung karbon, hingga pada senyawa kompleks seperti karbohidrat, protein, lipid, dan asam nukleat (Gadd, 1988; Madiga et al., 2002) Setiap sel jamur mempunyai sedikitnya 1 nukleus dan membran nukleus, retikulum endoplasma, mitokondria, dan aparatus sekretorik. Jamur ini bersifat obligat atau fakultatif aerob. Mereka bersifat khemotropik, mensekresi enzim yang mendegradasi banyak varietas substrat organik menjadi nutrien yang dapat larut, yang kemudian diabsorbsi secara pasif atau diambil ke dalam sel melalui transfor aktif (Jawetz et al., 2005). Sebagian besar tubuh jamur adalah hifa berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan. Hifa berisi protoplasma yang dikelilingi oleh dinding yang kuat. Dinding sel memberi bentuk jamur dan melindungi isi sel dari lingkungan. meskipun kokoh dinding sel tetap bersifat permeabel untuk nutrien-nutrien yang diperlukan jamur bagi kehidupannya. Komponen penting dari dinding sel adalah kitin, suatu polisakarida yaitu polimer linear dari N-asetil-glukosamin. Bagian dalam dinding hifa mengandung glukan,
yaitu polisakarida yang larut dalam air dan glikoprotein (Alexopoulus et al., 1996; Carlile & Watkinson, 1994). Karbohidrat dan derivatnya merupakan substrat utama untuk metabolisme karbon pada jamur. Metabolisme karbohidrat memiliki dua peran penting, yaitu karbohidrat dapat dioksidasi menjadi energi kimia yang tersedia di dalam sel dalam bentuk ATP dan nukleotida phosphopyridine tereduksi. Selain itu karbohidrat menyediakan hampir semua karbon yang diperlukan untuk asimilasi konstituen sel jamur yang mengandung karbohidrat, lipid, protein, dan asam nukleat (Bilgrami & Verma, 1994). Metabolisme karbohidrat pada jamur diawali dengan tahap transfor, kecuali untuk di- atau trisakarda yang harus dihidrolisis terlebih dahulu di luar sel. Transport monosakarida melalui membran dilakukan oleh suatu protein transfor spesifik, yaitu permease (Flores et al., 2000). Banyak jamur dapat memanfaatkan di-, oligo- atau polisakarida, karena tidak memiliki kemampuan untuk menghidrolisis molekul-molekul besar tersebut. Dalam memperoleh dan menggunakan energi dilakukan proses kimia di dalam organisme hidup yaitu proses metabolisme, sehingga organisme dapat melaksanakan berbagai fungsi hidup. Ketika sel melakukan metabolisme, nutrien akan diubah ke dalam bentuk materi sel, energi, dan produk buangan (Bilgrami & Verma, 1994). Proses terlebut akan menyebabkan organisme tumbuh dan berkembang (Madigan et al., 2002) Jalur-jalur reaksi yang menyusun metabolisme dapat dibagi menjadi dua yaitu katabolisme dan anabolisme. Pada katabolisme, senyawa-senyawa kompleks diuraikan menjadi produk lebih sederhana. Energi yang dibebaskan di simpan dalam bentuk Adenosin Difosfat (ADP) dan fosfat. Dapat juga melalui reduksi koenzim Nikotinamid Adenin Dinukleotida (NADP+) menjadi Nikotinamid Adenin Dinukleotida Fosfat Hidrogen (NADPH). ATP dan NADPH adalah sumber energi untuk jalur-jalur anabolisme (Voet & Voet, 1995). Pada anabolisme berlangsung pembentukan senyawa-senyawa kompleks dari nutrien-nutrien sederhana yang berasal dari lingkungan. Apabila dihasilkan materi sel baru, maka anabolisme disebut juga sebagai biosintesis. Aktivitas pengurai dan sintesis, atau dismilasi dan asimilasi, saling terkait satu sama lain (Madigan et al., 2002).
D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa media kacang hijau dapat dijadikan alternatif untuk menumbuhkan jamur Aspergillus fumigatus. Adapun perbedaan koloni ternyata pada media kacang hijau tampak pertumbuhan jamur lebih subur. 2. Saran a. Media kacang hijau dapat diaplikasikan sebagai alternatif untuk pertumbuhan jamur A. fumigatus apabila media SGA tidak ada. b. Jamur uji yang dipergunakan sebaiknya lebih variatif, yaitu dengan menggunakan jamur dari spesies lain.
E. DAFTAR PUSTAKA Alexopoulos, C.J., C.W. Mims & M, Blackwell. 1996. Introductory mycologi. 4thed. John Wiley & Sons, Inc. New York, pp 868. Ali, I. 2008. Pertumbuhan Bakteri dan Suhu. (Online). Tersedia: http://www.iqbalali.com/2008/04/21/pertumbuhan-bakteri-dan-suhu. (10 maret 2010). Anonim, 1989. Bakteriologi Umum. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Bibiana, Wlay. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta. PT Raja Grapindo Persada. Bilgrami, K.S. & R.N. Verma. 1994. Physiologi of fungi. 2nded. Vikas Publishing House PVT Ltd., Delhi. Pp 507. Brooks, G. F, Jawetz, M & Adelberg. 2001. Medical Microbiology. 22th Ed. New York : Lange Medical brooks. Carlile, M.J & S.C, Watkinson. 1994. The fungi. Academic Press. London. Pp.482. Dawes, I.W & I.W. Sutherland. 1992. Microbial physiologi. 2nded. Blackwell scientific Publications, pp 289. Devise HC. 1987. Medically Important Fungi. 2 nd. New York. Farmacia. 2007. Saat Jamur Melakukan Invasi ke Paru. Edisi Mei 2007. Vol 6. No 10. Flores, C.L., C. Rodriguez, T. Petit & C. Gancedo.2000. Carbohydrate and energyyielding metabolism in non-conventional yeasts. FEMS Microbial Rev. 24: 507-529. Gadd, GM. 1988. Carbon nutrition and metabolism. Dalam: Berry, D.R(ed.) 1988. Physiology of industrial fungi. Blackwell Scientific Publications, Oxford, pp 21-25. Gandjar, I., Sjamsuridzal, W & Oetari, A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Hans, G.S. 1994. Mikrobiologi Umum. Edisi VI. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta. EGC. Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 1. Jakarta. Salemba Medika. Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 1982. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan. Edisi 14. Jakarta. EGC. Klapholz, A., Salomon, N., Perlman, D., Talavera, W. 1991. Aspergillus in the Acquired Immunodeficiency Syndrome. Chest:100:1614-18. Lisdiani, F. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Yogyakarta : Kanisius. Madigan, M.T., J.M. Martinko & J. Parker. 2002. Brock biology of microorganisms. 10th ed. Prentice Hall International Inc., Englewood Cliff.
Michael, J. Pelezar, JR. E, C, Schan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi I. Jakarta : UI Press. Moerniati, Si., Susilowati, A & Aspiyanto. 2009. Potensi Nonfiltrasi dalam Pemekatan Bakteri Asam Laktat Sbagai Probiotik Savory dari Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Terfermentasi oleh Rhizopus-C1. Pusat Penelitian Kimia-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Tanggerang. Agritech : Vol.29, No.3. Moore-Landecker, E. 1996. Fundamentals of the fungi. , E. 1996. Fundamentals of the fungi. 4th edition. Prentice Hall International, Inc., New Jersey, pp 576. O’Gorman, CM, Fuller HT, PS Dyer. 2009. Discovery of a sexual cycle in the opportunistic Fungal Pathogen Aspergillus fumigatus. Nature 457 (7228):47-14. Rukmana, R. 1997. Budidaya dan Pasca Panen Kacang Hijau. Yogyakarta : Kanisius. Soubani, A.C.P. 2002. The Klinik Spectrum of Pulmonary Aspergillosis. Chest:121:19881999. Sumarsih, S. 2007. Nutrisi dan Medium Kultur Mikroba. Yogyakarta. Susilo Jan. 2000. Parasit Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta : Gaya baru. Plantamor. 2008. Informasi Spesies. Tersedia: http://www.plantamor.com/index.php?plant =981. (19 Januari 2010). Voet, D. & J. Voet. 1995. Biochemistry. 2nded. John Wiley & Sons. Inc. new York: XVII + 1361 pp. Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Y, E, Bridson. 1995. The Oxoid Manual. 7 th edition. Alpharint. Alton. Hants. http://en.wikipedia.org/wiki/Aspergillus_fumigatus