ANALISIS TITIK IMPAS DAN EFISIENSI USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG DI

Download Penerimaan dari usaha pembibitan sapi potong adalah nilai ternak akhir tahun dan penjualan pedet jantan selama 1 tahun. d. Keuntungan. Keun...

0 downloads 415 Views 211KB Size
Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti

ANALISIS TITIK IMPAS DAN EFISIENSI USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG DI DESA SINDANGLAYA, KECAMATAN TANJUNGSIANG, KABUPATEN SUBANG THE ANALYSIS OF BREAK-EVEN POINT AND THE BUSINESS EFFICIENCY OF CATTLE BREEDING IN SINDANGLAYA VILLAGE, TANJUNGSIANG SUBDISTRICT, SUBANG DISTRICT Melia Dwijayanti A*, Maman Paturochman**, Achmad Firman** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail : [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 1 - 31 Maret 2016 di Desa Sindalaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai titik impas dan efisiensi dari usaha pembibitan sapi potong. Penelitian ini menggunakan metode Survei dan tempat penelitian dipilih dengan cara purposive sampling yaitu di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang, dengan 30 reponden peternak pembibitan sapi potong. Data yang dihimpun dalam usahaternak terdiri dari data primer dan sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai titik impas volume produksi adalah 1,9 Satuan Ternak (ST), nilai titik impas harga produksi adalah Rp.12.771.749/ST serta nilai efisiensi usaha sebesar 1,26. Kata Kunci :

efisiensi usaha, pembibitan, sapi potong, titik impas

ABSTRACT This research was held on March 1 - 31 2016 at Sindanglaya Village, Tanjungsiang Subdistrict, Subang District. The purposes are to examine the break-even point and the business efficiency of cattle breeding. The method used in this research is survey menthod, and the research area is selected by purposive sampling in Sindanglaya Village, Tanjungsiang Subdistrict, Subang District with 30 respondent of cattle breeding. The data consist of primary and the secondary data. The results of this research showed that the break-even point of production volume is 1,9 Animal Unit (AU), the break-even price costs Rp. 12.771.749/AU and the business efficiency value is 1,26. Key Word :

beef cattle, break-even point, breeding, business efficiency

PENDAHULUAN Penurunan konsumsi daging sapi disebabkan harga daging yang tinggi secara tidak langsung berpengaruh pada permintaan sapi potong di Jawa Barat. Hal ini dapat terlihat dari

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti jumlah ternak yang di potong di tahun 2013 sebesar 190.462 ekor dan menurun di tahun 2014 sebesar 160.488 ekor (Badan Pusat Statistik, 2015). Namun, dalam mewujudkan swasembada daging sapi yaitu memenuhi 90% dari total kebutuhan daging sapidan mengurangi impor sapi, pemerintah Jawa Barat menetapkan beberapa wilayah sebagai kawasan pengembangan sapi potong. Salah satu sentra pengembangan sapi potong di Jawa Barat adalah Kabupaten Subang. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tahun 2015 menetapkan Kabupaten Subang sebagai Sentra Peternakan Rakyat komoditas sapi potong karena sumber daya alamnya yang mendukung serta sarana dan prasarana pendukung pengembangan sapi potong yang cukup baik. Salah satu wilayah pengembangan sapi potong di Kabupaten Subang adalah Kecamatan Tanjungsiang. Kecamatan ini dijadikan sebagai Sentra Peternakan Rakyat untuk komoditas sapi potong di Kabupaten Subang dalam satu kawasan yang disebut dengan Kasaling (Kasomalang-Cisalak-Tanjungsiang). Jumlah populasi sapi potong di Kecamatan Tanjungsiang sebanyak 926 ekor di tahun 2014 dari jumlah kelompok peternak yaitu 71 kelompok yang tersebar di 10 desa (Dinas Peternakan Kabupaten Subang, 2014). Desa Sindanglaya merupakan desa yang memiliki populasi sapi potong terbanyak di Kecamatan Tanjungsiang. Kebanyakan usaha yang dijalankan peternak di Desa Sindanglaya adalah pembibitan. Bibit merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam upaya pengembangan sapi potong. Kemampuan penyediaan bibit sapi potong yang berbasis peternakan rakyat dapat dikatakan masih kurang, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini dikarenakan peternak kurang memperhatikan pengelolaan usaha. Penentuan pengelolaan usaha yang tepat dapat diketahui dengan menganalisis usaha tersebut, yaitu dengan analisis titik impas dan efisiensi usaha. Analisis titik impas tidak hanya mengetahui keadaan usaha pada kondisi impas, namun dapat menentukan jumlah minimal hasil produksi. Hasil produksi sangat menentukan biaya dan penerimaan dari usaha tersebut sehingga mempengaruhi nilai efisiensi usaha yang didapat. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha Pembibitarn Sapi Potong di Desa Sidanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang.

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti OBJEK DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah peternak sebagai responden yang melakukan usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang.

2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Penelitian survei adalah penelitian dengan cara menghimpun informasi dari sampel yang diperoleh dari suatu poulasi, dengan tujuan untuk melakukan generalisasi sejauh populasi dari mana sampel tersebut diambil (Paturochman, 2012). a. Penentuan Daerah Penelitian Penentuan daerah dilakukan dengan sengaja (purposive sampling), yaitu di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang. b. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik pengambilan sampel acak sederhana atau simple random sampling dengan cara undian. Populasi peternak yang melakukan usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya sebanyak 66 orang. Berdasarkan hasil observasi, sampel yang diambil untuk dijadikan responden sebanyak 30 orang atau berdasarkan jumlah sampel minimal yang harus diambil dalam penelitian. Hal ini seperti pernyataan Roscoe dalam Sugiyono (2012) bahwa ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500. c. Kriteria Responden Kriteria responden yang diambil dalam penelitian ini adalah peternak yang memiliki pengalaman beternak minimal 4 tahun. d. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

3. Operasional Variabel a. Biaya Tetap Biaya tetap usaha pembibitan sapi potong terdiri dari kandang, peralatan kandang, dan kendaraan seperti motor atau sepeda untuk pengangkutan pakan yang dikonversikan ke perhitungan rupiah selama 1 tahun.

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti b. Biaya Variabel Biaya variabel usaha pembibitan sapi potong yang akan dihitung terdiri dari nilai ternak awal tahun, pakan, listrik, kesehatan, serta Inseminasi Buatan. c. Penerimaan Penerimaan dari usaha pembibitan sapi potong adalah nilai ternak akhir tahun dan penjualan pedet jantan selama 1 tahun. d. Keuntungan Keuntungan adalah semua penerimaan dikurangi semua biaya produksi yang dikeluarkan selama 1 tahun dan dihitung dalam satuan rupiah.

4. Model Analisis a. Analisis Titik Impas (Break Even Point) Menurut Priyanti et al. (2009) secara umum titik impas dirumuskan sebagai berikut: (1) Atas dasar volume produksi dalam Satuan Ternak (ST) BEP = TC/P Keterangan : BEP TC P

: Break even point : Total biaya produksi selama 1 tahun : Harga Satuan Ternak (ST)

(2) Atas dasar harga produksi dalam rupiah BEP = TC/Q Keterangan : BEP TC Q

: Break even point : Total biaya produksi selama 1 tahun : Total produksi atau total penerimaan dalam Satuan Ternak (ST)

b. Efisiensi Usaha Analisis efisiensi usaha dapat menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dalam suatu usaha. Menurut Rahmanto dan Made dalam Sari (2011) :

R

C =

(P . Q) TFC + TVC

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti Adapun dengan kriterianya, sebagai berikut : R/C > 1, maka usaha dikatakanefisien dan manfaat R/C = 1, maka usaha dikatakan impas (tidak untung maupun merugi) R/C < 1, maka usaha dikatakan tidak menguntungkan dan tidak layak HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Desa Sindanglaya termasuk dalam wilayah Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang, Jawa Barat dengan luas wilayah sebesar 410,92 hektarare. Desa Sindanglaya memiliki suhu udara rata-rata 23ºC. Suhu tersebut termasuk suhu lingkungan yang nyaman untuk sapi potong. Menurut Soeprapto dan Zainal Abidin (2006) suhu lingkungan ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan sapi potong di Indonesia adalah 17-27ºC.

2. Karakteristik Responden a. Umur Responden peternak pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya mayoritas berada pada kisaran umur yang produktif yaitu sebanyak 26 orang atau sebesar 86,67 persen. Menurut Tarmidi (1992) bahwa umur produktif berkisar antara umur 15 sampai 64 tahun, sedangkan umur dibawah 15 tahun dan diatas 64 tahun termasuk dalam umur non produktif. Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Jumlah Responden No. Tingkat Umur (Tahun) Orang 26 1. 15-64 tahun 4 2. > 64 tahun 30 Jumlah

% 86,67 13,33 100,00

b. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden peternak di Desa Sindanglaya dengan jumlah terbesar adalah tamat di jenjang Sekolah Dasar (SD) yaitu 25 orang atau 83,33 persen. Soekartawi dalam Saridewi dan Siregar (2010) menyatakan bahwa mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan tersaji pada Tabel 2.

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jumlah Responden No. Tingkat Pendidikan Orang % 25 1. Tamat SD/sederajat 83,33 2 2. Tamat SMP/sederajat 6,67 2 3. Tamat SMA/sederajat 6,67 1 4. Tamat S 2 3,33 30 Jumlah 100,00 c. Pengalaman Berternak Pengalaman berternak mempengaruhi keberlanjutan usaha peternakan tersebut. Responden peternak pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya mayoritas memiliki pengalaman bertenak dibawah 10 tahun dengan persentase sebesar 63,33 persen. Soeharsono et al. (2010) mengemukakan bahwa semakin lama pengalaman peternak memungkinkan mereka untuk lebih banyak dari pengalaman, sehingga lebih mudah menerima inovasi teknologi yang berkaitan dengan usaha ternak sapi potong menuju perubahan baik secara individu maupun kelompok. Karakteristik responden berdasarkan pengalaman beternak tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak Jumlah Responden Pengalaman Berternak No. (Tahun) Orang % 19 1. < 10 63,33 7 2. 10 sampai 20 23,33 4 3. > 20 13,33 30 Jumlah 100,00 d. Mata Pencaharian Mata pencaharian utama mayoritas responden di Desa Sindanglaya yaitu 21 orang atau 70,00 persen berprofesi sebagai petani, sedangkan mata pencaharian sampingan sebagian besar responden yaitu sebanyak 23 orang atau 76,67 persen berprofesi sebagai peternak. Menurut pernyataan Sudardjat dan Pambudy (2003) bahwa pola pemeliharaan dan usahaternak sapi potong di Indonesia masih merupakan bagian dari usahatani, yaitu sebagai sambilan dan bertani merupakan usaha pokoknya. Karakteristik responden berdasarkan mata pencaharian utama dan sampingan dapat dilihat pada Tabel 4.

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Jumlah Responden No. Mata Pencaharian Orang 1. Utama 21 Petani 4 Peternak 2 Pedagang 2 Wiraswasta 1 PNS 30 Jumlah 2. Sampingan Peternak 23 Petani 6 Buruh Tani 1 Jumlah 30

% 70,00 13,33 6,67 6,67 3,33 100,00 76,67 20,00 3,33 100,00

3. Skala Kepemilikan Ternak Skala kepemilikan ternak pada masing-masing peternak dikelompokkan berdasarkan skala usaha yaitu skala usaha kecil 1 – 5 ekor, skala usaha sedang 6 – 10 ekor, skala usaha besar >10 ekor (Krisna dan Harry, 2011). Skala kepemilikan ternak 27 orang atau 90,00 persen responden termasuk dalam usaha kecil, sedangkan 3 orang atau 10,00 persen reponden termasuk dalam skala usaha sedang. Skala kepemilikan ternak tersaji pada Tabel 5. Tabel 5. Skala Kepemilikan Ternak Usaha Pembibitan Sapi Potong di Desa Sindanglaya Jumlah Responden No. Skala Kepemilikan Ternak Orang % 27 1. 1–5 90,00 3 2. 6 – 10 10,00 30 Jumlah 100,00 4. Biaya Produksi Struktur biaya produksi usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 6.

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti Tabel 6. Struktur Biaya Produksi Usaha Pembibitan Sapi Potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang Total No. Komponen Biaya (Rp) (%) 1. Biaya Tetap a. Kandang 449.917 1,44 b. Peralatan Kandang 64.826 0,21 c. Kendaraan 1.020.238 3,27 Jumlah 1.534.980 4,92 2. Biaya Variabel a. Nilai ternak awal tahun 24.400.000 78,24 b. Pakan 4.644.929 14,90 c. Listrik 96.111 0,31 d. Kesehatan 198.333 0,64 e. Inseminasi Buatan 310.000 0,99 Jumlah 29.649.373 95,08 3. Total Biaya 31.184.354 100,00 a. Biaya Tetap Biaya tetap usaha pembibitan sapi potong terdiri dari biaya kandang, peralatan kandang dan kendaraan yang dihitung berdasarkan beban penyusutan. Hal ini seperti pada pernyataan Ikatan Akuntan Indonesia (2011) bahwa setiap bagian dari aset tetap yang memiliki biaya perolehan cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus disusutkan secara terpisah. Biaya kandang sapi potong tergantung pada bahan yang digunakan dan ukuran kandangnya. Bahan yang digunakan untuk pembuatan kandang pada usaha pembibitan sapi potong responden di Desa Sindanglaya bervariasi. Namun, sebagian besar responden peternak menggunakan bahan seperti semen untuk bagian dinding dan lantai bangunan serta kayu sebagai kerangka bangunan kandang. Adapun beberapa responden peternak menggunakan bahan kayu atau bambu untuk dinding, lantai dan kerangka bangunan kandang sehingga biaya yang dikeluarkan lebih murah namun tidak begitu tahan lama. Selain itu, untuk atap bangunan kandang bahan yang digunakan oleh responden didominasi oleh bahan genting. Rata-rata biaya penyusutan kandang sapi potong yang dikeluarkan responden peternak adalah Rp.449.917. Peralatan kandang digunakan untuk memudahkan pekerjaan dalam usaha pembibitan sapi potong dari mulai membersihkan kandang, memberikan pakan dan minum, memindahkan pakan dan lainnya. Peralatan kandang yang digunakan pada usaha pembibitan

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti sapi potong responden meliputi ember, gerobak, cangkul, sekop, sabit, golok, dan mesin chopper. Rata-rata biaya penyusutan peralatan kandang yang dikeluarkan peternak sebesar Rp.64.826. Kendaraan pada usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya memudahkan dalam proses pengangkutan pakan dengan jumlah pakan yang cukup banyak dan jarak yang jauh. Kendaraan yang digunakan oleh responden umumnya motor serta beberapa responden menggunakan sepeda. Rata-rata biaya penyusutan untuk kendaraan adalah Rp.1.020.238.

b. Biaya Variabel Biaya variabel merupakan biaya yang dipengaruhi oleh banyaknya hasil produksi. Biaya variabel usaha pembibitan sapi potong terdiri dari nilai ternak awal tahun, biaya pakan, biaya listrik untuk penerangan kandang dan air, biaya kesehatan ternak, dan biaya inseminasi buatan. Nilai ternak awal tahun merupakan nilai atau biaya dalam pengadaan ternak seperti dara dan induk betina sapi potong di awal tahun usaha. Nilai ternak awal tahun termasuk ke dalam biaya bahan. Hal ini dijelaskan menurut Nurlela dalam Hendrich (2013) bahwa biaya bahan baku meliputi harga pokok dari semua bahan yang secara praktis dapat diidentifikasi sebagai produk selesai. Berdasarkan definisi tersebut maka ternak di awal tahun yang masih ada di akhir tahun usaha dijadikan sebagai penerimaan. Rata-rata nilai ternak awal tahun usaha pembibitan sapi potong adalah Rp. 24.400.000. Bahan pakan yang digunakan pada usaha pembibitan sapi potong responden di Desa Sindanglaya antara lain hijauan dan pakan tambahan seperti jerami, konsentrat, ampas singkong, ampas tahu, dan dedak. Kebanyakan responden mengandalkan pakan hijauan yang dicampur jerami serta dedak sebagai pakan tambahan. Penggunaan konsentrat sebagai pakan tambahan diberikan ketika peternak mendapat bantuan, dan bantuan tersebut hanya diberikan pada peternak yang memiliki jantan dewasa. Dalam memperoleh hijauan dan jerami, responden tidak mengeluarkan biaya karena diperoleh dari kebun atau ladang mereka sendiri. Peternak hanya mengeluarkan biaya untuk pengangkutan hijauan dan jerami yaitu bahan bakar untuk kendaraan serta upah tenaga kerja langsung luar keluarga. Tenaga kerja lagsung luar keluarga digunakan dalam proses pengangkutan pakan hijauan dan jerami oleh sebagian kecil responden sehingga dikonversikan menjadi biaya pakan. Biaya pakan ternak usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya memiliki rata-rata sebesar Rp.4.644.929.

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti Biaya listrik yang dikeluarkan responden tergatung dari banyaknya ternak yang dimiliki serta luas bangunan kandang. Biaya listrik tersebut dihitung berdasarkan lamanya penggunaan lampu atau penerangan, biaya pembelian lampu dan air untuk minum serta air untuk keperluan lain seperti membersihkan kandang dan ternak. Rata-rata biaya listrik usaha pembibitan sapi potong sebesar Rp. 96.111. Biaya kesehatan ternak terdiri dari biaya pengobatan ketika ternak sakit dan pemberian vitamin yang dilakukan oleh mantri hewan. Besarnya biaya kesehatan tergantung dari frekuensi penggunaan dan jumlah ternak yang dimiliki responden. Rata-rata biaya kesehatan ternak adalah Rp. 198.333. Betina sapi potong di Desa Sindanglaya yang produktif tidak dikawinkan secara alam, namun responden menggunakan sistem perkawinan buatan atau inseminasi buatan. Biaya inseminasi buatan per ekor betina produktif adalah Rp.150.000. Rata-rata biaya inseminasi buatan usaha pembibitan sapi potong adalah Rp.310.000.

5. Penerimaan Penerimaan pada usaha pembibitan sapi potong meliputi nilai ternak akhir tahun dan penjualan pedet jantan yang tersaji pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Penerimaan Peternak Pembibitan Sapi Potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang Total Rataan Persentase No. Jenis Penerimaan Penerimaan Penerimaan Rataan (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (%) 1. Nilai Ternak Akhir Tahun 845.000.000 28.166.667 71,67 2. Penjulan Pedet Jantan 334.000.000 11.133.333 28,33 Total 1.179.000.000 39.300.000 100,00 Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa rata-rata penerimaan terbesar didapat dari nilai ternak akhir tahun yaitu Rp.27.166.667 atau sebesar 71,67 persen. Ternak yang masih ada di akhir tahun usaha dijadikan sebagai penerimaan dari usaha. Hal ini dikarenakan populasi ternak tersebut akan dijual di akhir tahun usaha. Penerimaan lainnya yaitu yang diterima dari penjualan pedet sebesar 28,33 persen rata-rata penerimaan adalah Rp.11.133.333. Penentuan harga pedet jantan sapi potong di Desa Sindanglaya bukan berdasarkan pendugaan bobot badan ternak, namun dilihat dari persilangan bangsa sapi potongnya. Pedet jantan sapi potong dengan persilangan Limousin dan Simmental merupakan pedet dengan harga jual yang cukup tinggi dibandingkan pedet

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti jantan sapi potong persilangan yang lain. Menurut Hadi dan Ilham (2002) bahwa harga sapi peranakan Simmental dan peranakan Charolise lebih mahal dibanding PO dikarenakan pertambahan bobot badan harian (Average Daily Grain /ADG), tingkat konversi pakan (feed conversion rate) dan komposisi karkas lebih tinggi dengan komponen tulang lebih rendah. Subiharta yang dikutip dalam Hadi dan Ilham (2002) menunjukkan bahwa sapi peranakan Limousin dan peranakan Simmental (induk berasal dari PFH atau peranakan Simmental) dapat mencapai ADG jauh lebih besar yaitung masing-masing 1,18 kilogram (kisaran 0,801,60 kilogram) dan 0,90 kilogram (kisaran 0,70-1,30 kilogram).

6. Keuntungan Keuntungan menurut Soekartawi (2006) merupakan selisih positif antara penerimaan dan biaya produksi. Keuntungan responden usaha pembibitan sapi potong tersaji pada Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata Keuntungan Peternak Usaha Pembibitan Sapi Potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang No. Kriteria Rata-rata Keuntungan (Rp/tahun) 1. Penerimaan 39.300.000 2. Biaya Produksi 31.184.354 3. Keuntungan (1-2) 8.115.646 Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa dengan rata-rata penerimaan sebesar Rp.39.300.000 dan biaya produksi sebesar Rp. 31.184.354 maka didapat keuntungan sebesar Rp. 8.115.646. Keuntungan usaha ini didapat dari nilai ternak akhir tahun dan penjualan pedet jantan yang telah dikurangi dengan biaya produksi selama 1 tahun.

7. Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha a. Analisis Titik Impas Titik impas usaha pembibitan sapi potong dihitung berdasarkan nilai titik impas harga produksi yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Hasil perhitungan nilai titik impas dihitung dari rata-rata total biaya produksi yang dibagi rata-rata hasil produksi responden. Titik impas merupakan titik pertemuan antara Total Cost (TC) dan Total Revenue (TR) pada kondisi impas atau usaha yang dijalankan tidak untung dan juga tidak merugi. Titik impas dapat dicapai apabila hasil produksi yang dihasilkan adalah 1,9 Satuan Ternak (ST) yang setara dengan 1 ekor induk betina atau 7 ekor pedet atau 1 ekor induk betina dan 3 ekor pedet dengan harga jual ternak per 1 ST atau setara dengan 1 ekor induk betina atau 4 ekor pedet

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti adalah Rp.12.771.749. Menurut Permentan No. 82 (2012) bahwa satuan unit ternak adalah kesetaraan perhitungan untuk menentukan beban kerja pengawasan, dimana 1 unit ternak setara dengan 1 ekor sapi/kerbau/kuda dewasa, 2 ekor sapi/kerbau/kuda muda, 4 ekor sapi/kerbau/kuda anak, 7 ekor kambing/domba dewasa, 14 ekor kambing/domba anak, 3 ekor babi dewasa (finisher), 6 ekor babi muda (grower), 12 ekor babi anak (starter) dan atau setara dengan 100 ekor unggas dewasa (grower dan layer) atau 200 ekor unggas anak (umur sehari sampai dengan starter).

Rupiah

TR Keuntungan TC

BEP 12.771.749 /ST FC

1.534.980 1,9

2,4 ST

Ilustrasi 1. Kurva Titik Impas Usaha Pembibitan Sapi Potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang b. Efisiensi Usaha Besarnya imbangan antara penerimaan dengan biaya produksi (revenue cost ratio) dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai Efisiensi Usaha (R/C) dari Usaha Pembibitan Sapi Potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang No. TR TC Efisiensi Usaha (TR/TC) .......... Rp/tahun ......... 1. 39.300.000 31.184.354 1,26 Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai R/C pada usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya adalah lebih besar dari 1 atau sebesar 1,26 yang artinya setiap Rp.1,00 yang dikeluarkan peternak untuk hasil produksi akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp.1,26 atau keuntungan sebesar Rp.0,26. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjugsiang, Kabupaten Subang dapat dikatakan

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti efisien dan manfaat. Menurut Soekartawi (2002) bahwa semakin besar nilai efisiensi maka akan semakin besar keuntungan yang diperoleh.

KESIMPULAN 1. Nilai titik impas dari usaha pembibitan sapi potong berdasarkan volume produksi adalah 1,9 Satuan Ternak (ST) yang setara dengan 1 ekor induk betina atau 7 ekor pedet atau 1 ekor induk betina dan 3 ekor pedet dengan serta nilai titik impas berdasarkan harga produksi sebesar Rp. 12.771.749/ST yang setara dengan harga 1 ekor induk betina atau 4 ekor pedet. 2. Nilai efisiensi usaha usaha pembibitan sapi potong adalah sebesar 1,26 yang artinya usaha yang dijalankan dapat dikatakan efisien dan manfaat. SARAN 1. Hasil produksi minimal dari usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya sebaiknya adalah 1 ekor induk betina atau 7 ekor pedet atau 1 ekor induk betina dan 3 ekor pedet. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada pembimbing utama, Prof. Dr. Ir. H. Maman Paturochman, MS., dan pembimbing anggota, Achmad Firman, S.Pt., M.Si., yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membimbing.

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2015. Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor) 2008-2014. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta. Dinas Peternakan Kabupaten Subang. 2014. Popuasi Ternak per Desa di Setiap Kecamatan 2014 (Ekor). Dinas Peternakan Kabupaten Subang. Subang. Hadi, Prajogo U. dan Nyak Ilham. 2002. Problem dan Prospek Pengembangan Usaha Pembibitan Sapi Potong di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan dan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Hendrich, Mahdi. 2013. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi pada Usaha Peternakan Lele Pak Jay di Sukabangun II Palembang. ISSN : 1979-0759. Politeknik Darussalam. Palembang.

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha........................................................Melia Dwijayanti Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan : Aset Tetap. Dewan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta. Krisna, Rizal dan Harry. 2011. Hubungan Tingkat Kepemilikan dan Biaya Usaha dengan Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat (Studi Korelasi). Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian. Bogor Paturochman, Maman. 2012. Penentuan Jumlah dan Teknik Pengambilan Sampel. Unpad Press. Bandung. Permentan Nomor 82. 2012. Pedoman Formasi Jabatan Fungsional Pengawas Bibit Ternak. Kementerian Pertanian. Jakarta. Priyanti, Atien, Sudi Nurtini, dan Achmad Firman. 2009. Profit Usaha Peternakan Sapi Perah. Litbang Pertanian. Jakarta. Sari, Reny Puspita. 2011. Analisis Nilai Tambah Dan Kelayakan Usaha Agroindustri Chip Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) Di Kabupaten Trenggalek. Universitas Brawijaya. Malang Saridewi, Tri Ratna dan Amelia Nani Siregar. 2010. Hubungan Antara Peran Penyuluh dan Adopsi Teknologi Oleh Petani Terhadap Peningkatan Produksi Padi di Kabupaten Tasikmalaya. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian. Bogor. Soeharsono., R.A. Saptati dan K. Dwiyanto. 2010. Kinerja Reproduksi Sapi Potong Lokal dan Sapi Persilangan Hasil Inseminasi Buatan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 3-4 Agustus 2010. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta. . 2002. Analisis Usahatani. Penebar Universitas Indonesia (UI–Press). Jakarta. Soeprapto, Herry dan Zainal Abidin. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta. Sudardjat, S. dan R. Pambudy. 2003. Menjelang Dua Abad Sejarah Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia: Peduli Peternak Rakyat. Yayasan Agrindo Mandiri. Jakarta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung. Tarmidi, L.T. 1992. Ekonomi Pembangunan. Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.