APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MEMETAKAN KEKERINGAN LAHAN

Download JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Jun, 2013) ISSN: 2301-9271. Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Memetakan. Kekeringan Lahan dengan Metode...

0 downloads 572 Views 598KB Size
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Jun, 2013) ISSN: 2301-9271

Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Memetakan Kekeringan Lahan dengan Metode Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) (Studi Kasus : TN Bromo Tengger Semeru) Ahmad Azhar Ibrahimi dan Hepi Hapsari Handayani Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia Email : [email protected]

Abstrak Kekeringan lahan terjadi ketika suatu lahan mengalami kekurangan air. Di Indonesia pada setiap musim kemarau hampir selalu terjadi kekeringan pada hutan dengan intensitas dan luas daerah yang berbeda tiap tahunnya, sehingga pemantauan kekeringan lahan secara actual sangat penting dilakukan. Model TVDI (Temperature Vegetation Dryness Indeks) digunakan untuk memantau kekeringan lahan kawasan hutan pada penelitian ini. Indeks kekeringan (TVDI) dihitung berdasarkan suhu permukaan dan indeks vegetasi. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan model TVDI dengan menggunakan indeks vegetasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan suhu permukaan LST (Land Surface Temperature) dari data ASTER level 3, Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru akuisisi 27 September 2009. Dari penelitian ini didapat formula pada hutan Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah TVDI = (LST – (50.86*NDVI – 20.253))/((-114.248*NDVI) + 88.162). Daerah dengan nilai TVDI 0 – 0.2 (basah), 0.2 – 0.4 (agak basah), 0.4 – 0.6 (normal), 0.6 – 0.8 (agak Kering), 0.8 – 1 (kering) memiliki luas secara beturut-turut yaitu 3282.28 ha, 4263.19 ha, 8039.59 ha, 7156.46 ha, 2553.30 ha. Kata KunciASTER, NDVI, LST, TVDI

I. PENDAHULUAN EKERINGAN adalah merupakan salah satu bencana yang sulit dicegah dan datang berulang. Secara umum pengertian kekeringan adalah kondisi kekurangan air pada suatu wilayah dalam periode waktu yang cukup panjang akibat kurangnya curah hujan [1]. Di Indonesia pada setiap musim kemarau hampir selalu terjadi kekeringan pada tanaman pangan dengan intensitas dan luas daerah yang berbeda tiap tahunnya. Pada penelitian ini, model TVDI dibangun untuk kawasan hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Hal ini ditujukan untuk dapat memantau kondisi kekeringan lahan guna mengantisipasi bahaya kebakaran hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.12/Menhut-

K

II/2009 tentang Kebakaran Hutan bahwa salah satu upaya pencegahan kebakaran hutan yaitu dengan cara membuat peta kerawanan kebakaran hutan sehingga Hutan Taman Nasional Bromo Tengger semeru yang sejak dulu telah dikenal gudangnya plasma-nutfah flora, dan fauna, serta merupakan perwakilan ekosistem pegunungan provinsi Jawa Timur yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tetap terjaga. Penginderaan Jauh berperan sebagai suatu disiplin yang sedang tumbuh dan memberikan manfaat dalam pengelolaan di bidang kehutanan. Penginderaan Jauh dapat digunakan untuk mengumpulkan data tanpa banyak kerja lapangan, dengan hasil yang lebih cepat dan murah. Saat ini hampir tidak mungkin inventarisasi hutan dilakukan tanpa menggunakan data penginderaan jauh. Pengumpulan data secara langsung di lapangan biasanya lebih akurat dan cermat, tetapi pengumpulan data dengan cara ini akan membutuhkan waktu yang lama. Pada medan yang sulit dijangkau, secara ekonomi maka kerja lapangan tidak mungkin dilakukan atau dilakukan pada sampel lapangan yang jumlahnnya terbatas. Untuk tujuan praktis dalam bidang kehutanan, dapat dilakukan dengan cara menggabungkan antara data penginderaan jauh, data lapangan, dan uji silang hasil analisis citra dengan sampel lapangan [2]. Metode penginderaan jauh sering kali digunakan dalam identifikasi kekeringan lahan. pemanfaatan Citra ASTER ini sangat mengagumkan oleh para pengguna. Sampai saat ini kebutuhan citra ASTER khususnya di Indonesia dari waktu ke waktu semakin banyak dan menyadari bahwa Citra ASTER telah membantu banyak dalam pekerjaannya. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mendeteksi kekeringan yaitu TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index) atau metode triangle yang dikembangkan oleh Carlson et al (1995) [3]. Metode ini menggunakan dua parameter dalam menentukan nilaiindeks kekeringan, yaitu indeks vegetasi dan suhu permukaan sehingga sesuai dengan kondisi wilayah pertanian yang memang terdapat vegetasi di atasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA Indeks Vegetasi (NDVI) Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan sinyal dijital data nilai kecerahan (brightnes) beberapa kanal sensor satelit. Untuk pemantauan vegetasi, dilakukan proses pembandingan antara tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal cahaya inframerah dekat (near infrared). Algoritma Normalized difference Vegetation Index (NDVI) oleh Huete et al (2002) adalah sebagai berikut: A.

Dimana Rnir adalah Kanal inframerah dekat yang pada ASTER merupakan Band 3. Rred merupakan Kanal merah yang pada ASTER merupakan Band 2 B. Suhu Permukaan (LST) Perhitungan LST (Land Surface Temperature) dilakukan untuk memenuhi parameter yang diperlukan dalam perhitungan TVDI dengan cara konversi digital number pada citra untuk menjadi nilai temperature dengan persamaan sebagai berikut: 1. Mengkonversi dari Digital Number (DN) ke radiance (radiansi spectral) Trad = (DN – 1) x UCC

2.

Dimana: Lrad = Nilai spectral citra (Radian) UCC = Unit Conversion Coefficient (Wm-2sr-1µm-1 , lihat Tabel 3.1) Selanjutnya mentransformasikan nilai pancaran spektral ke dalam bentuk nilai temperatur radian (Trad) pada citra ASTER, dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Abduwasit Ghulam, 2009):

permukaan (TS) dan indeks vegetasi (NDVI). Indeks tersebut dikaitkan dengan kelembaban tanah dan diperoleh hanya berdasarkan input dari informasi satelit penginderaan jauh (Sandholt, 2002) dengan algoritma sebagai berikut:

Dimana: TVDI LSTmin LST LSTmax

= Index kekeringan = temperatur permukaan minimum pada segitiga, mendefinisikan sisi basah = temperatur permukaan yang diamati pada suatu pixel = temperatur permukaan maksimum yang diamati untuk tiap nilai Kering

Tabel 2. Tingkat Kekeringan Berdasarkan TVDI (Sandholt, 2002) Tingkat Kekeringan TVDI Basah 0 < TVDI ≤ 0.2 Agak Basah 0.2 < TVDI ≤ 0.4 Normal 0.4 < TVDI ≤ 0.6 Agak Kering 0.6 < TVDI ≤ 0.8 Kering 0.8 < TVDI ≤ 1.0 III.

METODE PENELITIAN

Penelititan ini mengambil daerah penelitian di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang terletak di 112º 47' - 113º 10' BT dan 07º 51' - 08º 11' LS yang secara administratif terletak di empat kabupaten yaitu Kabupaen Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan Dan Kabupaten Probolinggo .

Dimana:

3.

T = Temperature (⁰K) K1 dan K2 = koefisien determinan dari masing-masing band Untuk merubah nilai suhu Kelvin menjadi celcius menggunakan rumus sebagai berikut:

Tabel 1. ASTER Band Thermal (Abduwasit Ghulam, 2009) Bands Bandpass (µm) UCC 10 8.125-8.475 0.006882 11 8.475-8.825 0.006780 12 8.925-9.275 0.006590 13 10.25-10.95 0.005693 14 10.95-11.65 0.005225 C.

Indeks Kekeringan (TVDI) Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) merupakan indeks kekeringan yang ditentukan berdasarkan parameter empirik dari hubungan antara temperatur

Gambar 1. Lokasi Penelitian (Balai Besar TNBTS, 2005) Dalam Penelitian ini, pemetaan kekeringan lahan pada kawasan hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menggunakan perhitungan Temperature Vegetation Drynes Index (TVDI) yang didasarkan pada parameter empirik dari hubungan antara suhu permukaan (LST) dan indeks kekeringan (NDVI). Indeks tersebut dikaitkan dengan kelembaban tanah dan diperoleh hanya berdasarkan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Jun, 2013) ISSN: 2301-9271 input dari informasi satelit penginderaan jauh. Data NDVI dan LST diintegrasikan untuk mendapatkan nilai maksimum dan minimum pada setiap nilai NDVI. Pengambilan sampel dilakukan di beberapa kawasan hutan TN Bromo Tengger Semeru secara merata. Hasil dari pengambilan sampel selanjutnya akan diplot ke dalam grafik dan dianalisa secara statistic (regresi linier) untuk memperoleh model TVDI. Kemudian dilakukan klasifikasi tigkat kekeringan berdasarkan nilai TVDI seperti pada Tabel 2. Analisa dalam Penelitian ini meliputi 3 hal, yaitu:  Analisa Indeks Vegetasi Membandingkan hasil perhitungan NDVI dengan penelitian sebelumnya  Analisis Suhu Permukaan Metode yang digunakan adalah dengan membandingkan dan memperhatikan hasil pengolahan citra dengan data acuan yang diperoleh dari BMKG.  Analisis Indeks Kekeringan Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan kelas kekeringan menggunakan data hasil pengolahan citra indeks kekeringan. Peta RBI Skala 1:25000

Citra ASTER Tahun 2009 Pengumpulan Data

Koreksi geometrik

Tidak

RMSE ≤ 1

Citra terkoreksi

IV.

A. Hasil 1. Hasil Koreksi Geometrik Citra ASTER Koreksi geometrik citra ASTER VNIR dengan resolusi 15 meter tahun 2009 dengan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 kawasan TN Bromo Tengger Semeru. Akurasi koreksi geometrik disajikan oleh standar deviasi (Root Mean Square = RMS) per unit piksel pada citra. Koreksi geometrik menggunakan teknik registrasi “Select GCP: image to image” pada software image processing, hasil perhitungan RMS Error disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Perhitungan RMS Error Citra ASTER No

Cropping citra

Algoritma Land Surface Temperature

Algoritma NDVI

Citra Bernilai LST

Citra Bernilai NDVI

Base(pixel)

Warp (pixel)

Error (pixel)

RMSE

X

Y

X

Y

X

Y

1

1606,20

3703,00

1603,57

3702,57

0,15

0,40

0,43

2

1264,20

3738,00

1261,71

3737,29

0,04

-0,03

0,05

3

0891,40

3615,20

889,67

3614,50

-0,79

-0,49

0,93

4

709,00

3426,40

705,60

3425,00

0,64

0,44

0,78

5

730,88

3077,88

727,60

3077,80

0,13

0,14

0,19

6

1169,20

2642,40

1166,60

2643,60

-0,40

-0,17

0,43

7

945,00

3125,80

942,00

3125,80

0,07

0,04

0,08

8

1703,45

3145,64

1701,20

3146,20

-0,09

-0,11

0,14

9

1461,80

3154,20

1459,20

3155,00

0,08

-0,51

0,51

10

1793,40

2545,80

1791,20

2546,20

0,17

0,28

0,33

2. Pengolahan Data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemotongan Citra ASTER

Pemotongan citra dilakukan untuk memfokuskan proses pengolahan citra pada Kawasan Hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Pengambilan Sampel

Plotting Scatterplot

Regresi Batas Basah &Kering

Perhitungan nilai TVDI

(a) (b) Gambar 2. Citra (a) Sebelum Pemotongan (b) Sesudah Pemotongan

Peta kekeringan lahan di kawasan TN Bromo Tengger Semeru

· · ·

Analisa Indeks Vegetasi Analisa Suhu Permukaan Analisa Indeks Kekeringan

3.

Analisa

Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Data

Perhitungan Indeks Vegetasi Hasil nilai NDVI untuk daerah studi pada penelitian ini memiliki rentang antara 0.19312 sampai 0.794286 dengan nilai rata-rata 0.620973. Untuk rincian nilai dijelaskan pada tabel 4.

Tabel 4. Perhitungan Indeks Vegetasi Menggunakan Nilai NDVI NDVI 0.19 - 0.30 0.30 - 0.40 0.40 - 0.50 0.50 - 0.60 0.60 - 0.70 0.7 <

2.

Jumlah (%) 0.238 1.604 7.637 19.169 62.780 8.535 Total = 100

4.

Perhitungan Suhu Permukaan (LST) Proses pengolahan citra dengan menggunakan rumus pada pembahasan sebelumnya menghasilkan nilai suhu rata-rata permukaan pada kawasan hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 19.422⁰C dengan suhu minimum 3.688⁰C dibawah nol dan suhu maksimum 44.459⁰C yang rinciannya pada Tabel 7.

3.

Penelitian lain dilakukan oleh Qihao Weng (2003) [6] Department of Geography, Geology, and Anthtopology dengan menggunakan citra Landsat ETM+ tahun 2002. Hasil dari penelitian tersebut salah satunya adalah nilai rata-rata spektral NDVI dari tipe tutupan lahan yaitu meliputi kawasan industri dan perdagangan, pemukiman, lahan pertanian, lapangan, hutan, dan badan air dimana nilai NDVI berturut-turut adalah bernilai -0,193 ; 0,088 ; 0,249 ; 0,335 ; 0,515 ; 0,204. Penelitian lain lagi dilakukan oleh Diallo Yacouba (2009) [7] Institute for mathematics geosciences and Remote Sensing, Faculty of Earth Resources, China University of Geosciences dengan menggunakan citra Landsat TM tahun 1990 dan 1999 menunjukkan taksiran perubahan tutupan lahan menggunakan NDVI di daerah Puer dan Simao, propinsi Yunnan, China. Pada penelitian tersebut menunjukkan statistik nilai NDVI yang ditunjukkan pada tabel 6.

Tabel 7. Hasil Perhitungan Suhu Permukaan Citra ASTER Range Suhu (⁰C) -3 - 5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 20 - 25 25 - 30 30 - 35 35 <

Jumlah (%) 1.536 6.371 8.835 27.769 49.709 4.438 0.926 0.412

B. Analisa 1. Perbandigan Nilai Indeks Vegetasi dengan Penelitian Lain Nilai NDVI yang didapat pada penelitian ini dibandingkan dengan NDVI penelitian lain. Nilai NDVI penelitian lain adalah sebagai berikut: 1. Basori (2011) [5] dengan menggunakan citra satelit TERRA MODIS tahun 2007-2011 menganalisa perubahan luas hutan di Jawa Timur menggunakan metode perhitungan indeks vegetasi (NDVI dan EVI). Dalam penelitiannya dijelaskan nilai indeks vegetasi (NDVI) untuk kawasan hutan di Jawa Timur ditunjukkan pada tabel 5. Tabel 5. Nilai Indeks vegetasi Hutan Jawa Timur dengan Algoritma NDVI Tahun 2007 2008 2009 2010 2011

Nilai Indek Vegetasi (NDVI) Musim Hujan Musim Kemarau Min Maks Min Maks 0,600 0,814 0,600 0,833 0,600 0,834 0,600 0,793 0,600 0,801 0,600 0,718 0,600 0,805 0,600 0,812 0,600 0,811 0,600 0,781

Tabel 6. Nilai Indeks Vegetasi Berdasarkan perhitungan NDVI Tutupan lahan Pemukiman Hutan / belukar Badan air Lahan pertanian Lahan kosong

Min -0,096 0,406 -0,600 0,238 0,071

1990 Max 0,071 0,741 -0,096 0,406 0,238

Mean -0,012 0,573 -0,348 0,322 0,154

Jika dibandingkan dengan penelitian yang pertama nilai maksimal dari NDVI kawasan hutan pada area studi memiliki nilai yang lebih tinggi pada bulan kemarau (September). Pada penelitian yang kedua dan ketiga nilai rata-rata dari NDVI kawasan hutan pada area studi memiliki nilai yang lebih tinggi. Namun nilai indeks vegetasi pada area studi juga memiliki nilai minimum yang sangat rendah, Hal ini dikarenakan kawasan hutan TN Bromo Tengger Semeru merupakan hutan yang memiliki tingkat kerapatan yang tinggi dan ada beberapa wilayah dengan ketinggian tertentu memiliki kerapatan yang sangat minim dibuktikan oleh Balai Besar TN Bromo Tengger Semeru yang membagi hutan menjadi 3 zone berdasarkan ketinggian tempat, yaitu: 1. Sub Montane (750 - 1.500 dpl) Pada zona ini tergolong tipe hutan hujan tropis dataran rendah sampai pegunungan yang mempunyai tingkat keaneka-ragaman jenis dan kerapatan yang tinggi. 2. Montane (1.500 - 2.400 m dpl) Pada hutan ini sebagian besar merupakan hutan primer yang keanekaragaman jenisnya sudah mulai berkurang dan jenis tumbuhannya merupakan tumbuhan pionir yang tidak dapat hidup di bawah naungan 3. Sub Alpin (2.400 m dpl keatas) Pada zona ini hanya terdapat pohon-pohon kerdil yang sedikit jenisnya, yang memiliki kerapatan jarang.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Jun, 2013) ISSN: 2301-9271 2.

Perbandingan Nilai LST dengan Data Iklim Kabupaten di Jawa Timur Tabel 8. Data Iklim Kabupaten di Jawa Timur POS

KOORDINAT

SUHU RATARATA

CURAH

PEMANTAUAN

X

Y

Karangploso, Malang

HUJAN

676073.4

9141534.4

23.5

4

Prigen, Pasuruan

602983.7

9144977.2

22.8

0

Sawahan, Nganjuk

663692.0

9098019.7

24.5

4

Karangkates, Malang

663692.0

9098019.7

24.4

33

Surabaya

691706.6

9221596.2

30.1

0

Giri, Banyuwangi

872850.3

9090174.5

26.7

56

Sangkapura, Gresik

682984.5

9352493.2

28.8

26

Perak, Surabaya

685885.2

9207485.9

29.1

0

Tabel 8. merupakan data iklim beberapa kabupaten di Jawa Timur yang berisi nilai suhu. Untuk mengetahui nilai suhu di kawasan hutan TN Bromo Tengger Semeru dilakukan interpolasi dengan metode Inverse Distance Weighted (IDW). Dengan metode IDW nilai suhu pada kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berkisar antara 24⁰C sampai 25,84⁰C Didapatkan hasil yang berbeda antara hasil perhitungan citra dengan data lapangan dari pemantauan beberapa stasiun suhu Kabupaten di Jawa Timur seperti yang terlihat pada tabel 8. Hal ini disebabkan kawasan hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terletak pada ketinggian 750 mdpl sampai 3676 mdpl sehingga menyebabkan perbedaan suhu yang sangat ekstrim dibuktikan oleh Sri Anindiati Nursastri (2013), bahwa di Ranu Kumbolo saat pagi tiba, Anda bisa melihat titik-titik es yang mencair terkena sinar matahari. Es mencair menandakan bahwa suhu kurang dari nol derajat celcius.

Gambar 4. Peta Suhu Berdasarkan Perhitungan Citra ASTER C. Perhitungan Indeks Kekeringan (TVDI) Gambar 5 menunjukkan daerah pengambilan 120 sampel padaCitra ASTER kawasan hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Data yang diambil berupa indeks vegetasi (NDVI) dan suhu permukaan (LST).

Gambar 5. Peta Persebaran Sampel Model TVDI memanfaatkan hubungan segitiga antara NDVI dan temperatur untuk menentukan indeks kelembaban tanah. Scatterplot antara NDVI pada sumbu x dan temperatur pada sumbu y akan membentuk segitiga, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 3.Peta Suhu Berdasarkan Data Iklim Kabupaten di Jawa Timur

Gambar 6. Korelasi Indeks Vegetasi (NDVI) dengan Suhu Permukaan (LST)

Pada gambar 6 untuk kawasan hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dapat ditunjukkan bahwa batas kering mempunyai persamaan LSTmax = -63.388*NDVI +67.909, sedangkan batas basahnya LST min = 50.86*NDVI – 20.253. berdasarkan hasil persamaan batas kering dan batas basah tersebut maka persamaan model TVDI untuk kawasan hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dapat disederhanakan sebagai berikut:

Dari persamaan di atas diperoleh peta persebaran kekerigan lahan berdasarkan perhitungan indeks kekeringan (TVDI) sebagai berikut:

V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa model kekeringan lahan (TVDI) yang diperoleh berdasarkan integrasi antara parameter indeks vegetasi (NDVI) dan suhu permukaan (LST) dari data ASTER level 3, Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru akuisisi 27 September 2009 adalah TVDI = (LST – (50.86*NDVI – 20.253))/((-114.248*NDVI) + 88.162) Dari rumus di atas didapatkan persebaran indeks kekeringan dengan kelas basah, agak basah, normal, agak kering, kering secara berurutan memiliki luasan 3282.28 ha, 4263.19 ha, 8039.59 ha, 7156.46 ha, 2553.3 ha, 25294.82 ha

DAFTAR PUSTAKA

Gambar 7. Peta Kekeringan Lahan Berdasarkan TVDI Dari Gambar 7. diperoleh hasil prosentase persebaran kelas kekeringan sebagai berikut: Tabel 9. Evaluasi Kekeringan Lahan Berdasarkan TVDI

Kelas Basah Agak Basah Normal Agak Kering Kerig Jumlah

Luas (ha) 2118,76 4819,86 6241,90 6371,91 7061,55 26613,98

Luas (%) 12.97 16.85 31.78 28.29 10.09 100.00

[1] Hadiyanto, S. (2007). Pola Tingkat Kerawanan Kekeringan di Jawa Tengah. Tesis: Departemen Geografi FMIPA UI. Jakarta [2] Burrough, P. A. Dan McDonnell, R. A. 1998. Principles of Geographical Information Sistems. New York: Oxford University Press. [3] Carlson T N, Gillies R R, Perry E M, "A method to make use of thermal infrared temperature and NDVI measurements to infer surface soilwater content and fractional vegetation cover", Remote Sensing Reviews, 1994 [4] Huete, A., Justice, C., Leeuwen, W. V. 1999. MODIS VEGETATION INDEX (MOD 13) ALGORITHM THEORETICAL BASIS DOCUMENT. pdf [5] Basori, 2012. Analisis Perubahan Hutan Di Jawa Timur Menggunakan Citra Satelit Terra Modis Antara Tahun 2007-2011 (Studi Kasus : Daerah Propinsi Jawa Timur Berdasarkan Indek Vegetasi NDVI dan EVI). Surabaya : Teknik Geomatika. [6] Qihao Wenga, Dengsheng Lub, Jacquelyn Schubring, “Estimation of land surface temperature–vegetation abundance relationship for urban heat island studies”, Indiana State University, 2003 [7] Diallo Yacouba, Hu Guangdao, Wen Xingping, “Assessment of Land Use Cover Changes Using NDVI and DEM in Puer and Simao Counties, Yunnan Province, China”, Kunming University of Science and Technology, 2009.