ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI

Download HARY RACHMAT RIYADI. Analisis Strategi Pemasaran Pariwisata Pantai. Parangtritis Pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Kabupaten Bantul DIY. Di...

1 downloads 545 Views 639KB Size
ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

HARY RACHMAT RIYADI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA TSUNAMI DAN GEMPA BUMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, 31 Januari 2008

Hary Rachmat Riyadi C44104070

ABSTRAK HARY RACHMAT RIYADI. Analisis Strategi Pemasaran Pariwisata Pantai Parangtritis Pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Kabupaten Bantul DIY. Dibimbing oleh SUHARNO. Bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Negara Republik Indonesia, khususnya di kawasan pesisir pantai akhir-akhir ini, membuat banyak wisatawan takut untuk melakukan kunjungan wisata. Salah satu daerah wisata yang terkena dampak adalah Obyek Wisata Pantai Parangtritis. Adanya kejadian tersebut berdampak terhadap penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah Pantai Parangtritis. Padahal kalau dilihat daerah kawasan wisata Pantai Parangtritis pasca gempa bumi dan tsunami tidak mengalami kerusakan yang berarti, akan tetapi persepsi wisatawan yang memandang bahwa daerah OW Pantai Parangtritis merupakan daerah yang rawan bencana gempa, membuat daerah ini menjadi salah satu daerah yang dijauhi wisatawan untuk dikunjungi. Kurangnya promosi atau pemberian informasi ke publik tentang kondisi pariwisata Pantai Parangtritis merupakan salah satu faktor penyebab utama penurunan jumlah wisatawan. Dalam melakukan analisis strategi pemasaran peneliti menggunakan alat analisis berupa Matriks Internal Factor Evaluation (IFE), Matriks External Factor Evaluation (EFE), Matriks Internal-External (IE) dan juga Matriks SWOT (Strength, weakness, opportunities and threats). Dari hasil pengolahan data diperoleh kesimpulan bahwa kondisi internal Dinas Pariwisata Bantul berada pada posisi ratarata, begitu pula dengan kondisi eksternalnya juga berada pada posisi rata-rata. Sedangkan kondisi kepariwisataan obyek wisata Pantai Parangtritis pasca gempa bumi dan tsunami sedang mengalami kemunduran (bisa dilihat dari penurunan jumlah kunjungan wisatawan), akan tetapi uniknya persaingan antara industri wisata yang dihadapi oleh Dinas Pariwisata Bantul tidak terlalu mempengaruhi kinerja dinas atau tidak terlalu significant. Kemudian dari hasil analisis SWOT didapatkan bahwa alternatif strategi pemasaran yang paling tepat adalah melakukan kerjasama dengan agen-agen perjalanan dalam memasarkan produk, dan juga dengan mempromosikan kondisi saat ini dari obyek wisata Pantai Parangtritis melalui media publikasi seperti media cetak, media elektronik maupun internet yang intinya memberitahukan bahwa pantai parangtritis saat ini aman untuk dikunjungi. Penulis menyarankan dalam pembuatan materi promosi diharapkan pihak pengelola dapat memberikan pesan-pesan yang dapat meyakinkan wisatawan sehingga mau berkunjung ke obyek wisata Pantai Parangtritis, seperti dengan memasukkan data jumlah personel keamanan (life guard), jumlah peralatan keselamatan, dan juga sistem informasi peringatan dini untuk bencana gempa bumi dan tsunami. Kata kunci : Pariwisata, Strategi Pemasaran.

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Oleh HARY RACHMAT RIYADI C44104070

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

SKRIPSI Judul Skripsi

: Analisis Strategi Pemasaran Pariwisata Pantai Parangtritis Pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Kabupaten Bantul DIY

Nama Mahasiswa

: Hary Rachmat Riyadi

NRP

: C44104070

Program Studi

: Manajemen Bisnis Dan Ekonomi Perikanan-Kelautan

Disetujui, Pembimbing

Dr.Ir. Suharno, M.Adev. NIP. 131 649 403

Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

Tanggal Lulus : 31 Januari 2008

KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Analisis Strategi Pemasaran Pariwisata Pantai Parangtritis Pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Kabupaten Bantul DIY”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi alternatif pemasaran wisata Pantai Parangtritis. Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan Oktober 2007. Pada kesempatan ini saya ucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan, hingga usulan penelitian ini selesai ditulis, terutama kepada Bapak Dr.Ir. Suharno, M.Adev selaku dosen pembimbing skripsi dan juga Bapak Prof.Dr.Ir. Tridoyo Kusumastanto,Ms. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi, juga kepada orangtua dan keluarga atas segala dukungannya dan kawan-kawan yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Selain itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Narni Farmayanti, M.Sc dan Bapak Ir. Gatot Yulianto, M.Si atas kesediaannya menjadi Tim Penguji. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan atau menggunakannya.

Bogor, 31 Januari 2008

Hary Rachmat Riyadi

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 21 Juni 1985 dari Bapak yang bernama (alm) Abdul Hamid dan Ibu Fatukah. Penulis merupakan putra ke delapan dari delapan bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU 39 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam aktifitas organisasi mahasiswa yaitu sebagai Sekretaris HIMASEPA (20062007), Ketua Himpunan Alumni SMU 39 Jakarta untuk IPB (2005-2006) dan Wakil Ketua Seminar Nasional Undang-undang Perikanan (2006). Penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul ”Analisis Strategi Pemasaran Pariwisata Pantai Parangtritis Pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Kabupaten Bantul DIY”.

Hak cipta milik Hary Rachmat Riyadi, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, microfilm, dan sebagainya

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................

i

DAFTAR GAMBAR......................................................................................

ii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

iii

I. PENDAHULUAN .......................................................................................

1

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah.............................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................. 1.4. Kegunaan Penelitian.............................................................................

1 2 4 4

II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................

6

2.1. Manajemen Pemasaran......................................................................... 2.2. Sttrategi Pemasaran .............................................................................. 2.3. Analisis Lingkungan Eksternal ............................................................ 2.3.1. Faktor politik .............................................................................. 2.3.2. Faktor Ekonomi.......................................................................... 2.3.3. Faktor Sosbud dan Lingkungan.................................................. 2.3.4. Faktor Teknologi ........................................................................ 2.3.5. Faktor Persaingan....................................................................... 2.4. Pembobotan Faktor Penentu Eksternal................................................. 2.5. Analisis Lingkungan Internal ............................................................... 2.5.1. Operasi Manajemen.................................................................... 2.5.2. Keuangan dan Akuntansi ........................................................... 2.5.3. Produksi dan Operasi ................................................................. 2.5.4. Penelitian dan Pengembangan.................................................... 2.5.5. Sistem Informasi Manajemen..................................................... 2.5.6. Pasar dan Pemasaran .................................................................. 2.6. Pembobotan Faktor Penentu Internal ................................................... 2.7. Matriks Evaluasi Faktor Internal.......................................................... 2.8. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal ....................................................... 2.9. Matriks Internal-Eksternal.................................................................... 2.10. Analisis SWOT................................................................................... 2.11. Pariwisata ........................................................................................... 2.11.1. Definisi dan Klasifikasi Wisatawan....................................... 2.11.2. Industri Pariwisata ................................................................. 2.11.3. Pariwisata Bahari ................................................................... 2.12. Pemasaran Pariwisata ......................................................................... 2.13. Bauran Pemasaran .............................................................................. 2.13.1. Bauran Produk .......................................................................

6 7 8 8 9 9 10 10 13 14 14 15 15 15 16 16 17 17 18 18 19 20 21 23 24 25 25 25

Halaman 2.13.2. Bauran Harga ......................................................................... 2.13.3. Bauran Promosi...................................................................... 2.13.4. Bauran Tempat....................................................................... 2.14. Penelitian Terdahulu...........................................................................

27 28 29 31

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI .................................................

37

IV. METODOLOGI.......................................................................................

40

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................ 4.2. Metode Penelitian................................................................................. 4.3. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 4.4. Metode Penentuan Responden ............................................................. 4.5. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data.................................................

40 40 41 42 43 44

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN .................................. 5.1. Gambaran Umum Pantai Parangtritis................................................... 5.1.1. Letak, Luas, dan Batas Desa Parangtritis................................... 5.1.2. Keadaan Alam Pantai Parangtritis.............................................. 5.1.3. Penduduk Desa Parangtritis ....................................................... 5.2. Gambaran Umum Pengelola Pantai Parangtritis .................................. 5.2.1. Visi dan Misi Pengelola ............................................................. 5.2.2. Struktur Organisasi Pengelola.................................................... 5.2.3. Produk Wisata Yang Ditawarkan ............................................... 5.3. Kondisi OW Pantai Parangtritis Pra Gempa Bumi .............................. 5.3.1. Keadaan Umum Daerah Wisata Pra Gempa Bumi .................... 5.3.2. Strategi Pemasaran Pengelola Pra Gempa dan Tsunami............ 5.4. Kondisi OW Pantai Parangtritis Pasca Gempa Bumi........................... 5.4.1. Keadaan Umum Daerah Wisata Pasca Gempa .......................... 5.4.2. Strategi Pemasaran Pengelola Pasca Gempa..............................

56 56 56 56 57 59 60 60 64 65 65 65 68 68 69

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................

75

6.1. Analisis Lingkungan Internal ............................................................... 6.1.1. Pasar dan Pemasaran .................................................................. 6.1.2. Keuangan dan Akuntansi ........................................................... 6.1.3. Produksi dan Operasi ................................................................. 6.1.4. Aspek Pengelolaan ..................................................................... 6.1.5. Penelitian dan Pengembangan.................................................... 6.1.6. Sistem Informasi ........................................................................ 6.2. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan ................................................. 6.2.1. Kekuatan pengelola .................................................................... 6.2.2. Kelemahan Pengelola................................................................. 6.3. Matriks IFE...........................................................................................

75 75 78 79 82 83 84 84 84 86 87

Halaman 6.4. Analisis Lingkungan Eksternal ............................................................ 6.4.1. Faktor Politik.............................................................................. 6.4.2. Faktor Ekonomi.......................................................................... 6.4.3. Faktor Sosial, Budaya dan Lingkungan ..................................... 6.4.4. Faktor Teknologi ........................................................................ 6.4.5. Faktor Persaingan....................................................................... 6.5. Identifikasi Peluang dan Ancaman....................................................... 6.5.1. Peluang ....................................................................................... 6.5.2. Ancaman..................................................................................... 6.6. Matriks EFE ......................................................................................... 6.7. Matriks Internal-Eksternal (IE) ............................................................ 6.8. Matriks Strategi Berdasarkan Analisis SWOT..................................... 6.8.1. Strategi Strengths-Opportunity (SO).......................................... 6.8.2. Strategi Weakness-Opportunity (WO) ....................................... 6.8.3. Strategi Strengths-Threats (ST) ................................................. 6.8.4. Strategi Weakness-Threats.........................................................

89 89 90 92 93 94 95 95 95 96 98 99 100 102 103 104

VII. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 106 7.1. Kesimpulan........................................................................................... 106 7.2. Saran .................................................................................................... 109 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 112 LAMPIRAN.................................................................................................... 114

DAFTAR TABEL Halaman 1. Matriks Internal-Eksternal .............................................................................. 19 2. Penilaian Bobot Faktor Penentu Persaingan ................................................... 45 3. Contoh Penilaian Rating Faktor Penentu Persaingan...................................... 46 4. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Perusahaan .................................... 49 5. Matriks IFE ..................................................................................................... 50 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Perusahaan. ................................ 51 7.

Matriks EFE .................................................................................................... 53

8. Matriks IE ....................................................................................................... 54 9. Matriks SWOT ................................................................................................ 55 10. Jumlah Penduduk Desa Parangtritis Berdasarkan Kelompok Umur............... 57 11. Jumlah Penduduk Desa Parangtritis Berdasarkan Tingkat Pendidikan .......... 58 12. Matriks IFE Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul ........................................... 88 13. Matriks EFE Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul .......................................... 97 14. Matriks Strategi Berdasarkan Analisis SWOT ............................................... 99

3

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kekuatan Yang Mempengaruhi Persaingan Industri ...................................... 11 ......................................................................................................................... 2. Pariwisata Sebagai Industri ............................................................................. 24 3. Kerangka Pendekatan Studi ............................................................................ 39 4. Susunan Dinas dan Organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul .............. 63 5. Matriks Internal - Eksternal ............................................................................ 98

4

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Obyek Wisata Pantai Parangtritis............................................................ 114 2. Penentuan Bobot Strategis Internal................................................................. 115 3. Penentuan Bobot Strategis Eksternal .............................................................. 116 4. Faktor Strategis Internal Rata-Rata................................................................. 117 5. Faktor Strategis Eksternal Rata-Rata .............................................................. 118 6. Foto-Foto Kawasan Obyek Wisata Pantai Parangtritis................................... 119

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi kelautan Negara Republik Indonesia yang sangat besar merupakan peluang yang sangat berharga dan sudah sepatutnya dikelola secara optimal agar bangsa Indonesia ini dapat bangkit menjadi Negara yang besar. Pengelolaan yang optimal menjadi kata kunci penting yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh. Hal ini berarti sumberdaya kelautan harus dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan tetap menjaga kelestariannya. Salah satu pemanfaatan dari sumberdaya kelautan adalah sektor pariwisata yang mengandalkan nilai estetika atau keindahan lingkungan. Keindahan alam memiliki nilai ekonomis yang tinggi apabila dikelola dengan cermat dan tepat. Hal ini perlu didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas, sebagai sentral dari sistem pengelolaan suatu wilayah menjadi daerah objek wisata yang menjual. Objek dan daya tarik wisata dalam Undang-Undang Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata atau disebut juga attractions yang berarti segala sesuatu yang memiliki daya tarik, baik benda yang berbentuk fisik maupun nonfisik. Dari definisi tersebut, maka objek wisata dan daya tarik wisata dapat berupa: 1. Ciptaan Tuhan (The Creation of God), berwujud keadaan alam serta flora dan fauna. 2. Hasil karya dan budaya manusia (The Creation of Human Being), yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata bahari, wisata baru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan. Salah satu objek wisata bahari yang terkenal adalah Pantai Parangtritis yang terletak di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain keindahan alamnya, letaknya yang strategis yaitu berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga memberikan nilai lebih dari objek wisata ini, mengingat DI Yogyakarta merupakan salah satu kota kebudayaan dan pendidikan di Indonesia.

2

Bencana yang akhir-akhir ini menimpa Yogyakarta khususnya daerah Bantul dan sekitarnya, membuat para wisatawan takut untuk berkunjung ke objek wisata Pantai Parangtritis. Hal ini seharusnya dapat menjadi suatu tantangan bagi pihak pengelola objek wisata tersebut mengenai bagaimana cara mengembalikan kepercayaan dan minat para wisatawan terhadap objek wisata Pantai Parangtritis. Tantangan ini menuntut pengembangan bisnis yang baik dan berkelanjutan. Salah satu strategi dalam menjawab tantangan tersebut adalah dengan mengembangkan strategi pemasaran yang diharapkan dapat menarik kembali wisatawan dan juga dapat mengembalikan image pariwisata Pantai Parangtritis yang aman dan nyaman. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi pemasaran yang baik dan berguna bagi kemajuan objek wisata Pantai Parangtritis. Strategi pemasaran yang baik sudah tentu berangkat dari basis analisis yang baik. Analisis yang harus dilakukan terkait dengan penyusunan strategi pemasaran antara lain adalah analisis faktor-faktor internal, eksternal, persaingan industri dan analisis SWOT. Analisis ini penting dilakukan agar pengelola mampu menghadapi pesaing sekaligus mencapai target yang ingin dicapai. 1.2. Perumusan Masalah Faktor keamanan dan kenyamanan merupakan faktor yang paling utama dalam dunia pariwisata, mengingat tujuan seorang wisatawan untuk melakukan perjalanan ke daerah wisata adalah untuk menenangkan diri atau me-refresh diri. Apabila terjadi gangguan pada kondisi keamanan dan kenyamanan di daerah wisata maka otomatis minat dari para wisatawan untuk berkunjung ke daerah tersebut menjadi berkurang. Pantai Parangtritis sebagai objek wisata bahari, kini dihadapkan pada situasi yang amat pelik. Adanya musibah gempa bumi dan tsunami yang melanda daerah tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke obyek wisata Pantai Parangtritis. Data tahun 2006 (saat gempa bumi dan tsunami) menunjukkan jumlah pengunjung sebesar 816.917 orang, sementara pada tahun 2005 (sebelum bencana gempa bumi dan tsunami terjadi) jumlah

3

pengunjung yang datang sebanyak 1.341.931 orang, terjadi penurunan jumlah pengunjung sebesar 40%. Pada tahun 2007 jumlah kunjungan wisatawan sampai dengan bulan Mei hanya 283.495 orang, hal ini apabila tidak disikapi dengan cermat akan merugikan pihak pengelola, mengingat masih banyak para pesaing dalam pariwisata yang siap menarik minat customer atau dalam hal ini wisatawan. Pesaing yang menawarkan jasa pariwisata bahari semakin bertambah tiap tahunnya. Selain penambahan kuantitas, pesaing-pesaing ini pun semakin meningkat kualitasnya. Pesaing ini pun tidak hanya datang dari dalam negeri saja, tetapi sudah datang dari negara-negara lain di seluruh dunia. Hal ini wajar, mengingat perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat memungkinkan wisatawan mendapatkan informasi mengenai objek-objek wisata bahari di seluruh dunia. Oleh karena itu pengelola objek wisata Pantai Parangtritis, haruslah mulai berfikir global dalam merancang strategi pemasarannya. Selain menganalisis ancaman dari pesaing, pengelola objek wisata ini juga harus menganalisis dan menangani lingkungan internalnya, seperti melakukan perbaikan image terhadap objek wisata Pantai Parangtritis yang berguna dalam mengembalikan tingkat kepercayaan wisatawan terhadap aspek keamanan dan kenyamanan daerah wisata tersebut. Kemudian, pengelola harus menganalisis kondisi lingkungan eksternal untuk mengetahui ancaman dari luar, baik yang sudah terjadi maupun ancaman yang bersifat potensial. Analisis lingkungan eksternal memungkinkan pengelola untuk mengetahui peluang apa saja yang bisa dipergunakan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Analisis internal dan eksternal dapat diketahui dari stakeholders yang terkait karena stakeholders tersebut merupakan orang/badan yang berperan untuk mengambil suatu kebijakan atas strategi pemasaran yang ditetapkan. Berangkat dari kepentingan tadi, pihak pengelola dapat menyusun alternatif-alternatif strategi pemasaran yang tepat. Berdasarkan uraian di atas, bisa dirumuskan beberapa issue yang perlu mendapat jawaban. Ini merupakan permasalahan dalam penelitian ini :

4

1. Kondisi kepariwisataan di objek wisata Pantai Parangtritis saat ini 2. Faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal apa saja yang mempengaruhi strategi pemasaran wisata Pantai Parangtritis 3. Kondisi persaingan pariwisata yang dihadapi oleh pihak pengelola Pantai Parangtritis (Dinas Pariwisata Bantul) 4. Bagaimana alternatif strategi pemasaran yang tepat dan efektif bagi pemasaran paket wisata bahari Pantai Parangtritis. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang ingin dicapai lewat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui kondisi Industri Kepariwisataan Pantai Parangtritis saat ini pasca kejadian tsunami dan gempa, bulan Mei 2006. 2. Menganalisis kondisi lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap strategi pemasaran wisata Pantai Parangtritis 3. Menganalisis kondisi persaingan wisata yang dihadapi oleh Pengelola Wisata Pantai Parangtritis. 4. Menyusun dan merekomendasikan konsep strategi pemasaran wisata yang tepat bagi obyek wisata Pantai Parangtritis di Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang terkait antara lain : 1. Industri pariwisata, khususnya pihak pengelola Objek Wisata Pantai Parangtritis. 2. Dunia akademik, sebagai informasi ilmiah yang bisa dijadikan bahan kajian lebih lanjut.

5

Bagi pihak pengelola wisata Pantai Parangtritis, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai input untuk merumuskan kebijakan pengelolaan yang mampu mengoptimalkan potensi ekonomi kelautan dengan mengembalikan citra pariwisata seperti sebelum terjadi bencana tsunami dan gempa bumi (27 Mei 2006), atau bahkan lebih dari sebelumnya. Sedangkan untuk dunia akademik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi ilmiah yang bisa dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut.

II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori yang terkait dengan topik riset, apa isi teori tersebut, dan bagaimana teori tersebut dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan riset yang sedang diteliti. Selain itu dalam bab ini juga tertuang penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan topik yang diteliti. Dalam bab ini tertuang teori-teori manajemen pemasaran, strategi pemasaran, cara menganalisis lingkungan eksternal dan internal dengan matriks IFE (internal factor evaluation), matriks EFE (external factor evaluation), dan matriks IE (internal-external), alat untuk menyusun strategi pemasaran yaitu dengan menggunakan analisis SWOT. Selain itu dijelaskan pula teori tentang pariwisata dan wisatawan yang didalamnya mencakup industri pariwisata dan pariwisata bahari, pemasaran pariwisata, bauran pemasaran yang menjadi inti dari konsep pemasaran dan studi terdahulu. Teori – teori ini digunakan untuk mendukung penelitian yang akan dilakukan. Dengan adanya teori – teori ini diharapkan akan mempermudah untuk memahami isi dari keseluruhan skripsi ini. 2.1. Manajemen Pemasaran Aturan utama dalam berbisnis adalah bagaimana bisnis yang dijalankan harus menghasilkan keuntungan sebesarnya-besarnya (maksimisasi laba), secara berkelanjutan (sustainable profit). Seorang produsen harus berupaya sebisa mungkin agar produknya, baik itu barang atau jasa, dapat menghasilkan keuntungan bagi dirinya. Produsen tidak bisa begitu saja menghasilkan produk, untuk kemudian dilempar ke pasar, tanpa memiliki pengetahuan tentang apa yang sebenarnya dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen. Mereka harus memikirkan produk apa yang tepat, sesuai dengan keahlian yang dimiliki si produsen, yang diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen. Kemudian produsen juga harus memikirkan bagaimana caranya agar produknya itu bisa diterima oleh konsumen secara luas. Selain itu, kondisi dunia bisnis sekarang yang penuh dengan persaingan menuntut tiap-tiap produsen untuk berupaya sangat keras, agar bisa

7

meraih konsumen sebanyak mungkin, yang pada akhirnya akan menghasilkan laba yang tinggi. Melihat kondisi tersebut, pemasaran menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam dunia bisnis.pemasaran memegang peranan penting, supaya produk yang dihasilkan oleh produsen, adalah produk yang sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen, dan produk tersebut bisa sampai ke tangan konsumen. Namun pemasaran tidak sekadar menyalurkan lalu menjual produk kepada konsumen. Tetapi mencakup semua tahapan dari produksi sampai layanan purna jual, dimana masing-masing saling terintegrasi satu sama lain. Kotler (2000) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pengertian senada diberikan oleh American Marketing Association (AMA 1995 diacu dalam Kotler 2000), bahwa manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsep, pemberian harga, promosi, dan pendistribusian ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan individu dan tujuan organisasi. Berdasarkan dua definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pemasaran memang suatu konsep terintegrasi, mulai dari proses perencanaan, penciptaan barang sampai tahap penjualan barang. Jika mengacu pada kondisi sekarang, maka pelayanan purna jualpun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemasaran. Produsen sudah seharusnya memanage aktifitas pemasarannya agar dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. 2.2. Strategi pemasaran Kotler (2000) mengemukakan bahwa strategi pemasaran adalah sekumpulan prinsip-prinsip dasar yang melandasi menajer pemasaran untuk mencapai tujuan bisnis dan pemasaran yang ditetapkan pada pasar sasaran tertentu. Sedangkan Ferrel, Lucas, dan Luck (1994) mendefinisikan strategi pemasaran sebagai panduan dari metode-metode dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan dari perusahaan pada target pasar yang spesifik.

8

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa strategi pemasaran merupakan panduan atau prinsip-prinsip yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan perusahaan, dimana panduan ini mencakup metode dan sumber daya apa saja yang dibutuhkan. Lebih lanjut lagi, Ferrel Lucas dan Luck (1994) mengungkapkan bahwa proses perencanaan strategi pemasaran mencakup : 1. Identifikasi atau perumusan sasaran dan tujuan dari organisasi 2. Identifikasi atau perumusan strategi pada level korporat 3. Identifikasi atau perumusan sasaran dan tujuan pemasaran 4. Identifikasi atau perumusan strategi pemasaran 5. Identifikasi atau perumusan rencana pemasaran. 2.3. Analisis Lingkungan Eksternal Hermawan Kertajaya (2005) mengungkapkan bahwa analisis lingkungan eksternal dibagi menjadi lima aspek, yaitu analisa perkembangan teknologi, perubahan politik-regulasi, perubahan sosial-budaya, perubahan ekonomi dan perubahan pasar. Sementara David (2004) mengatakan bahwa lingkungan eksternal terdiri dari; (1) kekuatan ekonomi; (2) kekuatan sosial, budaya, demografi, dan lingkungan; (3) kekuatan politik, pemerintah dan hukum; (4) kekuatan teknologi; (5) kekuatan kompetitif. 2.3.1 Faktor politik Faktor ini merupakan faktor yang memiliki pengaruh yang sangat besarpada sektor usaha. Ketidak stabilan politik akan mengarah kepada kondisi yang jauh dari kondusif bagi dunia usaha. Serangkaian kasus bom di Indonesia yang memukul dunia usaha adalah satu contoh kecil bagaimana stabilitas politik sangat diperlukan bagi dunia usaha. Kertajaya (2005) mengungkapkan ketika akan memasarkan suatu daerah, maka seorang pemasar harus meninjau karakteristik dan prilaku dari sistem politik yang berlaku. Ini mencakup ideologi, hukum, badan pemerintah, peradilan, dan perundangan yang berlaku. Selain itu pemasar harus meninjau pengaturan institusi politik negara seperti lembaga pemilihan umum, eksekutif, legislative, yudikatif

9

dan kelompok-kelompok penekan (pressure group). Pemasar juga harus mengkaji pengaruh perkembangan politik global termasuk didalamnya pengaruh dari lembaga-lembaga politik internasional seperti PBB, G7, WTO dan lainnya pada perkembangan politik Negara dan daerah. 2.3.2 Faktor Ekonomi Faktor ekonomi terkait dengan karakteristik perekonomian ditempat suatu perusahaan atau organisasi berada. Faktor ekonomi mempengaruhi pelaku usaha, baik dari segi biaya-biaya yang dikeluarkan, maupun daya beli konsumen. Sebagai contoh, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) akan menaikan biaya produksi bagi sebuah restorant dan hotel, tetapi disisi lain akan mengurangi daya beli konsumen karena alokasi pendapatan untuk makan di restoran, dan menginap di hotel bisa jadi dialihkan untuk pengeluaran belanja BBM dan listrik. Faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain tingkat pendapatan, tingkat inflasi, suku bunga, kebijakan fisikal pemerintah, harga dan sebagainya. 2.3.3. Faktor Sosial Budaya, Demografi dan Lingkungan Perusahaan dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kultur, norma dan nilai yang dianut oleh masyarakat pada tempat dimana perusahaan itu berada. Selain itu faktor sosial juga berpengaruh kepada pasar target dalam hal ini terhadap konsumen. Karena selain oleh faktor budaya, psikologi, pribadi dan budaya, prilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan,keluarga serta peran dan status sosial (kotler, 2000). Faktor sosial merupakan faktor yang dinamis sehingga cenderung berubah dari waktu ke waktu. Faktor lingkungan dan alam adalah faktor yang tidak dapat diabaikan, karena faktor inilah yang mempengaruhi kehidupan manusia secara keseluruhan. Setiap perubahan pada lingkungan akan secara langsung ataupun tidak langsung berakibatpada kehidupan manusia. 2.3.4. Faktor Teknologi Palfreman (1999) menyatakan bahwa perubahan teknologi menunjukkan bahwa manusia selalu mencari cara baru yang biasanya lebih murah dalam

10

memproduksi sesuatu. Setiap pelaku usaha harus selalu memperbaharui pengetahuannya mengenai perkembangan teknologi yang terbaru. Hal ini menjadi sebuah keharusan ketika pelaku usaha menghadapi situasi persaingan yang akan memacu setiap pelaku untuk menjadi lebih unggul dari yang lain. Dinamika perkembanganteknologi semakin tampak pada industri yang produk utamanya terkait erat dengan teknologi, seperti industri telekomunikasi dan transportasi. 2.3.5. Faktor Persaingan (Kompetitif) Lingkungan industri merupakan bagian dari lingkungan eksternal yang menghasilkan komponen-komponen yang secara normal memiliki implikasi yang relatif lebih spesifik dan langsung terhadap operasional perusahaan (syahroni,2005). Oleh karena itu, setiap pelaku didalam industri harus mampu untuk menganalisa dan mengantisipasi setiap perubahan dari lingkungan ini. Struktur perekonomian sekarang telah menempatkan setiap perusahaan kedalam situasi persaingan yang sengit. Lingkungan industri yang sekarang ditempati oleh semua perusahaan adalah lingkungan yang sarat dengan kompetisi dan aktivitas saling mengalahkan. Sehingga mau tidak mau setiap perusahaan harus bersaing dengan kompetitor di dalam industri agar bisa tetap bertahan. Lebih lanjut lagi, tekanan persaingan ini telah mendorong setiap pelaku untuk mengerahkan segala macam upaya agar mampu menjadi yang terdepan didalam industtrinya. Porter (1997) mengatakan bahwa intensitas persaingan didalam industri ditentukan oleh masuknya (1) pendatang baru, (2) ancaman produk baru pengganti, (3) kekuatan tawar menawar pembeli, (4) kekuatan tawar menawar pemasok dan (5) persaingan antara pesaing yang ada. Kelima kekuatan persaingan diatas secara bersama-sama menentukan intensitas persaingan dan kemampuan untuk meraih laba didalam industri.

11

Pendatang Baru Ancaman masuknya pendatang baru Para Pesaing Industri Pemasok Kekuatan tawar – Menawar pemasok

Pembeli Persaingan diantara perusahaan yang ada

Kekuatan tawar menawarpembeli Ancaman produk / jasa substitusi

Produk Substitusi

Gambar 1. Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri Sumber : Porter (1997)

(1) Ancaman Masuknya Pendatang Baru Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar, serta seringkali juga sumberdaya yang besar. Akibatnya harga dapat menjadi turun atau biaya membengkak sehingga mengurangi kemampuan untuk memperoleh laba. Tindakan akuisisi kedalam suatu industri dengan tujuan membangun posisi pasar barangkali harus dipandang sebagi pendatang baru meskipun tidak menciptakan suatu lingkungan yang benar – benar baru. Ancaman masuknya pendatang baru kedalam industri tergantung dari rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh si pendatang baru. Jika rintangan besar atau pendatang baru memperkirakan bahwa perlawanan dari pelaku lama akan keras, maka ancaman akan cenderung rendah (Porter 1997). (2) Ancaman dari Produk Substitusi Semua perusahaan dalam suatu industri bersaing, dalam arti luas, dengan industri – industri yang menghasilkan produk pengganti. Produk pengganti membatasi laba potensial dari industri dengan menetapkan harga pagu (ceiling

12

price) yang dapat diberikan oleh perusahaan dalam industri. Makin menarik harga alternatif yang ditawarkan oleh produk pengganti, makin ketat pembatasan laba industri (Porter 1997). (3) Kekuatan Tawar Menawar Pembeli Pembeli bersaing dengan cara memaksa harga turun, tawar – menawar untuk mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik, serta berperan sebagai pesaing satu sama lain, semuanya dengan mengorbankan kemampuan untuk meraih laba dari industri. Kekuatan dari tiap kelompok pembeli dalam industri tergantung pada sejumlah karakterisitik situasi pasarnya dan pada kepentingan relatif penbeliannya dari industri yang bersangkutan dibandingkan dengan keseluruhan bisinis pembeli tersebut (Porter 1997). (4) Kekuatan Tawar Menawar Pemasok Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar - menawar terhadap para peserta industri dengan mengancam akan menaikkan harga atau menurunkan mutu produk atau jasa yang dibeli. Pemasok yang kuat karenanya dapat menekan kemampuan meraih laba dari industri yang tidak dapat mengimbangi kenaikan harga (Porter 1997). (5) Persaingan Sesama Perusahaan dalam Industri Rivalitas di kalangan pesaing yang ada berbentuk perlombaan untuk mendapatkan posisi dengan menggunakan taktik – taktik seperti persaingan harga, perang iklan, introduksi produk, dan meningkatkan pelayanan atau jaminan pelanggan. Persaingan terjadi karen asatu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Pada kebanyakan industri, gerakan persaingan oleh satu perusahaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap para pesaingnya dan dengan demikian dapat mendorong perlawanan atau usaha untuk menandingi gerakan tersebut, artinya perusahaan – perusahaan saling tergantung satu sama lain (mutually dependent) (Porter 1997). Aspek dalam persaingan yang harus diketahui oleh setiap perusahaan adalah seberapa besar intensitas persaingan yang terjadi dalam industri. Dengan mengetahui seberapa besar intensitas persaingan, maka suatu perusahaan dapat menyusun strategi bersaing yang tepat. Metode yang digunakan dalam

13

menganalisis intensitas persaingan ini pada dasarnya sama dengan metode untuk menganalisa lingkungan internal dan eksternal. 2.4. Pembobotan Faktor Penentu Eksternal Penentuan bobot faktor penentu eksternal dilakukan dengan menggunakan metode “paired comparison” (Kinnear dan Tylor, 1991). Pembobotan bertujuan untuk mengkuantifikasi faktor-faktor eksternal yang telah dianalisis. Rentang nilai bobot yang digunakan adalah satu sampai tiga. Aturan yang digunakan dalam pengisian kolom adalah : 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada faktor vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor 1996, diacu dalam Syahroni).

ai = keterangan : ai = Bobot variabel ke i xi = Nilai variabel ke i i = 1,2,3,…,n n = Jumlah variabel

Hasil penjumlahan bobot dari semua faktor strategis internal harus sama dengan 1,0. Bobot dari masing-masing faktor akan digunakan dalam matriks EFE. 2.5. Analisis Lingkungan Internal David (2004) mengatakan bahwa analisis internal membutuhkan pengumpulan, asimilasi, dan evaluasi tentang operasi perusahaan. Analisis internal berguna untuk mengetahui aspek kekuatan dan kelemahan yang merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan (critical success factors). Hal ini juga disampaikan oleh Kertajaya (2005) yang mengatakan bahwa salah satu langkah dalam analisis internal dalam konteks daerah, adalah menentukan critical success factors.

14

2.5.1. Operasi Manajemen Fungsi manajemen terdiri dari lima aktivitas dasar : perencanaan, pengorgabisasian, pemberian motivasi, pengelolaan staf, dan pengendalian. Perencanaan terdiri atas semua aktivitas yang terkait dengan persiapan masa depan. Pengorganisasian mencakup semua aktivitas manajerial yang menghasilkan struktur pekerjaan dan hubungan otoritas. Pemotivasian melibatkan usaha yang diarahkan untuk membentuk prilaku manusia. Pengelolaan staf mencakup aktivitas perekrutan, pengujian, penyeleksian, pengeorientasian, pelatihan, pengembangan, pemberian perhatian, pengevaluasian, pengkompensasian, pendisiplinan, promosi, pemindahan, pendemosian, dan pemecatan karyawan, serta juga pengelolaan hubungan dengan serikat pekerja. Pengendalian mengacu pada semua aktivitas manajerial yang diarahkan untuk memastikan bahwa hasil aktual konsisten dengan hasil yang direncanakan. Aktivitas pengelolaan staf memainkan peran penting dalam usaha implementasi strategi, sehingga manajer sumberdaya manusia menjadi lebih aktif terlibat dalam proses manajemen strategis. Adalah penting untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam area pengelolaan staf (David, 2004). 2.5.2. Keuangan dan Akuntansi Kondisi keuangan sering kali dianggap sebagai satu ukuran terbaik untuk posisi kompetitif dan daya tarik keseluruhan suatu perusahaan. Menentukan kelemahan dan kekuatan keuangan suatu organisasi merupakan hal yang penting guna memformulasikan strategi secara efektif. Maka suatu perusahaan haruslah memperhatikan faktor-faktor keuangan dan akuntansinya seperti likuiditas, leverage, modal kerja, profitabilitas, utilitas asset, arus kas dan modal perusahaan (David, 2004). 2.5.3. Produksi/operasi Fungsi produksi dan operasi dari suatu bisnis terdiri atas semua aktivitas yang mengubah input menjadi barang dan jasa. Manajemen produksi/operasi berhubungan dengan input, transformasi dan output yang bervariasi antar industri dan pasar. Operasi manufaktur mengubah atau mentransformasikan input seperti

15

bahan baku, tenaga kerja, modal, mesin dan fasilitas menjadi barang jadi dan jasa. Manajemen produksi terdiri dari lima area keputusan atau fungsi : proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja dan kualitas (David, 2004) 2.5.4. Penelitian dan Pengembangan Litbang dalam organisasi dapat memiliki dua bentuk dasar : (1) litbang internal, dimana organisasi menjalankan departemen litbangnya sendiri. (2) kontrak litbang, dimana perusahaan merekrut peneliti independen atau agen independen untuk mengembangkan produk spesifik. Pendekatan yang banyak dipakai untuk mendapatkan litbang dari luar adalah dengan menjalankan joint venture dengan perusahaan orang lain. Kekuatan litbang dan kelemahan litbang memiliki peranan penting dalam formulasi dan implementasi strategi. Kebanyakan perusahaan tidak memiliki pilihan kecuali secara terus menerus mengembangkan produk baru dan memperbaiki produk karena perubahan kebutuhan dan selera konsumen, teknologi baru, siklus produk yang semakin pendek dan meningkatnya persaingan domestic dan asing. Kekurangan ide untuk produk baru, meningkatnya persaingan global, meningkatnya segmentasi pasar, menguatnya kelompok dengan kepentingan tertentu, dan meningkatnya peraturan pemerintah adalah beberapa faktor berhasilnya pengembangan produk baru yang semakin sulit, mahal dan berisiko (David, 2004). 2.5.5. Sistem Informasi Manajemen Informasi menghubungkan semua fungsi bisnis menjadi satu dan menyediakan dasar untuk semua keputusan manajerial. Ini adalah fondasi dari semua organisasi, informasi menunjukan sumber utama dari kekuatan atau kelemahan kompetitif manajemen. Mengevaluasi kekuatan dan kelemahan sistem informasi perusahaan adalah dimensi yang penting dalam menjalankan audit internal. Kegunaan sistem informasi manajemen adalah untuk memperbaiki kinerja suatu perusahaan dengan memperbaiki kualitas keputusan manajerial. Sistem informasi yang efektif dengan demikian mengumpulkan, memberi

16

symbol/kode, dan menyajikan informasi dalam bentuk yang dapat menjawab pertanyaan penting operasi dan strategis (David, 2004) 2.5.6. Pasar dan Pemasaran Pasar sebagai ruang tempat bekerjanya kekuatan pembentuk harga dan terjadinya perpindahan hak milik, ruang lingkungannya ditentukan oleh jasa – jasa yang diberikan dan merupakan tempat dilaksanakannya berbagai jasa pemasaran. Pemasaran disebut juga tataniaga yang merupakan suatu proses pertukaran yang meliputi kegiatan untuk memindahkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen (Nur 2004). Analisis terhadap pasar dan pemasaran penting untuk diketahui oleh perusahaan untuk kemudian dikaitkan dengan strategi pemasaran yang akan dilakukan. Sehingga perusahaan bisa mengevaluasi dan mengetahui sisi kelemahan dan kekuatan dari pangsa pasarnya dan dari strategi pemasaran yang telah dilakukan. Analisis terhadap faktor ini sebaiknya diarahkan untuk mengetahui kondisi pangsa pasar yang dimiliki, untuk kemudian dikaitkan dengan strategi pemasaran yang dilakukan. Sehingga perusahaan bisa melakukan evaluasi, untuk kemudian mengetahui sisi kelemahan dan kekuatan dari pangsa pasarnya dan strategi pemasaran yang telah dilakukan. 2.6. Pembobotan Faktor Penentu Internal. Penentuan bobot faktor penentu internal dilakukan dengan menggunakan metode “paired comparison” (Kinnear dan Tylor, 1991). Pembobotan bertujuan untuk mengkuantifikasi faktor-faktor internal yang telah dianalisis. Rentang nilai bobot yang digunakan adalah satu sampai tiga. Aturan yang digunakan dalam pengisian kolom adalah : 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada faktor vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor 1996, diacu dalam Syahroni).

17

ai = keterangan : ai = Bobot variabel ke i xi = Nilai variabel ke i i = 1,2,3,…,n n = Jumlah variabel 2.7. Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation) Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) digunakan untuk menevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area fungsionalitas bisnis, dan juga memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antara area-area tersebut (David,2004). 2.8. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation) Matriks Evaluasi Faktor Eksternal memungkinkan para penyusun strategi untuk merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan (David, 2004). 2.9. Matriks Internal-Eksternal (IE) Matriks IE didapatkan dari penggabungan matriks evaluasi faktor internal dan eksternal. Matriks ini berisikan Sembilan sel yang menunjukkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks IFE dan EFE. Sumbu x dari matriks ini adalah total rata-rata tertimbang dari IFE. Sedangkan sumbu y adalah total rata-rata tertimbang dari EFE. Pada sumbu x, total rata-rata tertimbang dari 1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 dianggap menengah; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi. Rasio yang sama digunakan untuk sumbu y. Tujuan dari penggunaan matriks ini adalah untuk membantu dalam menyusun strategi bisnis yang lebih detil pada level unit bisnis. Matriks ini dapat dibagi menjadi tiga daerah utama yang menunjukan tiga strategi yang berbeda : a. Strategi untuk organisasi yang masuk ke dalam sel I,II, dan IV dapat di gambarkan sebagai tumbuh dan kembangkan. Strategi yang mungkin

18

paling sesuai adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal). b. Strategi untuk organisasi yang masuk ke dalam sel III,V,VII dapat dikelola dengan cara terbaik dengan strategi jaga dan pertahankan; penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi umum yang digunakan untuk divisi tipe ini. c. Strategi untuk organisasi yang masuk ke dalam sel VI,VIII,IX adalah tuai atau divesiasi. Startegi umum yang dipakai adalah strategi divestasi, diversifikasi, konglomerat dan strategi likuidasi. Organisasi yang sukses,dapat mencapai portofolio bisnis, yang diposisikan berada dalam atau sekitar sel 1 dalam matriks. Tabel 1. Matriks IE

Total Rata-Rata Tertimbang EFE

Total Rata-Rata Tertimbang IFE Kuat

3,0

Rata-rata

Lemah 1,0

2,0

4,0

Tinggi

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

IX

3,0

Sedang Rendah

2,0 1,0

Sumber : David (2004)

2.10. Analisis SWOT Matriks SWOT digunakan untuk mengembangkan alternatif strategi, yaitu melakukan matching antara kekuatan dan peluang (SO strategi) dengan cara menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, kekuatan dengan ancaman (ST strategi) yaitu menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman yang ada. Kelemahan dengan peluang (WO strategi) yaitu berusaha mendapatkan keuntungan dari peluang yang ada untuk mengatasi kelemahan yang ada, serta

19

kelemahan dengan ancaman (WT strategi) yaitu berusaha meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman. Seperti dapat di lihat dari penjelasan di atas, matriks SWOT ini nantinya akan menghasilkan empat tipe alternatif strategi, yaitu strategi SO, Strategi ST, Strategi WT, strategi WO. a. Strategi SO Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar – besarnya. b. Strategi ST Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. c. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. d. Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. 2.11. Pariwisata Aktivitas pariwisata pada dasarnya merupakan aktivitas dimana orang melakukan perjalanan ke tempat-tempat tertentu yang bukan untuk alasan pekerjaan sehari-hari, dan dilakukan untuk sementara waktu. Yoeti (1980) mengatakan bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (bisnis) atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Berdasarkan definisi diatas dapat diambil satu kata kunci, yaitu pariwisata bukanlah sesuatu yang bersifat rutin. Wahab (1992) mengatakan bahwa pariwisata mungkin saja hanya suatu “gejala pengasingan diri” (withdrawal symptom)

20

dimana seseorang berusaha melepaskan dirinya dari lingkungan pekerjaan hariannya, suasana kebiasaan hidupnya atau hanya sekadar pergi menyepi ke tempat yang tenang untuk berkontemplasi mencari ilham. Jelas ada kesamaan antara dua definisi ini dimana keduanya melihat pariwisata sebagai aktivitas yang dilakukan diluar rutinitas atau aktivitas keseharian. Bila dua definisi awal lebih menekankan pada segi “apa yang dilakukan”, maka sokadjido (2000) mendefinisikan pariwisata sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisatawan. Definisi senada dikemukakan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2005) bahwa pariwisata adalah kumpulan dari aktivitas, jasa-jasa, dan industri yang memberikan pengalaman dalam berpergian, seperti transportasi, akomodasi, penyediaan makanan dan minuman, toko, hiburan dan jasa layanan lain tersedia untuk individu-individu atau kelompok yang berada jauh dari tempat tinggalnya. Definisi yang diberikan oleh Soekadjido dan Departemen Kebudayaan dan Parawisata lebih menekankan pada apa saja yang terkait dan termasuk kedalam pariwisata, bukannya apa yang dilakukan ketika berwisata. 2.11.1. Definisi dan Klasifikasi Wisatawan Wahab (1992) mendefinisikan wisatawan sebagai orang yang mengasingkan dirinya untuk sementara dari tempat tinggalnya sehari-hari karena suatu alasan tertentu yang lain daripada alasan memberi jasa untuk mendapatkan upah (alasan pekerjaan) pada negara yang dikunjunginya. Pengertian senada diberikan oleh Yoeti (1980) bahwa wisatawan adalah seseorang yang meninggalkan tempat kediamannya untuk sementara waktu dengan alasan apapun juga tanpa memangku jabatan atau pekerjaan dinegara yang dikunjungi. Jika dikaitkan dengan definisi dan faktor-faktor dari parawisata, maka dapat dilihat bahwa seseorang baru bisa dikatakan sebagai wisatawan (tourist) ketika perjalanan yang dilakukannya tidak bersifat rutinitas dan bukan untuk halhal yang terkait dengan pekerjaan. Namun batasan ini pun pada saat sekarang menjadi baur karena banyak orang pada saat sekarang berpergian untuk berbisnis sekaligus berwisata. Hal ini mungkin terjadi saat seseorang melihat adanya kesempatan untuk berwisata ketika berencana untuk melakukan perjalanan bisnis.

21

Bisa pula seseorang melihat peluang untuk berbisnis ketika mengadakan perjalanan wisata. Meskipun begitu, definisi wisatawan yang diuraikan sebelumnya pada dasarnya masih bisa dipakai, Karena tidak semua orang menggabungkan antara perjalanan untuk bekerja (berbisnis) dan berwisata. Yoeti (1980) mengungkapkan bahwa berdasarkan sifat perjalanan dan ruang lingkup dimana perjalanan wisata itu dilakukan, maka wisatawan sebagai konsumen dari industri pariwisata dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Wisatawan asing (foreign tourist) Adalah orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang datang memasuki suatu Negara lain yang bukan merupakan negara dimana ia biasanya tinggal. 2. Domestic foreign tourist Adalah orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal pada suatu negara, yang melakukan perjalanan wisata diwilayah negara dimana ia tinggal. Orang asing mungkin tinggal dinegara tersebut karena alasan tugas atau jabatannya. 3. Wisatawan lokal (domestic tourist) Adalah seorang warga negara suatu negara yang melakukan wisata dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya. 4. Indigenous foreign tourist Adalah warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugasnya atau kedudukannya berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri. 5. Transit tourist Adalah wisatawan yang sedang melakukan perjalanan wisata ke suatu negara tertentu yang dengan alat transportasi tertentu, yang terpaksa mampir atau singgah pada suatu pelabuhan/airport/stasiun tertentu bukan atas kemauannya sendiri. Kemudian wisatawan tersebut melakukan sightseeing

22

atau tour di tempat ia singgah, sambil menunggu untuk melanjutkan perjalanan kembali. 6. Business tourist Adalah orang yang melakukan perjalanan, baik warga lokal maupun warga asing, yang mengadakan perjalanan untuk tujuan lain bukan wisata, tetapi perjalanan wisata akan dilakukannya setelah pekerjaan utamanya selesai, jadi disini perjalanan wisata merupakan tujuan sekunder. 2.11.2. Industri Pariwisata Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa sektor pariwisata sudah menjadi sebuah industri yang semakin lama semakin berkembang. Perkembangan ini mendorong pariwisata menjadi sebuah industri yang kompleks karena terkait dengan begitu banyak pihak. Bila kita melihat produk-produk yang ditawarkan selama perjalanan berwisata, maka akan terlihat kaitan yang jelas antara sektor pariwisata dengan sektor transportasi, jasa perhotelan, catering dan restaurant, kerajinan dan cenderamata, kesenian dan budaya, perdagangan, hiburan, komunikasi dan sektor lainnya, baik yang terkait secara langsung maupun tidak. Berdasarkan kondisi di atas, kita bisa menggunakan definisi tentang industri pariwisata yang diungkapkan Yoeti (1980), yaitu sebagi kumpulan dari bermacam-macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and service) yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan traveller pada umumnya, selama dalam perjalanannya. Inti dari definisi ini adalah bahwa selama perusahaan tertentu menghasilkan produk dan jasa yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan dari wisatawan dan traveller, maka perusahaan itu merupakan bagian dari industri pariwisata. Ini sesuai dengan pernyataan Medlik (diacu dalam Wahab 1992) yang menyatakan bahwa jika serangkaian satuan produk yang dihasilkan oleh berbagai badan usaha dan organisasi kerja menujukkan secara khusus bahwa fungsi mereka secara menyeluruh ada kaitan dan membuktikan kedudukan mereka didalam kehidupan ekonomi, maka badan usaha dan organisasi tersebut harus dianggap sebagai suatu kesatuan industri.

23

Konsumen

Pemasaran

Permintaan

Motif Perjalanan

Kebutuhan dalam perjalanan

Angkutan

Atraksi Wisata

Jasa Wisata

Angkutan Wisata

Penawaran

Produsen

Gambar 2. Pariwisata sebagai Industri (Sumber : Soekadijo, 2000)

Industri pariwisata memiliki tiga produk utama, yaitu atraksi wisata, jasa wisata, dan angkutan wisata. Ketiga produk ini saling terkait satu sama lain dan ketiganya harus ada agar suatu aktivitasnya bisa dikatakan sebagai pariwisata. Ketiga jenis produk diatas ditujukan untuk memenuhi tiga kebutuhan konsumen ketika berwisata. Yaitu, kebutuhan motif berwisata, kebutuhan selama berwisata dan kebutuhan untuk mencapai lokasi wisata. Aspek pemasaran berfungsi agar antara penawaran dari produsen dan permintaan dari konsumen bertemu dan menghasilkan aktivitas wisata.

2.11.3. Pariwisata Bahari Basiron (1997) mengatakan bahwa pariwisata bahari merupakan pergerakan jangka pendek dari orang-orang ke tujuan di luar aktivitas dan lingkungan mereka yang normal, di dalam suatu lingkungan bahari. Lingkungan bahari ini mencakup laut, pantai, pulau-pulau dan sumberdaya fisik lainnya.

24

Aktivitas yang tercakup diantaranya adalah menikmati lingkungan alam sekitar seperti pantai dan gugusan karang, berselancar, berenang dan menyelam, ski air, berlayar, dan pengamatan hewan.

2.12. Pemasaran Pariwisata Wahab (1992) membatasi pemasaran wisata sebagai upaya-upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan oleh organisasi pariwisata nasional dan atau badanbadan usaha pariwisata, pada tarf internasional, nasional dan lokal, guna memenuhi kepuasan wisatawan baik secara kelompok maupun pribadi masingmasing, dengan maksud meningkatkan pertumbuhan pariwisata. Cooper et al (1993) menyampaikan bahwa produk pariwisata terkait dengan proses pengambilan keputusan yang kompleks karena konsumen menghadapi berbagai risiko ketika akan memutuskan untuk mengkonsumsi produk pariwisata. Risiko-risiko tersebut yaitu : 1. Risiko ekonomi atau financial, ketika produk wisata yang dibeli tidak member manfaat yang sebelumnya diharapkan. 2. Risiko fisik seperti kecelakaan dan penyakit 3. Risiko psikologi, yaitu risiko yang muncul ketika calon konsumen melihat bahwa pembelian produk wisata tertentu mungkin tidak mengapresiasikan citra yang mereka ingin dapatkan.

2.13. Bauran pemasaran Cooper et al (1993) mengatakan bahwa marketing mix pemasaran pariwisata terdiri dari produk, harga, promosi dan tempat. Masing-masing faktor memiliki aspek-aspek bauran tersendiri yang harus diperhatikan.

2.13.1. Bauran Produk Cooper et al (1993) menyampaikan bahwa bauran produk wisata adalah (1) kualitas, (2) pelayanan, (3) rentang lini produk yang dijual, (4) nama brand (merek), (5) keistimewaan dan manfaat yang ditawarkan, dan (6) jaminan terhadap kepuasan konsumen (garansi).

25

1. Kualitas Bauran produk yang terkait dengan kualitas meliputi pengambilan keputusan mengenai standar kualitas produk dan implementasi metode untuk menjamin level performa dari staff dan fasilitas. Penyedia jasa wisata akan lebih mudah untuk mencapai kesuksesan jika mampu untuk memberikan kualitas produk melebihi para pesaing (Cooper et al 1993).

2. Pelayanan Bauran produk berupa pelayanan terkait dengan penciptaan tingkat layanan yang ditawarkan. Artinya, pelayanan berkaitan dengan berapa banyak layanan yang diharapkan oleh klien untuk ada dan berapa banyak layanan harus disediakan oleh penyedia jasa. Contohnya layanan antar barang ke kamar dan makan pagi pada hotel (Cooper et al 1993).

3. Rentang Lini Produk Lini produk adalah sekelompok produk dalam kelas produk yang berkaitan erat karena produk – produk itu melaksanakan fungsi yang serupa, dijual kepada kelompok konsumen yang sama, dipasarkan melalui saluran distribusi yang sama, atau berada dalam rentang harga tertentu (Kotler 2000).

4. Merek Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal – hal tersebut yang diasosiasikan dengan satu atau beberapa produk dalam lini produk yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber atau karakter produk tersebut (Kotler 2000).

5. Keistimewaan dan Manfaat yang ditawarkan Pelanggan membeli produk berdasarkan manfaat dasar yang diberikan. Contohnya, turis menyewa agen perjalanan untuk mengurus perjalanan lewat pesawat. Agar dapat bersaing secara efektif dengan produk lain, dapat dilakukan diferensiasi dengan memberikan keistimewaan – keistimewaan yang sesuai. Keistimewaan (features) adalah karakteristik yang melengkapi fungsi dasar produk (Kotler 2000). Agen perjalanan tadi dapat memberikan

26

keistimewaan dengan menyediakan layanan jemputan dari bandara menuju hotel tempat turis menginap.

6. Garansi Garansi adalah kepastian umum bahwa suatu produk dapat dikembalikan jika kinerjanya tidak memuaskan atau dalam bentuk lain, pengembalian uang penbelian (Kotler 2000). Karena pengembalian produk tidak bisa dilakukan untuk produk wisata, maka penyedia jasa wisata dapat menerapkan sistem pengembalian uang atau asuransi jiak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan.

2.13.2. Bauran Harga Pemasar dapat melakukan diskriminasi harga, memasang harga dibawah pesaing, memasang harga premium untuk produk-produk mewah yang memiliki supply terbatas. Pemasar juga dapat memasang harga sesuai dengan seberapa besar konsumen bersedia membayar (willing to pay). Kotler (2000) mengatakan bahwa bauran harga terdiri dari (1) daftar harga, (2) rabat/diskon, (3) potongan harga khusus, (4) periode pembayaran, (5) syarat kredit.

1. Daftar Harga Daftar harga merupakan tingkat harga lini produk yang diterapkan oleh produsen. Sehingga masing – masing jenis produk cenderung memiliki harga sendiri, tergantung pada kualitas dan fungsinya.

2. Rabat / Diskon Diskon atau rabat adalah potongan harga yang diberikan kepada konsumen, biasanya karena waktu pembayaran yang cepat, pembelian dalam jumlah yang besar dan pembelian diluar musim (Kotler 2000).

3. Potongan Harga Khusus Potongan harga adalah pengurangan dari daftar harga. Misalnya potongan tukar tambah, yaitu pengurangan harga yang diberikan atas penyerahan barang lama ketika membeli barang yang baru. Kemudian potongan promosi yaitu pengurangan harga untuk memberikan imbalan kepada penyalur karena berperan dalam program pendukung penjualan (Kotler 2000).

27

4. Periode Pembayaran Merupakan jangka waktu yang diberikan oleh penjual kepada konsumen untuk melunasi pembayarannya. Biasanya konsumen yang melunasi sebelum waktunya jatuh tempo akan mendapatkan potongan harga.

5. Syarat Kredit Merupakan persyaratan – persyaratan yang mengatur perjanjian kredit antara konsumen dan penjual. Untuk kasus produk wisata syarat kredit ini tidak sebaiknya dilakukan karen atungak ketidakpastiannya yang cukup tinggi.

2.13.3. Bauran Promosi Promosi memiliki bauran promosi yang terdiri dari (1) iklan, (2) personal

selling,(3) direct marketing, (4) Sponsorship, (5) kehumasan, (6) sales promotion, (7) bentuk komunikasi cetak (Cooper et al, 1993).

1. Periklanan (Advertising) Periklanan adalah segala bentuk komunikasi non personal melalui media oleh sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran. Dalam dunia wisata maka bentuk media yang digunakan dapat berupa panduan perjalanan (travel

guides), koran, majalah, radio, televisi, surat dan papan billboard (Cooper et al 1993).

2. Promosi Penjualan (Sales Promotion) Promosi penjualan adalah kumpulan alat – alat insentif yang beragam, sebagian besar berjangka pendek, dirancang untuk mendorong pembelian suatu produk / jasa tertentu secara lebih cepat dan / atau lebih besar oleh konsumen atau pedagang (Kotler 2000).

3. Penjualan Personal (Personal Selling) Penjualan personal adalah usaha untuk memperoleh keuntungan melalui hubungan komunikasi langsung dengan calon konsumen, baik dengan bertemu secara langsung, melalui telepon atau lainnya (Cooper et al 1993).

4. Kehumasan (Public Relation)

28

Kehumasan adalah bentuk komunikasi non personal yang digunakan untuk merubah opini atau memperoleh liputan dari media massa, dimana sumber komunikasi ini tidak mengeluarkan pembayaran apapun. Contoh bentuk kehumasan ini dapat berupa press release atau komentar dalam editorial. Selain untuk memperoleh tujuan diatas, kehumasan juga penting untuk menekan pemberitaan yang buruk (Cooper et al 1993).

2.13.4. Bauran Tempat Karakteristik dari produk wisata menimbulkan bentuk distribusi yang spesifik. Bentuk distribusi dibutuhkan, dimana penyedia jasa wisata dapat memperoleh akses kepada konsumen potensial (Cooper et al, 1993). Aspek-aspek dalam distribusi produk wisata adalah sebagai berikut :

9 Tidak ada produk aktual yang didistribusikan, sehingga pemasar harus melakukan komunikasi persuasive kepada konsumen mengenai produk yang mereka jual.

9 Dari aspek lokasi, konsumenlah yang berpergian menuju produk dan menjadi bagian dalam produksi produk wisata

9 Sejumlah besar dana dialokasikan industri untuk produksi dan pengiriman material promosi, baik kepada konsumen secara langsung maupun lewat agen perjalanan. Cooper et al (1993) menyampaikan bahwa bauran distribusi wisata terdiri dari (1) lokasi, (2) persediaan, (3) aksesibilitas, (4) kenyamanan, (5) transportasi, dan (6) saluran pemasaran.

1. Lokasi Lokasi mudah dicapai oleh konsumen, apakah itu sebuah hotel atau agen perjalanan akan lebih mudah meraih permintaan. Pada kasus ini, konsumen akan mudah untuk memperoleh produk wisata dan mungkin tidak memerlukan adanya saluran distribusi (Cooper et al 1993).

2. Persediaan Telah disampaikann sebelumnya bahwa sejumlah besar dana dialokasikan industri untuk produksi dan pengiriman material promosi, baik kepada

29

konsumen secara langsung maupun lewat agen perjalanan. Material ini dapat berupa brosur atau bentuk literatur lainnya dan diproduksi dalam jumlah besar. Seringkali biaya distribusi meliputi biaya pergudangan dan pengiriman brosur lewat berbagai macam model trasportasi (Cooper et al 1993).

3. Aksesibilitas Aksesibilitas terkait dengan kemampuan mengakses kepada : (1) aneka pilihan dan rentang brosur dan bentuk promosi lainnya, (2) komponen produk seperti visa, traveller cheques dan asuransi, (3) titik pemesanan di setiap daerah tujuan, (4) alternatif agen perjalanan, produk dan merek (Cooper et al 1993).

4. Kenyamanan Kenyamanan terkait dengan kemudahan bagi konsumen utnuk membeli produk jasa (Kotler 2000). Untuk produk wisata, maka kenyamanan terkait dengan kemudahan untuk memperoleh informasi dan saran melakukan pembelian dan pembayaran produk liburan, mengajukan keluhan dan mendapatkan perwakilan ketika terjadi hal – hal yang tidak diinginkan (Cooper et al 1993).

5. Transportasi Transportasi terkait dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pengiriman material promosi ke saluran pemasaran dan konsumen dan proses perjalanan konsumen menuju produk wisata.

6. Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Produsen jasa dan gagasan juga menghadapi masalah untuk membuat output mereka tersedia dan terjangkau oleh populasi sasaran. Untuk kasus produk wisata, contoh saluran pemasaran adalah jasa internet dan jasa agen perjalanan (Kotler 2000).

30

2.14. Penelitian Terdahulu. Terkait dengan topik yang diteliti yaitu mengenai ”strategi pemasaran objek wisata bahari” terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dalam topik yang dikaji. Salah satunya adalah skripsi yang disusun oleh Firman Syafei dari Departemen Sosial Ekonomi Perikanan, program studi Manajemen Bisnis Ekonomi Perikanan dan ilmu kelautan, FPIK, IPB. Penelitian tersebut dilakukan pada bulan Mei – Juli 2006, yang berlokasi di kantor Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh berdasarkan observasi langsung ke TN Kepulauan Seribu, wawancara langsung dengan responden dan penyebaran kuesioner. Kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang dan untuk menentukan faktor internal faktor eksternal dan kondisi persaingan industri. Responden dari kuesioner ini dipilih dengan menggunakan metode pusposive sampling. Metode pengambilan sampling ini digunakan karena dengan begitu pihak pengelola TN Kepulauan Seribu dapat memilih orang-orang yang dinilai paling tepat, ahli serta berperan dalam pengambilan keputusan. Selain metode diatas, dilakukan pula wawancara dengan pengunjung yang dipilih secara insidental untuk mengetahui motif kunjungan dan persepsi terhadap TN Kepulauan Seribu. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mendapatkan data yang sudah diolah dan tersusun dari berbagai sumber seperti Kantor Balai TN Kepulauan Seribu, Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan LSI IPB Darmaga, Perpustakaan Fakultas Pertanian IPB. Perpustakaan Departemen Sosial Ekonomi Perikanan, situs–situs internet dan instansi lainnya yang terkait. Dalam melakukan analisis strategi pemasaran objek wisata tersebut, Firman menggunakan alat analisis yang berupa matriks IFE, EFE, dan matriks IE yang didapat dari hasil analisis terhadap lingkungan eksternal dan internal perusahaan, dan juga menggunakan analisis SWOT untuk mendapatkan alternatif strategi pemasaran bagi pihak pengelola. Dengan menggunakan alat analisis tersebut Firman menyimpulkan bahwa Saat ini industri pariwisata bahari di Taman Nasional Kepulauan Seribu belum dikelola dengan baik. Meskipun banyak pihak yang bergerak dalam industri ini, namun

31

kenyataan di lapangan menunjukan bahwa masing-masing pihak masih bergerak sendiri. a. Berdasarkan matriks IFE diperoleh : a. Kekuatan internal dari balai adalah, (1) penetapan harga yang lebih rendah, (2) kualitas objek yang cukup baik, (3) Sumber Daya Alam yang potensial untuk Wisata Bahari dan produk yang bervariasi, (4) fasilitas pendukungnya yang lengkap, (5) lokasi yang berdekatan dengan Jakarta, (6) kemudahan untuk memperoleh input sumberdaya yang dibutuhkan dan (7) sumberdaya manusia yang ahli dalam hal pengelolaan lingkungan. b. Kelemahan internal dari balai adalah (1) strategi promosi yang belum jelas dan belum berorientasi pasar, (2) rendahnya brand awareness terhadap taman nasional dan produk wisatanya belum muncul sehingga yang terkenal adalah pulau secara tersendiri, (3) belum adanya target konsumen, segmentasi, dan fokus posisi pasar yang jelas, (4) belum adanya konsep yang jelas mengenai batasan terhadap daya dukung lingkungan terhadap wisata bahari, (5) kurangnya sumberdaya yang memiliki kapabilitas dalam bidang pemasaran, (6) SDM sektor pariwisata bahari di kepulauan Seribu yang belum memenuhi standar mutu dan profesionalisme profesi tenaga kerja bidang pariwisata. 2.

Berdasarkan matriks EFE diperoleh :

a. Peluang yang dimiliki oleh pihak balai adalah, (1) Peraturan Pemerintah yang mendukung kinerja Balai, (2) adanya Globalisasi dan AFTA, (3) tren wisata yang meningkat baik secara global maupun nasional, (4) masyarakat Kepulauan seribu cukup kooperatif dalam kegiatan-kegiatan konservasi dan wisata, (5) dukungan yang kuat dari kelompok-kelompok pecinta lingkungan dan (6) pesatnya perkembangan internet dan teknologi informasi. b. Ancaman bagi balai adalah, (1) Tidak adanya perangkat kekuatan hukum untuk mengatur perizinan usaha wisata bahari milik swasta di taman nasional Kepulauan Seribu, (2) Aturan pemerintah yang belum seragam di tingkat daerah terkait dengan wisata bahari, (3) Besarnya Ancaman masuk pendatang baru, (4) Persaingan dalam industri pariwisata yang kuat, (5)

32

Tingkat diferensiasi dan harga produk substitusi, (6) budaya sanitasi masyarakat yang masih tradisional, (7) ketergantungan yang tinggi dari masyarakat terhadap sumberdaya alam, (8) kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktifitas manusia, (9) populasi masyarakat Kepulauan Seribu yang semakin meningkat sementara lahan tidak mungkin ditambah, (10) Situasi Indonesia yang dinilai masih belum stabil dan rawan bencana, (11) iklim usaha dan investasi di indonesia yang belum kondusif, (12) belum adanya kerjasama yang padu antara balai, pihak swasta dan dinas pariwisata dalam mengembangkan wisata bahari. 3. Berdasarkan analisis persaingan industri (model lima kekuatan porter) diperoleh hasil bahwa : a. Kondisi persaingan industri pariwisata bahari yang dihadapi oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu cukup tinggi. b. Faktor yang paling berpengaruh terhadap intensitas persaingan ini adalah ancaman produk substitusi dan persaingan antar pemain dalam indutri wisata bahari. 4. Berdasarkan hasil analisis SWOT, alternatif strategi pemasaran yang bisa dilakukan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut : a. Strategi Produk :



Kualitas Pihak balai harus mempertahankan posisinya saat ini sebagai objek wisata alam yang memiliki kualitas lingkungan yang baik. Sambil melakukan peningkatan, baik itu kualitas lingkungan alam, fasilitas maupun sumberdaya manusia.



Pelayanan Mempertahankan posisi sebagai tempat wisata objek yang berfasilitas lengkap, pelayanan yang ramah dan mudah dijangkau sambil melakukan peningkatan kualitas dan kapasitas fasilitas.



Rentang Lini Produk

33

Saat ini lini produk yang dimiliki oleh balai belum perlu dilakukan penambahan dari segi jumlah objek. Tapi perlu dilakukan pengembangan dari segi pengemasan, seperti dengan mengembangkan paket-paket baru yang memiliki target konsumen spesifik.



Merek Mengembangkan strategi branding untuk meningkatkan kesadaran konsumen mengenai merek Taman Nasional.



Manfaat dan keistimewaan Meningkatkan program-program pendidikan dalam aktivitas wisata

b. Strategi Harga :



Mempertahankan posisi sebagai objek wisata yang terjangkau oleh masyarakat umum.



Menerapkan diversifikasi harga

c. Strategi Distribusi :



Bekerja sama dengan pemilik kapal dan dinas perhubungan untuk menambah frekuensi lalulintas ke Kepulauan Seribu



Bekerja sama dengan agen-agen perjalanan untuk menyebarkan material promosi balai.



Mengoptimalkan teknologi informasi untuk mempermudah komunikasi dengan konsumen baik dari dalam maupun luar negeri

d. Strategi Promosi :



Bersama-sama dengan pemerintah daerah dan swasta serta pihak terkait lainnya dalam mengembangkan strategi merek.



Meneruskan program personal sellingnya dengan kunjungan ke sekolah-sekolah, terutama SMP dan SMU.



Memasang iklan dan artikel pada media cetak yang memiliki target pasar keluarga.



Membuka peluang untuk melakukan penelitian untuk segmen peneliti dan civitas perguruan tinggi di kawasan taman nasional.

34



Untuk segmen pencinta olahraga di alam dan pecinta lingkungan, memasang iklan di media cetak komunitas tersebut dan memasang link ke situs milik balai, atau setidaknya bekerja sama dengan situs-situs komunitas tersebut untuk memasukan informasi mengenai taman nasional dan paket wisata balai.



Mengundang media massa secara berkala untuk meningkatkan publisitas taman nasional



Memberikan insentif potongan harga kepada agen perjalanan pihak lainnya yang mempromosikan paket wisata balai TN Kepulauan Seribu.

Dari hasil penelitian tersebut Firman menyarankan kepada pihak balai agar : 1. Wisata bahari sebaiknya dijadikan salah satu jalan untuk melestarikan lingkungan, mengingat bahwa lingkungan yang baik dan alami adalah syarat utama dari bisnis wisata bahari. Bertolak dari pandangan ini, maka Balai TN Kepulauan Seribu sebaiknya menjadikan pengembangan aktivitas wisata bahari sebagai salah satu prioritas program jangka panjang dan pendeknya. 2. Perlunya penelitian lanjutan yang mengkaji strategi pemasaran wisata TN Kepulauan Seribu yang lebih berfokus kepada perumusan teknis empat elemen

marketing mix. Seperti berapa seharusnya nominal harga yang ditetapkan, bentuk promosi yang digunakan dan material yang ada didalamnya, tag line yang sebaiknya diusung balai dan lainnya, sehingga pihak balai dapat langsung mengimplementasikannya di lapangan. Meskipun alat analisis yang digunakan oleh Firman sama dengan alat analisis yang peneliti gunakan namun terdapat perbedaan yang cukup jelas mengenai issue yang terkait dengan topik yang dikaji. Bencana Tsunami dan juga gempa bumi yang terjadi di objek wisata Pantai Parangtritis yang menjadi sorotan dunia merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji lebih dalam, sehingga diharapkan dapat membangkitkan citra pariwisata negeri ini, khususnya di Pantai Parangtritis. Selain faktor alam, faktor SDM juga merupakan salah satu objek yang akan dikaji untuk meningkatkan image atau citra pariwisata di daerah tersebut. Mengingat perkembangan bidang pariwisata sangat bergantung pada

35

jumlah pengunjung atau wisatawan yang datang, maka persepsi pengunjung tentang wisata tersebut juga merupakan hal yang perlu diperhatikan demi pemenuhan pelayanan yang terbaik kepada pengunjung/wisatawan.

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI

Objek wisata Pantai Parangtritis merupakan salah satu objek wisata yang memiliki potensi wisata bahari yang sangat besar. Lokasinya yang terletak di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang notabene merupakan pusat pariwisata budaya Indonesia yang sangat terkenal dan memiliki keunikan tersendiri dibanding daerah yang lain. Potensinya sebagai obyek wisata sudah disadari oleh berbagai pihak baik itu pemerintah maupun pihak swasta, hal ini terbukti dengan dijadikannya Pantai Parangtritis sebagai salah satu obyek wisata unggulan bagi pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Akan tetapi saat ini peluang tersebut menjadi terancam ketika terjadi musibah tsunami dan gempa bumi pada bulan Mei 2006 yang melanda daerah tersebut. Untuk itulah, diperlukan suatu alternatif strategi pemasaran yang tepat dalam rangka mengembalikan citra obyek wisata Pantai Parangtritis yang aman dan nyaman. Dalam menyusun strategi pemasaran yang baik berbasis kondisi saat ini, maka perlu dijabarkan terlebih dahulu visi dan misi dari pihak pengelola obyek wisata Pantai Parangtritis (Dinas Pariwisata Bantul). Visi dan misi ini nantinya dijadikan basis atau dasar dalam menentukan target (goal) yang ingin dicapai. Sebelum berlanjut kepada proses penyusunan strategi pemasaran, terlebih dahulu dilakukan analisis lingkungan internal (operasi manajemen, akuntansi dan keuangan, produksi dan operasi, penelitian dan pengembangan, pasar dan pemasaran, serta sistem informasi manajemen) dan lingkungan eksternal (faktor politik, faktor sosial, budaya dan lingkungan, faktor teknologi, dan faktor persaingan). Setelah mendapatkan gambaran yang jelas mengenai kondisi lingkungan internal dan eksternal dari objek wisata Pantai Parangtritis, maka langkah selanjutnya adalah menentukan target-target dari pemasaran. Targettarget ini disusun berdasarkan visi dan misi dari pengelola objek wisata Pantai Parangtritis dan kondisi real yang terjadi di lapangan. Setelah mendapatkan target yang jelas tentang apa yang ingin dicapai lewat aktivitas pemasaran, maka langkah selanjutnya adalah melakukan proses penyusunan strategi pemasaran. Pertama, menganalisis kondisi internal dan kondisi eksternal Pantai Parangtritis pasca tsunami dan gempa bumi dengan

37

menggunakan matriks IFE dan EFE. Kemudian dilakukan pencocokkan dengan menggunakan matriks IE dan matriks SWOT. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan (analisis Internal-Eksternal dan Analisis SWOT), maka diperoleh alternatif strategi pemasaran yang tepat bagi objek wisata Pantai Parangtritis.

Kerangka berpikir seperti di atas diilustrasikan dalam gambar 3.

Visi dan misi objek wisata Pantai Parangtritis

Kebutuhan penyusunan strategi pemasaran Wisata Pantai Parangtritis

Analisis lingkungan internal : 1. Pasar dan pemasaran 2. Keuangan dan akuntansi 3. Produksi dan operasi 4. Operasi manajemen 5. Penelitian dan pengembangan 6. Sistem informasi manajemen

Analisis lingkungan eksternal : 1. Analisis politik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan, dan teknologi 2. Analisis persaingan industri

Matriks IFE

Matriks EFE

-

Matriks IE Matriks SWOT

Formulasi strategi pemasaran

Gambar 3. Kerangka Pendekatan Studi

METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian yang berlokasi di Objek Wisata Pantai Parangtritis, DI Yogyakarta adalah berupa penentuan jenis dan sumber data yang akan digunakan, metode penentuan responden, metode pengumpulan data yang berguna dalam memperoleh data-data analisis yang akurat dan efektif. Setelah itu ditetapkan metode penelitian yang akan digunakan yaitu metode deskriptif dalam bentuk studi kasus terhadap permasalahan di obyek wisata Pantai Parangtritis. Metode pengolahan data menggunakan matriks IFE, EFE, IE dan SWOT dengan alat bantu berupa program Microsoft Exel dan

Microsoft word 2007. 4.1.

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di pantai Parangtritis dan di Kantor Dinas

Pariwisata Bantul yang terletak di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada tanggal 24 September – 6 Oktober 2007.

4.2.

Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini metode deskriptif

dalam bentuk studi kasus terhadap permasalahan di objek wisata Pantai Parangtritis. Metode deskriptif dipilih karena metode ini dapat memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, menerangkan hubungan, menguji hipotesa-hipotesa, membuat prediksi, serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan (Nazir 1998). Menurut Maxfield diacu dalam Nasir 2003 studi kasus atau penelitian kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Studi kasus lebih menekankan mengkaji variabel yang cukup banyak pada jumlah unit yang kecil. Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Studi kasus dipilih karena penelitian jenis ini berfokus pada subjek yang spesifik pada periode waktu tertentu, sehingga informasi yang didapat bersifat lebih rinci dan mendalam.

40

Adapun tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail dari latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status individu yang kemudian sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Hasil dari penelitian merupakan suatu generalisasi dari pola-pola kasus yang tipikal dari individu, kelompok, lembaga dan sebagainya.

4.3.

Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data teks dan data

image. Data teks adalah data yang diperoleh dalam bentuk alfabet dan angka numerik. Data ini tidak mengikuti kaidah yang telah ditentukan dan dapat berbentuk apa saja. Data teks yang akan digunakan antara lain data jumlah kunjungan wisatawan, data keuangan perusahaan, data struktur organisasi, dan data jumlah SDM di perusahaan tersebut. Data image merupakan data yang ditampilkan dalam bentuk foto (Foto kondisi alam, lingkungan pariwisata), dan sejenisnya yang memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan tertentu (Fauzi, 2000). Data-data ini didapatkan dari dalam maupun dari luar lingkungan Pantai Parangtritis. Sesuai dengan penggolongan data pada umumnya, maka dalam penelitian ini Penulis menggunakan jenis data berdasarkan sumbernya yaitu data primer dan sumber data sekunder : 1.

Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya

yaitu orang-orang dan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

¾ Faktor-faktor penentu lingkungan internal ¾ Faktor-faktor penentu lingkungan eksternal ¾ Nilai pembobotan faktor penentu lingkungan internal ¾ Nilai pembobotan faktor penentu lingkungan eksternal ¾ Nilai pembobotan faktor penentu persaingan industri pariwisata bahari ¾ Nilai rating faktor penentu lingkungan internal ¾ Nilai rating faktor penentu lingkungan eksternal ¾ Nilai rating faktor penentu persaingan industri pariwisata bahari

41

¾ Foto-foto objek wisata dan kegiatan wisata Pantai Parangtritis 2.

Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mendapatkan data

yang sudah diolah dan tersusun dari berbagai sumber seperti kantor pengelola wisata Pantai Parangtritis, Biro Pusat statistik (BPS), Perpustakaan LSI IPB Darmaga, Perpustakaan Departemen Sosial Ekonomi Perikanan, situs-situs internet dan instansi lainnya yang terkait. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

¾ Visi, misi, tujuan dan struktur organisasi pihak pengelola objek wisata Pantai Parangtritis

¾ Kebijakan pengelolaan wisata Pantai Parangtritis sebelum insiden sunami dan gempa bumi (Mei, 2006)

¾ Data keuangan pihak pengelola ¾ Data pengunjung objek wisata Pantai Parangtritis ¾ Laporan-laporan program pihak pengelola Pantai Parangtritis ¾ Brosur promosi obyek wisata Pantai Parangtritis ¾ Data-data mengenai kondisi ekonomi, politik, sosial, budaya dan lingkungan baik pada objek wisata tersebut maupun Indonesia

4.4.

Metode Penentuan Responden Penelitian ini menggunakan suatu metoda penentuan responden yang

dipilih secara sengaja (purposive sampling) yaitu anggota populasi dipilih untuk memenuhi tujuan tertentu mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku yang didasari semata-mata dari judgement peneliti, digunakan untuk situasi dimana persepsi orang pada sesuatu sudah terbentuk (Fauzi 2001). Responden dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode pengambilan sampling ini digunakan karena dengan begitu pihak pengelola dapat memilih orang-orang yang dinilai paling tepat, ahli serta berperan dalam pengambilan keputusan. Selain metode di atas, dilakukan pula wawancara dengan pengunjung yang dipilih secara accidental untuk mengetahui motif kunjungan dan persepsi terhadap objek wisata Pantai Parangtritis.

42

Untuk informan dipilih dengan cara yang sama yaitu secara purposive yang dilakukan dengan mengambil orang-orang terpilih dari dalam dinas seperti Kepala Sub Dinas Pemasaran Pariwisata, Kepala Sub Dinas Sarana Wisata, Kepala Sub Dinas ODTW, serta beberapa staf dalam bagian pemasaran yang dapat memberikan informasi mengenai penerapan strategi pemasaran dan manajemen perusahaan dalam objek wisata tersebut.

4.5.

Metode Pengumpulan Data Sesuai dengan sumber data dan tujuan penelitian, maka penyusunan

skripsi ini menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Angket (Kuisioner) Yaitu pengumpulan data dengan cara mengedarkan daftar pertanyaan dengan pihak Dinas Pariwisata Bantul yaitu Kepala Sub Dinas Pemasaran Pariwisata, Kepala Sub Dinas Sarana Wisata, dan Kepala Sub Dinas ODTW yang merupakan para penentu kebijakan perusahaan. Kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang dan untuk menentukan faktor internal, faktor eksternal dan kondisi persaingan industri. Dimana kuesioner ini menyangkut sejauh mana kebijakankebijakan perusahaan dijalankan apakah sesuai dengan visi dan misi perusahaan atau tidak. 2. Wawancara (interview) Yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara langsung dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun pihak-pihak yang terkait adalah Kepala Subdin dan staf Dinas Pariwisata Bantul, serta wisatawan yang mayoritas berasal dari daerah Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY.

3. Observasi Observasi atau pengamatan adalah kegiatan untuk mencari data dengan jalan mengamati secara langsung data-data yang telah berhasil dihimpun untuk selanjutnya dipilih sesuai dengan relevansinya dengan penelitian.

43

4. Dokumentasi Pencatatan telaah terhadap buku-buku, laporan-laporan, dokumendokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

4.6.

Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan menggunakan

matriks IFE, EFE, IE dan SWOT dengan alat bantu berupa program Microsoft Exel. Program ini digunakan untuk melakukan kuantifikasi data yang berasal dari kuesioner. Tahap-tahap pengolahan data yang dilakukan adalah, (1) analisis terhadap data yang dikumpulkan untuk memperoleh faktor-faktor strategis lingkungan internal dan eksternal , (2) analisis persaingan industri untuk menganalisis kondisi persaingan yang terjadi pada industri wisata bahari di Pantai Parangtritis, (3) analisis matriks IFE dan EFE untuk menganalisis lingkungan internal dan eksternal, (4) analisis matriks IE untuk mengetahui strategi yang sebaiknya diambil, kemudian (5) analisis SWOT untuk mendapatkan alternatif strategi pemasaran bagi pihak pengelola. Untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang yang dihadapi oleh perusahaan digunakan alat analisis Matriks IFE, EFE, dan IE. Selanjutnya identifikasi permasalahan untuk menemukan alternatif strategi dalam mengatasi permasalahan menggunakan analisis SWOT. Adapun penjelasan dari analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Analisis Faktor Persaingan Metode yang digunakan dalam menganalisis intensitas persaingan ini pada dasarnya sama dengan metode untuk menganalisa lingkungan internal dan eksternal. Langkah pertama adalah melakukan pembobotan terhadap indikator – indikator pada masing – masing kekuatan utama penentu persaingan industri, yaitu dengan menggunakan metode Paired Comparison (Kinnear dan Taylor 1991). Penentuan bobot setiap faktor menggunakan skala 1, 2, dan 3 dengan keterangan skala sebagai berikut :

44

1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinner dan Taylor 1996 diacu dalam syahroni) :

ai = keterangan : ai = Bobot variabel ke i

i = 1,2,3,…,n

xi = Nilai variabel ke i

n = Jumlah variabel

Tabel 2. Penilaian Bobot Faktor Penentu Persaingan Faktor Penentu

A

B

C

D

E

total

Indikator A

X1

Indikator B

X2

Indikator C

X3



X4



X5

Total



n

i =1

Bobot

Xi

Sumber : Syahroni (2005)

Setelah melakukan pembobotan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan rating untuk tiap indikator pada setiap kekuatan penentu persaingan dengan menggunakan metode semantic differential scale (Kinnear an Taylor, 1991). Rating yang diberikan memiliki rentang antara 1 sampai 5. Rating ini memiliki rentang 1-5 yang menunjukan seberapa menentukan suatu parameter terhadap kondisi persaingan. Nilai 1 berarti tidak menentukan, 2 = sedikit menentukan, 3 = cukup menentukan, 4 = menentukan dan 5 = sangat menentukan (Okta 2004).

45

Tabel 3. Contoh Penilaian Rating Faktor Penentu Persaingan Ancaman tawar-menawar pembeli Parameter

Rating 1 2 3 4 5

A Jumlah Pembeli

Sangat sedikit

B Ciri produk

Sangat terdiferensiasi Sangat tinggi

C Kemudahan pembeli beralih ke produk pesaing D Nilai produk dalam struktur biaya pembeli E Integrasi ke belakang F Keuntungan pembeli G Kepentingan kualitas produk bagi pembeli H Informasi pembeli

Sangat banyak Tidak terdiferensiasi Sangat rendah

Sangat kecil

Sangat besar

Sangat kecil Sangat tinggi

Sangat besar Sangat penting Sangat penting Sangat lengkap

Tidak penting

Sangat kurang Sumber : Porter 1987 (diacu dalam Okta 2004)

Penentuan nilai setiap variabel dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Ni = Ri x Bi Keterangan : Ni= Nilai variabel ke-i Ri= Tingkat kepentingan (rating) variabel ke-i Bi= Bobot variabel ke-i Selanjutnya dilakukan penjumlahan nilai Ni dengan rumus (Kinnear dan Taylor 1996 diacu dalam Syahroni) sebagai berikut:

Keterangan: Ni = Nilai jenis variabel ke-i i

= 1, 2, 3…..m

m = Banyaknya variabel

46

kriteria total nilai Ni dapat ditentukan dengan kategori sebagai berikut : a. Jika total nilai Ni antara 1,0 - 2,0, maka dapat digolongkan kedalam intensitas persaingan rendah, yang artinya tekanan persaingan longgar yang memungkinkan perusahaan yang tidak efisien sekalipun untuk dapat bertahan. Laba ekonomi berada di atas normal bahkan dalam jangka panjang. Produk yang ditawrkan sangat terdiferensiasi, tanpa produk pengganti yang dekat, dan perusahaan adalah industri itu sendiri. Untuk memaksimalkan keuntungan, monopoli dapat menentukan harga industri dan keluaran secara bersamaan. b. Jika total Ni antara 2,0 – 3,0 maka dapat digolongkan kedalam intensitas persaingan yang sedang. Artinya, dengan adanya perolehan laba ekonomi atau tingkat pengembalian diatas normal yang cukup berarti hanya sampai sejauh mana perusahaan dapat memberikan keunikan yang bernilai dalam barang atau pemasaran yang tidak dapat dengan mudah ditiru oleh perusahaan-perusahaan yang lain. c. Jika total nilai Ni antara 3,0 – 4,0 maka dapat digolongkan kedalam intensitas persaingan yang tinggi, dimana persaingan adalah yang paling ketat. Persaingan harga yang menyebar menekan laba perusahaan sampai ke tingkat sekadar mempertahankan investasi yang diperlukan. Untuk memperoleh keuntungan perusahaan harus melakukan efisiensi biaya (Kinnear dan Taylor 1996, diacu dalam Syahroni 2005)

B. Analisis Lingkungan Internal Setelah mendapatkan data-data dari lingkungan internal perusahaan selanjutnya dilakukan pembobotan Faktor penentu internal, dan kemudian dibuat suatu matriks Internal Factor Evaluation (matriks IFE).

B.1. Pembobotan Faktor Penentu Internal. Penentuan bobot faktor penentu internal dilakukan dengan menggunakan metode “paired comparison” (Kinnear dan Tylor 1991). Pembobotan bertujuan untuk mengkuantifikasi faktor-faktor internal yang telah dianalisis. Rentang nilai bobot yang digunakan adalah satu sampai tiga. Aturan yang digunakan dalam pengisian kolom adalah :

47

1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada faktor vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor 1996, diacu dalam Syahroni).

ai = keterangan : ai = Bobot variabel ke i

i = 1,2,3,…,n

xi = Nilai variabel ke i

n = Jumlah variabel

Tabel 4. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Perusahaan. Faktor Penentu

A

B

C

D

E

total

Indikator A

X1

Indikator B

X2

Indikator C

X3



X4



X5

Total



n

i =1

Bobot

Xi

Sumber: Kinnear dan Taylor 1996 (diacu dalam Syahroni 2005)

B.2. Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation) Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) digunakan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area fungsionalitas bisnis, dan juga memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antara area-area tersebut (David 2004). Ada lima langkah yang harus dilakukan untuk mendapatkan matriks IFE, yaitu: 1. Identifikasi faktor internal dengan cara menuliskan daftar kekuatan dan kelemahan yang dihadapi. Sebaiknya faktor-faktor kekuatan didaftarkan terlebih dahulu, baru kemudian faktor-faktor kelemahan. 2. Memberikan bobot pada setiap kekuatan dan kelemahan, dengan rentang 0 (tidak penting) hingga 1,0 (sangat penting), total bobot yang diberikan

48

kepada semua faktor baik kekuatan maupun kelemahan harus sama dengan satu. Nilai bobot ini berasal dari perhitungan menggunakan metode paired

comparison (Kinnear dan Taylor 1991). Oleh karena itu besar kecilnya bobot masing-masing faktor bergantung kepada hasil yang diperoleh dari perhitungan menggunakan metode paired comparison. 3. Memberikan rating pada setiap faktor kekuatan dan kelemahan, dengan rentang 1 sampai 4. Faktor kelemahan utama mendapat rating satu, kelemahan kecil mendapat rating dua, kekuatan kecil mendapat rating tiga dan kekuatan utama menjadi rating empat. 4. Mengkalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan nilai tertimbang. 5. Menjumlahkan semua nilai rata-rata tertimbang untuk mendapatkan totalnya. Nilainya akan berkisar antara 1 sampai 4, nilai 1 menunjukkan bahwa situasi internal sistem sangat buruk, nilai 4 mengindikasikan bahwa situasi internal sistem sangat baik. Nilai diatas 2.5 menunjukkan bahwa situasi internal sistem berada pada tingkat rata-rata.

Tabel 5. Matriks IFE

Faktor Internal

Bobot

Rating/Peringkat

Nilai Tertimbang

Kunci Kekuatan: 1. ……………… 2. ……………… Kelemahan: 1. ……………… 2. ……………… Total Sumber : David (2004)

C.

Analisis Lingkungan Eksternal Setelah mendapatkan data-data dari lingkungan eksternal perusahaan

selanjutnya dilakukan pembobotan Faktor penentu eksternal, dan kemudian dibuat suatu matriks Eksternal Factor Evaluation (matriks EFE).

49

C.1. Pembobotan Faktor Penentu Eksternal. Penentuan bobot faktor penentu eksternal dilakukan dengan menggunakan metode “paired comparison” (Kinnear dan Tylor 1991). Pembobotan bertujuan untuk mengkuantifikasi faktor-faktor eksternal yang telah dianalisis. Rentang nilai bobot yang digunakan adalah satu sampai tiga. Aturan yang digunakan dalam pengisian kolom adalah : 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada faktor vertikal

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor 1996, diacu dalam Syahroni).

ai = keterangan : ai = Bobot variabel ke i

i = 1,2,3,…,n

xi = Nilai variabel ke i

n = Jumlah variabel

Hasil penjumlahan bobot dari semua faktor strategis internal harus sama dengan 1,0. Bobot dari masing-masing faktor akan digunakan dalam matriks EFE. Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Perusahaan Faktor Strategis Internal

A

B

C

D

E

total

Indikator A

X1

Indikator B

X2

Indikator C

X3



X4



X5

Total



Sumber : Kinnear dan Taylor 1996 (diacu dalam Syahroni 2005)

n

i =1

Xi

Bobot

50

C.2. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal Matriks Evaluasi Faktor Eksternal memungkinkan para penyusun strategi untuk merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan (David 2004). Terdapat lima langkah yang harus dilakukan dalam mengembangkan matriks EFE, yaitu : 1. Mengidentifikasi faktor eksternal dengan cara menuliskan peluang dan ancaman yang dihadapi. Sebaiknya faktor-faktor peluang didaftarkan terlebih dahulu, baru kemudian faktor-faktor ancaman. 2. Memberikan bobot pada setiap kekuatan dan kelemahan, dengan range 0 sampai 1, total bobot yang diberikan kepada semua faktor baik itu peluang maupun ancaman harus sama dengan satu. Nilai bobot ini berasal dari perhitungan menggunakan metode paired comparison (Kinnear dan Taylor 1991). Oleh karena itu besar kecilnya bobot masing-masing faktor bergantung kepada hasil yang diperoleh dari perhitungan menggunakan metode paired

comparison. 3. Memberikan rating 1 sampai dengan 4 pada setiap peluang dan ancaman untuk mengindikasikan seberapa efektif perusahaan merespon peluang/ancaman yang bersangkutan. 4 = respon sangat superior, 3 = respon diatas rata-rata, 2 = respon rata-rata, 1 = respon jelek. 4. Mengalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan nilai tertimbang. 5. Menjumlahkan nilai tertimbang untuk mendapatkan total nilai tertimbang. Nilai total ini akan berkisar antara 1 sampai dengan 4. Nilai 1 menunjukan bahwa dalam strategi organisasi tidak memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman eksternal. Nilai 4 menunjukkan bahwa organisasi merespon dengan sangat baik terhadap peluang dan ancaman yang ada dalam industrinya. Nilai 2,5 menunjukkan sistem mampu merespon situasi eksternal secara rata-rata (David 2004).

51

Tabel 7. Matriks EFE Faktor Internal

Bobot

Rating/Peringkat

Nilai Tertimbang

Kunci Kekuatan: 1. ……………… 2. ……………… Kelemahan: 1. ……………… 2. ……………… Total Sumber : David (2004)

D.

Analisis Internal – Eksternal Analisis internal-eksternal ini didapat dari kombinasi hasil analisis faktor-

faktor penentu lingkungan internal perusahaan dan faktor-faktor penentu lingkungan eksternal perusahaan. Matriks IE didapatkan dari penggabungan matriks evaluasi faktor internal dan eksternal. Matriks ini berisikan Sembilan sel yang menunjukkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks IFE dan EFE. Sumbu x dari matriks ini adalah total rata-rata tertimbang dari IFE. Sedangkan sumbu y adalah total rata-rata tertimbang dari EFE. Pada sumbu x, total rata-rata tertimbang dari 1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 dianggap menengah; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi. Rasio yang sama digunakan untuk sumbu y. Tujuan dari penggunaan matriks ini adalah untuk membantu dalam menyusun strategi bisnis yang lebih detil pada level unit bisnis. Matriks ini dapat dibagi menjadi tiga daerah utama yang menunjukan tiga strategi yang berbeda : 1. Strategi untuk organisasi yang masuk ke dalam sel I,II, dan IV dapat di gambarkan sebagai tumbuh dan kembangkan. Strategi yang mungkin paling sesuai adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal). 2. Strategi untuk organisasi yang masuk ke dalam sel III,V,VII dapat dikelola dengan cara terbaik dengan strategi jaga dan pertahankan; penetrasi pasar dan

52

pengembangan produk adalah dua strategi umum yang digunakan untuk divisi tipe ini. 3. Strategi untuk organisasi yang masuk ke dalam sel VI,VIII,IX adalah tuai atau divesiasi. Startegi umum yang dipakai adalah strategi divestasi, diversifikasi, konglomerat dan strategi likuidasi. Organisasi yang sukses,dapat mencapai portofolio bisnis, yang diposisikan berada dalam atau sekitar sel 1 dalam matriks. Tabel 8. Matriks IE

Total Rata-Rata Tertimbang EFE

Total Rata-Rata Tertimbang IFE Kuat

3,0

Rata-rata

Lemah 1,0

2,0

4,0

Tinggi

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

IX

3,0

Sedang Rendah

2,0 1,0

Sumber : David (2004)

A. Analisis SWOT Langkah-langkah menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut : 1. Daftarkan setiap peluang eksternal perusahaan yang menentukan 2. Daftarkan setiap ancaman eksternal perusahaan yang menentukan 3. Daftarkan setiap kekuatan internal perusahaan yang menentukan 4. Daftarkan setiap kelemahan internal perusahaan yang menentukan 5. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat resultan strategi SO dalam sel yang ditentukan 6. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat resultan strategi ST dalam sel yang ditentukan 7. Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat resultan strategi WO dalam sel yang ditentukan

53

8. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat resultan strategi WT dalam sel yang ditentukan. Tabel 9. Matriks SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal

Streght

Weakness

(Kekuatan) SO Strategi

(Kelemahan) WO Strategi

Gunakan memanfaatkan peluang ST Strategi

Atasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang WT Strategi

Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman

Minimalkan kelemahan dan hindari ancaman

Opportunity (Peluang)

Threat (Ancaman)

54

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Pantai Parangtritis 5.1.1. Letak, Luas, dan Batas Desa Parangtritis Parangtritis terletak kurang lebih 27 km di sebelah selatan kota Yogyakarta. Pantai ini berada di wilayah Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul. Luas Desa Parangtritis seluas 967.2010 Ha. Wilayah parangtritis berbatasan dengan Desa Donotirto di sebelah utara dan Samudera Indonesia di sebelah selatan. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Tirtohargo dan Sungai Opak. Di sebelah timur berbatasan dengan Desa Seloharjo dan Desa Girijati, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul, DIY ( Monografi Desa 2006). Dari pusat Kecamatan Kretek, Desa Parangtritis berjarak 4 km. Jarak dari ibukota kabupaten, yaitu Kabupaten Bantul berjarak 13 km, dari ibukota propinsi berjarak 25 km. Sedangkan dari ibukota negara, Jakarta, sejauh 625 km (Monografi Desa 2006). Desa Parangtritis memiliki 3 daerah pantai yaitu pantai Parangtritis, Pantai Depok, dan Pantai Parangkusumo yang jaraknya saling berdekatan. Parangtritis dengan daerah-daerah lain dihubungkan oleh jalan-jalan beraspal. Jalan beraspal yang melewati kecamatan dan Sungai Opak adalah jalur utama yang sering dilewati oleh para wisatawan yang akan menuju parangtritis. Untuk mencapai daerah ini dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat baik itu milik pribadi maupun angkutan umum. Oleh warga masyarakat sarana angkutan yang tersedia ini dianggap sudah memadai. Jarak Yogyakarta – Parangtritis itu dapat ditempuh kurang lebih satu jam dengan kendaraan umum dan 45 menit dengan kendaraan pribadi.

5.1.2. Keadaan Alam Pantai Parangtritis Dengan ketinggian 13 meter di atas permukaan air laut, Desa Parangtritis merupakan dataran rendah atau daerah pantai meskipun di sebelah utara terdapat bukit – bukit yang merupakan rangkaian pegunungan selatan yang kering dan tandus. Temperatur rata-rata 30 derajat celcius (Monografi Desa 2006). Angin yang datang setelah membentur tebing terjal (cliff) pantai sebelah timur membelok ke parangtritis. Pembelokkan arah angin ini berpengaruh terhadap

55

terjadinya pembentukan gumuk pasir. Secara geomorfologi wilayah parangtritis terdiri dari unit-unit geoformik berupa kipas alluvial, dataran banjir, dataran bekas laguna, bukit-bukit pasir, dan pegunungan blok. Curah hujan di daerah ini cukup rendah, yaitu sekitar 110 mm pertahun dengan suhu rata-rata 30 derajat celcius. Rata-rata daerah yang banyak dihuni oleh penduduk adalah daerah-daerah Pantai Parangtritis, Parangkusumo dan sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh karena tempat tersebut dipandang dapat memberikan nilai tambah dibidang ekonomi, sebab tempat-tempat itu banyak dikunjungi wisatawan.

5.1.3. Penduduk Desa Parangtritis Desa yang berbatasan dengan laut selatan di sebelah selatan, dihuni oleh 7.276 orang yang terdiri dari 3.533 orang laki-laki dan 3.743 orang perempuan. Untuk komposisi penduduk desa Parangtritis lihat tabel 10. Tabel 10. Jumlah Penduduk Desa Parangtritis Berdasarkan Kelompok Umur Kelompok umur

Jumlah (jiwa)

Persentasi (%)

0–3

509

6,99

4–6

331

4,55

7 – 12

552

7,59

13 – 15

566

7,78

16 – 18

659

9,06

4.659

64,03

7.276

100

19 - keatas Total

Sumber : Monografi Desa Parangtritis 2006

Mayoritas tingkat pendidikan penduduk Parangtritis ini adalah tamatan sekolah dasar dan SMP. Tingkat pendidikan masyarakat Parangtritis lebih rinci lihat tabel 11.

56

Tabel 11. Jumlah Penduduk Desa Parangtritis Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. 1 2 3 4 5 6

Tingkat Pendidikan Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar SMP SMU / SMK Akademi / D1-D3 Sarjana (S1 – S3)

Jumlah (jiwa) 411 2.592 2.306 992 115 97

Sumber : Monografi Desa Parangtritis, 2006 Tingkat pendidikan penduduk parangtritis yang mayoritas hanya tamatan SD dan SMP, angka ini belum termasuk mereka yang tidak tamat/tidak sempat mengenyam bangku Sekolah Dasar, menjadi wajar bila mayoritas mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani. Walaupun mayoritas penduduk Parangtritis bekerja dalam sektor pertanian namun penduduk masih mendapat tambahan penghasilan dari adanya kegiatan wisata di Parangtritis. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat diduga menyebabkan rendahnya kesadaran mereka akan peningkatan kualitas dan kebersihan daerah wisata pantai parangtritis, hal ini terbukti dengan kotornya lingkungan wisata pantai yang diakibatkan oleh banyaknya kotoran-kotoran kuda yang berserakan di pasir pantai, saluran pembuangan yang tidak teratur dan juga terlihat suasana kekumuhan akibat adanya bangunan-bangunan liar yang berada di kawasan pantai. Mobilitas penduduk musiman juga cukup tinggi di Desa Parangtritis, terutama pada musim liburan sekolah, bulan juni dan juli. Pada masa libur sekolah, Parangtritis dibanjiri pedagang dari luar desa, bahkan dari luar propinsi seperti dari daerah Cilacap, Tegal, Cirebon, dan Indramayu. Mereka sangat memanfaatkan musim liburan sekolah yang menjadi puncak pengunjung parangtritis. Khusus usaha yang berada di Parangkusumo masa panen bukan pada musim liburan sekolah tetapi pada saat ada acara-acara yang berbau keagamaan, seperti malam 1 Suro, setiap selasa dan jumat kliwon. Mayoritas penduduk Parangtritis beragama islam yaitu sebesar 6.986 orang, sedangkan untuk penganut agama lain seperti Kristen sebanyak 248 orang, katholik sebanyak 32 orang, dan

57

penganut agama kepercayaan terhadap Tuhan YME sebanyak 8 orang (monografi desa 2006).

5.2. Gambaran Umum Pengelola Pantai Parangtritis Kawasan wisata Parangtritis dikelola oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. Kantor pengelola wisata ini terdapat di dua tempat yaitu pusatnya terletak di Jalan Gajah Mada No.2 Bantul dan satu lagi terletak di objek wisata Parangtritis. Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul dibentuk berdasarkan Perda Nomor 42 Tahun 2000, sedang mengenai tugas pokok dan fungsi Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul dijabarkan dalam SK Bupati Bantul Nomor 249 Tahun 2001. Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah dibidang kepariwisataan, dipimpin oleh seorang kepala dinas, yang berada dibawah dan bertanggung jawab penuh kepada Bupati, melalui Sekretaris Daerah. Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul sebagai organisasi teknis memiliki tugas pokok untuk melaksanakan kewenangan-kewenangan Kabupaten dibidang kepariwisataan. Fungsi dari keberadaan Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul diantaranya adalah : 1. Melaksanakan penyusunan rencana dan program kebijakan teknis dibidang kepariwisataan. 2. Melaksanakan pembinaan umum, pembinaan operasional, dan juga bimbingan teknis dibidang kepariwisataan dengan mengacu pada kebijakan yang ditetapkan Bupati, berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. 3. Memberikan perijinan bidang kepariwisataan dengan mengacu pada kebijakan yang ditetapkan Bupati, berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. 4. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian teknis di bidang kepariwisataan dengan mengacu pada kebijakan yang ditetapkan Bupati, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Mengelola rumah tangga dan tata usaha Dinas Pariwisata.

58

5.2.1. Visi dan Misi Pengelola Dalam rangka mendukung terwujudnya visi Kabupaten Bantul “Bantul Projotamansari (Produktif, Profesional, Ijo Royo-Royo, Tertib, Aman, Sehat, dan Asri) sejahtera, Demokratis, dan Agamis”, dengan mempertimbangkan potensi kepariwisataan serta aspek-aspek pendukungnya, dan berdasarkan tugas pokok dan fungsi Dinas Parwisata Kabupaten Bantul sesuai Perda No. 42 Tahun 2000, maka visi Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul dalam pembangunan pariwisata Kabupaten Bantul adalah BENEFICIAL TOURISM (Pariwisata Yang menghadirkan Rejeki). Visi ini kemudian diterjemahkan menjadi tiga pernyataan misi pengelola, yaitu : 1. Mengembangkan pariwisata yang berbasis pada budaya, alam, dan minat khusus melalui berbagai bentuk pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan 2. Meningkatkan profesionalisme pelayanan pariwisata melalui peningkatan kualitas kelembagaan, manajemen, dan sumber daya manusia 3. Memasarkan produk pariwisata daerah secara luas baik ditingkat nasional maupun internasional.

5.2.2. Struktur Organisasi Pengelola Struktur organisasi yang dimiliki oleh pengelola merupakan struktur yang telah ditetapkan dalam Perda Kabupaten Bantul No.42 Tahun 2000 tentang pembentukan Dinas dan Organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. Struktur Dinas Pariwisata Bantul terdiri dari Kepala Dinas, sebagai pimpinan atau kepala kantor yang dibantu oleh : a) Bagian Tata Usaha, yang terdiri dari Sub Bagian Umum, Sub Bagian Keuangan, dan Sub Bagian Kepegawaian. Bagian ini dipimpin oleh seorang Kepala Bagian (Ka.Bag) yang membawahi empat sub bagian yang masingmasing dipimpin oleh kepala Sub Bagian (Ka.Subbag), dan berada di bawah serta bertanggung jawab penuh kepada Kepala Dinas. Bagian ini memiliki tugas melakukan urusan umum, administrasi keuangan, perencanaan, dan

59

administrasi kepegawaian. Sedangkan fungsinya adalah pelaksanaan urusan umum, pelaksanaan urusan keuangan, pelaksanaan urusan perencanaan, dan pelaksanaan urusan kepegawaian. b) Sub Dinas Obyek dan Daya Tarik Wisata, yang terdiri dari Seksi Rekreasi dan Hiburan Umum, Seksi Obyek Wisata dan Seksi atraksi Wisata. Bagian ini dipimpin oleh seorang kepala Sub Dinas (Ka.Subdin), yang membawahi tiga seksi yang masing-masing dipimpin oleh kepala seksi (Ka.Sie), dan berada dibawah serta bertanggung jawab penuh kepada Kepala Dinas. Bagian ini memiliki tugas melaksanakan pembinaan, pengembangan, perijinan, dan menyiapkan bahan kerjasama bidang pariwisata, serta pemantauan obyek dan daya tarik wisata. Sedangkan fungsinya adalah pelaksanaan pembinaan pengembangan obyek dan daya tarik wisata; pelaksanaan pembinaan, pengembangan, dan penyelenggaraan atraksi wisata; pelaksanaan pengawasan, pengendalian teknis, evaluasi kegiatan obyek dan daya tarik wisata serta atraksi wisata; pelaksanaan penyiapan bahan kerjasama dibidang kepariwisataan. c) Sub Dinas Sarana Wisata, yang terdiri dari Seksi akomodasi dan Fasilitas Wisata, Seksi Usaha Wisata, dan Seksi Perijinan Wisata. Bagian ini dipimpin oleh seorang Ka.Subdin, yang membawahi tiga seksi yang masing-masing dipimpin oleh Ka.Sie, dan berada dibawah serta bertanggung jawab penuh kepada Kepala Dinas. Bagian ini memiliki tugas melaksanakan pembinaan, pengembangan, dan perijinan, serta pemantauan sarana wisata yang meliputi akomodasi dan fasilitas wisata serta usaha wisata. Sedangkan fungsinya adalah penyelenggara pembinaan dan pengembangan usaha wisata dan perkemahan; penyelenggara pembinaan dan pengembangan usaha akomodasi dan fasilitas wisata; penerbitan perijinan bidang kepariwisataan; penyelenggaraan pemeliharaan sarana wisata; pengawasan dan pengendalian teknis dan evaluasi dibidang sarana wisata. d) Sub Dinas Pemasaran dan Penyuluhan Wisata, yang terdiri dari Seksi Promosi Wisata, Seksi Pelayanan Informasi, dan Seksi Bimbingan Wisata. Bagian ini dipimpin oleh seorang Ka.Subdin, yang membawahi tiga seksi yang masingmasing dipimpin oleh Ka.Sie, dan Berada dibawah serta bertanggung jawab

60

penuh kepada Kepala Dinas. Bagian ini memiliki tugas melaksanakan pembinaan, bimbingan teknis, pengawasan, pengendalian teknis bidang pemasaran dan penyuluhan wisata. Sedangkan fungsinya adalah pelaksanaan promosi dan pemasyarakatan pariwisata; pelaksanaan penyuluhan kepada masyarakat; pelaksanaan bimbingan teknis dan pelatihan aparat pengelola pariwisata; pelaksanaan pengawasan dan pengendalian, sosialisasi peraturan/ketentuan bidang pariwisata. e) Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), yang dibentuk dengan peraturan daerah. Unit ini dipimpin oleh seorang kepala UPTD yang disebut Kepala Unit (Ka.Unit), yang berada dibawah serta bertanggung jawab penuh kepada Kepala Dinas, serta secara operasional dikoordinasikan oleh Camat di wilayah kerjanya. f) Kelompok Jabatan Fungsional. Kelompok ini memiliki tugas membantu kepala dinas dalam bidang tertentu sesuai dengan keahliannya. Sedangkan fungsinya adalah pelaksanaan bidang-bidang tertentu sesuai dengan keahliannya. Jumlah petugas ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

Struktur organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul Sebaagai Pengelola Pariwisata Pantai Parangtritis dapat dilihat pada gambar 4.

61

Gambar 4. Susunan Dinas Dan Organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul (Perda No. 42 Tahun 2000) Kepala Dinas Pariwisata (Drs. Suyoto HS, M.Si, MMA) Bagian Tata Usaha Suhartini, SH

Sub.Dinas Obyek dan Daya Tarik Wisata

Sub.Bag

Sub.Bag

Sub.Bag

Sub.Bag

Umum

Keuanga

Perencanaa

Kepegawaiaa

Sub.Dinas Sarana Wisata (Susilo, BAE, SE)

(Ir. Ign.Bambang S)

Seksi Obyek Wisata Seksi Rekreasi dan Hiburan Umum

(A.Diah Setiawati, SH, M Hum)

Seksi Akomodasi dan Fasilitas Wisata

Seksi Promosi Wisata

Seksi Usaha Wisata

Seksi Pelayanan Informasi

Seksi Perijinan Kepariwisataan

Seksi Bimbingan Wisata

Seksi Atraksi Wisata

Kelompok Jabatan Fungsional

Sub.Dinas Pemasaran dan Penyuluhan Wisata

Unit Pelaksana Teknis Dinas (Bambang Budiharjo)

62

5.2.3. Produk Wisata Yang Ditawarkan Jenis wisata yang ditawarkan Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul untuk wilayah Parangtritis (Pantai Parangtritis, Pantai Parangkusumo, Pantai Depok) antara lain wisata alam, wisata budaya, wisata religius, wisata kuliner, wisata pendidikan, dan wisata minat khusus yang sedang dikembangkan. Untuk wisata bahari digolongkan kedalam wisata alam. Wisata kuliner dan wisata pendidikan yang berada di Pantai depok yang sedang dikembangkan merupakan jenis wisata potensial yang dapat menyerap banyak pengunjung. Pantai Depok (bagian dari obyek wisata Parangtritis) dipilih sebagai lokasi wisata tersebut oleh karena di Pantai itu terdapat laboratorium gumuk pasir dan juga terdapat tempat pelelangan ikan (TPI). Produk-produk wisata yang dapat dikunjungi atau dapat dilakukan di obyek wisata Pantai Parangtritis antara lain : a. Olahraga : berlayar, memancing, berenang, volley pantai, dan pacuan kuda. b. Pendidikan : laboratorium gumuk pasir c. Budaya : upacara labuhan d. Kuliner : rumah makan yang berada di Pantai Depok e. Religius : trilogi roh (cepuri watu gilang, makam Syeh Maulana Maghribi, makam Syeh Bela Belu) f.

Belanja : kios-kios yang sedang dibangun

g. Minat khusus : panjat tebing, paralayang h. Lain-lain : pemandangan alam sekitar Pantai, aktivitas kehidupan nelayan, fasilitas hiburan dan seni seperti panggung hiburan, fasilitas olahraga seperti lapangan volley pantai, lapangan tenis, fasilitas penginapan, dan transportasi sederhana seperti bendi.

63

5.3. Kondisi Obyek Wisata (OW) Pantai Parangtritis Pra Gempa Bumi 5.3.1. Keadaan Umum Daerah Wisata Dan Lingkungan Dinas Pra Gempa Bumi Sebelum terjadi bencana gempa bumi dan tsunami jumlah kunjungan wistawan sebanyak 1.341.931 orang (tahun 2005), sedangkan jumlah pendapatan yang diterima dari Dinas Pariwisata Bantul selaku pengelola OW Pantai Parangtritis tergolong memuaskan. Pada tahun ini jumlah pendapatan yang diterima dari hasil pemungutan retribusi sebesar Rp 2.139.559.100,00 atau telah mencapai sekitar 91,28% dari target yang ditetapkan pada tahun tersebut (Rp.2.344.000.000,00). Sedangkan untuk tahun 2004 jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 1.384.320 orang dan pendapatan yang diterima dari hasil pungutan retribusi adalah sebesar Rp 2.205.680.300,00 atau sekitar 96,45% dari target yang telah ditetapkan (Rp.2.286.848.700,00). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan yang dicapai oleh Dinas Pariwisata Bantul tergolong cukup stabil, dan dinilai cukup memuaskan oleh karena perolehan pendapatan mendekati target yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebelum bencana gempa bumi terjadi pihak pengelola juga sudah melakukan beberapa kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas OW Pantai Parangtritis diantaranya pembuatan jalan konblok di sekitar Pantai Parangtritis untuk memudahkan mobilitas wisatawan dalam berwisata, dan juga melakukan pembangunan lab gumuk pasir sekitar tahun 2002 yang diharapkan dapat menjadi pusat studi gumuk pasir di Indonesia (meskipun belum dijalankan) Produk wisata yang ditawarkan terdiri dari 4 jenis produk yaitu wisata religius, wisata olahraga, wisata budaya dan wisata minat khusus. Pihak pengelola menyebarkan informasi mengenai produk wisata yang ditawarkan dengan cara menyebarkan brosur, leaflet, booklet, dan juga dengan mengikuti pameran-pameran wisata baik yang diadakan sendiri maupun oleh pihak luar. 5.3.2. Strategi Pemasaran Pengelola Pra Gempa Dan Tsunami Sebelum bencana gempa bumi dan Tsunami yang melanda daerah Bantul, Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul selaku pengelola Obyek Wisata Pantai

64

Parangtritis memiliki strategi pemasaran antara lain (1) penyelenggaraan event-event yang dapat menarik minat wisatawan seperti festival layang-layang, pacuan kuda (secara insidental), perayaan menyambut tahun baru hijriah, (2) mengadakan kunjungan-kunjungan ke sekolah untuk mempromosikan obyek wisata Pantai Parangtritis, (3) mengikuti dan mengadakan pameran-pameran wisata, (4) melakukan penyebaran informasi wisata melalui media cetak maupun elektronik. 1. Segmentasi Pasar Pihak pengelola baru menetapkan pembagian sasaran konsumen mereka menjadi dua kelompok, yaitu segmen menengah ke atas dan segmen menengah ke bawah. Untuk segmen menengah ke atas disediakan wisata minat khusus berupa olahraga panjat tebing dan paralayang. Sedangkan untuk segmen menengah ke bawah disediakan area panggung hiburan gratis, dan juga berkeliling area wisata dengan menggunakan bendi dengan harga terjangkau. 2. Strategi Produk Sebelum bencana gempa bumi terjadi, pihak pengelola membagi produk wisatanya menjadi 4 jenis yang terletak diarea yang berbeda antara lain (1) wisata religius berupa tempat petilasan-petilasan yang dipercayai sebagai “Trilogi Roh”, (2) wisata olahraga disediakan lapangan Volley dan juga arena pacuan kuda yang diselenggarakan secara insidental di area Pantai Parangtritis, (3) wisata budaya berupa atraksi wisata yang merupakan budaya atau tradisi masarakat sekitar yang masih lestari dan dilakukan secara rutin, (4) wisata minat khusus seperti panjat tebing dan paralayang (masih belum optimal) Untuk produk-produk wisata bahari dirasakan masih kurang berkembang, padahal kalau dilihat dari segi potensi alamnya sangat mendukung perkembangan wisata bahari seperti ombak yang besar dapat dimanfaatkan untuk kegiatan surfing, angin yang besar bisa digunakan untuk kegiatan paralayang, adanya perahu-perahu nelayan bisa digunakan untuk alat transportasi laut yang digunakan wisatawan untuk berkeliling di sekitar perairan pantai, dan banyaknya ikan-ikan di laut yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan memancing.

65

3. Strategi Distribusi Karena produk pengelola merupakan produk wisata alam, maka produk ini tidak bisa didistribusikan seperti produk barang. Seperti yang disampaikan oleh soekadijo (2000) bahwa produk wisata tidak dapat dibawa ke tempat kediaman wisatawan dan harus dinikmati di tempat dimana produk itu tersedia. Oleh karena itu yang dapat didistribusikan adalah material-material yang dapat memberikan gambaran mengenai produk sesuai dengan keinginan pengelola seperti leaflet, booklet, film documenter dan material lainnya. Material promosi ini disebarkan pada saat ada kunjungan wisatawan, pameran dan festival yang diikuti dan lainnya. 4. Strategi Promosi Untuk mempromosikan produknya , pengelola menggunakan bauran promosi yaitu (1) promosi ke sekolah-sekolah di Pulau Jawa, (2) publisitas dan public relation, berupa liputan oleh media elektronik seperti acara Gardu Project Taman Sari di Yogya TV dan Taman Gabusan di TVRI, mengundang media cetak untuk press conference, mengikuti pameran dan festival, (3) publikasi sederhana di internet mengenai profil obyek wisata Pantai Parangtritis, (4) mengiklankan produk wisata melalui pembuatan dan penyebaran brosur, leaflet, booklet, dan spanduk-spanduk yang menarik. 5. Strategi Harga Tiket masuk obyek wisata Pantai Parangtritis berupa pembayaran retribusi berdasarkan Perda Kab. Bantul No.7 tahun 2003 adalah untuk pengunjung dikenakan biaya retribusi sebesar Rp 1.500,00, untuk dokar/andong sebesar Rp.200,00, untuk kendaraan roda 2 sebesar Rp.200,00 ,untuk kendaraan roda 4 sebesar Rp.500,00 , dan untuk kendaraan roda 6 sebesar Rp.1.500,00. Untuk pengunjung rombongan diberikan potongan harga retribusi maksimal 10% sesuai dengan negosiasi kedua belah pihak.

66

5.4. Kondisi Obyek Wisata (OW) Pantai Parangtritis Pasca Gempa 5.4.1. Keadaan Umum Daerah Wisata Dan Lingkungan Dinas Pasca Gempa Pasca gempa bumi dan tsunami OW Pantai Parangtritis mengalami penurunan kunjungan wisatawan. Hal ini bisa dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2006 yaitu sebanyak 816.917 orang, kalau dilihat pada tahun sebelumnya (tahun 2005) jumlah kunjungan wisatawan mencapai 1.341.931 orang. Hal ini menandakan terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan sebesar 40%. Dampak dari penurunan jumlah kunjungan wisatawan adalah penurun terhadap jumlah pendapatan yang diterima oleh pihak pengelola yang berupa pendapatan retribusi. Pendapatan dari hasil pemungutan retribusi untuk tahun 2006 yaitu sebesar Rp 859.124.800,00 yaitu hanya mencapai 34,81% dari total target tahun 2006 (Rp 2.467.801,00). Untuk tahun 2007 jumlah kunjungan wisatawan sampai dengan bulan Mei hanya mencapai 283.495 orang. Data ini mengindikasikan bahwa adanya bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda daerah wisata Pantai Parangtritis sangat mempengaruhi kondisi keuangan dari pihak pengelola dalam hal ini Dinas Pariwisata Bantul. Untuk jenis produk wisata (pasca gempa) yang ditawarkan hampir sama dengan produk wisata yang ditawarkan sebelum bencana tersebut terjadi, hanya saja ada beberapa pengembangan dari produk yang ditawarkan seperti wisata kuliner yang dipusatkan di Pantai Depok, wisata pendidikan dengan diresmikannya lab gumuk pasir di Pantai Depok, yang diharapkan menjadi Study Center gumuk pasir terlengkap di Asia Tenggara, dan juga wisata belanja yaitu dengan dididirikannya kios-kios sebagai area penjualan souvenir meskipun masih dalam tahap proses pembangunan. Adanya pengembangan produk wisata yang ditawarkan diharapkan dapat menambah daya tarik wisata dari OW Pantai Parangtritis. Untuk mengembalikan kembali image OW Pantai Parangtritis pasca bencana tersebut, pihak pengelola melakukan tindakan seperti melakukan travel dialog yaitu dengan mengadakan kunjungan langsung ke sekolah-sekolah, melakukan penyebaran informasi melalui media cetak dan eletronik (meskipun belum optimal karena kendala

67

anggaran dana), dan juga dengan melakukan kerjasama dengan 13 kabupaten yang berada di DIY yang dinamakan Java Promo yang berfungsi untuk menyebarkan informasi wisata dari masing-masing kabupaten sekaligus merupakan teknik pengiklanan ke publik tentang kondisi pariwisata saat ini. 5.4.2. Strategi Pemasaran Pengelola Pasca Gempa Dan Tsunami Saat ini Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul selaku pengelola Obyek Wisata Pantai Parangtritis memiliki strategi pemasaran dalam rangka mengembalikan citra pariwisata Pantai Parangtritis pasca bencana gempa bumi dan tsunami antara lain dengan melakukan (1) penyebaran informasi ke masyarakat luas melalui kegiatan Java Promo dengan melakukan kerjasama diantara 13 kabupaten/kota di wilayah DIY, (2) penyelenggaraan event-event yang dapat menarik minat wisatawan seperti festival layang-layang dan perlombaan jelajah wisata alam di gumuk pasir Pantai Depok, sebagai salah satu cara untuk mengembalikan image Pantai Parangtritis, (3) pemberdayaan kelompok sadar wisata (Pokdarwis), (4) mengikuti dan mengadakan pameran-pameran wisata, (5) melakukan penyebaran informasi wisata saat ini melalui media cetak maupun elektronik. 1.

Segmentasi Pasar Saat ini pihak pengelola baru menetapkan pembagian sasaran konsumen mereka

menjadi dua kelompok, yaitu segmen menengah keatas dan segmen menengah kebawah. Untuk segmen menengah keatas disediakan wisata minat khusus berupa olahraga panjat tebing, paralayang, dan kuliner. Sedangkan untuk segmen menengah ke bawah disediakan area panggung hiburan gratis, dan juga berkeliling area wisata dengan menggunakan bendi dengan harga terjangkau. 2.

Strategi Produk Saat ini pihak pengelola membagi produk wisatanya menjadi 6 jenis yang

terletak diarea yang berbeda antara lain (1) untuk produk wisata kuliner didirikan rumah-rumah makan yang berlokasi di Pantai Depok yang dekat dengan TPI, (2) kemudian sedang dibangun tempat untuk produk wisata belanja berupa kios-kios

68

yang terletak di area Pantai Parangtritis, (3) lalu untuk wisata pendidikan tersedia laboratorium gumuk pasir yang berlokasi di Pantai Depok, (4) untuk produk wisata religious berupa petilasan-petilasan yang dipercaya masyarakat sebagai “Trilogi Roh”, (5) untuk wisata olahraga disediakan lapangan volley, arena pacuan kuda secara insidental, (6) serta yang terakhir produk wisata budaya berupa atraksi budaya berupa tradisi masyarakat sekitar yang masih lestari dan dilakukan secara rutin. Untuk produk-produk wisata bahari dirasakan masih kurang berkembang, padahal kalau dilihat dari segi potensi alamnya sangat mendukung perkembangan wisata bahari seperti ombak yang besar dapat dimanfaatkan untuk kegiatan surfing, angin yang besar bisa digunakan untuk kegiatan paralayang, adanya perahu-perahu nelayan bisa digunakan untuk alat transportasi laut yang digunakan wisatawan untuk berkeliling di sekitar perairan pantai, dan banyaknya ikan-ikan di laut yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan memancing. 3.

Strategi Distribusi Untuk strategi distribusi yang digunakan oleh pengelola, pasca bencana gempa

bumi, hampir sama dengan strategi distribusi yang diterapkan pada saat sebelum gempa bumi dan tsunami terjadi. Materi yang didistribusikan adalah material-material yang dapat memberikan gambaran mengenai kondisi keamanan OW Pantai Parangtritis saat ini dan juga produk-produk wisata yang ditawarkan. Material promosi ini disebarkan pada saat ada kunjungan wisatawan, pameran dan festival yang diikuti dan lainnya. 4.

Strategi Promosi Untuk mempromosikan produknya , pengelola menggunakan bauran promosi

yaitu (1) Personal selling dengan melakukan travel dialog ke sekolah-sekolah, (2) kegiatan Java Promo, (3) publisitas dan public relation, berupa liputan oleh media elektronik seperti acara Gardu Project Taman Sari di Yogya TV dan Taman Gabusan di TVRI, mengundang media cetak untuk press conference, mengikuti pameran dan festival (pameran Gebyar Wisata Nusantara 2006 di Jakarta, dan Pameran Mitra

69

Praja Utama 2006 di Bali), (4) publikasi sederhana di internet mengenai profil obyek wisata Pantai Parangtritis, (5) mengiklankan produk wisata melalui pembuatan dan penyebaran brosur, leaflet, booklet, dan spanduk-spanduk yang menarik. 5.

Strategi Harga Strategi harga yang ditetapkan saat ini sama dengan strategi harga sebelum

bencana tersebut terjadi. Untuk pengunjung rombongan diberikan potongan harga retribusi maksimal 10% sesuai dengan negosiasi kedua belah pihak. Strategi harga sepertinya tidak terlalu diperhatikan oleh pihak pengelola. Hal ini karena harga retribusi sudah ditetapkan oleh Perda Kabupaten Bantul, dan dilihat dari besarnya retribusi yang ditetapkan tergolong amat murah dan terjangkau oleh masyarakat. 5.5. Kondisi Industri Pariwisata Pantai Parangtritis Menurut Yoeti (1980) industri pariwisata adalah kumpulan dari bermacammacam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan traveller pada umumnya, selama dalam perjalanan. Industri pariwisata memiliki tiga produk utama, yaitu atraksi wisata, jasa wisata, dan angkutan wisata. Ketiga produk ini saling terkait satu sama lain dan ketiganya harus ada agar suatu aktivitasnya bisa dikatakan sebagai pariwisata. 1. Atraksi wisata Atraksi wisata yang terdapat di obyek wisata Pantai Parangtritis antara lain upacara-upacara adat yang masih lestari seperti Labuhan Hondodento yang dilaksanakan di Pantai Parangkusumo setiap tanggal 15 suro, upacara Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri yang diadakan setiap Senin pon dan Selasa wage setahun sekali setelah musim panen, perayaan Peh Cun yaitu tradisi masyarakat tionghoa yang diadakan pada tanggal 5 bulan 5 tahun kalender imlek, dan juga labuhan Alit yang diadakan pada tanggal 30 rajab oleh kerabat keraton Yogyakarta. Selain upacaraupacara adat, obyek wisata Pantai Parangtritis juga menawarkan beberapa atraksi

70

wisata yang menarik seperti event-event olahraga (Pacuan kuda dan Volley Pantai) dan juga festival layang-layang yang diadakan secara insidental. Atraksi-atraksi wisata yang ditawarkan oleh obyek wisata Pantai Parangtritis jika diperhatikan masih didominasi oleh acara-acara adat yang memberi kesan monoton atau bisa dikatakan jenis wisatanya lebih kearah wisata budaya yang hanya bisa menangkap wisatawan saja (wisata penangkap), atau kurang dapat menahan wisatawan (wisata penahan). Dari hasil wawancara dengan pengunjung yang didominasi oleh wisatawan yang berasal dari jawa timur, jawa tengah dan juga DI Yogyakarta diperoleh bahwa motif wisata dari wisatawan adalah karena ingin merefresh diri dari rutinitas-rutinitas pekerjaan yang dijalankan sehari-hari dan ingin mencari tempat yang bisa dijadikan sebagai area berkumpul keluarga, teman maupun kerabat (wisatawan dari DI Yogyakarta), ada juga yang hanya ingin menjalankan ritual keagamaan yang dipercaya oleh nenek moyang mereka (wisatawan dari Jawa Timur dan Jawa tengah) yang biasanya dilaksanakan pada setiap hari selasa dan jumat kliwon ditempat petilasan-petilasan seperti Makam Syekh Maulana Maghribi, Makam Syekh Bela Belu, dan yang terakhir Cepuri watu gilang yang dipercaya sebagai tempat pertemuan antara Nyi Roro Kidul dengan Pangeran Diponogoro. Terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda daerah bantul mengakibatkan wisatawan takut untuk melakukan kunjungan wisata ke Obyek Pantai Parangtritis. Hal ini mengakibatkan atraksi-atraksi wisata yang ditawarkan menjadi berkurang peminatnya. Atraksi wisata yang masih diminati ialah tempat-tempat wisata religius dan juga upacara-upacara adat tahunan seperti upacara labuhan yang memang sudah menjadi tradisi yang harus diikuti oleh masyarakat sekitar. Untuk menarik kembali minat wisatawan diharapkan pihak pengelola dapat mengembangkan jenis wisata yang dapat menahan wisatawan seperti arena hiburan anak-anak, panggung hiburan, penyelenggaraan event-event khusus seperti event olahraga yang dilaksanakan secara rutin, festifal layang-layang tiap sebulan sekali dan juga wisata-wisata minat khusus terutama yang berhubungan dengan jenis wisata.

71

bahari seperti berselancar, paralayang, menangkap ikan, dan juga berlayar. Jenis-jenis wisata tersebut diharapkan dapat menyuguhkan suatu atraksi wisata yang menarik. 2. Jasa Wisata Jasa wisata yang disuguhkan oleh obyek wisata Pantai Parangtritis masih belum berkembang, sebagai contoh untuk penyediaan tempat penginapan masih tergolong amat sedikit. Tempat penginapan modern seperti hotel masih sangat sedikit. Hotel yang ada dikawasan parangtritis hanya berjumlah 8 buah, itupun bukan hotel berbintang, akan tetapi hotel melati, padahal kalau di lokasi tersebut dibuat suatu hotel berbintang pasti banyak wisatawan yang akan meningkatkan jam kunjungan wisatanya (length of stay). Kebanyakan tempat penginapan yang berada di kawasan obyek wisata Pantai Parangtritis adalah Losmen yeng berjumlah 197 buah (monografi desa Parangtritis 2006). Terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami di daerah tersebut mengakibatkan penurunan jumlah wisatawan yang berdampak terhadap penurunan jumlah wisatawan yang menginap di tempat-tempat penginapan di kawasan obyek wisata (OW) Pantai Parangtritis. Untuk rumah makan yang ada di OW Pantai Parangtritis masih terkesan berantakan. Banyak warung-warung semi permanen yang dibangun dipinggir-pinggir jalan dan di sekitar OW Pantai Parangtritis membuat kesan OW Pantai Parangtritis semrawut dan kumuh. Namun pada saat ini pihak pengelola sudah mulai menertibkan rumah makan liar dan memusatkan rumah makan – rumah makan di Pantai Depok yang dijadikan sebagai pusat wisata kuliner. Dari data monografi desa tahun 2006 diperoleh bahwa di areal OW Parangtritis tidak terdapat Restourant modern. Penyediaan jasa wisata berupa jasa pramuwisata maupun life guard yang ada di kawasan OW Pantai Parangtritis masih tergolong amat sedikit, padahal jenis wisata ini sangat diperlukan wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata yang nyaman dan aman. Seringnya terjadi kecelakaan-kecelakan yang terjadi di kawasan Pantai Parangtritis seharusnya membuat pihak pengelola harus menambah jumlah life guard

72

yang ada. Hal ini berguna demi meningkatkan kepercayaan wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata disekitar areal pantai. Dalam mengantisipasi bencana gempa bumi dan tsunami diharapkan pihak pengelola dapat bekerjasama dengan BMG dalam membuat sistem informasi peringatan dini. Dan juga pemerintah maupun pihak dinas melakukan upaya mitigasi penanggulangan bencana gempa dengan melakukan simulasi penanganan bencana gempa bumi dan tsunami dan juga pelatihan terhadap life guard dalam memberikan pertolongan cepat kepada wisatawan yang berada di sekitar pantai.. Hal ini merupakan salah satu upaya dalam memberikan jasa wisata berupa kenyamanan dan keamanan pengunjung dalam berwisata. 3. Angkutan Wisata Angkutan wisata berhubungan dengan transferbilitas wisatawan ke area OW Pantai Parangtritis. Jasa angkutan untuk wilayah OW Pantai Parangtritis sudah cukup memenuhi jumlah wisatawan. Untuk angkuatan di areal OW PAntai Parangtritis disediakan Bendi-Bendi yang ditawarkan dengan harga terjangkau yaitu Rp 1500,00 untuk sekali mengelilingi areal obyek wisata. Kondisi jalan ke areal OW Pantai Parangtritis sudah cukup baik, bisa dilihat dari jalan-jalan yang menuju ke tempat OW beraspal dan masih dalam kondisi yang baik, meskipun ada beberapa jalan yang retak-retak akibat bencana gempa bumi tahun 2006. Saat ini sedang diadakan perbaikan jalan yang dilakukan oleh DPU untuk membenahi jalan-jalan tersebut. Pihak pengelola juga sedang melakukan penambahan jalan con block yang akan menghubungtkan tiga pantai di daerah Parangtritis yaitu Pantai Parangtritis, Pantai Depok, dan juga Pantai Parangkusumo yang diharapkan dapat memberikan kemudahan mobilitas dari wisatawan dalam melakukan kegiatan berwisata. Di sekitar OW Pantai Parangtritis ada 59 buah perahu motor yang dimiliki oleh masyarakat sekitar, yang apabila dimanfaatkan dapat dijadikan sebagai sarana angkutan laut yang dapat dijadikan obyek daya tarik wisata.

74

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis lingkungan Internal. 6.1.1. Pasar dan Pemasaran Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul memiliki suatu visi yaitu “Beneficial

tourism” yang berarti wisata yang mendatangkan keuntungan baik untuk pihak pengelola, masyarakat sekitar, maupun pemerintah daerah, mengingat saat ini sistem otonomi daerah sudah diberlakukan. Untuk menjalankan visi tersebut Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul melakukan suatu misi-misi dalam bidang pemasaran antara lain meningkatkan profesionalisme pelayanan pariwisata melalui peningkatan kualitas kelembagaan, manajemen, dan SDM, mengembangkan pariwisata yang berbasis pada budaya, alam, dan minat khusus melalui berbagai bentuk pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan juga dapat memasarkan produk wisata daerah secara luas baik di tingkat nasional maupun internasional. Sasaran utama untuk wisatawan yang dituju oleh pihak pengelola dalam memasarkan produknya adalah para pelajar. Hal ini dikarenakan image DI Yogyakarta sebagai kota pelajar dan merupakan salah satu daerah tujuan wisata bagi para pelajar yang biasanya merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang diadakan masing-masing sekolah secara tidak langsung memberikan efek multiplier terhadap obyek wisata Pantai Parangtritis yang notabene merupakan obyek wisata pantai yang sangat terkenal di DI Yogyakarta. Untuk wisatawan yang datang mayoritas berasal dari Pulau Jawa yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Adanya perubahan sistem pendidikan dari sistem kuartalan (Caturwulan) menjadi semesteran memberikan efek penurunan jumlah kunjungan wisatawan, hal ini dikarenakan waktu berlibur yang menjadi berkurang, dimana waktu liburan itu biasanya digunakan untuk bertamasya. Dalam hal produk wisata pihak pengelola menawarkan 6 jenis wisata yang dapat dinikmati diantaranya wisata alam, wisata budaya, wisata religious, wisata minat khusus serta wisata Pendidikan dan wisata kuliner yang sedang

75

dikembangkan. Produk wisata bahari digolongkan kedalam wisata alam. Hal ini dikarenakan faltor-faktor pendukung wisata bahari di Pantai Parangtritis belum berkembang baik dari sisi sumberdaya manusia maupun dari sisi sarana dan prasarana. Semuanya bisa dilihat dari aktivitas pengunjung yang hanya dapat menikmati pemandangan alam saja oleh karena fasilitas-fasilitas wisata dan

lifeguard yang masih terbatas padahal kalau dilihat kondisi alamnya amat mendukung untuk perkembangan pariwisata bahari seperti ombak parangtritis yang besar yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan surfing, kondisi angin yang kencang juga belum dimanfatkan secara maksimal untuk olahraga paralayang, adanya nelayan dan tempat pelelangan ikan yang dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk produk wisata yang dapat ditawarkan bagi mereka yang ingin mengetahui aktifitas-aktifitas nelayan. Belum adanya sistem paket wisata membuat keuntungan yang diterima oleh pihak pengelola tidak maksimal. Padahal jika sistem paket wisata dijalankan kemungkinan “length of stay” (lamanya waktu berkunjung/menginap) dari para wisatawan bisa bertambah seperti adanya kerjasama antara pihak pengelola dengan usaha penginapan, perusahaan transportasi, jasa-jasa travel agent, maupun warga sekitar dalam rangka menyuguhkan atraksi-atraksi wisata yang membuat wisatawan dapat memperpanjang liburan di obyek wisata tersebut. Dalam hal strategi pemasaran yang dijalankan oleh pihak pengelola khususnya pasca bencana gempa bumi dan tsunami yaitu dengan melakukan penyebaran informasi wisata berupa kegiatan Java Promo yang diikuti 14 Kabupaten/kota di DIY dan kegiatan Travel Dialog. Kemudian dilakukan kegiatan pemberdayaan Pokdarwis (kelompok sadar wisata) yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesadaran masyarakat terhadap peningkatan kualitas obyek wisata Pantai Parangtritis. Selain itu dilakukan penyebaran informasiinformasi melalui internet tentang kondisi pariwisata Pantai Parangtritis saat ini (Pasca gempa bumi dan tsunami) meskipun terlihat belum maksimal. Diadakannya kegiatan perlombaan seperti jelajah wisata alam, gumuk pasir di Pantai Depok, dan juga atraksi-atraksi wisata seperti festival layang-layang juga merupakan salah satu teknik pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola untuk menarik minat wisatawan.

76

Dalam rangka mengembalikan citra pariwisata Pantai Parangtritis oleh karena bencana tsunami dan gempa bumi yang melanda daerah tersebut pihak pengelola melakukan kegiatan-kegiatan pemulihan diantaranya : a. Penyelenggaraan Event Wisata seperti acara bekti pertiwi-pisungsung jaladri, dan labuhan alit kraton di Pantai Parangtritis b. Promosi Ke Luar Daerah seperti travel dialog ke jawa tengah pada bulan agustus 2006. Kegiatan ini dilakukan dalam upaya pengenalan potensi pariwisata melalui presentasi dihadapan kepala-kepala sekolah di kota/kabupaten yang dikunjungi (Tegal dan Pekalongan). Selain itu diadakan pula pameran wisata dan travel dialog melalui Java Promo di Pontianak, Kalbar pada tanggal 1 September 2006. Java Promo ini merupakan kerjasama pihak pengelola dengan 13 kabupaten/kota di DI Yogyakarta yang bertujuan untuk mempromosikan potensi wisata masing-masing daerah. Kegiatan ini juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi pengeluaran di bidang promosi oleh karena keterbatasan anggaran dana. Untuk promosi wisata diharapkan pihak pengelola juga dapat malakukannya diluar Pulau Jawa sehingga wisatawan potensial yang berada di sana dapat terjaring, hal ini berarti akan memperluas pasar yang dituju.

c. Rehabilitasi Fisik Obyek Wisata seperti pembangunan con-block dan jembatan di Parangtritis, pembenahan Joglo Parangtritis, dan kegiatan kebersihan lingkungan di semua obyek wisata. Bauran promosi yang dilakukan antara lain (1) direct marketing dengan melakukan travel dialog ke sekolah-sekolah yang menjadi sasaran utama pemasaran, (2) kegiatan Java Promo, (3) publisitas dan public relation, berupa liputan oleh media elektronik seperti acara Gardu Project Taman Sari di Yogya TV dan Taman Gabusan di TVRI, mengundang media cetak untuk press

conference,mengikuti pameran dan festival (pameran Gebyar Wisata Nusantara 2006 di Jakarta, dan Pameran Mitra Praja Utama 2006 di Bali), (4) publikasi sederhana di internet mengenai profil obyek wisata Pantai Parangtritis, (5) mengiklankan produk wisata melalui pembuatan dan penyebaran brosur, leaflet, booklet, dan spanduk-spanduk yang menarik.

77

Segmentasi yang sudah dilakukan hanya berdasarkan tingkat pendapatan yaitu segmen menengah keatas dan segmen menengah ke bawah. Sepertinya pihak pengelola tidak ingin membatasi pengunjung kepada segmen tertentu dan menunjukkan produk wisatanya untuk semua kalangan masyarakat. Secara keseluruhan, pemasaran wisata yang dilakukan oleh pihak pengelola sudah cukup baik, akan tetapi masih perlu pengembangan dari segi produk dan promosi wisata.

6.1.2. Keuangan dan Akuntansi Sebagai lembaga bagian dari pemerintah, pihak balai mendapatkan dana dari APBD Pemda Kabupaten Bantul, dari Pemerintah Provinsi, dan dari Pemerintah Pusat. Pada Tahun Anggaran 2007 sesuai dengan APBD Kabupaten Bantul 2007 (Perda Kab Bantul No. 2 Tahun 2007), Dinas Pariwisata kabupten Bantul mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp. 2.000.000.000,- dengan perincian program sebagai berikut : pelayanan administrasi perkantoran (Rp.686.204.000), peningkatan sarana dan prasarana aparatur (Rp.132.350.000), peningkatan disiplin aparatur (Rp.25.000.000), peningkatan kapasitas SD aparatur (Rp.5.000.000), peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan (Rp.17.620.000), pengembangan pemasaran pariwisata (Rp.127.000.000), pengembangan destinasi wisata (Rp.984.326.000), dan yang terakhir pengembangan kemitraan (Rp.22.500.000). Terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Kabupaten Bantul mengakibatkan penurunan jumlah pendapatan yang diterima oleh pihak pengelola. Pada tahun tersebut pendapatan dari retribusi yang diterima hanya sebesar Rp. 859.124.800,-. Nilai ini masih jauh dari target yang sudah ditetapkan. Nilai ini hanya memenuhi 34,81 persen dari target yang ditetapkan (Rp. 2.467.801.000,-). Padahal pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2005 pendapatannya mencapai 91,28 persen dari target. Target pendapatan tahun 2005 sebesar Rp.2.344.000.000,- dengan total pencapaian sebesar Rp.2.139.559.100). dari data ini terlihat bahwa adanya bencana tersebut sangat mempengaruhi pendapatan (kondisi keuangan) pengelola. Untuk tahun 2007 pendapatan yang

78

diterima dari pungutan retribusi sampai bulan Mei sebesar Rp.448.606.900,-. Pencapaian pendapatan dari retribusi ini masih sekitar 29,94 persen dari nilai target yang ditetapkan untuk tahun 2007. Kondisi pendanaan dari pihak luar maupun dari dalam terlihat masih kurang untuk mendukung rencana kegiatan/kinerja pihak pengelola, hal ini dikarenakan jumlah anggaran yang ada masih tergolong minim untuk melakukan perbaikanperbaikan sarana dan prasarana yang rusak. Sedangkan pasca bencana gempa bumi dan tsunami memerlukan dana perbaikan yang sangat besar baik dari segi perbaikan teknis maupun operasional. Selama ini keuangan Dinas Pariwisata Bantul selaku pengelola Obyek Wisata Pantai Parangtritis dikelola oleh Kepala bagian keuangan dibantu oleh bendahara penerimaan dan pengeluaran. Bagian ini akan mengalokasikan dana yang diterima kedalam pos-pos kegiatan yang telah diajukan oleh masing-masing sub bagian (dalam hal ini Kepala Subbag). Pengajuan dana ini disampaikan dalam bentuk rencana pelaksanaan kegiatan. Bila rencana pelaksanaan kegiatan ini disetujui, maka dana akan diturunkan kepada penanggung jawab masing-masing kegiatan. Setiap akhir tahun masing-masing sub bagian harus menyerahkan laporan pelaksanaan kegiatan untuk mengecek kegiatan apa saja yang sudah dilakukan beserta berapa jumlah anggaran yang terpakai dan yang masih tersisa.

6.1.3. Produksi dan Operasi Produk wisata yang ditawarkan oleh pihak pengelola pantai parngtritis antara lain wisata alam, wisata budaya, dan wisata religious. Untuk wisata alam terdiri dari pemandangan alam pantai parangtritis yang terdiri dari pantai yang berombak, berpasir hitam dan juga dikelilingi oleh perbukitan kapur (karst), adanya aktivitas nelayan di tempat pelelangan ikan juga bisa menjadi salah satu objek daya tarik wisata. Untuk wisata budaya, adanya kegiatan atau event-event rutin yang dilakukan oleh warga masyarakat sebagai bagian dari tradisi nenek moyang mereka seperti perayaan malam 1 suro, perayaan Peh Cun, dan labuhan hondodento. Adanya trilogi roh dengan 3 tempat petilasan sebagai pusat/awal kegiatan ritual seperti Cepuri Watu Gilang, Makam Syeikh Maulana Maghribi dan

79

makam syeikh Bela Belu merupakan salah satu objek wisata religious yang dilakukan oleh wisatawan dari Jawa timur, Jawa tengah, dan juga DI Yogyakarta yang umumnya beragama islam. Untuk umat hindu biasanya dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi melakukan upacara Melasti di kawasan Pantai Parangtritis. Selain tiga jenis wisata diatas, saat ini pihak pengelola sedang mengembangkan wisata pendidikan di area wisata Pantai Parangtritis seperti telah dibangun suatu laboratorium gumuk pasir satu-satunya di Indonesia sebagai tempat penelitian mengenai proses terjadinya suatu ekosistem gumuk pasir. Di laboratorium ini juga dipaparkan mengenai berbagai jenis tipe bentuk gumuk pasir diantaranya tipe barchan, longitudinal, parabolik dan sisir. Untuk tipe barchan merupakan satu-satunya tipe gumuk pasir yang ada di Asia Tenggara. Aktivitas pariwisata Pantai Parangtritis semuanya dikelola oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. Untuk melakukan pengawasan aktivitas wisata di daerah tersebut maka pihak pengelola mendirikan sebuah kantor pengelola yang merupakan bagian dari Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul dengan para pegawai dari bagian Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang dikepalai oleh Bambang Budiharjo. Produk wisata dibuat atau diproduksi bersamaan dengan waktu produk tersebut dinikmati oleh konsumen, maka proses produksi dari wisata tidak sama dengan proses produksi dari produk barang. Oleh karena itu, aktivitas produksi dari produk wisata bahari Pantai Parangtritis, adalah saat pengunjung datang dan menikmati objek wisata yang ditawarkan, seperti berjalan-jalan di tepi pantai, ikut dalam proses penangkapan ikan oleh nelayan tradisional, berselancar, atau melihat pemandangan pantai dengan gumuk pasir yang indah. Kualitas produk wisata bahari sangat tergantung pada kualitas lingkungan dimana aktivitas wisata tersebut diadakan. Oleh karena itu pihak pengelola memerlukan bantuan dari warga masyarakat dalam menjaga kelestarian dan kenyamanan lingkungan wisata. Untuk itulah pihak pengelola mendukung pembentukan suatu kelompok masyarakat sadar wisata yang diharapkan dapat menyokong kualitas dari wisata bahari tersebut.

80

Sesuai dengan misi pertama Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul yaitu mengembangkan pariwisata yang berbasis pada budaya, alam, dan minat khusus melalui berbagai bentuk pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan. maka pihak pengelola wisata menjalankan program-program antara lain : 1. Program pengembangan destinasi wisata seperti peningkatan daya tarik wisata seperti 7 pentas seni, peh cun, lomba kreatifitas, kreasi layinglayang. 2. Program pengembangan kemitraan seperti pengembangan SDM dan profesionalisme bidang pariwisata . 3. Peningkatan pembangunan sarana dan prasarana obyek wisata seperti pengadaan instalasi air bersih, pengadaan kamar mandi umum, pembangunan panggung hiburan, dan pembangunan kios-kios yang terencana. 4. Pengembangan sosialisasi dan penerapan pengawasan standarisasi. 5. Pelaksanaan promosi pariwisata nusantara di dalam dan luar negeri seperti dengan pembuatan leafleat, poster, dan booklet Pantai Parangtritis. Dalam pengembangan wisata minat khusus sejauh ini dirasakan belum berkembang, hal ini dikarenakan mahalnya biaya untuk pengadaan fasilitas atau alat-alat yang digunakan untuk menunjang wisata tersebut. Mengingat obyek wisata pantai parangtritis memiliki karakteristik yang unik seperti dikelilingi oleh perbukitan karst, adanya ekosisitem gumuk pasir, kondisi angin yang kencang, dan juga ombak yang besar seharusnya pihak pengelola dapat menawarkan Wisata minat khusus seperti surfing, para layang, panjat tebing, dan berlayar. Masih kurangnya tenaga kerja yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan pengamanan di daerah wisata Pantai Parangtritis yang notabene berombak sangat besar dan berbukit terjal merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan wisata minat khusus. Adanya event-event insidental seperti volley pantai, festival layang-layang, dan juga balapan kuda seharusnya dijadikan sebagai salah satu kegiatan atau event rutin yang dapat menambah daya tarik wisata tersebut. Kegiatan ini bisa dilakukan

81

dengan bekerjasama dengan pihak sponsor atau organisasi-organisasi yang terkait dengan kegiatan tersebut seperti PBVSI, kelompok pecinta layang-layang, dan juga asosiasi pembalap kuda Indonesia. Dengan adanya kegiatan tersebut pasti akan menarik lebih banyak wisatawan untuk berkunjung.

6.1.4. Aspek Pengelolaan Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul mengikuti sistem manajemen yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Secara total, jumlah sumberdaya manusia yang berada di Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul saat ini memiliki 72 orang. Pihak pengelola secara berkala menjalani pelatihan untuk meningkatkan keterampilannya. Baik yang diadakan oleh pihak Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul sendiri, maupun yang diadakan oleh Pusat Pendidikan dan Latihan Departemen Pariwisata dan Kebudayaan. Selaku pegawai negeri sipil, maka aspek kesejahteraan mangacu kepada aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Secara umum personal di Dinas Pariwisata tersebut mendapatkan gaji bulanan, tunjangan struktural dan fungsional, tunjangan prestasi kerja, asuransi kesehatan, dan uang pensiunan. Tidak terdapat pemberian bonus seperti yang ada diperusahaan swasta pada umumnya. Setiap pegawai di Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul memiliki kesempatan untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi dengan mengikuti program beasiswa. Setiap seminggu sekali diadakan rapat koordinasi yang diadakan setiap hari Senin. Agenda rapat ini antara lain adalah evaluasi kinerja, baik program maupun personal, perencanaan program-program, dengar pendapat tentang permasalahan yang ada, dan agenda lainnya. Mekanisme rapat koordinasi ini memudahkan bagi kepala dinas untuk melakukan kontrol dan pengawasan terhadap kinerja Dinas. Untuk aspek penilaian kinerja secara personal, maka berlaku yang dinamakan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) pegawai negeri sipil. Hal-hal yang dinilai adalah aspek kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan. Hasil dari DP3 ini

82

akan mempengaruhi perjalanan karier personal yang dinilai, antara lain dari segi promosi jabatan dan kenaikan gaji. DP3 ini diisi secara rahasia oleh pejabat penilai yang telah ditentukan. Sanksi yang dijatuhkan kepada personal di Dinas Pariwisata Kabupaten bantul ini bervariasi, sesuai dengan tingkat kesalahan. Urutan sanksi adalah pemanggilan, teguran lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan gaji berkala, penahanan gaji, penurunan pangkat, dan terakhir pemecatan. Secara umum kondisi manajemen SDM yang dilakukan oleh Pihak pengelola dinilai sudah cukup baik.

6.1.5. Penelitian dan Pengembangan Pihak pengelola pariwisata pantai di Kawasan Parangtritis, dalam hal ini Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul tidak memiliki divisi litbang (penelitian dan pengembangan) dalam strukturnya. Namun dalam membuat program-program kerja yang ditujukan untuk mengembangkan kualitas pariwisata pantai tersebut, pihak pengelola mengadakan kerjasama dengan institusi, lembaga, dan pihakpihak lain yang berkompeten dibidangnya untuk melakukan pendampingan. Hal ini bertujuan agar ide-ide atau gagasan, baik yang berasal dari pihak internal pengelola maupun diluar pengelola dapat menjadi sebuah solusi terbaik terhadap pemecahan permasalahan-permasalahan yang dihadapi pihak pengelola dan dapat menemukan alternatif-alternatif strategis dalam manarik perhatian atau minat konsumen terhadap pariwisata pantai Parangtritis. Salah satu contoh bentuk kerjasama pihak pengelola dengan pihak luar dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan kualitas Wisata Pantai Parangtritis adalah dalam pembuatan RIPOW (Rencana Induk Pengembangan Objek Wisata) Parangtritis yang melibatkan masyarakat lokal, akademisi, LSM, dan peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata Universitas Gajah Mada. Langkah lain yang terkait dengan penelitian dan pengembangan adalah memfasilitasi dan memberikan kemudahan bagi setiap pihak yang bermaksud untuk mengadakan penelitian di kawasan Wisata Pantai Parangtritis seperti

83

mahasiswa, peneliti dan lainnya. Dengan harapan, hasil penelitian tadi dapat bermanfaat bagi pihak pengelola.

6.1.6. Sistem Informasi Ketersediaan alat-alat komunikasi seperti telepon dan fax telah mendukung kinerja balai secara baik. Sedangkan untuk ketersediaan komputer beserta perangkat pendukungnya masih belum memadai. Setiap Subdin (sub dinas) hanya memiliki satu unit komputer saja. Peralatan pendukung komputer seperti printer hanya terdapat di bagian Tata Usaha dan di ruang kepala dinas. Di era globalisasi sekarang ini penerapan sistem informasi berbasis teknologi internet seharusnya sudah menjadi bagian dari tiap instansi pemerintah. Hal ini dikarenakan dengan adanya penerapan sistem informasi berbasis teknologi internet diharapkan pihak pengelola dapat memperoleh informasi-informasi tambahan yang berguna dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Sebagai contoh dengan adanya teknologi internet pihak pengelola dapat mengetahui keinginan dan kecenderungan konsumen saat ini dalam berwisata, selain itu adanya informasi tentang keadaan pariwisata, khususnya wisata pantai, saat ini juga bisa menjadi masukan-masukan yang positif bagi pihak pengelola dalam membuat suatu kebijakan-kebijakan pengelolaan. Adanya persepsi yang salah tentang keamanan wisata Pantai Parangtritis saat ini juga dapat diluruskan dengan menyebar luaskan informasi ke publik tentang kondisi pariwisata Pantai Parangtritis saat ini yang aman untuk dikunjungi, yaitu dengan menerapkan sistem informasi melalui internet yaitu dengan membuat suatu situs pemasaran pariwisata yang menggambarkan keunggulan pariwisata beserta keadaan wisata saat ini.

6.2. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan 6.2.1. Kekuatan Pengelola Kekuatan pengelola dari segi bauran pemasaran terletak pada “Price”, yaitu harga/retribusi masuk objek wisata yang murah, kemudian dari segi “place” atau letak lokasi wisata yang strategis terhadap pasar, yang didukung oleh aksesibilitas

84

ke tempat wisata yang baik, selain itu dari sisi “Product” yang menampilkan atraksi wisata yang amat bervariasi, mulai dari wisata alam, wisata religious maupun wisata budaya. Dalam hal ini wisata budaya dan religi yang paling berperan, sedangkan untuk wisata alam masih banyak yang perlu dikembangkan lagi. Kelebihan lain adalah sumberdaya alam yang potensial bagi wisata bahari, dimana lokasi wisata tersebut memiliki keindahan alam, dan lingkungan wisata yang amat mendukung perkembangan pariwisata. Kekuatan selanjutnya adalah sudah memiliki target konsumen potensial, yaitu para pelajar dan mahasiswa, hal ini didukung oleh citra Yogyakarta sebagai kota pelajar. Sistem operasi manajemen pengelolaan yang cukup baik ditambah dengan sumberdaya manusia yang memiliki keahlian dalam pengelolaan lingkungan, yang terlihat dari banyaknya pegawai yang berpendidikan sarjana. Konsep pengembangan kawasan yang mulai terencana juga menjadi suatu kekuatan bagi pihak pengelola, hal ini dapat dilihat dari pembangunan jembatan dan jalan konblok seluas 1390 m2 yang berlokasi di objek wisata Pantai Parangtritis dan juga pembangunan jembatan dan jalan konblok seluas 500 m2 di lokasi Pantai bolong menuju Pantai Parangkusum pada tahun 2006. Pembangunan tersebut berfungsi untuk memperlancar arus lalu lintas, pemerataan wisatawan/pengunjung, menambah objek wisata pantai, dan menambah kenyamanan pengunjung. Selain pembangunan jalan konblok dan jembatan tersebut adanya pembangunan kios-kios sebagai pengganti warungwarung yang terlihat semrawut dan terkesan kumuh, juga merupakan salah satu konsep perencanaan pengembangan kawasan wisata Pantai Parangtritis. Adanya keikutsertaan masyarakat sekitar komplek wisata dalam penentuan kebijakan juga merupakan kekuatan bagi pihak pengelola, mengingat masyarakat juga merupakan bagian dari pariwisata. Dengan adanya partisipasi tersebut memungkinkan daerah tersebut berkembang menjadi daerah wisata yang berkualitas baik dari segi fisik (SDA) maupun dari segi pengelolaannya (SDM).

85

6.2.2. Kelemahan Pengelola Kelemahan pihak pengelola dari sisi bauran pemasaran antara lain yang pertama dari segi “Promotion” yaitu strategi promosi yang belum optimal, hal ini dapat dilihat dari pasar yang dituju masih skala regional, belum adanya sistem paket wisata, dan sistem periklanan yang masih sederhana dan terkesan kurang menarik. Yang kedua dari segi “performance” yaitu tampilan objek wisata yang kurang baik seperti kebersihan lingkungan wisata yang cenderung kotor, dan fasilitas wisata yang kurang lengkap. Hal ini kalau tidak segera disikapi dengan baik akan menimbulkan image buruk bagi citra pariwisata Pantai Parangtritis, dan otomatis akan mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung. Kelemahan yang lain yang terkait dengan aspek pemasaran adalah sistem informasi yang belum optimal. Penerapan teknologi informasi yang modern seperti teknologi internet yang masih rendah menyebabkan informasi yang ingin disebarluaskan kepada khalayak ramai khususnya wisatawan-wisatawan potensial tidak sampai ketujuan, mengingat kinerja dari teknologi internet yang amat global. Hal ini dapat terlihat dari kurangnya informasi mengenai keamanan lokasi wisata saat ini sehingga masih banyak wisatawan yang takut untuk berkunjung ke kawasan Pantai Parangtritis pasca bencana Tsunami dan gempa bumi yang melanda kawasan tersebut. Adanya bencana gempa bumi yang sering melanda DI Yogyakarta juga merupakan salah satu penyebab ketakutan wisatawan untuk berkunjung ke daerah tersebut. Tidak adanya keterlibatan pihak swasta dalam pengadaan jasa wisata juga merupakan kelemahan pihak pengelola. Ketiadaan pihak swasta dalam pengadaan jasa wisata mengakibatkan kurangnya daya tarik dari wisata Pantai Parangtritis, mengingat kebanyakan pihak swastalah yang memiliki modal yang cukup besar untuk mengembangkan kawasan wisata dengan pengadaan fasilitas-fasilitas dan jasa wisata yang menarik. Kurangnya pendanaan dari pihak luar juga merupakan kelemahan terbesar yang dimiliki oleh pihak pengelola. Hal ini dikarenakan setiap kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas objek wisata pasti memerlukan dana yang cukup besar dalam pelaksanaannya.

86

6.3. Matriks IFE Berdasarkan hasil perhitungan matriks IFE dapat disimpulkan bahwa pihak pengelola, dalam hal ini Dinas Pariwisata Kab. Bantul secara organisasi internal dapat dikatakan dalam kondisi rata-rata. Hal ini dapat dilihat dari nilai total skor yaitu sebesar 2,6875. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat bahwa kekuatan utama pengelola adalah konsep pengembangan wisata yang mulai terencana dengan skor sebesar 0,1894. Adanya area pengembangan yang dinamakan area segitiga pusat membuat tata letak kawasan menjadi terkoordinasi dengan baik. faktor kedua yaitu aksesbilitas ke tempat wisata yang cukup baik dengan skor sebesar (0,1864), hal ini terlihat dari lokasi wisata (Pantai Parangtritis) yang dekat dengan kota Yogyakarta dan juga ditunjang oleh kondisi jalan raya yang baik. Faktor ketiga adalah adanya partisipasi dari masyarakat dalam penentuan kebijakan dengan skor sebesar 0.1834. Mengingat masyarakat merupakan bagian dari wisata maka adanya partisipasi tersebut dapat meningkatkan kinerja pengelola yaitu melalui dukungan warga sekitar. faktor keempat yaitu atraksi wisata yang amat bervariasi (skor 0,1693). Banyaknya atraksi wisata yang ditampilkan seperti upacara-upacara adat atau tradisi, dan juga adanya penyelenggaraan event-event yang rutin maupun insidental dapat menjadi suatu kekuatan dalam menarik minat pengunjung. Kemudian faktor kelima yaitu SDA yang potensial untuk wisata bahari (skor 0,1641), ombak yang besar dengan angin yang kencang ditambah lagi dengan kekayaan laut disekitarnya, serta pemandangan alam yang amat indah merupakan salah satu kekuatan untuk mengembangkan wisata bahari. Selanjutnya faktor-faktor yang menjadi kekuatan pengelola meskipun tidak terlalu dominan yang bisa dilihat dari skor masing-masing indikator, yaitu untuk faktor keenam adalah sistem operasi manajemen pengelolaan yang cukup baik dengan skor sebesar 0,1597. Faktor ketujuh yang menjadi kekuatan pengelola adalah memiliki SDM yang ahli dalam pengelolaan lingkungan (skor 0,1507), terlihat dari tingkat pendidikan pihak pengelola yang cukup tinggi. Yang kedelapan adalah mempunyai target konsumen potensial (skor 0,1438) yakni para pelajar yang biasanya melakukan kunjungan rutin tiap pergantian semester. Untuk

87

faktor kesembilan yaitu letak strategis terhadap pasar (skor 0,1406), lokasi yang dekat dengan kota dan mudah dijangkau oleh para wisatawan menjadi suatu kekuatan tersendiri bagi pihak pengelola. Dan yang terakhir adalah retribusi yang murah dengan skor sebesar 0,1195, yang sepertinya tidak terlalu menunjang kekuatan pengelola hal ini dikarenakan biaya retribusi yang tergolong standar untuk wisata pantai di daerah Yogyakarta. Tabel 12. Matriks IFE Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul (Tahun 2007)

Bobot Ratarata

Rating Ratarata

A. Retribusi Murah

0,0448

2,67

B. SDA yang potensial untuk wisata bahari

0,0448

3,67

C. Letak yang strategis terhadap pasar

0,0469

3,00

D. Memiliki SDM yang ahli dalam pengelolaan lingkungan

0,0502

3,00

E. Atraksi wisata yang amat bervariasi

0,0508

3,33

F. Mempunyai target konsumen potensial

0,0479

3,00

0,0599

2,67

0,0621

3,00

0,0631

3,00

0,0611

3,00

K. Fasilitas yang kurang lengkap

0,0680

2,33

L. Kebersihan lingkungan wisata yang kurang baik

0,0643

2,33

M. Sistem informasi yang belum optimal

0,0637

2,67

0,0515

2,00

0,0499

2,00

0,0676

2,33

Faktor Penentu Kekuatan

G. Sistem operasi manajemen pengelolaan yang cukup baik H. Aksesibilitas ke tempat wisata yang cukup baik I. konsep pengembangan kawasan yang mulai terencana J. Melibatkan masyarakat dalam penentuan kebijakan Kelemahan

N. Tidak ada keterlibatan pihak swasta dalam pengadaan jasa wisata O. Kurangnya pendanaan/pembiayaan dari pihak luar P. Strategi promosi yang belum optimal

Skor

0,119 5 0,164 1 0,140 6 0,150 7 0,169 3 0,143 8 0,159 7 0,186 4 0,189 4 0,183 4 0,158 6 0,149 9 0,169 9 0,103 1 0,099 8 0,157

88

Q. Pasar yang dituju masih skala regional belum internasional

0,0510

2,00

R. Belum adanya sistem paket wisata

0,0523

2,67

TOTAL

1

7 0,102 0 0,139 4 2,687 5

Kelemahan utama pengelola adalah kurangnya pendanaan dari pihak luar dengan skor sebesar 0,0998. Keterbatasan dana membuat pengembangan kawasan wisata yang memerlukan sarana dan prasarana memadai menjadi terhambat. Kelemahan kedua adalah pasar yang dituju masih skala regional (Skor 0,1020), terlihat dari promosi wisata yang dilakukan masih berkisar di Pulau Jawa, hal ini mungkin salah satu efek dari keterbatasan anggaran yang dimiliki. Kelemahan ketiga yaitu tidak adanya keterlibatan pihak swasta dalam pengadaan jasa wisata (Skor 0,1031), mengingat umumnya pihak swastalah yang mempunyai kekuatan finansial. Selanjutnya kelemahan keempat adalah belum adanya sistem paket wisata (Skor 0,1394). Dengan tidak adanya sistem ini mengakibatkan keuntungan yang seharusnya diperoleh pihak pengelola menjadi tidak maksimal. Kemudian kelemahan kelima yaitu kebersihan lingkungan wisata yang kurang baik (Skor 1499 ), terlihat dari banyaknya kotoran-kotoran kuda yang berserakan di pasir pantai dan juga banyaknya bangunan-bangunan liar yang berada dikawasan pantai dan terkesan kumuh, meskipun saat ini mulai ada tindakan tegas dari pihak pengelola untuk menertibkan. Kelemahan berikutnya adalah startegi promosi yang belum optimal dengan skor sebesar 0,1577. Selanjutnya kelemahan ketujuh yaitu fasilitas yang kurang lengkap (Skor 0,1578), dimana fasilitas untuk wisata bahari terlihat masih sangat minim. Dan yang terakhir sistem informasi yang belum optimal (Skor 0,1699), hal ini bisa dilihat dari minimnya penyebaran informasi melalui media-media informasi modern seperti internet yang notabene merupakan media informasi global. Penyebaran informasi ini sangat diperlukan dalam penyampaian kondisi obyek wisata saat ini terlebih penyampaian kondisi keamanan obyek wisata pasca gempa bumi dan tsunami yang melanda daerah ini.

6.4. Analisis Lingkungan Eksternal 6.4.1. Faktor Politik

89

Secara internasional, walaupun jenis kegiatan wisata yang ditawarkan semakin banyak dan bervariasi, perkembangan pariwisata saat ini sedang mengalami kemunduran. Krisis ekonomi yang melanda banyak negara, yang disertai dengan krisis keamanan di berbagai belahan dunia telah menghambat pergerakan wisata baik inter maupun antar negara. Traffic warning dikeluarkan oleh sejumlah negara yang merasa keamanan warganya tidak terjamin supaya warga mereka tidak melakukan perjalanan ke negara-negara tertentu, termasuk Indonesia, yang aspek keamanannya dipandang kurang kondusif dan berisiko tinggi. Sistem otonomi daerah yang saat ini sudah ditetapkan pemerintah membuat daerah-daerah yang kondisi keuangan atau perekonomian daerahnya masih belum kuat, menjadi agak sulit mengembangkan daerahnya. Hal ini dikarenakan keterbatasan dana yang diakibatkan berkurangnya subsidi dari Pemerintah pusat dan secara otomatis mengakibatkan pelaksanaan rencana pengembangan daerah menjadi terhambat. Hambatan lain saat ini adalah belum padunya kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta dalam membangun industri wisata bahari. Kalangan swasta menilai bahwa perhatian pemerintah terhadap wisata bahari masih minim. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya dukungan perbankan, pembangunan infrastruktur maupun akses ke kawasan wisata. Tampaknya paradigma pemerintah yang masih berorientasi pada pembangunan darat menjadi salah satu sebabnya. Pasca bencana gempa bumi dan Tsunami yang melanda daerah Bantul, Pemda kabupaten bantul telah melakukan beberapa langkah dalam merehabilitasi kawasan wisata diantaranya dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Bantul No. 278 B tahun 2006 tentang pembentukan tim rehabilitasi kawasan obyek wisata Parangtritis. Selain itu Pemda Bantul juga telah mengalokasikan dana untuk tahun anggaran 2007 sebesar Rp. 2.000.000.000,- kepada Dinas Pariwisata Bantul sesuai dengan Perda Kab. Bantul No. 2 Tahun 2007 tentang APBD kabupaten Bantul. Jika dibandingkan dengan daerah lain yang terkena bencana alam yang sama, memang proses recovery di Bantul ini tergolong sangat cepat.

6.4.2. Faktor Ekonomi

90

Kelemahan dibidang ekonomi yang sampai saat ini belum sepenuhnya bisa diselesaikan oleh pemerintah adalah penciptaan iklim yang kondusif untuk dunia usaha. Pemerintah belum bisa memberikan jaminan bagi para pemilik modal agar mau menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini terkait dengan fakta bahwa para pengusaha dan calon investor harus menjalani rantai birokrasi yang panjang dan ruwet agar dapat memulai usahanya di Indonesia. Penerapan berbagai macam pajak dan pungutan (baik resmi maupun gelap) di tingkat pusat maupun daerah (sebagai ekses dari penerapan otonomi daerah) terhadap para pengusaha yang membuat biaya usaha menjadi semakin tinggi. Akan tetapi saat ini Pemda Kabupaten Bantul telah membuat Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) dalam memberikan pelayanan perizinan usaha jasa kepariwisataan, yang berguna untuk menarik investor agar tertarik menanamkan modalnya. Namun kelihatannya cara ini masih belum berhasil sepenuhnya oleh karena tidak didukung oleh keadaan lingkungan dan kondisi wisata saat ini (Pantai Parangtritis) yang terkesan kurang menjanjikan. Akhir-akhir ini trend wisata bahari menjadi semakin meningkat, dapat dilihat dari tayangan-tayangan di stasiun-stasiun televisi yang menayangkan program wisata yang amat menarik khususnya wisata bahari. ini merupakan suatu peluang bagi Dinas Pariwisata Bantul untuk mengembangkan obyek wisata bahari sebagai salah satu daya tarik wisata Pantai Parangtritis, yang sampai saat ini masih belum dikembangkan. Dengan adanya arus globalisasi yang semakin kuat dan dengan disepakatinya ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), Indonesia akan menghadapi persaingan yang sangat ketat dengan negara-negara lain. Baik dalam regional ASEAN maupun dalam lingkup internasional. Kesepakatan AFTA, pada nantinya membuat setiap negara di ASEAN terbuka untuk keluar masuknya produk maupun input produksi dari dan ke luar negeri. Dalam tataran mikro, hal ini menyebabkan setiap perusahaan di Indonesia tidak hanya harus menghadapi pesaing dari dalam, tetapi juga berhadapan langsung dengan pesaing dari luar negeri. Tetapi disisi lain ini merupakan peluang besar untuk memasarkan produk ke luar negeri.

91

Sistem otonomi daerah yang telah diterapkan membuat daerah-daerah yang tingkat perekonomian masih tergolong rendah menjadi semakin sangat sulit untuk mengalokasikan dana yang minim tersebut ke beberapa sektor perekonomiannya. Ditambah lagi iklim investasi di Indonesia yang masih belum kondusif. Ini menjadi suatu dilema bagi Pemda dalam pengalokasian dananya. Di satu sisi Pemda mempunyai rencana untuk mengembangkan suatu sektor ekonomi disisi lain anggaran yang tersedia tidak sanggup untuk merealisasikan rencana tersebut. Hal inilah yang dapat menjadi suatu ancaman bagi pihak pengelola dalam mengembangkan usahanya.

6.4.3. Faktor Sosial Budaya dan Lingkungan Objek Wisata Pantai Parangtritis memiliki potensi alam yang sangat besar, dengan ekosistem alam yang unik yang berupa deretan perbukitan kapur (karst) yang menawan, pasir hitam, deburan ombak yang amat besar, desiran angin yang kencang dan juga ditambah dengan gumuk pasir disekitar pantai. Selain itu objek wisata Pantai Parangtritis memiliki komponen wisata yang amat menarik diantaranya nilai historis/mitos dan sosial-seni-budaya masyarakat lokal, kegiatan ekonomi-sosial-budaya masyarakat sekitar, atraksi-atraksi di sekitar pantai, seperti festival layang-layang, volley pantai, pacuan kuda yang sifatnya insidental, serta adanya trilogi roh dengan 3 tempat petilasan sebagai pusat/awal kegiatan ritual seperti Cepuri Watu Gilang, Makam Syeikh Maulana Maghribi dan makam syeikh Bela Belu. Adanya bangunan-bangunan liar dikawasan pantai parangtritis yang terkesan kumuh merusak keindahan pemandangan alam kawasan wisata, selain itu pengadaan jasa bendi mengakibatkan pantai terkesan kotor dan bau karena kotoran kuda penarik bendi, sistem sanitasi yang belum memadai dan budaya masyarakat tradisional juga turut mendukung kondisi kekumuhan tersebut. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan kesan acuh sebagian warga sekitar terhadap kelestarian daerah wisata merupakan salah satu penghambat perkembangan daerah wisata Pantai Parangtritis. Rendahnya pendidikan masyarakat sekitar diduga sebagai salah satu penyebab timbulnya permasalahan ini.

92

Meskipun kesadaran sebagian masyarakat terhadap peningkatan kualitas wisata masih tergolong rendah, akan tetapi ada pula orang-orang yang peduli terhadap perkembangan wisata tersebut. Sebagai contoh adanya paguyubanpaguyuban warga setempat yang membuat perkumpulan peduli wisata seperti paguyuban warga usaha, dan ada pula acara-acara rutin yang diadakan oleh sukarelawan dari warga seperti acara-acara tradisi keagamaan yang masih kental hingga saat ini. Dalam menyikapi hal positif tersebut pihak pengelola juga turut andil yaitu dengan melakukan kegiatan pendampingan terhadap acara-acara tersebut. Mengingat kelompok sadar wisata ini tergolong masih sedikit maka diharapkan pihak pengelola tetap mendukung setiap kegiatan positif yang dilakukan kelompok tersebut baik dari segi material maupun dari segi spiritual. Hal ini dikarenakan mereka adalah asset besar dalam peningkatan kualitas objek wisata dan diharapkan dapat menyebar keseluruh warga masyarakat sekitar objek wisata. Ancaman terbesar dari perkembangan wisata Pantai Parangtritis adalah penurunan jumlah wisatawan oleh karena adanya bencana alam yang terjadi di Indonesia khususnya di wilayah Yogyakarta. Bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Yogyakarta khususnya kabupaten Bantul merupakan suatu ancaman yang sangat besar. Ketakutan wisatawan akan keamanan berwisata di daerah tersebut merupakan indikator utama yang menyebabkan penurunan jumlah wisatawan pada tahun 2006. Anehnya hingga saat ini peningkatan jumlah pengunjung belum terlihat significant, padahal sudah lebih dari satu tahun kejadian bencana itu terjadi.

6.4.4. Faktor Teknologi Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan wisata baharipun tidak terlepas dari pengaruh kemajuan teknologi. Bahkan banyak aktifitas wisata bahari yang membutuhkan teknologi yang cukup tinggi, diantaranya adalah

Diving, pelayaran, dan paralayang. Selain itu kehadiran teknologi informasi seperti internet, fax, dan telepon sangat membantu para pelaku wisata bahari untuk melakukan promosi dan komunikasi ke seluruh dunia.

93

Pihak pengelola sudah menerapkan teknologi informasi seperti faximile dan telepon untuk melakukan proses komunikasi yang diperlukan. Sedangkan untuk teknologi internet pihak pengelola belum menerapkan. Hal ini menimbulkan kurang maximalnya kinerja Sub dinas pemasaran dalam mempromosikan objek wisata tersebut. Begitu pula dengan sub dinas yang lain, belum adanya penerapan teknologi internet mengakibatkan kurangnya informasi-informasi dari luar yang notabene dapat memberikan masukan-masukan yang membangun. Hal ini dikarenakan dengan adanya teknologi internet diharapkan dapat memberikan suatu gambaran keadaan pasar saat ini, apa yang sedang diminati oleh wisatawan, maupun informasi-informasi tentang pesaing.

6.4.5. Faktor Persaingan Dari hasil pengamatan lapang dan wawancara dari berbagai narasumber seperti Kepala Sub Bagian Dinas Pariwisata Bantul, wisatawan, dan pemilik usaha atau jasa wisata setempat dapat disimpulkan faktor persaingan yang terjadi tidak

significant atau tidak terlalu berpengaruh besar terhadap perkembangan obyek wisata tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya wisatawan yang melakukan kunjungan secara rutin ke tempat wisata tersebut, jenis wisata yang dilakukan adalah wisata religious yang merupakan aktivitas wisata yang sudah menjadi tradisi turun temurun, ini membuat keuntungan tersendiri bagi pihak pengelola, sehingga pengelola tidak takut akan pesaing.Untuk wisata bahari persaingan tidak ada oleh karena jenis wisata ini masih belum dikembangkan, dan belum menjadi prioritas utama dalam pengembangan wisata. Dilihat dari kondisi persaingan antara pelaku industri sejenis terlihat tidak ada persaingan, hal ini dikarenakan semua obyek wisata Pantai di DIY berada dalam satu pengelolaan yaitu Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. Sedangkan kalau dilihat dari persaingan oleh karena adanya produk substitusi khususnya di DI Yoyakarta juga masih belum dirasakan sebagai ancaman, hal ini dikarenakan kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke DI Yogyakarta melakukan kunjungan wisata dalam satu paket artinya selain Pasar Malioboro sebagai obyek wisata belanja yang menjadi tujuan, wisatawan juga melakukan kunjungan ke obyek wisata-wisata yang sudah terkenal akrab ditelinga, salah satunya adalah Pantai

94

Parangtritis yang masih menjadi primadona untuk obyek wisata pantai di DI Yogyakarta. Image ini menjadi keuntungan tersendiri bagi pihak pengelola oleh karena Pantai Parangtritis merupakan salah satu obyek wisata di DIY yang wajib dikunjungi selain Pasar Malioboro dan juga Candi Prambanan. Harga retribusi yang sangat murah (sebesar Rp 1500,00) membuat kekuatan tawar menawar konsumen menjadi sangat rendah. Hal ini dikarenakan dengan biaya retribusi yang sudah ditetapkan itu dirasakan dapat menjangkau finansial dari seluruh lapisan masyarakat. Untuk kekuatan tawar menawar pemasok masih sangat rendah hal ini dikarenakan pangadaan jasa atau usaha wisata yang berada dikawasan obyek wisata Pantai Parangtritis masih dikelola oleh pihak dinas bukan pihak swasta. Jadi secara otomatis belum ada pengaruh dari pihak pemasok dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan pihak pengelola.

6.5. Identifikasi Peluang dan Ancaman 6.5.1. Peluang Peluang yang dimiliki oleh pihak pengelola antara lain (1) adanya peraturan Pemda yang mendukung kinerja balai seperti peraturan Pemda mengenai pembentukan tim khusus dalam merehabilitasi obyek wisata pasca bencana gempa bumi dan tsunami (2) citra DI Yogyakarta yang aman dan nyaman, (3) Pesatnya perkembangan teknologi informasi, (4) kebudayaan/tradisi masyarakat yang masih lestari, hal ini dapat dilihat dari adanya acara-acara rutin yang dilakukan oleh warga sekitar seperti upacara labuhan dan malam satu suro, (5) adanya pembentukan paguyuban oleh masyarakat seperti kelompok masyarakat sadar wisata (6) trend wisata bahari yang meningkat baik secara nasional maupun global, terlihat dari banyaknya tayangan-tayangan di televise yang menyuguhkan kegiatan atau aktivitas wisata bahari, (7) memiliki gumuk pasir tipe barchan satu-satunya di Asia tenggara, (8) Globalisasi dan AFTA.

6.5.2. Ancaman Ancaman yang dimiliki oleh pihak balai antara lain, (1) iklim usaha dan investasi di Indonesia yang masih belum kondusif, (2) besarnya ancaman masuk pendatang baru, (3) variasi produk wisata yang ditawarkan oleh pesaing, (4) masih

95

kurangnya anggaran dari pemerintah dalam hal mendukung pengembangan kawasan wisata, (5) Indonesia yang dinilai belum stabil dan rawan bencana, dapat dilihat dari banyaknya kejadian bencana alam (tsunami dan gempa bumi) yang melanda negara kita, (6) belum adanya kerjasama dengan pihak swasta dalam mengembangkan wisata bahari, (7) persaingan industri wisata yang kuat, (8) kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, (9) tingkat pendidikan masyrakat sekitar yang masih rendah.

6.6. Matriks EFE Berdasarkan hasil analisis matriks EFE, diperoleh jumlah skor rata-rata untuk faktor ekstenal sebesar 2,3689. Nilai ini memperlihatkan bahwa kemampuan pihak pengelola dalam merespon peluang dan ancaman berada dalam level ratarata. Pada tabel dibawah ini terlihat bahwa kepemilikan gumuk pasir tipe barchan yang notabene adalah tipe gumuk pasir satu-satunya di Asia Tenggara merupakan peluang yang harus dijaga dan dimanfaatkan sebaik mungkin. Hal ini bisa dilihat dari nilai skor sebesar 0,1738. Kemudian peluang kedua yang dapat dimanfaatkan oleh pihak pengelola adalah peraturan pemerintah yang mendukung kinerja pengelola (Skor 0,1608)seperti adanya bantuan dana rehabilitasi obyek wisata dan juga adanya kebijakan Pemda bantul dalam membentuk suatu tim khusus untuk merehabilitasi kawasan obyek wisata pasca bencana gempa bumi dan tsunami. Peluang ketiga yaitu adanya kebudayaan/tradisi masyarakat sekitar yang masih lestari (Skor 0,1520), yang dapat disuguhkan menjadi suatu atraksi wisata yang menarik. Peluang selanjutnya yaitu citra DI Yogyakarta yang aman dan nyaman (Skor 0,1482), dapat dimanfaatkan oleh pihak pengelola dalam memasarkan produk-produk wisatanya. Peluang berikutnya adalah pembentukan paguyuban oleh warga masyarakat sekitar (Skor 0,1333), seperti pembentukan kelompok masyarakat sadar wisata. Begitu pula dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi yang merupakan peluang bagi pihak pengelola untuk menyebarkan informasi-informasi wisata (Skor 0,1182). Trend wisata bahari yang meningkat baik secara nasional maupun global ditambah lagi dengan adanya globalisasi dan

96

AFTA semakin membuka peluang bagi pihak pengelola untuk meningkatkan pangsa pasar dalam negeri dan juga luar negeri. Tabel 13. Matriks EFE Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul (Tahun 2007)

Faktor Penentu Peluang A. Peraturan pemerintah yang mendukung pihak pengelola B. Citra Yogyakarta yang aman dan nyaman C. Pesatnya perkembangan teknologi informasi (internet) D. Kebudayaan/tradisi masyarakat yang masih lestari E. Adanya pembentukan paguyuban oleh masyarakat F. Tren wisata bahari yang meningkat baik secara nasional maupun global G. Memiliki gumuk pasir yang lengkap tipenya H. Globalisasi dan AFTA Ancaman I. Iklim usaha dan investasi di Indonesia yang belum kondusif J. Besarnya Ancaman masuk pendatang baru K. Variasi produk wisata yang ditawarkan oleh pesaing L. Minimnya anggaran dari pemerintah M. Indonesia yang dinilai belum stabil dan rawan bencana N. Belum adanya kerjasama dengan pihak swasta O. Persaingan dalam Industri wisata yang kuat P. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia Q. Tingkat pendidikan masyarakat sekitar yang masih rendah TOTAL

Bobot Rata-rata

Rating Ratarata

0,06030

2,67

0,1608

0,05557

2,67

0,1482

0,05910

2,00

0,1182

0,05067

3,00

0,1520

0,04999

2,67

0,1333

0,05063

2,00

0,1013

0,05794

3,00

0,1738

0,05246

1,67

0,0874

0,06597

2,00

0,1319

0,05482

2,33

0,1279

0,06589

2,33

0,1537

0,06975

2,33

0,1627

0,05729

2,33

0,1337

0,05672

2,67

0,1513

0,05674

2,00

0,1135

0,06594

2,00

0,1319

0,07022

2,67

0,1873

1

Skor

2,3689

Sedangkan faktor-faktor yang dapat menjadi ancaman bagi pihak pengelola antara lain (1) tingkat pendidikan masyarakat sekitar yang masih rendah, hal ini mengakibatkan rendahnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya menjaga suatu kenyamanan dan keamanan kawasan wisata (Skor 0,1873), (2) minimnya anggaran dari pemerintah yang mengakibatkan pelaksanaan pengembangan obyek

97

wisata menjadi terhambat (Skor 0,1627), (3) variasi produk wisata yang ditawarkan oleh pesaing (0,1537), (4) belum adanya kerjasama dengan pihak swasta (Skor 0,1513), (5) Indonesia yang dinilai masih belum stabil dan rawan bencana (Skor 0,1337), yang dapat memberikan efek ketakutan bagi wisatawan untuk mengadakan kunjungan wisata, (6) iklim usaha dan investasi di Indonesia yang masih belum kondusif dan juga adanya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, yang dapat menjauhkan usaha pariwisata kita dari para investor yang akan meananamkan modalnya (Skor 0,1319), (7) besarnya ancaman masuknya pendatang baru (Skor 0,1279)), dan yang terakhir (8) persaingan dalam industri wisata yang kuat (Skor 0,1135).

6.7. Matriks Internal-Eksternal (IE) Gambar 5. Matriks Internal - Eksternal TOTAL SKOR RATA-RATA IFE

TOTAL SKOR RATARATA EFE

Tinggi (2,99 - 4,00) Menengah (2,0 - 2,99) Rendah (1,0 - 1,99)

Kuat (3,0 - 4,0)

Rata-rata (2,0 - 2,99)

Lemah (1,0 - 1,99)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Berdasarkan hasil analisis matriks IFE dan EFE, maka dapat dilihat dalam tabel diatas posisi pengelola (Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul) ada di kuadran ke lima. Oleh karena itu, strategi terbaik yang sebaiknya dilakukan adalah menjaga dan mempertahankan posisi yang selama ini sudah diraih. Kebijakan yang umum dari strategi ini adalah dengan melakukan penetrasi pasar dan mengembangkan produk. Artinya pengelola harus mempertahankan posisinya dengan terus mengembangkan produknya dan melakukan penetrasi ke ceruk pasar yang potensial dan selama ini belum tergarap, selain dengan tetap menjaga konsistensi dan kualitas produk.

98

6.8. Matriks Strategi Berdasarkan Analisis SWOT Tabel 14. Matriks SWOT Obyek Wisata Pantai Parangtritis KEKUATAN Konsep pengembangan wisata yang mulai terencana 2. Aksesbilitas ke tempat wisata yang cukup baik 3. Adanya partisipasi dari masyarakat dalam penentuan kebijakan 4. Atraksi wisata yang amat bervariasi 5. SDA yang potensial untuk wisata bahari 6. Sistem operasi manajemen pengelolaan yang cukup baik 7. Memiliki SDM yang ahli dalam pengelolaan lingkungan 8. Mempunyai target konsumen potensial 9. Letak strategis terhadap pasar 10. Biaya retribusi yang murah 1.

INTERNAL

EKSTERNAL

1.

2.

3.

4.

PELUANG

5.

6. 7.

8.

Kepemilikan gumuk pasir tipe barchan yang (satusatunya di Asia Tenggara) Peraturan pemerintah yang mendukung kinerja pengelola Kebudayaan/tradisi masyarakat sekitar yang masih lestari Citra DI Yogyakarta yang aman dan nyaman Pembentukan paguyuban oleh warga masyarakat sekitar Pesatnya perkembangan teknologi informasi Trend wisata bahari yang meningkat baik secara nasional maupun global Globalisasi dan AFTA

STRATEGI SO 1. Mempertahankan posisi sebagai tempat wisata yang memiliki ODTW yang menarik sekaligus mengikutsertakan masyarakat dalam pengembangannya (S3,S4,S5,S7,O1,O3,O5, O8) 2. Mempertahankan posisi sebagai tempat wisata dengan harga terjangkau dan menerapkan strategi diversifikasi harga (S4,S5,S10,O7,O8) 3. Mempertahankan posisi sebagai tempat wisata yang mudah dijangkau dan terkenal akan kenyamanan dan keamanannya (S1,S2,S9,O3,O4) 4. Bekerjasama dengan pihak luar dalam mempromosikan keunggulan wisata (S2,S4,S6,S8,S9,O2,O4, O5, O6,O8)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

KELEMAHAN Kurangnya pendanaan dari pihak luar Pasar yang dituju masih skala regional Tidak adanya keterlibatan pihak swasta dalam pengadaan jasa wisata Belum adanya sistem paket wisata Kebersihan lingkungan wisata yang kurang baik Startegi promosi yang belum optimal Fasilitas yang kurang lengkap Sistem informasi yang belum optimal

STRATEGI WO 1. Bekerjasama dengan masyarakat dan Pemda dalam mewujudkan sapta pesona wisata dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan yang membangun (W3,W5,W7,O2,O5) 2. Mengembangkan strategi promosi yang berorientasi nasional dan internasional dengan menggunakan teknologi informasi dan kerjasama dengan warga masyarakat sekitar. (W2,W3,W4,W6,W8,O2,O3,O4,O5, O6,O8) 3. Bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam menumbuhkan iklim investasi yang kondusif (W1,W3,W7,O2,O4) 4. Mengembangkan jenis wisata bahari dan wisata pendidikan seiring dengan perkembangan teknologi informasi (W6,W7,W8,O1,O6,O7,O8)

99

1.

2. 3. 4. 5.

ANC AMAN

6.

7.

8. 9.

Tingkat pendidikan masyarakat sekitar yang masih rendah Minimnya anggaran dari pemerintah variasi produk wisata yang ditawarkan oleh pesaing belum adanya kerjasama dengan pihak swasta Indonesia yang dinilai masih belum stabil dan rawan bencana iklim usaha dan investasi di Indonesia yang masih belum kondusif Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktifitas manusia besarnya ancaman masuknya pendatang baru persaingan dalam industri wisata yang kuat

KEKUATAN

KELEMAHAN

STRATEGI ST 1. kerjasama dengan agen perjalanan dalam mempromosikan ODTW dalam bentuk paket wisata yang memudahkan dan memberikan kenyamanan kepada wisatawan (S2,S4,S5,S9,S10,T3,T8,T9 ) 2. memberikan penyuluhan dan melibatkan warga sekitar dalam program wisata yang menyangkut pentingnya alam dan pelestarian lingkungan (S1,S3,S6,S7,T1,T7) 3. melakukan promosi keluar pulau jawa terutama ke sekolah-sekolah melalui program kerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Budaya DIY (S4,S8,S9,S10,T2,T6) 4. mengoptimalkan teknologi informasi untuk mempermudah komunikasi dengan investor dan wisatawan (S1,S6,S7,T4,T5,T8,T9)

STRATEGI WT 1. Melakukan kerjasama dengan sponsor-sponsor dalam pengadaan event-event wisata (W1,W3,W6,T2,T3,T4,T5,T8,T9 ) 2. Bekerjasama dengan usaha rumah makan, penginapan, dan biro perjalanan dalam membentuk suatu paket wisata disertai oleh pramuwisata yang mempunyai communication skiil yang baik (W1,W2,W3,W4,W6,W8,,T2,T3, T4,T8,T9) 3. Mendukung aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh paguyuban warga sekitar baik berupa dukungan material maupun spiritual (W5,T1,T7) 4. Peningkatan kualitas wisata dengan memberikan kemudahan bagi pihak swasta dalam mendirikan suatu usaha jasa wisata (W7,T4,T6)

6.8.1. Strategi Strengths-Opportunity (SO) Strategi SO adalah strategi menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan analisis dari kekuatan dan peluang yang diperoleh, maka strategi yang sebaiknya dilakukan oleh pihak pengelola dalam hal ini Dinas Pariwisata Bantul adalah mempertahankan posisi sebagai tempat wisata yang memiliki ODTW yang menarik sekaligus mengikutsertakan masyarakat dalam pengembangannya. Banyaknya ODTW yang ditawarkan oleh pihak pengelola merupakan keunggulan tersendiri yang harus dimanfaatkan oleh pengelola. Dan kebanyakan ODTW yang ditawarkan berasal dari hasil kebudayaan atau tradisi

100

masyarakat sekitar yang masih lestari untuk itulah diharapkan pihak pengelola dapat merangkul dan mendukung warga sekitar dalam melakukan kegiatan kegiatan tersebut, yang dapat membangun image positif bagi pariwisata Pantai Parangtritis. Selain itu dengan memfungsikan segera kios-kios, laboratorium gumuk pasir dan panggung hiburan yang telah selesai dibangun yang dapat menjadi daya tarik wisata merupakan salah satu cara untuk mempertahankan posisi sebagai tempat wisata yang memiliki ODTW yang menarik. Strategi kedua yang dapat dilakukan oleh pihak pengelola adalah mempertahankan posisi sebagai tempat wisata dengan harga terjangkau dan menerapkan strategi diversifikasi harga. Harga yang terjangkau merupakan suatu keunggulan besar yang dapat dimanfaatkan oleh pengelola, karena berkaitan langsung dengan tingkat daya saing yang dimiliki. Untuk meningkatkan profit yang didapat sebaiknya pengelola menerapkan strategi diversifikasi harga seperti menerapkan perbedaan harga retribusi berdasarkan asal pengunjung, umur, kelompok pengunjung atau tujuan pengunjung. Sebagai contoh pengelola membedakan tarif retribusi masuk untuk wisatawan asing dan wisatawan nusantara, selain menerapkan strategi discount untuk pengunjung rombongan, penetapan harga retribusi yang berbeda untuk hari libur dan hari-hari tertentu, dan juga memberlakukan potongan harga untuk anakanak dan manula. Kebijakan SO lainnya adalah mempertahankan posisi sebagai tempat wisata yang mudah dijangkau dan terkenal akan kenyamanan dan keamanannya. Melihat posisi Pantai Parangtritis yang tidak jauh dari kota Yogyakarta dan juga didukung oleh aksesibilitas ke daerah tersebut yang cukup baik merupakan sesuatu poin plus untuk obyek wisata ini. Pengelola sebaiknya memberikan pendekatan kepada warga masyarakat melalui ketua RT/RW sekitar dalam menciptakan lingkungan wisata yang aman dan nyaman, salah satunya dengan mengadakan lomba kebersihan ataupun mengadakan kegiatan sadar wisata dengan iming-iming hadiah yang menarik untuk meningkatkan antusias warga di lingkungan wisata tersebut.

101

Dan kebijakan SO terakhir yang dapat dilakukan adalah bekerjasama dengan pihak luar dalam mempromosikan keunggulan wisata. Salah satu caranya yaitu bekerjasama dengan media elektronik seperti stasiun televisi maupun radio, dan juga dengan media-media cetak dalam mempublikasikan keunggulan dan kondisi pariwisata saat ini. Selain itu pihak pengelola juga dapat melakukan pendekatan atau kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan seperti perguruan-perguruan tinggi yang memiliki bidang pengetahuan informatika sehingga dapat membantu dalam pembuatan website yang dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjung tempat wisata ini. Mengingat kemampuan media internet sangat cepat dalam menyebarkan informasi secara global. 6.8.2. Strategi Weakness-Opportunity (WO) Strategi WO adalah strategi mengatasi kelemahan yang dimiliki dengan memanfaatkan peluang yang ada. Strategi WO yang pertama adalah dengan melakukan kerjasama dengan masyarakat dan Pemda dalam mewujudkan sapta pesona wisata. Melihat adanya perkumpulan-perkumpulan atau paguyuban yang dibentuk oleh warga sekitar merupakan suatu peluang yang harus dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pihak pengelola. Pengelola harus dapat merangkul warga tersebut tentunya dengan dukungan dari Pemda yaitu dengan cara memberikan bantuan baik berupa bantuan yang bersifat finansial maupun bantuan pendidikan agar warga tersebut dapat termotivasi untuk menjadi masyarakat sadar wisata. Dengan adanya kelompok ini diharapkan dapat menularkan ke warga yang lain sehingga dapat meningkatkan kualitas wisata Pantai Parangtritis. Salah satu bentuk kegiatan yang dapat dijalankan adalah pembentukan organisasi penghasil kerajinan tangan atau souvenir, organisasi ini diharapkan dapat menjadi wadah dalam mengumpulkan hasil karya dari warga-warga setempat yang nantinya dapat dijual kepada pengunjung tentunya dalam satu pengelolaan, sehingga tidak terjadi perang harga antar pedagang yang dapat merugikan satu sama lain. Strategi WO selanjutnya yaitu mengembangkan strategi promosi yang berorientasi nasional dan internasional dengan menggunakan teknologi informasi dan

102

kerjasama dengan warga masyarakat sekitar. Kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat merupakan suatu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pihak pengelola dalam memasarkan produk wisatanya. Pemasaran yang dilakukan dengan media internet dapat menjangkau ke area yang sangat luas. Pemasaran sudah tentu harus diimbangi dengan peningkatan kualitas wisata yaitu salah satunya peningkatan kualitas dalam hal pelayanan (SDM),. Untuk itu harus ada kerjasama dengan warga sekitar dan juga pemerintah dalam mewujudkan lingkungan wisata yang aman dan nyaman. Bentuk kebijakan yang dapat dilakukan adalah pembentukan masyarakat sadar wisata. Dalam kelompok tersebut masyarakat sekitar diberi pendidikan oleh para pengajar yang didatangkan dari pemerintahan maupun dari pihak pengelola sendiri untuk meningkatkan skill mereka antara lain kemampuan berbahasa asing, pengetahuan tentang pemasaran wisata, dan juga tata prilaku yang dapat mereka terapkan dalam menjamu wisatawan yang datang. Kebijakan WO lainnya adalah bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam menumbuhkan iklim investasi yang kondusif. Pemerintah selaku pembuat peraturan dapat membuat suatu kebijakan dalam rangka meningkatkan minat investor agar tertarik untuk menanamkan modalnya. Salah satu caranya dengan memudahkan perizinan usaha, meringankan beban pajak maupun pungutan-pungutan lainnya dan juga melakukan pengawasan terhadap petugas yang bertindak tidak jujur. Selain itu dari sisi pengelola, harus dilakukan peningkatan kualitas wisata dengan cara mewujudkan sapta pesona wisata yang merupakan faktor utama daya tarik wisata. Kebijakan terakhir yang dapat diterapkan yaitu mengembangkan jenis wisata bahari dan wisata pendidikan seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Mengingat potensi alam yang mendukung dan juga trend wisata bahari yang meningkat diharapkan dapat dikembangkan oleh pihak pengelola. Adanya laboratorium gumuk pasir juga dapat dijadikan sebagai pusat research atau penelitian. Perkembangan teknologi informasi juga dapat dimanfaatkan untuk memasarkan jenis wisata ini secara luas.

103

6.8.3. Strategi Strengths-Threats (ST) Untuk menghindari ancaman yang datang dari luar, pihak pengelola dapat menggunakan kekuatan yang dimiliki dengan menerapkan kebijakan seperti kerjasama dengan agen perjalanan dalam mempromosikan ODTW dalam bentuk paket wisata yang memudahkan wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata. Hal ini juga dapat mendukung kebijakan dalam mempromosikan wisata dalam cakupan area yang lebih luas, mengingat saat ini lingkup pemasaran masih tertuju pada Pulau Jawa saja. Memang kendala anggaran masih merupakan faktor utama yang menghambat proses pemasaran wisata namun dengan adanya kerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DIY merupakan salah satu solusi untuk mengatasinya. Selain itu mengoptimalkan penerapan teknologi informasi dalam berkomunikasi dengan para investor dan wisatawan juga dapat menjadi suatu solusi yang tepat untuk mengatasi masalah kendala anggaran. Dengan adanya sistem komunikasi yang modern yaitu dengan membuka suatu situs website dapat menjadi media yang menghubungkan secara langsung antara pihak pengelola, wisatawan , maupun para investor. Dalam website itu diharapkan terdapat suatu forum mengenai kritik dan saran yang dapat membangun perkembangan pariwisata Pantai Parangtritis. Dalam website tersebut juga dapat memberikan informasi-informasi penting yang diperlukan para investor dan juga wisatawan. Strategi ST selanjutnya adalah memberikan penyuluhan wisata dan melibatkan warga sekitar dalam program wisata yang menyangkut pentingnya alam dan pelestarian lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar timbul kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kelestarian lingkungan wisata, mengingat wisata memberikan multiplayer effect yang amat besar bagi perekonomian masyarakat. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan diharapkan diselingi oleh acara hiburan yang dapat menarik minat warga agar dapat ikut serta dalam kegiatan tersebut.

104

6.8.4. Strategi Weakness-Threats (WT) Strategi WT merupakan strategi untuk mengurangi kelemahan dan menghindari ancaman. Kebijakan yang dapat diambil antara lain melakukan kerjasama dengan sponsor-sponsor dalam pengadaan event-event wisata. Dengan adanya sponsor maka persoalan anggaran dana pun dapat terpecahkan. Disini pengelola dituntut untuk dapat berkreativitas dalam menuangkan ide-ide dalam penyelenggaraan event-event yang dapat memikat perhatian wisatawan. Contoh kegiatannya antara lain kompetisi Volley Pantai dengan bekerjasama dengan PBVSI, Festival layang-layang termasuk lomba kreativitas dalam membuat layang-layang, dan panggung hiburan yang dilaksanakan setiap akhir pekan. Strategi WT yang lain yaitu dengan bekerjasama dengan usaha rumah makan, penginapan, dan biro perjalanan dalam membentuk suatu paket wisata disertai oleh pramuwisata yang mempunyai communication skiil yang baik. dengan adanya sistem paket wisata ini diharapkan informasi wisata dapat tersalur dengan baik dan juga dapat memberikan rasa nyaman kepada wisatawan baik domestic maupun luar negeri sehingga length of stay nya pun akan bertambah. Selanjutnya strategi WT yang dapat dilakukan adalah mendukung aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh paguyuban warga sekitar baik berupa dukungan material maupun spiritual. Dengan adanya dukungan ini diharapkan kreativitas warga akan meningkat. Strategi WT terakhir yang dapat diterapkan yaitu meningkatkan kualitas wisata dengan memberikan kemudahan bagi pihak swasta dalam mendirikan suatu usaha jasa wisata. Dengan adanya kemudahan akses masuk bagi para investor diharapkan dapat meningkatkan kualitas wisata yang disertai dengan perbaikan fasilitas sarana dan prasarana wisata. Strategi ini juga harus tetap didukung oleh promosi yang gencar dari pihak pengelola.

106

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Saat ini kondisi Industri Pariwisata Pantai Parangtritis pasca bencana gempa bumi dan tsunami dalam kondisi kurang baik. Ketakutan masyarakat terhadap keamanan daerah Pesisir atau Pantai akhir-akhir ini, merupakan salah satu faktor utama penyebabnya. 2. Berdasarkan matriks IFE diperoleh : a. Lingkungan internal Dinas Pariwisata Bantul berada diposisi rata-rata. Artinya balai telah memiliki posisi internal yang kuat. b. Kekuatan internal dari Dinas tersebut adalah (1) konsep pengembangan wisata yang mulai terencana, (2) aksesbilitas ke tempat wisata yang cukup baik, (3) adanya partisipasi dari masyarakat dalam penentuan kebijakan Fasilitas lengkap, (4) atraksi wisata yang amat bervariasi, (5) SDA yang potensial untuk wisata bahari, (6) sistem operasi manajemen pengelolaan yang cukup baik, (7) memiliki SDM yang ahli dalam pengelolaan lingkungan, (8) mempunyai target konsumen potensial, (9) letak strategis terhadap pasar, (10) biaya retribusi yang murah. c. Kelemahan Internal dari Dinas tersebut adalah (1) kurangnya pendanaan dari pihak luar, (2) pasar yang dituju masih skala regional, (3) tidak adanya keterlibatan pihak swasta dalam pengadaan jasa wisata, (4) belum adanya sistem paket wisata, (5) kebersihan lingkungan wisata yang kurang baik, (6) strategi promosi yang belum optimal, (7) fasilitas yang kurang lengkap, (8) sistem informasi yang belum optimal 3. Berdasarkan matriks EFE diperoleh :

107

a. Lingkungan Eksternal Dinas Pariwisata Bantul berada pada posisi rata-rata, yang berarti kemampuan pengelola untuk memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman dari luar berada ditingkat rata-rata. b. Peluang yang dimiliki oleh pihak pengelola adalah (1) kepemilikan gumuk pasir tipe barchan yang (satu-satunya di Asia Tenggara), (2) peraturan pemerintah yang mendukung kinerja pengelola, (3) kebudayaan/tradisi masyarakat sekitar yang masih lestari, (4) citra DI Yogyakarta yang aman dan nyaman, (5) pembentukan paguyuban oleh warga masyarakat sekitar, (6) pesatnya perkembangan teknologi informasi, (7) trend wisata bahari yang meningkat baik secara nasional maupun global, (8) globalisasi dan AFTA. c. Ancaman yang dimiliki oleh pihak pengelola adalah (1) tingkat pendidikan masyarakat sekitar yang masih rendah, (2) minimnya anggaran dari pemerintah, (3) variasi produk wisata yang ditawarkan oleh pesaing, (4) belum adanya kerjasama dengan pihak swasta, (5) Indonesia yang dinilai masih belum stabil dan rawan bencana, (6) iklim usaha dan investasi di Indonesia yang masih belum kondusif, (7) kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktifitas manusia, (8) besarnya ancaman masuknya pendatang baru, (9) persaingan dalam industri wisata yang kuat 4. Berdasarkan pengamatan terhadap persaingan industri diperoleh hasil bahwa kondisi persaingan industri pariwisata yang dihadapi oleh Dinas Pariwisata Bantul dalam lingkup DI Yogyakarta tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan wisata di daerah tersebut. 5. Berdasarkan hasil

analisis SWOT, alternatif strategi pemasaran yang bisa

dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut : a. Strategi harga : ¾ Mempertahankan posisi sebagai obyek wisata yang terjangkau oleh masyarakat umum ¾ Menerapkan sistem diversifikasi harga b. Strategi Promosi :

108

¾ Kerjasama dengan agen perjalanan dalam mempromosikan ODTW dalam bentuk paket wisata yang bertujuan untuk mengembalikan citra pariwisata Pantai Parangtritis pasca bencana gempa bumi dan tsunami. ¾ Mengoptimalkan teknologi informasi untuk mempermudah komunikasi dengan investor dan wisatawan ¾ Bekerjasama dengan usaha rumah makan, penginapan, dan biro perjalanan dalam membentuk suatu paket wisata disertai oleh pramuwisata yang mempunyai communication skiil yang baik ¾ Melakukan promosi keluar pulau jawa (Travel Dialog) terutama ke sekolah-sekolah melalui program kerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Budaya DIY. ¾ Membuka suatu situs website yang dapat menjadi media yang menghubungkan secara langsung antara pihak pengelola, wisatawan , maupun para investor ¾ Melakukan kerjasama dengan sponsor-sponsor dalam pengadaan eventevent wisata ¾ Bekerjasama dengan pemerintah daerah

dalam menumbuhkan iklim

investasi yang kondusif ¾ Memasang iklan dan artikel pada media cetak dan media elektronik dan diharapkan isi iklannya dapat meyakinkan wisatawan terutama dalam hal keamanan dan kenyamanan dalam berwisata seperti menyantumkan fotofoto terbaru Pantai Parangtritis, tunjukkan sistem keamanan yang digunakan saat ini, tunjukkan data korban akibat bencana gempa dan tsunami di daerah tersebut (yakinkan bahwa hanya sedikit yang menjadi korban atau tidak ada yang mengalami luka serius), dan juga sertakan obyek daya tarik wisata yang ada ¾ Mengundang media masa secara berkala untuk meningkatkan publisitas Pantai Parangtritis seperti mengajak tim petualangan bahari, jejak petualang untuk meliput aktivitas wisata di Pantai Parangtritis c. Strategi Produk :

109

¾ Mempertahankan posisi sebagai tempat wisata yang memiliki ODTW yang

menarik

sekaligus

mengikutsertakan

masyarakat

dalam

pengembangannya ¾ Melakukan kerjasama dengan masyarakat dan Pemda dalam mewujudkan sapta pesona wisata ¾ Pembentukan organisasi penghasil kerajinan tangan atau souvenir, organisasi ini diharapkan dapat menjadi wadah dalam mengumpulkan hasil karya dari warga-warga setempat yang nantinya dapat dijual kepada pengunjung tentunya dalam satu pengelolaan ¾ Pembentukan masyarakat sadar wisata ¾ Mengembangkan jenis wisata bahari dan wisata pendidikan seiring dengan perkembangan teknologi informasi. d. Strategi Tempat : ¾ Mempertahankan posisi sebagai tempat wisata yang mudah dijangkau dan terkenal akan kenyamanan dan keamanannya ¾ Memfungsikan segera kios-kios yang baru selesai dibangun sebagai areal penjualan souvenir ¾ Memfungsikan segera laboratorium sebagai tempat study center gumuk pasir. e. Strategi Peningkatan Kualitas SDM : ¾ Memberikan penyuluhan dan pelatihan yang melibatkan warga sekitar dalam program wisata seperti pelatihan pembuatan handy craft, pengolahan limbah-limbah berguna menjadi barang-barang kerajinan tangan, tentunya dengan mendatangkan para ahli. ¾ Bekerjasama dengan masyarakat dan Pemda dalam mewujudkan sapta pesona

wisata

dengan

cara

melakukan

kegiatan-kegiatan

yang

membangun seperti perlombaan lingkungan bersih dan pemilihan warga teladan yang diharapkan dapat memacu motifasi masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang asri dan nyaman

110

¾ Mendukung aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh paguyuban warga sekitar baik berupa dukungan material maupun spiritual.

7.2. Saran Dari hasil pembahasan, peneliti menyarankan kepada pihak Dinas Pariwisata Bantul selaku pengelola obyek wisata Pantai Parangtritis agar melakukan tindakan : 1. Menerapkan Strategi Pemasaran yang tepat dalam rangka mengembalikan image OW Pantai Parangtritis Pasca Bencana Gempa Bumi dan Tsunami dengan cara : •

Strategi Pomosi : -

Melakukan penyebaran informasi melalui media internet yaitu dengan membuat suatu situs web yang berisi tentang produk wisata yang ditawarkan beserta daftar harga, informasi kondisi keamanan pantai yang up to date, forum komunikasi dimana wisatawan dapat memberi masukkan kritik dan saran bagi obyek wisata Parangtritis, dan juga berisi informasi yang dapat meyakinkan wisatawan seperti adanya penambahan jumlah life guard yang dapat memberikan pertolongan pada saat dibutuhkan, adanya tindakan mitigasi bencana alam dengan melakukan simulasi-simulasi agar apabila terjadi bencana tidak panik dan dapat mengatasinya dengan tenang.

-

Bekerjasama dengan agen perjalanan dalam memasarkan produk wisata dalam bentuk paket wisata yang menjanjikan keamanan dan kenyaman wisatawan dalam berwisata salah satunya dengan memberikan jasa pelayanan berupa pemandu wisata yang komunikatif.

-

Menyebarkan informasi wisata melalui media elektronik seperti mengundang acara-acara televisi yang menyajikan acara wisata agar dapat meliput OW Pantai Parangtritis.

111

-

Mengadakan perlombaan-perlombaan olahraga diantara para pelajar SeYogyakarta sebagai salah satu cara menarik jumlah wisatawan untuk datang, tentunya dengan memberikan hadiah yang cukup menggiurkan.

-

Kerjasama dengan BMG dalam membuat sistem informasi mengenai keamanan kondisi daerah pantai



Strategi Produk -

Mengingat potensi alam yang sangat mendukung perkembangan wisata bahari dan ditunjang oleh trend wisata bahari yang semakin meningkat, diharapkan pihak pengelola (Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul) dapat memprioritaskan program pengembangan obyek wisata bahari di kawasan wisata Pantai Parangtritis seperti penambahan jumlah kapal/perahu yang dikhususkan untuk wisatawan dalam menikmati keindahan laut lepas dan sekaligus melakukan kegiatan seperti memancing/menangkap ikan, dan juga wisatawan dapat ikut serta dalam aktivitas-aktivitas nelayan yang terdapat di daerah Pantai Parangtritis, selain itu kondisi alam yang potensial dapat dimanfaatkan untuk jenis olahraga surfing, paralayang, dan layang-layang mengingat kondisi alam yang berombak besar dan juga angin yang sangat kencang.

-

Menambah jumlah life guard di kawasan pantai, untuk mengantisipasi kecelakan di daerah sekitar Pantai

-

Melakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam hal pengadaan arena hiburan untuk anak-anak mengingat daerah wisata Pantai Parangtritis sangat luas



Strategi Tempat -

Segera memfungsikan kios-kios sebagai tempat untuk wisata belanja, dan juga memfungsikan segera laboratorium gumuk pasir sebagai pusat pendidikan gumuk pasir di Indonesia.

-

Melaksanakan konsep perencanaan pengembangan kawasan yang dinamakan konsep “Segitiga Pusat”, dimana kawasan parangtritis dibagi

112

menjadi 3 daerah kawasan wisata terpusat seperti untuk wisata alam di Pantai Parangtritis, wisata religius di Pantai Parangkusumo, dan wisata Kuliner dan pendidikan di Pantai depok. -

Membuat suatu area pembuatan layang-layang yang berbentuk unik sehingga dapat langsung dipasarkan sesuai dengan keinginan konsumen (desain yang menentukan konsumen), dan juga disediakan pula peminjaman layang-layang untuk digunakan di kawasan OW Pantai Parangtritis.

114

DAFTAR PUSTAKA Cooper C, Fletcher J, Gilbert D, Wanhill S. 1993. Tourism Principles and Practice. Edinburgh : Group Limited. Dinas Pariwisata Bantul. 2007. LAKIP Dinas Pariwisata Bantul. Yogyakarta : Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. . 2005. RENSTRA Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul 2006-2010. Yogyakarta : Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul . 2006. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Sub Dinas Pemasaran dan Penuluhan Wisata. Yogyakarta : Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. . 2007. PROGRAM KERJA Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul 2007. Yogyakarta : Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. Dinas Pariwisata Bantul dan Pusat Penelitian Pariwisata UGM. 2000. PENYUSUNAN RIPOW PARANGTRITIS. Yogyakarta : Dinas Pariwisata Bantul. . 2002. Rencana Teknis Obyek Wisata (RTOW). Yogyakarta : Dinas Pariwisata Bantul. Fauzi A. 2001. Prinsip-Prinsip Penelitian Sosial Ekonomi : Panduan Singkat. Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan-Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. 2007. Data Monografi Kecamatan. Bantul : Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. Kelurahan Parangtritis Kabupaten Bantul. 2007. Data Monografi Desa dan Kelurahan. Bantul : Kelurahan Parangtritis. Kertajaya H, dkk. 2005. Attracting Tourist, Trader, Investors : Strategi memasarkan daerah di era otonomi. Jakarta : MarkPlus&Co. Kinnear and Taylor. 1991. Marketing Research an Applied Method. USA : Me Graw – Hill. Kotler P. 2000. Manajemen Pemasaran, Jilid 1, edisi Millenium. Hendra teguh, Ronny A Rusli dan Benyamin Molan. Penerjemah. Jakarta : PT Prenhallindo. Terjemahan Dari Buku : Marketing Management. . 2000. Manajemen Pemasaran, Jilid II, Edisi Millenium. Hendra Teguh, Ronny A Rusli dan Benyamin Molan. Penerjemah. Jakarta : PT Prenhallindo. Terjemahan Dari Buku : Marketing Management. Okta D.W. 2004. Analisis Formulasi Strategi Bersaing Minuman Sari Buah Sirsak PT Minuman SAP Dalam menghadapi Persaingan Industri Minuman Ringan. [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Soekadijo R.G. 2000. Anatomi Pariwisata (memahami sebagai “Systematic Linkage”). Jakarta : PT Gramedia.

115

Syahroni D. 2004. Analisis Strategi Pemasaran Teh Celup Sedap Wangi (Studi Kasus : PT.Sariwangi Agriculture Estate Agency). [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian. IPB. Syafei, Firman. 2007. Analisis Strategi Pemasaran Pariwisata Bahari Taman Nasional Laut Kepualauan Seribu. [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Wahab S. 1992. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta : Pramadya Paramita. Yulianto G, Fausia L, Indah dkk. 2001. Penelitian Sosial Ekonomi Komunitas Masyarakat Kepulauan Seribu Dalam Rangka Mendukung Keberhasilan Pengkayaan Stock. [Laporan Hasil Penelitian]. Bogor. Lembaga Penelitian IPB dan PAAPT. Yoeti O.A. 1980. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung : Angkasa.

116

Lampiran 1. Peta Obyek Wisata Pantai Parangtritis

Sumber : Monografi Desa Parangtritis Tahun 2006

117

Lampiran 2. Penentuan bobot Strategis Internal (Informan : Pak Susilo) Faktor Strategis Internal

A

A. Retribusi Murah

B 2

B. SDA yang potensial untuk wisata bahari

2

C. Letak yang strategis terhadap pasar

2

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M

N

O

P

Q

R

Total

Bobot

2

2

2

2

1

1

1

2

1

2

1

2

3

1

2

3

30

0,049

2

1

1

2

1

1

1

2

1

1

1

2

3

1

2

1

25

0,041

2

2

2

2

1

1

1

1

1

2

3

2

1

3

2

30

0,049

2

D. Memiliki SDM yang ahli dalam pengelolaan lingkungan

2

3

2

E. Atraksi wisata yang amat bervariasi

2

3

2

2

2

2

1

1

2

1

1

1

2

3

3

1

2

3

32

0,052

3

2

2

2

2

1

1

1

2

3

1

3

2

34

0,055

F. Mempunyai target konsumen potensial

2

2

2

2

1

1

1

1

1

1

1

1

2

3

1

3

2

27

0,044

G. Sistem operasi manajemen pengelolaan yang cukup baik

3

3

2

3

2

3

H. Aksesibilitas ke tempat wisata yang cukup baik

3

3

3

3

2

3

2

2

2

2

2

3

3

3

1

2

2

40

0,065

2

2

2

1

1

3

3

1

3

2

39

0,064

I. konsep pengembangan kawasan yang mulai terencana

3

3

3

2

2

3

2

2

1

1

1

3

3

1

3

2

37

0,060

2

2

2

3

3

2

3

2

40

0,065

2

2

3

3

2

3

3

45

0,073

2

3

3

1

3

2

43

0,070

3

3

1

3

2

41

0,067

2

1

2

2

24

0,039

1

2

2

21

0,034

3

2

49

0,080

1

23

0,038

33

0,054

613

1

2

2

J. Melibatkan masyarakat dalam penentuan kebijakan

2

2

3

3

2

3

2

2

2

K. Fasilitas yang kurang lengkap

3

3

3

3

3

3

2

2

3

2

L. Kebersihan lingkungan wisata yang kurang baik

2

3

3

3

3

3

2

3

3

2

2

M. Sistem informasi yang belum optimal

3

3

2

2

3

3

1

3

3

2

2

2

N. Tidak ada keterlibatan pihak swasta dalam pengadaan jasa wisata

2

2

1

1

2

2

1

1

1

1

1

1

1

O. Kurangnya pendanaan/pembiayaan dari pihak luar

1

1

2

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

2

P. Strategi promosi yang belum optimal

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

2

3

3

3

3

Q. Pasar yang dituju masih skala regional belum internasional

2

2

1

2

1

1

2

1

1

1

1

1

1

2

2

1

R. Belum adanya sistem paket wisata

1

3

2

1

2

2

2

2

2

2

1

2

2

2

2

2

3

118

Lampiran 3. Penentuan bobot Strategis Eksternal (Informan : Pak Susilo) Faktor Strategis Eksternal

A

A. Peraturan pemerintah yang mendukung pihak pengelola B. Citra Yogyakarta yang aman dan nyaman

2

C. Pesatnya perkembangan teknologi informasi (internet)

3

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M

N

O

P

Q

Total

Bobot

2

1

2

2

3

2

3

2

3

2

1

2

2

2

2

2

33

0,061

2

2

3

2

2

2

1

2

2

1

2

2

2

2

2

31

0,057

2

3

2

2

2

2

2

2

1

2

2

2

1

1

31

0,057

3

2

2

2

1

2

1

1

2

2

1

1

1

27

0,050

2

2

2

1

2

2

1

2

2

2

1

1

25

0,046

2

2

1

2

1

1

2

2

2

1

1

26

0,048

2

1

2

1

1

2

2

2

1

1

27

0,050

1

2

2

1

2

2

2

1

1

27

0,050

3

2

2

2

2

3

2

2

40

0,074

1

1

2

2

2

2

2

28

0,051

1

2

2

2

2

1

34

0,063

3

3

3

2

2

45

0,083

2

2

1

1

29

0,053

2

2

1

30

0,055

2

D. Kebudayaan/tradisi masyarakat yang masih lestari

2

2

2

E. Adanya pembentukan paguyuban oleh masyarakat

2

1

1

1

F. Tren wisata bahari yang meningkat baik secara nasional maupun global

1

2

2

2

2

G. Memiliki gumuk pasir yang lengkap tipenya

2

2

2

2

2

2

H. Globalisasi dan AFTA

1

2

2

2

2

2

2

I. Iklim usaha dan investasi di Indonesia yang belum kondusif

2

3

2

3

3

3

3

3

J. Besarnya Ancaman masuk pendatang baru

1

2

2

2

2

2

2

2

1

K. Variasi produk wisata yang ditawarkan oleh pesaing

2

2

2

3

2

3

3

2

2

3

L. Minimnya anggaran dari pemerintah

3

3

3

3

3

3

3

3

2

3

3

M. Indonesia yang dinilai belum stabil dan rawan bencana

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

1

N. Belum adanya kerjasama dengan pihak swasta

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

1

2

O. Persaingan dalam Industri wisata yang kuat

2

2

2

3

2

2

2

2

1

2

2

1

2

2

P. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia

2

2

3

3

3

3

3

3

2

2

2

2

3

2

2

Q. Tingkat pendidikan masyarakat sekitar yang masih rendah

2

2

3

3

3

3

3

3

2

2

3

2

3

3

2

2

2

2

31

0,057

2

39

0,072

41

0,075

544

1

119

Lampiran 4. Faktor Strategis Internal Rata-Rata Bobot (Tiap Responden) Faktor Strategis Internal 1 2 3 A. Retribusi Murah 0,048 0,049 0,038 B. SDA yang potensial untuk wisata bahari 0,051 0,041 0,042 C. Letak yang strategis terhadap pasar 0,054 0,049 0,038 D. Memiliki SDM yang ahli dalam pengelolaan lingkungan 0,049 0,052 0,049 E. Atraksi wisata yang amat bervariasi 0,048 0,055 0,049 F. Mempunyai target konsumen potensial 0,056 0,044 0,044 G. Sistem operasi manajemen pengelolaan yang cukup baik 0,056 0,065 0,059 H. Aksesibilitas ke tempat wisata yang cukup baik 0,053 0,064 0,070 I. konsep pengembangan kawasan yang mulai terencana 0,057 0,060 0,072 J. Melibatkan masyarakat dalam penentuan kebijakan 0,048 0,065 0,070 K. Fasilitas yang kurang lengkap 0,062 0,073 0,069 L. Kebersihan lingkungan wisata yang kurang baik 0,056 0,070 0,067 M. Sistem informasi yang belum optimal 0,056 0,067 0,069 N. Tidak ada keterlibatan pihak swasta dalam pengadaan jasa 0,066 0,039 0,049 wisata O. Kurangnya pendanaan/pembiayaan dari pihak luar 0,066 0,034 0,049 P. Strategi promosi yang belum optimal 0,053 0,080 0,070 Q. Pasar yang dituju masih skala regional belum internasional 0,066 0,038 0,049 R. Belum adanya sistem paket wisata 0,056 0,054 0,047

Bobot Rata-rata 0,0448 0,0448 0,0469 0,0502 0,0508 0,0479 0,0599 0,0621 0,0631 0,0611 0,0680 0,0643 0,0637 0,0515 0,0499 0,0676 0,0510 0,0523

120

Lampiran 5. Faktor Strategis Eksternal Rata-Rata Bobot (Tiap Responden) Faktor Strategis Eksternal 1 2 3 A. Peraturan pemerintah yang mendukung pihak pengelola B. Citra Yogyakarta yang aman dan nyaman C. Pesatnya perkembangan teknologi informasi (internet) D. Kebudayaan/tradisi masyarakat yang masih lestari E. Adanya pembentukan paguyuban oleh masyarakat F. Tren wisata bahari yang meningkat baik secara nasional maupun global G. Memiliki gumuk pasir yang lengkap tipenya H. Globalisasi dan AFTA I. Iklim usaha dan investasi di Indonesia yang belum kondusif J. Besarnya Ancaman masuk pendatang baru K. Variasi produk wisata yang ditawarkan oleh pesaing L. Minimnya anggaran dari pemerintah M. Indonesia yang dinilai belum stabil dan rawan bencana N. Belum adanya kerjasama dengan pihak swasta O. Persaingan dalam Industri wisata yang kuat P. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia Q. Tingkat pendidikan masyarakat sekitar yang masih rendah

0,067 0,055 0,065 0,055 0,060

0,061 0,057 0,057 0,050 0,046

0,053 0,055 0,055 0,048 0,044

Bobot Ratarata 0,060 0,056 0,059 0,051 0,050

0,058

0,048

0,046

0,051

0,060 0,058 0,055 0,065 0,060 0,046 0,064 0,060 0,058 0,057 0,057

0,050 0,050 0,074 0,051 0,063 0,083 0,053 0,055 0,057 0,072 0,075

0,064 0,049 0,070 0,048 0,075 0,081 0,055 0,055 0,055 0,070 0,079

0,058 0,052 0,066 0,055 0,066 0,070 0,057 0,057 0,057 0,066 0,070

121

Lampiran 6. Foto Obyek Wisata Pantai Parangtritis

Gerbang Masuk Kawasan Wisata

Gumuk Pasir Pantai Parangtritis

Kondisi Alam OW Pantai Parangtritis

Laboratorium Gumuk Pasir

122

Rumah makan di Pantai Depok

Aktivitas Nelayan di Pantai Depok

Penjualan Layang-layang

Penjualan Souvenir