APLIKASI GAME THEORY DALAM PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

Download NOVAN INDRA PRADANA (E14070075): Aplikasi Game Theory Terhadap. Pengelolaan Hutan Lestari Menggunakan Landsccape Game. Dibimbing oleh...

1 downloads 590 Views 1MB Size
i

APLIKASI GAME THEORY DALAM PENGELOLAAN HUTAN LESTARI MENGGUNAKAN LANDSCAPE GAME

NOVAN INDRA PRADANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

ii

APLIKASI GAME THEORY DALAM PENGELOLAAN HUTAN LESTARI MENGGUNAKAN LANDSCAPE GAME

NOVAN INDRA PRADANA E14070075

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

iii

RINGKASAN NOVAN INDRA PRADANA (E14070075): Aplikasi Game Theory Terhadap Pengelolaan Hutan Lestari Menggunakan Landsccape Game. Dibimbing oleh HERRY PURNOMO dan EFI YULIATI YOVI. Sumber daya hutan merupakan salah satu jenis sumber daya alam yang memiliki permintaan tinggi. Tanpa adanya perencanaan dan kebijakan yang baik dalam pemanfaatannya, maka kelestarian hutan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, para stakeholder di dalam hutan harus mampu menilai dampak jangka panjang maupun jangka pendek dari sebuah strategi pengelolaan hutan. Model simulasi merupakan pendekatan yang digunakan ketika sistem yang akan diteliti sangat besar dan kompleks. Landscape Game merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk melakukan simulasi pengelolaan hutan yang diharapkan mampu menemukan sebuah strategi pengelolaan sumber daya hutan yang lestari. Penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan metode simulasi dalam pengelolaan hutan serta menemukan strategi terbaik dalam mengelola hutan. Selain itu, manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran kepada para stakeholder tentang dampak dari penerapan sebuah strategi pengelolaan hutan. Data penelitian ini dikumpulkan melalui pengamatan langsung dan diskusi terhadap para pemain Landscape Game. Terdapat empat golongan pemain dalam penelitian ini. Golongan pertama adalah mahasiswa, golongan kedua adalah perusahaan kehutanan (Perum Perhutani KPH Kendal), golongan ketiga adalah praktisi kehutanan (CIFOR dan Wageningen University) dan yang terakhir adalah golongan stakeholder kehutanan di Bogor. Berdasarkan hasil penelitian, permainan pertama bersama mahasiswa dan dosen dimenangkan oleh pemain C dengan keuntungan 481Þ. Pada permainan kedua bersama empat mahasiswa, permainan dimenangkan oleh pemain C dengan total keuntungan 308Þ. Pada permainan ketiga bersama tiga mahasiswa, permainan dimenangkan oleh pemain C dengan total keuntungan 481Þ. Pada permainan keempat bersama Perum Perhutani KPH Kendal, permainan dimenangkan oleh pemain D dengan total keuntungan 336Þ. Pada permainan kelima di CIFOR, permainan dimenangkan oleh pemain D dengan total keuntungan 308Þ. Permainan terakhir dimainkan oleh stakeholder kehutanan di Bogor. Permainan ini dimenangkan oleh pemain D Perhutani KPH Bogor dengan total keuntungan 270Þ. Permainan yang memiliki nilai produktivitas lahan terbesar adalah permainan pertama 1216Þ. Permainan yang memiliki nilai kelestarian lahan terbesar adalah permainan kelima (+12). Strategi terbaik dalam penelitian ini ketika seorang pemain berinvestasi hutan tanaman rakyat baik jati atau sengon pada lahan mozaik, dan pembalakan hutan, karbon serta ekowisata pada lahan inti atau tepi. Game Theory dapat dijadikan alat untuk mencari tahu bagaimana strategi dan cara pikir setiap aktor yang terlibat dalam konflik. Selain itu dari teori tersebut dapat ditemukan sebuah strategi yang mengarah ke pembentukan institusi baru, aturan baru, ataupun menguatkan yang telah ada. Kata Kunci: Game Theory, Simulasi, Landscape Game.

iv

SUMMARY NOVAN INDRA PRADANA (E14070075): Application of Game Theory toward Sustainable Forest Management Using Landscpe Game. Under guidance of HERRY PURNOMO and EFI YULIATI YOVI. Forest resources are one of the natural capital that have high demand. With the absence of good planning and policy regarding the use of forest, the forest sustainability will not be achieved. Therefore, stakeholders in the forest must be able to assess the long-term and short-term impacts of a forest management strategy. The simulation model is approach that can be used when the system is very large and complex. Landscape Game is a tool that can be used to perform simulation of forestry management and is expected to be able to find a sustainable forest resource management. The research aims to introduce simulation method in forest management as well as find the best strategy in managing landscape. In addition, the benefits of this research is to provide an overview for stakeholder the impact of application of forest management strategies. Data of this study were collected through direct observations and discussions with the Landscape Game player. There were four groups of player and were played six time. The first group were students from Bogor Agricultural University, the second group was the state owned forestry company (Perum Perhutani KPH Kendal), the third group was forestry the practitioners (CIFOR and Wageningen University), and the last group was combination among the forest stakeholder in Bogor (KPH Bogor, NGO, Bogor Forestry Departement, LMDH) The study result shown that the first game who played by student and lecturer was won by player C with total profit 481Þ. The second game who played by four students was won by player C with a total profit of 308Þ. In the third game with Three sudents the game was won by the player C with a total profit of 481Þ. The fourth game was played by Perum Perhutani KPH Kendal, this game won by player D with a total profit of 336Þ. On the fifth game which played in CIFOR, the game won by players B with a total profit 319Þ. The last game was played by combination among the forest stakeholder in Bogor. This game was won by player D with 270Þ. The game that has biggest land productivity value is the first game (1216Þ). The game that has biggest land sustainability values is the fifth game (+ 12). The best strategy in this games are when all player invest teak and other plantation on the mosaics land. In the other side, forest logging, carbon and ecotourism are the best strategy at the forest core and forest edge. Game Theory is an innovative tool that can be used to develop a coordinated strategy among different actors. Such strategy may also lead to the development of new institutions, new rules and revitalize existing ones.

Keywords: Game Theory, Simulation, Landscape Game.

v

Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomer Pokok

: Aplikasi Game Theory dalam Pengelolaan Hutan Lestari Menggunakan Landscape Game : NOVAN INDRA PRADANA : E14070075

Menyetujui : Komisi Pembimbing Ketua,

Anggota,

Dr. Ir. Herry Purnomo M. Comp NIP. 19640421 198803 1 002

Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc NIP. 19740724 199903 2 003

Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001

Tanggal Lulus:

vi

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Aplikasi Game Theory dalam Pengelolaan Hutan Lestari Menggunakan Landscape Game” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian skripsi ini.

Bogor, Mei 2012

Novan Indra Pradana E14070075

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 23 November 1989, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Triyanto, S.Sos, dan Ibu Titik Mulyati, S.Pd. Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1993 di TK Bustanul Atfal V, Sukorejo, Kendal. Tahun 1994 melanjutkan pendidikan di SDN 01 Pagersari, Kendal dan lulus tahun 2001, kemudian pada tahun 2001 memulai jenjang pendidikan di tingkat SMP di SMPN 1 Sukorejo, Kendal dan lulus tahun 2004. Tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 1 Kendal dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjalani pendidikan akademik di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif menjadi staf Divisi Budaya dan Olahraga BEM KM IPB tahun 2007-2008, staf divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia BEM FAHUTAN tahun 20092010, staf divisi Media dan Komunikasi Himpunan Profesi FMSC (Forest Management Student Club) 2009-2010, Ketua Himpunan Profesi FMSC (Forest Management Student Club) tahun 2010-2011 dan Ketua Forum Komunikasi Mahasiswa Daerah asal Kendal (Fokma Bahurekso Kendal) tahun 2008-2010. Penulis juga pernah menjadi panitia Temu Manajer 2009 dan Ketua Forester Cup 2009. Selain itu penulis pernah mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang-Papandayan tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2010 serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Erna Djuliawati II, Kalimantan Barat selama periode Maret - April 2011. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Aplikasi Game Theory Terhadap Pengelolaan Hutan Lestari Menggunakan Landscape Game” di bawah bimbingan Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp dan Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc.

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin,

puji

dan

syukur

penulis

panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul

“Aplikasi

Game Theory dalam Pengelolaan Hutan Lestari Menggunakan Landscape Game”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua tercinta Triyanto, S.Sos, dan Titik Mulyati, S.Pd, adik Renda Faizal Rachman, serta seluruh keluarga atas perhatian, kasih sayang, dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis, 2. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp, selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Efi Yuliati Yovi selaku pembimbing kedua skripsi atas saran, kritik, bimbingan dan arahan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini, 3. Segenap staf CIFOR, khususnya Rika Harini Irawati atas bantuan dan dukungannya, 4. Administratur KPH Kendal, Administartur KPH Bogor, Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Ketua LMBH Ciawi, Ketua LMDH Kendal, atas bantuan dan dukungannya, 5. Seluruh pemain permainan Landscape Game yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan, masukan dan waktunya, 6. Keluarga besar Fahutan IPB khususnya Keluarga Manajemen Hutan angkatan 44 atas dukungan, keceriaan dan kekeluargaannya, 7. Keluarga besar Fokma Bahurekso Kendal atas dukungan, kebersamaan dan kekeluargaannya, 8. Sahabat penulis, Nia W, Azizah S, Ayu, A Gofir, Angga PS, Qorihah I, Pristy S, Dinda T dan Niken, atas dukungan, motivasi dan bantuan yang diberikan kepada penulis, 9. Rekan seperjuangan, Dewanti Prabowo dan Adi Asrullah Daulay atas bantuan, kebersamaan dan bantuannya, 10. Teman-teman wisma Combi, Amboro R, Mudo S, Bagus A, fitrianto N, Rudi E, Dheni M, Hariadi P, Fikri B dan Rio atas segala motivasi dan kebersamaannya,

ii

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun penyempurnaan

skripsi

ini.

Semoga

skripsi

ini

dapat

bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2012

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................. 2 1.3 Manfaat Penelitian .............................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Alam: Hutan ................................................................. 3 2.2 Game Theory ....................................................................................... 4 2.3 Keseimbangan Nash............................................................................ 5 2.4 Role-Playing Game ............................................................................. 6 2.5 Landscape Game ................................................................................. 6 2.6 Teori Penilaian Sumber Daya Alam ................................................... 9 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 11 3.2 Kerangka Berpikir ............................................................................. 11 3.3 Bahan dan Alat .................................................................................. 11 3.4 Metode Pengambilan Data ................................................................ 12 3.5. Jenis Data, Metode Pengumpulan Data, Sumber Data, dan Manfaat Data .................................................................................................. 12

iv

3.6 Analisis Data ..................................................................................... 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil .................................................................................................. 16 4.1.1 Golongan Mahasiswa ................................................................ 16 4.1.2 Golongan Perusahaan Hutan ..................................................... 21 4.1.3 Golongan Praktisi Kehutanan Internasional .............................. 22 4.1.4 Golongan Stakeholder Kehutanan di Bogor (KPH Bogor, Dinas Kehutanan Bogor, LMDH, Akademisi) .................................... 24 4.2 Pembahasan....................................................................................... 25 4.2.1 Jenis Investasi Pemain dan Peraturan Pemerintah. ................... 25 4.2.2 Nilai Produktivitas dan Kelestarian Lahan ............................... 40 4.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Investasi 42 4.2.5 Penerapan Teori Penilaian Sumber Daya Alam ........................ 50 4.2.6 Aplikasi Game Theory dalam Dunia Nyata .............................. 54 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 56 5.2 Saran ................................................................................................. 56 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 57 LAMPIRAN .......................................................................................................... 59

v

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Metode pengumpulan data ......................................................................... 12 2. Hasil permainan bersama empat stakeholder mahasiswa dan dosen ......... 18 3. Hasil permainan bersama empat stakeholder mahasiswa .......................... 19 4. Hasil permainan bersama tiga stakeholder mahasiswa .............................. 20 5. Hasil permainan bersama empat stakeholder petugas lapangan Perhutani 22 6. Hasil permainan bersama CIFOR dan Wageningen University ................. 23 7. Hasil permainan bersama stakeholder kehutanan di Bogor (KPH Bogor, Dinas Kehutanan Bogor, LMDH, Akademisi) ........................................... 24 8. Nilai produktivitas dan kelestarian lahan ................................................... 40

vi

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Papan permainan Landscape Game .................................................................8

vii

DAFTAR LAMPIRAN Nomor

Halaman

1. Jenis investasi dalam permainan Landscape Game ................................... 61 2. Ringkasan secara umum motivasi stakeholder mahasiswa dalam memilih jenis investasi ............................................................................................. 62 3. Ringkasan secara umum motivasi stakeholder perusahaan kehutanan dalam memilih jenis investasi ............................................................................... 63 4. Ringkasan secara umum motivasi stakeholder praktisi kehutanan internasional dalam memilih jenis investasi ............................................... 64 5. Ringkasan secara umum motivasi stakeholder kehutanan di Bogor dalam memilih jenis investasi ............................................................................... 65

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki permintaan tinggi. Permintaan tersebut menyebabkan terjadinya eksploitasi hutan secara besarbesaran dan luas sehingga dapat berdampak buruk terhadap kelestarian hutan. Agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah, aktivitas pengelolaan hutan harus terlebih dahulu melalui proses perencanaan untuk mengkaji berapa banyak kayu yang akan dipanen dan ditinggalkan sebagai stok tegakan. Selain itu, harus ada sebuah kebijakan yang dapat diterima oleh semua pihak dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan. Pengelolaan sumber daya hutan yang lestari harus sesuai dengan tujuan perencanaan. Para pemangku kepentingan di dalam hutan harus mampu menilai dampak jangka panjang maupun pendek dari penerapan sebuah kebijakan dan strategi pengelolaan. Pada umumnya, dampak dari penerapan sebuah kebijakan dan strategi pengelolaan akan memakan waktu yang lama, oleh sebab itu digunakan sebuah model yang disebut model simulasi. Model ini merupakan pendekatan yang digunakan ketika sistem yang akan diteliti sangat besar dan kompleks (Purnomo et al. 2009). Simulasi umumnya melibatkan proses pengembangan representasi yang disederhanakan dari situasi sebenarnya, sehingga pemangku kepentingan dapat membayangkan masa depan dari aktivitas yang dilakukannya saat ini. Landscape Game merupakan salah satu alat yang bisa digunakan untuk melakukan simulasi. Landscape Game diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pengelolaan sumber daya hutan yang lestari. Secara konseptual, Landscape Game menggunakan Game Theory sebagai dasar pengembangan yang mampu memformulasikan sebuah strategi, solusi, dan pertimbangan untuk mengambil sebuah keputusan terbaik dalam sebuah interaksi yang melibatkan banyak pemangku kepentingan.

2

1.2

Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah:

1.

Melakukan simulasi pengelolaan sumber daya hutan menggunakan Landscape Game.

2.

Memahami pengelolaan hutan yang lestari.

3.

Memberikan pembelajaran mengenai apa yang dapat terjadi terhadap suatu bentang alam dan pendapatan pemain (pemangku kepentingan), apabila diterapkan berbagai strategi dan kebijakan.

1.3

Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1.

Memberikan perspektif bahwa dalam pengelolaan hutan, dapat dilakukan penyerderhanaan sistem dengan mekanisme simulasi.

2.

Aplikasi Game theory dalam pengelolaan sumber daya hutan.

3.

Menyediakan model bagi para pemangku kepentingan untuk mempelajari dampak atas berbagai kegiatan dan penerapan kebijakan pada suatu bentang alam.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Sumber Daya Alam: Hutan Realita hidup dan kehidupan manusia tidak terlepas dari alam dan

lingkungannya, karena hal tersebut merupakan sebuah hubungan mutualisme dalam tatanan keseimbangan alam dan kehidupannya (balancing ecosystem). Menurut pengertian umumnya, alam atau sumber daya alam adalah potensi sumber daya yang terkandung di dalam bumi baik berupa tanah air maupun lainnya yang dapat didayagunakan untuk memenuhi kepentingan manusia (Jaya 2004). Salah satu jenis sumber daya alam yang terdapat di Indonesia adalah hutan tropis yang memiliki luas terbesar ketiga di dunia dengan cadangan minyak, gas alam, emas, tembaga, dan mineral lainnya. Hutan Indonesia merupakan kawasan hutan hujan tropis yang terbesar di Asia-Pasifik, yaitu 1.148.400 Km2 (Jaya 2004). Namun dalam kenyataanya, pengelolaan sumber daya hutan masih harus dihadapkan pada beberapa masalah. Masalah tersebut antara lain adalah konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan atau pertambangan, eksploitasi hutan yang berlebihan, pengabaian kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan perebutan hak milik lahan hutan. Akibat dari adanya masalah-masalah tersebut, sumber daya hutan tidak dapat berfungsi secara optimal sebagai sistem lingkungan yang penting bagi penyangga kehidupan di bumi. Meskipun demikian, persoalan tentang pengelolaan sumber daya hutan, kurang mendapat perhatian dari para pengambil keputusan. Terdapat beberapa alternatif penyelesaian masalah yang dihadapi oleh sumber daya hutan di Indonesia, salah satunya adalah menggunakan pendekatan Game Theory. Pendekatan ini digunakan karena sumber daya hutan memiliki beberapa kriteria khusus. Kriteria yang pertama adalah terdapat banyak stakeholder yang saling terkait satu dengan lainnya dalam aktivitas pengelolaan hutan. Setiap stakeholder tersebut memiliki kepentingan yang berbeda sehingga rentan terhadap konflik. Kriteria yang kedua adalah output yang dihasilkan dari hutan dapat menjadi sumber pendapatan yang besar, sehingga membuat sumber

4

daya hutan menjadi sesuatu yang menarik untuk dimiliki dan diperebutkan. Kriteria yang ketiga adalah masalah tata batas yang dapat mengarah terjadinya konflik lokal, regional bahkan internasional (Albiac dan Soriano 2008). 2.2

Game Theory Menurut Neumann and Morgenstern (1953), Game Theory adalah cabang

matematika terapan yang sering dipakai dalam konteks ekonomi. Namun, mulai pertengahan abad kedua puluh, prinsip, konsep dan metodologi pada Game Theory telah berhasil diaplikasikan kedalam beberapa bidang lain. Bidang tersebut antara lain bidang politik, teknologi, sumber daya alam, hukum, kedokteran, dan lainnya. Seiring perkembangan zaman yang semakin pesat, Game Theory tidak hanya bisa digunakan untuk menganalisa masalah secara teoritis sesuai dengan hubungan antar masalah tersebut, namun juga bisa digunakan sebagai alat yang secara analitis memberikan pertimbangan untuk mengambil suatu keputusan. Manfaat dari adanya Game Theory adalah kita dapat melihat interaksi antar pemain dan hubungan saling ketergantungan antar pemain serta keterkaitan strategi yang mereka gunakan. Sebuah permainan strategis akan dicapai ketika seorang aktor memilih strategi yang dapat memaksimalkan keuntungan, berdasarkan strategi yang dipilih aktor lainnya. Secara ringkas teori ini menyediakan pendekatan permodelan formal terhadap situasi ekonomi, sosial, dan lingkungan mengenai bagaimana seorang aktor mengambil keputusan setelah berinteraksi dengan aktor lain. Game Theory dapat menjelaskan suatu paradoks yang cukup terkenal, yakni bagaimana seseorang dapat bekerjasama dalam masyarakat apabila masing-masing dari mereka cenderung berkompetisi dan berusaha untuk menjadi seorang pemenang. Terdapat beberapa istilah di dalam Game Theory (Turocy and Stengel 2001), antara lain adalah: 1.

Individualisme Pengertian individualisme adalah keinginan setiap pemain atau aktor untuk memenangkan permainan karena adanya persaingan dengan pemain yang lain.

5

2.

Rasionalitas Rasionalitas adalah tindakan rasional yang diambil dan diputuskan oleh seorang

pemain

berdasarkan

informasi

yang

lengkap

dari

lingkungannya. Seorang pemain dikatakan rasional jika ia berusaha untuk bermain dengan cara-cara tertentu untuk memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri. 3.

Saling Ketergantungan Saling ketergantungan adalah salah satu ciri paling mencolok dalam sebuah permainan. Hal ini disebabkan karena semua pemain berada pada suatu bentang lahan yang sama, sehingga hal ini menyebabkan hasil permainan dari seorang pemain bergantung pada pilihan strategi pemain lain.

4.

Strategi Pengertian strategi adalah serangkaian pilihan terbaik bagi seorang pemain terhadap suatu keadaan dalam keseluruhan permainan.

2.3

Keseimbangan Nash Menurut Nash (1953), salah seorang pelopor Game Theory, menunjukkan

perbedaan antara permainan kooperatif dan non-kooperatif. Pengertian permainan kooperatif adalah kondisi ketika masing-masing pemain saling bekerjasama secara terikat dan memikirkan bagaimana suatu sumber daya dapat dibagi secara adil. Permainan non-kooperatif memperbolehkan kerjasama dilakukan, namun lebih mengacu kepada bagaimana seseorang dapat mencapai tujuannya sendiri atas dasar interaksinya dengan orang lain. Hasil dari kondisi ini adalah suatu keseimbangan (equilibrium), yang disebut sebagai keseimbangan Nash. Selain menjelaskan mengenai teori kooperatif dan non-kooperatif, keseimbangan Nash juga menjelaskan mengenai strategi optimal yang dapat dilakukan oleh seorang pemain terhadap strategi optimal yang dikeluarkan oleh pemain lain. Ketika seorang pemain memilih untuk menggunakan strategi yang tidak optimal, maka permainan tersebut tidak bisa dikatakan mencapai keseimbangan. Keseimbangan Nash dalam sebuah permainan, dapat diidentifikasi setidaknya menggunakan dua langkah, yang pertama adalah mengidentifikasi strategi optimal seorang individu atau pemain yang merupakan bentuk respon

6

terhadap strategi yang mungkin dilakukan oleh pemain lain. Kedua adalah ketika semua pemain bermain menggunakan strategi optimal yang mereka miliki (Romp 1997). 2.4

Role-Playing Game Role-playing game adalah sebuah mekanisme yang dirancang khusus untuk

melihat interaksi antar pemain atau aktor sesuai dengan peran yang mereka mainkan dalam sebuah simulasi permainan (Cooper et al. 1999). Melalui mekanisme ini, seseorang dapat mengamati peran apa yang sebenarnya dimainkan, bagaimana tindakan dan keputusan pemain tersebut berdampak terhadap perilaku dan keputusan pemain lain, dan dampak keputusan tersebut terhadap keputusan yang menyangkut lingkungan. Selama permainan, setiap pemain diperbolehkan untuk bertindak secara kolektif, untuk ikut ambil bagian dalam menciptakan suatu lembaga atau aturan baru di antara pemain, atau untuk bekerjasama satu dengan lainnya. Ketika permainan berakhir, setiap pemain dapat menganalisis tindakan serta mengambil pelajaran kemudian membandingkan permainan tersebut ke dunia nyata. Permainan simulasi mempunyai beberapa bentuk, bentuk yang pertama adalah bentuk realitas eksplisit. Bentuk ini memiliki arti bahwa ketika permainan menyajikan situasi nyata aktor dan sumber daya alam. Bentuk kedua adalah bentuk realita implisit yang berarti permainan merupakan versi penyederhanaan dari aktor dan sumber daya alam. Terakhir adalah bentuk dunia virtual, yang memiliki arti bahwa permainan tidak selalu terkait dengan isu para aktor dan sumber daya alam pada dunia nyata. (ComMod 2009). 2.5

Landscape Game Terdapat beberapa alat simulasi yang merupakan hasil dari penurunan

konsep Game Theory, antara lain adalah MAS (Multi Agent Simulation), CORMAS (program yang khusus diciptakan untuk melihat interaksi dalam pengelolaan sumber daya alam), INRM

(Integrated Natural Resource

Management). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Landscape Game. Alasan penggunaan game sebagai media dikarenakan anggapan bahwa game adalah suatu pendekatan yang efisien untuk bekerja dengan para pemangku

7

kepentingan, sehingga proses simulasi menjadi lebih sederhana dan dapat berfokus pada permainan tersebut. Selain itu, game memenuhi beberapa syarat dalam interaksi antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan. Syarat tersebut antara lain adanya strategi yang digunakan, adanya pemain atau aktor, adanya arena dan adanya peraturan yang harus diikuti. Landscape Game sendiri merupakan sebuah permainan yang fun, peduli lingkungan dan sensitif terhadap kebijakan pemerintah dan pasar. Permainan ini dilakukan di atas sebuah bentang alam (landscape) yang terdiri atas tutupan lahan alami dan buatan yang terdiri atas hutan inti, hutan tepi, dan lahan mosaik sebagai sebuah kesatuan ekosistem. Dijelaskan oleh Chomitz (2007), setiap bentang alam memiliki ciri dan kerentanan tersendiri terhadap faktor luar, karakteristik dari jenis-jenis bentang tersebut adalah sebagai berikut: 1.

Hutan inti (forest core) memiliki ciri terdapat banyak hutan dengan sedikit penduduk dan sebagian besar adalah penduduk asli serta adanya sejumlah tekanan terhadap sumber daya kayu. Selain itu hutan inti memiliki jarak lebih dari enam kilometer di luar lahan mosaik.

2.

Jenis lahan berikutnya adalah hutan tepi (forest edge). Jenis ini memiliki tekanan untuk terjadinya penggundulan hutan dan degradasi lahan hutan cukup tinggi, serta pengawasan sering kali tidak efektif karena aksesbilitas yang mudah. Hutan ini berada di luar wilayah lahan mosaik, tetapi tidak lebih dari enam kilometer jaraknya dari lahan mosaik. Definisi ini didasarkan pada jarak rata-rata kasar aktivitas pengambilan sumber daya hutan oleh rumah tangga atau pertanian berpindah di sekitar pemukiman.

3.

Lahan mosaik (mosaic land) adalah lahan dengan kepemilikan yang biasanya didefinisikan atas kepadatan penduduk yang tinggi, letaknya lebih dekat dengan pasar dan sering kali pengelolaan hutan alaminya tidak dapat bersaing (dari sudut pandang pemilik lahan) dengan pertanian atau perkebunan. Investasi pada jenis ini pada umumnya adalah lahan pertanian, campuran antara hutan dan pertanian, dan bagian bagian kecil dari hutan yang dikelilingi oleh lahan pertanian. Jadi domain ini terdiri dari atas hutan-hutan mosaik yang dikelilingi

8

lahan-lahan pertanian yang luas. Berikut adalah gambar Landscape Game, lahan atau sel yang berwarna kuning adalah jenis lahan mozaik, warna hijau muda adalah lahan hutan tepi dan lahan dengan warna hijau tua adalah lahan hutan inti.

Gambar 1 Papan permainan Landscape Game (Purnomo 2008). Dibutuhkan strategi untuk memenangkan permainan Landscape Game ini, karena permainan ini memadukan konsep manajemen bentang alam yang berkelanjutan, konservasi, Game Theory, dan kegembiraan. Strategi yang digunakan pemain nantinya harus dapat memaksimalkan keuntungan pemain dan pada saat yang bersamaan juga harus memperhatikan keragaman bentang alam, penyerapan karbon untuk mencegah pemanasan global dan penciptaan tenaga kerja. Strategi yang digunakan pemain erat kaitannya dengan kebijakan yang berlaku ketika permainan berlangsung. Kebijakan pada permainan ini merupakan gambaran simulasi dari kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam oleh manusia. Kebijakan manusia dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan lingkungan sosial pengambil kebijakan.

9

2.6

Teori Penilaian Sumber daya Alam

1. Teori Naturalis Teori ini menjelaskan bahwa dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam, manusia tidak boleh sampai menimbulkan kerusakan yang signifikan terhadap lingkungan. Segala sesuatu benda yang berada pada sebuah komunitas biotik memiliki hak untuk dijaga keberadaannya, keberlanjutannya, dan keindahannya. Selain itu, teori ini menjelaskan tentang bagaimana sumber daya alam tidak bisa dimanfaatkan secara sembarangan oleh manusia. 2. Teori Libertarian Teori ini menjelaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam dapat dilakukan dengan baik dan lestari jika dikelola oleh manusia dengan kepemilikan individu yang jelas. Selain itu, menurut pencetus teori ini, Robert Nozick dalam Nozick (1974), pemberian hak secara individu akan membentuk kesejahteraan sosial secara keseluruhan karena kekayaan akan terdistribusi dengan baik melalui sistem pajak. Teori ini juga menjelaskan bahwa setiap individu dapat memanfaatkan sumber daya alam secara bebas untuk kesejahteraan manusia asalkan terdapat legalitas dan terjadi akad jual beli antara pemain dan pemerintah. 3. Teori Rawlsian Teori selanjutnya adalah teori Rawlsian yang dicetuskan oleh John Rawls dalam Rawls (1971). Teori ini merupakan kebalikan dari teori yang dikemukakan oleh Nozick meskipun terdapat kesamaan, yakni obyek utamanya adalah menyejahterakan manusia. Menurut teori ini, kesejahteraan sosial dalam teori ini hanya akan dapat dicapai jika pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan prinsip kepemilikan secara umum atau bersama sehingga keadilan sosial akan diperoleh melalui distribusi kekayaan yang merata.

10

4. Teori Utilitarian Teori ini dicetuskan oleh Davis Hume dan disempurnakan oleh Stuart Mill dalam Mill (1906). Teori ini menjelaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus mempertimbangkan kesejahteraan secara sosial yang merupakan agregasi dari utilitas individu dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Teori ini termasuk kedalam teori ekonomi modern yang mengatakan bahwa sumber daya alam harus dimanfaatkan sebesar mungkin untuk kesejahteraan manusia dengan waktu selama mungkin.

11

BAB III METODOLOGI 3.1

Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan

Desember 2011. Tempat dilakukannya pengambilan data untuk penelitian ini adalah Institut Pertanian Bogor, CIFOR (Center of International Forestry Research), Perum Perhutani Kabupaten Kendal dan Perum Perhutani Kabupaten Bogor (BKPH Ciawi). 3.2

Kerangka Berpikir Sebagai properti publik, hutan memiliki peran yang sangat penting dalam

kehidupan manusia. Ekosistem hutan dapat menyediakan barang dan jasa lingkungan untuk kelangsungan hidup bagi manusia, oleh sebab itu banyak pihak yang berusaha menguasai hutan menjadi hak milik pribadi. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kepentingan antar aktor di sekitar hutan yang bisa berdampak negatif terhadap hutan. Melihat kondisi tersebut, maka diperlukan sebuah strategi pengelolaan hutan yang memperhatikan kelestarian ekosistem dan kesejahteraan sosial serta keuntungan bagi semua pihak. Strategi ini diharapkan dapat diamati melalui metode simulasi menggunakan Landscape Game. 3.3

Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai

berikut: a) Satu set Landscape Game b) Alat tulis c) Kamera/ Camcorder d) Kalkulator e) Stopwatch f) Tally sheet Objek yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini adalah para pihak yang berhubungan langsung dengan hutan dan yang tidak berhubungan langsung dengan hutan.

12

3.4

Metode Pengambilan Data Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

dengan cara observasi, yaitu teknik mengumpulkan data melalui pengamatan langsung terhadap permainan Landscape Game. Pemilihan pemain dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling dan diharapkan dapat mewakili pemangku kepentingan yang berhubungan dengan hutan. Jumlah total pemain yang diambil untuk keperluan penelitian adalah 39 pemain. 3.5. Jenis Data, Metode Pengumpulan Data, Sumber Data, dan Manfaat Data Tabel 1 Metode pengumpulan data Jenis Data Data

Metode Pengambilan Pencatatan,

Sumber Data Responden (Mahasiswa

Manfaat Data IPB, Mengetahui jenis investasi

Primer

Pengamatan,

staf

KPH pemain,

.

Diskusi.

Perum

Perhutani

motivasi

pemain

Kendal dan KPH Bogor, peserta melakukan investasi, latar pelatihan

dari

Wageningen belakang

pendidikan

dan

University, Dinas Pertanian dan pekerjaan, serta pemenang Kehutanan Kabupaten Bogor, dalam permainan tersebut. Akademisi, serta LMDH Ciawi dan Kendal).

Data primer yang diambil dari pengamatan terhadap permainan meliputi : 1.

Data mengenai latar belakang pendidikan dan pekerjaan pemain.

2.

Data mengenai latar belakang pemain untuk melakukan suatu investasi atau tidak.

3.

Data mengenai jumlah kekayaan yang dimiliki oleh setiap pemain (lambang “Þ” dibelakang angka memiliki arti poin).

4.

Data mengenai perubahan bentang alam, apakah semakin lestari atau semakin rusak.

Data tersebut dikumpulkan setelah semua pemain melangkah sesuai aturan permainan Landscape Game, sebagai berikut: 1.

Permainan ini idealnya dimainkan oleh tiga sampai enam pemain yang terdiri dari empat aktor berperan sebagai pemain, satu aktor lainnya

13

berperan sebagai bankir dan aktor terakhir berperan sebagai pengambil keputusan atau pemerintah. Petugas bank dan pemerintah dapat dimainkan oleh satu orang, mengingat tugas bank hanya mengatur arus keluar masuk uang dalam permainan. Sebelum permainan dimulai, pemain dan pemerintah membuat kesepakatan mengenai lamanya waktu untuk bermain, pada umumnya diperlukan waktu 90 menit untuk pemula dan 60 menit untuk yang sudah biasa. 2.

Setelah ditentukan enam orang atau lima orang yang akan bermain dan telah memilih warna simbol yang akan digunakan, petugas bank akan membagikan uang kepada setiap pemain dengan jumlah yang sama rata, yakni 100Þ (lambang “Þ” dibelakang angka memiliki arti poin). Pemerintah dalam permainan ini mendapatkan uang sebesar 200Þ untuk menjalankan kebijakannya.

3.

Setelah para pemain menentukan siapa yang akan melangkah terlebih dahulu, pemain harus mengawali permainan secara acak. Hal ini dilakukan dengan melempar sebuah dadu di atas bentang alam yang diberi nomor 1 sampai 100. Jika dadu tersebut jatuh pada sel atau lahan nomor 10, maka pemain tersebut memulai permainan dari sel tersebut (sel nomor 10), begitu juga dengan pemain lainnya.

4.

Setelah itu setiap pemain harus bergerak menuju sel nomor 100. Permainan ini dipandu tiga buah dadu yang berperan sebagai clock, apabila seorang pemain melempar dadu dan mendapatkan jumlah angka pada dadu tersebut berjumlah 13, maka pemain tersebut akan melangkah sebanyak 13 langkah. Apabila seorang pemain melempar dadu kemudian mendapatkan jumlah angka pada dadu tersebut berjumlah 18 maka dia mendapatkan kesempatan untuk melempar sekali lagi.

5.

Ketika seorang pemain berada pada sebuah zona atau sel lahan inti, tepi atau mozaik, ragam investasi dapat dilakukan dengan biaya tertentu (Lampiran 1). Beberapa lahan hanya cocok untuk investasi dengan jenis tertentu, seperti tambang dan air minum. Selain itu terdapat beberapa sel yang berisi hukuman atau denda, yaitu sel fire nomor 37 dan 80

14

serta sel landslide nomor 43. Jika pemain berada pada sel dengan simbol sustainability (nomor 18 dan 84), maka pemain tersebut akan mendapatkan kesempatan untuk mengambil satu kartu dari tumpukan kartu kelestarian dan mendapatkan sejumlah uang seperti yang tertera pada kartu tersebut. Pemain harus mengambil kartu pada tumpukan dan harus membayar sejumlah uang dengan nominal yang tertera pada kartu jika pemain berada pada sel dengan simbol badai nomor 48. Seorang pemain harus membayarkan sejumlah uang kepada bank untuk dapat berinvestasi, setelah itu petugas bank akan memberikan sertifikat bukti kepemilikan lahan yang berisi penjelasan mengenai tipe investasi, biaya, keuntungan, dan hipotek. Setelah itu pemain harus membuat tanda investasi pada lahannya dengan simbol yang telah disediakan sesuai dengan macam investasinya dan warna yang dipilih pemain tersebut. 6.

Petugas bank akan membayarkan hasil investasi pemain setelah seorang pemain menyelesaikan satu putaran. Satu putaran adalah seratus langkah yang diperlukan untuk bergerak dari tempat awal pemain berinvestasi sampai kembali lagi ke tempat tersebut. Diperlukan investasi kembali atau reinvestasi untuk beberapa tipe investasi, seperti pada investasi sengon, jati, pembalakan hutan, dan kelapa sawit. Jumlah yang harus dibayarkan saat reinvestasi pertama dan seterusnya adalah 5Þ

lebih

rendah

dari

investasi

pertama

karena

keterbatasan

infrastruktur. Untuk sel ekowisata keuntungan didapat dari setiap pemain yang berada atau melewati lahan tersebut. 7.

Apabila seorang pemain berada pada sel milik pemain lain atau yang berbatasan dengan tersebut, maka pemain dapat melakukan negosiasi dengan pemilik lahan untuk dapat membeli atau bekerjasama pada sel tersebut.

8.

Selama permainan berlangsung, pemerintah mengamati perilaku pemain dan menganalisis perubahan bentang alam. Pemerintah dapat membuat kebijakan, memberi insentif dan disinsentif pada seorang pemain

karena

memilih

investasi

tertentu

selama

permainan

15

berlangsung atau sebelum permainan dimulai. Setiap pemain dapat membuat usulan kebijakan kepada pemerintah. Dalam permainan ini pemerintah diharapkan bersifat adil kepada seluruh pemain (Purnomo 2008). 3.6

Analisis Data Data yang dikumpulkan diidentifikasi dan dianalisis secara deskriptif serta

diolah dengan tabulasi. Analisis deskriptif ini menguraikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ditemukan secara mendetail berdasarkan kecukupan informasi. Hasil data yang sudah terkumpul diinterpretasikan dalam bentuk teks naratif, dan tabel untuk kemudian dibahas mengenai strategi terbaik yang dilakukan oleh tiap pemain untuk memenangkan permainan dengan tetap memperhatikan kelestarian alam. Pada akhir permainan, semua stakeholder akan melakukan identifikasi mengenai kondisi dari bentang alam tersebut, apakah setelah dikelola oleh para stakeholder dan ditetapkannya aturan pemerintah, bentang alam tersebut akan berubah menjadi lebih baik atau buruk.

16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1

Hasil Responden dalam penelitian ini dibagi menjadi empat golongan yang

berbeda, yakni mahasiswa dan dosen, perusahaan kehutanan (Perum Perhutani KPH Kendal), praktisi kehutanan internasional dan golongan stakeholder kehutanan di Bogor (Perum Perhutani KPH Bogor, akademisi, LMDH, Dinas Kehutanan Bogor). Dilakukan tiga kali ulangan pada golongan mahasiswa, perusahaan kehutanan satu kali ulangan, praktisi kehutanan internasional satu kali ulangan dan campuran satu kali ulangan. Diharapkan dengan pengulangan ini akan dapat dilihat pola atau kecenderungan dalam mengelola hutan. 4.1.1 Golongan Mahasiswa Permainan ini dimainkan oleh mahasiswa dan dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pemilihan mahasiswa sebagai responden disebabkan karena beberapa alasan. Alasan yang pertama adalah karena mahasiswa dianggap dapat meningkatkan kualitas dari permainan. Selain itu mahasiswa dianggap memiliki keterampilan berpikir secara kritis dan mampu secara bebas mengekspresikan ide-ide tentang masa depan suatu sumber daya alam (Colella 2000). Permainan Landscape Game bersama mahasiswa dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan pemain yang berbeda setiap ulangannya. Permainan pertama dan kedua dimainkan oleh enam pemain, sedangkan pada pengulangan ketiga dimainkan oleh empat pemain. Perbedaan jumlah pemain ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbandingan jumlah pendapatan setiap pemain pada akhir permainan dan bagaimana kondisi lahan setelah permainan berakhir. 4.1.1.1 Permainan Pertama Permainan pertama berlangsung selama 90 menit dan melewati dua kali putaran. Permainan ini dimainkan oleh enam aktor yang terdiri atas empat aktor berperan sebagai stakeholder yang langsung berhubungan dengan hutan, satu aktor berperan sebagai pemerintah yang mengatur jalannya permainan, dan satu aktor berperan sebagai bankir yang mengatur aliran uang. Pemain B, C, dan D

17

memiliki dasar ilmu kehutanan, sedangkan pemain A memiliki dasar ilmu ekonomi. Pemain C pada permainan ini menjadi pemenang dengan total keuntungan sebesar 481Ϸ, yang terdiri atas 144Ϸ aset dan 337Ϸ uang tunai. Pemain yang berada pada peringkat kedua adalah pemain A dengan total keuntungan 454Ϸ yang terdiri atas 167Ϸ aset dan 320Ϸ uang tunai. Selain mendapatkan keuntungan, pemain ini juga harus membayar hutang kepada bank sebesar 33Ϸ. Pemain B menempati urutan ketiga dengan total keuntungan sebesar 400Ϸ yang terdiri atas 231Ϸ aset dan 224Ϸ uang tunai. Pemain ini juga harus membayar hutang kepada bank sebesar 55Ϸ. Pada urutan keempat terdapat pemain D yang memiliki total keuntungan sebesar 278Ϸ. Total keuntungan tersebut terdiri atas 59Ϸ aset dan 219Ϸ uang tunai. Produktivitas setiap pemain pada permainan Landscape Game ini dihitung berdasarkan total keuntungan setiap pemain dikurangi dengan modal awal setiap pemain (100Þ). Produktivitas lahan dalam setiap permainan didapatkan dari hasil penjumlahan produktivitas setiap pemain. Produktivitas terbesar pada permainan ini dimiliki oleh pemain C, yaitu sebesar 381Þ, disusul oleh pemain A dengan 357Þ, pemain B dengan 300Þ dan pemain D dengan 178Þ. Nilai total produktivitas lahan pada permainan ini adalah 1216Þ yang merupakan hasil dari penjumlahan produktivitas setiap pemain (lambang “Þ” dibelakang angka memiliki arti poin). Pemerintah pada permainan ini mengeluarkan beberapa aturan, antara lain pajak penghasilan untuk investasi pembalakan hutan, pertambangan dan biofuel. Selain mengeluarkan pajak, pemerintah juga memberikan insentif kepada pemain. Salah satu bentuk insentifnya adalah memberikan potongan harga sebesar 1Ϸ kepada pemain yang berinvestasi karbon pada lahan hutan inti atau hutan tepi. Selain itu, pemerintah juga mengharuskan para pemain untuk membayar lebih mahal 5Ϸ untuk jenis investasi yang berada dekat dengan jalan. Terdapat sebuah keputusan dari pemerintah yang dianggap “kontroversial” oleh para pemain dalam permainan ini, yakni dilarangnya melakukan privatisasi terhadap sumber daya air. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 2.

18

Tabel 2 Hasil permainan bersama empat mahasiswa dan dosen Investasi Investasi

Aset Uang Hutang Denda Total Produktifitas Keberlanjutan

Pemain/ aktor A Jenis Nilai Investasi J 50 S (2) 50 KS 16 E (2) 14 PH 7 B 5 167 323 33 457Þ

Pemain/ aktor B Jenis Nilai Investasi S (2) 50 A (2) 34 E (3) 21 KS 16 K (3) 15 PH 7 231 224 55 400Þ

Pemain/ aktor C Jenis Nilai Investasi S (3) 75 K (5) 25 PH (3) 21 KS 16 E 7

Pemain/ aktor D Jenis Nilai Investasi E 21 A 17 KS 16 PH (2) 14

144 337 481Þ

59 219 278 Þ

357 Þ

300Þ

381Þ

178 Þ

+4

+4

+1

0

Ket: J:Jati, S:Sengon, KS:Kelapa sawit, E:Ekowisata, PH:Pembalakan hutan, B:Biofuel, A:Akasia, K:Karbon, ( ): Jumlah Investasi, Þ: Poin

4.1.1.2 Permainan Kedua Sebelum permainan dimulai, para pemain telah membuat kesepakatan bahwa permainan ini akan berakhir ketika setiap pemain mencapai titik awal dimulainya permainan untuk kedua kali. Sama dengan permainan pertama, permainan kali ini dimainkan oleh enam pemain yang terdiri atas empat aktor berperan sebagai pemain yang berhubungan langsung dengan hutan dan dua aktor lagi berperan sebagai pemerintah dan bank. Permainan ini dimenangkan oleh pemain B dengan total keuntungan sebesar 414Ϸ yang terdiri atas 123Ϸ aset dan 291Ϸ uang tunai. Setelah pemain B, pada urutan kedua terdapat pemain C dengan total keuntungan sebesar 365Ϸ yang terdiri atas 127Ϸ aset dan 308Ϸ uang tunai. Pemain yang berada pada urutan ketiga adalah pemain D. Pemain ini memiliki total keuntungan sebesar 346Ϸ yang terdiri atas 95Ϸ aset dan 271Ϸ uang tunai. Selain itu, pemain ini harus membayar hutang kepada bank sebesar 70Ϸ. Pemain A menempati posisi terakhir pada permainan ini dengan total keuntungan sebesar 313Ϸ yang terdiri atas 102Ϸ aset dan 211Ϸ uang tunai. Pada permainan ini, pemain B memiliki produktivitas terbesar dengan 314Þ, disusul oleh pemain C dengan 265Þ. Pada urutan ketiga terdapat pemain D dengan 246Þ dan pemain D pada posisi keempat dengan 213Þ.

19

Nilai total produktivitas lahan pada permainan ini adalah 1038Þ yang merupakan hasil dari penjumlahan produktivitas setiap pemain (lambang “Þ” di belakang angka memiliki arti poin). Pemerintah mengeluarkan beberapa aturan dalam permainan ini, antara lain pajak untuk investasi pembalakan hutan ditetapkan sebesar 10% dan memberikan insentif kepada pemain yang berinvestasi karbon dan ekowisata. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil permainan bersama empat stakeholder mahasiswa Investasi Investasi

Aset Uang Hutang Denda Total Produktivitas Kelestarian

Pemain/ aktor A Jenis Nilai Investasi J 50 E (3) 21 KS 16 K (3) 15

Pemain/ aktor B Jenis Nilai Investasi J 50 S 25 K (4) 20 E (2) 14 PH (2) 14

Pemain/ aktor C Jenis Nilai Investasi J 50 K (4) 20 KS (2) 36 PH (2) 14 E 7

Pemain/ aktor D Jenis Nilai Investasi J 50 E (3) 21 K (2) 10 PH (2) 14

95 271 20 346Þ

102 211

123 291

313 Þ

414 Þ

127 308 70 365 Þ

213 Þ

314 Þ

265 Þ

246Þ

+2

0

+1

-1

Ket: J:Jati, S:Sengon, KS:Kelapa sawit, E:Ekowisata, PH:Pembalakan hutan, B:Biofuel, A:Akasia, K:Karbon, ( ): Jumlah Investasi, Þ: Poin.

4.1.1.3 Permainan Ketiga Pengulangan permainan Landscape Game yang ketiga dimainkan oleh empat pemain. Keempat pemain ini terdiri atas tiga pemain yang bermain sebagai stakeholder di lapangan dan satu pemain lagi berperan ganda menjadi petugas bank sekaligus pemerintah. Permainan ini berlangsung selama 90 menit dengan dibantu menggunakan tiga dadu sebagai indikator waktu. Permainan ini dimenangkan oleh pemain C dengan total keuntungan sebesar 584Ϸ yang terdiri atas 166Ϸ aset dan 418Ϸ uang tunai. Pemain A dengan total keuntungan sebesar 524Ϸ yang terdiri atas 197Ϸ aset dan 479Ϸ uang tunai menempati posisi kedua. Selain itu, pemain ini harus membayar hutang dan denda dari pemerintah sebesar 152Ϸ. Posisi terakhir pada permainan ini adalah pemain

20

B. Pemain ini memiliki total keuntungan sebesar 377Ϸ yang terdiri atas 195Ϸ aset dan 232Ϸ uang tunai. Pemain B harus mengeluarkan uang sebesar 50Ϸ untuk membayar hutang kepada bank. Pemain yang memiliki produktivitas tertinggi pada permainan ini adalah pemain C dengan 484Þ, disusul oleh pemain A dengan 424Þ. Pada posisi terakhir terdapat pemain B dengan 277Þ. Nilai total produktivitas lahan pada permainan ini berjumlah 1185Þ yang merupakan hasil dari penjumlahan produktivitas setiap pemain (lambang “Þ” di belakang angka memiliki arti poin). Pemerintah pada permainan ini mengeluarkan beberapa aturan, di antaranya aturan mengenai pelarangan melakukan pembalakan hutan di sekitar sumber air dan enclave. Selain itu, pemerintah juga memberikan potongan harga terhadap pemain yang memilik investasi akasia karena pemerintah membutuhkan banyak bahan baku untuk produksi kertas. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil permainan bersama tiga stakeholder mahasiswa Investasi Investasi

Aset Uang Hutang Denda Total Produktivitas Kelestarian

Pemain/ aktor A Jenis Nilai Investasi J 50 A (2) 34 E (5) 35 PH (4) 28 S 25 K (5) 25

Pemain/ aktor B Jenis Investasi

Pemain/ aktor C

Nilai

Jenis Investasi

Nilai

S KS (2) Pr K (4) E (4) PH (2) B (2)

197 479 42 110 524Þ

32 30 17 15 14 7 5 195 232 50 377Þ

50 32 30 20 20 14 10 166 418

424Þ

277Þ

484Þ

0

+3

+3

KS (2) Pr A K (3) E (2) PH B

584Þ

Ket: J:Jati, S:Sengon, KS:Kelapa sawit, E:Ekowisata, PH:Pembalakan hutan, B:Biofuel, A:Akasia, K:Karbon, Pr:Pertambangan, ( ): Jumlah Investasi, Þ: Poin.

Selain perhitungan total keuntungan dan produktivitas lahan, pemain dan pemerintah juga melakukan perhitungan terhadap perubahan kelestarian lahan. Perubahan lahan ini didasarkan pada perubahan tutupan lahan, yakni ketika lahan

21

tersebut mengalami perubahan dari lahan bervegetasi menjadi lahan tidak bervegetasi maka akan mendapatkan nilai (+1). Contoh dari aktivitas ini adalah kegiatan penanaman lahan belum bervegetasi. Sebaliknya, perubahan lahan dari lahan bervegetasi menjadi tidak bervegetasi akan mendapatkan nilai (-1) karena dianggap merusak lahan. Contoh aktivitas ini adalah kegiatan pembalakan hutan. Selain kedua hal tersebut, lahan yang tidak mengalami perubahan diberikan nilai 0. Salah satu dari aktivitasnya adalah ekowisata. Pada pengulangan pertama bersama mahasiswa dan dosen, nilai kelestarian lahan mendapatkan jumlah (+9) yang berasal dari penjumlahan nilai kelestarian dari setiap pemain. Ketika permainan dilakukan pada pengulangan kedua bersama mahasiswa, kelestarian lahan mendapatkan nilai total (+2). Selanjutnya, pada pengulangan ketiga bersama empat mahasiswa, kelestarian lahan mendapatkan nilai total (+6). 4.1.2 Golongan Perusahaan Hutan Sebagai salah satu instansi yang sudah lama melaksanakan kegiatan pengusahaan hutan tanaman jati di Indonesia, Perum Perhutani KPH Kendal dianggap memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai salah satu responden dalam penelitian ini. Selain itu, Perum Perhutani KPH Kendal juga telah mendapat sertifikat pengelolaan hutan yang lestari dari FSC. Simulasi pengelolaan hutan menggunakan Landscape Game ini dimainkan oleh staf serta petugas lapangan Perum Perhutani KPH Kendal. Terdapat enam aktor yang bermain dalam permainan ini, empat aktor berperan sebagai stakeholder yang langsung berhubungan dengan hutan, satu aktor berperan sebagai pemerintah, dan yang terakhir berperan sebagai bankir. Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain penetapan pajak untuk semua jenis investasi dan memberikan insentif kepada pemain yang mendukung kegiatan pelestarian hutan. Jenis dan jumlah pajak yang harus dibayarkan pemain kepada pemerintah antara lain pajak pembalakan hutan sebesar 5%, pajak karbon sebesar 3%, dan pajak ekowisata sebesar 2%. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan aturan mengenai pelarangan berinvestasi kelapa sawit di sekitar pemukiman. Permainan ini dimenangkan oleh pemain D yang memiliki total keuntungan sebesar 336Ϸ. Jumlah tersebut terdiri atas 156Ϸ aset, 300Ϸ uang tunai, selain harus membayar hutang dan denda sebesar 120Ϸ kepada

22

bank. Pemain A adalah pemain yang berada pada posisi kedua dengan total keuntungan sebesar 304Ϸ. Jumlah tersebut terdiri atas 123Ϸ berupa aset, 251Ϸ uang tunai dan hutang kepada bank sebesar 70Ϸ. Pemain C yang berada pada urutan ketiga mendapatkan total keuntungan sebesar 210Ϸ. Jumlah ini terdiri atas 121Ϸ aset dan 89Ϸ berupa uang tunai. Pemain B yang berada pada urutan keempat mendapatkan total pemasukan sebesar 160Ϸ yang terdiri atas 90Ϸ aset dan 70Ϸ uang tunai (lambang “Þ” di belakang angka memiliki arti poin). Pada permainan ini nilai total produktivitas lahannya adalah 710Þ yang berasal dari penjumlahan nilai produktivitas setiap pemain. Pemain yang memiliki nilai produktivitas terbesar adalah pemain D dengan nilai 236Þ, kemudian pemain A 204Þ, pemain B dengan 160Þ dan pemain C dengan 110Þ. Nilai total kelestarian lahan pada permainan keempat ini berjumlah (-1). Nilai tersebut berasal dari penjumlahan nilai kelestarian lahan setiap pemain. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil permainan bersama empat stakeholder petugas lapangan Perhutani Investasi Investasi

Aset Uang Hutang Denda Total Produktivitas Kelestarian

Pemain/ aktor A Jenis Nilai Investasi PH (5) 35 KS (2) 32 S 25 E (3) 21 B 5 K 5

Pemain/ aktor B Jenis Nilai Investasi S 25 K (4) 20 A 17 PH (2) 14 E (2) 14

Pemain/ aktor C Jenis Nilai Investasi PH (5) 35 KS (2) 32 S 25 K (3) 15 E (2) 14

Pemain/ aktor D Jenis Nilai Investasi J 50 S (2) 50 E (3) 21 KS 16 PH (2) 14 K 5

123 251 70 304Þ

90 170 260Þ

121 239 75 210Þ

156 300 80 40 336Þ

204Þ

160Þ

110Þ

236Þ

-1

0

-2

+2

Ket: J:Jati, S:Sengon, KS:Kelapa sawit, E:Ekowisata, PH:Pembalakan hutan, B:Biofuel, A:Akasia, K:Karbon, Pr:Pertambangan, ( ): Jumlah Investasi. Þ: Poin

4.1.3 Golongan Praktisi Kehutanan Internasional Permainan kelima dimainkan di CIFOR dalam acara pelatihan tentang pendekatan multi stakeholder dalam pengelolaan sumber daya hutan yang

23

diadakan oleh Wageningen University bekerjasama dengan CIFOR. Para peserta datang dari berbagai latar belakang dan keahlian. Disamping itu, mereka juga berasal dari berbagai negara (Indonesia, Kamboja, Bangladesh, Kenya, Etiopia, Georgia, Ghana, dan Tanzania). Permainan ini menempatkan 11 orang sebagai stakeholder yang dibagi menjadi empat pasangan, dua orang sebagai pemerintah, dan satu orang berperan sebagai bankir. Permainan ini berlangsung selama 90 menit dan menyelesaikan satu putaran permainan. Pemenang dari permainan ini adalah pemain B dengan total keuntungan 319Ϸ yang terdiri atas 164Ϸ aset dan 155Ϸ uang tunai. Pada urutan kedua terdapat pemain D dengan total keuntungan 258Ϸ yang terdiri atas 128Ϸ aset dan 130Ϸ uang tunai. Pemain A yang menempati urutan ketiga memiliki total keuntungan sebesar 210Ϸ yang terdiri atas 95Ϸ aset dan 115Ϸ uang tunai. Posisi keempat terdapat pemain C dengan total keuntungan sebesar 178Ϸ yang terdiri atas 98Ϸ aset dan 80Ϸ uang tunai. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil permainan bersama CIFOR dan Wageningen University Investasi Investasi

Aset Uang Denda Total Produktivitas Kelestarian

Pemain/ aktor A Jenis Nilai Investasi S 25 K (5) 25 E (3) 21 A 17 PH 7

Pemain/ aktor B Jenis Nilai Investasi J (2) 100 S 25 K (3) 15 E (2) 14 B (2) 10

Pemain/ aktor C Jenis Nilai Investasi S 25 K (5) 25 E (3) 21 A 17 B (2) 10

Pemain/ aktor D Jenis Nilai Investasi J 50 Ar 40 E (4) 28 S 25 K (2) 10

95 115 210Þ

164 155 319Þ

98 190 110 178Þ

128 180 308Þ

110Þ

219Þ

78Þ

208Þ

+1

+5

+4

+2

Ket: J:Jati, S:Sengon, KS:Kelapa sawit, E:Ekowisata, PH:Pembalakan hutan, B:Biofuel, A:Akasia, K:Karbon, Pr:Pertambangan, Ar:Air, ( ): Jumlah Investasi, Þ: Poin

Pada permainan ini nilai total produktivitas lahannya adalah 615Þ yang berasal dari penjumlahan nilai produktivitas setiap pemain. Pemain B memiliki nilai produktivitas terbesar, yakni dengan 219Þ, disusul oleh pemain D dengan

24

208Þ. Pada urutan ketiga terdapat pemain A dengan nilai produktivitas 110Þ. Posisi keempat terdapat pemain C dengan nilai 78Þ. Nilai total kelestarian lahan pada permainan keempat ini berjumlah (+12). Nilai tersebut berasal dari penjumlahan nilai kelestarian lahan setiap pemain. Hal ini disebabkan karena hanya terdapat satu kegiatan pembalakan hutan dan 13 kegiatan penanaman. Pemerintah dalam permainan ini menetapkan beberapa kebijakan yang harus dipatuhi oleh para pemain. Aturan tersebut antara lain dilarangnya kegiatan pembalakan hutan dan konversi lahan hutan, dan konversi lahan kosong menjadi lahan bervegetasi harus diperbanyak. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 6 di atas. 4.1.4 Golongan stakeholder kehutanan di Bogor (KPH Bogor, Dinas Kehutanan Bogor, LMDH, Akademisi) Sebuah kegiatan pengelolaan hutan akan selalu melibatkan banyak pihak. Simulasi permainan keenam ini dimainkan oleh lima aktor yang memiliki latar belakang yang berbeda, Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Perum Perhutani, LMDH, dan akademisi. Pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan, antara lain menerapkan pajak bagi semua jenis investasi dan memberikan insentif kepada pemain yang mendukung kegiatan pelestarian hutan. Jenis dan jumlah pajak yang harus dibayarkan pemain kepada pemerintah antara lain pajak pembalakan hutan sebesar 20%, pajak karbon sebesar 10%, dan pajak ekowisata sebesar 10%. Permainan ini dimenangkan oleh pemain D yang memiliki total keuntungan sebesar 270Ϸ. Jumlah tersebut terdiri atas 106Ϸ aset, 164Ϸ uang tunai. Pemain A adalah pemain yang berada pada posisi kedua dengan total keuntungan sebesar 223Ϸ. Jumlah tersebut terdiri atas 93Ϸ berupa aset, 130Ϸ uang tunai. Pemain B yang berada pada urutan ketiga mendapatkan total keuntungan sebesar 157Ϸ. Jumlah tersebut terdiri atas 126Ϸ aset dan 31Ϸ berupa uang tunai. Pemain C berada pada urutan keempat mendapatkan total pemasukan sebesar 114Ϸ yang terdiri atas 92Ϸ aset dan 22Ϸ uang tunai. Permainan keenam ini memiliki nilai total produktivitas lahan sebesar 364Þ yang berasal dari penjumlahan nilai produktivitas empat pemain. Pemain D memiliki nilai produktivitas terbesar, yakni dengan 170Þ, disusul oleh pemain A

25

dengan 123Þ. Pada urutan ketiga terdapat pemain B dengan nilai produktivitas 57Þ. Posisi keempat terdapat pemain C dengan nilai 14Þ. Nilai total kelestarian lahan pada permainan keempat ini berjumlah (+11). Nilai tersebut berasal dari penjumlahan nilai kelestarian lahan setiap pemain. Hal ini disebabkan karena terdapat 13 kegiatan penanaman dan hanya dua kegiatan pembalakan hutan. Selain dari kedua aktivitas tersebut adalah kegiatan berinvestasi ekowisata dan karbon yang memiliki nilai kelestarian nol. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil permainan bersama stakeholder kehutanan di Bogor (KPH Bogor, Dinas Kehutanan Bogor, LMDH, akademisi) Investasi Investasi

Pemain/ aktor A Jenis Nilai Investasi E (4) 36 S 25 A 17 K (2) 10 B 5

Pemain/ aktor B Jenis Nilai Investasi J 50 Pr 30 S 25 PH (2) 14 E 7

93 130

126 31

92 22

106 164

223Þ

157Þ

114Þ

270Þ

123Þ

57Þ

14Þ

170Þ

+3

0

+3

+5

Aset Uang Hutang Denda Total Produktivitas Kelestarian

Pemain/ aktor C Jenis Nilai Investasi S (2) 50 E (2) 22 K (3) 15 B 5

Pemain/ aktor D Jenis Nilai Investasi A (5) 85 E (3) 21

Ket: J:Jati, S:Sengon, KS:Kelapa sawit, E:Ekowisata, PH:Pembalakan hutan, B:Biofuel, A:Akasia, K:Karbon, Pr:Pertambangan, ( ): Jumlah Investasi, Þ: Poin

4.2 Pembahasan 4.2.1

Jenis Investasi Pemain dan Peraturan Pemerintah.

4.2.1.1 Permainan Pertama 1. Pemain A Permainan pertama Landscape Game dimainkan oleh mahasiswa yang bertindak sebagai pemain dan dosen yang bertindak sebagai pemerintah. Permainan ini dimulai oleh pemain A yang memiliki latar belakang ekonomi. Pemain ini mendapat kesempatan bermain sebanyak 23 kali. Beberapa investasi yang diinvestasikan oleh pemain A antara lain hutan tanaman sengon (+1) dan

26

ekowisata (0) sebanyak dua sel, jati (+1) dan pembalakan hutan (-1) sebanyak satu sel serta biofuel (+1) dan kelapa sawit (+1) sebanyak satu sel. Selain itu pemain A memilih untuk tidak berinvestasi sebanyak delapan kali. Pemain A memiliki beberapa alasan dalam memilih jenis investasi, antara lain untuk meningkatkan keuntungan, mensejahterakan masyarakat sekitar hutan dan mendapatkan pemasukan dari pemain lain. Aalasan pemain A tidak berinvestasi karena tidak memiliki modal, mematuhi aturan pemerintah dan berada pada lahan milik orang lain. Semua investasi tersebut membuat pemain A mendapatkan keuntungan total sebesar 454Ϸ yang terdiri atas 167Ϸ aset, 320Ϸ uang tunai dan hutang kepada bank sebesar 33Ϸ. Pemain A memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 354Þ. Nilai ini berasal dari total keuntungan pemain A sebesar 454Þ dikurangi dengan modal awal sebesar 100Þ. Selain itu, nilai kelestarian lahan yang dimiliki pemain A adalah sebesar +4. Nilai ini berasal dari penjumlahan jenis investasi yang mengurangi tutupan hutan (-1) ditambah jenis investasi yang menambah luasan hutan (+1) serta investasi yang tidak merubah luasan hutan (0). 2. Pemain B Pemain B memiliki kesempatan bermain setelah pemain A. Pemain ini memiliki latar belakang keilmuan pemanfaatan dan sosial kehutanan. Selama permainan berlangsung, pemain ini melakukan beberapa macam investasi, antara lain sengon (+1) sebanyak dua sel, akasia (+1) empat sel, karbon (0) dan ekowisata (0) sebanyak tiga sel serta pembalakan hutan (-1) dan kelapa sawit (+1) sebanyak satu sel. Selain mendapatkan keuntungan, pemain ini juga mendapatkan hukuman sebanyak dua kali serta mendapatkan fund card sebanyak satu kali. Alasan utama yang melatarbelakangi pemain B untuk berinvestasi adalah menjaga kelestarian lingkungan dan mensejahterakan masyarakat disekitar hutan. Faktor yang menyebabkan pemain B memilih untuk tidak berinvestasi adalah aturan pemerintah yang tidak sesuai dengan rencana pemain B. Hal ini terjadi ketika pemain ini berencana untuk berinvestasi air, namun tidak terlaksana karena pemerintah melarang sumber daya air dimiliki secara pribasi. Dari semua investasi yang dimiliki, pemain B mendapatkan total keuntungan sebesar 400Ϸ yang terdiri atas 231Ϸ berupa aset dan 224Ϸ berupa uang tunai, serta denda

27

sebesar 55Ϸ. Pemain B memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 300Þ. Nilai ini berasal dari total keuntungan pemain B sebesar 400Þ dikurangi dengan modal awal sebesar 100Þ. Selain itu, pemain B juga memiliki nilai kelestarian lahan sebesar (+4). 3. Pemain C Setelah pemain B, terdapat pemain C yang memiliki latar belakang ilmu ekonomi kehutanan. Selama permainan berlangsung, pemain ini melakukan beberapa macam investasi, antara lain karbon (0) sebanyak lima sel, pembalakan hutan (-1) dan sengon (+1) sebanyak tiga sel serta ekowisata (0) dan kelapa sawit (+1) sebanyak satu sel. Pemain ini mempertimbangkan beberapa hal dalam memilih jenis investasi, antara lain keuntungan yang akan diperoleh, harga dari investasi, kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, tersedianya lapangan pekerjaan baru serta meningkatkan serapan karbon dari lahan yang dikelolanya. Investasi tersebut membuat pemain C mendapatkan total keuntungan sebesar 481Ϸ yang terdiri atas 144Ϸ berupa aset dan 337Ϸ berupa uang tunai. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 381Þ serta nilai kelestarian lahan sebesar +1. 4. Pemain D Pemain terakhir yang berperan dalam permainan ini adalah pemain D. Pemain ini memiliki latar belakang keilmuan konservasi kehutanan. Beberapa jenis investasi yang dimiliki pemain ini, antara lain adalah pembalakan hutan (-1), ekowisata (0) dan kelapa sawit (+1) sebanyak dua sel dan akasia (+1) sebanyak satu sel. Pemain ini hanya mempunyai sedikit investasi dibandingkan pemain lainnya. Hal ini disebabkan karena pemain ini sering berada pada lahan milik orang lain serta sangat selektif dalam memilih jenis investasi. Selain itu, pemain ini sangat kelestarian lingkungan, sehingga berpengaruh terhadap keputusannya dalam memilih investasi. Pada akhir permainan, pemain ini mendapatkan total keuntungan sebesar 218Ϸ yang terdiri atas 59Ϸ aset dan 219Ϸ uang tunai. Pemain D memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 119Þ serta nilai kelestarian lahan sebesar nol. 5. Pemerintah Sebagai regulator dan penentu arah kebijakan suatu wilayah, pemerintah dalam permainan ini menetapkan beberapa kebijakan yang harus dipatuhi oleh

28

semua pemain. Aturan tersebut antara lain mengharuskan setiap pemain membayar pajak kepada pemerintah ketika mendapatkan hasil dari investasinya. Persentase dari pajak tersebut adalah 15% dari hasil bersih investasi pembalakan hutan, 20% dari hasil bersih investasi pertambangan, dan 10% untuk investasi lainnya. Ketika

pemerintah

dalam

perkembangan

permainan

merasa

perlu

melakukan penyesuaian, maka pemerintah melakukan beberapa penyesuaian terhadap aturan yang telah dibuatnya, yakni dengan menaikkan pajak pembalakan hutan menjadi 40% dan kelapa sawit menjadi 15% dari sebelumnya 10%. Perubahan ini disebabkan karena pemerintah merasa bahwa pemain tetap memilih investasi yang dapat berdampak buruk terhadap lingkungan dan sosial meskipun telah dibuat peraturan yang dirasa memberatkan pemain. Selain kebijakan tersebut, pemerintah juga melakukan pelarangan terhadap privatisasi sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak, yakni air. Air dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah dan setiap orang yang berada pada sel tersebut harus membayar kepada pemerintah sebesar 2Þ. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Clark (1980), bahwa sumber daya alam tidak dapat dimiliki secara pribadi karena penggunaan salah satu sumber daya alam oleh individu secara pribadi, akan mempengaruhi jumlah sumber daya yang dimanfaatkan oleh orang lain. Lebih lanjut, pemerintah juga memberikan insentif sebesar 2Þ kepada pemain yang memiliki investasi karbon lebih dari tiga sel. Insentif adalah semua bentuk dorongan spesifik atau rangsangan, yang umumnya berasal dari faktor eksternal (pemerintah, LSM, swasta dan lain-lain), yang dirancang dan diimplementasikan untuk mempengaruhi atau memotivasi masyarakat, baik secara individu maupun kelompok untuk bertindak atau mengadopsi teknik dan metode baru yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi (Wijayanto 2010). Selain itu menurut Ostrom et al. (1993), insentif atau disinsentif bukan hanya sekedar penghargaan atau hukuman, tetapi menyangkut perubahan positif atau negatif pada hasil yang dalam pandangan individu akan dapat dihasilkan dari suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan kaidah atau aturan tertentu baik dalam konteks fisik maupun sosial.

29

4.2.1.2 Permainan Kedua 1. Pemerintah Tempat dilaksanakannya permainan kedua adalah di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Aktor dalam permainan seluruhnya adalah mahasiswa, sedangkan pada permainan pertama adalah mahasiswa dan dosen. Permainan ini diawali dengan penetapan pajak oleh pemerintah. Jenis dan nominal pajak tersebut antara lain, pajak pembalakan hutan sebesar 10% dari hasil bersih, pajak pertambangan sebesar 5% dan pajak untuk investasi lainnya sebesar 5%. Berbeda dengan jenis investasi sebelumnya, untuk jenis investasi ekowisata dan karbon tidak dipungut pajak oleh pemerintah. Selain itu pemerintah juga memberikan insentif kepada pemain yang berinvestasi karbon dan ekowisata dengan memberikan discount sebesar 50% dari harga sebenarnya. Pemerintah juga melarang para pemain untuk berinvestasi di sekitar sungai dan pemukiman penduduk dengan investasi yang tidak ramah lingkungan. Setelah pemerintah menetapkan aturan, permainan dimulai dengan pemain B sebagai pemain pertama yang melangkah diikuti pemain C, pemain D dan pemain A. 2. Pemain B Pemain B adalah pemenang pada permaianan kedua ini. Pemain ini memiliki latar belakang ilmu ekonomi kehutanan. Pemain B memiliki beberapa jenis investasi yang memberikan banyak keuntungan, namun tetap menjaga kelestarian lingkungan. Jenis investasi tersebut antara lain karbon (0) sebanyak empat sel, ekowisata (0) dan pembalakan hutan (-1) sebanyak dua sel serta sengon (+1) dan jati (+1) sebanyak satu sel. Total keuntungan pemain B yang didapatkan dari beberapa investasi tersebut sebesar 414Ϸ dengan sumber pemasukan terbesar berasal dari investasi jati (95Þ), sengon (49Þ) dan pembalakan hutan sebesar (42Þ). Selain mendapatkan hasil dari investasi tersebut, pemain B juga mendapatkan pemasukan dari insentif yang diberikan pemerintah karena berinvestasi karbon. Investasi ekowisata juga menjadi salah satu sumber pemasukan bagi pemain ini, karena mengharuskan setiap pemain yang melewati

30

sel tersebut membayar kepada pemain B sebesar 2Þ. Pembayaran ini akan didapatkan oleh setiap pemain yang memiliki investasi ekowisata. Pemain B memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 314Þ. Nilai ini berasal dari total keuntungan pemain B sebesar 414Þ dikurangi dengan modal awal sebesar 100Þ. Selain itu, pemain B juga memiliki nilai kelestarian lahan sebesar nol. Hal ini disebabkan karena pemain ini memiliki jumlah yang seimbang antara aktivitas pengurangan lahan bervegetasi dan penambahan lahan bervegetasi. 3. Pemain C Pemain C berada pada urutan kedua dan memiliki total keuntungan terbesar setelah pemain B. Pemain C memiliki latar belakang ilmu pemanfaatan hutan. Sumber pemasukan utama pemain C berasal dari investasi jati yang memberikan keuntungan bersih 95Þ, kelapa sawit 43Þ dan pembalakan hutan sebesar 84Þ. Selain hasil berupa uang tunai, total keuntungan juga berasal dari perhitungan total aset yang terkandung pada setiap jenis investasi. Total aset yang dimiliki pemain C adalah 127Ϸ yang berasal dari penjumlahan nilai aset empat investasi karbon, dua investasi pembalakan hutan dan kelapa sawit serta satu investasi jati dan ekowisata. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 265Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+1). Nilai kelestarian tersebut didapatkan berdasar penjumlahan semua jenis investasi milik pemain C. Alasan

pemain ini

berinvestasi antara lain karena besarnya keuntungan dan aset serta kemampuannya untuk bisa menjaga kelestarian lingkungan. Selama permainan berlangsung, pemain ini berhutang kepada bank sebesar 70Ϸ dan harus membayar dengan bunga 10%. 4. Pemain D Urutan ketiga ditempati pemain D dengan total pemasukan 346Ϸ yang sebagian besar investasinya berada pada lahan hutan inti dan hutan tepi. Investasi yang dimiliki pemain ini antara lain dua sel karbon (0) dan pembalakan hutan (-1), tiga sel ekowisata (0) pada lahan hutan inti dan hutan tepi. Pemain ini memiliki investasi pada lahan mozaik hanya berupa satu sel hutan tanaman jati (+1). Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain lahan telah dimiliki pemain lain, tidak memilik modal, serta berbenturan dengan aturan pemerintah. Pemain ini

31

mendapatkan nilai produktivitas lahan sebesar 246Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (-1). 5. Pemain A Pemain yang berada di urutan terakhir pada permainan ini adalah pemain A. Pemain ini memiliki latar belakang konservasi hutan. Total keuntungan pemain ini sebesar 313Ϸ yang berasal dari investasi tiga sel karbon (0), satu sel hutan tanaman jati (+1) dan kelapa sawit (+1), serta tiga sel ekowisata (0). Selain pendapatan dari hasil investasi tersebut, sumber pendapatan lain pemain A berasal dari insentif pemerintah dan pembayaran oleh pemain yang melewati sel ekowisata miliknya. Jika dibandingkan dengan pemain lain, pemain A adalah satu-satunya pemain yang tidak memiliki investasi pembalakan hutan karena pemain ini sangat mendukung kegiatan pelestarian lingkungan. Hal ini menjadi salah satu faktor yang mengurangi keuntungan dari pemain ini dan membuat pemain ini mendapatkan nilai kelestarian sebesar (+2). 4.2.1.3. Permainan Ketiga Permainan ketiga Landscape Game dimainkan oleh empat orang pemain. Terdapat tiga orang aktor berperan sebagai stakeholder yang berhubungan langsung dengan hutan dan satu aktor yang berperan ganda sebagai pemerintah dan bankir. Variasi jumlah pemain ini ternyata berpengaruh terhadap total keuntungan setiap pemain. Total keuntungan pada permainan ini lebih besar daripada total keuntungan pemain pada permainan pertama dan kedua yang melibatkan empat stakeholder. Hal ini disebabkan karena kesempatan berinvestasi pemain dengan tiga stakeholder lebih besar daripada empat stakeholder. Menurut Manik (2010), semakin terbatas suatu sumber daya alam dibandingkan dengan permintaan masyarakat yang semakin meningkat, maka kompetisi untuk memperoleh sumber daya alam tersebut semakin tinggi dan peluang terjadinya konflik semakin besar. Pemain A dalam permainan ini mendapatkan keuntungan sebesar 524Ϸ yang terdiri atas 197Ϸ aset dan 497 Ϸ uang tunai, serta hutang dan denda sebesar 152 Ϸ. Pemain B memiliki total keuntungan 377Ϸ dengan 192Ϸ berupa aset dan 232Ϸ berupa uang tunai. Terakhir, terdapat pemain C dengan total keuntungan sebesar 584Ϸ yang terdiri atas 166Ϸ berupa aset dan 418Ϸ berupa uang tunai.

32

1. Pemain C Pemain yang memiliki total keuntungan paling besar pada permainan ini adalah pemain C. Pemain ini memiliki latar belakang ilmu ekonomi kehutanan. Pemain ini memiliki beberapa jenis investasi, antara lain empat sel ekowisata (0) dan karbon (0), dua sel pembalakan hutan (-1), kelapa sawit (+1), dan biofuel (+1) serta satu sel sengon (+1) dan pertambangan (0). Dari investasi-investasi tersebut, investasi yang menghasilkan keuntungan paling besar adalah investasi sengon dan pembalakan hutan, yakni 49Ϸ dan 42Ϸ. Salah satu faktor lain yang menyebabkan pemain C memenangkan permainan adalah karena pemain ini tidak mendapatkan denda ataupun berhutang kepada bank. Pemain C memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 484Þ. Nilai ini berasal dari total keuntungan pemain A sebesar 584Þ dikurangi dengan modal awal sebesar 100Þ. Selain itu, nilai kelestarian lahan yang dimiliki pemain A adalah sebesar (+3). Nilai ini berasal dari penjumlahan jenis investasi yang mengurangi tutupan hutan (-) ditambah jenis investasi yang menambah luasan hutan dan investasi yang tidak merubah luasan hutan. 2. Pemain A Pemain A adalah pemain yang memiliki latar belakang ilmu ekonomi. Tidak seberuntung pemain sebelumnya, pemain A yang berada pada urutan kedua mengalami hukuman sebesar 110Ϸ serta meminjam uang dari bank sebesar 42Ϸ. Hal ini sangat berpengaruh terhadap total keuntungan pemain A yang memiliki total aset lebih banyak daripada pemain B dan C. Strategi yang dilakukan pemain A untuk memenangkan pertandingan antara lain berinvestasi lima sel ekowisata (0) dan karbon (0), empat sel pembalakan hutan (-1), dua sel akasia (+), serta satu sel jati (+) dan sengon (+). Pemain ini memiliki nilai kelestarian lahan sebesar nol, sedangkan jumlah nilai produktivitas lahan yang dimiliki pemain ini berjumlah 424Þ. 3. Pemain B Pada urutan ketiga terdapat pemain B dengan memiliki total keuntungan 352Ϸ. Pemain ini memiliki beberapa jenis investasi, antara lain tiga sel karbon (0), dua sel ekowisata (0) dan kelapa sawit (+1), serta satu sel pembalakan hutan (-1), akasia (+1), pertambangan dan biofuel (+1). Faktor yang menyebabkan pemain ini

33

berada pada urutan terakhir adalah karena pemain B tidak memilih jenis investasi yang memiliki hasil besar seperti sengon, jati, dan akasia. Selain faktor tersebut, hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pemain ini yang lebih cenderung naturalis. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 277Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+4). 4. Pemerintah Seperti pada permainan sebelumnya, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan dan aturan yang harus diikuti oleh para pemain. Aturan pemerintah tersebut antara lain penetapan pajak, pemberian disinsentif dan insentif bagi pemain, serta aturan yang mengatur tata guna lahan. Salah satu contoh penerapan aturan tersebut adalah ditetapkannya pajak untuk jenis investasi pembalakan hutan sebesar 10%. Aturan yang berbeda ditetapkan untuk jenis investasi kelapa sawit, yakni pemerintah mengeluarkan aturan bahwa setiap pemain yang akan berinvestasi jenis ini harus membayar 2Ϸ lebih mahal dari harga sebenarnya. Selain itu, setiap pemain yang akan berinvestasi pada mozaik harus membayar 1Ϸ lebih mahal dari harga sebenarnya. Hal tersebut dilakukan karena pemerintah menganggap bahwa membangun investasi baru itu harus membayar uang untuk perizinan. Pemerintah juga mengeluarkan aturan yang melarang investasi pembalakan hutan di sekitar kanan kiri sungai dan di sekitar mata air. Selama berlangsungnya permainan, pemerintah juga melakukan penyesuaian-penyesuaian baru terhadap aturan yang telah dibuat, hal ini terjadi ketika banyak pemain berinvestasi pembalakan hutan. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan aturan yang mewajibkan setiap pemain yang berinvestasi pembalakan hutan untuk memiliki tanggung jawab sosial atau CSR (Coorporate Social Responsibility), baik berupa investasi karbon atau investasi yang memberdayakan masyarakat di sekitar hutan. Ringkasan secara umum motivasi stakeholder mahasiswa dalam memilih jenis investasi disajikan dalam Lampiran 2. 4.2.1.4 Permainan Keempat Pengulangan permainan yang keempat dilakukan di Perum Perhutani KPH Kendal, Jawa Tengah. Permainan ini dimainkan oleh staf dan petugas lapangan Perum Perhutani KPH Kendal yang terdiri atas Kepala Seksi PSDH yang berperan

34

sebagai pemerintah, dua orang perwakilan dari LMDH yang berperan sebagai pemain A dan pemain C, staf bagian perencanaan sebagai pemain B dan satu asisten Perhutani yang berperan sebagai pemain D. Sebelum permainan ini dimulai,

para

pemain

membuat

kesepakatan,

bahwa

permainan

akan

dilangsungkan selama 60 menit. Selama rentang waktu tersebut, para pemain telah menyelesaikan

dua

putaran,

sehingga

hampir

semua

investasi

sudah

mendatangkan hasil. Setelah dilakukan perhitungan total keuntungan dari masingmasing pemain, pemain D keluar sebagai pemenang dengan total keuntungan 336Ϸ, diikuti pemain A dengan total keuntungan sebesar 304Ϸ dan pemain C dengan 210Ϸ dan pemain B dengan 160Ϸ. 1. Pemain D Jenis investasi yang diinvestasikan oleh pemain D antara lain sengon (1+) dan pembalakan hutan (-1) sebanyak dua sel, kelapa sawit (+), jati (+) dan karbon (0) sebanyak satu sel serta ekowisata (0) sebanyak tiga sel. Dari beberapa investasi tersebut, jenis investasi yang menghasilkan aset dan keuntungan terbesar adalah investasi dari jati (50Þ) dan sengon (25Þ). Investasi jati dilakukan pada lahan bekas tebangan milik pemain A, karena pemain D berencana tidak melakukan penanaman kembali pada lahan tersebut. Berdasarkan perhitungan total keuntungan dikurangi dengan modal awal, maka didapatkan nilai produktivitas untuk pemain ini, yakni 236Þ. Selain nilai produktivitas, juga dihitung nilai kelestarian dari pemain ini yakni sebesar (+2). Pemain ini memiliki latar belakang pekerjaan sebagai asisten Perhutani. 2. Pemain A Setelah pemain D, terdapat pemain A yang memiliki latar belakang sebagai ketua LMDH setempat. Total keuntungan yang dimiliki oleh pemain ini adalah 304Ϸ yang berasal dari beberapa jenis investasi. Jenis investasi tersebut antara lain berupa karbon (0), pembalakan hutan (-), sengon (+), akasia (+) dan ekowisata (0). Pembalakan hutan merupakan jenis investasi terbanyak yang dimiliki oleh pemain A, yakni sebanyak lima sel. Pemilihan jenis investasi tersebut dilatarbelakangi oleh kebutuhan kayu masyarakat di sekitar hutan dan produsen kayu yang permintaannya semakin meningkat. Selain itu, hal ini juga diakibatkan pajak yang ditetapkan oleh

35

pemerintah untuk hasil penebangan kecil, yakni sebesar 5% dari penghasilan bersih. Menurut UU Nomor. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang dikeluarkan Departemen Keuangan Republik Indonesia, besaran PSDH untuk wilayah kabupaten atau kota adalah sebesar 32%, sehingga dalam permainan ini pajak yang ditetapkan oleh pemerintah termasuk ke dalam kategori kecil. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 201Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (-1) yang merupakan hasil dari penjumlahan nilai tiap jenis investasi. 3. Pemain C Pemain C berada pada urutan ketiga dengan total keuntungan sebesar 210Ϸ. Jenis investasi yang dimiliki oleh pemain C hampir sama dengan investasi yang dimiliki oleh pemain A, yakni lima sel pembalakan hutan (-1), tiga sel karbon (0), dua sel ekowisata (0) dan kelapa sawit (+1) serta satu sel sengon (+1). Perbedaannya terletak ketika pemain C mendapatkan denda 75Ϸ, sehingga hal ini mengurangi pendapatan pemain C. Sumber pendapatan utama pemain C adalah industri kayu yang dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku industri. Pemain ini mendapatkan nilai produktivitas lahan sebesar 110Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (-2). 4. Pemain B Pemain yang berada pada posisi terakhir adalah pemain B yang memiliki total keuntungan sebesar 160Ϸ, yang terdiri atas 90Ϸ aset dan 70Ϸ uang tunai. Jenis investasi yang dimiliki oleh pemain B antara lain berupa sengon (+1) dan akasia (+1) sebanyak satu sel, pembalakan hutan (-1) dan ekowisata (0) sebanyak dua sel dan sel karbon (0) sebanyak empat sel. Pemain B memilik prinsip untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan agar tetap lestari, sehingga hal tersebut mempengaruhi pilihan investasi pemain ini. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 60Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar nol. Berbeda dengan pemain A dan C yang memiliki jenis investasi pembalakan hutan lebih dari lima sel, memiliki prinsip bahwa hutan akan lestari jika rakyat mendapatkan kesejahteraannya terlebih dahulu. Hal ini dapat dicapai apabila masyarakat memanfaatkannya untuk konsumsi sendiri dan tidak melakukan quick cash, atau berorientasi ekonomi produktif, yaitu memanfaatkan sumber daya

36

hutan untuk diperjualbelikan di pasar (Primack 1993 dalam Ongkan 2006). Pemain yang mengacu pada aturan bahwa pengelolaan hutan akan lestari jika mengikuti peraturan yang sudah ada dalam Undang-Undang Kehutanan adalah pemain D. Ringkasan secara umum motivasi stakeholder instansi Perhutani dapat dilihat pada Lampiran 3. 4.2.1.5 Permainan Kelima Setiap tahunnya, CIFOR (Center for International Forestry Research) dan Wageningen University yang berasal dari Belanda mengadakan kerjasama untuk melakukan pelatihan mengenai pendekatan multi stakeholder dalam pengelolaan hutan. Pelatihan sebelumnya diadakan di Thailand dengan partisipasi lebih dari sembilan negara, sedangkan pada tahun ini pelatihan diadakan di kantor CIFOR, Situ Gede, Bogor. Peserta dalam pelatihan ini berjumlah 14 orang yang terdiri atas delapan negara, yakni Indonesia, Georgia, Etiopia, Kenya, Kamboja, Bangladesh, Tanzania dan Ghana. Secara sederhana, terdapat perbedaan pada permainan ini jika dibandingkan dengan permainan sebelumnya, yakni pada permainan ini terdapat penasehat untuk setiap pemain dan pemerintah. Sehingga membantu para pemain untuk menentukan jenis investasinya. Teknik yang digunakan peneliti pada permainan kali ini adalah pengamatan secara langsung dan melakukan tracking back atau penelusuran kembali langkah yang dilakukan oleh para pemain melalui foto permainan tersebut yang diperoleh dari peserta, sedangkan motivasi dari setiap pemain didapat dari melihat ketika permainan sedang berlangsung. 1. Pemerintah Pemerintah pada permainan ini mengeluarkan aturan untuk tetap mempertahankan kelestarian alam dengan tidak memperbolehkan pemain melakukan kegiatan pembalakan hutan. Hal ini didasari oleh prinsip pemerintah untuk memaksimalkan manfaat hutan sebagai alat untuk mengurangi emisi karbon. Selain itu, pemerintah memberikan insentif kepada pemain yang berinvestasi karbon serta menetapkan pajak penghasilan untuk investasi pertambangan sebesar 10%.

37

2. Pemain A Pemain A dalam permainan ini mempunyai beberapa macam investasi, antara lain sengon (+1), akasia (+1), pembalakan hutan (-1) sebanyak satu sel, investasi ekowisata (0) sebanyak tiga sel, serta karbon (0) sebanyak lima sel. Pemasukan terbesar diperoleh dari hasil investasi sengon, akasia dan pembalakan hutan. Pemilihan jenis investasi pemain ini didasarkan pada kebutuhan lapangan pekerjaan baru, penghijauan, kebutuhan akan kayu yang semakin meningkat dan mengurangi efek global warming. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 110Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+1). 3. Pemain B Pada posisi kedua terdapat pemain B yang mempunyai kesempatan bermain sebanyak 16 kali langkah. Pemain ini memiliki lima jenis investasi, antara lain ekowisata (0) sebanyak dua sel, biofuel (+1) sebanyak dua sel, sengon (+1) satu sel, karbon (0) tiga sel dan jati (+1) dua sel. Dari kelima investasi tersebut, sengon dan jati merupakan pemasukan terbesar bagi pemain B dengan total aset dari keduanya 125Ϸ. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 219Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+5). 4. Pemain C Setelah pemain B, terdapat pemain C yang memiliki total keuntungan sebesar 179Ϸ. Pemain ini lebih banyak berinvestasi di hutan inti dan hutan tepi, serta hanya sedikit berinvestasi pada lahan mozaik. Jenis investasi pemain ini antara lain biofuel (+1) sebanyak dua sel, karbon (0) sebanyak lima sel, ekowisata (0) tiga sel serta sengon (+1) dan akasia (+1) sebanyak satu sel. Sehingga dari kelima jenis investasi tersebut pemain ini mendapatkan nilai kelestarian lahan sebesar (+4). Nilai produktivitas lahan dari pemain ini berjumlah 79Þ. 5. Pemain D Pemain terakhir dalam permainan ini adalah pemain D. Pemain ini memiliki total keuntungan sebesar 258Ϸ yang terdiri atas 128Ϸ aset dan 130Ϸ uang tunai. Investasi yang dimiliki pemain ini dan tidak dimiliki oleh pemain lain adalah investasi sumber daya air. Apabila sumber daya ini dimiliki secara pribadi, maka setiap pemain yang akan berinvestasi harus membayar 4Ϸ kepada pemain D, namun hanya pada lahan yang berada di sekitar sumber air.

38

Setelah dilakukan perhitungan pada akhir permainan, pemenang permainan ini adalah pemain B, dengan total keuntungan 319Ϸ, diikuti oleh pemain D denda 308Ϸ, pemain A dengan 210Ϸ serta pemain C dengan 179Ϸ. Terdapat beberapa jenis investasi membedakan pendapatan antara satu pemain dengan pemain yang lainnya. Perbedaan tersebut antara lain ketika pemain B berinvestasi jati sebanyak dua sel padahal jati memiliki aset dan keuntungan yang besar sehingga hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pemain B memenangkan permainan. Selain jati, investasi sengon juga memberikan pemasukan yang signifikan bagi pemain ini, dengan harganya yang murah tetapi memiliki keuntungan yang besar. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 208Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+2). Ringkasan secara umum motivasi stakeholder peserta pelatihan di CIFOR dapat dilihat pada Lampiran 4. 4.2.1.6 Permainan Keenam Permainan ini merupakan permainan terakhir dalam penelitian ini. Permainan ini melibatkan beberapa instansi pemerintah dan non-pemrintah, antara lain Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Perum Perhutani, LMDH dan akademisi. Pemain dalam permainan ini berjumlah lima orang ditambah satu orang yang berperan menjadi petugas bank. Sebelum permainan dimulai, peneliti menjelaskan terlebih dahulu peraturan permainan yang harus diikuti oleh para pemain dan mesepakati lamanya waktu permainan, yakni 60 menit. 1. Pemain A Permainan ini diawalai oleh Pemain A yang memiliki latar belakang sebagai ketua LMDH setempat. Pemain A mempunyai beberapa macam investasi, antara lain sengon (+1), akasia (+1), dan biofuel (+1) sebanyak satu sel, investasi ekowisata (0) sebanyak empat sel, serta karbon (0) sebanyak dua sel. Pemasukan terbesar diperoleh dari hasil investasi ekowisata, sengon dan akasia. Selain dari ketiga jenis tersebut, pemain ini juga mendapatkan hasil dari pembayaran oleh pemain lain ketika melewati sel ekowisata dan karbon milik pemain A. Pemilihan jenis investasi tersebut didasarkan pada keinginan pemain untuk tetap menjaga hutan agar fungsi-fungsinya tetap terjaga. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 123Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+3).

39

2. Pemain B Selanjutnya terdapat pemain B yang memiliki lima jenis investasi, antara lain berupa jati (+1), sengon (+1), pertambangan (0), pembalakan hutan (-1) dan ekowisata (0). Kelima investasi tersebut menghasilkan keuntungan total sebesar 157Þ, jati dan pertambangan merupakan penyumbang pemasukan terbesar untuk pemain B. Nilai produktivitas lahan pemain ini adalah 57Þ yang merupakan hasil dari perhitungan 157Þ dikurangi 100Þ. Selain itu, nilai kelestarian lahan pemain B adalah nol. 3. Pemain C Setelah pemain B, terdapat pemain C yang memiliki total keuntungan sebesar 114Ϸ. Pemain ini memiliki lima jenis investasi yang lebih berorientasi pada pemanfaatan jasa lingkungan yang tidak langsung, antara lain ekowisata (0), karbon (0), biofuel (+1) dan sengon (+1). Pemain ini memilikki nilai produktivitas lahan sebesar14Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+3). 4. Pemain D Pemain terakhir dalam permainan ini adalah pemain D. Pemain ini ditetapkan sebagai pemenang karena memiliki total keuntungan sebesar 270Ϸ yang terdiri atas 106Ϸ aset dan 164Ϸ uang tunai. Investasi yang dimiliki pemain ini sebenarnya tidak banyak, melainkan hanya lima buah investasi akasia (+1) dan tiga buah investasi ekowisata (0). Selain sebagai faktor yang menyebabkan pemain ini memenangkan permainan, konsistensinya untuk memilih jenis investasi akasia juga berdampak baik terhadap lingkungan. Nilai produktivitas lahan dari pemain D adalah 170Þ, sedangkan nilai kelestariannya sebesar (5+). 5. Pemerintah Pemerintah dalam permainan ini mengeluarkan beberapa aturan yang sudah merupakan tugasnya untuk menentukan arah dari sebuah pengelolaan suat bentang alam. Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, antara lain setiap pemain harus membayar pajak kepada pemerintah, sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak tidak boleh dimiliki oleh pihak swasta, memberikan insentif kepada pemilik karbon dan melarang kegiatan penanaman pada lahan pemukiman. Ringkasan secara umum motivasi stakeholder peserta pada permainan ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

40

4.2.2 Nilai Produktivitas dan Kelestarian Lahan Pada dasarnya produktivitas membahas mengenai perbandingan antara hasil dan keluaran terhadap masukan. Menurut Fabricant (1974), produktivitas adalah perbandingan antara masukan (input) dan keluaran (output). Namun, dalam penelitian ini produktivitas didefinisaikan sebagai selisih antara total keuntungan dengan total modal yang telah dikeluarkan. Produktivitas dalam penelitian ini berkaitan dengan penggunaan sumber daya alam atau lahan, sehingga definisinya berubah. Definisi produktivitas lahan berubah menjadi selisih antara total keuntungan setelah melakukan aktivitas ekonomi (investasi) dengan modal awal. Selain nilai produktivitas lahan, dalam penelitian ini juga dihitung mengenai nilai kelestarian lahan. Nilai kelestarian lahan dalam permainan ini didefinisikan sebagai selisih antara jumlah lahan bervegetasi dengan lahan tidak bervegetasi. Nilai produktivitas lahan dan nilai kelestarian lahan setiap permainan dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 8 Nilai produktivitas dan kelestarian lahan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Permainan keI II III IV V VI

Jumlah Pemain 5 5 4 6 14 5

Nilai Produktivitas Lahan 1216Þ 1038Þ 1185Þ 710Þ 615Þ 364Þ

Nilai Kelestarian Lahan +9 +2 +6 -1 +12 +11

Nilai total produktivitas terbesar dihasilkan pada permainan pertama dengan 1216Þ dan nilai total kelestarian lahan sebesar (+9). Permainan ini dimainkan bersama mahasiswa dan dosen. Permainan selanjutnya yang memiliki nilai produktivitas lahan terbesar adalah permainan ketiga bersama tiga pemain mahasiswa. Permainan ketiga ini mendapatkan nilai total produktivitas lahan sebesar 1185Þ dan nilai total kelestarian lahan sebesar (+6). Permainan yang memiliki nilai produktivitas lahan dibawah permainan ketiga adalah permainan kedua. Permainan ini memiliki nilai total produktivitas lahan sebesar 1038Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+2). Pada urutan keempat, terdapat permainan yang dimainkan bersama Perum Perhutani KPH Kendal yang memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 710Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (-1). Permainan bersama praktisi kehutanan

41

internasional di CIFOR menempati urutan kelima dalam jumlah nilai total produktivitas lahan. Permainan ini memiliki nilai total produktivitas lahan sebesar 615Þ dan nilai total kelestarian lahan sebesar (+12). Pada urutan terakhir, dengan nilai total produktivitas lahan sebesar 364Þ terdapat permainan yang dimainkan bersama pemangku kepentingan hutan di wilayah Bogor. Selain itu, pemain ini memiliki nilai total kelestarian lahan sebesar (+11). Dari keenam permainan tersebut, nilai total produktivitas lahan dapat dipengaruhi oleh faktor pemilihan jenis investasi dan jumlahnya serta kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pemilihan jenis investasi yang menghasilkan banyak keuntungan pasti akan meningkatkan nilai produktivitas lahan setiap pemain dan permainan. Namun tidak sampai pada jenis investasi, melainkan jumlah dari jenis investasi tersebut juga berpengaruh. Permainan yang di dalamnya terdapat pemain dengan jumlah investasi dalam jumlah banyak, tentu saja akan memiliki nilai produktivitas yang lebih besar daripada yang jumlahnya sedikit. Selain jenis dan jumlah investasi, faktor yang berpengaruh adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik berupa pemberian insentif dan atau disinsentif. Selain berpengaruh terhadap produktivitas lahan, kebijakan dan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan berpengaruh terhadap nilai kelestarian lahan. Salah satu contohnya adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan insentif kepada pemain yang pro-lingkungan secara tidak langsung akan memberikan stimulus kepada pemain untuk memilih jenis investasi yang pro-lingkungan. Kebijakan yang pro-lingkungan juga dapat berbentuk disinsentif, yakni pemberian pajak yang tinggi atau hukuman terhadap pemain yang memilih jenis investasi yang tidak pro-lingkungan. Setiap permainan memiliki kebijakan yang berbeda permainan lainnya. Pada permainan pertama hingga ketiga pemerintah bersifat netral meskipun tidak sepenuhnya netral. Hal ini dapat dilihat dari nilai total kelestarian lahan pada ketiga permainan tersebut yang semuanya memiliki nilai positif. Nilai positif tersebut memiliki arti bahwa permainan tersebut memiliki jumlah lahan bervegetasi pohon lebih banyak daripada yang tidak bervegetasi pohon. Selain itu

42

hal ini dapat diartikan bahwa lahan tersebut memiliki tingkat kelestarian lahan yang baik. Permainan kelima yang dimainkan bersama praktisi kehutanan internasional memberikan contoh bagaimana aturan pemerintah yang bersifat tidak netral berpengaruh terhadap jumlah nilai total kelestarian lahan. Pada pemainan tersebut pemerintah melarang jenis investasi pembalakan hutan dan mengutamakan manfaat hutan dalam bentuk jasa. Hal ini menyebabkan nilai kelestarian lahan pada permainan tersebut menjadi sangat besar, yakni (+12). Permainan yang memiliki nilai kelestarian lahan negatif adalah permainan keempat.

Permainan ini dimaikan bersama Perum Perhutani KPH Kendal.

Pemerintah dalam permainan ini memberikan celah kepada pemain untuk dapat memanfaatkan hutan secara langsung (kayu) dengan ditetapkannya nilai pajak yang rendah.

Aturan

ini

menyebabkan

para

pemain

berlomba

untuk

memanfaatkan sumber daya kayu sehingga mengurangi luasan lahan yang bervegetasi pohon. Meskipun demikian, pemerintah tetap mengeluarkan aturan untuk tetap mempertahankan kelestarian hutan. Contoh dari aturan tersebut antara lain diberikannya insentif bagi pemain yang berinvestasi karbon dan biofuel. Pada permainan keenam, peran pemerintah sebagai pembuat peraturan dan penentu arah dari sebuah wilayah tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai total kelestarian lahan seperti kelima permainan sebelumnya. Pada permainan ini para pemain lebih cenderung untuk memilih jenis investasi yang menjaga keutuhan hutan dan menambah luasan hutan. Latar belakang pemain dalam memilih investasi tidak lagi dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi melainkan ekologi dan keberlanjutan lahan. 4.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Investasi Menurut

Umar

(2009),

persepsi

manusia

terhadap

lingkungan

(environmental perception) merupakan persepsi spasial yakni sebagai interpretasi tentang suatu setting (ruang) oleh individu yang didasarkan atas latar belakang, budaya, nalar dan pengalaman individu tersebut. Setiap individu dapat mempunyai persepsi lingkungan yang berbeda terhadap objek yang sama karena tergantung dari latar belakang yang dimiliki. Persepsi lingkungan yang menyangkut persepsi spasial sangat berperan dalam pengambilan keputusan.

43

Pemilihan jenis investasi dalam permainan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pemilihan jenis investasi adalah setting lahan yang disediakan dalam papan permainan serta harga dan keuntungan pada tabel pay-off (Lampiran 1). Faktor eksternal yang mempengaruhi jenis investasi adalah faktor pendidikan dan faktor pekerjaan. Faktor pertama yang dianggap berpengaruh adalah faktor jenis lahan atau setting lahan pada papan permainan yang diinterpretasikan dalam warna yang berbeda, yakni kuning (lahan mozaik), hijau muda (hutan tepi) dan hijau tua (hutan inti). Hal ini didasarkan pada pernyataan Chomitz (2007) yang membagi lahan pada suatu wilayah itu menjadi tiga jenis, yaitu mozaik, inti dan tepi. Pembagian jenis lahan ini membatasi pemain untuk bisa berinvestasi dengan bebas sehingga tidak semua keinginan pemain untuk berinvestasi jenis investasi yang sesuai dengan keinginannya dapat terwujud. Faktor ini juga mempengaruhi jenis investasi yang sering dipilih oleh pemain dan jenis investasi yang jarang dipilih oleh pemain. Pemilihan terhadap jenis investasi yang jarang dipilih ini terjadi di luar manfaat yang dapat diberikan oleh jenis investasi tersebut. Beberapa contoh dari jenis investasi tersebut adalah jenis investasi air, pertambangan, biofuel dan karbon untuk re-forestasi. Jenis investasi air dan pertambangan jarang dipilih oleh para pemain karena jumlah lahan yang sudah disediakan untuk investasi tersebut hanya sedikit, yakni satu sel untuk investasi air dan dua buah untuk investasi pertambangan. Jenis karbon dan biofuel pada lahan mozaik tidak sering dijadikan pilihan utama oleh para pemain karena mereka berasumsi harus membangun sebuah wilayah hutan baru namun mereka tidak boleh memanen kayunya. Selain jenis lahan, faktor internal yang dianggap berpengaruh adalah tabel mengenai pay-off atau hasil. Tabel ini berisi informasi mengenai jenis investasi apa saja yang diperbolehkan untuk setiap bentang lahan (mozaik, hutan tepi dan hutan inti), berapa harga yang harus dibayarkan untuk setiap investasi, keuntungan dan aset yang akan didapatkan untuk setiap investasi, hipotek yang akan didapatkan jika investasi digadaikan kepada bank, periode untuk bisa mendapatkan hasil investasi dan kondisi-kondisi khusus untuk beberapa investasi.

44

Permainan ini menuntut setiap pemain untuk bisa menjadi pemenang, oleh karena itu seorang pemain pasti akan berusaha untuk memenangkan permainan sehingga terjadi persaingan dengan pemain lainnya. Sebagai strategi untuk bisa memenangkan

permainan,

dalam

permainan

ini

seorang

pemain

akan

mempertimbangkan jumlah keuntungan, manfaat dan harga dari pilihan investasi yang tersedia. Pilihan keuntungan, harga dan manfaat yang akan diperoleh pemain sangat berpengaruh terhadap pilihan jenis investasi karena adanya sensitivitas harga yang dirasakan oleh pemain. Menurut Shanker et al. (1999), sensitivitas harga adalah penilaian yang dilakukan konsumen akan manfaat ekonomi dari suatu harga yang bersangkutan, dan konsumen akan mencari alternatif harga terbaik bagi mereka, dengan mempertimbangkan nilai manfaat yang diberikan. Dengan adanya sensitivitas harga ini, maka pemain akan memilih jenis investasi dengan membandingkan antara nilai dan manfaat yang akan diterima serta mencari alternatif harga terbaik dari pilihan investasi untuk memaksimalkan nilai yang akan diterimanya. Faktor selanjutnya adalah pendidikan, dalam penelitian ini terdapat empat tingkatan pendidikan yang merupakan pendidikan terakhir yang dimiliki para pemain. Keempat tingkatan tersebut adalah Sekolah Menengah Atas (SMA), sarjana, master, dan doktor. Pada permainan bersama mahasiswa kesemuanya memiliki pendidikan terakhir sarjana dan hanya terdapat satu yang memiliki pendidikan doktor, yakni dosen yang berperan sebagai pemerintah pada pengulangan pertama. Pada permainan yang dimainkan bersama staf perum Perhutani KPH Kendal, tingkat pendidikan para pemainnya adalah sarjana. Kemudian tingkat pendidikan para pemain yang bermain dalam pengulangan kelima di CIFOR memiliki variasi tingkat pendidikan antara master dan doktor. Pada permainan keenam yang dimainkan di perum Perhutani KPH Bogor, tingkat pendidikannya bervariasi antara SMA sampai dengan sarjana. Pengaruh dari faktor ini memberikan pengetahuan terhadap pemain, mengenai jenis-jenis investasi serta cara pandang pemain terhadap kelestarian alam. Ketika permainan dimainkan bersama mahasiswa, sebagian besar pemain memilih untuk berinvestasi jenis investasi yang tidak mengurangi luas hutan, dengan memilih investasi yang bersifat menjaga luas hutan. Selain itu investasi

45

para pemain mahasiswa kurang memiliki variasi jenis investasi dibandingkan dengan permainan bersama perusahaan hutan dan praktisi kehutanan. Jenis investasi tersebut didukung oleh pemerintah yang mengeluarkan beberapa aturan untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan. Pada permainan terakhir, faktor pendidikan lebih nampak pengaruhnya padaaturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Faktor berikutnya adalah faktor pekerjaan. Faktor ini digolongkan menjadi lima golongan, yakni pekerjaan sebagai mahasiswa, NGO (Non Government Organization), instansi, peneliti, dan dosen. Pengaruh pekerjaan ini dapat dilihat pada permainan yang dimainkan bersama mahasiswa, ketika para pemain lebih memilih untuk berinvestasi karbon dan ekowisata serta penanaman di lahan mozaik daripada pembalakan hutan. Hal tersebut juga terjadi dalam permainan yang dimainkan di CIFOR. Latar belakang pekerjaan sebagai peneliti dan anggota NGO berpengaruh terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, yakni dengan melarang investasi pembalakan hutan. Kedua kasus tersebut berbanding terbalik dengan apa yang terjadi dalam permainan bersama staf Perum Perhutani KPH Kendal. Pada permainan ini terdapat dua pemain yang lebih memilih berinvestasi pembalakan hutan daripada karbon dan ekowisata. Kedua pemain tersebut memiliki latar belakang pekerjaan sebagai ketua LMDH. Hal ini disebabkan karena faktor pengalamannya di lapangan untuk memanfaatkan sumber daya hutan secara langsung dalam bentuk barang. Meskipun memiliki pekerjaan yang sama, yakni LMDH, namun karena latar belakang dan pengalaman usaha yang berbeda maka orinentasi dalam bermain pun berbeda. Pemain dari LMDH KPH Bogor lebih memilih untuk berinvestasi ekowisata karena di daerahnya hutan lebih banyak dimanfaatkan untuk ekowisata dan agroforestri. 4.2.4 Interaksi Antar Pemain Dalam pengelolaan sumber daya hutan, pemain atau aktor yang berkepentingan terhadap hutan pasti memiliki kontribusinya masing-masing dalam mengelola atau memanfaatkan hutan. Peranan aktor ini tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, karena dalam pengelolaan hutan para stakeholder diharuskan untuk bekerjasama dalam mengelola hutan serta memanfaatkan hutan

46

agar tetap terjaga kelestariannya. Menurut Turocy dan Stengel (2001), terdapat tiga konsep dasar dalam Game Theory yang dapat menggambarkan interaksi antar pemain dalam sebuah permainan. Ketiga teori tersebut adalah rasionalitas, individualisme, dan saling ketergantungan. 4.2.4.1 Individualisme Pengertian individualisme dalam Game Theory adalah salah satu istilah yang digunakan untuk membagi Game Theory kedalam dua bagian besar, yakni teori kooperatif dan teori non-kooperatif (Nash 1953). Teori kooperatif menjelaskan bahwa masing-masing pemain dapat saling bekerjasama secara terikat dan memikirkan bagaimana suatu sumber daya dapat dibagi secara adil. Pada permainan non-kooperatif, kerjasama dapat tercapai, namun perbedaannya terletak pada bagaimana seseorang dapat mencapai tujuannya sendiri atas dasar interaksinya dengan orang lain. Selain menjelaskan mengenai teori kooperatif dan non-kooperatif, individualisme juga menjelaskan mengenai motivasi seorang pemain atau aktor untuk memenangkan suatu permainan karena adanya kompetisi dengan pemain lain. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang dapat diakses oleh banyak pihak, sehingga sumber daya hutan harus dibagi secara adil kepada semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap hutan, diperlukan sebuah kesepakatan antar pemegang kepentingan tersebut. Masalah tersebut dapat dirumuskan dengan menggunakan salah satu pengembangan konsep dasar dalam Game Theory, yaitu kerjasama. Penggunaan teori ini dilatarbelakangi oleh beberapa karakteristik hutan yang sangat menarik bagi para stakeholder antara lain, sumber daya hutan memiliki aksesibilitas yang bebas untuk bisa dimanfaatkan oleh siapapun (Albiac dan Soriano 2008). Selain itu, hasil yang besar dari pemanfaatan sumber daya hutan menyebabkan banyak pihak yang berusaha memiliki hak untuk mengelola sumber daya hutan, sehingga rawan terjadinya konflik antar stakeholder. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan Landscape Game yang merupakan miniatur landscape hutan pada suatu wilayah serta dapat diakses dengan bebas oleh stakeholder yang berkepentingan di sana. Menurut Purnomo dan Irawati (2011), permainan ini merepresentasikan landscape hutan kedalam sebuah papan permainan yang memiliki luas total 100 000 ha (satu sel diasumsikan memiliki

47

luas 1000 ha). Setiap pemain bebas untuk bisa melakukan investasi pada setiap sel yang ditempatinya dengan jenis investasi yang sudah ditentukan (Lampiran 1). Salah satu contoh interaksi yang ingin dilihat dalam permainan ini adalah konflik antar aktor karena permainan ini dapat dijadikan alat untuk mencari tahu bagaimana strategi dan cara pikir setiap aktor yang terlibat dalam konflik tersebut. Permainan Landscape Game yang dimainkan oleh mahasiswa, konflik yang terjadi antar pemain sedikit. Hal ini disebabkan karena pemain beranggapan bahwa telah disediakan lahan sebanyak 100 sel yang siap untuk dimanfaatkan sehingga membuat para pemain merasa masih bisa berinvestasi di sel lain jika mereka tidak bisa berinvestasi pada suatu sel. Telah dijelaskan dalam aturan permainan, bahwa jika seorang pemain berada pada sel atau lahan milik orang lain, pemain tersebut dapat melakukan negosiasi terhadap pemilik lahan tersebut untuk bisa bekerjasama. Hal ini menggambarkan kondisi di dunia nyata bahwa apabila seseorang atau individu memiliki investasi pada suatu wilayah, tidak menutup kemungkinan untuk investor lain bekerjasama dengan melakukan investasi pada lahan tersebut. Salah satu konflik pada permainan bersama mahasiswa adalah ketika pemerintah dengan pemain mengalami perbedaan argumen dalam penentuan jumlah pajak, insentif, disinsentif, dan peraturan tata kelola lahan. Pemerintah menginginkan pajak yang sesuai untuk sumber daya yang dimanfaatkan, namun pemain ingin jumlah pajak lebih kecil. Perbedaan pendapat ini juga terjadi dalam permainan keenam bersama Perum Perhutani KPH Bogor. Pada permainan Landscape Game bersama Perum Perhutani KPH Kendal, terdapat satu hal yang menarik, yakni para pemain tidak ingin membuang kesempatan untuk tidak berinvestasi, sehingga ketika salah satu pemain berada pada lahan milik pemain lain, pemain tersebut berusaha untuk melakukan negosiasi mengenai kemungkinan bisa dilakukannya kerjasama dalam mengelola lahan tersebut. Interaksi ini sesuai dengan salah satu Game Theory yakni teori kooperatif, yakni bekerjasama untuk memperoleh keuntungan. Namun, jika dilihat dari teori non-kooperatif, para pemain telah melakukan kerjasama untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri.

48

Latar belakang pemain pada permainan yang dilaksanakan di CIFOR memiliki variasi yang cukup banyak. Para pemain berasal dari beberapa negara yang memiliki pandangan berbeda dalam mengelola hutan. Interaksi antar pemain dan pemerintah dalam permainan ini dapat diamati dengan baik. Interaksi tersebut menggambarkan proses perizinan untuk memperoleh hak pengelolaan hutan meskipun terdapat aturan pemerintah yang melarangnya. Pemerintah dalam permainan ini menerima sejumlah uang dari pemain A untuk mendapatkan izin melakukan investasi pembalakan hutan di suatu wilayah sel. Hal tersebut dilakukan pemain A karena pemerintah tetap tidak mengizinkan pembukaan perusahaan pengelolaan hutan meskipun pemain ini telah memenuhi syarat dan ketentuan sesuai standar FSC untuk bisa membuka sebuah perusahaan pengusahaan hutan. Interaksi tersebut menggambarkan tindakan rasional yang dilakukan pemain A agar keuntungannya dapat maksimal maka ia harus melakukan pendekatan terhadap pemerintah selaku pembuat keputusan. Pada permainan kali ini, para pemain bisa leluasa bersaing untuk memenangkan permainan tanpa harus memikirkan investasi mana yang merusak atau tidak merusak hutan karena pemerintah telah membuat regulasi yang menjelaskan bahwa setiap pemain boleh memanfaatkan hutan untuk mendapatkan keuntungan, namun tidak dalam bentuk kayu logging. 4.2.4.2 Rasionalitas Romp (1997), menyatakan bahwa rasionalitas adalah tindakan paling rasional yang dilakukan oleh seorang pemain atau aktor berdasarkan data dan informasi yang lengkap dari lingkungan untuk bisa mendapatkan keuntungan maksimal bagi diri sendiri. Rasionalitas dalam penelitian ini diwujudkan dalam bentuk motivasi atau latar belakang pemain untuk memutuskan memilih suatu investasi yang menguntungkan. Pada permainan pertama bersama tiga mahasiswa, ketika pemain B dan C berada pada sel pertambangan yang hanya ada dua sel dari 100 sel, memilih untuk berinvestasi tambang meskipun hasilnya tidak seperti pada dunia nyata. Hal ini disebabkan karena kesempatan yang kecil untuk bisa berada pada lahan tersebut untuk kedua kalinya, yakni dua sel berbanding 98. Ketika permainan dimainkan bersama mahasiswa dan dosen, para pemain berpikir secara rasional ketika

49

pemerintah melarang sumber daya air dimiliki secara pribadi dengan memiliki jenis investasi lain, yakni ekowisata dan karbon serta penanaman pada lahan mozaik. Padahal, dalam Landscape Game ini hanya terdapat satu sel air dengan keuntungan cukup besar yakni 40Þ dan setiap pemain yang akan berinvestasi harus membayar sejumlah uang kepada pemilik investasi tersebut. Berbanding terbalik dengan kondisi ini, pada permainan bersama peserta pelatihan dari Wageningen University, salah satu pemain, yakni pemain D mendapatkan kesempatan untuk berada pada sel air dan ia tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk berinvestasi pada sel tersebut. Namun ketika permainan dimainkan bersama empat mahasiswa, para pemain bersaing untuk berinvestasi pembalakan hutan. Interaksi ini disebabkan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah kecil dan tidak adanya regulasi mengenai pengaturan kepemilikan investasi ini. Hal yang sama juga terjadi pada permainan yang dimainkan di Perum Perhutani KPH Kendal, para pemain dalam permainan ini berusaha untuk berinvestasi logging sebanyak mungkin karena pajak yang ditetapkan pemerintah kecil serta kebutuhan masyarakat akan kayu yang semakin meningkat. Hal tersebut tidak terjadi pada permainan keenam bersama dinas kehutanan, Perum Perhutani dan akademisi, para pemain cenderung untuk memilih jenis investasi hutan tanaman, ekowisata dan karbon, meskipun terdapat juga pemain yang berinvestasi pembalakan hutan dan pertambangan. Hal ini didasari atas keinginan para pemain untuk memanfaatkan hutan secara lestari, baik di lahan mosaik ataupun hutan tepi dan hutan inti. Namun secara keseluruhan, dalam penelitian ini hal paling rasionalitas yang dilakukan para pemain adalah berinvestasi hutan tanaman ketika berada di lahan mozaik dan karbon serta berinvestasi ekowisata pada hutan inti atau hutan tepi. Investasi pembalakan hutan dalam permainan tersebut dipilih ketika terdapat celah pada aturan yang dibuat pemerintah. 4.2.4.3 Saling Ketergantungan Selain individualisme dan rasionalitas, menurut Romp (1997) masih terdapat satu konsep dasar dalam Game Theory, yakni saling ketergantungan. Saling ketergantungan dalam Game Theory diartikan sebagai keterbatasan terhadap kebebasan dan keinginan individu untuk bertindak karena terdapat

50

individu lain yang juga memiliki kepentingan dalam wilayah yang sama. Selain itu, teori ini mengindikasikan bahwa setiap pemain akan terpengaruh dengan aktivitas yang dilakukan pemain lain. Salah satu contoh saling ketergantungan yang menguntungkan adalah ketika salah seorang pemain berinvestasi ekowisata, maka investor tersebut akan bergantung kepada investor lain untuk mendapatkan keuntungan. Hal lain terjadi pada sel air, setiap pemain lain yang ingin berinvestasi harus membayar sebesar 5Þ terhadap pemilik investasi air. Selain itu saling ketergantungan juga dapat di definisikan sebagai dampak yang akan dirasakan oleh seorang pemain akibat dari aktivitas pemain lainnya karena berada pada wilayah yang sama. Hubungan aksi reaksi dalam permainan ini dapat dilihat ketika seorang pemain memilih sebuah investasi yang meningkatkan kelestarian hutan maka pemerintah akan memberikan insentif. Begitu pula sebaliknya, ketika pemain memilih jenis investasi yang dapat merusak lingkungan hutan pemerintah dapat memberikan hukuman atau disinsentif. 4.2.5 Penerapan Teori Penilaian Sumber daya Alam Setiap investasi yang dilakukan seorang pemain pasti memiliki latar belakang ekonomi. Hal ini disebabkan karena setiap individu harus memenuhi kebutuhan hidupnya. Seorang pemain akan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin untuk memilih jenis investasi yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut pandangan ekonomi, aktivitas mempertimbangkan pilihan barang atau jasa untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal berdasarkan informasi dari lingkungannya disebut rasionalitas ekonomi. Namun pada kenyataannya, penilaian sumber daya alam tidak bisa hanya dilihat dari untung ruginya seseorang dalam memilih suatu investasi, melainkan terdapat faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan, seperti faktor sosial dan ekologi. Oleh karena itu, dalam perkembangannya yang selalu dinamis, pandangan mengenai penilaian sumber daya alam telah melahirkan beberapa teori baru, yakni teori Naturalis, Libertarian, Rawlsian, dan Utilitarian. Masing-masing teori ini memiliki pandangan yang berbeda mengenai bagaimana memanfaatkan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan manusia.

51

1. Teori Naturalis Menurut teori Naturalis, di dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam, manusia tidak boleh sampai menimbulkan kerusakan yang signifikan terhadap lingkungan. Teori ini didukung oleh paham enviromentalis, yang mengatakan bahwa manusia harus mencoba untuk mulai memandang lingkungan alam dan semua yang terkandung di dalamnya sebagai sumber daya yang nilainya tidak hanya tergantung dari sudut pandang manusia. Pada umumnya, manfaat dari sumber daya alam dalam teori ini bersifat intangible. Intangible adalah manfaat dari sumber daya alam yang berkaitan dengan hasil dalam bentuk yang tidak nyata, seperti hidrologi, kenyamanan hidup, dan jasa lingkungan (Arief 2001). Teori Naturalis dalam permainan ini, diikuti oleh beberapa pemain, antara lain pemain D pada pengulangan pertama, pemain A pada pengulangan kedua dan pemain B pada pengulangan ketiga bersama mahasiswa. Selanjutnya pada permainan bersama staf dari Perhutani Kendal, pemain yang mengikuti teori ini adalah pemain D. Ketika permainan dimainkan di CIFOR, teori ini diikuti oleh pemerintah. Pada permainan terakhir, paham ini diikuti oleh pemain C dan A yang berlatar belakang akademisi dan LMDH. Pengertian “mengikuti” adalah bahwa pemain tersebut menilai sumber daya alam dari banyak sisi, tidak hanya dari sisi ekonominya saja. Sejatinya prinsip ini tetap mengakomodir keinginan manusia untuk bisa memanfaatkan sumber daya alam, namun dengan jumlah yang lebih proporsional. Selain itu, prinsip ini akan membuat manusia menjadi lebih inovatif karena harus menciptakan inovasi yang baru serta ramah lingkungan namun tetap mampu memenuhi kebutuhan manusia. Secara kasat mata teori ini tidak sesuai jika diterapkan pada suatu kondisi ketika setiap individu berpikir bahwa pemanfaatan sumber daya alam adalah sebuah kompetisi yang harus dimenangkan. 2. Teori Libertarian Menurut teori Libertarian, pengelolaan sumber daya alam dapat dilakukan dengan baik dan lestari jika dikelola oleh individu dengan kepemilikan yang jelas. Teori ini juga menjelaskan bahwa kesejahteraan akan dapat dicapai dengan adanya sistem pajak. Sistem tersebut memiliki arti bahwa pemilik modal akan

52

membagi sumber dayanya kepada bukan pemilik modal melalui mekanisme pembayaran pajak. Setiap teori yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan pasti memiliki kelemahan akibat dari perbedaan persepsi manusia dan sifat lingkungan yang dinamis. Kelemahan dari teori ini adalah tidak diperhatikannya faktor ekologi dan kelestarian sumber daya alam yang akan dimanfaatkan, sehingga lingkungan dapat bertambah rusak. Selain itu, kesejahteraan yang merata tidak akan tercapai jika sistem pajak gagal, karena kekayaan hanya akan dinikmati beberapa orang. Teori Libertarian murni pada permainan ini tidak dijumpai, namun yang dijumpai adalah pengembangan dari teori ini. Pengembangan dari teori ini adalah individu dapat memanfaatkan sumber daya alam sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mendapatkan keuntungan, namun dengan catatan peran pemerintah sebagai regulator harus dimaksimalkan untuk mengatur aktivitas pemanfaatan tersebut. Para pemain dalam permainan ini harus menaati aturan yang ditetapkan oleh pemerintah meskipun terkadang terjadi perbedaan pendapat dalam penetapannya. Jika dilihat dari sisi individu, individu yang mendukung gagasan ini adalah individu yang menilai sebagian besar benda dalam kesatuan ekosistem alam sebagai kapital yang bernilai ekonomi. 3. Teori Rawlsian Teori Rawlsian adalah teori yang menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial hanya akan dicapai jika pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan prinsip kepemilikan bersama, sehingga keadilan sosial akan diperoleh melalui distribusi kekayaan yang merata. Gagasan seperti ini dapat ditemui pada pengulangan pertama ketika pemerintah melarang privatisasi air. Jika teori kedua dan ketiga yang disampaikan oleh Nozick dan Rawls diaplikasikan dalam permainan Landscape Game, maka akan didapatkan dua hasil yang berbeda. Gagasan yang disampaikan Nozick akan menghasilkan seorang pemenang, namun tanpa memperhatikan kondisi lingkungan, dan belum tentu kesejahteraan yang merata dapat dicapai karena akan ditentukan oleh berjalannya sistem pajak atau tidak. Berbeda dengan gagasan yang disampaikan Rawl, tidak akan ada pemenang, melainkan hanya terciptanya keadilan sosial pada

53

masyarakatnya. Kedua gagasan ini mengutamakan kesejahteraan komunitas (sosial) dan keuntungan dari pasar (ekonomi), namun tidak mempertimbangkan faktor lingkungan dan generasi di masa depan yang merupakan prinsip utama dari kelestarian. 4. Teori Utilitarian Teori keempat menjelaskan bahwa dalam pengelolaan sumber daya alam, pengelola harus mempertimbangkan kesejahteraan secara sosial yang merupakan agregasi dari utilitas individu dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan, atau disebut teori Utilitarian. Meskipun secara tersirat, pengertian ini telah mempertimbangkan bagaimana generasi yang akan datang dapat mengakses sumber daya alam, meskipun akan terdapat perbedaan dalam hal jenis sumber dayanya dengan yang ada saat ini. Para pemain dalam permainan ini selalu berusaha untuk berinvestasi dengan investasi yang menurut mereka paling menguntungkan. Meskipun demikian, mereka tetap memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan dan generasi yang akan datang dengan memilih jenis investasi yang mendatangkan keuntungan tidak banyak namun memiliki manfaat intangible yang besar. Sebagian besar pemain dalam penelitian ini memiliki pemahaman teori Utilitarian. Teori ini dapat dilihat pada tiga pengulangan permainan bersama mahasiswa, yakni ketika para pemain bersaing untuk memenangkan permainan namun tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Ketika permainan dimainkan bersama Perum Perhutani KPH Kendal, teori yang dianut lebih bervariasi, yakni terdapat dua pemain yang lebih cenderung menganut teori Libertarian dan Rawlsian, yang menjelaskan bahwa sumber daya alam harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan komunitas. Selain kedua pemain tersebut, dua pemain yang tersisa menganut teori naturalis dan utilitarian. Pada permainan bersama peserta pelatihan dari Wageningen University di CIFOR, para pemain lebih cenderung menganut paham teori Utilitarian dan Naturalis. Kedua teori ini dapat ditunjukan ketika pemerintah mengeluarkan aturan yang mengenai pelarangan kegiatan penebangan hutan, selain itu sebagian besar pemain juga berinvestasi karbon, ekowisata, dan membangun hutan

54

tanaman. Permainan terakhir bersama Perum Perhutani KPH Bogor, para pemain selain pemain dari akademisi dan LMDH juga cenderung menganut paham utilitarian ini. 4.2.6 Penerapan Game Theory dan Simulasi dalam Dunia Nyata Selain dalam simulasi, Game Theory dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Teori ini dapat digunakan untuk memberikan solusi terhadap suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih pemangku kepentingan yang kepentingannya berbeda. Selain itu, dalam Game Theory setiap individu dituntut untuk dapat mengoptimalkan strateginya masing-masing berdasarkan strategi yang diterapkan individu lain. Pada aktivitas pengelolaan sumber daya alam yang melibatkan banyak pemangku kepentingan, Game Theory sangat membantu dalam menemukan alternatif-alternatif pemecahan masalah atau konflik yang terjadi di dalamnya. Sebagai contoh adalah konflik mengenai distribusi sumber daya air. Pada konflik tersebut terdapat beragam stakeholder yang terlibat di dalamnya (hulu, tengah dan hilir) dan masing-masing memiliki aktivitas ekonomi dan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan keuntungan yang dapat menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Salah satu manfaat dari Game Theory dalam contoh kasus ini adalah para stakeholder yang terlibat diharapkan dapat memformulasikan alternatif-alternatif strategi terbaik berdasarkan informasi mengenai siapa saja stakeholder yang terlibat, aktivitas ekonomi apa saja yang dilakukan dan dampak apa saja yang dapat timbul dari aktivitas ekonomi tersebut. Terdapat tiga konsep dasar dalam Game Theory yang juga dapat digunakan untuk menganalisa contoh kasus ini. Pertama adalah rasionalitas yang menjelaskan tentang bagaimana seorang individu melakukan tindakan paling rasional untuk mendapatkan keuntungan maksimal berdasarkan informasi yang lengkap dari lingkungannya. Teori yang selanjutnya adalah individualisme, teori ini menjelaskan keinginan setiap individu untuk dapat memenangkan suatu persaingan dengan individu lainnya. Teori yang terakhir adalah saling ketergantungan yang berarti semua individu berada pada sebuah bentang alam yang sama dan bersama-sama memanfaatkannya. Selain dalam penyelesaian

55

konflik dan pengelolaan sumber daya alam, aplikasi Game Theory juga dapat digunakan dalam bidang industri. Terdapat beberapa hal yang dapat diambil dari permainan ini sebagai penyerderhanaan dari dunia nyata. Pemerintah diharapakan dapat menetapkan kebijakan atau aturan yang dapat menigkatkan produktivitas lahan. Selain itu pemerintah diharapkan dapat bersifat adil, bijaksana transparan dan bertanggung gugat dalam mengambil keputusan. Hal ini disebabkan karena sumber daya alam merupakan aset yang sangat penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Setiap aktor memiliki cara pandangnya sendiri dalam melakukan aktivitas pengelolaan sumber daya alam. Hal ini tergantung dari latar belakang aktor tersebut dan dapat dilihat dari aktivitasnya dalam melakukan aktivitas pengelolaan sumber daya alam. Permainan ini menunjukan bahwa untuk dapat mencapai sebuah pengelolaan sumber daya alam yang baik perlu adanya komunikasi dan kerja sama dari setiap aktor atau pihak yang terlibat.

.

56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 4.1

Kesimpulan Simulasi pengelolaan hutan menggunakan Landscape Game ini dapat

mengamati interaksi antar stakeholder dalam mengelola hutan. Interaksi tersebut antara lain konflik dan negosiasi yang dibuat antar pemangku kepentingan, serta kebijakan pemerintah dalam mengelola lahan hutan. Dari simulasi ini strategi investasi terbaik untuk setiap bentang lahannya adalah sengon (Paraserianthes falcataria) dan jati (Tectona grandis) untuk jenis lahan mozaik. Pada jenis lahan hutan inti dan hutan tepi jenis strategi investasi terbaik adalah melakukan pembalakan hutan yang tidak berlebihan, berinvestasi ekowisata dan karbon. Strategi terbaik untuk memenangkan permainan adalah ketika setiap pemain selalu memanfaatkan kesempatan bermain untuk berinvestasi. Investasi pemain dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara lain pay-off (harga dan hasil) yang paling menguntungkan, posisi pemain lain dalam papan permainan, serta waktu permainan. Teori yang banyak diikuti oleh pemain untuk menilai sebuah sumber daya alam adalah teori Utilitarian. Selain itu, pemain dapat memperkirakan dan mengetahui dampak dari pengelolaan lahan yang dilakukannya, sehingga dapat memperkirakan apa yang bisa terjadi apabila manajemen pengelolaan tersebut diaplikasikan ke dunia nyata. 5.2

Saran Saran dalam penelitian ini adalah permainan Landscape Game ini

diharapkan bisa dikembangkan ke versi berikutnya yang mampu mengamati interaksi pengelolaan hutan yang melibatkan lebih banyak pihak secara lebih detail. Untuk tahapan lebih lanjut, permainan ini dapat dibuat untuk versi komputer dan on-line.

57

DAFTAR PUSTAKA

Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan ke-5. Kanisius:Yogyakarta Chomitz K. 2007. Dalam Sengketa?: Perluasan Pertanian, Pengentasan Kemiskinan, dan Lingkungan di hutan Tropis. Sungkono C, Penerjemah. Jakarta: Salemba Empat. Terjemahan dari: At Loggerheads?: Agricultral Expansion, Poverty Reduction, and Environment in the Tropical Forest:284 Clark C W. 1980. Restricted Access to a Common Property Resource: A GameTheoretic Analysis. in P. Liu (ed.) Dynamic Optimization and Mathematical Economics, New York: Plenum Press. Colella V. 2000. Participatory Simulations: Building Collaborative Understanding Through Immersive Dynamic Modeling. Journal of the Learning Sciences. 9(4): 471–500. [ComMod] 2009. Companion Modeling Approach Companion 2004. Companion Modeling and Resilience of Ecosystems in Southeast Asia: Principles and Tools. Journal of Forestry Research. volume: 4 Cooper DJ., Kagel JH., Lo W., and Gu QL. 1999. Gaming Against Managers in Incentive Systems: Experimental Results with Chinese Students and Chinese Managers. Journal of American Economic Review. 89(4): 781–804. Dinar A., Dinar S., McCaffrey S., and McKinney D. 2007. Bridges over Water: Understanding Transboundary Water Conflicts Negotiation and Cooperation. Didalam: Dinar A, Albiac J, Soriano JS., editor. 2008. Game Theory and Policy Making in Natural Resouces and the Environment. New York: Routledge: 22 Fabricant S. 1974. Perspective On Productivity Research. Review of Income and Wealth, 20: 235–249. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.14754991.1974.tb00921.x/re ferences [13 April 2021] Hairiah K. 2007. Modul 2: Perubahan Iklim Global: Dampak dan bahayanya. www.bpphp17.web.id/database/modul/.../Modul%202.pdf [21 Januari 2012] Jaya T. 2004. Potensi Kekayaan Alam Indonesia: Ada Apa Dengan Pengelolaan Sumber daya Alam Indonesia http://www.jurnal-ekonomi.org/2004/04/22/ [20 September 2011] Manik KSE. 2010. Kelembagaan Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) http://blog.unila.ac.id/kes_manik/das-kelembagaan/ [26 Desember 2010] Mill J S. (1906). Utilitarianism. Chicago, IL: University of Chicago Press.

58

Nash T. 1953. Two-Person Coorporative Games, Journal Econometris. 21(1): 128-140. Neumann J., Morgenstern O. 1953. Theory of Games and Econimic Behavior. Journal of New York 1(1):39-60. Norton GB. 2005. Sustainabillity: A Philosophy of Adaptive Ecosystem Management. United States: Chicago Press. London. Nozick R. 1974. Anarchy, State, and Utopia. United States: Basic Books Press. Ostrom E., Schroeder L., Wynne S. 1993.Institutional Incentives and Sustainable Devolopment: Insfratructure Policies in Prespective. Boulder. Wesvie press Purnomo H., Guizol P., Mendoza G. 2009. Exploring Partnerships between Local Communities and Timber Companies: An Experiment Using the RolePlaying Games Approach. International Journal of Forestry Research. Purnomo H., Irawati R H. 2011. Landscape Game: A Model to Understand the Dynamics of Land Competition, Policy Measure and Sustainability of a Landscape, di dalam: Makalah disampaikan dalam Pelatihan Governance For Forests, Nature And People Managing Multi-Stakeholder Learning in Sector Wide Approaches and National Forest Programme. Bogor, 24 Oktober - 4 November 2011. Bogor: Center for International Forestry Research dengan Wageningen University. Purnomo H. 2008. Landscape Game Manual. CIRAD and CIFOR. Bogor. http://www.cifor.org/lpf/landscapegame/ [1 December 2011] Rawls J. 1971. A Theory of Justice. United states: Belknap Press. Romp G. 1997. Game Theory: Introduction and Applications. United States: Oxford University Press Inc. Oxford: 284 Shanker V., Rangaswamy A., Pusateri M. 1999. Online Medium and Price sensitivity.http://ftp.cba.uri.edu/classes/Archive/Chiang/E-folder/venkateshrangaswamy-pusateri.pdf [20 Januari 2012] Turocy T., Stengel B. 2001. Game Theory. In CDAM Research Report LSE CDAM-2001-09.CDAM http://www.cdam.lse.ac.uk/Reports/reports2001.html [26 Agustus 2011] Umar. 2009. Persepsi dan Perilaku Masyarakat dalam Pelestarian Fungsi Hutan Sebagai Daerah Resapan Air (Studi Kasus Hutan Penggaron Kabupaten Semarang) [tesis] Semarang: Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah.

59

LAMPIRAN

60

Lampiran 1 Jenis investasi dalam permainan Landscape Game (Purnomo 2008). Tipe Wilayah

Hutan Inti/Tepi

Lahan Mosaik

Sel-sel khusus

Peluang Investasi

Biaya (Þ)

Hasil (Þ)

Hipotek (Þ)

Nilai Aset (Þ)

Periode Waktu Setiap ada pemain yang singgah atau melewati lahan tersebut Setiap ada pemain yang singgah atau melewati lahan tersebut

Catatan

Ekowisata

10

2

5

7

Ekowisata di hutan bernilai konservasi tinggi (HCVF)

20

3

10

15

Pembalakan Hutan

13

50

6

7

Satu putaran

2

8

5

5

Satu putaran

22

40

11

17

Satu putaran

21

59

10

16

Satu putaran

Perkebunan Biodisel

6

8

3

5

Satu putaran

Hutan Kemasyarakatan Sengon

30

74

15

25

Satu putaran

Perlu investasi ulang setelah satu putaran

Hutan tanaman jati

60

150

30

50

Dua putaran

Perlu investasi ulang setelah dua putaran

Karbon untuk reforestasi

6

6

3

5

Satu putaran

Karbon untuk menghindari deforestasi dan degradasi (REDD) Hutan Tanaman Akasia Perkebunan Kelapa Sawit

Kebakaran

25

-

-

-

Longsor

15

-

-

-

-

Ambil Kartu

-

-

Pertambangan batu bara

50

75

20

30

Pengusahaan air minum

50

5

30

40

Ancaman

Bukan areal HCVF; perlu investasi ulang setelah satu putaran

Perlu investasi ulang setelah satu putaran Perlu investasi ulang setelah satu putaran Perlu investasi ulang setelah satu putaran

Kartu akan menentukan berapa banyak anda mendapatkan poin

Ambil kartu

Dana Kelestarian

Areal di hutan bernilai konservasi tinggi

Satu putaran

Jika ada total empat sel yang berisi hutan tanaman cepat (akasia dan sengon) dan kelapa sawit Jika total lima sel yang berisi pembalakan hutan dan pertambangan batu bara Kartu akan menunjukan resiko yang harus anda bayarkan Perlu investasi ulang setelah dua putaran Mendapatkan Þ5 untuk setiap investasi pemain

61

Lampiran 2 Ringkasan secara umum motivasi stakeholder mahasiswa dalam memilih jenis investasi Jenis No. Latar Belakang Pemilihan Investasi Investasi Pembalakan 1. a. Mendapatkan hasil yang banyak dan pajak yang kecil Hutan b. Membuka aksesbilitas jalan 2.

Ekowisata

a. Mendapat insentif dari pemerintah b. Setiap pemain yang melewati harus membayar c. Melestarikan lingkungan d. Memberdayakan masyarakat desa hutan

3.

Jati

a. Aset dan hasil yang besar b. Sebagai hutan tanaman dan reboisasi

4.

Karbon

a. Melestarikan lingkungan b. Insentif dari pemerintah c. Menyerap karbon

5.

Tidak

a. Tidak sesuai dengan aturan pemerintah

Berinvestasi

b. Topografi tidak mendukung c. Lahan sudah menjadi millik pemain lain d. Mendapatkan punishment e. Tidak memiliki modal

6.

Sengon

a. Sebagai tanggung jawab sosial b. Mengurangai erosi di sempadan sungai c. Taman wisata dan Agroforestri d. Investasi jangka panjang

7.

Kelapa

a. Harga investasi yang murah

Sawit

b. Pemberdayaan masyarakat sekitar perkebunan c. Dekat dengan jalan sehingga aksesbilitas mudah d. Untuk kegiatan penanaman lahan kosong

8.

Akasia

a. Kegitan penghijauan b. Pembuatan HTI untuk mendapatkan keuntungan besar Agroferestri

9.

Biofuel

a. Pemerintah memberikan insentif b. Alternatif lain untuk bahan bakar ramah lingkungan

62

Lampiran 3 Ringkasan secara umum motivasi stakeholder perusahaan kehutanan dalam memilih jenis investasi Jenis No. Latar Belakang Pemilihan Investasi Investasi 1. Bioefuel a. Mencari alternatif bahan baku bahan bakar ramah lingkungan 2.

Akasia

a. Untuk persediaan kayu bakar bagi masyarakat

3.

Karbon

a. Mengurangi emisi karbon b. Mengurangi deforestasi dan degradasi lahan hutan c. Mendapatkan insentif dari pemerintan

4.

Pembalakan

a. Memenuhi permintaan pasar

Hutan

b. Peremajaan tanaman c. Meningkatkan nilai tambah hutan d. Kebutuhan masyarakat akan kayu

5.

Sengon

a. Mendapatkan keuntungan yang besar b. Memberikan mata pencaharian baru untuk masyarakat Menerapkan pola agroforestri

6.

Kelapa

a. Melakukan inovasi produk kehutanan

sawit

b. Meningkatkan prosuksi minyak dan mengurangi impor minyak Investasi jangka panjang

7.

Tidak

a. Mendapatkan hukuman

berinvestasi

b. Kembali ke investasi milik sendiri c. Lahan milik investor lain d. Modal tidak mencukupi

8.

Jati

a. Percobaan varietas baru JPP

9.

Ekowisata

a. Membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat b. Melestariakn alam sambil mendapatkan pemasukan.

63

Lampiran 4 Ringkasan secara umum motivasi stakeholder praktisi kehutanan internasional dalam memilih jenis investasi Jenis No. Latar Belakang Pemilihan Investasi Investasi 1. Karbon a. Mencegah pemanasan global b. Mengurangi emisi karbon c. Mendapat insentif dari pemerintah 2.

Biofuel

a. Menigkatan produksi minyak alternatif

3.

Air

a. Setiap orang yang akan berinvestasi harus membayar kepada pemilik air

4.

Akasia

a. Untuk kegiatan penghijauan dan mendapatkan keuntungan yang besar

5.

Tidak

a. Lahan telah menjadi milik pemain lain

berinvestasi

b. Terdapat enclave c. Tidak memiliki modal

6.

7.

Pembalakan

a. Mendapatkan keuntungan yang besar

Hutan

b. Mendapat izin dari pemerintah

Ekowisata

a. Mendapatkan keuntungan dari setiap orang yang lewat b. Melestarikan Flora dan Fauna

8.

Sengon

a. Memenuhi permintaan bahan baku industri b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan

9.

Jati

a. Keuntungan dan aset yang besar

64

Lampiran 5 Ringkasan secara umum motivasi stakeholder kehutanan di Bogor dalam memilih jenis investasi Jenis No. Latar Belakang Pemilihan Investasi Investasi 1. Karbon a. Mencegah pemanasan global b. Mengurangi emisi karbon c. Mendapat insentif dari pemerintah 2.

Biofuel

a. Menigkatan produksi minyak alternatif

3.

Air

a. Setiap orang yang akan berinvestasi harus membayar kepada pemilik air

4.

Akasia

a. Untuk kegiatan penghijauan dan mendapatkan keuntungan yang besar. b. Bahan baku pulp

5.

6.

Tidak

a. Lahan telah menjadi milik pemain lain

berinvestasi

b. Tidak memiliki modal

Pembalakan

a. Mendapatkan keuntungan yang besar

Hutan 7.

Ekowisata

a. Mendapatkan keuntungan dari setiap orang yang lewat b. Melestarikan Flora dan Fauna

8.

Sengon

a. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan

9.

Jati

a. Keuntungan dan aset yang besar