9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi otak Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006). Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya adalah:
9
10
1) Cerebrum Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu: a) Lobus frontalis Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004). b) Lobus temporalis Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan perkembangan emosi.
11
c) Lobus parietalis Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008). d) Lobus oksipitalis Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008). e) Lobus Limbik Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).
Gambar 2.1 Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan smping. (Sumber : White, 2008)
12
2) Cerebellum Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat. Cerebellum
merupakan
pusat
koordinasi
untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
Gambar 2.2 Cerebellum, dilihat dari belakang atas. (Sumber : Raine, 2009)
13
3) Brainstem Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Strukturstruktur fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.
Gambar 2.3 Brainstem. (Sumber : White, 2008)
14
2.1.1
Anatomi Peredaran Darah Otak Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluhpembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel. 1) Peredaran Darah Arteri Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
15
2) Peredaran Darah Vena Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson, et al., 2002).
Gambar 2.4 Circulus Willisi (Sumber : swaramuslim. Stroke, 2009)
16
2.2 Stroke 2.2.1 Definisi Stroke Stroke adalah cedera vascular akut pada otak yang disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai dengan gejala tergantung pada tempat dan ukuran kerusakan (Feigin, 2006). Stroke adalah penyakit gangguan fungsional akut, fokal maupun global, akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun sumbatan dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau berakibat kematian (Ganong, 2003). Stroke adalah serangan di otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak sehingga menyebabkan sel-sel otak tertentu kekurangan darah, oksigen atau zat-zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu yang sangat singkat (Raine, 2006). Jadi stroke adalah gangguan fungsi saraf yang terjadi karena gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak dengan gejala atau tanda-tanda sesuai dengan daerah yang terganggu.
17
2.2.2 Patofisiologi Stroke Otak merupakan organ tubuh yang paling kompleks dan berperan penting bagi kesehatan dan kehidupan yang baik. Ukurannya relatif kecil dibandingkan bagian tubuh yang lain. Beratnya hanya 1,5 kg atau sekitar 2 % dari berat total tubuh kita. Namun organ ini menerima hampir seperlima dari total oksigen dan pasokan darah. Nutrisi yang kita makan sangat diperlukan untuk menjaga agar otak tetap dapat bekerja dengan optimal (Feigin, 2006). Otak bergantung total pada pasokan darahnya. Interupsi sekitar 7 – 10 detik saja sudah dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada bagian otak yang terkena (Feigin, 2006). Otak mendapat banyak pasokan darah. Ada aliran darah konstan yang membawa neuronutrient (nutisi penting untuk saraf) seperti asam amino, vitamin, dan mineral. Neuronutrien bersama oksigen dan glukosa akan menyediakan energi untuk otak. Gangguan aliran darah selama satu atau dua menit dapat menurunkan fungsi otak. Jika gangguan berlangsung lebih lama, maka kerusakan permanen di otak akan terjadi. Stroke sering dikenal dengan penyakit yang dapat menyebabkan kematian dan disability. Stroke Non hemoragik yaitu suatu gangguan fungsional otak akibat gangguan aliran darah ke otak karena adanya bekuan darah yang telah menyumbat aliran darah (Yastroki, 2007). Pada stroke non hemoragik aliran darah ke sebagian jaringan otak berkurang
18
atau berhenti. Hal ini bisa disebabkan oleh sumbatan thrombus, emboli atau kelainan jantung yang mengakibatkan curah jantung berkurang atau oleh tekanan perfusi yang menurun. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan kedalam jaringan otak (disebut haemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut haemoragia subaraknoid) (Feigin, 2006). Penyakit stroke yang terjadi sekitar 80% adalah iskemik, dan 20% adalah hemoragik. Stroke iskemik dapat diklasifikasikan sebagai akibat dari thrombotik maupun emboli. Terjadinya thrombotik yang pada umumnya akibatnya 75% menjadi stroke iskhemik adalah hasil dari proses patofisiologi yang terjadi secara bertahap dengan penyakit arterosklerosis (Schretzman, 2001). Tandanya adalah akumulasi aliran menjadi lambat pada arteri cerebral, memfasilitasi untuk membentuk terjadinya thrombi. Thrombi ini sebagai penghubung dengan tanda arterosklerosis, yang dapat menyebabkan penyempitan dan terhambatnya pembuluh darah arteri. Hasil dari kerusakan terhadap aliran darah yang menuju pada tanda dan gejala iskemik, termasuk penurunan neurologik fokal. Tanda dan gejala ini yang memelihara perkembangannya setiap jam setiap harinya, yang biasanya setiap pagi akan mengalami hipotensi (Schretzman, 2001).
19
Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada umur 55 sampai 75 tahun. Stroke hemoragik dibagi menjadi 2 yaitu Intracerebral hemorage sebesar 10% dari kasus stroke dan diiringi dengan gejala sakit kepala dan Subarachnoid hemorage sebesar 7% dari kasus stroke, yang juga dapat disebabkan sakit kepala yang berat, serangan, dan kehilangan kesadaran (Schretzman, 2001). Faktor resiko dari Intracereberal hemorage dipengaruhi oleh usia, ras, jenis kelamin (laki-laki), tekanan darah tinggi, konsumsi alkhohol. Sedangkan Subaracnhoid hemorage sering terjadi sobek atau ruptur dari kongenital aneurysms atau vascular malformation yang berada didalam permukaan subarachnoid, tekanan darah tinggi (hipertensi) dan merokok (Harwood, et al., 2010).
2.2.3 Etiologi dan Klasifikasi Stroke Gangguan suplai darah ke otak merupakan penyebab terjadinya stroke. Stroke mengakibatkan terjadinya kehilangan fungsi neurologis secara tiba-tiba, kemudian muncul tanda dan gejala sesuai dengan daerah yang mengalami gangguan. Untuk membatasi kerusakan otak dan mencegah stroke berulang maka proses pemulihan stroke harus dioptimalkan (Schretzman, 2001). Gangguan suplai darah ini disebabkan oleh adanya penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah di otak. Berdasarkan penyebab tersebut stroke diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik (Schretzman, 2001).
20
1) Stroke Hemoragik Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak yang menghambat aliran darah normal dan darah merembes ke daerah sekitarnya kemudian merusak daerah tersebut. Berdasarkan tempat terjadinya perdarahan, stroke hemoragik terbagi atas dua macam, yaitu stroke hemoragik intra serebrum dan stroke hemoragik subaraknoid. 2) Stroke non hemoragik atau iskemik Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan oleh terjadinya penyumbatan pada arteri yang mengarah ke otak yang mengakibatkan suplai oksigen ke otak mengalami gangguan sehingga otak kekurangan oksigen. Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non haemoragik dibagi menjadi 4, yaitu: (1) Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan serangan stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam. (2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) merupakan gejala neurologis yang akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari. (3) Progressing stroke atau stroke in evolution merupakan kelainan atau defisit neurologis yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.
21
(4) Complete stroke atau stroke komplit merupakan kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi (Junaidi, 2006).
2.2.4 Penyebab Stroke Berdasarkan hasil penyelidikan pada zaman pra CT-scan mengungkapkan bahwa stroke yang didiagnosis secara klinis dan kemudian diverifikasi oleh autopsi penyebabnya adalah a) 52-70% disebabkan oleh infark non emboli b) 7-25% disebabkan oleh perdarahan intra serebral primer c) 5-10% disebabkan oleh perdarahan subaraknoidal d) 7-9% tidak diketahui penyebabnya e) 6% adalah adalah kasus TIA yang pada autopsi tidak memperhatikan kelainan f) 2-5% disebabkan oleh emboli g) 3% disebabkan oleh neuplasma Setelah CT-scan digunakan secara rutin dalam kasus-kasus stroke, diketahui bahwa 81% stroke non-hemoragik dan 9% stroke hemoragik (Mackay, 2004).
2.2.5 Faktor risiko terjadinya stroke Pakistan melakukan sebuah penelitian terhadap faktor resiko dari stroke, faktor resiko tertinggi yang menyebabkan terjadinya stroke
22
adalah hipertensi dengan persentasi 78%, dan yang kedua Diabetes Mellitus (40,3%), Rokok (21%) (Taj, 2010). Menurut Feigin (2006) faktor resiko stroke dibagi menjadi dua yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi seperti gaya hidup dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti penuaan, kecenderungan genetik, dan suku bangsa. Faktor resiko yang terpenting adalah: (1) Diabetes mellitus Diabetes mellitus dapat menimbulkan perubahan pada sistem vaskuler (pembuluh darah dan jantung) serta memicu terjadinya aterosklerosis (Feigin, 2006). (2) Hipertensi Tekanan darah yang tinggi secara terus-menerus menambah beban pembuluh arteri perlahan-lahan. Arteri mengalami proses pengerasan menjadi tebal dan kaku sehingga mengurangi elastisitasnya. Hal ini dapat pula merusak dinding arteri dan mendorong proses terbentuknya pengendapan
plak
pada
arteri
koroner.
Hal
ini
meningkatkan resistensi pada aliran darah yang pada gilirannya menambah naiknya tekanan darah. Semakin berat kondisi hipertensi, semakin besar pula faktor resiko yang ditimbulkan (Mackay, 2004).
23
(3) Penyakit jantung Emboli yang terbentuk dijantung akibat adanya kelainan pada arteri jantung terutama arteria coronaria dapat terlepas dan dapat mengalir ke otak sehingga dapat menyumbat arteri di otak dan dapat mencetuskan stroke iskemik (Feigin, 2006). (4) Makanan yang tidak sehat Jika seseorang mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada yang mereka gunakan dalam aktivitas sehari-hari, kelebihan kalori tersebut akan diubah menjadi lemak yang menumpuk di dalam tubuh (Feigin, 2006). (5) Merokok Asap rokok yang mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti adrenalin dapat merangsang denyut jantung dan tekanan darah. Kandungan carbon monoksida dalam rokok memiliki kemampuan jauh lebih kuat daripada sel darah merah (hemoglobin) untuk menarik atau menyerap oksigen sehingga kapasitas darah yang mengangkut oksigen ke jaringan lain terutama jantung menjadi berkurang. Hal ini akan mempercepat terjadinya stroke iskemik bila seseorang sudah mempunyai penyakit jantung (Mackay, 2004).
24
2.2.6 Penurunan Gangguan fungsi dan gerak berdasarkan Motor Pathways Akson dari motor cortex primer turun ke medulla spinalis melalui dua kelompok yaitu: (1) Lateral group yang berfungsi sebagai pengontrol gerakan anggota tubuh secara mandiri, terdiri dari: (a) Corticospinal tract : menggerakan tangan dan jari-jari (b) Corticobulbar tract : menggerakan wajah, leher, lidah dan mata (c) Rubrospinal tract
: mengendalikan otot-otot anterior dan
posterior tubuh Cidera Dorsolateral Pathway, antara lain: (a) Righting reaction normal (b) Fleksi jari-jari (c) Elbow inactive (d) Meraih dengan sirkumduksi pada bahu (e) Axial postur normal (f) Lengan menggantung lemas (g) Berjalan dengan normal (2) Ventromedial group berfungsi mengontrol gerakan anggota badan, terdiri dari : (a) Vestibulospinal tract : control of posture (b) Tectospinal tract : mengkoordinasikan gerakan mata, kepala dan trunk
25
(c) Reticulospinal tract : berjalan, bersin, tonus otot (d) Ventral corticospinal tract : otot-otot tungkai atas dan trunk Cidera Sistem Ventromedial (a) Dapat menggerakan fleksi elbow (b) Kehilangan righting reaction (c) Tidak dapat menjangkau benda yang jauh (d) Selalu merosot kedepan (e) Axial mobility (f) Selalu menabrak benda yang ada dihadapannya.
2.2.7 Problematik Pasca Stroke Problematik fisioterapi pada pasien pasca stroke menimbulkan tingkat gangguan. (1) Structure and Body Function Structure and Body Function yaitu gangguan tonus otot secara postural, semakin tinggi tonus otot maka akan terjadi spastisitas ke arah fleksi atau ektensi yang mengakibatkan terganggunya gerak ke arah normal. Sehingga terjadi gangguan kokontraksi dan koordinasi yang halus dan bertujuan pada kecepatan dan ketepatan gerak anggota gerak atas dan bawah pada sisi lesi. Serta dapat mengakibatkan gangguan dalam reaksi tegak, mempertahankan keseimbangan atau protective reaction anggota gerak atas dan bawah pada sisi lesi saat melakukan gerakan, contoh lainnya seperti
26
kelemahan otot pada sisi affected, gangguan koordinasi, dan sensory deficit (mati rasa, gangguan sensibilitas). (2) Activity Limitation Activity Limitation yang timbul adalah terjadi penurunan kemampuan motorik fungsional. Penurunan kemampuan dalam melakukan aktifitas dari tidur terlentang seperti mampu melakukan gerakan tangan dan kaki secara aktif saat miring, terlentang duduk disamping tempat tidur seperti mampu melakukan gerakan menggangkat kepala namun saat menurunkan kaki butuh bantuan orang
lain
agar
mampu
duduk
disamping
tempat
tidur,
keseimbangan duduk seperti kurang mampu mempertahankan keseimbangan duduk, dari duduk ke berdiri seperti masih membutuhkan bantuan orang lain, berjalan
seperti
masih
membutuhkan bantuan dari orang lain, fungsi anggota gerak atas seperti gerakan mempertahankan posisi lengan ke segala arah dan pergerakkan tangan yang terampil seperti mengambil benda dan memindahkan dari satu tempat ke tempat lain. (3) Participation and Retriction Participation and Retriction adalah terjadi ketidakmampuan melakukan aktivitas sosial dan berinteraksi dengan lingkungan. Seperti gangguan dalam melakukan aktivitas bekerja karena gangguan psikis dan fisik seperti kurang percaya diri, kualitas hidup menurun dan depresi.
27
2.3 Keseimbangan 2.3.1 Definisi Keseimbangan Keseimbangan merupakan kemampuan relatif tubuh untuk mengontrol pusat gravitasi atau pusat massa tubuh terhadap bidang tumpu dalam keadaan statik maupun dinamik sehingga tubuh bisa mempertahankan posturnya dalam mengantisipasi gerakan yang terjadi (Irfan, 2010). Keseimbangan muncul sebagai reaksi cepat dari tubuh ketika terjadi pemindahan atau perubahan gerakan yang tiba-tiba dan tidak terduga, atau bisa juga disebut sebagai strategi ketika kita memperbaiki posisi tubuh, memindahkan berat badan, berputar, atau melangkah. Strategi termasuk kedalam proses kognitif karena ada kaitannya dalam pengaturan dan percontohan perencanaan dari tujuan langsung gerakan (Gjelsvik, 2008).
2.3.2 Mekanisme Keseimbangan Dalam
kaitannya
dengan
lingkungan,
keseimbangan
memberikan tubuh menjadi harmoni dan aman. Dan keseimbangan merupakan dasar dari sistem motorik. Apabila keseimbangan berkurang atau tidak ada maka kita harus menggunakan strategi lain untuk mencegah jatuh. Pasien dengan kondisi neurologis seperi stroke telah kehilangan beberapa repertoar gerakan mereka dan tidak dapat beradaptasi dengan tingkat yang sama seperti sebelumnya.
28
Menurut Gjelsvik (2008), keseimbangan merupakan istilah holistic antara postural control, righting, dan protective reaction. a. Postural control Postural control merupakan kemampuan untuk mengontrol posisi tubuh dalam suatu ruang yang memiliki fungsi ganda, yaitu untuk stabilisasi dan orientasi (Shumway-Cook & Woollacott, 2007). Menurut
Aruin
(2006),
postural
orientation
adalah
kemampuan untuk mempertahankan hubungan antar segmen tubuh, tubuh dan lingkungan dalam suatu tugas tertentu. Memerlukan orientasi vertikal yang stabil untuk melawan gravitasi. Stabilitas postural adalah kemampuan mempertahankan pusat berat tubuh dengan ruang batas sebagai acuan untuk stability limit. Stability limit adalah batasan area di dalam ruang dimana tubuh bisa mempertahankan posisi tanpa mengubah base of support. Postural stability tidak hanya dalam posisi tertentu tetapi ditentukan oleh lebar dari base of support dan keterbatasan lingkup gerak sendi, kekuatan otot dan informasi sensori dalam mendeteksi keterbatasan. Stability limit setiap individu akan berbeda tergantung dari tugas, lingkungan dan individu itu sendiri.
29
Internal representation Musculoskeletal components
Neuromuscul ar synergies
Adaptive mechanism
Postural Control
Individual sensory system
Anticipatory mechanism
Sensory strategy
(Skema 2.5 Sistem Postural Control) (Sumber: Shumway-Cook & Woollacot, 2007)
1. Internal Representation Kemampuan dalam menginterpretasikan postur tubuh dalam otak terutama pada korteks. Internal representation ini penting dalam pemetaan dari tubuh pada input sensasi dalam melakukan suatu aksi. Seringkali merujuk pada postural body schema. Body schema menggabungkan antara geometri tubuh, kinetik, orientasi terhadap gravitasi. 2. Adaptive Mechanism Adaptive mechanism merupakan kemampuan adaptasi ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik
30
lingkungan sehingga akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output). 3. Anticipatory Mechanism Anticipatory mechanism merupakan kemampuan dalam mempersiapkan/memprediksikan
suatu
eksekusi
untuk
melakukan gerakan dengan baik. Ketika kita mengatakan ingin melakukan gerakan yang cepat, maka sebelum kita bergerak akan muncul respon postural berupa aktivasi terhadap otot-otot postural. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Harwood (2010), tentang anticipatory mechanism terhadap aktivitas otototot postural, terlihat bahwa ketika otak telah memberikan perintah untuk bergerak maka 1/100 ms sebelum gerakan dilakukan otot sudah mulai teraktifasi. Mulai dari otot bagian tranversus abdominalis, internal oblique, multifidus, external oblique, rectus abdominalis. Penelitian terbaru memfokuskan peran otot tranversus abdominalis (TrA) dan multifidus. Fungsi dari kedua otot ini adalah sebagai stabilisator inti (core). Otot-otot ini memiliki pengaruh segmental pada lumbal spine. Studi di atas menunjukkan bahwa serabut otot dalam pada otot TrA dan multifidus adalah otot yang pertama aktif ketika sebelum terjadinya pergerakan.
31
4. Sensory Strategy Informasi sensori dari somatosensoris (permukaan), visual (tugas/tujuan), sistem vestibular (gravitasi) diintegrasikan untuk mengintepretasikan sensoris secara kompleks dalam lingkungan untuk bergerak. Ketiga sensasi tersebut dapat digunakan
untuk
keseimbangan.
membentuk
Integrasi
reaksi
dalam
sensomotorik
penting
menjaga untuk
menghubungkan sensasi ke respon motorik, proses adaptif dan anticipatory (Kisner & Colby, 2002). 5. Individual Sensory System Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris. Input dari sistem-sistem ini merupakan sumber informasi penting tentang posisi tubuh dan gerakan yang berkenaan dengan gravitasi dan lingkungan. Setiap bagian tubuh memberikan informasi yang berbeda tentang posisi dan gerakan tubuh pada CNS. Jadi setiap bagian tubuh akan memberikan referensi yang berbeda terhadap postural control. a. Visual Visual (penglihatan) memegang peran penting dalam sistem sensoris. Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan
memegang
mengidentifikasi
dan
peran
mengatur
penting jarak
gerak
untuk sesuai
32
lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang. Penglihatan berperan penting dalam pengendalian postur, gerak, dan fungsi yang manipulatif (Kisner dan Colby, 2002). Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktifitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. b. Vestibular Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural. Sistem vestibular membawa informasi tentang posisi tubuh dalam kaitannya dengan gravitasi dan perubahan pada posisi tersebut. Dalam sistem ini ada jalur yang berfungsi untuk mengatur perubahan otot-otot postural dalam kaitannya dengan gravitasi, ada juga sistem yang terlibat
33
dengan
penyesuaian
postural
(postural
adjustments)
terhadap perubahan posisi, menggunakan otot-otot axial. Kelainan dalam sistem vestibular mengakibatkan sensasi seperti pusing atau ketidakstabilan, yang tidak terjangkau oleh kesadaran kita, serta masalah dengan fokus mata
dan
menjaga
keseimbangan
(Woollacott
dan
Shumway-Cook, 2007). c. Somatosensoris Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus. Beberapa hal penting yang berhubungan dengan proprioseptif dalam posisi berdiri adalah: (a) Informasi yang diterima ankle joint yang disebabkan oleh perubahan pusat gravitasi, menghasilkan perputaran (torsi) pada ankle joint. (b) Informasi yang berasal dari otot – otot leher memberikan referensi yang penting tentang gerakan kepala dalam hubungannya dengan truktus.
34
(c) Otot – otot mata merefleksikan posisi mata dalam hubunganya dengan kepala. Dalam mempertahankan keseimbangan dan orientasi postural dibutuhkan informasi yang akurat tentang posisi tubuh terhadap segmen tubuh lain dan terhadap lingkungan sekitarnya yang didapat dari reseptor sensoris perifer yang terdapat pada organ visual, vestibuler dan somatosensoris. Gangguan, kerusakan maupun keadaan yang tidak stabil pada reseptor sensoris perifer mampu merubah kemampuanya dalam mendeteksi input yang ada sehingga informasi menjadi tidak akurat dan berakibat terhadap postural control. Reseptor di kapsul sendi memberikan informasi tentang gerakan dan posisi bagian tubuh relatif terhadap satu sama lain, peran mereka dalam postural control belum sepenuhnya
didefinisikan.
Otot
spindle
memberikan
informasi tentang perubahan panjang otot dan peregangan dinamis dan dapat juga diaktifkan dengan peregangan otot. Pressoreceptors mendeteksi goyangan tubuh, sedangkan mechanoreceptors dapat menentukan regangan pada kulit, serta perubahan kecepatan dan tekanan. Ada beberapa input dalam postural control yang dihasilkan dari proprioseptif. Pertama, informasi dari sendi pergelangan kaki sangat
35
penting karena merupakan salah satu bagian tubuh yang kontak dengan permukaan sehingga memberikan informasi titik tumpu beban tubuh. Kedua, informasi dari otot leher memberikan referensi penting tentang gerakan kepala dalam kaitannya dengan alignment dari tubuh. Dan ketiga, refleks dari otot mata mampu menstabilkan bayangan objek pada retina hubungannya dengan posisi mata dengan pergerakan dari kepala. Macam-macam reseptor dalam sitem propriseptif yaitu : korpus Vater-Pacini untuk rasa tekan, letaknya di bagian bawah kulit dan jaringan ikat, organ golgli di dalam tendon dan selaput sendi, “muscle spindle” ada dalam otot, berfungsi sebagai “stretch-reseptor”, piring Golgi-Massoni ada dalam kulit untuk menangkap rasa tekan halus. 6. Neuromuscular Synergies Struktur dan fungsi dari aktifitas motorik dan sistem saraf pusat saling mempengaruhi satu sama lain. Gerakan merupakan hasil dari aktifitas otot-otot yang merupakan proses dari sistem saraf pusat. Pengolahan dalam sistem saraf pusat merupakan hasil dari informasi yang dikirim menuju sistem tentang keinginan atau kebutuhan untuk melakukan aksi, didasari pada kebutuhan akan interaksi dengan lingkungan. Setiap gerakan ditentukan oleh individu, tujuan fungsional, dan
36
lingkungan dimana gerakan tersebut diproses yang sesuai dengan fungsi oleh kesinergisan dari sistem saraf pusat dan sistem muskular. 7. Musculoskeletal Components Postural control memerlukan tindakan otot yang terkoordinasi. Untuk menghasilkan kontraksi otot yang memadai. Aktifitas otot pada sendi berperan penting dalam menyeimbangkan tubuh. Otot dan reseptor kulit berperan penting dalam mekanisme stabilisasi postural dalam keadaan seimbang.
b. Righting Righting mengacu pada pengamatan gerak antar segmen tubuh yang saling berhubungan dan antara segmen tubuh dengan lingkungan. Righting terjadi ketika garis gravitasi bergerak menuju batas bidang tumpu. Gerakan yang timbul sebagai kemampuan dari righting ini merupakan bagian dari kontrol keseimbangan yang otomatis dan volunter. Ada 2 bentuk utama dari righting, yaitu: 1. Head Righting Kepala akan memperbaiki posisinya terhadap trunk sebagai respon terhadap perpindahan, dan hal ini bertujuan untuk mempertahankan posisi vertikal kepala.
37
2. Trunk Righting 1) Ketika trunk melakukan gerakan yang berhubungan dengan bidang tumpu, semua perpindahan berat badan
dan
perpindahan
posisi
membutuhkan
perubahan dan penyesuaian dengan shoulder girdle, dada, dan panggul. 2) Ketika kepala bergerak untuk melihat atau mengubah arah, tubuh akan mengikuti dan memperbaiki diri sesuai dengan gerakan pada kepala. 3) Ketika duduk dan berdiri kepala akan mengarahkan urutan atau rangkaian gerakan. Otot perut akan menstabilkan dada dan memungkinkan fleksor leher untuk menahan berat kepala. Trunk bergerak dan mengikuti kepala sampai pusat gravitasi berada dalam bidang tumpu saat posisi duduk dan berdiri. Bagian utama dari gerakan ini, yang merupakan dasar adalah trunk righting, baru kemudian diikuti oleh head righting. Righting merupakan komponen penting dan sebagai dasar dari kemampuan untuk bergerak dari satu posisi ke posisi lain, perpindahan berat badan, perubahan arah gerakan, dan untuk pengembangan strategi reaksi dan gerakan proteksi. Oleh karena itu, righting sangat penting untuk semua aktifitas fungsional kita.
38
c. Protective reaction and strategies Protective reaction and strategies dilakukan jika righting tidak tepat atau tidak memadai untuk menjaga keseimbangan. Bentuknya adalah dengan melangkah atau menggunakan tangan agar tidak terjatuh.
2.3.3 Faktor yang mempengaruhi Keseimbangan 1) Central of Mass – CoM CoM adalah titik yang sesuai dengan pusat dari total massa tubuh dan adalah titik di mana tubuh berada dalam keseimbangan yang sempurna. Hal ini ditentukan dengan mencari rata-rata dari berat/beban dari CoM pada setiap segmen tubuh (Kisner & Colby, 2002). 2) Center of Gravity – CoG CoG terdapat pada semua benda, yang terletak tepat di tengah benda tersebut. CoG adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh akan seimbang. Pada manusia, CoG berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. CoG manusia ketika duduk tegak adalah tepat di bawah sternum di atas diafragma.
39
Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: ketinggian dari CoG dengan BoS, ukuran BoS, lokasi LoG dengan BoS, serta berat badan. 3) Line of Gravity – LoG LoG merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui CoG. Hubungan antara LoG, CoG dengan BoS akan menentukan derajat stabilitas tubuh. 4) Base of Support – BoS BoS merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika LoG tepat berada di bidang tumpu, tubuh akan seimbang. Semakin dekat BoS dengan CoG, maka stabilitas tubuh makin tinggi. 5) Stability Limit Stability limit adalah batasan area dimana tubuh bisa mempertahankan posisi tanpa merubah base of support. Batas tersebut selalu berubah tergantung pada tugas, biomekanik individu, dan aspek lingkungan (Kisner & Colby, 2002). 6) Ground Reaction Force – GRF Merupakan gaya reaksi yang diberikan secara khusus oleh tanah saat terjadi interaksi tubuh dengan tanah karena adanya penngaruh gravitasi. Pada saat duduk terjadi reaksi dari bidang tumpu yang sama besarnya dan berlawanan denga arah kekuatan tekanan tubuh pada permukaan melalui kaki.
40
2.3.4 Keseimbangan pada pasien stroke Keseimbangan merupakan integrasi yang kompleks dari sistem somatosensorik (visual, vestibular, propioceptive) dan motorik yang secara keseluruhan kerjanya diatur oleh otak terhadap respon atau pengaruh internal dan eksternal tubuh. Bagian otak yang mengatur meliputi basal ganglia, cerebellum, dan area assosiasi (Batson, 2009). Keseimbangan adalah hasil interaksi antara motorik, sensorik dan proses kognitif. Keseimbangan merupakan pusat dari sebelum terjadinya gerakan. Dan keseimbangan merupakan proses sensorimotor yang holistik, persepsi
dengan
lingkungan
sekitar,
serta
koordinasi
aktifitas
neuromuskular pada tubuh. Keseimbangan muncul sebagai reaksi cepat dari tubuh ketika terjadi pemindahan atau perubahan gerakan yang tiba-tiba dan tidak terduga, atau bisa juga disebut sebagai strategi ketika kita memperbaiki posisi tubuh, memindahkan berat badan, berputar, atau melangkah. Strategi termasuk kedalam proses kognitif karena ada kaitannya dalam pengaturan dan percontohan perencanaan dari tujuan langsung gerakan. Pasien stroke dapat mengalami kelemahan otot yang menyebabkan menurunnya kemampuan postural control. Akibatnya terjadi gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan pada pasien stroke berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengatur perpindahan berat badan dan kemampuan gerak otot yang menurun sehingga kesetimbangan tubuh
41
menurun. Keseimbangan juga merupakan parameter bagi pasien stroke terhadap keberhasilan terapi mereka. Pada pasien stroke, mereka berusaha membentuk gerakan kompensasi untuk gangguan kontrol postur mereka, kompensasi ini tidak selalu menjadi hasil yang optimal. Pasien dengan gangguan keseimbangan yang moderat hingga berat menggunakan banyak gerakan tambahan sebagai kompensasi dari defisit motoriknya, sedangkan untuk pasien dengan gangguan keseimbangan yang ringan, mereka memiliki kemampuan melakukan gerakan yang hampir sama dengan pola gerak normal. Gangguan fungsi keseimbangan merupakan akibat stroke yang paling berpengaruh pada faktor aktifitas. Karena kemampuan keseimbangan tubuh dibidang tumpu mengalami gangguan dalam beradaptasi terhadap gerakan dan kondisi lingkungan. Gangguan sensoris dan motorik pasca stroke mengakibatkan gangguan keseimbangan termasuk kelemahan otot, penurunan fleksibilitas jaringan lunak, serta gangguan kontrol motorik dan sensorik. Fungsi yang hilang akibat gangguan kontrol motorik pada pasien stroke mengakibatkan hilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan merasakan keseimbangan tubuh dan postur (kemampuan untuk mempertahankan posisi tertentu).
42
Kesulitan membentuk dan mempertahankan postur yang tepat dapat diketahui saat pasien melakukan gerakan ke berdiri maupun ke duduk.
Gambar 2.6 Skema Konsep Postural Control (Sumber : Raine, 2009)
2.4 Metode Bobath Dengan perkembangan zaman, ilmu, dan teknologi yang terus menerus, maka terapi latihan dengan metode Bobath mengalami perkembangan. a. Konsep Awal (Original Concept) Metode Bobath pada awalnya memiliki konsep perlakuan yang didasarkan atas inhibisi aktivitas abnormal refleks (Inhibition of abnormal refleks activity) dan pembelajaran kembali gerak
43
normal (The relearning of normal movement), melalui penanganan manual dan fasilitasi.
b. Konsep Bobath Terkini Dalam kurun waktu dekade terakhir ini memaparkan para terapis dengan peningkatan evidance di bidang neuroscience, biomechanics dan motor learning (Royal College of Physicians, 2004). Perkembangan ini memperdalam pemahaman tentang human movement dan efek dari patologi, membantu untuk membimbing para terapis dalam melakukan intervensi klinis mereka untuk memaksimalkan fungsional outcome pasien. Terdapat evidance yang kuat efek dari rehabilitasi dalam hal peningkatan kemandirian fungsional dan mengurangi kematian (Royal College of Physicians, 2004). Konsep Bobath terkini adalah suatu problem solving approach untuk melakukan suatu assessment dan treatment kepada individu dengan gangguan fungsi, gerak dan postural control karena adanya suatu lesi pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan dapat diterapkan pada individu-individu dari segala usia dan semua derajat cacat fisik dan fungsional (Raine, 2006; IBITA, 2007).
44
TASK INDIVIDUAL
ENVIRONMENT
Gambar 2.7. Motor Control (Sumber: Raine, 2007)
Systems approach teori motor control adalah dasar yang mendasari prinsip-prinsip dari assesment dan treatment yang terdapat dalam konsep Bobath terkini (Raine, 2007). Konsep ini menganggap motor control adalah dasar dari bekerjanya sistem saraf baik secara hierarchical dan distribusi paralel, multilevel processing diantara banyak sistem dan subsistem melibatkan beberapa input, dan dengan modulasi pada level tertentu dalam suatu proses. Hal itu memungkinkan terjadinya potensi
plastisitas
sebagai
dasar
pembangunan, belajar dan pemulihan dalam sistem saraf dan sistem otot.
45
Plastisitas merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan untuk melakukan suatu perubahan. Kemampuan otak untuk memodifikasi dan mereorganisasi fungsi dan fungsi yang mengalami cidera atau kerusakan disebut neuroplastisitas. Neuroplastisitas merupakan suatu perubahan yang terjadi pada lokasi pengorganisasian sistem saraf terutama perubahan yang terjadi pada lokasi tempat fungsi processing informasi sebagai akibat pembelajaran dan pengalaman (ShumwayCook & Woollacott, 2007). Neuroplastisitas ini sendiri adalah merupakan perubahan dalam prilaku, indera dan pengalaman kognitif. Dalam penelitian neuroscience, terdapat 2 kategori penting dalam pendekatan untuk memperbaiki fungsi otak setelah mengalami cidera, yaitu : 1) Usaha untuk membatasi tingkat keparahan cidera awal untuk meminimalkan hilangnya fungsi 2) Usaha untuk pengorganisasian kembali otak untuk mengembalikan fungsi yang telah hilang Pendekatan yang pertama merupakan hal yang sangat penting, karena perawatan pada saat awal cidera akan berpengaruh terhadap tingkat keparahan kecacatan jangka panjang. Ini merupakan suatu hal yang harus dipahami bagaimana struktur otak dan fungsi dapat berubah dari hari-kehari, bulan dan tahun setelah adanya kerusakan otak (Kisner & Colby, 2002).
46
Perubahan plastisitas berdasarkan atau berlandaskan dari pembelajaran, memori, dan pemulihan dari saraf yang rusak pada dan dibawah dari tingkat kerusakan (White, 2008). Pembelajaran mengorganisasi ulang otak yang cidera walaupun tanpa adanya rehabilitasi.
Konsekuensi
behaviour
kerusakan
otak
yang
kehilangan fungsi adalah perkembangan pengganti strategi behaviour setiap individu dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Otak yang cidera merubah cara otak dalam merespon pembelajaran. Pembelajaran ini meliputi perubahan dalam gen, sinaps dan jaringan saraf sesuai dengan daerah otaknya (Schretzman, 2001).
Tujuan intervesi dengan metode Bobath adalah optimalisasi fungsi dengan peningkatan control postural dan gerakan selektif melalui fasilitasi, sebagaimana yang dinyatakan oleh International Bobath Instructor Training Association (IBITA, 1998). Tujuan yang akan dicapai dengan metode Bobath : 1) Melakukan
identifikasi
pada
area-area
spesifik
otot-otot
antigravitasi yang mengalami penurunan tonus 2) Meningkatkan kemampuan input proprioseptif 3) Melakukan identifikasi tentang gangguan fungsi setiap individu dan mampu melakukan aktivitas fungsi yang efisien “Normal” 4) Fasilitasi specific motor activity
47
5) Minimalisasi gerakan kompensasi sebagai reaksi dari gangguan gerak 6) Mengidentifikasi kapan dan bagaimana gerakan menjadi lebih efektif (Irfan, 2010). Analisa tentang gerak normal (normal movement) menjadi dasar utama penerapan aplikasi metode ini. Dengan pemahaman gerak normal, maka setiap fisioterapis akan mampu melakukan identifikasi problematik gerak akibat gangguan sistem saraf pusat (Schretzman, 2001). Akibat adanya gangguan sistem saraf pusat (SSP) akan mengakibatkan abnormal tonus postural, dari abnormal tonus postural tersebut kemudian berdampak terhadap menurunnya kualitas gerak yang mengakibatkan terjadinya abnormalitas pada umpan balik sensoris. Pada tahap ini aktivitas dilakukan dengan kerja yang lebih berat. Akibat adanya abnormalitas pada umpan balik sensoris maka akan berakibat menurunnya kualitas gerak dan pada akhirnya memunculkan kembali abnormalitas tonus postural. Pada tahap ini akan terjadi kompensasi gerak. Adanya abnormalitas gerak memberikan dampak terhadap komponenkomponen gerak lainnya yang saling berhubungan satu sama lain. Untuk itu, diperlukan metode yang dapat menghentikan abnormalitas gerak akibat lesi pada CNS. Metode Bobath adalah salah satu metode yang berorientasi pada aktivitas pola gerak normal dengan meningkatkan kemampuan control postural dan gerakan-gerakan selektif.
48
2.4.1
Indikasi dan Kontra indikasi Metode Bobath a. Indikasi Metode Bobath 1) Adanya cidera atau injury Sistem Saraf Pusat 2) Adanya gangguan proprioseptif 3) Adanya masalah motor control 4) Adanya masalah human motor behaviour b. Kontra Indikasi Metode Bobath 1) Treatment dihentikan apabila nadi melebihi HRmax 2) Adanya pucat 3) Adanya sesak nafas
2.4.2
Intervensi Metode Bobath Terhadap Peningkatan Keseimbangan Metode Bobath menekankan pada dua aspek yang saling mempengaruhi satu sama lain yaitu integrasi dari postural control dan task performance serta control of selective movement untuk memproduksi coordinated sequences dari gerakan (IBITA, 2008). Faktor-faktor itulah yang mempengaruhi peningkatan keseimbangan pada pasien stroke. Selain itu terdapat kontribusi dari sensory input untuk motor control dan motor learning merupakan fokus dari Bobath Approach (Gjelsvik, 2008). Metode Bobath dapat meningkatkan keseimbangan pada pasien stroke adalah dengan latihan postural control dan task performance dimana latihan postural control yang diberikan kapada pasien stroke akan memberikan informasi tentang internal representation of body posture
49
(body geometry, body dynamics, dan orientation of the body dengan posisi tegak), Sedangkan vestibular dan visual akan memberikan informasi tentang “vertical”. Selain itu, visual juga akan memberikan informasi tentang posisi dan visualisasi lingkungan disekitar. Sedangkan cutaneous, sendi, dan muscle receptors memberikan informasi tentang orientasi tubuh pada posisi tengah (Kavounoudias, et al., 2002). Integrasi informasi berupa internal representation, informasi “vertical”, posisi, lingkungan, dan orientasi tubuh pada posisi tengah disebut postural body schema. Latihan postural control akan memberikaan integrasi antara postur dan gerak dari alignment segmen tubuh sehingga akan terjadi anticipatory dan reactive postural control mechanisms. Latihan postural control dan task performance berprinsipkan stabilisasi dan mobilisasi yang saling mempengaruhi satu sama lain, dimana muscle activation patterns tidak hanya ditentukan oleh postural alignment yang dipengaruhi oleh base of support dan gravity tetapi juga dipengaruhi oleh stabilisasi dan mobilisasi. Kekompleksan dan semakin selektif suatu task-oriented movements akan membentuk rangkaian gerakan (Krishnamoorthy, et al., 2005; Aruin, 2006). Keseimbangan adalah suatu mekanisme tubuh yang memerlukan banyak komponen. Salah satu pendekatan latihan yang dapat meningkatkan komponen - komponen dari keseimbangan tersebut adalah latihan dengan metode Bobath, kondisi ini dimungkinkan karena metode Bobath berorientasi
pada
masalah,
sehingga
dengan
pendekatan
Bobath
50
keseimbangan dapat ditingkatkan dengan peningkatan pada komponen tersebut.
2.4.3
Pelaksanaan Pelatihan Metode Bobath (1) Optimal alignment (Postural set) Pada posisi supine lying pertama kali dilakukan pengaturan kesimetrisan tubuh yaitu kepala trunk dan tungkai dalam garis lurus, bahu sejajar. Postur optimal akan memudahkan aktifasi otot tubuhnya. Pengaturan dilakukan dengan partisipasi aktif dari pasien baik melalui kontraksi tertentu atau dengan elongasi sehingga di dapatkan posisi optimal.
Gambar 2.8. Pengaturan alignment
Pengaturan sikap tubuh dilakukan pada setiap posisi, selain lying, pengaturan sikap tubuh juga dilakukan pada posisi sitting dan standing, sebagai dasar dari aktivitas berikutnya.
51
Gambar 2.9. Aktifasi otot adduktor hip dalam posisi duduk
Gambar 2.10. Pengaturan alignment saat berdiri
(2) Postural control Mengaktifasi otot – otot postural pada sisi lower trunk dan upper trunk, aktivasi secara selektif pada otot gluteus maksimus dan medius,
otot
abdominal
terutama
transversus
abdominalis,
multifidus, latisimus dorsi, scapula depresor dan addukor. Postural kontrol secara aktif dilakukan pada posisi lying dan sitting. Latihan postural control diberikan secara simultan antara latihan postural statik dan dinamis.
Gambar. 2.11. Aktifasi otot abdominal dan otot gluteus
Gambar 2.12. Melatih Postural control pada posisi duduk
52
Gambar. 2.13. Melatih Postural Control pada posisi duduk
Gambar. 2.14. Melatih Postural Control saat berdiri.
Gambar. 2.15. Melatih Postural Control saat berjalan
(3) Selective movement Selective mevement diberikan setelah didapatkan stabilisasi yang optimal yang dihasilkan dari
53
pengaturan sikap tubuh. Selective movement ini dilakukan untuk dapat mengaktifasi otot secara spesifik dengan meminimalisir kompensasi gerak yang sering muncul pada kondisi pasca stroke. Selective movement dilakukan pada ekstrimitas atas dan pada ekstrimitas bawah.
Gambar 2.16. Selective movement pada ekstrimitas bawah
Gambar. 2.18. Selective movement pada trunk
Gambar. 2.17. Selective movement pada ekstrimitas bawah
Gambar. 2.19. Selective movement pada ankle
54
Gambar 2. 20 . Selective movement pada jari kaki
Gambar. 2.21 Selective movement saat berjalan
2.5 Metode Feldenkrais Metode
Feldenkrais
pertama kali
dikembangkan
oleh Moshe
Feldenkrais antara tahun 1984-1904. Moshe Feldenkrais adalah seorang insinyur, fisikawan, penemu, seniman, bela diri dan mahasiswa pembangunan manusia (Batson, 2006). Metode Feldenkrais merupakan sebuah integrative approach untuk memberikan pembelajaran dan meningkatkan fungsi pada individu dari berbagai kemampuan mereka selama rentang kehidupan. Dengan menekankan pada selfawarness melalui suatu proses pembelajaran dengan memberikan stimulasi pada penginderaan (sensing), gerakan (moving), perasaan (feeling), dan pikiran (thinking) (Connors, 2009). Metode Feldenkrais ini didasarkan pada prinsip-prinsip fisika, biomekanik dan pemahaman empiris pembelajaran dan perkembangan manusia.
55
Dengan memperluas citra diri melalui urutan gerakan yang halus dan lembut membawa perhatian ke bagian diri yang di luar kesadaran. Dengan metode ini kita menjadi lebih sadar pola kebiasaan dalam bergerak, kekakuan yang tanpa kita sadari muncul dalam bergerak serta memperluas pilihan cara-cara baru dalam bergerak Dengan meningkatkan sensitivitas, Metode Feldenkrais ini membantu untuk menjalani hidup anda lebih lengkap, efisien dan nyaman (Ginsburg, 2010). Metode Feldenkrais terdiri dari dua komponen yaitu Awarness Through Movement (ATM) dan Functional Integration (FI). ATM merupakan pelatihan gerak berdasarkan pola tumbuh kembang yang dimulai dari posisi lying, gerakkan dilakukan dengan perlahan, lembut, dan pada keseluruhan anggota gerak. FI bertujuan untuk meningkatkan body awareness dan pemahaman bagaimana bergerak dengan efisien (Ginsburg, 2010). Pelatihan metode Feldenkrais dapat meningkatkan keseimbangan sebesar 56,4% pada pasien pasca stroke (Batson, G. 2006).
2.5.1 Intervensi metode Feldenkrais Terhadap Peningkatan Keseimbangan Dalam pelatihan metode Feldenkrais ini dimana dituntut untuk lebih dapat meningkatkan kesadaran akan tubuh baik saat diam dan terutama dalam begerak sehingga dapat meningkatkan baik ROM, flexibilitas, koordinasi dan mempermudah serta membuat efisiensi dalam
56
bergerak sehingga keseimbangan pada pasien stroke dapat meningkat (Batson G, 2006). Pelatihan metode Feldenkrais terdiri dari dua komponen yaitu Awarness Through Movement (ATM) dan Functional Integration (FI). Kedua pendekatan ini sangat berfokus pada mind-body relationships yang akan memberikan pembelajaran mengenai berbagai rangkaian gerakan (sequences of movements) (Feldenkrais, 2010). Pelatihan yang dilakukan akan memberikan feedback berupa peningkatan body half integration, simetris dan kemudahan dalam bergerak, meningkatkan koordinasi, body awareness, flexibility dan keseimbangan (Batson G, 2006).
2.5.2 Pelaksanaan metode Feldenkrais Pada pelaksanaan pelatihan metode Feldenkrais ini dimana dituntut untuk lebih dapat meningkatkan body awareness, movement organization dan koordinasi dari setiap segmen tubuh. Sehingga dengan komponen-komponen itu efektivitas dan efisiensi gerakan dapat tercapai. Sebelumnya pasien diminta menggunakan pakaian yang nyaman dan memudahkan saat bergerak. a.
Posisi Lying 1) Pasien diminta untuk terlentang dengan rilek dan mengatur ritme nafas dengan teratur. Pasien diminta untuk bergerak dengan tempo yang lambat untuk dapat merasakan gerakan
57
dari tiap sendi, otot, dan tulang bagian perbagian. Pasien diminta untuk bernafas dengan normal selama proses pelatihan berlangsung. Pasien diminta merasakan dan mengingat bagian bagian tubuhnya yang menyentuh matras.
Gambar. 2.22. Persiapan Pelatihan Metode Feldenkrais
2) Bergerak internal dan external rotasi dengan memberikan instruksi kepada pasien untuk memutar kakinya kedalam dan keluar
Gambar. 2.23. Gerakan Internal rotasi lower extrimities
58
3) Bergerak internal dan external rotasi dengan kombinasi flexi dan abduksi hip. Terapis memberikan instruksi tekuk lutut dan putar keluar
Gambar . 2.24. Gerakan Internal rotasi lower extrimities
4) Posisi hook craine dengan gerakkan anterior dan posterior pelvic tilting.
Gambar. 2.25. Gerakan anterior – posterior pelvic tilting
5) Bergerak dinamis pelvic tilting yang dilakukan oleh pasien dengan arah gerakkan memutar searah jarum jam.
59
Gambar. 2.26. Gerakan anterior – posterior pelvic tilting
6) pasien diminta bergerak rotasi dengan salah satu kaki menumpu pada kaki yang lain
Gambar. 2.27. Gerakan Rotasi pelvic
7) pasien miring ke salah satu sisi, tangan menumpu seperti pada gambar kemudian bergerak protraksi dan retraksi maksimal dari scapula.
60
Gambar. 2.28. Gerakan protraksi dan retraksi scapula
8) pasien miring ke salah satu sisi, tangan menumpu seperti pada gambar kemudian bergerak menelusuri tangan yang dibawah kedepan lalu ke belakang
Gambar. 2.29. Gerakan rotasi upper trunk
61
9) pasien posisi duduk dengan kedua tangan ke belakang dan kedua lutut ditekuk (hook craine position)
Gambar. 2.30. Gerakan rotasi pelvic dari lower trunk
10) pasien posisi duduk dengan kedua tangan ke belakang dan kedua lutut ditekuk (hook craine position)
62
Gambar. 2.31. Gerakan rotasi dan elongasi trunk
2.6 Brunel Balance Assessment (BBA) BBA adalah salah satu alat ukur untuk menilai keberhasilan intervensi (pelatihan). BBA dapat menilai apakah pada pasien pasca stroke mengalami kemajuan ataupun kemunduran kemampuan keseimbangan (Tyson & DeSouze, 2004). Saat ini dikenal banyak tes keseimbangan yang mempunyai perbedaan dan kesamaan dalam beberapa aspek (Pyoria, 2007). Oleh karena itu Tyson dan temannya DeSouza melakukan sebuah penelitian untuk mengembangan sebuah parameter atau tes keseimbangan yang dapat digunakan sebagai tolak ukur hasil sebuah intervensi yang sudah valid dan reliable. Tes pengukuran keseimbangan ini bernama Brunel Balance
63
Assessment (BBA) yang berskala ordinal dan dinyatakan sudah dapat digunakan dalam praktek klinis (Tyson & DeSouze, 2004). BBA di desain untuk mengukur perubahan dalam waktu yang cepat setelah intervensi dan mengukur kemampuan keseimbangan fungsional pasien paska stroke. Tes ini juga murah, sederhana dan mudah digunakan (Tyson & DeSouze, 2004). BBA terdiri dari 3 tahap tes yaitu duduk, berdiri, dan melangkah (berjalan) dan terdiri dari 12 level tes secara keseluruhan yang masing-masing level tes mempunyai kriteria yang berbeda beda untuk dapat dinyatakan lolos melewati tes itu atau tidak (Tyson, 2004; Tyson & DeSouza, 2004; Tyson, et al., 2006; Tyson, et al., 2007). Pengukuran keseimbangan BBA ini dilakukan dengan 3 kali tes. Jika pasien tidak dapat melakukan pengukuran hingga 3 kali tes dan belum dapat melanjutkan percobaan berikutnya maka tes ataupun pengukuran keseimbangan BBA harus dihentikan (Tyson, 2004). Dalam tes BBA, seorang pasien pasca stroke dikatakan mengalami peningkatan keseimbangan jika ada peningkatan level dalam tes yang dilakukan sebelum dan sesudah pelatihan. Beberapa item atau level dalam tes BBA dapat dilihat di lampiran 5.
2.7 Pemeriksaan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) Pemeriksaan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) merupakan pemeriksaan neurologis untuk kondisi pasca stroke, untuk menentukan derajat berat ringannya serangan stroke. NIHSS merupakan
64
standar pemeriksaan derajat stroke yang menjadi acuan international (Geyer & Camilo, 2009). Pemeriksaan NIHSS meliputi: a. Level kesadaran b. Menjawab pertanyaan (level kesadaran) c. Mengikuti perintah (level kesadaran) d. Pandangan e. Pengelihatan f. Kelumpuhan sisi wajah g. Motorik lengan kiri h. Motorik lengan kanan i. Motorik tungkai kiri j. Motorik tungkai knan k. Ataxia l. Sensoris m. Neglect n. Dysarthria o. Bahasa Nilai hasil pemeriksaan NIHSS mempunyai intepretasi sebagai berikut: a. Nilai NIHSS 0
: Tidak tanda stroke
b. Nilai NIHSS 1 – 4 : Stroke Ringan c. Nilai NIHSS 5 – 15 : Stroke Sedang d. Nilai NIHSS 16 -20 : Stroke Sedang ke Berat
65
e. Nilai NIHSS 21 – 42 : Stroke Berat
2.8 Pemeriksaan The Mini Mental State Examination (MMSE) Pemeriksaan The Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan pemeriksaan standar dalam pemeriksaan kognitif yang sederhana dan praktis. Komponen yang dapat dinilai melalui MMSE antara lain: orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, memory recall, dan fungsi bahasa. MMSE merupakan perangkat yang praktis dan efektif yang digunakan sebagai skrining untuk mengetahui adanya gangguan kognitif pada pasien pasca stroke (Herndon, 2006). MMSE menggunakan instrumen pertanyaan, dengan komponen penilaian sebagai berikut: a.
Penilaian Orientasi (10 poin)
b.
Penilaian Registrasi (3 poin)
c.
Penilaian Registrasi (3 poin)
d.
Perhatian dan Kakulasi (5 poin)
e.
Ingatan (3 poin)
f.
Bahasa dan Praktek (9 poin)
Interpetasi dari nilai MMSE adalah sebagai berikut: a. Nilai MMSE 24 – 30 : Tidak ada kelainan kognitif. b. Nilai MMSE 18 – 23 : Gangguan kognitif ringan. c. Nilai MMSE 0 - 17 : Gangguan kognitif berat.