BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Fraktur

2.3. Klasifikasi Fraktur 16,17,19,20 Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, da...

51 downloads 977 Views 308KB Size
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Fraktur Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang,

penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. 5 Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa retakan, pengisutan ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser. 20

2.2.

Etiologi Fraktur 15,16 Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan

terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis. 2.2.1. Peristiwa Trauma (kekerasan) a) Kekerasan langsung Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau miring. b) Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan

Universitas Sumatera Utara

tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan bawah. c) Kekerasan akibat tarikan otot Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi. 2.2.2. Peristiwa Patologis a) Kelelahan atau stres fraktur Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang – ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban secara tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang. b) Kelemahan Tulang Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur.

Universitas Sumatera Utara

2.3.

Klasifikasi Fraktur 16,17,19,20 Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan

jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis. 2.3.1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar Fraktur dapat dibagi menjadi : a) Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu: b.1. Derajat I : i. Luka <1 cm ii. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk iii. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan iv. Kontaminasi minimal b.2. Derajat II : i. Laserasi >1 cm ii. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi iii. Fraktur kominutif sedang iv. Kontaminasi sedang

Universitas Sumatera Utara

b.3. Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III terbagi atas: i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka. ii. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi masif. iii. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak. 2.3.2. Berdasarkan bentuk patahan tulang a) Transversal Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips. b) Spiral Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.

Universitas Sumatera Utara

c) Oblik Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. d) Segmental Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah. e) Kominuta Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang. f) Greenstick Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak – anak. g) Fraktur Impaksi Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya. h) Fraktur Fissura Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.

Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada anak – anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga. Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur menurut Salter – Harris : a)

Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan, prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.

b)

Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui tulang metafisis , prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.

c)

Tipe III : fraktur

longitudinal melalui permukaan artikularis dan

epifisis dan kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi anatomi. d)

Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai resiko gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.

e)

Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan pertumbuhan lanjut adalah tinggi.

Untuk lebih jelasnya tentang pembagian atau klasifikasi fraktur dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Fraktur Berdasarkan Hubungan Tulang

Fraktur Terbuka

Fraktur Tertutup

Gambar 2. Fraktur Berdasarkan Bentuk Patahan Tulang

Transversal

Spiral

Oblik

Segmental

Universitas Sumatera Utara

Kominuta

Greenstick

Impaksi

Fissura

Gambar 3. Fraktur Menurut Salter – Harris

Universitas Sumatera Utara

2.4.

Epidemiologi Fraktur

2.4.1. Distribusi Frekuensi a) Berdasarkan Orang Fraktur lebih sering terjadi pada laki – laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki – laki menjadi penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki – laki yang berhubungan dengan meningkatnya insidens osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause. 18 Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus cedera yang disebabkan olahraga papan selancar dan skuter. Dimana kasus cedera terbanyak adalah fraktur 39% yang sebagian besar penderitanya laki – laki dengan umur di bawah 15 tahun.27 Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih banyak terjadi pada laki – laki daripada perempuan. 23

b) Berdasarkan Tempat dan Waktu Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang panggul merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian serius karena dampak yang ditimbulkan bisa mengakibatkan ketidakmampuan penderita dalam beraktivitas. Menurut penelitian Institut Kedokteran Garvan tahun 2000 di Australia setiap tahun diperkirakan 20.000 wanita mengalami keretakan tulang panggul dan dalam setahun satu diantaranya akan meninggal karena komplikasi. 9

Universitas Sumatera Utara

Di negara – negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada wanita karena peristiwa terjatuh berhubungan dengan penyakit Osteoporosis. Di Kamerun pada tahun 2003, perbandingan insidens fraktur pada kelompok umur 50 – 64 tahun yaitu, pria 4,2 per 100.000 penduduk, wanita 5,4 per 100.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di Maroko pada tahun 2005 insidens fraktur pada pria 43,7 per 100.000 penduduk dan wanita 52 per 100.000 penduduk. 22 Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat seiring pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor. Berdasarkan laporan penelitian dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung terdapat penderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 444 orang.23 2.4.2. Determinan Fraktur 10, 25,26 a) Faktor Manusia Beberapa faktor yang berhubungan dengan orang yang mengalami fraktur atau patah tulang antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktivitas olah raga dan massa tulang.

a.1. Umur Pada kelompok umur muda lebih banyak melakukan aktivitas yang berat daripada kelompok umur tua. Aktivitas yang banyak akan cenderung mengalami kelelahan tulang dan jika ada trauma benturan atau kekerasan tulang bisa saja patah. Aktivitas masyarakat umur muda di luar rumah cukup

Universitas Sumatera Utara

tinggi dengan pergerakan yang cepat pula dapat meningkatkan risiko terjadinya benturan atau kecelakaan yang menyebabkan fraktur. Insidens kecelakaan yang menyebabkan fraktur lebih banyak pada kelompok umur muda pada waktu berolahraga, kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dari ketinggian. Berdasarkan penelitian Nazar Moesbar tahun 2007 di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan terdapat sebanyak 864 kasus patah tulang, di antaranya banyak penderita kelompok umur muda. Penderita patah tulang pada kelompok umur 11 – 20 tahun sebanyak 14% dan pada kelompok umur 21 – 30 tahun sebanyak 38% orang. 13

a.2. Jenis Kelamin Laki – laki pada umumnya lebih banyak mengalami kecelakaan yang menyebabkan fraktur yakni 3 kali lebih besar daripada perempuan.18 Pada umumnya Laki – laki lebih aktif dan lebih banyak melakukan aktivitas daripada perempuan. Misalnya aktivitas di luar rumah untuk bekerja sehingga mempunyai risiko lebih tinggi mengalami cedera. Cedera patah tulang umumnya lebih banyak terjadi karena kecelakaan lalu lintas. Tingginya kasus patah tulang akibat kecelakaan lalulintas pada laki – laki dikarenakan laki – laki mempunyai perilaku mengemudi dengan kecepatan yang tinggi sehingga menyebabkan kecelakaan yang lebih fatal dibandingkan perempuan. Berdasarkan penelitian Juita, pada tahun 2002 di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan terdapat kasus fraktur sebanyak 169 kasus dimana jumlah penderita laki –laki sebanyak 68% dan perempuan sebanyak 32%. 14

Universitas Sumatera Utara

a.3. Aktivitas Olahraga Aktivitas yang berat dengan gerakan yang cepat pula dapat menjadi risiko penyebab cedera pada otot dan tulang. Daya tekan pada saat berolah raga seperti hentakan, loncatan atau benturan dapat menyebabkan cedera dan jika hentakan atau benturan yang timbul cukup besar maka dapat mengarah pada fraktur. Setiap tulang yang mendapat tekanan terus menerus di luar kapasitasnya dapat mengalami keretakan tulang. Kebanyakan terjadi pada kaki, misalnya pada pemain sepak bola yang sering mengalami benturan kaki antar pemain. Kelemahan struktur tulang juga sering terjadi pada atlet ski, jogging, pelari, pendaki gunung ataupun olahraga lain yang dilakukan dengan kecepatan yang berisiko terjadinya benturan yang dapat menyebabkan patah tulang.

a.4. Massa Tulang Massa tulang yang rendah akan cenderung mengalami fraktur daripada tulang yang padat. Dengan sedikit benturan dapat langsung menyebabkan patah tulang karena massa tulang yeng rendah tidak mampu menahan daya dari benturan tersebut. Massa tulang berhubungan dengan gizi tubuh seseorang. Dalam hal ini peran kalsium penting bagi penguatan jaringan tulang. Massa tulang yang maksimal dapat dicapai apabila konsumsi gizi dan vitamin D tercukupi pada masa kanak – kanak dan remaja. Pada masa dewasa kemampuan mempertahankan massa tulang menjadi berkurang seiring menurunnya fungsi organ tubuh. Pengurangan massa tulang terlihat jelas pada

Universitas Sumatera Utara

wanita yang menopause. Hal ini terjadi karena pengaruh hormon yang berkurang sehingga tidak mampu dengan baik mengontrol proses penguatan tulang misalnya hormon estrogen.

b) Faktor Perantara Agent yang menyebabkan fraktur sebenarnya tidak ada karena merupakan peristiwa penyakit tidak menular dan langsung terjadi. Namun bisa dikatakan sebagai suatu perantara utama terjadinya fraktur adalah trauma benturan. Benturan yang keras sudah pasti menyebabkan fraktur karena tulang tidak mampu menahan daya atau tekanan yang ditimbulkan sehingga tulang retak atau langsung patah. Kekuatan dan arah benturan akan mempengaruhi tingkat keparahan tulang yang mengalami fraktur. Meski jarang terjadi, benturan yang kecil juga dapat menyebabkan fraktur bila terjadi pada tulang yang sama pada saat berolahraga atau aktivitas rutin yang menggunakan kekuatan tulang di tempat yang sama atau disebut juga stress fraktur karena kelelahan.

c) Faktor lingkungan Faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya fraktur dapat berupa kondisi jalan raya, permukaan jalan yang tidak rata atau berlubang, lantai yang licin dapat menyebabkan kecelakaan fraktur akibat terjatuh. Aktivitas pengendara yang dilakukan dengan cepat di jalan raya yang padat, bila tidak hati – hati dan tidak mematuhi rambu lalu lintas maka akan terjadi kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi banyak menimbulkan fraktur. Berdasarkan data dari Unit Pelaksana

Universitas Sumatera Utara

Teknis Makmal Terpadu Imunoendokrinologi FKUI di Indonesia pada tahun 2006 dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas proporsi yang mengalami fraktur adalah sekitar 20%. 5 Pada lingkungan rumah tangga, kondisi lantai yang licin dapat mengakibatkan peristiwa terjatuh terutama pada lanjut usia yang cenderung akan mengalami fraktur bila terjatuh. Data dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2005 terdapat 83 kasus fraktur panggul, 36 kasus fraktur tulang belakang dan 173 kasus pergelangan tangan, dimana sebagian besar penderita wanita >60 tahun dan penyebabnya adalah kecelakaan rumah tangga. 6

2.5.

Stadium Penyembuhan Fraktur 21 Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu :

2.5.1. Pembentukan hematom Fraktur merobek pembuluh darah dalam medulla, korteks dan periosteum sehingga timbul hematom. 2.5.2. Organisasi Dalam 24 jam, kapiler dan fibroblas mulai tumbuh ke dalam hematom disertai dengan infiltrasi sel – sel peradangan. Dengan demikian, daerah bekuan darah diubah menjadi jaringan granulasi fibroblastik vaskular. 2.5.3. Kalus sementara Pada sekitar hari ketujuh, timbul pulau – pulau kartilago dan jaringan osteoid dalam jaringan granulasi ini. Kartilago mungkin timbul dari metaplasia fibroblas dan jaringan osteoid ditentukan oleh osteoblas yang tumbuh ke dalam dari ujung tulang. Jaringan osteoid, dalam bentuk spikula ireguler dan

Universitas Sumatera Utara

trabekula, mengalami mineralisasi membentuk kalus sementara. Tulang baru yang tidak teratur ini terbentuk dengan cepat dan kalus sementara sebagian besar lengkap pada sekitar hari kedua puluh lima. 2.5.4. Kalus definitif Kalus sementara yang tak teratur secara bertahap akan diganti oleh tulang yang teratur dengan susunan havers – kalus definitif. 2.5.5. Remodeling Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses remodeling akibat pembentukan tulang osteoblastik maupun resorpsi osteoklastik. Keadaaan terjadi secara relatif lambat dalam periode waktu yang berbeda tetapi akhirnya semua kalus yang berlebihan dipindahkan, dan gambaran serta struktur semula dari tulang tersusun kembali. 2.6.

Kelainan Penyembuhan Fraktur

21

Tulang memperlihatkan kemudahan penyembuhan yang besar tetapi dapat terjadi sejumlah penyulit atau terdapat kelainan dalam proses penyembuhan. 2.6.1. Malunion Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran. 2.6.2. Penyatuan tertunda Keadaan ini umum terjadi dan disebabkan oleh banyak faktor, pada umumnya banyak diantaranya mempunyai gambaran hiperemia dan dekalsifikasi yang terus menerus. Faktor yang menyebabkan penyatuan tulang tertunda antara lain karena infeksi, terdapat benda asing, fragmen tulang mati, imobilisasi

Universitas Sumatera Utara

yang tidak adekuat, distraksi, avaskularitas, fraktur patologik, gangguan gizi dan metabolik. 2.6.3. Non union (tak menyatu) Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang – kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis. 2.7.

Komplikasi Fraktur 18

2.7.1. Sindrom Emboli Lemak Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie. 2.7.2. Sindrom Kompartemen Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan

Universitas Sumatera Utara

yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna). 2.7.3. Nekrosis Avaskular (Nekrosis Aseptik) Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban. 2.7.4. Osteomyelitis Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar.

Universitas Sumatera Utara

2.7.5. Gangren Gas Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau clostridium perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung – gelembung gas pada tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut dapat berakibat fatal.

2.8.

Pencegahan Fraktur

3,14,24

Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya

fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik

ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur. 2.8.1. Pencegahan Primer Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri. 2.8.2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang lebih serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang

Universitas Sumatera Utara

benar agar tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun eksternal. 2.8.3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.

Universitas Sumatera Utara