ANESTESI LOKAL DALAM PENCABUTAN GIGI DI RUMAH SAKIT JIWA

Komplikasi anestesi lokal yang terjadi di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Ghrasia DIY tahun 2012 dan tahun 2013 yang berupa sinkop dan masuknya anestesi ke ...

133 downloads 646 Views 1MB Size
ANESTESI LOKAL DALAM PENCABUTAN GIGI DI RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA PROPINSI DIY Diajukan untuk penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Dokter Gigi

Diajukan oleh : drg. Hardani Wiyatmi

KLINIK GIGI DAN MULUT RSJ GRHASIA PROPINSI DIY TAHUN 2014

ANESTESI LOKAL DALAM PENCABUTAN GIGI DI RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA PROPINSI DIY

Diajukan untuk penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Dokter Gigi

Telah disahkan oleh Direktur Rumah Sakit Jiwa Grhasia Propinsi DIY

Pada tanggal 23 Maret 2014

drg. Pembajun Setyaningastutie, M. Kes

ii

KATA

PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat

Allah SWT, karena rahmat,

karunia, dan hidayahNya maka penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan kenaikan pangkat/golongan dari IVc ke IVd bagi tenaga fungsional dokter gigi. Adapun materi makalah ini disusun dengan memfokuskan pada permasalahan Anestesi Lokal Dalam Pencabutan Gigi. Pada makalah ini diuraikan tentang bagaimana dokter gigi mempersiapkan dan melaksanakan anestesi lokal dalam melakukan tindakan pencabutan gigi. Meskipun sudah diusahakan semaksimal mungkin, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kelengkapan dan kebaikan makalah ini. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama Ibu Direktur Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY, drg. Pembajun Setyaningastutie, M. Kes, yang telah memberikan arahan kepada kami. Juga teman-teman Klinik Gigi dan Mulut yang telah memberikan masukan dan menyiapkan data untuk penulisan makalah ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayahNya kepada kita semua. Amin Yogyakarta, 20 Maret 2014

drg. Hardani Wiyatmi NIP.19601121 198511 2 001

iii

DAFTAR

ISI

Halaman Judul...................................................................................................... i Halaman Pengesahan ........................................................................................ ii Kata Pengantar .................................................................................................... iii Daftar Isi .............................................................................................................iv Abstrak ................................................................................................................ v BAB I

Pendahuluan .......................................................................................... 1

BAB II

Kajian Teori ............................................................................................ 4 A. Pengertian, Macam, Dan Pemilihan Anestesi Lokal ........................... 4 B. Anatomi Kepala, Nervus, Dan Persiapan Pasien ............................. 13 C. Jenis Dan Farmokologi Anestesi Lokal Serta Vasokonstriktor ......... 20 D. Teknik Anestesi Dan Jarum Injeksi .................................................. 33 E. Kegagalan Anestesi Lokal Dan Efek Tidak Menyenangkan ............. 38

BAB III Data Anestesi Lokal Dalam Pencabutan Gigi ....................................... 57 A. Data anestesi lokal dalam pencabutan gigi ...................................... 57 B. Pembahasan .................................................................................. 58 BAB IV Penutup .............................................................................................. 61 A. Kesimpulan...................................................................................... 61 B. Saran............................................................................................... 63 Daftar Pustaka .................................................................................................. 65

iv

ABSTRAK Pada setiap tindakan pencabutan gigi, baik gigi susu maupun gigi permanen,diperlukan anestesi. Anestesi untuk pencabutan gigi bisa menggunakan anestesi umum maupun anestesi lokal sesuai indikasi. Untuk praktik dokter gigi, khususnya di Indonesia, biasanya dipakai anestesi lokal. Anestesi lokal adalah suatu anestesi yang dimaksudkan untuk melumpuhkan syaraf sensible setempat dimana kesadaran pasien masih ada. Persiapan dan pelaksanaan anestesi lokal yang baik dan benar atau sesuai prosedur, diharapkan dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan anestesi lokal.Tata laksana anestesi lokal dapat berupa buku petunjuk anestesi lokal atau PPK (Panduan Praktik Klinis) anestesi lokal. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyampaikan data anestesi lokal dalam pencabutan gigi susu maupun pencabutan gigi tetap di RSJ Grhasia DIY tahun 2012 dan tahun 2013 serta membantu mengingatkan teman sejawat dokter gigi dalam tata laksana anestesi lokal. Data pencabutan gigi susu tahun 2012 menunjukkan bahwa pencabutan gigi susu dengan topikal anestesi sebanyak 50 gigi dan pencabutan gigi susu dengan injeksi (cito ject) sebanyak 13 gigi. Pada tahun 2013, pencabutan gigi susu dengan topikal anestesi sebanyak 80 gigi dan pencabutan ggi susu dengan injeksi sebanyak 14 gigi. Pada tahun 2012 pencabutan gigi tetap dengan injeksi sebanyak 200 gigi dan pencabutan gigi tetap dengan topikal anestesi sebanyak 2 gigi. Sedangkan tahun 2013 pencabutan gigi tetap dengan injeksi sebanyak 169 gigi dan pencabutan ggi tetap dengan topikal anestesi sebanyak 3 gigi. Dari data-data tersebut terbukti bahwa anestesi lokal diperlukan dalam setiap pencabutan gigi, baik pencabutan gigi susu maupun pencabutan gigi tetap. Komplikasi anestesi lokal yang terjadi di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Ghrasia DIY tahun 2012 dan tahun 2013 yang berupa sinkop dan masuknya anestesi ke dalam pembuluh darah dapat teratasi di klinik gigi dan mulut, sehingga pasien tidak sempat dirujuk. Penanganan komplikasi tersebut menggunakan pedoman dari buku petunjuk lokal anestesi. Bila terjadi komplikasi lain yang tidak bisa teratasi di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia, pasien dirujuk intern sesuai indikasi. Prosedur rujukan intern telah disahkan oleh Direktur RSJ Grhasia Propinsi DIY. Kata kunci : anestesi lokal, pencabutan gigi, komplikasi anestesi

v

BAB I PENDAHULUAN

Anestesi selalu diperlukan dalam setiap pencabutan gigi baik pencabutan gigi permanen atau gigi tetap maupun pencabutan gigi susu agar pasien tidak merasakan sakit pada waktu dicabut giginya. Dalam praktik dokter gigi dikenal dua macam anestesi, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Untuk praktik dokter gigi, khususnya di Indonesia, biasanya dipakai anestesi lokal. Anestesi adalah melakukan tindakan untuk memperoleh anestesia. Sedangkan anestesia adalah absennya semua sensasi. Anestesi umum adalah kondisi tidak sadar dengan menambahkan analgesik dan relaksan otot agar timbul sensasi seimbang. Anestesi lokal yaitu suatu anestesi yang dimaksudkan untuk melumpuhkan saraf sensibel setempat dimana kesadaran pasien masih ada. Sebelum memutuskan macam anestesi lokal yang dipilih, dokter gigi harus mengetahui dan memahami indikasi serta kontra indikasi anestesi lokal. Indikasi anestesi lokal antara lain : 1) Untuk keperluan pencabutan gigi, 2) Untuk keperluan penambalan gigi, 3) Untuk keperluan insisi abses, 4) Untuk keperluan pengambilan impacted, 5) Untuk keperluan pembetulan rahang baik untuk estetika maupun karena kecelakaan. Sedangkan kontra indikasi anestesi lokal meliputi : 1) Daerah yang mengalami infeksi, 2) Pasien yang nervous, 3) Apabila akan dilakukan multiple extraction, 4) Pada pasien abnormal, 5) Pada anak kecil yang rewel, 6) Pasien tidak kooperatif, 7) Pasien dengan kelainan perdarahan. Pertimbangan lainnya adalah melihat daerah yang akan dioperasi, perluasan operasi, waktu yang diperlukan untuk operasi, keadaan umum pasien,

1

temperamen pasien, serta perluasan infeksi dalam jaringan. Faktor umum dan faktor lokal juga bisa sebagai penentu pemilihan macam anestesi. Faktor-faktor umum antara lain : pasien terlalu gemuk, pasien dengan penyakit sistemik, wanita hamil trimester pertama dan terakhir, penyakit hemoragik yang langka. Faktor-faktor lokal : infeksi akut pada daerah kerja, obat untuk penyakit sistemik, obat sulfonamid, obat anti depresi trisiklik. Setelah ditetapkan macam anestesi yang dipilih, dokter gigi sebaiknya segera

mempersiapkan secara seksama peralatan, obat-obatan, pasien, tim

kerja, dan dokter konsultan bila diperlukan. Dokter konsultan diperlukan bila pasien yang akan dianestesi lokal mempunyai riwayat penyakit sistemik, wanita hamil dan pasien yang sedang minum obat-obat tertentu. Anamnesis yang lengkap dan akurat, teknik anestesi yang baik dan benar sesuai prosedur, ketepatan pemilihan macam obat anestesi beserta dosis atau volumenya, ketepatan penyuntikan, penggunnaan jarum suntik yang steril dan tajam merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan pelaksanaan anestesi. Pelaksanaan anestesi lokal di RSJ Grhasia DIY berpedoman pada PPK (Panduan Praktik Klinis) yang telah disahkan oleh Direktur RSJ Grhasia. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyampaikan data anestesi lokal dalam pencabutan gigi di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia tahun 2012 dan tahun 2013 serta sebagai pengingat tentang penatalaksanaan anestesi lokal dalam pencabutan gigi. Kejadian-kejadian tidak menyenangkan atau komplikasi dapat terjadi, baik pada waktu maupun setelah pelaksanaan anestesi. Komplikasi tersebut antara lain infeksi, hematoma, parestesia, Facial Palsy, trismus, sinkop, pingsan, masuknya anestetik pada pembuluh darah, toksisitas, alergi, rasa sakit pada

2

penyuntikan, konvulsi, kontraksi uterus, jarum injeksi patah, dan sebagainya. Kegagalan anestesi juga dapat terjadi pada waktu injeksi mandibular dan injeksi supraperiosteal. Bila terjadi komplikasi anestesi di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia, penatalaksanaannya berpedoman pada buku petunjuk anestesi lokal. Pada penanganan komplikasi yang tidak bisa dilaksanakan atau dilselesaikan di Klinik Gigi dan Mulut, pasien dirujuk intern sesuai indikasi. Prosedur rujukan intern telah disahkan oleh Direktur RSJ Grhasia Propinsi DIY.

3

BAB II KAJIAN TEORI

A. PENGERTIAN, MACAM, DAN PEMILIHAN ANESTESI LOKAL A1. PENGERTIAN Menurut Narlan Sumawinata (2013) : 1. Anestesi : Melakukan tindakan untuk memperoleh anestesia 2. Anestesia : Absennya semua sensasi A2. MACAM ANESTESI Anestesi dapat dibagi menjadi 2 cara (Haryono Mangukusumo, 1981 ) : 1. Lokal anestesi (anestesi setempat) 2. General anetesi (anestesi umum) Untuk praktek dokter gigi, khususnya di Indonesia, biasanya dipakai lokal anestesi LOKAL ANESTESI a. Pengertian : – Suatu anestesi yang dimaksudkan untuk melumpuhkan syaraf sensibel setempat dimana kesadaran pasien masih ada (Haryono Mangunkusumo, 1981) – Hilangnya sensasi tanpa diikuti oleh hilangnya kesadaran (Narlan Sumawinata, 2013) b. Indikasi lokal anestesi (H Hadogo, 1979) : – Untuk keperluan penumpatan/penambalan gigi

4

– Untuk keperluan pencabutan gigi – Untuk keperluan insisi abses – Untuk keperluan operasi pengambilan impacted – Untuk kepaerluan pembetulan rahang baik untuk estetika maupun karena kecelakaan c. Kontra indikasi lokal anestesi Kontra indikasi lokal anestesi menurut Haryono Mangunkusumo (1981): 1) Pada daerah yang mengalami infeksi karena dapat mengakibatkan: – Organisme yang ada pada jaringan yang mengalami infeksi akan terdesak

kedaerah

jaringan

yang

sehatdan

menimbulkan

perluasan infeksi – Anestetikum kerjanya tidak sempurna dan anestetikum tersebut akan menambah cairan yang ada pada daerah itu, akan menekan saraf-saraf pada daerah itu sehingga menyebabkan rasa sakit – Penyembuhan dari daerah infeksi akan terhalang 2) Tidak boleh dipakai pada pasien yang nervous , sebaiknya pada pasien nervous menggunakan general anestesi 3) Apabila

akan

dilakukan

multiple

extraction

lebih

baik

mmenggunakan general anestesi karena pada general anestesi bisa bekerja lebih steril, kita bekerja lebih tenang, ketegangan pasien juga akan hilang

5

4) Pada pasien abnormal, karena pasien abnormal belum tentu bisa menerima perawatan, sehingga dikhawatirkan jarum akan salah masuk atau putus 5) Pada anak-anak kecil yang rewel sebaiknya kita lakukan general anestesi. Tetapi bila pada tempat kita tidak bisa dilakukan general anestesi, bisa menggunakan lokal anestesi asalkan kita bekerja dengan cepat. Ada beberapa kasus dimana penggunaan lokal anestesi tidak diperbolehkan. Kasus-kasus ini perlu diketahui sehingga gejala-gejala yang tidak menyenangkan dan akibat yang tidak diinginkan bisa dihindari (Atlas of Local Anaesthesia in Dentistry, 1977). Kontra indikasi tersebut meliputi : 1)

Bila ada infeksi pada daerah injeksi atau pada titik dimana anestetikum akan dideponirkan.

2)

Bila ada infeksi Vincent atau infeksi mulut yang luas.

3)

Bila pasien masih terlalu kecil (anak-anak) sehingga sulit kooperatif

Laura Mitchell, David A. Mitchell, Loana

Mc Caul (2009) juga

berpendapat bahwa kontra indikasi lokal anaestesi meliputi : 1)

Pasien tidak kooperatif (dengan berbagai penjelasan)

2)

Infeksi di sekitar tempat suntikan.

3)

Pasien dengan kelainan perdarahan.

4)

Sebagian besar bedah mayor

d. Macam lokal anestesi menurut Haryono Mangunkusumo (1981) : 1)

Refrigeration anestesi :

6

untuk membekukan protoplasma sel-sel akhiran saraf sensibel sehingga mengadakan keadaan anestesi disitu. 2)

Topical anestesi : anestetikum dioleskan pada membrana mukosa pada daerah itu dengan konsentrasi yang kuat dan tinggi dan kita lakukan langsung diatas jaringan yang akan kita anestesi

3)

Infiltrasi aneastesi : akhiran saraf sensibel didaerah operasi diblokir langsung dan metode ini dipakai dengan syarat dalam

operasi yang kecil,

operasi tidak makan waktu lama dan daerah itu tidak mengalami infeksi 4)

Nerve blocking anestesi : batang saraf diblockir pada tempat-tempat dimana saja, asal diantara otak dan daerah operasi, pemakaian metode ini apabila kita menjumpai tulang atau jaringan yang keras dan juga bila ada infeksi pada daerah itu dimana infiltrasi anestesi tidak bisa dipakai

A3. PEMILIHAN ANESTESI Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum menentukan macam anestesi yang akan diberikan (Haryono Mangukusumo, 1981) : 1. Perluasan operasi : sampai dimana operasi harus dikerjakan 2. Daerah operasi 3. Keadaan umum pasien 4. Bila terjadi infeksi, kita harus memperhatikan perluasan infeksi dalam jaringan 5. Kita harus memperhatikan temperamen pasien

7

Geoffrey L. Howe (1999) mengatakan bahwa dokter gigi harus mengetahui indikasi dan kontra indikasi lokal anestesi maupun general anestesi sebelum menentukan anestesi mana yang akan dilakukan untuk tindakan pencabutan gigi. Pemilihan bentuk anestesi yang salah biasanya disebabkan karena terburu-buru. Dokter gigi harus belajar untuk memperkirakan

dengan

akurat

waktu

yang

diperlukan

untuk

menyelesaikan setiap pencabutan gigi. Ini memungkinkan ia memilih bentuk anestesi yang memberikan cukup waktu untuk menyelesaikan tugasnya. Faktor lokal dan umum menentukan pilihan anestesi untuk pencabutan gigi tertentu (Geoffrey L. Howe, 1999) : Faktor umum yang mempengaruhi pemilihan anestesi : – Pasien yang badannya sangat besar atau gemuk Pasien yang badannya sangat besar terkadang tidak cocok dengan anestesi umum yang dilakukan di kursi dokter gigi, khususnya bila pasien tersebut juga pecandu alkohol. Pasien dengan penyakit sistemik Penyakit sistemik mungkin adalah faktor penentu yang mempengaruhi pemilihan anestesi. Setiap penyakit yang mempengaruhi efisiensi jalan napas normal adalah kontra indikasi terhadap anestesi umum di klinik dokter gigi. Bronkitis kronis, emfisema, bronkiektasis, asma, tuberkulosis, dan merokok yang berlebihan mempengaruhi pertukaran udara, sedangkan obstruksi hidung, paralisis pita suara, dan lesi pada leher dapat mengganggu jalan udara.Beberapa ahli menyarankan agar pada penderita penyakit kardiovaskuler digunakan larutan anestesi lokal tanpa adrenalin,

8

tetapi sebagian besar ahli berpendapat bahwa sejumlah kecil adrenalin yang

diberikan

pada perawatan

gigi

ternyata

bermanfaat

karena

menghasilkan anestesi yang lebih pasti, lama dan dalam, serta mengurangi jumlah adrenalin yang diekskresikan oleh tubuh pasien sendiri sebagai respons terhadap rasa sakit atau takut. Pasien penderita penyakit jantung parah harus disarankan ke rumah sakit untuk pencabutan gigi, apapun bentuk anestesi yang digunakan. – Pada wanita hamil trimester pertama dan terakhir Banyak ahli anestesi menghindari pemberian anestesi umum di klinik dokter gigi pada wanita hamil dengan kehamilan trimester pertama dan terakhir karena mereka takut bila periode anoksia selama anestesi dapat membahayakan janin. Kehamilan bukan merupakan kontra indikasi terhadap penggunaan anestesi lokal. – Pada penyakit hemoragik yang langka Anestesi lokal sebaiknya tidak digunakan pada penyakit hemoragik yang langka, seperti hemofili, penyakit Christmas, dan penyakit von Willebrand, karena perdarahan pada tempat tusukan dan jalannya jarum suntik. Mengingat resiko bahaya yang menyertai pencabutan gigi pada pasien ini, maka sebaiknya pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit dengan disertai pemberian darah lengkap.Secara umum,pasien dengan kategori resiko anastesi tinggi harus dirawat sebagai pasien rawat inap, baik dengan anestesi lokal maupun anestesi endotrakeal. Faktor lokal penentu pemilihan anestesi – Infeksi akut pada daerah kerja

9

Adanya infeksi akut pada daerah kerja merupakan kontra indikasi bila dilakukan anestesi lokal karena suntikan cairan anestesi lokal ke dalam daerah

peradangan

akut

dapat

menyebarkan

infeksi

dan

jarang

menghasilkan efek anestesi. . – Pasien yang meminum obat tertentu Pasien yang meminum obat untuk penyakit sistemik Penting untuk mengetahui penggunaan obat saat pasien datang, karena beberapa obat yang diresepkan untuk penyakit sistemik dapat mempengaruhi penggunaan anestesi. Banyak pasien tidak mengetahui nama obat yang mereka minum. Untuk itu, bila meragukan, dokter gigi harus menghubungi dokter pasien sehingga dapat diketahui pengobatan yang diterima pasien sebelum dilakukan perawatan gigi. Disamping itu, dokter gigi juga dapat menerima petunjuk tentang keparahan kondisi pasien dan hubungannya dengan perawatan gigi. Pasien yang meminum obat kelompok antidepresi trisiklik Tindakan khusus harus dilakukan bila anestesi lokal diperlukan oleh pasien yang meminum obat kelompok antidepresi trisiklik, yang juga digunakan untuk anak-anak yang suka ngompol. Telah ditunjukkan bahwa efek noradrenalin sangat terpengaruh oleh obat-obatan kelompok trisiklik sedangkan adrenalin sedikit terpengaruh. Vasokonstriktor seharusnya tidak disuntikkan pada pasien yang meminum obat antidepresi trisiklik karena bahaya terjadinya hipertensi atau aritmia jantung. Pada keadaan seperti ini harus dipilih penggunaan anestedi lokal yang tidak mengandung adrenalin atau noradrenalin, atau preparat prilokain yang mengandung felipresin

10

yaitu vasokonstriktor nonamin (Citanest dengan Oktapressin). Hipertensi yang parah ditandai denga sakit kepala yang parah dan mendadak. Biasanya gejala ini bersifat sementara, dapat terkomplikasi dengan perdarahan intrakranial atau gagal jantung akut.

Pasien yang meminum obat sulfonamid Meskipnun prokain sekarang jarang digunakan dalam kedokteran gigi, perlu dicatat bahwa bahan anestesi lokal ini tidak boleh digunakan pada pasien yang minum obat-obatan sulfonamid untuk perawatan penyakit sistemik. Karena kelompok obat antibakteri ini mengandung rantai asam para-amino benzoat yang sama dengan prokain, secara teoritis keduanya mempunyai efek saling menetralkan bila diberikan bersamaan. Meskipun fenomena ini belum pernah dibuktikan secara klinis, kombinasi keduanya sebaiknya dihindari. Pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap sulfonamid sebaiknya tidak diberikan bahan anestesi lokal yang mengandung rantai asam para amino benzoat. Menurut Narlan Sumawinata (2013), dengan banyaknya anestetik lokal yang tersedia diperlukan pertimbangan yang seksama dalam memilih anestetik tersebut agar sesuai dengan keadaan pasien yang akan dirawat. Beberapa pertimbangan dalm pemilihan anestetik lokal adalah waktu yang diperlukan dalam pengendalian nyeri selama perawatan, kebutuhan akan terkendalinya nyeri setelah tindakan selesai, kemungkinan terjadinya selfmutilation setelah tindakan selesai, kebutuhan akan hemostasis selama perawatan, dan status fisik pasien. Secara rinci, pertimbangan tersebut adalah : a. Waktu yang diperlukan dalam pengendalian nyeri selama perawatan. .

11

Kita harus mengenal tentang berbagai anestetik dengan durasi anestesinya, baik pada pulpa maupun jaringan lunak. b. Kebutuhan akan terkendalinya nyeri setelah tindakan selesai. Jika diperkirakan akan timbul nyeri paska tindakan, maka diperlukan anestetik yang berdurasi panjang. Anestetik yang berdurasi anestesia sebentar dapat digunakan pada prosedur yang non traumatis. c. Kemungkinan terjadinya self- mutilation setelah tindakan selesai . Anestesi yang berdurasi pendek juga dipakai jika anestesia paska tindakan justru membahayakan pasien, misalnya pada pasien anakanak dan pasien gangguan mental. d. Kebutuhan akan hemostasis selama perawatan. Jika diperlukan hemostasis selama perawatan, biasanya bisa diberikan larutan anestetik yang mengandung epinephrine dengan kadar 1 : 50.000 atau 1 : 100.000 e. Status fisik pasien Status fisik atau status medis pasien terkait dengan indikasi dan kontraindikasi pemakaian anestetik lokal, ada dua macam indikasi, yaitu indikasi absolut dan indikasi relatif. Kontraindikasi absolut adalah anestetik tersebut tidak boleh digunakan pada pasien apapun kondisinya. Pada kontraindikasi relatif, dianjurkan untuk menghindarkan pemakaian obat yang dicurigai dapat meningkatkan resiko yang akan membahayakan tubuh. Alternatifnya adalah obat yang tidak masuk golongan kontraindikasi. Akan tetapi jika obat alternatif tidak ditemukan, obat yang masih diragukan tersebut bisa dipakai dengan sangat hatihati. Kehamilan dan periode menyusui merupakan kontraindikasi relatif

12

bagi anestesi lokal terutama pada trimester pertama. Anestetik lokal dan vasokonstriktor bukan suatu material yang teratogen sehingga dapat diberikan pada wanita hamil.

B. ANATOMI KEPALA, NERVUS, DAN PERSIAPAN PASIEN B1. ANATOMI KEPALA

13

14

B2. NERVUS Narlan Sumawinata (2013) mengatakan bahwa daerah rongga mulut, daerah gigi dan sekitarnya, dipersarafi oleh berbagai serabut saraf yaitu nervus vasialis (n. VII), nervus glosofaringeus (n. IX), nervus vagus (n. X), nervus aksesorius (n. XI), dan nervus hipoglosus (n. XII). Nervus fasialis, nervus glosofaringeus, dan nervus vagus berperan dalam sensasi pengecapan, nervus glosofaringeus dan nervus vagus berperan dalam sensasi umum (nyeri, perabaan, dan suhu) pada faring, palatum molle, dan bagian belakang lidah, sedangkan nervus hipoglosus berperan dalam persarafan motorik lidah. Walaupun demikian, nervus trigeminus merupakan saraf terpenting di daerah rongga mulut.

Oleh karena itu pembahasan mengenai nervus

difokuskan pada nervus trgeminus. Penjelasan mengenai nervus trigeminus (nervus V) adalah sebagai berikut (Atlas of Local Anaesthesia in Dentistry, 1977) : Nervus V atau n. trigeminus berasal dari mesencephalon dan membesar menjadi ganglion Gasseri atau ganglion semilunare. Ada dua ganglion Gasseri yang terletak pada dasar cranium di dekat garis median,tiap-tiap ganglion N menginervasi satu sisi wajah. N. OPHTHALMICUS (DIVISI I)adalah cabang yang terkecil dari ganglion Gasseri.. N. MAXILLARIS (DIVISI II) menginervasi maxilla dan struktur-struktur yang berkaitan dengannya seperti gigi geligi, periosteum, membrana mukosa, sinus maxillaris, palatum molle, palpebra inferior, labium oris

15

superior, sisi lateral cavum nasi, dan memberikan beberapa innervasi pada regio tonsilla palatina.

CABANG PERTAMA : Dua n.sphenopalatinus yang pendek ke ganglion sphenopalatina atau ganglion Meckeliensis. Saraf-saraf berikut ini perlu diketahui lebih lanjut : N. nasopalatinuskeluar dari ganglion Meckeliensis berjalan ke bawah sepanjang septum nasi dan diteruskan menuju ke canalis palatina major yang terletak pada garis median sekitar 10 mm di sebelah palatinal insisivus sentral atas. N.palatinusmajor keluardari ganglion Meckeliensis, berjalan ke bawah melalui canalis palatina major, pada os.palatinum, kemudian muncul pada palatum melalui foramen palatinum majus.

CABANG KEDUA: N. alevolaris superior posterior bercabang-cabang pada jaringan lunak anterior ganglion Meckeliensis, tepat sebelum n. maxillaris masuk ke dalam fissura orbitalis inferior..

CABANG KETIGA: N. alveolaris superior medius mengeluarkan percabangan

pada

kira-kira

setengah

perjalanan

dari

canalis

infraorbitalis, kemudian berjalan ke bawah pada dinding lateral sinus maxillaris. Saraf menginervasi gigi premolar pertama dan kedua dan akar mesiobukal gigi molar pertama atas.

CABANG KEEMPAT: N. alveolaris superior anterior mengeluarkan percabangan di dalam canalis infraorbitalis kurang-lebih5 mm di

16

belakang foramen infra-orbitale tepat sebelum cabang-cabang terminal dari n. infraorbitalis keluar dari foramen infraorbitale. N. MANDIBULARIS (DIVISI KE-3) adalah cabang terbesar, yang keluar dari ganglion Gasseri. Saraf keluar dari cranium melalui foramen ovale dan bercabangmenjadi tiga percabangan.

N. BUCCALIS LONGUS keluar tepat di luar foramen ovale.

N. LINGUALIS, cabang berikut yang berjalan ke depan menuju garis median..

N.

ALVEOLARIS

INFERIOR

adalah

cabang

terbesar

dari

n.

mandibularis.

B3. PERSIAPAN PASIEN Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian lokal anestesi (Haryono Mangunkusumo, 1981) : 1. Pertanyaan-pertanyaan yang harus ditujukan kepada pasien, apakah ada hal-hal yang dialami pada suntikan sebelumnya karena ada kemungkinan pada pengalaman sebelumnya pasien tidak tahan bila mendapat lokal anestesi. 2. Pakailah jarum yang baru, runcing, dan ukuran kecil. 3. Untuk memudahkan masuknya jarum, jaringan yang akan disuntik dibuat tegang dan jangan sekali-kali jarum dibelok-belokkan, diputarputar karena dapat merusak jaringan sekitarnya. Persiapan pasien sebelum dilakukan lokal anestesi (Atlas of Local Aneaesthesia in Dentistry, 1977) :

17

Dengan mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip yang dijelaskan pada bab-bab terdahulu, dokter gigi akan dapat melakukan kontrol rasa sakit pada hampir semua kondisi yang dijumpai pada praktik sehari-hari. Karena pasien mempunyai temperamen, kondisi fisik, dan intelegensi yang berbeda, mereka ini tidak bisa diperlakukan dengan cara yang sama. Akibat dari prosedur atau komentar yang kurang difikirkan dengan baik oleh operator atau asisten, injeksi akan gagal menghasilkan anestesia yang diinginkan. Gejala-gejala yang tidak dikehendaki, seperti sinkop dapat diminimalkan dengan penanganan pasien yang simpatik dan penuh pengertian. Operator dan asisten melalui sikap dan anjuran-anjurannya harus dapat meyakinkan pasien bahwa apa yang dilakukan adalah prosedur biasa yang memang harus dilakukan dan tidak perlu ditakutkan. Instrumen, syringe, dan alat- alat lain yang menakutkan sebaiknya tidak terlihat langsung oleh pasien. Kursi unit harus dibuat sedikit condong ke belakang, dengan sandaran kepala diatursedemikian rupa sehingga bisa menahan berat kepala yang didukung otot-otot leher.Selain untuk kenyamanan pasien, posisi kepala yang enak sangat membantu dokter gigi untuk meningkatkan ketepatan dalam melakukan injeksi.Kursi unit dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan kemauan operator. SINKOP (hilangnya kesadaran karena anemia cerebral): merupakan salah satu komplikasi umum pada penggunaan anestetikum lokal. Tanda-tanda klinis sangat mirip dengan syok, yaitu

18

pasien menjadi sangat pucat, kulitnya dingin dan lembab, denyut nadi menjadi cepat, dan mungkin terjadi penurunan tekanan darah, tetapi berlangsung tidak lama. Penyebab sinkop dapat psikologik, sebab reaksi yang sama bisa terjadi pada orang yang diinjeksi dengan larutan saline atau air steril. Sinkop yang terjadi setelah injeksi anestetikum lokal mudah diatasi dengan cara sederhana, menunjukkan bahwa reaksi terhadap anestikum bukan merupakan akibat keracunan. Takikardia, yang disebabkan oleh vasokonstriktor bisa meningkatkan trauma psikis dari operasi dan merupakan faktor yang menimbulkan sinkop. PERAWATAN: Tempatkan kepala lebih rendah dari tubuh untuk merangsang aliran darah ke otak.Inhalasi agen aromatik misalnya alkohol dan aplikasi handuk basah pada wajah pasien juga perlu dilakukan. Sinkop bisa dihindari dengan (1) injeksi anestetikum yang perlahan, (2) memperhatikan perubahan rona wajah pasien selama injeksi, (3) jarum yang tajam (4) anestesi topikal, (5) menggunakan konsentrasi epineprin yang rendah, atau vasokonstriktor yang tidak terlalu toksik, (6) pramedikasi, (7) sikap operator yang simpatik namun penuh percaya diri dalam merawat pasien. SYOK: Reaksi ini meskipun mirip dengan sinkop, umumnya jauh lebih parah dan mengakibatkan penurunan volume darah sirkulasi.Pasien biasanya kehilangan kesadaran, tekanan darah turun, denyut nadi cepat dan berbahaya.Karena gejalanya mirip sekali dengan syok operasi

19

primer dan mungkin berkenaan dengan masuknya anestetikum ke pembuluh darah atau karena idiosinkrasi (kepekaan berlebihan terhadap suatu obat), maka upaya atau langkah-langkah kedaruratan harus dilakukan.

PERAWATAN: Tempatkan pasien dalam posisi terbaring dengan kepala lebih rendah dari tubuh dan lakukan stimulasi jantung dan pernapasan. Walaupun idiosinkrasi terhadap anestetikum lokal jarang terjadi, setiap riwayat reaksi yang berlebihan harus diperhatikan dan hindari penggunaan obat tersebut.

C. JENIS

DAN

FARMOKOLOGI

ANESTESI

LOKAL

SERTA

VASOKONSTRIKTOR

C1. JENIS DAN FARMOKOLOGI ANESTESI LOKAL Menurut Narlan Suma Winata (2013) : Anestetik lokal adalah obat yang sebagai penghilang nyeri berbeda dengan obat penghilang nyeri yang lain. Perbedaannya adalah bahwa jika obat lain harus memasuki pembuluh darah dan mencapai kadar yang cukup guna memberikan efek terapi (mencapai efek terapeutik), anestetik lokal, jika sampai memasuki pembuluh darah, karena terabsorbi ke dalam pembuluh darah, efek terapeutiknya justru akan hilang, bahkan berpotensi menimbulkan keracunan. Anestetik lokal dapat digolongkanberdasarkan durasi anestesia yang ditimbulkannya. Berdasar penggolongan ini terdapat anestetik lokal

20

berdurasi kerja singkat (30-60 menit), berdurasi sedang (60-90 menit) dan golongan anastetik lokal yang berdurasi lama atau panjang (90 menit atau lebih) Jenis Anestetik Lokal Berdasarkan Struktur Kimia Berdasarkan jenis perangkainya, dikenal pembagian anestetik lokal menjadi golongan ester dan golongan amida. Ada pula yang membaginya menjadi golongan amida, golongan ester, dan golongan amida-ester (misalnya artikain). Malamed (2004) mengklasifikasikan anestetik lokal ini atas golongan amida, ester, dan golongan quinoline.

Anestetik Golongan Amida Golongan ini merupakan golongan anestetik lokal yang banyak dipakai, mungkin karena alergenisitasnya yang relatif kurang. Golongan amida terbagi atas tiga golongan yakni xylidine, toluidine, dan thiopene.gugus metil. Contoh golongan xylidine adalah lidokain. Contoh golongan

toluidine

adalah

prilokain

(Citanest).

Thiophenememiliki

penetrasi yang baik ke dalam mukosa dan tulang, Contoh: artikain (articaine).

Lidokain Lidokain atau Lidocaineadalah anestetik lokal golongan amida derivat xylidine.Awitan obat ini tergolong cepat (2-3 menit), karena cenderung menyebar dengan baik ke seluruh jaringan. Lidokain 2% dengan vasokonstriktor memberikan anestesia yang dalam dengan durasi medium.

21

Lidokain digunakan untuk anestesi topikal, infiltrasi, block, spinal, epidural, dan kaudal. Juga digunakan secara intravena untuk mengobati aritmia jantung selama pembedahan. Dalam kedokteran gigi, lidokain 2% digunakan untuk anestesi infiltrasi dan block dengan 1:50 000 atau 1:100 000 epinefrin. Lidokain untuk anestesia topikal diracik dalam bentuk salep 5%, semprotan 10%, dan larutan kental 2%. Awitannya cukup cepat, sekitar 2-3 menit. Lidokain dengan epinefrin dapat memberikan anestesia jaringan pulpa selama 11,5 jam. Anestesia jaringan lunak dapat bertahan sampai 3-4 jam. Lidokain berisi 1:50 000 epinefrin digunakan untuk hemostasis selama pembedahan.

Mepivakain Mepivakain (mepivacaine) (nama dagang Carbocaine, Polocaine, Isocaine) adalah suatu derivat xylidine. Kecepatan awitan, durasi, potensi, dan toksisitasnya sama dengan lidokain. Toksisitas berada pada katagori 1,5 sampai 2 (prokain = 1; lidokain = 2). Obat ini dimetabolisme di dalam hepar dan diekskresi melalui ginjal dengan 1-16 persennya diekskresikan tanpa perubahan. Secara topikal, obat ini tidak efektif tetapi obat ini digunakan untuk anestesi infiltrasi, block, spinal, epidural, dan kaudal. Dalam kedokteran gigi yang biasa dipakai adalah larutan 2% dengan lefonordefrin (NeoCobefrin) 1:20 000. Karena mepivakain menimbulkan lebih sedikit vasodilatasi dibandingkan lidokain, obat ini bisa digunakan dalam larutan 3% tanpa vasokonstriktor untuk prosedur yang pendek.

22

Prilokain Prilokain atau disebut juga propitocaine, dipasarkan dengan nama dagang Citanest, dan Citanest Forte, secara kimia terkait dengan lidokain dan mepivakain. Secara kimia, lidokain dan mepivakain adalah derivat xylidine, sedangkan prilokain adalah derivate toluidin. Prilokain tidak begitu toksik dan tak sepoten lidokain tetapi durasi kerjanya sedikit lebih lama. Telah terbukti bahwa obat ini dapat menimbulkan anestesia lokal yang memuaskan dengan kadar obat rendah dan tanpa epinefrin. Prilokain biasanya dipakai untuk anestesi block, infiltrasi, epidural, dan kaudal. Di pasaran tersedia dalam kadar 4% baik tanpa atau dengan epinefrin 1:200 000. Dalam kedokteran gigi biasanya digunakan untuk kasus yang memerlukan durasi anestesia yang lama atau bila diperlukan pemakaian epinefrin yang paling rendah (1:200 000). Bupivakain Bupivakain lebih poten dari lidokain, mepivakain, dan prilokain, dan sangat kurang toksik dibandingkan dengan lidokain dan mepivakain. Keunggulan

utama

bupivakain

adalah

durasi

anestesia

yang

ditimbulkannya lebih lama.Bila dibandingkan dengan lidokain-epinefrin, awitan bupivakain-epinefrin sedikit lebih lambat (sekitar 6-10 menit), tetapi durasi anestesianya paling sedikit dua kali lipat lidokain. Di pasaran tersedia dalam kartrid larutan 0,5% dengan 1:200 000 epinefrin. Bupivakain dapat diperoleh di pasaran dengan merek dagang Marcaine (keluaran Eastman Kodak)..

Anestetik Golongan Ester Termasuk golongan ini adalah prokain, tetrakain, dan benzokain

23

– Prokain Prokain merupakan anestetik lokal suntikan yang pertama kali dibuat. Nama dagangnya adalah Novocaine. Prokain merupakan anestetik lokal dengan efek vasodilatasi yang paling kuat. Oleh karena itu, prokain 2% tanpa vasokonstriktor hanya memberikan anestesia jaringan selama 15-30 menit dan sama sekali tidak memberikan efek anestesia pada jaringan pulpa. Pemakaian

dalam

kedokteran

gigi

adalah

dalam

dosis

2%

dikombinasikan dengan obat yang lebih poten, propoksikain. Prokain dihidrolisis dalam plasma menjadi PABA (para amino benzoic acid). PABA dapat menghambat daya kerja sulfonamid, sehingga derivat PABA hendaknya tidak diberikan bersama-sama dengan sulfonamid. – Propoksikain Propoksikain adalah anestetik lokal golongan ester.Nama dagangnya adalah Ravocaine. Obat ini memiliki awitan yang cepat (2-3 menit) namun dengan toksisitas tinggi (7-8 kali prokain).Oleh karena itu, berhubung toksisitasnya yang tinggi, obat ini tidak diberikan secara tunggal melainkan dikombinasikan dengan prokain. Kombinasi Prokain dengan Propoksikain Walaupun jarang digunakan, kombinasi kedua obat ini masih patut diperhitungkan dalam khasanah anestesia lokal kedokteran gigi.Manakala golongan amida merupakan kontraindikasi absolut, atau ketika gagal

24

memberikan anestesia yang cukup, kombinasi obat ini mungkin bermanfaat. Anestetik Lokal Golongan Amida-Ester (Hibrid) – Artikain Potensinya dilaporkan 1,5 kali potensi lidokain dan 1,9 kalipotensi prokain sedangkan toksisitasnya 0,6 kali lidokain dan 0,8 kali prokain dan dosis maksimum yang direkomendasikan pabriknya adalah 7,0 mg/kg berat badan. Efek vasodilatasinya sebanding dengan lidokain. Artikain diekskresikan melalui ginjal; 10 persennya tidak mengalami perubahan bentuk didalam urin. Kontraindikasi penggunaan artikain adalah pasien yang mengidap methemoglobinemia idiopatik atau kongenital, anemia, atau gagal napas atau gagal jantung yang terlihat dengan adanya hipoksia. Anestetik Lokal Golongan Quinoline – Centbucridine Centbucridine adalah derivat quinoline, dengan potensi lima sampai delapan kali lidokain dan dengan awitan dan durasi anestesia sama dengan lidokain. Dilaporkan, obat ini tidak memengaruhi sistem saraf pusat dansistem kardiovaskuler, kecuali jika dosisnya besar yang bisa menstimulasi sistem saraf pusat.

Absorpsi Absorpsi anestetik lokal terkait dengan anestesia jaringan dan toksisitas yang ditimbulkannya jika dosis yang diabsorpsi berlebihan. Absorpsi anestesi lokal bergantung pada:

25



Vaskularisasi jaringan



Inflamasi jaringan,



Vasokonstriktor, dan,



Jalur pemberian, apakah secara oral, topikal, atau penyuntikan.

Distribusi Setelah diabsorpsi, anestetik lokal akan didistribusikan ke seluruh tubuh. Anestetik lokal dapat menembus plasenta dan barier otak-darah. Kelarutan dalam lemak dari anestetik lokal tertentu akan memengaruhi potensinya. Contohnya, bupivakain dalam larutan 0,5%, sepuluh kali Iebih larut dalam lemak dibandingkan dengan lidokain 2%.

DOSIS Dosis Anestetik Lokal Besaran anestetik lokal dalam suatu larutan (kartrid) biasanya dinyatakan dalam persen dan nominalnya dalam miligram (mg) per mililiter (ml). Lidokain 2% berarti terdapat 2g lidokain di dalam 100 ml larutan, atau 20 mg per ml. Jadi, di dalam kartrid 2ml lidokain 2% terdapat 40 mg lidokain. Sifat-sifat Ideal Anestetik Lokal Tidak merusak saraf secara permanen Toksisitas sistemik rendah Awitan cepat dan durasi lama Larut dalam air Tidak menimbulkan alergi Stabil dalam larutan Stabil setelah disterilkan Berpotensi anestesi dengan dosis aman

26

Efektif pada jaringan/mukosa dan Mudah mengalami iotransformasi Isotonik dengan jaringan

Bahan (obat) yang perlu disediakan untuk anestesi lokal (Laura Michell, David A. Michell, Lorna Mc.Caul, 2009) : – Lidokain/adrenalin. Preparat yang paling banyak digunakan (lidokain 2% dengan adrenalin 1:80.000), memberikanefekanalgesik efektif selama 1,5 jam dan mengubah sensasi jaringan lunak selama 3 jam. Sangat aman; dosis maksimal (dewasa) 500 mg (10 x 2,2 ml cartridge). Juga tersedia dalam ampul 1% + 2% lidokain murni atau adrenalin 1:200.000. – Prilokain/oktapressin. Hampir sama dengan lidokain/adrenalin, tetapi dengan durasi dan efek yang

lebih

kecil.

Jika

terlalu

besar,

dapat

menyebabkan

metamoglobinemia. Dosis aman maksimal (dewasa) 600 mg (8 x 2,2 ml cartridge). – Bupivakain. Masa kerja panjang (6 jam untuk bentuk murni, 8 jam dengan adrenalin).Sangat

berguna

untuk

analgesik

paska-operasi.Dosis

maksimal 2 mg/kg.Hanya tersedia dalam ampul. Levobupivakain merupakan obat yang sama. – Artikain. Setidaknya seefektif lidokain, dikatakan berdifusi ke dalam tulang dengan lebih baik. Tidak ada bukti kuat tentang keunggulan obat ini dan

tidak

direkomendasikan

sebagai

block

alveolaris

inferior

27

disebabkan oleh perubahan sensasi setelah penggunaan artikain. – Analgesik topikal. Lidokain merupakan satu-satunya analgesik topikal yang paling bermanfaat di antara anestesi yang ada. Tersedia dalam bentuk spray dan pasta yang diaplikasikan ke mukosa beberapa menit sebelum penyuntikan. C2. VASOKONSTRIKTOR Vasokonstriktor menurut Narlan Suma Winata (2013) : Semua obat anestetik lokal bersifat vasodilator, kecuali kokain, dengan derajat yang berbeda-beda. Contoh yang bersifat vasodilator kuat adalah prokain sedangkan yang bersifat vasodilator lemah adalah prilokain dan mepivakain. Berdilatasinya pembuluh darah ini akan menyebabkan meningkatnya absorpsi obat ke dalam pembuluh darah sehingga anestetik akan cepat menghilang dari tempat anestesi dan akibatnya efek anestesianya pun akan cepat menghilang atau tidak efektif. Selain itu, meningkatnya kadar obat dalam plasma akan meningkatkan risiko keracunan dan pendarahan (bleeding). Penambahan vasokontriktor (epinefrin) ke dalam obat anestetik (kokain) guna memperpanjang durasi anestesia diperkenalkan oleh Heinlich Baun yang menyebut tekniknya ini sebagai teknik torniket kimia. Manfaat Penambahan Vasokonstruktor Penambahan vasokontriktor ke dalam anestetikum memberikan beberapa keuntungan yakni diperolehnya peningkatan dalam durasi dan kualitas anestesia, membantu berkurangnya pendarahan (membantu

28

hemostatis), dan meningkatkan keamanan yakni mengurangi risiko terjadinya keracunan (toksisitas). Durasi anestesia oleh lidokain tanpa vasokontriktor berbeda dengan anestesia oleh lidokain yang diberi vasokonstriktor.Demikian juga dengan prokain.Walaupun demikian, terdapat beberapa anestetik yang tersedia tanpa diberi vasokontriktor, misalnya mepivakain dan prilokain karena sifat vasodilator kedua anestetik ini tidak sekuat lidokain. Hemostasis selama tindakan biasanya sangat bermanfaat saat melakukan tindakan bedah di dalam rongga mulut. Infiltrasi anestetik lokal yang mengandung epinefrin dapat mengurangi kehilangan darah selama tindakan bedah dan memudahkan visualisasi daerah operasi. .

Potensi Risiko Pemakaian Vasokonstriktor dalam Anestetik Lokal Sama seperti pemakaian obat lain, pemakaian vasokonstriktor pun harus mempertimbangkan manfaat dan risikonya. Faktor risiko bagi pemberian vasokonstriktor adalah pasien dengan penyakit sistemik, pasien yang sedang mengonsumsi obat yang mungkin bisa berinteraksi dengan vasokonstriktor, pasien hamil, dan pasien yang peka terhadap sulfit.

Pasien dengan Penyakit Sistemik American

Heart

Association

(AHA)dan

American

Dental

Association (ADA) tahun 1964 merekomendasikan bahwa vasokonstriktor bukan

merupakan

kontraindikasi

untuk

pasien

dengan

penyakit

kardiovaskuler asal diberikan dengan hati-hati, perlahan, dan didahului dengan aspirasi. Dosis vasokontriktortidak melebihi 1:50000. Pada tahun

29

1986, dinyatakan bahwa vasokonstriktor dapat digunakan dalam praktik kedokteran gigi asal prosedurnya singkat dan analgesianya cukup dalam.Selain itu hindari injeksi intravaskuler dan gunakan dosis vasokonstriktor seminimal mungkin. Kehamilan Adakalanya prosedur perawatan ditunda dahulu karena pasien sedang hamil. Namun, bila penundaan tidak mungkin dilakukan, perawatan, termasuk pemberian anestetik lokal untuk pereda nyeri, harus dilakukan hati-hati agar tidak membahayakan ibu dan fetusnya. Interaksi Obat Anestetik lokal bisa pula berinteraksi dengan obat yang sedang diminum pasien. Interaksi obat dengan obat terutama terjadi dengan vasokonstriktor, sehingga anamnesis mengenai obat yang sedang digunakan oleh pasien harus dilakukan dengan cermat dan pada pasien tersebut diberikan anestetik lokal tanpa vasokonstriktor. Kadar Vasokonstriktor dalam Anestetik Lokal Besaran vasokontriktordi dalam anestetik lokal biasanya dituliskan sebagai suatu ratio, misalnya 1:1000. Dosis maksimum vasokonstriktor biasanya dinyatakan dalam miligram. Ratio di atas (1:1000) berarti terdapat 1 gram (atau 1000 mg) solut di dalam 1000 ml larutan (solution). Dengan demikian suatu pengenceran 1:1000 mengandung 1000 mg di dalam 1000 ml atau 1,0 mg/mI Iarutan.

30

Jenis Vasokonstriktor – Epinefrin Nama dagang epinefrin (epinephrine) adalah Adrenalin. Epinefrin adalah suatu garam asam dan larut dengan baik di dalam air. Obat ini bisa mengalami kerusakan karena oksidasi; oksidasi bisa dipercepat oleh panas dan ion logam berat. Guna memperlambatnya biasanya ditambahi natrium bisulfit. Umur kartrid anestetik yang mengandung vasokonstriktor biasanya lebih singkat daripada kartrid anestetik yang tidak mengandung vasokonstriktor. Aplikasi klinis epinefrin adalah pada manajemen reaksi alergi akut, manajemen

bronkospasme,

perawatan

henti

jantung,

sebagai

vasokonstriktor guna hemostasis, sebagai vasokonstriktor pada anestetik guna menurunkan absorpsi dan meningkatkan durasi kerja, dan untuk menimbulkan midriasis. Epinefrin adalah vasokonstriktor yang paling poten dan paling banyak digunakan

dalam

kedokteran

gigi.

Guna

pengendalian

nyeri

hendaknyadigunakan dosis yang paling kecil dahulu. Jakob (2004) mengemukakan bahwa untuk anestesia pulpa dan jaringan lunak cukup digunakan epinefrin dengan lidokain 1:200 000, sedangkan jika diinginkan pengendalian nyeri yang lebih lama dapat digunakan lidokain/epinefrin 1:100 000. – Norepinefrin (Levarterenol) Nama dagangnya adalah Levophed, Noradrenalin; levarterenol adalah nama resmi norepinefrin.

31

Norepinefrin sebagai bitartrat di dalam kartrid dental merupakan larutan asam yang relatif stabil, tetapi akan berubah jika terkena cahaya dan udara. Umur kartrid berisi norepinefrin bitartrat kurang lebih 18 bulan. Untuk menghambat perusakan biasanya ditambahi dengan aseton-natrium bisulfit. Norepinefrin digunakan sebagai suatu vasokontriktor di dalam anestetik lokal. Penggunaan lainnya adalah dalam manajemen hipotensi.

Di

dunia

bervariasi

menurut

kedokteran negara

gigi,

penggunaan

pembuatnya.

Di

norepinefrin

Amerika

Serikat,

norepinefrin terdapat dalam anestetik lokal propoksikain dan prokain dalam pengenceran 1:30 000. Di Jerman, norepinefrin dimasukkan dalam lidokain, mepivakain, sebagai kombinasi norepinefrin dengan lidokain. Di Jepang dijumpai dalam preparat tolycaine. – Felipresin Mekanisme kerja felipresin adalah sebagai stimulan langsung pada otot

polos

pembuluh

darah.

Kerjanya

lebih

menonjol

pada

mikrosirkulasi vena dibandingkan dengan pada arteri. Obat ini memiliki efek antidiuretik dan oksitosik sehingga dikontraindikasikan pada pasien yang sedang hamil. – Levonordefrin Levonordefrin digunakan di klinik sebagai vasokonstriktor anestetik lokal. Obat ini biasanya dicampur dengan mepivakain atau dengan pro- poksikain/prokain dalam pengeceran 1:20 000.

32

D. TEKNIK ANESTESI DAN JARUM INJEKSI

D1. TEKNIK LOKAL ANESTESI Teknik lokal anestesi menurut Laura Mitchell, David A. Mitchell, Lorna Mc.Caul (2009) : Anestesi block alveolaris inferior dan infiltrasi Iokal merupakan teknik anestesi lokal utama; namun, tersedia juga beberapa alternatif, suplemen dan pilihan darurat, Anestesi blok alveolaris inferior. Teknik pilihan untuk gigi molar rahang bawah: juga efektif untuk premolar, kaninus, dan insisif (pada insisif ditambah infiltrasi). Tujuannya adalah mendepositkan anestetikum disekitar saraf alveolaris yang masuk ke foramen mandibula di bawah lingula. Mulut pasien harus dibuka lebar. Palpasi landmark eksternal dan linea obliqua interna dan perhatikan garis raphe pterigomandibula. Dengan meletakkan ibu jari yang mempalpasi pada fosa retromolar, ujung jarum dimasukkan pada titik tengah ujung ibu jari sedikit di atas bidang oklusal di lateral raphe pterigomandibula. Pada kedalaman jarum 0,5 cm, jika diperlukan blok saraf lingualis, disuntikkan anestesi lokal pada titik ini sebanyak 0,5 ml. Arah jarum kemudian digerakkan horizontal 40 derajat menyilang dari dorsum lidah dan maju agar berkontak dengan lingula. Begitu jarum sudah berkontak dengan tulang, jarum ditarik keluar sedikit dan sisa anestetikum diinjeksikan. Tidak diperlukan memasukkan jarum sampai ke pusat. Perhatikan bahwa posisi foramen mandibula bervariasi, bergantung pada usia. Pada rahang tidak bergigi, posisi foramen dan juga titik insersi jarum relatif lebih tinggi dari yang bergigi.

33

Blok saraf nasopalatinus. Anestesia yang dalam dapat tercapai dengan melewatkan jarum melalui papila insisiva dan menyuntikan sedikit anestetikum. Suntikan ini sangat menyakitkan. Infiltrasi. Tujuannya adalah untuk menempatkan anestesi lokal di supraperiosteal, sedekat mungkin dengan apeks gigi yang akan dianestesi. Anestesi lokal akan berdifusi melalui periosteum dan tulang untuk membasahi saraf sekitar apikal gigi. Tarik pipi atau bibir agar mukosa tegang dan masukkan jarum sepanjang sumbu panjang gigi ke arah tulang. Dekat apikal gigi tarik sedikit dan deponir anestesi lokal perlahan-lahan. Untuk infiltrasi palatum, bukal harus teranestesi terlebih dahulu dan baru lakukan infiltrasi di papila interdental. Kemudian suntik mukosa palatum dan depositkan sedikit anestesi lokal dengan tekanan. Anestesi intraosseus. Teknik ini diperkenalkan kembali untuk memperdalam analgesika satu gigi. Membutuhkan alat dan keterampilan khusus.

Teknik Refrigeration anestesi (menurut Haryono Mangunkusumo, 1981) adalah : – Dalam lapangan KG.untuk maksud ini kita kenal obat Chloor aethyl. – Di dalam klinik kita sering pakai Chloor aethyl ini untuk anestesi waktu kita mengerjakan suatu incisI abscess. – Jangan sekali-kali memberikan chloor aethyl itu pada tempat operasi, oleh karena chloor aethyl itu akan menyebabkan jaringan yang terkena menjadi keras, sehingga sukar untuk diincisi. – Dalam perdagangan chloor aethyl berupa larutan yang mudah menguap dan dimasukkan dalam suatu tabung dari kaca, di ujung

34

tabung terdapat suatu penutup, bila tutup ditekan, maka terdapatlah jalan keluar chloor aethyl yang berupa spray. – Daerah yang kita semprot dengan chloor aethyl ini mula-mula dekat (+ 2 cm), dan lama-lama kita jauhkan dan kita hentikan bila daerah itu sudah seperti diliput salju. – Bila kita hendak mengincisi abscess, bila yang kita pakai chloor aethyl kita semprotkan pada jaringan sekitar abscess dengan cara tadi. – Pemakaian yang efektif apabila kita hendak mencabut gigi yang goyah atau gigi susu yang goyah dan cara pemakaiannya ialah semprotan kita jauhkan pada perbatasan gigi dan jaringan dengan maksud untuk membekukan pulpa dan jaringan sekitarnya pada waktu bersamaan. Ini dikerjakan di sebelah bukal maupun di sebelah lingual gigi itu. Oleh karena semprotanchloor aethyl berbahaya untuk mata, maka sebaiknya mata pasien ditutup dengan kain penutup atau kita ambil kapas, kemudian kita basahi dengan chloor aethyl itu.Setelah itu baru kapas kita tempatkan pada jaringan tadi. – Kesimpulan pada pemakaian chloor aethyl ini adalah dipakai untuk operasi yang tidak memakan waktu, misalnya mencabut gigi yang sudah goyah, incisi. Teknik Topical Anestesi menurut H. Handogo (1979) : Topical anetesi dapat dilakukan dengan menyoletkan jaringan tersebut dengan obat topical anestesi yang dapat berupa : 1. Ointment : - Num Oinment – Xylestesin – Tonex

35

– Contralgin 2. Spray : Xylocain spray Topical anestesi ini hanya dapat bekerja baik meresap kedalam jaringan 0,5 cm, jadi hanya cukup untuk mencabut gigi susu atau gigi dewasa yang sudah goyah sekali.

D2. JARUM INJEKSI Berbagai jenis jarum hipodermik bisa saja patah di dalam jaringan. Patahnya jarum ini tidak selalu dapat dihindari. Namun frekuensi patahnya jarum dapat dikurangi, dan ini merupakan tanggung jawab operator. Catatan ringkas mengenai penyebab-penyebabnya akan diuraikan di bawah ini, yang bisa digunakansebagai pedoman untuk mengurangi kemungkinan patahnya jarum. JARUM bisa patah karena sebab-sebab berikut : 1.

Tekanan ke lateral dari lidah atau pipi terhadap syringe sewaktu melakukan injeksi.

2.

Daya perlawanan tekanan oleh dokter gigi pada waktu menekan syringe terhadap lidah atau pipi.

3.

Relaxasi lidah atau pipi yang mendadak.

Dalam hubungannya dengan penyebab ini, jarum paling sering patah pada injeksi mandibular, zigomatik, dan mentalis. 4.

Gerakan kepala pasien yang mendadak.

5.

Gerakan tangan pasien yang mendadak, mengenai lengan operator pada waktu sedang melakukan injeksi.

6.

Operator berusaha mengubah posisi jarum dengan menggesernya ke lateral, pada waktu jarum masih di dalam jaringan.

36

7.

Menggunakan teknik 3 posisi pada waktu melakukan injeksi mandibular.

8.

Memaksa jarum masuk kedalam jaringan yang resisten atau membentur tulang dapat menyebabkan patahnya jarum.

9.

Masuknya jarum injeksi di bawah periosteum, jika jarumnya getas akan patah pada waktu jarum tersebut ditarik.

10. Risiko patah menjadi lebih besar apabila jarumsudah terlalu sering dipanaskan atau sudah terlalu sering dipakai. 11. Kondisi jarum suntik kurang baik sehingga injeksi dengan teknik biasa sekalipun dapat menyebabkan jarum menjadi patah. 12. Baja karbon yang dipakai bahan pembuat jarum terlalu getas. 13. Jarum baja yang terlalu seringdisterilisasi atau cacat akibat dibakar (untuk sterilisasi). 14. Jarum platina.dan emas yang sudah terlalu lama dipakai dan sering dibengkokkan. TINDAKAN PENCEGAHAN TAMBAHAN: Pada

waktu

jarum

dibuka

dari

bungkusnya,

dan

sebelum

disterilisasi, dokter gigi atau asisten dokter gigi harus memeriksa jarum untuk melihat fleksibilitas dan kondisi ujung jarum. Patahnya

jarum

hanya

dianggap

serius

apabila

sebagian

patahannya tertinggal di dalam jaringan. Dengan juga memperhatikan segi ekonomisnya pada penggunaan tipe jarum stainless steel berkualitas tinggi, sebaiknya jarum baru digunakan untuk setiap pasien. Supaya jarumnya bisa ditarik kembali, jika patah pada pangkalnya,

37

sebaiknya gunakan jarum yang cukup panjang sehingga sebagian dari jarum akan tetap berada di luar jaringan. Sebuah tang yang kedua paruhnya bergerigi atau tang jarum harus selalu tersedia dan tangan operator yang menarik jaringan mulut pasien harus tetap ada tempatnya sampai patahan jarum dapat dikeluarkan dengan tang tersebut. Dilepasnya tarikan pada jaringan akan membuat patahan jarum masuk lebih ke dalam. Jika sebuah jarum masuk ke dalam jaringan, pasien harus diberitahu. Dan kemudian diambil foto rontgennya. Jika operator kurang menguasai teknik pengambilan jarum ini, maka dianjurkan untuk merujuk pasien ke ahli bedah mulut.

E. KEGAGALAN ANESTESI LOKAL DAN EFEK TIDAK MENYENANGKAN E1. KEGAGALAN ANESTESI LOKAL Penyebab dan macam kegagalan anestesi lokal (Atlas of Local Anaesthesia in Dentistry,1977) : Banyak kasus kegagalan dalam mendapatkan anestesia yang memadai dengan injeksi anestetikum lokal. Beberapa mungkin gagal sama sekali, sedangkan lainnya hanya pada injeksi atau daerah mulut tertentu saja. Memang ada variasi individual dalam menerima efek obatobatan tertentu. Pada pasien yang peka terhadap anestetikum lokal, sejumlah kecil anestetikum saja sudah dapat berdifusi dengan mudah dan memberikan efek anestesia yang kuat pada daerah yang luas, sedangkan pada pasien yang kurang peka diperlukan larutan yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama.

38

Rasa

takut

bisa

menyebabkan

pasien

menjadi

gelisah

meskisebenarnya ia tidak merasa sakit. Anomali inervasi nervus atau variasi bentuk dan kepadatan tulang juga dapat menghambat usaha operator untuk mendapat efek anestesi yang

layak.

Kurangnya

pengetahuan

mengenai

anatomi

bisa

mengakibatkan teknik anestesi yang digunakan kurang baik sehingga akhirnya menimbulkan kegagalan. Kecerobohan, rasa percaya diri yang berlebihan, keacuhan atau operasi yang dilakukan sebelum efek anestesi maksimal, merupakan penyebab kegagalan pada beberapa kasus. Operasi yang dilakukan sebelum efek anestesi yang memuaskan diperoleh, akan memberikan hasil akhir yang meragukan. Jaringan-jaringan yang mengalami peradangan dan infeksi kronis tidak mudah dianestesi. INJEKSI MANDIBULAR: Selain penyebab umum di atas, kegagalan pada injeksi mandibular juga dapat disebabkan karena: (1) injeksi terlalu rendah sehingga terletak di bawah lingula mandibulae, (2)terlalu dalam yaitu masuk ke glandula parotis, (3) terlalu superficial (masuk ke spatium pterygomandibularis), (4) terlalu tinggi (mencapai collum mandibulae), (5) terlalu jauh ke lingual (ke dalam m. pterygoideus medialis). Kegagalan anestesia di garis median disebabkan karena gagalnya menganestesi saraf-saraf yang bersitumpang. Pada regio premolar bisa disebabkan karena adanya inervasi dari cabang-cabang nn. cervicales superficiales (rami cutaneus colli).

39

INJEKSI SUPRAPERIOSTEAL: Injeksi ini gagal untuk menghasilkan anestesi yang maksimal jika anestetikum dideposisikan ke dalam jaringan lunak yang terlalu jauh dari periosteum, jika jarumnya terlalu jauh di atas akar gigi atau bila tulang pada daerah injeksi terlalu padatatau tebal. Anestesia maksimal untuk prosedur operatif pada maxilla kadangkadang dapat diperoleh dengan hanya penambahan injeksi palatinal. Sedangkan Laura Mitchell, David A. Mitchell, Lorna Mc Caul (2009) menjelaskan secara singkat penyebab kegagalan anestesi lokal sebagai berikut:  Teknik yang buruk dan volume anestesi lokal yang tidak adekuat.  Suntikan ke dalam otot (akan mengakibatkan trismus yang hilang secara spontan).  Suntikan ke daerah yang terinfeksi (yang tidak boleh dilakukan karena ada risikopenyebaran infeksi).  Suntikan intravaskular: jelas tidak ada manfaat analgesiknya. Sejumlah

kecilanestesi

lokal

intravaskular

dapat

menimbulkan

beberapa

masalah antara lain toksisitas.  Tulang kompakta yang padat dapat menghalangi aksi anestesi infiltrasi yang diberikan secara akurat.Pecahkan masalah ini dengan pemberian anestesi lokal secara intraligamen atau regional.  Kadang-kadang, anastomosis serabut saraf normal atau tidak normal tidak bisa ditransmisi dengan block bundel saraf. E2. EFEK TIDAK MENYENANGKAN Penggunaan anestesi lokal untuk mengontrol rasa sakit selama

40

operasi dalam rongga mulut adalah prosedur yang cukup aman dan dapat dipercaya. Meskipun demikian tetap ada kejadian tidak biasa yang mengganggu operator jika ia belum pernah menjumpainya. Gangguan seperti ini bisa karena injeksi anestetikum yang salah masuk ke dalam vena, idiosinkrasi, anomali anatomi atau suatu fenomena yang masih belum dapat dijelaskan. Mungkin hanya beberapa operator saja yang pernah mengalami semua kejadian di atas, tetapi umumnya hampir sebagian besar operator pernah mengalami beberapa di antara kejadian-kejadian tersebut. Dengan mengetahui apa yang mungkin terjadi, operator akan memiliki keyakinan dan dapat membantunya menghadapi situasi tersebut.. KONVULSI: Gangguan ini tidak sama dengan sinkop yang kadangkadang

dihubungkan dengan injeksi anestetikum

lokal.

Konvulsi

umumnya jarang terjadi. Gangguan timbul selama injeksi atau segera sesudahnya, ditandai dengan gejala mengejangnya tubuh dan tangan, bola mata berputar ke atas dan kemudian hilangnya kesadaran yang berlangsung dalam waktu singkat. Gejalanya mirip dengan epilepsi abortif. Sinkop tidak perlu perawatan khusus kecuali mengamati perkembangan pasien. Apabila tidak ada kontraindikasi, operasi bisa dilanjutkan dengan sangat berhati-hati dan dengan persiapan yang cukup baik. ANESTESIA: pada regio temporalis sesudah injeksi mandibular, dikarenakan anestetikuin diinjeksikan ke dalam daerah yang dilintasi oleh n. auriculotemporalis dan n. mandibularis. Saraf tersebut berjalan antara ligamentum sphenomandibularis dan collum mandibulae. Saraf kemudian

41

berjalan ke belakang, melewati glandula parotis, membelok ke atas untuk menginervasi kulitpada regio temporalis dan kulit kepala. Jika tusukan jarum terlalu tinggi dan masuk terlalu dalam, anestetikum akan mengalir ke n. auriculotemporalis, dan akan terjadi anestesi pada regio temporalis. PARESTESIA: Sesudah injeksi mandibular atau mentalis mungkin akan timbul sensasi tingling atau matirasa pada bibir bawah dalam waktu yang cukup lama. Biasanya disebabkan oleh trauma langsung pada batang saraf. Trauma seperti ini paling sering berhubungan dengan ekstraksi, terutama apabila n. alveolaris inferior sangat dekat dengan akar gigi posterior. Pada kasus parestesia yang terjadi sesudah injeksi untuk prosedur operatif, dianggap bahwa kondisi ini disebabkan karena trauma jarum suntik yang mengenai batang saraf. Keadaan ini lebih sering terjadi pada kasus injeksi mentalis. Gejala-gejala parestesi berangsur-angsur reda dan penyembuhan biasanya sempurna. Pada pemakaian obat anestetik lokal terdapat potensi terjadinya komplikasi (Narlan Sumawinata, 2013). Komplikasi tersebut dibagi atas komplikasi lokal (efek lokal) dan komplikasi sistemik (efek sistemik), yang penjelasannya sebagai berikut:  Efek Lokal Beberapa efek lokal yang tidak diharapkan yang dapat dikumpulkan dari literatur adalah infeksi, hematoma, anestesia yang persisten atau parestesia, paralisis nervus fasialis, trismus, nyeri atau rasa terbakar saat penyuntikan, edema, cedera jaringan lunak, dan lesi intraoral

42

pasca anestesi.  Infeksi Infeksi setelah penyuntikan anestetik lokal dalam kedokteran gigi biasanya jarang terjadi berkat dipakainya instrumen sekali pakai. Anestetik lokal dianjurkan untuk tidak disuntikkan di daerah terinfeksi karena adanya risiko penyebaran infeksi.Penyebab utama terjadinya infeksi adalah terkontaminasinya jarum sebelum disuntikkan.Biasanya hal ini terjadi jika jarum menyentuh membran mukosa di rongga mulut. Penyebab lain adalah penanganan alat dan penyiapan daerah kerja yang kurang steril, dll. Infeksi yang terjadi bisa pula berupa infeksi silang, yakni terjadinya infeksi

karena

kontaminasi

antara

operator,

pasien,

atau

perawat.Faktor lokal yang bisa menyebabkan dokter gigi atau perawat terinfeksi silang adalah karena faktor kelalaian, misalnya tertusuk jarum yang telah dipakai pada pasien yang mengidap penyakit menular seperti hepatitis.Untuk menghindari hal ini, alat suntik hendaknya tidak dibiarkan terbuka di tempat menyimpannya (baki alat), atau kalau ada, memakai safety syringe. Hal lain yang tidak kurang pentingnya adalah memberikan vaksinasi hepatitis baik pada dokter maupun pada perawat. Apabila tertusuknya jaringan tubuh oleh jarum suntik telah terjadi, maka tindakan yang sebaiknya diambil adalah membiarkan pendarahan luka, periksa status hepatitis operator dan pasien dan catatlah kejadian ini dalam status.  Hematoma Adakalanya, terjadi pendarahan setelah injeksi. Dalam keadaan

43

normal, pendarahan (bleeding) yang terjadi biasanya sedikit sekali sehingga pasien tidak menyadarinya. Jika terjadi pendarahan yang banyak, akan mengakibatkan pembengkakan dan akan menjadi iritan untuk jaringan sehingga menimbulkan nyeri dan trismus. Namun hematoma makin lama akan menghilang perlahan-lahan. Kadangkadang, pada hematoma yang terjadi di otot pterygoideus medialis, diperlukan manipulasi aktif pada rahang agar tidak menjadi trismus. Secara teori, terkumpulnya darah secara lokal akan merupakan media kultur yang ideal bagi bakteri, walaupun infeksi pada hematoma jarang terjadi. Jika ada indikasi infeksi, dianjurkan untuk memberikan antibiotik.  Parestesia Parestesia atau anestesia yang persisten, adakalanya terjadi setelah penyuntikan anestetik lokal. Parestesia bisa terjadi selama beberapa jam lebih lama dari durasi anestesia yang biasa terjadi, atau bisa beberapa hari, atau pernah dilaporkan terjadi beberapa hari atau bahkan bulan. Penyebab parestesia bisa disebabkan oleh trauma pada jaringan saraf. Trauma pada saraf bisa terjadi antara lain oleh tusukan jarum ketika

penyuntikan.

(electricshock)

Pasien

pada

daerah

merasakan yang

adanya

kejutan

listrik

dipersarafi

nervus

yang

terkena.Pernah dilaporkan juga parestesia terjadi karena penyuntikan anestetik

yang

telah

terkontaminasi

alkohol

atau

larutan

pensteril.Kontaminan, terutama alkohol dilaporkan merupakan zat yang neurolitik dan bisa menimbulkan trauma pada saraf yang

44

berlangsung lama (parestesia yang bisa berlangsung berbulan-bulan). Hemoragi di sekitar saraf jugamerupakan penyebab lain: pendarahan akan meningkatkan tekanan pada saraf yang bisa mengakibatkan parestesia. Anestetik lokal sendiri dilaporkan bisa menimbulkan parestesia.  Paralisis Nervus Fasialis (Facial Palsy) Jika injeksi dilakukan terlalu dekat dengan nervus fasialis maka saraf motoris ini akanparalisis. Hal ini terjadi jika jarum injeksi pada anestesi blockmandibula terlalu ke belakang dan memasuki kapsul glandula parotis.Berbagai cabang nervus fasialis akan terpengaruh dan efek dramatiknya adalah paralisis sementara dari otot-otot ekspresi wajah (sama dengan Bell’s palsy). Efek ini berlangsung sekitar satu hingga dua jam. Pada keadaan seperti ini, nervus trigeminus tidak teranestesi sehingga untuk memperoleh efek anestesia yang dikehendaki dapat dilakukan injeksi kembali tetapi pada tempat yang tepat.  Trismus Trismus, dari bahasa Yunani trismos, adalah suatu keadaan spasme yang berkepanjangan dari otot-otot rahang sehingga pasien kesulitan dalam membuka mulutnya. Awalnya, istilah ini hanya digunakan untuk gejala tetanus, namun kini digunakan untuk keadaan “terkuncinya"’ mulut apa pun etiologinya, termasuk sebagai komplikasi lokal dari anestesi lokal. Trauma pada otot-otot atau pembuluh darah dalam fossa infratemporalis merupakan faktor etiologi paling umum dari terjadinya trismus terkait dengan penyuntikan anestetik lokal. Larutan anestetik

45

dilaporkan juga memiliki sifat toksik ringan terhadap otot rangka (miotoksik); injeksianestetik lokal baik secara intramuskuler maupun supramuskuler bisa menyebabkan nekrosis pada serabut otot yang terpajan. Sebab lainnya adalah hemoragi, infeksi setelah injeksi, atau jumlah larutan anestetik. Jumlah darah ekstravaskuler yang banyak dapat

menyebabkan

menyebabkan

disfungsi

iritasi

pada

otot

jaringan

karena

darah

yang

berpotensi

diresorbsi

secara

lambat.Infeksi derajat rendah dilaporkan juga dapat menyebabkan trismus. Jumlah besar larutan anestetik yang terdepositkan pada suatu daerah terbatas dapat menyebabkan meregangnya jaringan yang mengakibatkan trismus pasca injeksi yang sering terjadi setelah penyuntikan block yang gagal berkali-kali.  Efek Sistemik Anestetik

lokal

modern

boleh

dikatakan

cukup

aman

pemakaiannya. Walaupun demikian, reaksi yang tidak dikehendaki akan selalu tetap ada, dan reaksi tersebut digolongkan dalam reaksi terkait dengan prosedur injeksi, dengan obat (anestetik lokal), dengan vasokonstriktor, dan dengan komponen lain yang ditambahkan ke dalam suatu kartrid anestetik lokal.

46

Reaksi Terkait dengan Penyuntikan  Masuknya Anestetik ke dalam Pembuluh Darah Kemungkinan

komplikasi

pada

anestesi

block

adalah

teraspirasinya darah. Menurut Baart (2009), peristiwa ini terjadi pada 15 persen kasus. Yang juga mungkin terjadi adalah tersentuhnya atau tertusuknya nervus alveolaris inferior atau nervus lingualis. Pada kasus teraspirasinya darah atau tersentuhnya saraf, yang harus dilakukan adalah menarik jarum beberapa milimeter. Jika jarum masuk terlalu dalam, hal ini bisa menyebabkan teranestesinya kapsul kelenjar parotis. Ini akan mengakibatkan paralisis satu sisi nervus fasialis yang untungnya hanya berlangsung beberapa jam saja. Mengulang anestesi blok jika blok mandibula pertama tidak efektif memungkinkan timbulnya beberapa hal yang berisiko. Pertama, pasientidak merasakan lagi jika jarum suntik menyentuh atau menusuk saraf yang bisa menyebabkan rusaknya saraf tersebut. Selain itu, penyuntikan tambahan bisa menyebabkan meningkatnya lingkungan asam di dalam ruang pterigomandibula. Suasana asam ini akan meningkatkan bentuk terion dari anestetik dan bentuk ini tidak mampu menembus membran sehingga keefektifan anestesianya berkurang. Oleh karena itu. dianjurkan untuk memakai cara anestesi yang lain, misalnya anestesi intraligamentum.

 Pingsan Reaksi tidak dikehendaki yang paling sering terjadi pada penyuntikan anestetik lokal adalah pingsan, suatu reaksi psikomotor.

47

Banyak pasien yang merasa cemas atau takut disuntik, apalagi disuntik di daerah rongga mulut. Perasaan takut ini akan meningkatkan denyut nadi dan tekanan darah akibat aktivasi saraf parasimpatik, atau merendahnya parameter akibat sinkop vasovagal, sehingga cardiac output berkurang. Jika pasien dibaringkan mendatar dan kakinya diletakkan lebih tinggi, biasanya akan dapat memulihkan aliran vena ke jantung serta tekanan darahnya. Jika pasien sudah sadar, pasien boleh diberi minuman

manis

karena

kemungkinan

terjadinya

hipoglikemi.

Hipoglikemi ini bisa disebabkan oleh belum adanya asupan energi sebelum datang ke dokter gigi akibat rasa takutnya. Episode pingsan ini dapat dicegah melalui manajemen penanganan pasien yang simpatik, mendudukkan pasien pada posisi berbaringdan santai (supine atau semi-recumbent) sebelum memulai perawatan dan melakukan penyuntikan dengan baik.  Infeksi Silang Penyuntikan anestetik lokal mungkin merupakan aspek paling invasif dari prosedur perawatan restoratif. Terdapat suatu risiko yang serius, misalnya infeksi silang (cross infection) melalui jarum yang terkontaminasi. (precaution)

Terdapat

untuk

beberapa

menghindari

infeksi

tindakan silang

kewaspadaan ini

yang

harus

dilaksanakan yakni: a) kartrid dan jarum sekali pakai hanya boleh dipakai untuk satu pasien, b) sterilkan atau autoklafkan semua instrumen, c) tangani instrumen dengan hati-hati sekali, misalnya

48

dengan memakai pelindung jari, dan tempatkan jarum bekas ke dalam kontener yang dapat ditutup dan dihancurkan. Infeksi yang dapat ditransmisikan dari pasien ke pasien atau ke operator adalah:  herpes simpleks,  hepatitis B dan C (juga varian lain),  human immunodeficiency virus, dan,  penyakit Creutzfeldt-Jakob

Reaksi Terkait dengan Anestetik Lokal – Toksisitas Toksisitas

anestetik

lokal

biasanya

disebabkan

karena

terserapnya anestetik lokal dalam jumlah besar ke dalam pembuluh darah. Ketika anstetik lokal disuntikkan, obat ini akan berdifusi ke sekeliling tempat injeksi dan kemudian terabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik untuk kemudian dimetabolisme dan diekskresikan. Dosis anestetik lokal yang dipakai dalam kedokteran gigi biasanya rendah sehingga efek sistemiknya jarang muncul. Namun, jika anestetik lokal masuk ke pembuluh darah, misalnya karena penyuntikan yang tidak sengaja menembus pembuluh darah maka kadar anestetik lokal di dalam darah akan meningkat. Hal yang sama bisa terjadi ketika ada pengulangan penyuntikan. Anestetik lokal merupakan suatu penstabil membran.Karena sifatnya obat ini dapat memblok konduksi saraf. Reaksi yang sama juga akan menyebabkan efek toksik merugikan yang kebanyakan

49

terlihat di susunan saraf pusat (SSP) dan jantung. Pada umumnya, toksisitas SSP akan teridentifikasi secara klinis sebelum simtom kardiak muncul. Tanda dan gejala. Di tahap awal, reaksi eksitatori terhadap overdosis anestetik lokal adalah tremor, kejang-kejang, atau menggigil. Reaksi eksitatori awal ini diduga disebabkan oleh blokade selektif dari neuron inhibitori kecil di dalam sistem limbus SSP. Pada kadar plasma yang rendah, anestetik lokal akan menyebabkan respons eksitatori disertai rasa pening, gangguan penglihatan dan pendengaran, rasa cemas, disorientasi, dan anestesia di sekeliling rongga mulut. Ketika kadar anestetik di plasma meningkat, akan terlihat gejala depresi SSP seperti mengantuk, bicara yang tidak jelas, hipotensi, hilang kesadaran, dan henti napas. Mungkin juga terjadi kolaps sirkulasi akibat fibrilasi ventrikular. Dosis maksimum untuk pasien sehat berbobot 70 kg Dosis maksimum (mg/kg)

Dosis maksimum Total Dewasa (mg)

Jumlah Kartrid Maksimum (2,2 ml)

Lidokain 2%

4,4

300

7

Prilokain 3%

6

400

6

Prilokain 4%

6

400

4,5

Anestetik lokal

Pencegahan. Untuk mencegah overdosis adalah mentaati pedoman pemberian dosisnya. Besarnya dosis biasanya bergantung kepada berat badan. Reaksi toksik terkait dosis ini sering dilaporkan terjadi pada anak- anak. Moore dan Finder (2002) mengemukakan bahwa

50

anak-anak berisiko besar mengalami reaksi toksik (overdosis) karena berat badannya (yang masih ringan) tidak proporsional dengan anatomi orofasial; mandibula dan maksila anak yang berbobot 25 kg bukan merupakan sepertiga dari orang dewasa berbobot 75 kg. Mereka merekomendasikan dosis maksimum yang dapat diaplikasikan pada semua formulasi anestetik kedokteran gigi. Penanganan. Tonic-clonic convulsion merupakan manifestasi paling banyak dari overdosis anestetik lokal, yang sifatnya sementara. Setelah episode ini mungkin terjadi hilangnya kesadaran dari depresi pernapasan. Konvulsi dan depresi pernapasan ini harus segera ditangani. Tanda vital (terutama respirasi) harus terus dipantau, hindarkan pasien dari cedera, posisikan pasien dalam posisi telentang, dan jaga agar jalan napas tetap bebas. Jika pasien tidak sadar beri oksigen. – Alergi

Alergi adalah suatu hipersensitivitas akibat terpajan suatu alergen. Reaksi alergi mencakup berbagai manirestasi klinis mulai dari respons ringan dan yang timbul 48 jam setelah terpajan alergen sampai dengan reaksi yang timbul dengan cepat dan fatal yang timbul dalam beberapa detik setelah terpajan alergen. Kemungkinan yang menjadi alergen dalam pemberian anestetik lokal adalah obatnya (anestetik),

lateks,

dan

bahan

pengawet

(metilparaben

atau

antioksidan sulfit). Anestetik golongan amida dilaporkan menunjukkan tingkat alergi yang rendah sedangkan golongan ester sebaliknya. Walaupun

51

demikian, terdapat laporan adanya reaksi alergi terhadap lateks yang terdapat

pada kartrid.

Sejak dihilangkannya metilparaben dari

komponen anestetik lokal belum pernah dilaporkan adanya reaksi alergi. Kemungkinan alergen lain adalah natrium bisulfit

yang

digunakan untuk mencegah reaksi oksidasi nonenzimatik terhadap vasokonstriktor, antioksidan

ini

yakni

epinefrin

akan

dan

levonordefrin.

memperpanjang

umur

Pemberian

vasokonstriktor.

Antioksidan sulfit (sulfur dioksida, sulfit, bisulfit, dan metabisulfit) dosis tinggi bisa mensensitisasi pasien yang menderita asma. Diperkirakan bahwa 5% penderita asma berisiko alergi terhadap preparat sulfit. Dilaporkan bahwa pengawet ini digunakan dalam jumlah besar di sejumlah menu salad di restoran-restoran dan anggur rumahan dan telah dikaitkan dengan kematian enam korban fatal di tahun 1984 (FDA). Sejauh ini, belum dilaporkan adanya reaksi terhadap sulfit, mungkin karena kandungan sulfit di dalam anestetik lokal hanya sedikit. Untuk pasien seperti ini, biasanya dipilihkan anestetik tanpa vasokonstriktor. Tanda alergi biasanya berupa erupsi kulit dan urtikaria, atau respons anafilaktik seperti dispnea dan hipotensi. Reaksi terhadap sulfit

yang

pernah

bronkospasme,

dilaporkan

takhipnea,

adalah

nausea,

urtikaria,

dan sesak

angioedema,

napas.

Pernah

dilaporkan juga terjadinya syok anafilaktik. Upaya yang dilakukan untuk mencegahnya adalah melakukan anamnesis dengan baik guna mengungkap kemungkinan alergi di

52

masa lalu, terutama riwayat asma jika dicurigai ada sensitivitas terhadap sulfit. Tindakan yang bisa diambil jika terjadi reaksi alergi adalah pemberian antihistamin baik per oral atau intramuskuler, 25-50 mg. Reaksi anafilaktik harus segera diatasi dengan epinefrin 0,3-0,5 mg intramuskular atau subkutan. – Methemoglobinemia Methemoglobinaemia

adalah

terdapatnya

methemoglobin

(metHb) di dalam darah. Zat-zat yang bisa menyebabkan terjadinya methemoglobin adalah preparat nitrat, preparat nitrit, nitrogliserin, sulfametoksazol dan sulfasoksazol, derivat anilin (misalnya krayon, tinta,

semir

sepatu

dsb),

dan

beberapa

anestetik

lokal.

Methemoglobinaemia merupakan suatu reaksi bergantung pada dosis karena methemoglobinemia terjadi pada pemberian dosis anestetik yang besar. Prilokain

dan

benzokain

dilaporkan

dapat

menginduksi

terjadinya methemoglobinemia, demikian juga dengan lidokain dan artikain. Berubahnya Hb menjadi met-Hb akan mengakibatkan terjadinya

hipoksia

pada

jaringan.

Jadi,

methemoglobinemia

merupakan suatu keadaan terdapatnya sianosis tetapi tidak terdapat abnormalitas respirasi atau abnormalitas jantung. Komplikasi ini terbilang jarang. Tanda dan gejala.Tanda sianosis biasanya mulai terlihat pada kadar metHb darah 10-20%. Dispnea dan takikardia terlihat pada kadar metHb 35-40%. Laporan kejadian methemoglobinemia akibat prilokain dan

53

benzokain biasanya terkait dengan dosis yang besar. Dalam molekul prilokain terdapat toluene yang ketika obat mengalami biotransformasi akan menjadi o-toluidin, suatu senyawa yang mampu mengoksidasi ion fero menjadi feri dan gejalanya timbul setelah perawatan; walaupun pernah dilaporkan terjadi gejala cukup serius, namun belum ditemukan adanya laporan tentang kematian. Pada penelitian mengenai anestetik topikal benzokain, terungkap bahwa 67% kasus adverse effect yang ditimbulkannya adalah methemoglobinemia, dan 93%nya terjadi karena formula semprotan, sisanya karena formula gel. Anestetik topikal selain benzokain yang pernah dilaporkan menginduksi methemoglobinemia adalah EMLA, suatu campuran prilokain dan lidokain.

Pencegahan. Faktor risiko terjadinya methemoglobinemia adalah usia tua, anemia, penyakit respirasi, methemoglobinemia heriditer, dan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Direkomendasikan untuk tidak menggunakan anestetik lokal yang dosis totalnya tidak melebihi MRDs (maximum recommended doses) Pengobatan. Penanggulangan methemoglobinemia biasanya simtomatis. Komplikasi ini pada orang sehat akan pulih dalam beberapa jam seiring tereliminasinya obat atau metabolitnya. Secara umum, jika pasien tidak tertekan, direkomendasikan untuk memantau fungsi kardiovaskuler dan respirasi, pemberian oksigen 100% melalui facemask, dan pasien dibawa ke unit gawat darurat. Jika sianosis, hipoksia, dan gangguan respirasinya signifikan, biru metilen (1-2 mg/kgBB) yang akan mengubah kembali metHb menjadi Hb, merupakan terapi definitifnya.

54

– Kontraksi Uterus Semua anestetik lokal akan melewati plasenta. Bupivakain adalah anestetik lokal yang paling toksik terhadap jantung dan merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Felipresin, yang adalah vasokonstriktor derivat vasopresin dan terkait dengan oxytocin, lebih baik dihindari pada masa kehamilan karena bisa menyebabkan kontraksi uterus .Robinson (2002) mengemukakan bahwa anestetik lokal yang dapat digunakan adalah lidokain dengan adrenalin. Reaksi Terkait dengan Vasokonstriktor Efek membahayakan yang paling sering dijumpai adalah masuknya anestetik lokal mengandung vasokonstriktor ke dalam pembuluh darah karena tersuntiknya pembuluh darah secara tak sengajayang akan meningkatkan curah jantung dan detak jantung. Tanda dan gejala. Setelah penyuntikan normal dari satu atau dua katrid anestetik lokal mengandung vasokonstriktor, kadar vasokonstriktor dalam sirkulasi darah bisa meningkat dua atau tiga kalinya. Penambahan vasokonstriktor dari luar ini akan ditoleransi dengan baik oleh pasien yang sehat. Reaksi yang timbul biasanya berupa meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah, yang bersifat sementara. Overdosis vasokonstriktor menyebabkan disritmia jantung (kontraksi ventrikel prematur dan fibrilasi ventrikel). Pencegahan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah menyuntik dengan perlahan dan melakukan aspirasi secara hati-hati. Selain itu, harus dipertimbangkan juga kemungkinan interaksi obat. Hendaknya berhati-hati

55

memberikan anestetik bervasokonstriktor pada pasien yang sedang minum obat

tertentu.

Kokain

misalnya,

bisa

menyebabkan

meningkatkan

sensitivitas jantung terhadap aritmia setelah pemberian vasokonstriktor. Upaya lainnya adalah menelaah riwayat medis pasien dengan cermat. Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik memerlukan kehati-hatian dalam pemberian anestetik lokal. Pasien dengan gangguan jantung angina pektoris yang tak stabil, riwayat infark miokard atau stroke dalam enam bulan terakhir. hipertensi parah, gangguan jantung kongestif tak terkontrol, atau transplantasi jantung, hendaknya tidak diberi anestetik lokal yang mengandung vasokontriktor dan harus berkonsultasi dengan dokternya sebelum memulai perawatan. Pasien dengan penyakit

Hodgkin atau

kanker payudara yang menerima terapi radiasi pada dadanya adalah pasien yang berisiko terkena penyakit arteri koroner akibat induksi radiasi; pada pasien ini perlu konsultasi medis terlebih dahulu terkait dengan pemakaian anestetik lokal yang mengandung vasokonstriktor.

Penanggulangan. Jika reaksi memang benar dari vasokonstriktor, rekomendasinya adalah memantau tanda vital, menerangkan kepada pasien penyebab gejala dan memberitahukannyabahwa reaksi itu akan berlangsung beberapa menit. Jika tekanan darah meningkat tajam, tindakan yang dapat dilakukan adalah segera mengirimkannya ke unit gawat darurat.

56

BAB III DATA ANESTESI LOKAL DALAM PENCABUTAN GIGI DAN PEMBAHASAN

A. DATA ANESTESI LOKAL DALAM PENCABUTAN GIGI Data yang disampaikan adalah data tindakan anestesi lokal untuk pencabutan gigi susu dan pencabutan gigi permanen beserta indikasi kasus-kasusnya di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia tahun 2012 dan 2013. Pada tahun 2012 pencabutan gigi susu berjumlah 63 gigi dan pencabutan gigi tetap 202 gigi, sedangkan pada tahun 2013 pencabutan gigi susu 94 gigi dan pencabutan gigi tetap 172 gigi, yang rinciannya seperti Tabel dibawah ini :

Tahun 2012 Pencabutan Gigi Susu Topical Anestesi

Pencabutan Gigi Tetap

Injeksi Anestesi

PersisTensi

Luksasi

Persistensi

49

1

13

Topical Anestesi

Injeksi Anestesi Gangren Gangren Pulpa Radix 61

Periodontitis

114

12

Luksasi Abses 12

Luksasi

1

2

Tahun 2013 Pencabutan Gigi Susu Topical Anestesi

Pencabutan Gigi Tetap

Injeksi Anestesi

PersisTensi

Luksasi

Persistensi

68

12

14

Topical Anestesi

Injeksi Anestesi Gangren Gangren Pulpa Radix 61

81

Periodontitis 9

Luksasi Abses 16

Luksasi

2

3

57

B. PEMBAHASAN Berdasarkan data di atas dapat disampaikan bahwa pada tahun 2012 pencabutan gigi susu berjumlah 63 gigi, 50 gigi dicabut dengan topikal anestesi dan 13 gigi dicabut dengan injeksi. Pencabutan gigi permanen tahun 2012 berjumlah 202 gigi, 200 gigi permanen dicabut dengan injeksi anestesi dan 2 gigi permanen dicabut dengan topikal anestesi karena gigi sudah luksasi derajat 3. Pada tahun 2013 pencabutan gigi susu berjumlah 94 gigi, 80 gigi dicabut dengan topikal anestesi dan 14 gigi dicabut dengan injeksi, sedangkan pencabutan gigi permanen berjumlah 172 gigi, 169 gigi permanen dicabut dengan injeksi dan 3 gigi dicabut dengan topikal anestesi. Topikal anestesi yang digunakan untuk pencabutan gigi susu maupun pencabutan gigi permanen yang sudah luksasi derajat 3 di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia menggunakan

oinment

dan

chlorethyl

spray.

Injeksi

anestesi

untuk

pencabutan gigi susu menggunakan infiltrasi anestesi dengan cito ject atau infiltrasi anestesi dengan pehacain 2%, untuk pencabutan gigi permanen menggunakan block anestesi dengan pehacain 2% serta infiltrasi anestesi dengan pehacain 2% dan infiltrasi anestesi dengan cito ject (bila perlu). Data tersebut menunjukkan bahwa pada setiap pencabutan gigi selalu dilakukan anestesi, sesuai indikasi. Pelaksanaan anestesi dilakukan sesuai pedoman dari buku petunjuk anestesi lokal dan PPK (Panduan Praktik Kliniks) Anestesi Lokal yang telah disahkan oleh Direktur RSJ Grhasia DIY. PPK Anestesi Lokal di RSJ.Grhasia meliputi: PPK Refrigeration Anestesi, PPK Topikal Anestesi, PPK Infiltrasi Anestesi dan PPK Block Nervus Alveolaris Inferior.

58

Refrigeration Anestesi tidak kami laporkan dalam makalah ini karena pada tahun 2012 dan tahun 2013 di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia tidak ada tindakan insisi abses, sedangkan pencabutan gigi yang sudah goyah dilakukan dengan menggunakan Topikal Anestesi. Refrigeration anestesi pernah dilakukan di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia untuk insisi abses sebelum tahun 2012. Walaupun pelaksanaan anestesi lokal di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia sudah dilaksanakan sesuai pedoman, tetapi tetap terjadi komplikasi yang berupa Sinkop dan masuknya anestetik ke dalam pembuluh darah. Komplikasi sinkop dapat teratasi dengan menempatkan kepala lebih rendah dari tubuh (dental unit pada bagian kepala diturunkan) untuk merangsang aliran darah ke otak, memulihkan aliran vena ke jantung serta tekanan darahya. Pasien diberi agen aromatic (misalnya alkohol). Setelah pasien sadar kemudian diberi minuman manis karena ada kemungkinan hipoglikemi yang antara lain disebabkan kurangnya asupan energi sebelum pasien datang ke Klinik Gigi dan Mulut. Masuknya anestetik ke dalam pembuluh darah kemungkinan terjadi pada block anestesi, teraspirasinya darah disebabkan tersentuhnya atau tertusuknya nervus alveolaris inferior atau nervus lingualis. Pada kasus ini, yang harus dilakukan adalah mencabut jarum suntik dan melakukan injeksi dengan anestetikum baru, atau dilakukan cara anesteti yang lain, misalnya anestesi intraligamentum (dengan jarum suntik cito ject). Bila terjadi komplikasi-komplikasi lain (selain 2 komplikasi tersebut), misalnya reaksi toksisitas, alergi, dan lain-lain, pasien ditangani sesuai pedoman atau prosedur, bila tidak bisa tertangani di Klinik Gigi dan Mulut, dilakukan rujukan

59

intern (ke Instalasi IGD atau ke spesialis lain sesuai indikasi) sesuai prosedur, dimana prosedur tersebut telah disahkan oleh Direktur RSJ Grhasia DIY.

60

BAB IV PENUTUP

A. K E S I M P U L A N Anestesi lokal selalu diperlukan pada setiap tindakan pencabutan gigi, baik pencabutan gigi susu maupun pencabutan gigi tetap. Demikian pula yang dilakukan di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia, pada setiap pencabutan gigi susu maupun pencabutan gigi tetap selalu dilakukan anestesi lokal. Hal tersebut sesuai dengan data yang ada di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia dimana pada tahun 2012 dilakukan pencabutan gigi susu sebanyak 63 gigi, 50 gigi dicabut dengan topikal anestesi dan 13 gigi dicabut dengan injeksi (infiltrasi anestesi) serta pencabutan gigi tetap sebanyak 202 gigi, 200 gigi dacabut dengan injeksi (block dan infiltrasi anestesi) dan 2 gigi dicabut dengan topikal anestesi. Pada tahun 2013 dilakukan pencabutan gigi susu sebanyak 94 gigi, 80 gigi dicabut dengan topikal anestesi dan 14 gigi dicabut dengan injeksi (infiltrasi anestesi) serta pencabutan gigi tetap sebanyak 172 gigi, 169 gigi dicabut dengan injeksi (block dan infiltrasi anestesi) dan 3 gigi dicabut dengan topikal anestesi. Pelaksanaan anestesi lokal yang baik adalah yang sesuai dengan tata laksana anestesi lokal atau sesuai pedoman anestesi lokal, baik dari buku petunjuk pedoman anestesi lokal mapun PPK (Panduan Praktik Klinis) anestesi lokal. Di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia pelaksanaan anestesi lokal berpedoman pada PPK (Panduan Praktik Klinis) tentang anestesi lokal dan buku petunjuk pedoman anestesi lokal. PPK anestesi lokal yang ada di Klinik Gigi dan Mulut RSJ

Ghrasia adalah PPK Topikal Anestesi, PPK

61

Infiltrasi

Anestesi,

PPK

Block

Nervus

Alveolaris

Inferior,

dan

PPK

Refrigeration Anestesi, yang semuanya telah disahkan oleh Direktur RSJ Grhasia DIY. Penggunaan anestesi lokal untuk mengontrol rasa sakit selama operasi (termasuk pencabutan gigi) adalah prosesdur yang cukup aman dan dapat dipercaya. Meskipun demikian tetap ada kemungkinan terjadi kegagalan anestesi lokal dan efek tidak menyenangkan atau komplikasi anestesi lokal. Penyebab kegagalan anestesi lokal antara lain rasa takut atau cemas

yang

bisa menyebabkan

pasien menjadi gelisah, kurangnya

pengetahuan operator tentang anatomi dapat mengakibatkan teknik anestesi yang digunakan kurang baik, jaringan yang mengalami peradangan atau infeksi sulit dianestesi, volume anestesi yang tidak adekuat, tulang kompakta yang dapat

menghalangi infiltrasi anestesi, dan lain-lain. Sedangkan

penyebab efek tidak menyenangkan anestesi lokal antara lain teknik penyuntikan yang kurang baik (yang rawan mengakibatkan parestesi, paralisis nervus fasialis, trismus,dll), terkontaminasinya jarum sebelum disuntikkan dan penanganan alat serta penyiapan daerah kerja yang kurang steril (yang rawan menimbulkan infeksi silang antara operator, pasien, perawat), perdarahan yang banyak setelah injeksi (yang rawan menimbulkan hematoma), pasien cemas atau takut disuntik (yang rawan mengakibatkan pingsan), terserapnya anestesi

lokal

dalam

jumlah

besar

kedalam

pembuluh

darah atau

pengulangan penyuntikan (yang rawan mengakibatkan toksisitas), jenis obat anestetik dan bahan pengawet ( metilparaben atau sulfit) yang rawan menyebabkan alergi, overdosis vasokonstriktor yang meyebabkan disritmia jantung, dan lain-lain.

62

Komplikasi-komplikasi yang terjadi selama dan paska tindakan anestesi lokal harus segera ditangani sesuai prosedur. Prosedur penanganan komplikasi tersebut ada di buku petunjuk pedoman anestesi lokal. Komplikasi anestesi lokal yang pernah terjadi di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia adalah sinkop dan masuknya anestetik kedalam pembuluh darah. Penanganan komplikasi tersebut dapat dilakukan di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Ghrasia dengan berpedoman pada buku petunjuk pedoman anestesi lokal, sehingga pasien tidak dirujuk. Bila komplikasi-komplikasi tersebut belum teratasi di Klinik Gigi dan Mulut, pasien perlu segera dirujuk sesuai prosedur rujukan intern yang diberlakukan di Klinik Gigi dan Mulut setempat, demikian pula di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia.

B. S A R A N 1. Keberhasilan anestesi lokal dalam pencabutan gigi tergantung pada persiapan dan pelaksanaannya. Persiapan dan pelaksanaan tersebut sebaiknya dilakukan secara baik dan benar atau sesuai pedoman, yang dapat berupa referensi dari buku dan SPO (Standar Prosedur Operasional) atau PPK (Panduan Praktik Klinis). Maka dari itu disarankan agar di Klinik Gigi dan Mulut disediakan fasilitas atau sarana prasarana yang memadai dan tersedia dokumen-dokumen sebagai pedoman kerja. Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia mempunyai fasilitas atau sarana prasarana yang memadai, 2 dental unit beserta perlengkapannya, sterilisator, kulkas untuk menyimpan bahan-bahan Kedokteran Gigi yang memerlukan suhu dingin, peralatan Kedokteran Gigi yang baik dan

63

jumlahnya cukup banyak, serta bahan-bahan Kedokteran Gigi yang memadai, sesuai dengan jenis layanan yang ada di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia. Dokumen-dokumen sebagai pedoman kerja juga tersedia di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia, antara lain Kebijakan Rumah Sakit, Pedoman Pelayanan Klinik Gigi dan Mulut, Pedoman Pengorganisasian Klinik Gigi dan Mulut, SPO Penggunaan alat-alat yang ada di Klinik Gigi dan Mulut, Prosedur

rujukan intern dan ekstern, PPK untuk semua atau masing-

masing pelayanan yang ada di Klinik Gigi dan Mulut (termasuk PPK Anestesi Lokal dan PPK Pencabutan Gigi), beberapa buku sebagai pedoman kerja serta dokumen-dokumen dari unit lain di RSJ Grhasia yang berkaitan dengan kinerja Klinik Gigi dan Mulut. 2. Kegagalan maupun komplikasi anestesi yang mungkin terjadi sebenarnya dapat dihindari dengan mencegah atau menghindari penyebabnya. Beberapa penyebab kegagalan maupun komplikasi anestesi telah dijelaskan pada kesimpulan. Bila komplikasi atau kegagalan tersebut sudah terjadi, disarankan agar operator bersikap tenang dan sabar namun dengan cekatan atau cepat tepat bertindak dalam menangani masalah tersebut agar masalah tertangani dengan baik atau dengan kata lain tidak menjadi lebih berat dan jangan sampai berakibat fatal. Bila perlu, pasien dirujuk sesuai indikasi, dengan prosedur rujukan intern yang diberlakukan di Klinik Gigi dan Mulut setempat, termasuk di Klinik Gigi dan Mulut RSJ Grhasia.

64

DAFTAR

1.

PUSTAKA

Atlas of Local Anaesthesia in Dentistry, The Amalgam Dental Company Limited, London, Copyright by Cooke Waite Laboratories Inc, 1977, New York, U.S.A

2.

Geoffrey L.H (terjemahan oleh Johan Arif Budiman), 1999, Pencabutan Gigi Geligi Edisi II, ECG, Jakarta.

3.

H. Handogo, 1979, Buku Kuliah Bedah Mulut, FKG UGM, Yogyakarta.

4.

Haryono M, 1991, Exodontia I, FKG UGM, Yogyakarta.

5.

Laura Mitchell, David A.Mitchell, Lorna McCaul, 2009, Handbook of Clinical Dentistry, 5 TH Edition, Oxford University Press, English.

6.

Narlan Sumawinata, 2013, Anestesia Lokal dalam Perawatan Konservasi Gigi, ECG, Jakarta.

65

66