KINERJA DAN PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG

Download penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kinerja tentang manajemen kandang, pengelolaan pemberian pakan, pengolahan limbah ternak dengan...

1 downloads 545 Views 562KB Size
KINERJA DAN PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG RAMAH LINGKUNGAN DI SUMATRA BARAT PERFORMANCE AND PROSPECTS FOR CATTLE FARM BUSINESS FRIENDLY ENVIRONMENT IN WEST SUMATRA Jefrey M. Muis Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatra Barat Pos-el: [email protected] ABSTRACT Most of the farmer groups managing cattle in West Sumatra have not achieved the business goals with little regard for the potential well and local resources that surround them and the lack of attention to environmental impact. The purpose of this study was to describe the performance of the enclosure management, feeding management, livestock waste management with respect to the concept of Green Marketing, and describes prospects for the cattle business in West Sumatra sustainable future. The research was conducted in 2012 in farmer groups Sejahtera Rambatan, Tanah Datar and groups Sejahtera Dua, in West Pasaman. The method used is the qualitative and quantitative approaches. The results of this study were (1) cage is best for beef cattle business is to facilitate the enclosure of communal feeding and cleaning cages. Need a good cage equipped breeding tank waste. (2) Management of by-product feed by utilizing skin cocoa plantations, palm leaf midrib and Solid largely able to substitute consentrate feed and forage with greater economic value. (3) By processing waste in the form of cattle faeces, cow urine and feed residue into organic fertilizer for farmers and provide benefits to cover the cost of feed production. (4) By applying the concept of Green Marketing in the cattle business is to provide economic benefits and environmental friendly. Keywords: Beef cattle, Livestock waste, Organic fertilizer, Green marketing ABSTRAK Kelompok tani pengelola ternak sapi potong di Sumatra Barat sebagian besar belum mencapai usaha bisnis dan kurang memperhatikan potensi sumber daya lokal serta kurang memperhatikan dampak lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kinerja tentang manajemen kandang, pengelolaan pemberian pakan, pengolahan limbah ternak dengan memperhatikan konsep green marketing, dan penggambaran prospek usaha ternak sapi potong ramah lingkungan di Sumatra Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada 2012 di Kelompok Tani Sejahtera Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, dan di Kelompok Tani Sejahtera Dua, Kabupaten Pasaman Barat. Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini adalah (1) Kandang yang terbaik untuk usaha sapi potong adalah kandang komunal untuk memudahkan pemberian pakan dan pembersihan kandang. Kandang yang baik perlu dilengkapi bak penampungan limbah usaha ternak; (2) Pengelolaan pakan dengan memanfaatkan hasil ikutan tanaman perkebunan kulit kakao, pelepah daun sawit, dan lumpur sawit (solid) mampu menyubstitusi sebagian besar pakan konsentrat dan hijauan dengan nilai yang lebih ekonomis;­ (3) Pengolahan limbah ternak berupa kotoran, urine, dan sisa pakan sapi menjadi pupuk organik memberikan keuntungan bagi peternak dan mampu menutupi biaya produksi pakan. (4) Penerapan konsep green marketing pada usaha ternak sapi potong ini mampu memberikan keuntungan secara ekonomis dan ramah lingkungan. Kata kunci: Sapi potong, Pengolahan limbah ternak, Pupuk organik, Green marketing

| 59

PENDAHULUAN Hasil sensus pertanian 2013 menunjukkan bahwa perkembangan ternak sapi Indonesia mengalami penurunan 15,30%.1 Oleh karena itu, sejak 2008 pemerintah menerapkan Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK). Pada 2014 program pemerintah ini telah banyak menyalurkan bantuan ternak kepada masyarakat melalui kelompok tani. Penyaluran bantuan tersebut biasanya berupa ternak sapi dan sarana produksi ternak. Akan tetapi, kenyataan di lapangan banyak peternak penerima bantuan yang belum berhasil mencapai tujuan sesuai dengan harapan karena beberapa kelompok tani terbentur kendala dalam mencukupi biaya produksi ternak mereka. Ditinjau dari segi ekonomi, peternak kecil atau peternak yang baru memulai usahanya cenderung memiliki permasalahan, terutama di dalam pengembangan modal dan usaha.2 Selain masalah modal, peternak yang baru menjalankan usaha ternaknya cenderung menggunakan cara turun-temurun dari nenek moyangnya,3 sehingga pengetahuan mereka dalam beternak masih secara konvensional dan belum mampu mengembangkan usahanya secara lebih baik. Peternak yang mendapatkan bantuan ternak dari pemerintah melalui kelompok tani rata-rata berprofesi sebagai petani atau pekebun sehingga mereka menjadikan beternak sebagai pekerjaan sambilan dalam usaha tani mereka. Dengan demikian, pengalaman dalam mengembangkan usaha ternak sapi bisa dikatakan masih minim. Kalaupun ada, jumlah peternak yang sudah lama menjalankan usaha ternak sapi potong ini tidak terlalu besar. Biasanya, usaha ternak sapi potong skala rumah tangga jumlah ternaknya berkisar 1–3 ekor yang biasanya dipelihara secara tradi­sional.4 Selain itu, minimnya pengetahuan peternak dalam pengelolaan sanitasi kandang membuat limbah kotoran sapi menumpuk dan mengotori lingkungan. Limbah yang menumpuk tersebut bisa menjadi penyakit bagi sapi dan lingkungan sekitar. Inilah beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas usaha ternak sapi potong. Perbaikan produktivitas ternak yang rendah ini harus dipacu dengan mengutamakan perbaikan pakan yang memadai melalui pemanfaatan sumber daya lokal, pengelolaan sumber pakan, perbaikan kesehatan ternak, dan pengembangan sistem

60 | Widyariset, Volume 18, Nomor 1, April 2015 59–70

usaha peternakan yang merupakan “revitalisasi pembangunan peternakan”.5 Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan kelompok tani dalam meringankan biaya produksi usaha ternak sapi potong, di antaranya: a. Pemanfaatan hasil ikutan tanaman perkebunan,­ seperti kulit buah kakao, pelepah daun sawit, dan lumpur sawit (solid). Beberapa pengkajian yang dilakukan BPTP Sumbar menyatakan bahwa pemanfaatan limbah kulit kakao fermentasi sebagai pakan tambahan ternak sapi sangat potensial untuk meningkatkan usaha agribisnis peternakan sapi.6 Selain itu, pelepah sawit beserta dedaunannya adalah hasil ikutan tanaman sawit yang terbesar dan dapat berperan sebagai pengganti hijauan rumput, sedangkan solid merupakan hasil ikutan pabrik kelapa sawit yang menghasilkan crude palm oil (CPO).7 b. Mengolah kotoran dan urine sapi menjadi pupuk organik yang berkualitas. Selama ini, kelompok tani masih membuang dan menjadikan limbah ternak menumpuk mengotori lahan peternakannya. Kelompok tani juga masih belum menemui cara mendapatkan hasil sampingan dari usaha beternaknya yang lebih efisien dan bernilai ekonomi. Satu ekor sapi ternak dewasa bisa menghasilkan kotoran padat 12–15 kg/hari dan urine 3–5 liter/hari.8 Jika kotoran dan urine sapi tersebut diolah menjadi pupuk organik yang lebih berkualitas, peternak bisa mendapatkan hasil yang bernilai ekonomi untuk meringankan biaya produksi dan kebersihan lingkungan lebih terjaga.9

Tujuan Penelitian Penelitian ini diangkat dari permasalahan peternakan sapi potong, khususnya peternakan sapi potong bantuan dari pemerintah, yang masih belum optimal dalam mencapai tujuan keuntungan bagi peternak dalam hal profit dan keberlanjutan usaha. Tujuan beternak sapi potong dari segi menyejahterakan petani/peternak pada prinsipnya adalah meminimalkan biaya pengeluaran dan memaksimalkan keuntungan. Selain itu, perlu dihindarkan hal-hal yang bersifat mubazir dan merusak lingkungan karena kelestarian lingkungan juga perlu dijaga. Oleh karena itu,

tujuan penelitian ini adalah menganalisis: 1. kinerja pengelolaan kandang kelompok yang mendukung usaha ternak sapi ramah ling­kungan, 2. manajemen pengadaan dan pemberian pakan ramah lingkungan, 3. pengelolaan limbah usaha ternak yang mendukung pengembangan sapi potong ramah lingkungan, dan 4. pemasaran ternak dan produk limbah peternakan berdasarkan prinsip green marketing.

METODE PENELITIAN Pendekatan dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini dilaksanakan menggunakan pendekatan deskriptif analitis dengan menggunakan data kuantitatif dalam manajemen usaha pengelolaan kandang dan ternak, analisis usaha, dan keuntungan peternak. Data primer didapatkan melalui observasi dan wawancara mendalam dengan pelaku usaha peternakan sapi potong me­ngenai manajemen perkandangan, pengumpulan pakan, kebersihan lingkungan, peng­olahan hasil ikutan, dan pemasaran. Sementara­ itu, data sekunder didapatkan dari literatur dan data statistik.

Data dan Metode Analisis Sumatra Barat merupakan daerah sentra pertanian dan perkebunan, selain itu juga terdapat potensi ternak sapi yang dapat diintegrasikan dengan tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit dan kakao. Menurut data Badan Pusat Statistik, pada 2011 area perkebunan kakao di Sumatra Barat seluas 114.707 ha, dengan sentra penghasil kakao Kabupaten Tanah Datar, Padang Pariaman, dan Pasaman. Sementara itu, area perkebunan sawit di Sumatra Barat seluas 176.495 ha dengan sentra penghasil sawit adalah Kabupaten Pasaman Barat dan Dharmasraya. Dengan adanya potensi perkebunan ini, sangat memungkinkan jika diintegrasikan dengan usaha ternak sapi potong. Penelitian ini dilaksanakan pada dua kelompok tani di daerah sentra sawit dan sentra kakao. Adapun informasi kelompok tani yang

menjadi objek penelitian ini disajikan pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Usaha Ternak Sapi di Kabupaten Tanah Datar dan Pasaman Barat, 2012 Kelompok Tani

Jumlah Anggota

Jumlah Sapi yang Diamati (Ekor)

Sejahtera Rambatan

15

18

Simmental

Sejahtera Dua

25

41

Bali

Jenis Sapi yang Dipelihara

Sumber: Data yang Diolah

Pada Kelompok Tani Sejahtera Rambatan, sapi yang diamati adalah 18 ekor sapi simmental. Kelompok tani ini tidak membayar tenaga kerja, yang menjadi pekerja adalah empat anggota kelompok taninya. Sementara itu, Kelompok Tani Sejahtera Dua, sapi yang diamati adalah 41 ekor jenis bali, semua anggota kelompok aktif bergotong royong memelihara ternak mereka. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah manajemen pengelolaan kandang, pengelolaan pakan, pengelolaan limbah ternak, dan pemasarannya sesuai dengan konsep 3R (reduce, recycle, reuse) green marketing yang dianalisis secara kualitatif deskriptif.

Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu periode usaha penggemukan sapi potong di dua lokasi penerima bantuan sapi pemerintah, yaitu Kelompok Tani Sejahtera Rambatan di Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar dan Kelompok Tani Sejahtera Dua, Jorong Mahakarya di Kecamatan Luhak Nan Duo, Kabupaten Pasaman Barat. Kelompok Tani Sejahtera Rambatan merupakan penerima bantuan pemerintah dari program “sarjana membangun desa” (SMD). Pe­nelitian pada periode penggemukan sapi di kelompok ini dimulai bulan Maret sampai Juli 2012. Sementara itu, Kelompok Tani Sejahtera Dua merupakan penerima bantuan sapi pemerintah dari program “pengembangan kawasan sapi potong” dan program Pemprov Sumatra Barat “satu petani satu sapi” (SPSS) melalui Dinas Peternakan Sumatra Barat. Pe­ne­litian pada periode penggemukan sapi di kelompok ini dimulai Januari sampai Juli 2012.

Kinerja dan Prospek... | Jefrey M. Muis |

61

HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Pengelolaan Kandang Kelompok Sebelum adanya program bantuan pemerintah di kedua kelompok tani ini, usaha ternak sapi dilaksanakan secara individu oleh anggota kelompok. Melalui program ini, pemerintah mewajibkan pemeliharaan ternak sapi di dalam kandang komunal untuk memudahkan koordinasi dan pengawasan berjalannya program dengan baik. Kandang merupakan salah satu faktor pendukung produksi yang sangat penting di sam­ ping faktor bibit, reproduksi, pakan, pencegahan hama, dan penyakit pascapanen dan pemasaran. Kandang dapat melindungi ternak dari gangguan angin kencang, panas terik, dan hujan, serta menjamin agar ternak tetap sehat, mengurangi angka kematian, memberikan rasa nyaman bagi ternak, dan memudahkan dalam pengelolaan sehingga produksinya dapat optimal.4 Keuntungan pemakaian kandang komunal adalah memudahkan peternak dalam: a. usaha pemberian pakan karena letaknya satu lokasi, dan b. menjaga kebersihan kandang, lebih hemat air, dan kotoran ternak dapat dikoleksi untuk diolah lebih lanjut menjadi pupuk organik. Pada kedua kelompok ini sama-sama menggunakan kandang komunal dengan posisi sapi saling berhadapan. Posisi kandang seperti ini lebih memudahkan peternak dalam hal pemberian pakan. Hasil ikutan berupa kotoran dan sisa pakan ternak bisa dikumpulkan ke arah luar kandang. Untuk menampung limbah ternak ini, perlu dibuatkan bak penampung sederhana yang bisa dibuat dengan menggunakan papan. Adapun bahan dan biayanya disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Bahan dan Sarana Produksi Pupuk Kompos di Dua Lokasi Kelompok Tani Sumatra Barat, 2012 Biaya Pembuatan Bak Kompos Papan 2 cm

Banyak

Harga Satuan (Rp)

Biaya (Rp)

60 lembar

15.000

900.000

Paku

2 kg

40.000

80.000

Terpal

5m

70.000

350.000

Total

Sumber: Data yang Diolah

1.400.000

62 | Widyariset, Volume 18, Nomor 1, April 2015 59–70

Bak kompos untuk pengolahan kotoran/ limbah ternak yang sederhana bisa dibuat dengan bahan dasar kayu dengan atap terpal. Bak penampungan limbah dibuat menjadi tiga ruang, setiap ruangnya dibatasi sekat yang bisa dibongkar untuk memudahkan proses pembalikan kompos. Pada Tabel 2 tercantum bahan dan biaya yang dibutuhkan untuk membuat bak kompos, yaitu 60 lembar papan, paku, dan terpal dengan panjang lima meter. Terpal nantinya digunakan untuk menutup bak kompos. Total biaya yang dibutuhkan untuk ketiga bahan tersebut adalah Rp1.400.000,00. Untuk biaya tenaga kerja bisa dihilangkan karena bisa memanfaatkan tenaga anggota kelompok tani dengan pengerjaan bergotong royong.

Manajemen Pakan Kelompok Tani Sejahtera Rambatan Kelompok Tani Sejahtera Rambatan berlokasi di Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Kabupaten Tanah Datar memiliki potensi perkebunan kakao yang cukup luas di Sumatra Barat. Luas perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Tanah Datar ini adalah 1.979.00 ha.10 Hasil ikutan tanaman kakao yang kerap terbuang percuma adalah kulitnya. Biasanya, kulit kakao dibuang setelah panen dan mengotori lahan perkebunan. Lokasi kandang Kelompok Tani Sejahtera Rambatan ini berdampingan dengan perkebunan kakao. Kulit buah kakao dapat diolah menjadi pakan sapi dengan cara difermentasi lebih dulu untuk meningkatkan kualitas kandungan gizi, menghilangkan racun yang ada di kulit kakao, dan meningkatkan daya tahan penyimpanannya. Selain kakao, di dekat lokasi Kelompok Tani Sejahtera Rambatan ini juga tersedia hamparan padi sawah. Hasil ikutan dari panen padi yang paling banyak adalah jerami padi. Kebiasaan petani membakar jerami padi menyebabkan polusi udara. Padahal seperti kulit kakao, jerami padi juga dapat diolah menjadi pakan sapi dengan cara difermentasi untuk meningkatkan kualitas kandungan gizi dan meningkatkan daya tahan penyimpanannya.

a. Proses Fermentasi Kulit Kakao dan Jerami Padi Proses pembuatan fermentasi untuk satu ton kulit kakao dilakukan dengan cara dicincang/dicacah lebih dulu, baik secara manual maupun dengan menggunakan mesin pemotong (chopper). Bahan aktivator yang digunakan terdiri dari ragi, gula, dan urea, masing-masing sebanyak 100 gr yang diaerasi dalam 20 liter air selama 24 jam sebelum dicampur dengan kulit kakao. Setelah pencampuran bahan selesai, ditutup rapat dan dibiarkan selama enam hari. Setelah enam hari, kulit kakao yang sudah difermentasi dapat dibuka, lalu dapat diberikan langsung kepada ternak sapi. Hasil fermentasi yang baik ditandai dengan aroma fermentasi yang baik. Kemudian dikeringkan dengan cara mengangin-anginkan, setelah itu siap diberikan kepada ternak. Agar ternak mau mengonsumsi, hasil fermentasi ini bisa dicampur dengan sedikit dedak. Proses fermentasi jerami padi dilakukan dengan menggunakan bahan dasar 1 ton jerami segar yang ditaburi dengan 2,5 kg starbio dan 2,5 kg urea. Jerami padi ditumpuk dalam lima lapisan jerami, dimana pada masing-masing lapisan ditaburi dengan 0,5 kg starbio dan 0,5 kg urea, yang pada akhirnya ditutupi dengan jerami kering sehingga terjadi proses fermentasi anaerobik pada bagian dalamnya. Campuran jerami tersebut dibiarkan selama dua minggu, kemudian dibongkar dan diangin-anginkan untuk menghentikan terjadinya proses fermentasi lebih lanjut. Kemudian hasil fermentasi jerami tersebut disimpan pada tempat yang teduh untuk disimpan dan sewaktu-waktu bisa diambil diberikan kepada ternak.11 Selain pakan berbasis kulit kakao dan jerami, pakan ternak juga perlu ditambah dengan konsentrat dan mineral sebagai penunjang. b. Analisis Biaya Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak sapi potong di Kelompok Tani Sejahtera Rambatan berbasis pada hasil ikutan tanaman perkebunan kakao dan sawah. Analisis biaya pakan yang diamati selama empat bulan periode penggemukan sebelum sapi dijual kepada Kelompok Tani Sejahtera Rambatan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Analisis Biaya Pakan Berbasis Kulit Kakao dan Jerami Padi Fermentasi di Kelompok Tani Sejahtera Rambatan, Sumatra Barat, 2012 Bahan

Jumlah (kg)

Jerami fermentasi

10

Harga Per kg (Rp) 200

Kulit kakao fermentasi

8

200

1.600

Ampas tahu

5

350

1. 750

Mineral

0,1

11.000

1.100

Biaya/ekor/hari

Biaya (Rp) 2.000

6.450

Biaya 4 bulan

774.000

Total biaya pakan

13.932.000

Sumber: Data yang Diolah

Dari Tabel 3 terlihat bahwa biaya pakan yang dibutuhkan untuk satu ekor sapi simmental per hari adalah Rp6.450,00. Pakan terdiri atas hijauan dari jerami fermentasi sebanyak 10 kg (20% berat badan sapi), sedangkan pakan konsentrat terdiri dari kulit kakao fermentasi sebanyak 8 kg dan ampas tahu sebanyak 5 kg ditambah mineral 0,1 kg. Harga ini jauh lebih murah jika dibandingkan pemberian pakan dengan konsentrat ampas tahu secara penuh. Total biaya pakan selama 4 bulan untuk penggemukan 18 ekor sapi simmental adalah Rp13.932.000,00. Kelompok Tani Sejahtera Dua Kelompok Tani Sejahtera Dua terletak di Kabupaten Pasaman Barat. Saat ini, Kabupaten Pasaman Barat merupakan sentra produksi kelapa sawit di Sumatra Barat dengan luas pertanaman 52,4% dari total area pertanaman di Sumatra Barat atau luasnya setara dengan 185.898 ha. Dominasi luas area pertanaman kelapa sawit di Kabupaten Pasaman Barat ini ternyata berban­ding­­terbalik dengan populasi sapi potong yang jum­lahnya saat ini hanya 12.685 ekor atau setara dengan 3,8% dari jumlah sapi potong Sumatra Barat.1 Sebenarnya, potensi limbah tanaman kelapa sawit untuk setiap 1 ha mampu menyediakan pakan minimal dua ekor.9 a. Pakan dari Hasil Ikutan Sawit Tanaman sawit memiliki hasil ikutan yang potensial sebagai sumber pakan. Limbah tanaman dan hasil ikutan tanaman sawit pada umumnya memiliki kualitas yang tinggi, termasuk mutu hijauan dan pelepah sawit yang dapat ditingkatkan Kinerja dan Prospek... | Jefrey M. Muis |

63

sehingga menjadi lebih baik dibanding jerami padi. Selain itu, ada lumpur sawit (solid) yang memiliki kadar protein 13–15% yang biasanya terbuang sebagai sisa pengolahan minyak sawit. Dengan demikian, pengembangan usaha sapi potong di lahan perkebunan dapat memberi nilai tambah bagi petani dan pemilik perkebunan.12 Pada Kelompok Tani Sejahtera Dua, terdapat lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit (PPKS) yang berjarak tidak terlalu jauh. Pabrik ini memproduksi solid yang sebagian kecil dipakai PPKS untuk memupuk tanaman sawitnya. Peternak diperbolehkan untuk mengambil solid dengan biaya transportasi Rp35,00/kg dan hanya perlu mengeluarkan biaya angkut solid sekitar Rp50,00/kg. Harga ini relatif lebih murah jika dibandingkan membeli konsentrat lain seperti ampas tahu. Sementara itu, pakan hijauannya bisa menggunakan pelepah dan daun sawit yang sudah dirajang. b. Analisis Biaya Pakan Pada Kelompok Tani Sejahtera Dua, masa penggemukan sapi bali yang diamati adalah enam bulan. Selama enam bulan ini, sebanyak 41 ekor sapi bali diberikan pakan berbasis hasil ikutan tanaman sawit. Analisis biaya pakannya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Analisis Biaya Pakan Berbasis Hasil Ikutan Sawit di Kelompok Tani Sejahtera Dua, Sumatra Barat, 2012 Bahan

Pakan (kg)

Harga Per kg (Rp)

Biaya (Rp)

Pelepah dan daun sawit

10

-

-

Solid

2

100

100

Dedak

1

1.500

1.500

Mineral

0,1

11.000

1.100

Biaya pakan/hari

2.700

Biaya 6 bulan

486.000

Total biaya

19.926.000

Sumber: Data yang Diolah

Dari Tabel 4, didapatkan informasi bahwa dengan pemanfaatan solid sebagai pakan konsentrat mampu menyubstitusi sebagian besar pakan konsentrat seperti dedak dan ampas tahu. Pelepah dan daun sawit juga bisa menyubstitusi sebagian hijauan rumput sehingga peternak

64 | Widyariset, Volume 18, Nomor 1, April 2015 59–70

lebih efisien dari segi waktu dan tenaga karena mengumpulkan pelepah dan daun sawit tidak sesulit mengumpulkan rumput hijauan. Pemberian pakan hijauan sebanyak 20% dari berat badan sapi—untuk pelepah dan daun sawit diberikan 10 kg per ekor dan didampingi rumput lapangan 5 kg. Pengambilan pakan hijauan ini relatif tidak menggunakan biaya. Sementara itu, pengambilan solid hanya dibutuhkan biaya Rp100,00/kg, solid diberikan kepada ternak sebanyak 2 kg. Selain itu, ditambahkan konsentrat dedak padi 1 kg. Biaya pakan yang dibutuhkan untuk satu ekor sapi bali dalam satu hari Rp2.700,00. Dalam usaha penggemukan sapi bali selama enam bu­lan sebelum masa penjualan dibutuhkan biaya Rp19.926.000,00.

Pengelolaan Limbah Usaha Ternak Proses Pengolahan Limbah Ternak Sapi Limbah ternak jika dibiarkan menumpuk tentu saja akan menimbulkan banyak masalah, di antara­­nya dapat mengganggu kesehatan ternak dan lingkungan sekelilingnya. Agar limbah ternak dapat lebih berdaya guna dan bernilai ekonomis, perlu dilakukan pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik yang lebih berkualitas. Limbah ternak sapi antara lain berupa kotoran (feses), urine, dan sisa-sisa pakan ternak yang tidak habis. Proses Pengolahan Kompos Kotoran (Feses) Sapi Untuk mengolah kotoran sapi menjadi pupuk kompos organik dibutuhkan bahan (1) Kotoran sapi satu ton (kadar air 50% ) atau yang telah dikeringkan 1–2 minggu, ukuran bak 1 x 1 x 1 m sebanyak tiga kotak, (2) Trichoderma/ stardec sebanyak 2,5 kg yang berfungsi sebagai dekomposer, (3) Abu sekam 100 kg, (4) Kapur/ dolomit sebanyak 10 kg, dan (5) Urea sebanyak 2,5 kg. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut. Kotoran sapi yang telah dikumpulkan dan dike­ ringkan ditumpuk dalam bak dengan ketebalan 20 cm lalu ditaburi secara berturut-turut dengan abu sekam (20 kg), kapur/dolomit (2 kg), urea (0,5 kg), dan tricodherma (0,5 kg). Lakukan hal di atas sampai ketebalan tumpukan menjadi 100–120 cm. Setelah proses penumpukan selesai, bagian

atas ditutup terpal dan didiamkan selama 21 hari. Lakukan pembalikan setiap minggu jika menggunakan bak yang diberi sekat sebanyak tiga ruang. Pembalikan dilakukan dengan cara memindahkan tumpukan ke ruang bak berikutnya.13 Proses Pengolah Urine Sapi Untuk mengolah kotoran sapi mejadi pupuk kompos organik dibutuhkan bahan: urine sapi, drum air 2 buah, selang air diameter 1 cm, dan aerator. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: Urine sapi di dalam drum dihubungkan dengan selang ke drum yang lain, kemudian urine disirkulasikan melalui aerator selama tiga hari, tujuannya untuk mengurangi kadar nitrogen yang berlebihan dalam urine. Setelah tiga hari urine dapat dikemas.13 Pengolahan dan Analisis Biaya Pupuk Organik Pengolahan pupuk dapat dilakukan jika kotoran sapi sudah mencukupi dari segi volume. Agar lebih memudahkan dalam pengolahan, volume kotoran sapi yang digunakan adalah sebanyak 1 ton. Pengolahan kotoran (feses) sapi sebanyak 1 ton dibutuhkan biaya seperti yang disajikan pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Biaya Pengolahan Kotoran Sapi Menjadi Pupuk Organik di Kelompok Tani Sejahtera Rambatan dan Sejahtera Dua, Sumatra Barat, 2012 (Rp/ton) Jumlah (kg)

Harga (Rp)

1.000

-

Stardec

2,5

20.000

50.000

Abu sekam

100

500

50.000

Kapur dolomit

20

500

10.000

Urea nonsubsidi

2,5

4.000

Bahan Kotoran sapi

Total

Biaya (Rp)

10.000 120.000

Sumber: Data yang Diolah

Pengolahan 1 ton kotoran sapi menjadi pupuk kompos organik dibutuhkan bahan kotoran sapi 1 ton, stardec sebagai mikroba pengubah struktur kompos sebanyak 2,5 kg, kapur dolomit sebanyak 10 kg, dan urea sebanyak 2,5 kg. Biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan pupuk organik dari kotoran sapi Rp120.000,00, sedangkan untuk pengolahan urine sapi relatif tidak memerlukan biaya. Peternak hanya perlu menyiapkan bahan

pada awal usaha seperti yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Biaya Pembuatan Wadah Pengolah Urine di Kelompok Tani Sejahtera Dua, Sumbar, 2012 Biaya Pembuatan Tabung Pengolah Urine

Banyak

Harga Per Satuan (Rp)

Biaya (Rp)

Drum besar

2 buah

150.000

300.000

2m

5.000

10.000

1 buah

90.000

Selang air diameter 1 cm Aerator Jumlah

90.000 400.000

Sumber: Data yang Diolah

Untuk mengolah urine sapi dibutuhkan peralatan drum besar, selang air, dan aerator. Biaya yang dikeluarkan Rp400.000,00 pada saat pembuatan wadah pengolahan di awal usaha, selanjutnya peternak hanya mengeluarkan biaya pemakaian listrik dari penggunaan aerator sekitar Rp10.000,00 dalam sebulan. Pemasaran Pupuk Organik Setelah kotoran sapi diproses menjadi pupuk, pupuk tersebut dapat dipasarkan kepada konsumen yang membutuhkan. Pada Kelompok Tani Sejahtera Rambatan, pupuk hasil olahan dicari oleh petani kebun kakao di sekitar lokasi untuk memupuk tanaman kakao mereka. Sementara itu, Kelompok Tani Sejahtera Dua, pupuk hasil olahan dipasarkan kepada petani sayur yang ada di sekitar lokasi dan kepada pekebun sawit yang banyak terdapat di daerah ini. Tabel 7 menjelaskan bahwa jumlah produksi pupuk organik dari olahan kotoran sapi pada Kelompok Tani Sejahtera Rambatan sebesar 32.400 kg. Dalam pengamatan selama 4 bulan, satu ekor sapi simmental pada kelompok ini menghasilkan rata-rata 15 kg kotoran dalam satu hari. Pupuk kompos kotoran sapi pada kelompok ini dijual dengan harga Rp800,00/kg. Nilai penjualan pupuknya adalah sebesar Rp25.920.000,00. Dalam satu periode penggemukan, pengadaan pakan membutuhkan biaya Rp13.932.000,00, sedangkan harga jual pupuk olahannya Rp25.920.000,00 dengan biaya produksi pupuk Rp1.520.000,00 pada awal kegiatan. Keuntungan yang diperoleh dari pengolahan pupuk di Kelompok Tani Sejahtera Rambatan adalah Rp10.468.000,00. Kinerja dan Prospek... | Jefrey M. Muis |

65

Tabel 7. Analisis Nilai Jual Pupuk Organik Hasil Olahan Limbah Sapi Kelompok Tani Sejahtera Rambatan dan Sejahtera Dua, Sumbar 2012 Kelompok Tani/Jenis Sapi

Biaya Pakan (Rp)

1.

Sejahtera Rambatan/ Simmental

2.

Sejahtera Dua/Bali

No.

Biaya Pengolahan Pupuk (Rp)

Produksi Pupuk

Nilai Jual Pupuk (Rp)

Kotoran

Urine

Kotoran (kg)

Urine (liter)

13.932.000

1.520.000

Belum mulai

32.400

-

25.920.000

19.926.000

1.520.000

400.000

28.000

8.000

30.400.000

Sumber: Data yang Diolah

Dengan demikian, rata-rata per bulan keuntungan dari penjualan pupuk adalah Rp2.617.000,00. Pada 2012, kelompok tani ini belum memulai mengolah urine sapi. Sementara itu, di kelompok Sejahtera Dua jumlah produksi pupuk organik dari olahan kotoran sapinya sebesar 28.000 kg. Sapi bali dalam kelompok ini rata-rata menghasilkan kotoran 3–5 kg/ekor/hari. Selain itu, kelompok ini sudah mulai mengolah urine sapi menjadi pupuk cair dengan jumlah produksi 8.000 liter. Harga pupuk kompos yang dijual Rp800,00/kg dan urine Rp1.000,00/liter. Biaya pengadaan pakan Rp19.926.000,00 dengan biaya produksi pupuk kompos dan urine Rp1.920.000,00 pada awal kegiatan. Nilai jual pupuk yang didapatkan adalah sebesar Rp30.400.000,00. Keuntungan yang diperoleh dari pengolahan pupuk di Kelompok Tani Sejahtera Dua adalah Rp8.554.000,00. Keuntungan per bulan dari penjualan pupuk adalah Rp1.425.666,00.

Pemasaran Berdasarkan Prinsip Green Marketing Green marketing adalah aktivitas pemasaran yang berorientasi pada pelestarian lingkungan. Artinya, sejauh mana dapat mencari pasar untuk membuat dan memasarkan barang serta jasa yang ramah lingkungan. Pada intinya, green marketing tidak hanya sebatas pada aktivitas pemasaran dan komposisi atau karakteristik produk yang dihasilkan, tetapi juga pada proses dan teknik produksinya.13 Dalam usaha peternakan sapi yang diintegrasikan dengan tanaman perkebunan, cukup memberikan kontribusi nyata dalam mendukung kelestarian lingkungan. Limbah sapi berupa

66 | Widyariset, Volume 18, Nomor 1, April 2015 59–70

kotoran dan urine yang biasanya mengotori lahan bisa diolah menjadi pupuk organik yang bermanfaat untuk tanaman perkebunan. Begitu juga sebaliknya, tanaman perkebunan yang biasanya menghasilkan limbah berupa hasil ikutan seperti solid, kulit kakao, dan jerami padi yang biasanya terbuang dan menjadi pengganggu lingkungan, apabila diolah dengan baik bisa menjadi pakan sapi yang berkualitas. Jadi, konsep zero waste dapat diterapkan dalam kegiatan usaha ini. Dalam usaha penerapan green marketing ini dilakukan langkah 3R (reduce, recycle, reuse). Reduce merupakan langkah untuk mengurangi dampak lingkungan atau mengeliminasi limbah yang dihasilkan, recycle adalah langkah untuk mendaur ulang limbah usaha tani/ternak yang dihasilkan untuk diberdayagunakan kembali, sedangkan reuse adalah pemanfaatan kembali hasil daur ulang limbah yang telah diolah.14 Dari hasil penelitian terhadap kedua kelompok tani ini, konsep green marketing sebagaimana yang dimaksudkan oleh pengertian di atas telah dilaksanakan dengan baik karena semua pemasaran produk pada usaha ternak sapi potong tidak menimbulkan masalah kerusakan lingkungan dan limbah yang selama ini terbuang bisa diberdayagunakan dengan nilai yang lebih baik. Usaha 3R pada kedua kelompok tani ini disajikan dalam Tabel 8. Manajemen pengelolaan kandang sapi bisa dikurangi dampak lingkungannya dengan mem­ bersihkan semua limbah ternak. Setelah satu pe­ riode penggemukan selesai, kandang di­ber­sihkan dan bisa digunakan kembali oleh sapi penggemukan periode selanjutnya, seperti terlihat pada Tabel 8.­ Sementara itu, limbah hasil perkebunan berupa kulit kakao, pelepah daun sawit, dan solid bisa dikurangi dampak lingkungannya dengan

Tabel 8. Konsep Green Marketing dalam Integrasi Sapi dengan Tanaman Perkebunan di Kelompok Tani Sejahtera Rambatan dan Sejahtera Dua, Sumbar 2012 Usaha Tani/Ternak

Cara Pengerjaan Reduce

Recycle

Reuse

Pengelolaan kandang

Kandang dibersihkan setelah sapi potong dijual

Kandang dipersiapkan untuk menampung sapi periode penggemukan selanjutnya

Kandang dapat digunakan kembali untuk program penggemukan sapi

Pengelolaan pakan dari limbah perkebunan kakao

Kulit kakao hasil panen buah kakao dikumpulkan agar tidak mengotori ­kebun, diolah jadi pakan

Kulit kakao difermentasi untuk dijadikan pakan sapi yang memiliki daya simpan yang lama

Kulit kakao fermentasi dikonsumsi oleh sapi potong sebagai pakan konsentrat

Pengelolaan pakan dari limbah perkebunan sawit

Dalam panen tandan buah segar sawit selalu membuang 2–3 pelepah sawit yang bisa dikumpulkan untuk pakan. Hasil ikutan pabrik olahan sawit berupa solid, agar tidak mengotori lingkung­ an, diambil untuk pakan

Pelepah sawit di-chopper menjadi bagian-bagian kecil dan lidi daunnya dibuang untuk dijadikan pakan sapi Solid disimpan di dalam karung atau wadah penyimpanan pakan sapi

Pelepah sawit dikonsumsi oleh sapi sebagai pengganti hijauan rumput, pengumpulannya relatif lebih mudah Solid dikonsumsi oleh sapi sebagai pakan konsentrat yang memiliki kadar protein lebih baik

Pengelolaan limbah sapi

Kotoran sapi, sisa pakan, dan urine dikumpulkan pada wadah penampung­ an masing-masing untuk diolah menjadi pupuk

Kotoran sapi dan sisa pakan diolah menjadi pupuk kompos organik Urine sapi diolah menjadi pupuk organik cair

Pupuk hasil olahan dari limbah sapi dikembalikan ke perkebunan kakao dan kelapa sawit sebagai pupuk

Pemasaran produk

Produk hasil ikutan ternak diolah menjadi pupuk organik

Peternak menjual pupuk organik kepada pemilik perkebunan

Hasil ikutan perkebunan bisa dimanfaatkan kembali menjadi pakan

Sumber: Data yang Diolah

Gambar 1. Proses Green Marketing Usaha Sapi Potong Ramah Lingkungan di Sumatra Barat 2012 Sumber: Data yang Diolah

Kinerja dan Prospek... | Jefrey M. Muis |

67

diolah menjadi pakan sapi. Kemudian setelah dikonsumsi sapi, kotorannya digunakan kembali untuk memupuk tanaman perkebunan tadi dan begitu seterusnya. Dengan adanya proses reduce, recycle, dan reuse ini, konsep green marketing telah terlaksana dengan baik pada Kelompok Tani Sejahtera Rambatan dan Sejahtera Dua. Dari Tabel 8 dan Gambar 1, terlihat bahwa usaha ternak sapi potong dengan perkebunan memiliki keterkaitan yang saling melengkapi. Usaha ternak sapi potong menghasilkan kotoran yang bisa diolah menjadi pupuk, pupuk ini dibutuhkan oleh usaha perkebunan seperti kakao dan kelapa sawit. Sementara itu, perkebunan kelapa sawit dan kakao menghasilkan produk ikutan, seperti kulit kakao, pelepah sawit, dan solid. Jika produk ikutan perkebunan ini diolah menjadi pakan sapi, akan terjadi banyak efisiensi dan sangat sedikit menghasilkan limbah.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Kelompok Tani Sejahtera Rambatan dan Sejahtera Dua telah menggunakan kandang komunal dengan posisi sapi saling berhadapan untuk memudahkan peternak dalam hal pemberian pakan, pengumpulan limbah ternak, dan pembersihan kandang. Dalam hal pengelolaan pakan ternak sapi, kedua kelompok tani ini telah memanfaatkan pakan berbasis hasil ikutan perkebunan spesifik lokasi berupa fermentasi kulit kakao, jerami fermentasi, pelepah daun sawit, dan lumpur sawit (solid) yang bernilai ekonomis dan efisien. Peternak lebih hemat dari segi waktu karena pakan lebih tahan lama dan biayanya lebih murah dibandingkan membeli pakan konsentrat lain. Untuk menutupi biaya produksi terutama dalam hal biaya pengadaan pakan, pengolahan limbah ternak dapat meningkatkan nilai tambah usaha ternak sapi potong ini. Usaha ternak sapi potong pada dua kelompok tani ini telah berkontribusi dalam hal mewujudkan konsep green marketing dengan mengurangi dampak kerusakan lingkungan (reduce), mendaur ulang limbah perkebunan menjadi pakan dan mendaur ulang limbah ternak sapi menjadi pupuk organik (recycle), dan hasil ikutannya dipakai kembali untuk usaha ternak

68 | Widyariset, Volume 18, Nomor 1, April 2015 59–70

dan perkebunan sebagai asupan makanan (reuse). Dengan demikian, limbah yang terbuang bisa dieliminasi dan tidak mengotori lingkungan (zero waste) serta potensial untuk berkembang karena banyak didukung oleh faktor sumber daya lokal.

Implikasi Kebijakan Penerapan konsep green marketing pada peternakan sapi potong di Sumatra Barat terbukti mampu menambah pendapatan peternak di luar penjualan ternak sapi itu sendiri. Selain itu, adanya hubungan saling melengkapi antara produk hasil ikutan sapi dan hasil ikutan tanaman perkebunan (integrasi) dapat mengatasi permasalahan penyediaan pakan sapi dan penyediaan pupuk tanaman perkebunan. Hal tersebut juga berdampak terhadap kelestarian lingkungan di sekitarnya. Maka, konsep usaha peternakan sapi potong berbasis green marketing ini cukup memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan bagi usaha peternakan sapi potong lainnya di Sumatra Barat.

DAFTAR PUSTAKA BPS. Sensus Pertanian. 2013. (http://st2013.bps.go.id/ st2013/index.php/site/tabel?tid=345&wid=0). 2 Widiati, Rini. 2012. Kelayakan finansial usaha sapi potong pembibitan dengan berbagai bantuan modal di pedesaan Gunung Kidul DI Yogyakarta. Buletin Peternakan 36(2) 122–128. Yogyakarta: UGM. 3 Setiani, Hesti Esa dkk. 2013. Analisis perbandingan pendapatan peternak kelompok penerima bantuan pemerintah dan kelompok mandiri pada kelompok ternak sapi potong di Kabupaten Purbalingga. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 639–646. Purwokerto: Unsoed. 4 Hermawan, Agus dkk. 2011. Masalah ketidakber­ lanjutan kandang komunal dalam pengembangan ternak sapi di Jawa. Makalah Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011. Puslitbang Peternakan, Kementerian Pertanian. 5 Inounu I. Sani Y. dan Atien Piyanti. 2006. Arah kebijakan penelitian peternakan sapi dan kerbau. Prosiding Nasional Peternakan. Revitalisasi Potensi Lokal untuk Mewujudkan Swasembada Daging 2010 dalam Kerangka Pembangunan Peternakan yang Berkelanjutan dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Kerja sama BPTP Sumatra Barat Fakultas 1

Peternakan Universitas Andalas BPTU Padang Mengatas dan Dinas Peternakan Sumatra Barat. Padang, 11−12 September 2006. 6 Azwir K., Ishak Manti, Buharman, Irmansyah Rusli, Burbey, Ismon L., Aryunis, Kasma Iswari, Yulimasni, Aguswarman, Yunasri, Farida Artati, Ermidias, Nasril, dan Yatno. 2010. Demonstrasi dan uji coba serta penyediaan materi dan narasumber mendukung kegiatan FMA Kabupaten FEATI di Sumatra Barat. Laporan Akhir BPTP Sumatra Barat. 7 Bamualim, A. dan B. Tiesnamurti. 2009. Konsepsi sistem integrasi antara tanaman padi, sawit dan kakao dengan ternak sapi di Indonesia. Dalam Sistem Integrasi Ternak Tanaman: PadiSawit-Kakao hlm. 1–14. Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian. 8 Wirdahayati R.B., Y. Hendri, A. Bamualim, Ratna A.D., Agusviwarman, dan Supriyadi. 2011. Pendampingan PSDS/K melalui inovasi teknologi pakan lokal sapi potong berbiaya murah memanfaatkan kulit kakao fermentasi. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Sumbar.

Mawardi, E. dkk. 2012. Pendampingan m-P3MI di Kabupaten Pasaman Barat. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Sumatra Barat. 10 Bappeda Sumbar dan BPS. 2012. Sumatera Barat dalam angka 2011/2012. Kerja Sama Bappeda Propinsi Sumatra Barat dan BPS Sumatra Barat. 11 Hendri, Y. dkk. 2011. Sukses Beternak sapi dengan pakan lokal. BPTP Sumatra Barat, Badan Litbang Pertanian. 12 Bamualim, A. dkk. 2012. Kajian pengembangan teknologi pakan sapi berbasis sawit mendukung integrasi sapi–sawit di KP Sitiung, Sumatera Barat. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Sumatra Barat. 13 Bamualim, A. dan Nasril. 2012. Makalah presentasi workshop penyuluh pertanian. Bakorluh, Sumbar. 14 Herlina. 2010. Analisis pengaruh penerapan konsep green marketing terhadap keputusan pembelian produk di Serambi Botani-Botani Square Bogor. Repository IPB. Bogor. 9

Kinerja dan Prospek... | Jefrey M. Muis |

69