BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang HAKI (hak atas kekayaan

Latar Belakang. HAKI (hak atas kekayaan intelektual) adalah hak hukum yang timbul sebagai hasil kerja kreativitas daya fikir manusia yang dipublikasik...

3 downloads 590 Views 148KB Size
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang HAKI (hak atas kekayaan intelektual) adalah hak hukum yang timbul sebagai hasil kerja kreativitas daya fikir manusia yang dipublikasikan kepada masyarakat umum baik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. HAKI memberikan kepada pencipta/ penemu hak ekonomi dan hak moral sebagai wujud penghargaan atas hasil ciptaannya. Oleh sebab itu HAKI memberikan jaminan hukum kepada pencipta atau penemu untuk memperoleh keuntungan ekonomis dan memberikan hak eksklusif sebagai perlindungan atas karya ciptanya. HAKI dikatakan sebagai hak hukum karena hak tersebut mensyaratkan kewajiban hukum bagi orang lain (Kelsen, 2009: 110), sehingga ketika hak tersebut dilanggar oleh orang lain maka orang yang melanggar hak tersebut akan memperoleh sanksi hukum berdasarkan aturan atau undang- undang yang berlaku. Dalam praktiknya, HAKI memiliki aturan main yang terdapat di dalam hukum HAKI. Hukum HAKI meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak- hak yuridis dan karya- karya atau ciptaan- ciptaan hasil olah fikir manusia berkaitan dengan kepentingan- kepentingan yang bersifat ekonomi dan moral. 1

Hukum HAKI mencegah dilakukannya tindakan penjiplakan atau plagiat, yaitu suatu tindakan membuat dengan maksud menarik keuntungan dari ciptaan- ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual seseorang. Hukum HAKI juga menetapkan kaidah- kaidah hukum yang mengatur ganti rugi yang harus dipikul oleh orang yang melanggarnya dengan melakukan tindakan penjiplakan (Riswandi, 2005: 189- 190). Adanya landasan hukum tersebut menyebabkan pencipta/ penemu ciptaan mempunyai jaminan perlindungan hukum atas hak yang dimilikinya, sehingga ketika pencipta/ penemu menemukan adanya bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang, maka penemu/ pencipta dapat mengajukan gugatan pada institusi penegak hukum agar dilakukan proses hukum atas penyimpangan yang terjadi, dimana hal tersebut sudah menjadi tugas dari institusi penegak hukum untuk menyelidiki dan menindak dengan tegas jika ditemukan adanya indikasi pelanggaran HAKI. HAKI mempunyai beberapa bentuk berdasarkan spesifikasinya. Bentuk- bentuk HAKI meliputi perlindungan varietas tanaman, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, merk, desain industri, dan hak cipta yang masing- masing spesifikasi tersebut memiliki landasan hukum/ undang- undang yang berbeda- beda. Hak cipta adalah salah satu bentuk HAKI yang landasan hukumnya tercantum di dalam UU No. 19 Tahun 2002. Hak cipta adalah hak eksklusif yang dimiliki seorang pencipta atas karya- karya yang dihasilkannya. Dalam hal ini pemegang hak cipta memiliki hak monopoli untuk mengelola hasil karya ciptaannya, yakni

2

dalam pengertian memperbanyak, mengumumkan, memproduksi, dan lain sebagainya dengan payung hukum UU No. 19 Tahun 2002. UU No. 19 Tahun 2002 adalah undang- undang hak cipta dan merupakan suatu bentuk upaya perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah kepada kreator (pencipta) maupun pemegang hak cipta untuk melindungi hasil ciptaannya agar tidak disalahgunakan oleh pihak- pihak yang tidak bertanggung jawab yang akan menimbulkan kerugian bagi pencipta baik dari segi moral maupun materi. Tindakan penyalahgunaan hak cipta dapat dikatakan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Wujud pelanggaran hak cipta yang sering terjadi adalah dengan memproduksi dan mendistribusikan produk bajakan, yaitu dengan cara memperbanyak karya cipta orang lain tanpa seizin dari pemegang hak cipta yang kemudian didistribusikan dengan tujuan yang bersifat komersial. Pelanggaran hak cipta adalah sebuah kasus yang sulit diberantas di Indonesia. Kemajuan teknologi, besarnya tuntutan kebutuhan ekonomi yang disertai dengan moralitas yang rendah yang dapat menyebabkan penyimpangan perilaku dari masyarakat, serta lemahnya penegakan hukum merupakan serangkaian penyebab utama banyaknya masalah pelanggaran hak cipta yang terjadi. Semakin pesatnya kemajuan teknologi akhir- akhir ini memberikan dampak positif dan negatif bagi perkembangan masyarakat. Masyarakat yang bertanggung jawab akan memanfaatkan teknologi seoptimal mungkin untuk menunjang kebutuhan hidupnya dengan tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Akan tetapi 3

fenomena yang terjadi mengindikasikan masih ada masyarakat yang tidak bertanggung jawab sehingga justru memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk membuka peluang usaha dengan tujuan meraup keuntungan sebesarbesarnya tanpa ada pertimbangan moral karena menimbulkan kerugian bagi orang lain. Salah satu pemanfaatan teknologi yang tidak bertanggung jawab adalah dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi misalnya pemanfaatan

akses

internet

yang

memudahkan

pembajak

dalam

memperoleh materi- materi yang akan digunakan untuk melakukan plagiasi karya orang lain dengan tujuan komersil atau sering disebut dengan praktik pembajakan karya sebagai wujud dari pelanggaran hak cipta. Besarnya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan semakin sulitnya memperoleh lapangan pekerjaan, mengakibatkan sebagian orang memilih jalan pintas untuk memperoleh penghasilan sebesar-besarnya dengan cara yang mudah (mendorong seseorang melakukan tindakan kriminal). Cara yang mereka tempuh cenderung tidak mempertimbangkan aspek moral dan hanya berorientasi pada tujuan sempit yaitu memperoleh penghasilan sebanyak- banyaknya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pelanggaran terhadap hak milik pada dasarnya dilakukan sebagai tindakan manusia yang ditimbulkan oleh adanya hubungan antara kebutuhan untuk mendapatkan keuntungan dengan jalan pintas, secara mudah (Djumhana, 1993: 30). Salah satu cara yang digunakan yaitu dengan menjadi aktor pembajakan karya baik sebagai produsen maupun sebagai distributor.

4

Memang tidak dipungkiri keuntungan yang diperoleh dari penjualan produk bajakan sangatlah besar. Hal itu dikarenakan adanya respon positif dari masyarakat yang cenderung memilih produk bajakan tersebut dikarenakan harga produk bajakan yang lebih terjangkau dengan pemakluman kualitas yang ditawarkan. Berdasarkan laju ekonomi dan daya beli masyarakat dalam satu bulan, sekitar 40 juta kaset dan CD bisa diserap pasar. Akan tetapi dari jumlah itu hanya 2 juta kaset dan CD yang diproduksi oleh produsen resmi, dan yang menyuplai 38 juta kaset dan CD sisanya tidak lain adalah pembajak.1 Dalam hal ini baik negara maupun pemegang hak cipta sangat dirugikan oleh aksi para pembajak. Negara mengalami kerugian dari segi pajak, pemegang hak cipta mengalami kerugian dari royalti yang seharusnya diperoleh dari hasil penjualan karyanya. Menurut data penjualan kaset dan CD periode 1996- 2008 dari Asosiasi Perusahaan Rekaman Musik Indonesia (Asiri), peredaran produk legal karya rekaman suara menurun drastis dari sekitar 70 juta pada tahun 1996 menjadi hanya sekitar 10 juta karya. Sebaliknya, produk bajakan meroket dari sekitar 20 juta produk pada tahun 1996 menjadi 550 juta pada tahun 2008.2 Disamping kemajuan teknologi dan penyimpangan perilaku masyarakat yang menyebabkan praktik pelanggaran hak cipta semakin banyak, penyebab lain yang tidak kalah berpengaruh adalah lemahnya

1 2

Sumber: www.editorsiojo85.com, diakses tanggal 20 April 2009. Sumber: www.kompas.com, diakses tanggal 17 Mei 2010.

5

penegakan hukum. Aturan main yang ada di dalam UU hak cipta sebenarnya sudah menetapkan sanksi yang berat bagi para pelaku pelanggaran hak cipta. Akan tetapi kelemahannya terletak pada aparat penegak hukumnya. Aparat penegak hukum masih kurang tegas dan konsisten dalam menerapkan sanksi hukum yang berlaku, sehingga banyak pelaku pelanggaran hak cipta yang tetap berani melakukan praktik pembajakan karya cipta. Banyak hal yang menyebabkan banyaknya aksi pembajakan di Indonesia. Salah satunya, vonis hakim yang ringan pada tersangka aksi ilegal itu di Indonesia. Selama ini Indonesia dikenal sebagai daerah pemasaran dan pusat produksi barang bajakan. “pelanggaran hak cipta dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun atau denda Rp 5 miliar dan sanksi terendah hukuman 1 tahun atau denda Rp 1 juta. Faktanya, vonis hakim diberikan sanksi terendah, sehingga tidak memberikan efek jera,” ujar Kanit I Dir II Eksus Bareskrim Polri, Kombes Pol. Tony Haryanto di Jakarta, Rabu (13/1).3 Selain lemahnya penegakan hukum yang dilakukan oleh hakim, tanggung jawab dalam hal penegakan hukum juga melibatkan polisi sebagai aktor yang berperan dalam penyidikan kasus. Peran polisi sangat berpengaruh karena polisi adalah aktor yang pertama kali mengungkap adanya kasus kejahatan melalui upaya penyelidikan yang dilakukan. Secara universal peran polisi dalam masyarakat dirumuskan sebagai penegak hukum (law enforcement officer), dan pemeliharaan ketertiban 3

Sumber: www.jurnalnet.com, diakses tanggal 6 April 2010.

6

(order enforcement officer). Dalam pengertian itu termasuk di dalamnya peran sebagai pembasmi kejahatan (crime fighter) (Wresniwiro, 2000: 57). Terbongkarnya suatu kasus kejahatan bergantung pada upaya penyelidikan dan proses penanganan selanjutnya yang dilakukan oleh polisi. Sebagai aktor yang berperan dalam upaya penyelidikan terhadap suatu perkara, polisi harus bekerja secara profesional yaitu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan peran yang dimiliki dan berdasarkan aturan yang berlaku. Dalam hal pemberantasan kejahatan pada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta, polisi telah melakukan beberapa upaya untuk membasmi atau setidaknya meminimalisir praktik pelanggaran hak cipta di Indonesia. Upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian salah satunya adalah dengan melakukan razia produk bajakan dari para distributor, akan tetapi pada kenyataannya yang terjadi sampai saat ini adalah praktik pelanggaran hak cipta melalui distribusi produk bajakan masih banyak terjadi. Banyaknya kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual, terutama hak cipta dan merk di Indonesia, disebabkan ketidakoptimalan

peran

polisi

selaku

penyidik

terhadap

pelaku

pembajakan (Suara Pembaharuan, 3 Maret 2005 dalam Riswandi, dkk, 2009: 109). Optimalisasi peran polisi dalam menangani kasus pelanggaran hak cipta sangat dibutuhkan sebagai upaya untuk membasmi/ meminimalisir praktik pelanggaran hak cipta. Polisi jangan sampai menyalahgunakan 7

tugas dan wewenangnya dalam penanganan suatu kasus. Ketika polisi menyalahgunakan atau tidak melaksanakan tugas dan wewenangnya secara optimal, maka tindakan polisi ini justru akan menyebabkan suatu kejahatan semakin sulit diberantas dalam hal ini adalah kasus pelanggaran hak cipta. Distribusi produk bajakan terdapat diberbagai lokasi strategis yang tersebar di berbagai daerah khususnya di kota- kota besar. Yogyakarta adalah salah satu kota besar yang memiliki area pusat distribusi produk bajakan yang terletak di kawasan Jl. Mataram. Perdagangan VCD/DVD bajakan di Jl. Mataram ini sudah lama beroperasi dan masih bertahan hingga saat ini yakni berupa kios- kios maupun kaki lima yang menjual VCD/DVD bajakan dan tertata rapi seperti layaknya bisnis legal yang mendapat jaminan keamanan. Fenomena tersebut menjadi sebuah kondisi yang sangat ironis. Di tengah berlakunya UU No. 19 Tahun 2002 sebagai payung hukum terhadap perlindungan hak cipta, yang terjadi adalah justru kondisi yang sebaliknya. Praktik pelanggaran hak cipta dalam bentuk penjualan VCD/DVD bajakan justru memiliki area bisnis yang tampak legal. Perdagangan VCD/DVD bajakan yang ada di Jl. Mataram ini sepertinya luput dari razia polisi, padahal letaknya yang strategis memudahkan pihak kepolisian untuk melakukan razia. Dengan melihat fenomena tersebut, peran polisi sebagai aparat penegak hukum yang ikut bertanggung jawab dalam memberantas kasus pelanggaran hak cipta menjadi dipertanyakan; 8

apakah kinerja polisi sudah sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2002 dalam memberantas maupun menangani kasus pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia khususnya di Yogyakarta. Isu yang beredar terkait dengan distribusi produk bajakan adalah adanya skandal antara polisi dengan distributor produk bajakan dengan motif memperoleh jaminan keamanan dari pihak kepolisian. Skandal inilah yang menjadi salah satu penyebab praktik pembajakan di Yogyakarta masih berjalan. Menurut informasi yang ada di Kompas, kerjasama ini dilakukan dengan membentuk sebuah paguyuban yang setiap 3 minggu sekali mengadakan rapat yang dihadiri oleh oknum kepolisian untuk bernegosiasi mengenai jumlah uang yang harus disetorkan kepada pihak kepolisian agar para pedagang memperoleh jaminan kemanan.4 Adanya skandal antara kedua belah pihak tersebut memang menunjukkan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian sehingga hukum akan semakin sulit ditegakkan karena kurangnya konsistensi dan profesionalitas dari aparat penegak hukum. Oleh sebab itu penelitian ini akan menganalisis secara lebih dalam mengenai faktor- faktor atau

hal- hal apa saja yang menyebabkan

perdagangan VCD/DVD bajakan di Jl. Mataram, Yogyakarta masih tetap eksis/bertahan ditengah berlakunya undang- undang perlindungan hak cipta. Faktor penyebab yang dibahas adalah faktor yang mempengaruhi upaya penegakan hukum, karena perdagangan VCD/DVD bajakan 4

Sumber: www.kompas-tv.com, diakses tanggal 20 April 2009.

9

merupakan salah satu praktik pelanggaran hukum hak cipta dan hal itu mengindikasikan penegakan hukum yang diupayakan belum optimal. Faktor- faktor tersebut diantaranya terkait dengan aparat penegak hukum, peraturan- peraturan, serta masyarakat yang merupakan subyek dari hukum itu sendiri. Faktor- faktor tersebut akan digunakan

untuk

mendeskripsikan segala macam aktivitas yang terjadi di dalam perdagangan VCD/DVD bajakan di Jl. Mataram, Yogyakarta.

2. Rumusan Masalah Jl. Mataram adalah salah satu area di Yogyakarta yang menjadi pusat distribusi produk bajakan khususnya dalam bentuk VCD/DVD. Ditengah berlakunya UU No. 19 Tahun 2002 mengenai hak cipta, ternyata para pedagang produk bajakan tersebut hingga saat ini masih tetap bertahan melakukan bisnis ilegal tersebut secara terbuka. Padahal hal itu jelas merupakan suatu bentuk pelanggaran undang- undang hak cipta. Untuk itu dalam penelitian ini rumusan masalah yang diketengahkan adalah: 1. Mengapa perdagangan VCD/DVD bajakan masih menunjukkan eksistensinya di tengah berlakunya undang- undang perlindungan hak cipta (UU No. 19 Tahun 2002)?

3. Tujuan Penelitian

10

1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab eksistensi perdagangan VCD/DVD bajakan di Jl. Mataram, Yogyakarta

4. Manfaat Penelitian 1. Untuk

memberikan

gambaran

mengenai

penyebab

eksistensi

perdagangan VCD/DVD bajakan, sehingga bisa dijadikan sebagai informasi untuk memberantas ataupun meminimalisir tindakan pelanggaran hak cipta.

11